Anda di halaman 1dari 73

BUKU SAKU KEPERAWATAN JIWA

UNTUK PROFESI NERS

KUPANG, 2019

1
BUKU SAKU KEPERAWATAN JIWA

UNTUK PROFESI NERS

(KOLEKSI INTERNAL)

DISUSUN OLEH

B. ANTONELDA MARLED WAWO, S.Kep, Ns. M.Kep, Sp.Kep.J

Diterbitkan di Prodi Ners UNIVERSITAS CITRA BANGSA

oleh dosen pengampu Ilmu Keperawatan Jiwa

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesainya buku saku keperawatan jiwa ini. Buku ini dibuat oleh dosen dengan
latar belakang pendidikan spesialis keperawatan jiwa sehingga menjadi pegangan
yang sangat sesuai dalam menjalani profesi khususnya pada stase keperawatan jiwa.
Buku ini dibuat sebagai pemenuhan kebutuhan praktik klinik mahasiswa program
profesi Ners Universitas Citra Bangsa sehingga dapat menjadi calon perawat yang
berkompeten. Buku ini menjadi penting dikarenakan beberapa alasan : 1). Waktu
pembekalan pra klinik yang terbatas, 2). Ketidaktersediaan referensi pendukung
klinik keperawatan jiwa, 3). Mahasiswa program profesi Ners yang berasal dari
berbagai institusi pendidikan sehingga membutuhkan penyamaan persepsi bagi
seluruh peserta didik dan dosen pendamping. Buku ini tidak menjadi konsumsi umum
hanya terbatas bagi mahasiswa program profesi Ners Universitas Citra Bangsa.

Untuk itu penulis mengucapkan limpah terimakasih kepada semua pihak yang
terlibat dalam pembuatan buku saku ini. Dalam pembuatan buku saku keperawatan
jiwa ini penulis menyadari adanya banyak keterbatasan dan kekurangan sehingga
penulis menghaturkan permohonan maaf sebesar-besarnya jika mungkin telah
menyinggung berbagai pihak. Demikianlah penulis telah menyampaikan satu dan
beberapa hal terkait, atas perhatiannya dan keinginan menggunakan buku saku ini,
penulis mengucapkan limpah terimakasih.

Kupang, April 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1. ASUHAN KEPERAWATAN


1.1 Risiko/Perilaku Kekerasan
1.2 Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
1.3 Gangguan Proses Pikir Waham
1.4 Isolasi Sosial
1.5 Harga Diri Rendah Kronik
1.6 Risiko Bunuh Diri
1.7 Defisit Perawatan Diri

BAB 2. Proses Keperawatan


2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2 Diagnosa Keperawatan
2.3 Rencana Keperawatan
2.4 Implementasi Keperawatan
2.5 Evaluasi Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
Lampiran 1. Strategi Pelaksanaan interaksi keperawatan
Lampiran 2. Analisa Prosedur Interaksi
Lampiran 3. Resume Asuhan Keperawatan
Lampiran 4. Format Jadwal Aktivitas Harian
Lampiran 5. Juknis Keperawatan Kesehatan Jiwa

4
BAB 1
ASUHAN KEPERAWATAN

Keperawatan kesehatan jiwa merupakan suatu proses interpersonal yang


meningkatkan dan mempertahankan perilaku klien yang berkontribusi pada fungsi
integratif atau keperawatan kesehatan jiwa dipersepsikan sebagai suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang komit untuk meningkatkan kesehatan jiwa
melalui pengkajian, diagnosis, dan tritmen respons manusia terhadap masalah
kesehatan jiwa dan gangguan kesehatan jiwa dengan menggunakan diri sendiri
sebagai kiatnya dan teori keperawatan, psikososial, dan neurobiologis serta bukti riset
sebagai ilmunya (ANA, 2007 dalam Stuart, 2016). Berikut akan digambarkan
beberapa diagnosa keperawatan jiwa sesuai kompetensi perawat generalis, yang
diolah sesuai konsep asuhan keperawatan jiwa menggunakan pendekatan proses
keperawatan.

1.1 Risisko Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis, dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu
perilaku kekerasan saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan) (Keliat, 2012).
Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien melalui observasi atau wawancara tentang
perilaku adalah sebagai berikut :
a) Muka merah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Jalan mondar-mandir
f) Bicara kasar
g) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h) Mengancam secara verbal atau fisik

5
i) Melempar atau memukul benda/orang lain
j) Merusak barang atau benda
k) Tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku kekerasan
Proses Terjadinya Masalah
Predisposisi/Presipitasi :
a. Biologis : Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat
pengobatan sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum
obat, kapan terakhir minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat
penggunaan NAPZA, riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa
b. Social cultural : Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal
sekolah, riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan,siapa yang menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal
dengan siapa, berapa saudara, siapa orang yang paling berarti, apakah
pernah mengalami kehilangan orang yang dicintai, perceraian, kehilangan
harta benda, penolakan dari masyarakat
c. Psikologis : perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-
orang di sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman
tidak menyenangkan, kepribadian klien misalnya mudah kecewa,
kecemasan tinggi, mudah putus asa dan menutup diri, konsep diri : adanya
riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas, harga diri
rendah, krisis peran dan gambaran diri negatif. Motivasi: riwayat
kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi:
ambang toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat gangguan
perkembangan.
Penilaian terhadap stressor
a. Kognitif : mempunyai pikiran yang negatif dalam menghadapi stressor
mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan keputusan, fligh of
idea, gangguan berbicara, perubahan isi pikir

6
b. Afektif : mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi, merasa tidak nyaman,
jengkel, merasa tidak berdaya, dendam, ingin memukul orang lain,
menyalahkan dan menuntut.
c. Fisiologi : tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan
meningkat, pupil dilatasi, ekspresi wajah tegang, mual, tonus otot
meningkat, kewaspadaan disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup,
tangan mengepal, tubuh kaku dan disertai reflek yang cepat.
d. Perilaku : agresif, pasif, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada
suara keras dan kasar, muncul perilaku menyerang, menghindar,
memberontak, menyatakan secara assertive.
e. Social : menarik diri, pegasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Pohon Diagnosa

Perilaku kekerasan  Kerusakan komunikasi verbal

Halusinasi

Konsep Proses Keperawatan


Pengkajian Keperawatan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat
sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara
tentang perilaku berikut ini :
Muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat,
mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit
atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul

7
benda/orang lain, merusak barang atau benda, dan tidak mempunyai kemampuan
untuk mencegah/mengontrol perilaku kekerasan.
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang didapat, dan saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan
dan belum mempunyai kemampuan untuk mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan tersebut. diagnosis yang berlaku pada gangguan ini adalah Risiko
perilaku kekerasan.
Tindakan Keperawatan untuk pasien
Tujuan :
a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
f) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka
Tindakan Keperawatan :
a) Bina hubungan saling percaya, langkah-langkah :
1). Mengucapkan salam terapeutik
2). Berjabat tangan
3). Menjelaskan tujuan interaksi
4). Membuat kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien
b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu
c) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1). Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik, psikologis,
sosial, spiritual, dan intelektual
d) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah, yaitu secara verbal terhadap : orang lain, diri sendiri, dan lingkungan

8
e) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
1). Fisik : pukul kasur dan bantal, tarik napas dalam
2). Obat
3). Sosial/verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya
4). Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien
g) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
1). Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
2). Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
h) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
1). Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan baik
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
2). Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
i) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
1). Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien
2). Latih mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang biasa
dilakukan pasien
3). Buat jadwal latihan kegiatan ibadah
j) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
k) Ikutsertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok simulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan

1.2 Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi


Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta pola
stimulus yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai dengan
kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons terhadap stimulus tersebut baik
respons yang berlebihan maupun yang kurang memadai (Townsend, 2010).
Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

9
pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010).
Tahapan halusinasi yaitu :
a. Tahap I : Menenangkan, ansietas tingkat sedang. Secara umum
menyenangkan .
Karakteristik : Merasa bersalah dan takut serta mencoba memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi ( non
psikotik). Perilaku yang teramati : Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai,
Menggerakan bibirnya tampa menimbulkan suara, Respon verbal yang
lambat, Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikan .
b. Tahap II: menyalahkan, ansietas tingkat berat . Halusinasi menjijikan .
Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang
yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali mungkin berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin
merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain
(non psikotik).
Perilaku klien yang teramati: peningkatan SSO yang menunjukan ansietas,
misalnya peningkatan nadi, TD dan pernafasan, penyempitan kemampuan
kosentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III; pengendalian, ansietas tingkat berat . Pengalaman sensori menjadi
penguasa.
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian
jika pengalaman tersebut berakhir (Psikotik).
Perilaku klien yang teramati: lebih cenderung mengikuti petunjuk yang
diberikan oleh halusinasinya dari pada menolak, kesulitan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala

10
fisik dari ansietas berat seperti: berkeringat, tremor, ketidak mampuan
mengikuti petunjuk .
d. Tahap IV: menaklukan, ansietas tingkat panik. Secara umum halusinasi
menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak diintervensi terapeutik ( psikotik ).
Perilaku yang teramati : Perilaku menyerang-teror seperti panik, Sangat potensial
melakukan bunuh diri atau mebunuh orang lain, Kegiatan fisik yang
merefleksikan isi halusinasi seperti : amuk, agitasi, menarik diri, Tidak mampu
berespon terhadap petunjuk yang komplek, Tidak mampu berespon terhadap lebih
dari satu orang
Faktor predisposisi dan presipitasi
a. Biologis : Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat
pengobatan sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum obat,
kapan terakhir minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat penggunaan
NAPZA/penggunaan obat halusinogen, riwayat anggota keluarga dengan
gangguan jiwa
b. Social cultural : Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal
sekolah, riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan, siapa yang menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal
dengan siapa, berapa saudara, siapa orang yang paling berarti, apakah pernah
mengalami kehilangan orang yang dicintai, perceraian, kehilangan harta
benda, penolakan dari masyarakat
c. Psikologis : perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-orang
di sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman tidak
menyenangkan, kepribadian klien misalnya mudah kecewa, kecemasan tinggi,
mudah putus asa dan menutup diri, konsep diri : adanya riwayat ideal diri
yang tidak realistis, identitas diri tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan
gambaran diri negative. Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan

11
riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres
rendah dan adanya riwayat gangguan perkembangan. Self control: adanya
riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara, rabaan,
penglihatan, penciuman, pengecapan.
Penilaian terhadap stressor
 Kognitif : tidak dapat memfokuskan pikiran, mudah lupa, tidak mampu
mengambil keputusan, tidak mampu memecahkan masalah, tidak dapat
berfikir logis, inkoheren, disorientasi, blocking, daya tilik diri jelek,
mendengar suara-suara, melihat bayangan atau sinar, mendengar suara
hati, menghidu bau-bauan, merasakan rasa pahit, asam, asin di lidah,
merasakan sensasi tidak nyaman dikulit, ambivalen, sirkumstansial, flight
of idea, tidak mampu mengontrol PK, punya pikiran negatif terhadap
stressor, mendominasi pembicaraan
 Afektif : senang, sedih, merasa terganggu, marah, ketakutan, khawatir,
merasa terbelenggu, afek datar/ tumpul, afek labil, marah, kecewa, kesal,
curiga, mudah tersinggung
 Fisiologis : sulit tidur, kewaspadaan meningkat, tekanan darah
meningkat, denyut nadi meningkat, frekuensi pernafasan meningkat,
muka tegang, keringat dingin, pusing, kelelahan/keletihan
 Perilaku : Berbicara dan tertawa sendiri, Berperilaku aneh sesuai dengan
isi halusinasi, menggerakkan bibir/komat kamit, menyeringai, diam
sambil menikmati halusinasinya, perilaku menyerang, kurang mampu
merawat diri, memalingkan muka ke arah suara, menarik diri
 Sosial : tidak tertarik dengan kegiatan sehari-hari, tidak mampu
komunikasi secara spontan, acuh terhadap lingkungan, tidak dapat
memulai pembicaraan, tidak dapat mempertahankan kontak mata,
menarik diri

12
POHON DIAGNOSIS
Resiko perilaku kekerasan

GSP : Halusinasi

Isolasi sosial

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. Pada proses
pengkajian, data penting yang perlu anda dapatkan adalah sebagai berikut :
a. Jenis dan isi halusinasi. Data objektif dapat anda kaji dengan cara
mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat anda kaji
dengan melakukan wawancara dengan pasien. melalui data ini perawat dapat
mengetahui isi halusinasi pasien.
b. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien.
c. Respons terhadap halusinasi.
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan data subjektif dan objektif yang
ditemukan pada pasien. diagnosis keperawatan pada gangguan ini adalah
Gangguan sensori persepsi : halusinasi………
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya

13
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Tindakan Keperawatan :
a. Membantu pasien mengenali halusinasi. Untuk membantu pasien mengenali
halusinasi, anda dapat melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul
dan respons pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi :
1). Menghardik halusinasi. Tahapan tindakan meliputi menjelaskan cara
menghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta pasien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku
pasien
2). Bercakap-cakap dengan orang lain
3). Melakukan aktivitas yang terjadwal, tahapan intervensinya menjelaskan
pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi, mendiskusikan
aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien, melatih pasien melakukan
aktivitas, menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih, memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif
4). Menggunakan obat secara teratur, intervensinya meliputi jelaskan
kegunaan obat, akibat putus obat, cara mendapatkan obat, dan cara
menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

1.3 Isolasi Sosial


Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang
negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Isolasi sosial adalah suatu keadaan
dimana individu mengalami suatu kebutuhan atau mengharapakan untuk
melibatkan orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan tersebut

14
(Carpenito, 2004). Sedangkan menurut Kim (2006) isolasi sosial merupakan
kesendirian yang dialami individu dan dirasakan sebagai beban oleh orang lain
dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam.
Keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito-Moyet, 2007). Kondisi
sendirian, yang dialami individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan
sebagai kondisi yang negatif dan mengancam (Townsend, 2010).
RENTANG RESPON SOSIAL
Rentang Respon Sosial

Respon adaptif Respon maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling ketergantungan
Gambar.1.1 Rentang respon sosial (Stuart and Sundeen, 1998).
Keterangan dari rentang respon sosial :
1. Solitut (Menyendiri) : Solitut atau menyendiri merupakan respon yang
dibutuhkan seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialanya dan suatu cara untuk nmenentukan langkahnya.
2. Otonomi: Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan social.
3. Kebersamaan (Mutualisme) : Perilaku saling ketergantungan dalam
membina hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent) : Suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
5. Kesepian : Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya
perhatian dengan orang lain atau lingkunganya.
6. Menarik diri : Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan
hubungan dengan orang lain atau lingkunganya.

15
7. Ketergantungan (Dependent) : Suatu keadaan individu yang tidak
menyendiri, tergantung pada orang lain.
8. Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada
tujuan bukan berorientasi pada orang lain/ tidak dapat dekat dengan orang
lain.
9. Impulsive: Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.
Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10. Narkisme: Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Townsend M.C, 2010)

KARAKTERISTIK PERILAKU
Karakteristik perilaku isolasi sosial yang dapat ditemukan antara lain:
Karakteristik Mayor
1. Mengeskpresikan perasaan kesepian, dan penolakan.
2. Keinginan untuk kontak lebih banyak dengan orang lain tetapi tidak mampu.
3. Melaporkan ketidaknyamanan dalam situasi sosial.
4. Menggambarkan kurang hubungan yang berarti (Carpenito-Moyet, 2007).
Karakteristik Minor
1. Merasakan waktu berjalan lambat
2. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan mengambil keputusan
3. Perasaan tidak berguna
4. Perasaan penolakan
5. Kurang aktivitas secara verbal maupun fisik
6. Tampak depresif, cemas atau marah
7. Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain didekatnya
8. Sedih, afek dangkal
9. Tidak komunikatif
10. Menarik diri
11. Kontak mata buruk
12. Larut dalam pikiran dan ingatan sendiri

PROSES TERJADINYA MASALAH


Karena isolasi sosial adalah status subjektif, semua pengaruh yang
membuat perasan seseorang menjadi kesepian harus divalidasi karena
penyebabnya bervariasi dan individu menunjukkan kesepiannya dalam cara yang
berbeda-beda (Carpenito-Moyet, 2007). Keadaan isolasi sosial dapat diakibatkan

16
dari berbagai situasi, dan masalah kesehatan yang berhubungan dengan
kehilangan hubungan yang telah terbentuk atau kegagalan untuk mempertahankan
hubungan ini (Carpenito-Moyet, 2007). Penyebab dari isolasi sosial adalah harga
diri rendah yaitu perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya
perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga
dapat mencederai diri, (Carpenito, 2000).
Faktor Predisposisi
a. Biologis
1) Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, Diturunkan melalui
kromosom orangtua (kromosom keberapa masih dalam penelitian).
Diduga kromosom no.6 dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,
8, 15 dan 22. Pada anak yang kedua orangtuanya tidak menderita,
kemungkinan terkena penyakit adalah satu persen. Sementara pada
anak yang salah satu orangtuanya menderita kemungkinan terkena
adalah 15%. Dan jika kedua orangtuanya penderita maka resiko
terkena adalah 35 persen.
2) Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%,
sedangkan kembar fraterna berisiko mengalami gangguan 15%
3) Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma, penurunan komsumsi
oksigen pada saat dilahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres,
ibu perokok, alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan
agen teratogenik. Anak yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada
saat dewasa (25 tahun) mengalami pembesaran ventrikel otak dan
atrofi kortek otak.
4) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan
BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
5) Keadaan kesehatan secara umum: obesitas, kecacatan fisik, kanker,
inkontinensia sehingga menjadi malu, penyakit menular AIDS,
6) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi
dan trauma kepala serta radiasi dan riwayat pengobatannya.
Ketidakseimbangan dopamin dengan serotonin neurotransmitter
7) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3
kehamilan dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu
fisiologi otak

17
b. Psikologis
1) Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan
suplay oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut
berpengaruh kepada proses kognitif sehingga anak mempunyai
intelegensi dibawah rata-rata dan menyebabkan kurangnya
kemampuan menerima informasi dari luar.
2) Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu
berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat
kerusakan yang mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan
berdampak kerusakan pada area broca dan area wernich.
3) Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral individu, misalnua keluarga broken home, ada konflik keluarga
ataupun di masayarakat
4) Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan
yang tinggi dan menutup diri
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
a) Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang mengambil jarak
dengan anaknya, penilaian negatif yang terus menerus
b) Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan
c) Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
d) Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
e) Kematian orang terdekat, adanya perceraian
f) Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit terminal,
sangat miskin dan pengangguran.
g) Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan
obat, perilaku yang tidak matang, pikiran delusi, penyalahgunaan
alkhohol
6) Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif
7) Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan
8) Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang rendah,
riwayat gangguan perkembangan sebelumnya
9) Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk
menyendiri
c. Sosialbudaya
1) Usia: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai

18
2) Gender: Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
3) Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus sekolah atau
gagal sekolah
4) Pendapatan: penghasilan rendah
5) Pekerjaan: stressfull dan berisiko tinggi
6) Status sosial: Tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan kontak
sosial, misalnya pada lansia)
7) Latar belakang budaya: tuntutan sosial budaya tertentu adanya stigma
masyarakat, budaya yang berbeda (bahasa tidak dikenal)
8) Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas
keagamaan secara rutin
9) Keikutsertaan dalam politik: Riwayat kegagalan berpolitik
10) Pengalaman sosial: perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana,
kerusuhan. Kesulitan dalam mendapatkan oekerjaan dan ketidakutuhan
keluarga
11) Peran sosial: isolasi sosial: khususnya usia lanjut, stigma negatif dari
masyarakat, praduga negatif dan stereotipi, perilaku sosial tidak
diterima oleh masyarakat.
Faktor Presipitasi
a. Nature
1) Biologi:
a) Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak
(enchepalitis) atau trauma kepala yang mengakibatkan lesi daerah
frontal, temporal dan limbic sehingg terjadi ketidakseimbangann
dopamin dan serotonin neurotransmitter
b) Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai
dengan penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa
yang berdampak pada pemenuhan glukosa di otak yang dapat
mempengaruhi fisiologi otak terutama bagian fungsi kognitif
c) Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecatatan
fisik, kanker dan pengobatannya yang dapat menyebabkan
perubahan penampilan fisik
d) Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat
mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mempengaruhi
fisiologis otak

19
2) Psikologis
a) Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur
di lobus frontal dan terjadi suplay oksigen dan glukosa terganggu
sehingga mempengaruhi kemampuan dalam memahami informasi
b) Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap, mengalami
kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara
c) Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral: lingkungan keluarga yang broken home,
konflik atau tinggal dalam lingkungan dengan perilaku sosial yang
tidak diharapkan
d) Konsep diri: Harga diri, perubahan penampilan fisik
e) Self kontrol: tidak mampu melawan dorongan untuk menyendiri
f) Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang
tinggi, menutup diri
3) Sosial budaya
a) Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian tugas
perkembangan dengan usia, atau terjadi perlambatan dalam
penyelesaian tugas perkembangan
b) Gender: enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas dan
kegagalan peran gender (model peran negatif)
c) Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus sekolah
dan gagal sekolah
d) Pekerjaan : pekerjaan stressfull dan beresiko atau tidak bekerja
(PHK)
e) Pendapatan: penghasilan rendah atau dalam enam bulan terakhir
tidak mempunyai pendapatan atau terjadi perubahan status
kesejahteraan
f) Status sosial: Tuna wisma dan kehidupan isolasi, tidak mempunyai
sistem pendukung
g) Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas
keagamaan secara rutin. Terdapat nilai-nilai sosial di masyarakat
yang tidak diharapkan
h) Kegagalan dalam bepolitik: kegagalan dalam berpolitik
i) Kejadian sosial saat ini: perubahan dalam kehidupan: perang,
bencana, kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan, kesulitan
mendapatkan pekerjaan, sumber-sumber personal yang tidak
adekuat akibat perang, bencana

20
j) Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir isolasi sosial,
diskriminasi dan praduga negatif, ketidakmampuan untuk
mempercayai orang lain
b. Origin
Internal: Kegagalan persepsi individu terhadap sesuatu yang diyakini
dalam hubungan sosial
Eksternal: Kurangnya dukungan sosial dan dukungan masyarakat pada
klien untuk melakukan hubungan sosial
c. Time
1) Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat
2) Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap
3) Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor dengan stressor
yang lain saling berdekatan
d. Number
1) Sumber stress lebih dari satu (banyak)
2) Stress dirasakan sebagai masalah yang berat

Penilaian Terhadap Stressor


a. Kognitif
1) Mengatakan tidak berguna, mengatakan ada penolakan dengan
lingkungan
2) Ketidakmampuan konsentrasi dan pengambilan keputusan
3) Kehilangan rasa tertarik untuk melakukan sesuatu dan mengatakan
merasakan waktu berjalan lambat
4) Mengatakan keinginan kontak lebih banyak dengan orang lain tetapi
tidak mampu
5) Melaporkan ketidakamanan dalam situasi sosial
6) Melaporkan tidak adanya hubungan yang berarti (tidak mempunyai
teman akrab)
7) Mengatakan nilai yang diterima oleh masyarakat tetapi tidak mampu
menerima nilai dari kultur dominan
8) Ketidakmampuan membuat tujuan hidup
9) Mengatakan ketidakmampuan untuk memenuhi pengharapan orang
lain
b. Afektif
1) Merasa sedih dan afek dangkal/datar
2) Merasa tertekan, depresi, cemas atau marah

21
3) Merasa kesepian yang dibebankan pada orang lain dan perasaan
ditolak oleh lingkungan
4) Merasa tidak aman ditengah-tengah orang lain
5) Merasa tidak mempedulikan orang lain
c. Fisiologis
1) Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin
2) Peningkatan efinefrin dan non efinefrin
3) Peningkaan denyut nadi, TD, pernafasan jika terjadi kecemasan
4) Gangguan tidur
d. Perilaku
1) Kontak mata buruk atau tidak ada kontak mata
2) Negativism, kurang aktivitas baik fisik dan verbal
3) Banyak melamun, larut dengan pikiran dan ingatan sendiri
4) Penampilan tidak sesuai dan perilaku aneh dan tidak dapat diterima
oleh masyarakat
5) Dipenuhi dengan pikiran-pikiran sendiri, repetitif (perilaku yang
ulang-ulang)
6) Melakukan pekerjaan tidak tuntas adanya ketifak sesuaian atau minat
imatur dan aktivitas untuk usia dan tahap perkembangan
e. Sosial
1) Menarik diri
2) Sulit berinteraksi dan tidak berkomunikasi
3) Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain didekatnya
4) Mencari kesempatan untuk sendiri atau berada dalam suasana
subkultur
5) Penunjukkan bermusuhan dalam suara dan perilaku
6) Ketidakmampuan dalam berpartisipasi dalam sosial
7) Acuh terhadap lingkungan
8) Curiga terhadap orang lain
9) Tidak tertarik terhadap segala aktivitas yang sifatnya menghibur
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu

22
memibina hubungan yang berarti dengan orang lain. Tanda dan gejala isolasi
sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara adalah
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi :
a. Tidak memiliki teman dekat
b. Menarik diri
c. Tidak komunikatif
d. Tindakan berulang dan tidak bermakna
e. Asyik dengan pikirannya sendiri
f. Tidak ada kontak mata
g. Tampak sedih, afek tumpul
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang berlaku pada gangguan ini adalah isolasi sosial
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan :
1. Membina hubungan saling percaya
2. Menyadari penyebab isolasi sosial
3. Berinteraksi dengan orang lain
Tindakan :
a. Membina hubungan saling percaya, intervensinya meliputi mengucapkan
salam setiap kali berinteraksi dengan pasien, berkenalan dengan pasien,
menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini, buat kontrak asuhan,
jelaskan bahwa anda akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk

23
kepentingan terapi, setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien, dan
penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
b. Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial
c. Membantu pasien mengenali keuntungan dari membina hubungan dengan
orang lain
d. Membantu pasien mengenal kerugian dari tidak membina hubungan
e. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

1.4 Harga Diri Rendah Kronik


Stuart (2013) menyatakan harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang
berhubungan dengan perasaan yang lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan,
rentan, rapuh, tidak berharga, dan tidak memadai. Harga diri rendah merupakan
perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat dkk, 2011).
Proses terjadinya Masalah
Faktor Predisposisi
a. Biologis: adanya riwayat anggota keluarga menderita penyakit hipertensi,
ada riwayat gangguan status nutrisi yaitu kurus dan penurunan BB yang
drastis, mengalami penyakit hipertensi dan nyeri pada pinggangnya setelah
jatuh sejak 2 tahun yang lalu, mengalami perubahan kognitif atau persepsi
akibat nyeri kronis, adanya masalah psikososial yang menyebabkan
gangguan makan, karena klien terkadang diberi makanan kemarin (basi) dari
mertuanya,
b. Psikologis
Adanya pembatasan kontak sosial akibat tekanan dan konflik dengan
anggota keluarga, mengalami gangguan psikologis (depresi), pengalaman
masa lalu tidak menyenangkan: perpisahan traumatik dengan orang yang
berarti, penolakan dari keluarga karena menikah dengan orang yang bukan
orang Batak, kekerasan dalam rumah tangga berupa verbal dari mertua,
konflik dengan keluarga, dan sering mengalami kegagalan seperti tidak

24
memiliki pekerjaan tetap, kurangnya pernghargaan dari orang lain pada
masa perkembangan yang terjadi secara berulang, kurangnya dukungan
sosial dan dari dukungan diri sendiri, mempunyai konsep diri negatif:
gambaran diri negatif, ideal diri tidak realistis, gangguan pelaksanaan peran,
self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika
mengalami kegagalan maupun keberhasilan (terlalu sedih), kepribadian:
menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah cemas,
riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi.
c. Sosial budaya
Usia: Pada usia tersebut individu tidak dapat mencapai tugas perkembangan
yang seharusnya sehingga mudah mengalami penelian negatif tentang
dirinya. Pada usia dewaa klien belum mendapatkan pekerjaan yang mapan
dan menghasilkan uang secara menetap. Teori yang diungkapkan oleh
Erikson (1963) mengemukakan jika tugas perkambangan sebelumnya tidak
perpenuhi dapat menjadi predisposisi terhadap gangguan ansietas. Sebagai
respon terhadap stres, tampak perilaku yang berhubungan dengan tahap
perkembangan sebelumnya karena individu mengalami regresi ke atau tetap
berada pada tahap perkembangan sebelumnya, kurangnya
pendapatan/penghasilan yang dapat mengancam pemenuhan kebutuhan
dasar sehari-hari, mengalami perubahan status atau prestise dari orang yang
kental dengan budaya Batak dan kekeluargaan ala masyarakat Batak, karena
menikah dengan orang bukan Batak, klien terkesan dijauhi oleh keluarga
kandungnya. pengalaman berpisah dari orang terdekat yaitu ibu, sementara
ayah menikah dengan wanita lainnya, tinggal di lingkungan yang kurang
nyaman bagi klien yaitu mertua yang selalu menghina dan merendahkan
klien, peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk
berpartisipasi lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina hubungan
interpersonal dengan orang lain

25
Faktor Presipitasi
a. Nature
- Biologis: adanya kehilangan fungsi tubuh, adanya penyakit akut yang
mempengaruhi fungsi tubuh (nyeri pinggang), status gizi: terlalu
kurus. Psikologis
- Psikologis: gangguan konsep diri karena perubahan peran akibat sakit
yang mendadak akut, adanya harapan yang tidak terpenuhi: ingin
anaknya nurut dengan perkatan klien, tinggal tidak dengan mertua,
dapat bekerja, adanya gambaran diri yang negatif akibat adanya
perubahan bentuk, struktur, fungsi dan penampilan tubuhnya,
kepribadian: mudah cemas dan introvet atau menutup diri, moral: tidak
menerima reward dari masyarakat, penilaian diri yang rendah (self
defrifation) dan takut tentang definisi diri sendiiri), mengalami
penolakan dari orang terdekat, motivasi : kurangnya dukungan sosial
orang sekitar dan tidak pernah mendapatkan penghargaan dari luar,
self kontrol: klien kurang dapat mengendalikan dorongan yang kurang
positif, adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga & teman
akibat perasaan cemas dan khawatir.
- Sosial budaya: krisis maturasi atau individu tidak mampu mencapai
tugas perkembangan yang seharusnya, pembatasan yang dilakukan
oleh keluarganya karena tekanan psikologis, gender: jenis kelamin
perempuan lebih berisiko mengalami kegagalan menjalankan peran
karena sakitnya, pendapatan rendah atau kurang dari UMR, pekerjaan:
tidak tetap, penggangguran, status sosial : tidak aktif dalam kegiatan
sosial di masyarakat (pengurus), latar belakang budaya: nilai budaya
keyakinan yang kuat dimana orang Batak harus menikah dengan orang
Batak jika masih ingin dianggap sebagai keluarga, pengalaman sosial:
pernah mengalami kehilangan, penolakan hubungan interpersonal,
berpisah dengan orang yang dicintai, tidak ada masalah dengan
pelaksanaan hubungan intim dan tiba-tiba mengalami pengalaman

26
sosial yang kurang baik akibat penyakitnya/perubahan fisiknya, peran
sosial: tidak dapat menjalankan peran sosialnya lagi akibat perubahan
fisik yang sebelumnya dapat dilakukan.
b. Origin
- Internal: Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya,
orang lain dan lingkungannya
- Eksternal: Kurangnya dukungan keluarga dan orang
sekitar/masyarakat serta peer group
c. Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress
dapat berlangsung lama atau stres dapat berlangsung secara
berulang-ulang
d. Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjado selama usia
perkembangan dan pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai
sebagai masalah yang sangat berat
Pohon diagnosa

HALUSINASI

ISOLASI SOSIAL

HDRS

Intoleransi aktifitas

Nyeri akut

27
Konsep Asuhan Keperawatn
Pengkajian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri.
Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktivitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan data di atas yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik yang bahkan ddiperoleh melalui sumber sekunder, perawat
dapat menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien yaitu Gangguan konsep
diri harga diri rendah
Tindakan Keperawatan untuk pasien
Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Pasien dapat menerapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
e. Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
Tindakan Keperawatan :
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
b. Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang dipilih pasien
e. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih

28
1.5 Gangguan Proses Pikir Waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus
menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (keliat, 2014). Untuk mendapatkan
data waham, harus melakukan observasi terhadap perilaku sebagai berikut :
a. Waham kebesaran. Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, diuacapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
b. Waham curiga. Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/menciderai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
kenyataan
c. Waham agama. Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan
d. Waham somatik. Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
kenyataan
e. Waham nihilistik. Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyatan.
Proses terjadinya masalah
Predisposisi/presipitasi
a. Biologis : Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat
pengobatan sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum obat,
kapan terakhir minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat penggunaan
NAPZA, riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa
b. Social cultural : Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal
sekolah, riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan, siapa yang menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal
dengan siapa, berapa saudara, siapa orang yang paling berarti, apakah pernah
mengalami kehilangan orang yang dicintai, perceraian, kehilangan harta
benda, penolakan dari masyarakat

29
c. Psikologis : perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-orang
di sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman tidak
menyenangkan, kepribadian klien misalnya mudah kecewa, kecemasan tinggi,
mudah putus asa dan menutup diri, konsep diri : adanya riwayat ideal diri
yang tidak realistis, identitas diri tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan
gambaran diri negative. Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan
riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres
rendah dan adanya riwayat gangguan perkembangan.
Penilaian terhadap stressor
 Kognitif : berfikir yang tidak realistis, mudah lupa, tidak mampu
konsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan, bingung, inkoheren,
sirkumstansial
 Afektif : sangat waspada, khawatir sampai panik, sedih atau gembira
berlebihan
 Fisiologis : perubahan pola tidur/ tidur kurang, kehilangan selera makan,
tekanan darah meningkat, denyut jantung meningkat, frekuensi nafas
meningkat, wajah tegang
 Perilaku : perilaku sesuai isi waham, banyak bicara, menentang,
bermusuhan, hiperaktif
 Sosial : menarik diri, tidak bisa merawat diri

Pohon diagnosa
Resiko perilaku kekerasan

Perubahan proses pikir waham kerusakan komunikasi verbal

Harga diri rendah

30
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara
kuat/terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, Akemat,
Helena dan Nurhaeni, 2012)
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan data yang diperoleh ditetapkan diagnosis keperawatan yaitu
Gangguan proses pikir : Waham
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan :
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
d. Pasien menggunakan obat dengan teratur
Tindakan Keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya, intervensi meliputi mengucapkan salam
terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak
topic, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Bantu orientasi realita, intervensi meliputi tidak mendukung atau membantah
waham pasien, yakinkan pasien berada dalam keadaan aman, oservasi
pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari, jika pasien terus menerus
membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau
menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya, fokuskan pembicaraan
pada realitas, menjelaskan hal yang sesuai realita, dan berikan pujian bila
penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realita
c. Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
pasien
e. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki

31
f. Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
g. Berdiskusi tentang obt yang diminum
h. Melatih minum obat yang benar

1.6 Defisit Perawatan Diri


Keadaan ketika individu mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Towsend, 2010). Kurang perawatan diri
merupakan keadaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau
fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri.
Faktor Predisposisi
a. Biologis
Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, Diturunkan melalui kromosom
orangtua (kromosom keberapa masih dalam penelitian). Diduga kromosom
no.6 dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak
yang kedua orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena penyakit
adalah satu persen. Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya
menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika kedua orangtuanya
penderita maka resiko terkena adalah 35 persen.
Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%, sedangkan
kembar fraterna berisiko mengalami gangguan 15%
Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma, penurunan komsumsi
oksigen pada saat dilahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu
perokok, alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen
teratogenik. Anak yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa
(25 tahun) mengalami pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak.
Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
Keadaan kesehatan secara umum: gangguan neuromuskuler, gangguan
muskuloskeletal, kelemahan dan kelelahan dan kecacatan,
Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan
trauma kepala serta radiasi dan riwayat pengobatannya. Ketidakseimbangan
dopamin dengan serotonin neurotransmitter
Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan
dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak

32
b. Psikologis
Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan suplay
oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut berpengaruh kepada
proses kognitif sehingga anak mempunyai intelegensi dibawah rata-rata dan
menyebabkan kurangnya kemampuan menerima informasi dari luar.
Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu
berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat kerusakan
yang mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan berdampak
kerusakan pada area broca dan area wernich.
Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral
individu, misalnya keluarga broken home, ada konflik keluarga ataupun di
masayarakat
Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang
tinggi dan menutup diri
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang mengambil jarak dengan
anaknya, penilaian negatif yang terus menerus
Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin
dan tidak berperasaan
Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
Kematian orang terdekat, adanya perceraian
Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit terminal, sangat miskin
dan pengangguran, putus sekolah.
Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat,
perilaku yang tidak matang, pikiran delusi, penyalahgunaan alkhohol
Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas diri
tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif
Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan
Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang rendah, riwayat
gangguan perkembangan sebelumnya
Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk menyendiri

c. Sosialbudaya
Usia: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
Gender: Riwaya ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender

33
Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus sekolah atau gagal
sekolah
Pendapatan: penghasilan rendah
Pekerjaan: stressfull dan berisiko tinggi
Status sosial: Tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan kontak sosial,
misalnya pada lansia)
Latar belakang budaya: tuntutan sosial budaya tertentu adanya stigma
masyarakat, budaya yang berbeda (bahasa tidak dikenal)
Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin
Keikutsertaan dalam politik: Riwayat kegagalan berpolitik
Pengalaman sosial: perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana,
kerusuhan. Kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan ketidakutuhan
keluarga
Peran sosial: isolasi sosial: khususnya usia lanjut, stigma negatif dari
masyarakat, praduga negatif dan stereotipi, perilaku sosial tidak diterima oleh
masyarakat.

Faktor Presipitasi
a. Nature
Biologi: Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak
(enchepalitis) atau trauma kepala yang mengakibatkan lesi daerah frontal,
temporal dan limbic sehingga terjadi ketidakseimbangann dopamin dan
serotonin neurotransmitter. Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan
nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia
nervosa yang berdampak pada pemenuhan glukosa di otak yang dapat
mempengaruhi fisiologi otak terutama bagian fungsi kognitif. Sensitivitas
biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecacatan fisik, kanker dan
pengobatannya yang dapat menyebabkan perubahan penampilan fisik.
Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat
mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mempengaruhi fisiologis otak
Psikologis. Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur
di lobus frontal dan terjadi suplay oksigen dan glukosa terganggu sehingga
mempengaruhi kemampuan dalam memahami informasi atau mengalami
gangguan persepsi dan kognitif. Keterampilan verbal, tidak mampu
komunikasi, gagap, mengalami kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara.
Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi

34
moral: lingkungan keluarga yang broken home, konflik atau tinggal dalam
lingkungan dengan perilaku sosial yang tidak diharapkan. Konsep diri: Harga
diri rendah, perubahan penampilan fisik, ideal diri tidak realistik, gangguan
pelaksanaan peran (konflik peran, peran ganda, ketidakmampuan menjalankan
peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan usia). Self kontrol: tidak mampu
melawan dorongan untuk menyendiri dan ketidakmampuan mempercayai
orang lain. Motivasi: tidak mempunyai motivasi untuk melakukan aktivitas.
Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi sampai
panik, menutup diri
Sosial budaya. Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian tugas
perkembangan dengan usia, atau terjadi perlambatan dalam penyelesaian
tugas perkembangan atau regresi ketahap perkembangan sebelumnya. Gender:
enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran
gender (model peran negatif). Pendidikan: dalam enam bulan terakhir
mengalami putus sekolah dan gagal sekolah. Pekerjaan : pekerjaan stressfull
dan beresiko atau tidak bekerja (PHK). Pendapatan: penghasilan rendah atau
dalam enam bulan terakhir tidak mempunyai pendapatan atau terjadi
perubahan status kesejahteraan. Status sosial: Tuna wisma dan kehidupan
isolasi, tidak mempunyai sistem pendukung dan menarik diri. Agama dan
keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara rutin. Terdapat
nilai-nilai sosial di masyarakat yang tidak diharapkan. Kegagalan dalam
berpolitik: kegagalan dalam berpolitik. Kejadian sosial saat ini: perubahan
dalam kehidupan: perang, bencana, kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan,
kesulitan mendapatkan pekerjaan, sumber-sumber personal yang tidak
adekuat akibat perang, bencana. Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir
isolasi sosial, diskriminasi dan praduga negatif, ketidakmampuan untuk
mempercayai orang lain
b. Origin
Internal: Persepsi klien yang buruk tentang personal higiene, toileting,
berdandan dan berhias
Eksternal: Kurangnya dukungan sosial keluarga dan ketersediaan
alat/fasilitas
c. Time
4) Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat
5) Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap
6) Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor dengan stressor
yang lain saling berdekatan

35
d. Number
3) Sumber stress lebih dari satu (banyak)
4) Stress dirasakan sebagai masalah yang berat
Penilaian Terhadap Stressor
a. Kognitif
Mengatakan penolakan atau tidak mampu untuk membersihkan tubuh
atau bagian tubuh. Mengatakan malas melakukan perawatan diri.
Kurang konsentrasi saat melakukan aktivitas. Bingung. Kerusakan /
gangguan perhatian. Kesadaran menurun. Tidak bersedia melakukan
defekasi dan urinasi tanpa bantuan.
b. Afektif
Merasa malu, marah dan perasaan bersalah. Merasa tidak punya
harapan. Merasa frustasi
c. Fisiologis
Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin.
Peningkatan efinefrin dan non efinefrin. Peningkaan denyut nadi, TD,
pernafasan jika terjadi kecemasan. Gangguan tidur. Kelemahan otot,
kekakuan sendi. Adanya kecacatan. Badan kotor, bau, tidak rapi
d. Perilaku
Menggaruk badan. Banyak diam. Kadang gelisah. Hambatan
kemampuan atau kurang minat dalam memilih pakaian yang tepat
untuk dikenakan. Tidak mampu melakukan defekasi atau urinasi pada
tempat yang tepat
e. Sosial
Menarik diri dari hubungan sosial. Kadang menghindari
kontak/aktivitas sosial
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan
eliminasi/toileting (buang air kecil/buang air besar) secara mandiri. Untuk
mengetahui apakah pasien mengalami masalah defisit perawatan diri maka tanda
dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu :

36
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan bereceran, dan makan tidak pada tempatnya
d. Ketidakmampuan defekasi/berkemih secara mandiri,ditandai dengan
defekasi/berkemih tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan
baik setelah defekasi/berkemih
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosis keperawatan Defisit
perawatan diri : (kebersihan diri, makan, berdandan, defekasi/berkemih)
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan defekasi/berkemih secara mandiri
Tindakan keperawatan :
a. Melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri, intervensi
meliputi menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri, menjelaskan alat-
alat untuk menjaga kebersihan diri, menjelaskan cara-cara melakukan
kebersihan diri, melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
b. Melatih pasien berdandan/berhias, intervensi meliputi : untuk pasien laki-laki
latihan meliputi berpakaian, menyisir rambut, bercukur, untuk pasien wanita
latihannya meliputi berpakaian, menyisir rambut, dan berdandan.
c. Melatih pasien makan secara mandiri, intervensi meliputi menjelaskan cara
mempersiapkan makan, menjelaskan cara makan yang tertib, ,menjelaskan

37
cara merapihkan peralatan makan setelah makan, praktik makan sesuai
dengan tahapan makan yang baik
d. Mengajarkan pasien melakukan defekasi/berkemih secara mandiri, intervensi
meliputi menjelaskan tempat defekasi/berkemih yang sesuai, menjelaskan
cara membersihkan diri setelah defekasi dan berkemih, menjelaskan cara
membersihkan tempat defekasi dan berkemih.

1.7 Risko Bunuh Diri


Definisi
Risiko bunuh diri merupakan keadaan dimana seseorang berisiko membunuh
dirinya sendiri. Risiko bunuh diri jelas menandakan seorang individu pada risiko
tinggi dan membutuhkan perlindungan (Carpenito & Moyet, 2006).
Jenis-jenis risiko bunuh diri
Menurut Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni (2014) perilaku bunuh diri terdiri
dari tiga jenis yaitu:
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya: dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh” atau “Segala seseuatu akan lebih baik tanpa saya”. Pada kondisi
ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/ putus asa/tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien. Berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun
dalam kondisi ini pasien belum mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus

38
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi. Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri ini dapat dilihat
data-data yang harus dikaji pada setiap jenisnya. Setelah melakukan pengkajian,
anda dapat merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan tingkat resiko
dilakukannya bunuh diri.
Faktor Predisposisi
a. Biologis
Adanya riwayat bunuh diri dalam keluarga, riwayat gangguan mood dan
ansietas pada keluarga, riwayat gangguan psikiatrik pada keluarga
Kembar monosigot mempunyai resiko
Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
Keadaan kesehatan secara umum: menderita penyakit kronis atau terminal,
gangguan psikiatrik/gangguan jiwa, intoksikasi, adiksi
Sensitivitas biologi: serotonin neurotransmitter menurun
Penggunaan obat atai komplikasi obat
Peminum alkhohol juga dihubungkan dengan kemungkinan melakukan resiko
percobaan bunuh diri
b. Psikologis
Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan
suplay oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut berpengaruh
kepada proses kognitif anak yang dapat berpengaruh pada kemampuan
kognitif anak.
Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu
berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat
kerusakan yang mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan
berdampak kerusakan pada area broca dan area wernich.

39
Moral: Remaja yang tinggal di tatanan nontradisional (misalnya; penjara
anak-anak, penjara, rumah singgah, rumah grup/kelompok atau tempat
tinggal yang tidak disiplin
Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan
yang tinggi dan menutup diri dan pernah mengalami depresi sebelumnya
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Perubahan/kehilangan pekerjaan
Kegagalan di tempat kerja/sekolah (sering mengalami kegagalan)
Ancaman kehilangan sumber pendapatan
Perceraian dan perpisahan
Kehilangan orang yang berarti
Penyakit/kecelakaan
Ancaman tuntutan kriminal
Penggunaan alkhohol/obat dalam keluarga
Konflik/penganiayaan orang tua terhadap anak
Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas diri
tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif
Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan
Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang rendah,
riwayat gangguan perkembangan sebelumnya
Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk menyendiri,
perasaan ditinggal orang di sekitarnya
c. Sosialbudaya
Usia: anak di bawah 10 tahun atau remaja sering membahayakan diri atau
melakukan percobaan bunuh diri. Lansia kulit putih memiliki risiko yang
paling tinggi di Amerika Serikat. Resiko ini meningkatkan seiring dengan
peningkatan umur seseorang
Gender: Homo yang berusia belasan atau berusia muda sering melakukan
percobaan bunuh diri 2 atau 3 kali lipat ketika teman kencannya
melakukan heteroseksual. Sebesat 30% dari bunuh diri tiap tahunya adalah
homo yang berumur belasan. Wanita lebih banyak melakukan bunuh diri,
tetapi yang sebenar-benarnya melakukan bunuh diri adalah laki-laki.
Orang yang sudah menikah
Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus sekolah atau gagal
sekolah
Pendapatan: penghasilan rendah atau mengalami ketidakstabililan
ekonomi

40
Pekerjaan: pengangguran atau tidak mempunyai pekerjaan dan perubahan
pekerjaan dihubungan dengan kelompok yang berisiko melakukan bunuh
diri. Pekerjaan profesional juga berisiko memunculkan resiko bunuh diri
Status sosial: terisolasi secara sosial, tinggal sendirian, relokasi atau
pindah rumah. Resiko menurun pada pria dan wanita menikah. Meningkat
seiring dengan kesendirian (hidup seorang diri)
Latar belakang budaya: bunuh diri massal/berkelompok
Agama dan keyakinan: Pelaksanan kegiatan religi yang berlebihan atau
kurang
Keikutsertaan dalam politik: aktif dalam kegiatan sosial dan organisasi
berisiko melakukan bunuh diri ketika mengalami kegagalan
Pengalaman sosial: Perceraian, perpisahan dan janda meningkatkan risiko
bunuh diri, kejadian alam, sulit mendapatkan pekerjaan, adanya tekanan
dalam pekerjaan
Peran sosial: semakin tinggi tingkat kepuasan atas hubungan sosial,
semakin rendah kemungkinan yang terjadi (semakin kecil tingkat
resikonya), adanya stigma negatif dalam masyarakat, acuh dengan
lingkungan
Faktor Presipitasi
a. Nature
Biologi: Terdapat kasus bunuh diri dalam beberapa hari dalam keluarga.
Terdapat upaya kekerasan yang mengancam terhadap diri klien, terdapat tandfa
depresif atau menarik diri, Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi
ditandai dengan tidak mau makan, ada upaya untuk mengkahiri hidup melalui
penolakan makan, Sensitivitas biologi: mengalami peningkatan neurotransmiter
GABA , dopamin dan perubahan kadar serotonin dalam otak yang menimbulkan
delusi dan halusiansi, Menderita penyakit gangguan jiwa, yaitu gangguan alam
perasaan atau depresi dan ada riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya,
Pembedahan atau kelahiran anak yang baru saja terjadi, Paparan terhadap racun,
misalnya CO dan asbestosos yang dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mempengaruhi fisiologis otak
Psikologis : Tidak ada gangguan intelegensi, Keterampilan verbal, tidak
mampu komunikasi, gagap, mengalami kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara,
Moral: Dalam enam bulan terakhir tinggal dalam lingkungan broken home, panti
asuhan, panti sosial, pesantren, biara atau penjara. mendapatkan malu dari lingkungan
sosial, Mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan: sindroma pasca trauma,
gangguan somatoform, gangguan penyesuaian masa remaja, Dalam enam bulan

41
muncul perasaan putus asa atau ketidakberdayaan akibat penyakit akut atau kronis
yang dideritanya (penyakitnya mempengaruhi hidupnya), nyeri kronis,
ketergantungan kimia, penyalahgunaan obat, didiagnosis HIV positif atau AIDS
tahap lanjut, Konsep diri: penurunan harga diri adanya perasaan tidak berharga dan
putus asa, Ketidakpuasan hasil tindakan (misalnya pembedahan, psikologis akibat
penyakitnya), Ketidakpastian penyakitnya berhubungan dengan lamanya
ketergantungan pada dialisis, suntikan insulin, kemoterapi/radiasi atau ventilator,
Adanya konflik orang tua/perkawinan, penyalahgunaan zat dalam keluarga,
ketidakefektifan keterampilan koping individu, penyiksaan anak, Self kontrol:
ketidakmampuan keluar dari stressor yang tidak dapat ditoleransi yang telah
terakumulasi dalam waktu yang lama yang disertai dengan perasaan putusasa yang
hebat, Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi,
menutup diri, tidak mampu membuat keputusan, negativistik, bermusuhan
Sosial budaya : Usia: Pada remaja adanya perasaan terabaikan, pengharapan
yang tidak realistis dari anak oleh orang tua, Gender: enam bulan terakhir
alami ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender (model peran
negatif), Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus sekolah dan
gagal sekolah, Pekerjaan : kehilangan pekerjaan atau tidak bekerja (PHK),
pensiun atau perubahan pekerjaan, Pendapatan: penghasilan rendah atau
dalam enam bulan terakhir tidak mempunyai pendapatan atau terjadi
perubahan status kesejahteraan, Status sosial: perawatan di rumah sakit,
penolakan atau tekanan pada teman sebaya, lansia mengalami isolasi sosial.
Kesendirian/hidup sendiri dalam waktu enam bulan terakhir, Agama dan
keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara rutin. Terdapat
nilai-nilai sosial di masyarakat yang tidak diharapkan, Kegagalan dalam
berpolitik: kegagalan dalam berpolitik, Kejadian sosial saat ini:
perpisahan/perceraian, kematian orang terdekat, seseorang yang
meninggalkan rumah, kehilangan orang terdekat, kehilangan yang baru saja
terjadi, Peran sosial: ancaman pengabaian dari lingkungan sosial, adanya
stigma atau praduga yang negatif
b. Origin
Internal: Kegagalan individu dalam mempersepsikan sesuatu yang diyakini
(merasa tidak berguna, mati)
Eksternal: Kurangnya dukungan sosial dan dukungan masyarakat pada klien
dalam membantu mempersepsikan apa yang telah dilakukan oleh
klien

42
c. Time
Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat, Stressor terjadi secara
tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap, Stressor terjadi berulang kali dan
antara satu stressor dengan stressor yang lain saling berdekatan
d. Number
Sumber stress lebih dari satu (banyak), Stress dirasakan sebagai masalah yang
berat

Penilaian Terhadap Stressor


a. Kognitif
Mengungkapkan kehidupan sudah tidak berharga, Mengungkapkan kesulitan
melepaskan diri dari masalah, Mengungkapkan keinginan untuk mati atau
mengakhiri hidup, Mengungkapkan bunuh diri merupakn alternatif satu-
satunya yang dapat mengatasi masalahnya, Mengungkapkan ide bunuh
diri/rencana atau gagasan untuk mencoba bunuh diri, Tidak dapat
berkonsentrasi
b. Afektif
Merasa minder, malu, Merasa ditolak oleh lingkungan, Merasa putus asa dan
tidak berdaya, Merasa bersalah atau merasa berdosa, Peningkatan alam
perasaan secara tiba-tiba/terlihat lebih berenergi atau menunjukkan sikap yang
lebih tenang atai lebih damai, Merasa sedih, Merasa gagal tidak berguna
dalam memecahkan masalah
c. Fisiologis
Penurunan nafsu makan hingga mengakibatkan penurunan BB, Perasaan letih
dan malaise, Konstipasi kadang retensi urine, Gangguan tidur, Terlihat pucat,
kelopak mata cekung, Penurunan kada serotonin (5HT)
d. Perilaku
Mengancam secara verbal untuk bunuh diri, Terdapat atau dijumpai perilaku
melukai diri sendiri, Memberikan semua yang dimiliki pada orang
disekitarnya, Penampilan yang buruk atau kurang memperbaiki penampilan
diri (kurang perawatan diri), Membuang benda miliknya atau membuat surat
wasiat, Kehilangan minat atau keinginan melakukan aktivitas harian, Tidak
memperhatikan perawatan diri, Tidak maun makan, Impulsif dan agresif,
Berbicara lamban
e. Sosial
Tidak peduli dengan orang lain, Penurunan partisipasi dalam hubungan sosial,
Menarik diri, Ketidakmampuan berkomunikasi/mengungkapkan perasaan,

43
Acuh terhadap lingkungan, Kemampuan sosialnya mengalami penurunan,
Sulit berinteraksi
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan
bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu isyarat bunuh
diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri. Isyarat bunuh diri
ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, ancaman
bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien
mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
Diagnosa Keperawatan
Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah Harga diri rendah. Bila telah
merumuskan masalah ini, maka tindakan keperawatan yang paling utama
dilakukan adalah meningkatkan harga diri pasien. Jika ditemukan data bahwa
pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh diri, masalah keperawatan
yang mungkin muncul adalah Risiko bunuh diri.
Tindakan Keperawatan Pasien Percobaan Bunuh Diri
Tujuan : pasien tetap aman dan selamat
Tindakan : melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka anda
dapat melakukan tindakan berikut :
a. Menemani pasien terus menerus sampai ia dapat dipindahkan ke tempat yang
aman
b. Menjauhkan semua benda-benda yang berbahaya
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat

44
d. Menjelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri
Tindakan Keperawatan Pasien Isyarat Bunuh Diri
Tujuan tindakan :
a. Pasien mendapat perlindungan dari ligkungannya
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelasaian masalah yang baik
Tindakan Keperawatan :
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman
b. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara :
1) Memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
5) Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan
c. Meningkatkan kemampuan menyelasaikan masalah, dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelasaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing cara
penyelasaian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelasaikan masalah yang lebih
baik

45
BAB 2
PROSES KEPERAWATAN

Proses keperawatan jiwa adalah proses yang interaktif dalam menyelesaikan masalah
dengan cara yang sistematis dan individual untuk mencapai hasil asuhan
keperawatan. Tahap proses keperawatan meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan kegiatan proses keperawatan jiwa dimana
perawat kesehatan jiwa yang terintegrasi (memiliki STR) mengumpulkan data
kesehatan komprehensif yang terkait dengan kesehatan atau situasi klien. Metode
yang digunakan meliputi wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik.
Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang diarahkan pada tujuan
yang berhubungan dengan semua model adaptasi stres stuart sedangkan
observasi dan pemeriksaan fisik dapat dinilai berdasarkan skala nilai perilaku. Isi
wawancara meliputi alasan klien mencari bantuan, faktor risiko termasuk potensi
terhadap keselamatan klien (bunuh diri atau membahayakan diri sendiri,
menyerang atau melakukan kekerasan, reaksi putus obat pada penyalahgunaan
zat, reaksi alergi atau reaksi obat yang merugikan, kejang, jatuh atau cedera,
lari/jika di rawat di Rumah Sakit, dan ketidakstabilan fisiologis), Pengkajian
biopsikososial lengkap tentang kebutuhan klien terkait dengan tritmen (penilaian
klien dan keluarga tentang sehat dan sakit, riwayat sebelumnya dari asuhan
kesehatan jiwa pada diri sediri dan keluarga, pengobatan saat ini, respons koping
fisiologis, dan respon koping status kesehatan jiwa), Sumber koping, termasuk
motivasi untuk tritmen dan hubungan suportif yang fungsional (mekanisme
koping adaptif dan maladaptif, masalah psikososial dan lingkungan, pengkajian
global tentang fungsi, pengetahuan, kekuatan , dan defisit).
Pengisian Format Pengkajian Keperawatan yang perlu diperhatikan :

46
1. Tanggal Pengkajian harus disertai dengan jam pengkajian (ada keterangan
waktu)
2. Jenis kelamin dilingkari
3. Status diisi kawin atau belum kawin
4. No CM hanya diisi 3 digit terdepan selebihnya diberi symbol xxx
5. Data primer : data yang didapatkan langsung dari pasien
6. Data sekunder : data yang didapatkan dari keluarga dan status keperawatan
pasien
7. Keluhan utama : keluhan yang langsung diungkapkan oleh pasien saat
interaksi dan hanya 1 (prioritas)
8. Riwayat Penyakit Sekarang : merupakan faktor presipitasi yang menjadi
alasan klien dihantar ke RSJ saat ini. Faktor presipitasi merupakan stimulus
yang dirasakan sebagai ancaman dan terjadi dalam kisaran waktu kurang dari
6 bulan
9. Riwayat Penyakit Dahulu : merupakan faktor predisposisi timbulnya
gangguan jiwa pada klien. Faktor predisposisi meliputi riwayat gangguan
jiwa (bisa diuarikan secara singkat : RI : thn….dirawat di…berapa
lama….pengobatannya seperti apa), riwayat trauma menjadi pelaku, korban,
atau saksi juga merupakan predisposisi gangguan jiwa sehingga dengan
demikian dapat menjadi masalah risiko perilaku kekerasan. Selain itu riwayat
percobaan/upaya bunuh diri juga perlu ditanyakan, jika ada maka klien harus
mendapatkan perhatian atau intervensi yang intensif dari petugas sampai
petugas/perawat yakin bahwa klien sudah tidak memiliki ide untuk
melakukan bunuh diri.
10. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan merupakan pengalaman
yang pernah dialami oleh klien yang tidak enak dan sulit dilupakan klien.
Jika ada maka dapat menjadi batasan karakteristik masalah harga diri rendah
kronik.
11. Riwayat mengalami penyakit fisik merupakan keluhan yang diungkapkan
klien dengan validasi oleh perawat. Keluhan fisik yang sering menjadi

47
batasan karakteristik masalah klien meliputi sakit kepala, bekas luka sayatan,
memar atau trauma tumpul, atau keluhan sakit pada panca indra. Jika ada
maka dapat mengangkat masalah risiko perilaku kekerasan, gangguan sensori
persepsi halusinasi, dan harga diri rendah kronik.
12. Riwayat pengguna NAPZA merupakan predisposisi gangguan jiwa jika ada
maka harus diuraikan riwayat dan jenis obat yang digunakan. Upaya yang
telah dilakukan terkait kondisi di atas jika ada maka dapat mengangkat
masalah koping keluarga/individu inefektif.
13. Riwayat penyakit keluarga bisa ditanyakan tentang adakah anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa jika ada, apakah hubungan dengan klien,
apakah tinggal serumah dengan gejala yang bagaimana dan riwayat
pengobatannya. Cara bertanya “apakah ada anggota keluarga bapak yang
gejala sakitnya sama seperti yang bapa alami saat ini”?. Data ini menjadi
batasan karakteristik masalah koping keluarga inefektif.
14. Genogram perlu digambarkan 3 generasi sebelum klien lahir sehingga
menggambarkan predisposisi riwayat pola asuh klien. Yang perlu diperjelas
keterangannya adalah pencari nafkah dalam keluarga saat ini, pengambilan
keputusan dalam keluarga saat ini, bentuk komunikasi dalam keluarga saat
ini, dan klien memiliki hubungan dekat dengan anggota keluarga yang mana.
Genogram memiliki beberapa symbol, meliputi
laki-laki perempuan hubungan perkawinan
hubungan perceraian anak atau saudara
meninggal dunia
15. Konsep diri meliputi citra tubuh yang menggambarkan pertumbuhan fisik
klien apakah ada bagian dari tubuh klien yang tidak disukai. Identitas diri
merupakan penilaian diri klien tentang dirinya apakah bergender laki-
laki/perempuan, sudah menikah/belum. Peran diri merupakan tuntutan bagi
klien sesuai tempat keberadaannya. Ideal diri merupakan harapan/cita-cita
klien. Jika ada penilaian yang salah tentang 4 kompoenen tersebut maka akan
berdampak pada harga diri. yang perlu diperhatikan, harga diri merupakan

48
evaluasi diri yang negatif tentang diri sendiri terhadap 4 komponen konsep
diri. Masalah yang diangkat adalah harga diri rendah kronik.
16. Hubungan sosial meliputi orang yang terdekat dan sangat berarti apakah
tinggal serumah dengan klien. Ini dapat menjadi sosial support dan care giver
bagi klien. Peran serta klien dalam kegiatan kelompok masyarakat (sebelum
dirawat di RSJ saat ini). Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
merupakan hubungan sosial klien selama berada di RSJ jika memiliki
hambatan maka dapat mengangkat masalah isolasi sosial.
17. Spiritual meliputi agama yang diyakini klien dan pandangan klien terhadap
gangguan jiwa. Jika klien tidak mengakui kondisi kesehatannya saat ini dan
menyalahkan agama terhadap kondisi sakitnya saat ini maka daignosa yang
dapat diangkat adalah distress spiritual.
18. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum pasien (baik/tenang, gelisah),
tingkat kesadaran secara kuantitatif (diukur menggunakan GCS/EVM),
Tanda vital (TD, N, S, RR), dan timbang BB, TB (ini juga memvalisasi
keluhan fisik dan konsep diri citra tubuh dan ideal diri)
19. Status mental meliputi penampilan sesuai usia, cara berpakaian, dan
kebersihan diri jika ada yang salah menurut perawat dapat mengangkat
masalah defisit perawatan diri. Pembicaraan dilihat frekuensi, volume,
jumlah, dan karakter pembicaraan bisa menjadi batasan karakteristik risiko
perilaku kekerasan dan harga diri rendah kronik. Aktivitas motorik
kelambatan/peningkatan (lihat di juknis) bisa menjadi batasan karakteristik
masalah risiko perilaku kekerasan atau harga diri rendah kronik. Mood dan
afek (lihat di juknis) menjadi batasan karakteristik masalah RPK dan HDRK.
20. Interaksi selama wawancara meliputi bermusuhan, tidak kooperatif, mudah
tersinggung, kontak mata kurang, defensive, dan curiga (lihat juknis)
21. Persepsi sensorik halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah tanpa
adanya stimulus yang nyata sedangkan ilusi merupakan persepsi sensori yang
salah dengan adanya stimulus yang nyata. Jika ada maka masalah yang
diangkat adalah gangguan persepsi sensori halusinasi.

49
22. Proses pikir meliputi arus pikir, isi pikir, dan waham bisa dilihat
pengertiannya pada juknis.
23. Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dilihat dari kemampuan orientasi
waktu, tempat, dan orang. Sedangkan secara kuatitatif dapat dihitung dari
nilai GCS (EVM). Masalah yang dapat diangkat adalah risiko tinggi cedera
dan konfusi akut : alkohol
24. Memori meliputi gangguan daya ingat jangka panjang, pendek, dan saat ini.
Gangguan daya ingat jangka panjang adalah ketidakmampuan mengingat
memori lebih dari 1 tahun, misalnya tanggal lahir, nama orang tua. Gangguan
daya ingat jangka pendek adalah ketidakmampuan mengingat mmori lebih
dari 1 bulan misalnya riwayat pengobatan masa lalu. Gangguan daya ingat
saat ini adalah ketidakmampuan mengingat memori kurang dari 1 bulan
misalnya terapi yang baru saja didapatkan dan kegiatan ADL yang sudah
dilakukan untuk saat ini. Konfabulasi bisa lihat di juknis. jika ada masalah
dapat diangkat perubahan proses pikir waham dan konfusi akut alkohol.
25. Konsentrasi merupakan kemampuan klien mempertahankan perhatian dalam
interaksi sedangkan kalkulasi merupakan kemampuan berhitung mundur dari
100-7,-3,-7,-3,…dst. Jika ada masalah maka dapat diangkat perubahan proses
pikir waham dan isolasi sosial
26. Daya tilik diri merupakan kemampuan klien menilai dan menerima kondisi
kesehatannya saat ini. Jika ada masalah dapat diangkat ketidakefektifan
pelaksanaan regiment terapeutik, ketidakpatuhan, dan perubahan proses pikir
waham.
27. Kemampuan penilaian terhadap suatu pilihan dinilai oleh perawat lebih
terkait dengan pandangan atau nilai/value yang dimiliki oleh perawat. Jika
ada masalah dapat diangkat perubahan proses pikir waham.
28. Kebutuhan persiapan pulang merupakan persipaan peningkatan kemampuan
ADL pasien terkait dengan kualitas, kemampuan pasien yang akan
digunakan saat kembali dan dirawat di rumah. Kemampuan yang diukut tidak
hanya kognitif (klien mengetahui pentingnya makanan bagi dirinya), dan

50
afektif (klien mau makan sendiri) namun juga psikomotor (klien mampu
melakukan aktivitas makan yang benar)
29. Mekanisme koping bersifat konstruktif/adaptif dan destruktif/maladaptive.
Konstruktif atau adaptif merupakan cara koping yang positif yang dipilih
pasien dalam menyelasaikan masalahnya misalnya bicara dengan orang lain,
mampu menyelasaikan masalah, teknik relokasi, aktivitas positif, olahraga.
Destruktif atau maladaptive merupakan cara koping yang negatif yang dipilih
pasien dalam menyelasaikan masalahnya misalnya minum minuman keras,
reaksi lambat atau berlebih, menghindar, dan mencederai diri.
30. Masalah psikososial dan lingkungan meliputi adakah masalah yang dihadapi
pasien terkait dukungan kelompok (kelompok yang terdiri dari anggota
kelompok dengan masalah yang sama), lingkungan (stigma dan ancaman
psikis dari masyarakat lingkungan tempat tinggal), pendidikan (riwayat putus
sekolah, atau tidak lulus, mengalami bullying dari teman sekolah), pekerjaan
(riwayat kegagalan dalam melakukan pekerjaan, ditolak dalam dunia kerja),
perumahan (tidak memiliki rumah sendiri atau rumah yang tetap,
menumpang dengan anggota keluarga yang lain), ekonomi (tidak memiliki
sumber pendapatan yang tetap dan tidak memiliki asuransi kesehatan),
pelayanan kesehatan (riwayat mendapat pelayanan yang buruk dari teaga
kesehatan, trauma hospitalisasi), dan maslaah lainnya jika ada bisa diuraikan.
31. Kurang penegtahuan tentang penyakit jiwa (bisa ditanyakan pendapat pasien
tentang apa yang dimaksud dengan penyakit jiwa atau ciri/tanda orang yang
mengalami gangguan jiwa), faktor presipitasi (penyebab kambuhnya tanda
penyakit jiwa untuk riwayat saat ini), koping (cara yang dilakukan pasien
dalam menghadapi stresor), sistem pendukung (pengetahuan pasien tentang
kelompok dengan masalah yang sama atau sistem pendukung lainnya),
penyakit fisik(pengetahuan pasien tentang perubahan fisik yang dialami
ketika kambuh), obat-obatan (pengetahuan pasien tentang obat yang sedang
dikonsumsi meliputi 5 benar minum obat dan efek samping obat).

51
32. Aspek medic meliputi diagnose medis sesuai status pasien dan terapi medis
yang didapatkan pasien.
33. Daftar masalah dapat diambil dari sub pengkajian meliputi bio-psiko-sosial-
spiritual sedangkan daftar diagnosis keperawatan adalah diagnose
keperawatan jiwa yang diprioritaskan untuk diselesaikan saat ini.
34. Tanda tanggan dan nama terang perawat harus ada setelah
mendokumentasikan pengkajian.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah kegiatan dalam proses keperawatan dimana
perawat kesehatan jiwa yang terintegrasi (STR) menganalisis data pengkajian
untuk menetapkan diagnosis atau masalah termasuk tingkat risiko. Diagnosa
keperawatan juga merupakan keputusan klinis tentang respon individu, keluarga,
atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan aktual atau
potensial (NANDA, 2009). Beberapa diagnose keperawatan jiwa meliputi
risiko/perilaku kekerasan, risiko Bunuh Diri, berduka Kompleks, gangguan
proses pikir : waham, isolasi sosial, gangguan sensori persepsi halusinasi,
ketidakefektifan manajemen kesehatan, ketidakpatuhan, defisit perawatan diri,
harga diri rendah kronik, dan kerusakan komunikasi verbal.

2.3 Perencanaan Keperawatan


Perencanaan keperawatan adalah kegiatan dalam proses keperawatan dimana
perawat kesehatan jiwa yang teregister (memiliki STR) menyusun rencana dan
menetapkan strategi dan alternatif untuk mencapai hasil yang diharapkan klien.
Tujuan yang diharapkan adalah penurunan gejala atau peningkatan kemampuan
fungsional. Tiga ranah merumuskan tujuan keperawatan jiwa meliputi kognitif
(pemiikiran), afektif (Perasaan), perilaku (Psikomotor).
Intervensi Keperawatan :

52
1. Risiko Perilaku Kekerasan
Sp. 1 BHSP, Mengenal penyebab marah, tanda gejala marah, cara marah,
akibat perilaku marah, latihan mengontrol marah dengan tarik napas
dalam dan latihan fisik
Sp. 2 BHSP, Melatih cara mengontrol marah dengan meminum obat
Sp. 3 BHSP, Melatih cara mengontrol marah dengan latihan mengungkapkan
marah secara verbal
Sp. 4 BHSP, Melatih cara mengontrol marah dengan kegiatan spiritual
Sp. 5 BHSP, Melatih cara mengontrol marah dengan menulis jurnal/curhat
(Deenskalasi)
2. Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Sp.1 BHSP, Mengenal karakteristik halusinasi (jenis/isi, waktu, situasi,
respon), melatih cara mengontrol halusinasi dengan latihan
menghardik/melawan halusinasi
Sp.2 BHSP, Melatih cara mengontrol halusinasi dengan meminum obat
Sp. 3 BHSP, Melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
Sp.4 BHSP, Melatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas
terjadwal
3. Isolasi Sosial
Sp. 1 BHSP, Mengidentifikasi penyebab menarik diri, mengidentifikasi
keuntungan dari membina hubungan sosial bersama orang lain,
mengidentifikasi kerugian tidak membina hubungan sosial bersama
orang lain, melatih berkenalan dengan 1 orang
Sp. 2 BHSP, Melatih berkenalan dengan 2 orang
Sp.3 BHSP, Melatih berkenalan dengan 3 orang
Sp.4 BHSP, Melatih berkenalan dengan lebih dari 3 orang atau melibatkan
dalam kegiatan kelompok
4. Harga Diri Rendah Kronik
Sp. 1 BHSP, Mengidentifikasi aspek dan kemampuan positif yang masih
dimiliki oleh pasien

53
Sp.2 BHSP, Membantu pasien menilai kemampuan positif yang masih bisa
dilakukan
Sp. 3 BHSP, Membantu pasien memilih kemampuan positif yang akan
dilatih
Sp.4 BHSP, Melatih Kemampuan positif yang telah dipilih
5. Defisit Perawatan Diri
Sp. 1 BHSP, Melatih cara melakukan perawatan diri kebersihan diri : mandi
Sp. 2 BHSP, Melatih cara melakukan perawatan diri berdandan/berhias
Sp.3 BHSP, Melatih cara melakukan perawatan diri makan/minum
Sp.4 BHSP, Melatih cara melakukan perawatan diri eliminasi BAB/BAK

Berikut contoh tabel perencanaan keperwatan.


Tabel Perencanaan Keperawatan
Nama Pasien : Hari/Tgl :
No. RM : Jam :
No Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi
Keperawatan Keperawatan
Goal : mengatasi masalah Sp 1. Membina
Setelah mendapatkan hubungan saling
perawatan …x pertemuan percaya, membantu
diharapkan klien mampu : klien mengenal
 Pasien mampu membina penyebab, tanda-gejala,
hubungan saling percaya cara marah, dan akibat
dengan perawat dari perilaku marah,
 Pasien mampu mengenal serta mengajarkan cara
penyebab, tanda-gejala mengontrol marah
marah, cara marah, akibat dengan latihan tarik
dari perilaku marah napas dalam dan latihan
 Pasien mampu melakukan fisik (senam, jalan pagi,

54
latihan mengontrol pukul kasur dan bantal)
perilaku marah dengan Intervensi :
tarik napas dalam dan 1. Berjabat tangan
latihan fisik. dan mengucapkan
 Pasien mampu melakukan salam ….dsb
latihan mengontrol 2.
perilaku marah dengan Sp 2. Membina
meminum obat hubungan saling
 dsb percaya, mengevaluasi
keluhan pasien,
memvalidasi
kemampuan yang
sudah dilatih, melatih
cara mengontrol marah
dengan latihan
meminum obat
(manfaat obat, efek
samping obat dan 5
benar minum obat)
Intervensi :
2. Dsb…
Sp.3 dsb
ii.

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kegiatan dalam proses keperawatan dimana
perawat kesehatan jiwa yang terintegrasi (memiliki STR) mengimplementasikan
rencana yang diidentifikasi. Bentuk implementasi keperawatan jiwa meliputi
konseling, terapi milieu/lingkungan, promosi kegiatan asuhan mandiri,

55
penjaringan dan evaluasi, tindakan psikobiologis, manajemen kasus, promosi
kesehatan pemeliharaan kesehatan, intervensi krisis, asuhan berbasis komunitas,
asuhan kesehatan jiwa di rumah, kesehatan jarak jauh (telehealth), psikoterapi,
sikofarmaka. Implementasi dapat disesuaikan dengan intervensi keperawatan.
Berikut contoh tabel implementasi keperawatan.
Tabel Implementasi Keperawatan
Nama Pasien : Hari/Tgl :
No. RM : Jam :
No Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1 Data Subjektif : S : Respon subjektif
Data Objektif O : Respon objektif
Kemampuan : A : pasien masih belum
Diagnosa Keperawatan : mampu mengontrol
Implementasi : respon marah dengan
 …. baik
 …. P : (Pklien : latihan dan
jadwal yang harus
dilakukan pasien,
Pkeluarga : intervensi
yang bisa diteruskan oleh
keluarga, Pperawat :
intervensi yang bisa
diteruskan perawat)
RTL : rencana tindak lanjut yang direncanakan TTD
oleh perawat setelah melihat evaluasi Nama terang Perawat
keperawatan sesuai implementasi
keperawatan).

56
2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan dalam proses keperawatan dimana
perawat kesehatan jiwa yang terintegrasi (memiliki STR) mengevaluasi
kemajuan pencapaian hasil yang diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang
berlangsung terus menerus. Evaluasi keperawatan juga merupakan proses timbal
balik berdasarkan tujuan awal yang teridentifikasi tentang klien dan keluarga
serta kepuasan mereka dengan proses dan hasil asuhan. Evaluasi formatif
dilakukan segera setelah menyelasaikan tindakan keperawatan sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah menyelasaikan diagnosa keperawatan sesuai
kriteria waktu dalam tujuan perencanaan keperawatan. Berikut adalah contoh
tabel evaluasi keperawatan sumatif.
Tabel Evaluasi Keperawatan
No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Evaluasi Keperawatan TTD
Keperawatan
S : (data subjektif yang
didapatkan dari pasien)
O : (data objektif yang
didapatkan dari pasien)
A : Diagnosa teratasi atau
tidak
P : intervensi dilanjutkan atau
dihentikan.

57
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Anna, Budi., Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta EGC.

Keliat, dkk. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC

Stuart, W., Gail. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Singapura : Elsevier

58
LAMPIRAN
1.1 STRATEGI PELAKSANAAN INTERAKSI KEPERAWATAN
Strategi Pelaksanaan (SP) dan strategi komunikasi (SK) harus dibuat dan
disertakan dalam interaksi keperawatan. SPSK merupakan strategi yang dibuat
sendiri oleh perawat setelah membaca status kesehatan pasien, disiapkan untuk
pertemuan berikutnya sesuai kesepakatan waktu pertemuan bersama pasien.
SPSK yang dibuat oleh perawat dapat membantu perawat untuk mengetahui dan
mengingat langkah-langkah intervensi yang akan dilakukan kepada pasien.
Cara membuat SPSK Interaksi Keperawatan :
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN .....

A. Proses Keperawatan
Kondisi klien : Dapat diisi dengan nama klien, usia, dan diagnose medis.

Data Subjektif : ………………….

Data Objektif : ……………………

Diagnosa keperawatan:

.....................

Tujuan khusus:
1. ……………..
2. ……………..
Tindakan keperawatan:
1. ..................
2. ....................
B. Proses Pelaksanaan Tindakan
Fase Orientasi :

59
Salam terapeutik
“.................................
Evaluasi
“..............................

Validasi
……………………….
Kontrak
“...............................

Fase Kerja :
(Pengkajian sampai dengan implementasi)

Fase Terminasi :
Evaluasi subyektif
”................................

Evaluasi obyektif

“………………….

Rencana tindak lanjut

......................................
Kontrak yang akan datang

“……………………………..…”

Contoh SPSK Interaksi Halusinasi :


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

60
A. Proses Keperawatan
Kondisi klien

Tn. S, 32 tahun, tertawa dan tersenyum sendiri, mengatakan bahwa dirinya sering
mendengar suara-suara yang berisik dan menyebabkan klien merasa kesal terhadap
suara-suara itu. Klien terlihat bicara dan tersenyum sendiri, mulut terkadang terlihat
komat kamit.
Diagnosa keperawatan: Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar

Tujuan khusus: SP I halusinasi

3. Klien mampu mengenali jenis halusinasinya


4. Klien mampu mengenali isi halusinasinya
5. Klien mampu mengenali waktu halusinasinya
6. Klien mampu mengenali frekuensi halusinasinya
7. Klien mampu mengenali situasi yang menimbulkan halusinasinya
8. Klien mampu mengenali responnya tehadap halusinasi
9. Klien mampu menghardik halusinasi
10. Klien mampu membuat jadwal untuk latihan cara menghardik halusinasi
Tindakan keperawatan:
1. Mengadakan kontak yang sering tapi singkat secara bertahap
2. Mengobservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
3. Menanyakan kepada klien tentang isi, waktu, dan frekuensi terjadinya
halusinasi.
4. Menanyakan kepada klien tentang situasi dan kondisi yang dapat
menimbulkan halusinasi
5. Diskusikan bersama klien tentang respon klien terhadap halusinasinya
6. Mengajarkan kepada klien cara mengontrol halusinasinya
7. Menganjurkan dan bersama klien memasukkan cara mengontrol halusinasi ke
dalam jadwal kegiatan harian klien

61
B. Proses Pelaksanaan Tindakan
Fase Orientasi :

Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum !”perkenalkan nama saya …, bapak boleh panggil saya dengan
panggilan suster…., saya mahasiswa FIK UI yang bertugas di ruangan ini yang ikut
merawat dan bertanggung jawab terhadap bapak. Sebelumnya nama bapak siapa?
Senang dipanggil siapa?

Evaluasi
“Bagaimana keadaan bapak pagi ini ? Apa yang terjadi dirumah sehingga ibu/bapak
dibawa kemari? Kapan kejadiannya? Oh, jadi bapak masih mendengar suara-suara”

Validasi
Apa yang bapak lakukan ketika mendengar suara-suara?
Kontrak
“Baiklah, bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang suara-suara yang sering
bapak dengar, supaya bapak bisa mengendalikan suar-suara tersebut. berapa lama kita
mau berbincang-bincang bu/pak?. Bagaimana jika 20 menit? dimana?, baiklah bapak /ibu
mau berdiskusi di ruang tamu”

Fase Kerja :
Baiklah, tadi bapak mengatakan sering mendengar suara-suara, Apa yang di dengar
dari suara-suara itu?Kapan suara-suara itu muncul? Berapa kali/seberapa
sering?Apa yang dirasakan saat suara-suara itu muncul? Apakah suara-suara itu
mengganggu? Bagaimana perasaan bapak ketika mendengar suara tersebut?Apa
yang dilakukan saat suara-suara itu muncul?Oh, jadi sudah pernah diajarkan tapi
lupa, ada tidak keinginan untuk mengatasi suara-suara itu?Baiklah kalo bapak
punya keinginan untuk mengatasi suara-suara itu, mari kita latihan untuk
mengendalikan suara-suara itu. Ada 4 cara untuk mengontrol suara-suara yang
muncul, yaitu dengan cara menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan melakukan
aktivitas. Kita mau melatih cara yang mana dulu? Cara yang pertama ya? Baiklah,
Cara yang pertama untuk mengendalikan halusinasi yaitu menghardik, caranya tutup
telinga jika suara-suara itu muncul sambil mengatakan pergi....kamu suara palsu,
saya tidak ingin mendengarmu” sekarang coba bapak praktekkan…bagus sekali
pak…

Fase Terminasi :

62
Evaluasi subyektif
”Bagaimana perasaan setelah percakapan kita ini? Apakah bermanfaat buat
bapak?”

Evaluasi obyektif

“Coba bapak lakukan kembali cara menghardik halusinasi”. “Bagus sekali bapak
dapat melakukan menghardik dengan baik.

Rencana tindak lanjut

Nah setiap kali suara-suara itu datang, lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga
demikian.”
Tadi kita sudah membicarakan cara mengusir halusinasi, nanti jika halusinasi atau
suara itu muncul lagi coba bapak lakukan menghardik seperti cara yang sudah kita
latih tadi. Kita buat jadwal latihan untuk mengingatnya dan latihan sesuai dengan
jadwal ya bapak.

Kontrak yang akan datang

“Besok kita ketemu lagi untuk belajar cara yang kedua untuk mengendalikan
halusinasi cara yang ke dua, yaitu minum obat, bagaimana kalo jam 9.00 wib
waktunya 20 menit, tempatnya disini saja atau dimana? Baiklah disini saja. Baiklah
pak, sudah selesai pertemuan kita. Selamat pagi…”

1.2 ANALISIS PROSES INTERAKSI


Analisis proses interaksi (API) merupakan catatan perawat meliputi tindakan yang
telah dilakukan perawat kepada pasien, respon verbal maupun nonverbal perawat
dan pasien, dan analisa perawat terkait justifikasi dan rasional dari tindakan
perawat dan respon pasien.
Cara membuat API :

63
ANALISA PROSES INTERAKSI

Inisial klien : Tn. MC (60 tahun)


Status interaksi perawat-klien : Pertemuan ke 1 ; Fase Orientasi-Terminasi

Lingkungan : Perawat dan Klien duduk berhadapan


Deskripsi klien : Klien mengalami diagnosa gangguan isi pikir waham
kebesaran dan agama dan risiko perilaku kekerasan
Tujuan : Terapi AT sesi 1

VERBAL DAN NON VERBAL DAN NON ANALISA PERAWAT


VERBAL PERAWAT VERBAL PASIEN (Justifikasi dan Rasional)

KESAN PERAWAT :
Perawat menganalisis hasil interaksi.....................

Contoh API :
ANALISA PROSES INTERAKSI

Inisial klien : Tn. MC (60 tahun)


Status interaksi perawat-klien : Pertemuan ke 1 ; Fase Orientasi-Terminasi

Lingkungan : Perawat dan Klien duduk berhadapan


Deskripsi klien : Klien mengalami diagnosa gangguan isi pikir waham
kebesaran dan agama dan risiko perilaku kekerasan
Tujuan : Terapi AT sesi 1

VERBAL DAN NON VERBAL DAN NON ANALISA PERAWAT (Justifikasi dan
VERBAL PERAWAT VERBAL PASIEN Rasional)
Selamat siang Pak M. Selamat siang bu Perawat memulai percakapan dengan sikap
terbuka.
(Duduk berhadapan dengan (Memandang perawat, Klien tampak menerima kehadiran perawat dan
klien, tersenyum, tubuh sikap membalas jabat tangan bisa mempertahankan kontak mata dengan
terbuka, mengulurkan tangan perawat, menjawab perawat.
untuk bersalaman) dengan cepat dan
tersenyum) Rasional:
Klien telah bersedia melakukan interaksi
pertemuan ke 1, hal ini menunjukkan bahwa
antara klien dan perawat mulai terbina hubungan
saling percaya. Sesuai dengan teori bahwa
keberhasilan membina hubungan saling percaya

64
sangat dipengaruhi oleh komunikasi verbal dan
non verbal yang disampaikan oleh perawat
Perkenalkan saya adalah Ooo iya,...boleh-boleh Perawat mencoba membuka diri kepada klien dan
Nelda, perawat kesehatan saja tapi keadaannya keluarga, melakukan kontrak tujuan dan tempat
jiwa yang sedang berpraktik seadanya saja. Kebetulan Klien berespon positif dengan menceritakan
disini. Tujuan saya ke rumah saya sering disangka keadaan kesehatannya saat ini
bapak ingin berbincang orang sakit jiwa tapi
tentang kondisi kesehatan sebenarnya saya ini Rasional:
bapak selama ini. Jika tekanan batin bu Bina hubungan saling percaya dengan klien
bersedia kita boleh ngobrol di waham dan RPK tidak dapat dilakukan dalam
sini pak? (Ekspresi wajah biasa, waktu singkat, Perawat harus mempertahankan
menjelaskan teknik komunikasi terbuka. diharapkan bina
(Suara jelas, tetap tersenyum, keadaannya, ada kontak hubungan saling percaya akan terjalin
mempertahankan sikap mata, bicara cepat dan
terbuka, memandang klien berlebihan)
dengan bersahabat)
Baik, sepertinya bapak Boleh ibu,..saya senang Perawat medengarkan klien dengan seksama
bersedia ngobrol dengan ibu mau ke rumah saya.
saya, bagaimana kalau kita Sebenarnya saya ini Rasional:
sepakati waktunya antara 45 adalah nabi titisan peri Dengan mempertahankan sikap mendengar yang
sampai 60 menit, bagaimana (dst....) saya juga bisa baik, klien akan merasa dihargai dan membuat
pak? membawa pak karno ke klien dapat mengeksplorasi perasaannya
depan ibu (sambil
(mempertahankan sikap mengubah suara
terbuka, memandang klien meenyerupai tokoh yang
dengan bersahabat) dibicarakan). Saya
kecewa ibu kenapa saya
bisa dihajar sama
keamanan nangkap saya,
padahal saya ini adalah
orang asli kampung sini,
masa saya tidak punya
rumah sama sekali, ini
gubuk saya...semua ini
karena ayah tiri saya.
Saya disiksa dari kecil
sampai saya tidak
sekolah (ekspresi klien
tegang, kadang menangis
sesuai topik
pembicaraan)

(Memandang perawat
sebentar kemudian
melihat ke tempat yang
lain, bicara cepat dengan
topik yang berbeda-beda,
flight of idea)
Apa yang menyebabkan Saya marah-marah Klien menunjukkan sikap percaya teradap perawat
bapak dihajar sama pihak karena saya kecewa, dengan menceritakan riwayat kesehatan jiwanya
keamanan? tekanan batin saya, saya
tinggal di gubuk, anak- Rasional:
(suara jelas, tetap tersenyum, anak tidak pada sekolah Membina hubungan saling percaya sangat penting

65
mempertahankan sikap padahal dulu bapak saya dilakukan bersama klien agar mendapatkan
terbuka, memandang klien kaya semenjak bapak riwayat kondisi kesehatan jiwa klien
dengan bersahabat) meninggal, ibu dipaksa
menikah lagi akhirnya
saya disiksa sama ayah
tiri. Saya tidak
disekolahkan, saya tidur
dijalanan

(klien bicara cepat,


berlebihan, ekspresi
nonverbal berganti-
ganti)
Seberapa sering bapak Masih bu, kecewa saya Klien secara berulang menceritakan kondisi marah
marah? Apakah sampai tekanan batin saya. yang dialami sehingga bisa diangkat sebagai
sekarang masih marah-marah Kalau saya mengingat stresor
juga? ayah tiri saya, anak saya,
istri saya saya kasian bu Rasional:
(Tetap memandang klien, karena mereka hidup di Perawat mengidentifikasi faktor predisposisi dan
mempertahankan sikap rumah seperti ini presipitasi klien marah, dan menetapkan sebagai
terbuka, memandang klien stresor yang dapat dikelompokkan menjadi
dengan bersahabat.) (bicara cepat, berlebihan, diagnosa keperawatan
sukar dijeda, kadang
menangis)

Apa yang ada dipikiran bapak Marah saja karena saya Perawat menilai respon kognitif pasien
saat bapak marah-marah? orang asli kampung sini
masa saya tidak punya Rasional : dengan mengetahui respon kognitif
(Suara jelas, tenang, duduk rumah, anak-anak tidak klien menentukan diagnosa keperawatan dan
berhadapan tegak lurus, sekolah, hidup melarat, intervensi yang harus diberikan (terapi ners
mempertahankan kontak mata saya itu tekanan batin spesialis)
dengan klien) dengan ayah tiri saya,
pingin pindah rumah saja
tapi istri tidak mau

(Menatap perawat,
bicara cepat dan
berlebihan, sukar dijeda)
Selain marah-marah, ada Ya tadi tekanan batin Perawat menilai respon afektif klien
tidak perasaan lain yang ikut kadang saya menangis
bapa rasakan ketika bapak tapi saya pasrahkan saja Rasional:
ingat masa lalu bapak tadi? karena saya ini adalah Dengan mengetahui respon afektif klien
nabi yang akan ke surga menentukan diagnosa dan intervensi ners spesialis
(Suara jelas, perlahan-lahan, keperawatan yang sesuai
mempraktikkan setiap (bicara cepat dan
gerakan dengan benar dan berlebihan, flight of
santai) idea)
Saat bapak marah-marah Iya bu, ada sih...saya Perawat menilai respon fisiologis dan perilaku
apakah perasaan itu ikut biasanya pusing, klien
berpengaruh ke badan bapak merokok sama ngopi
saja, jarang saya makan, Rasional:
(Membungkukkan badan ke keluyuran saja, ke kebun Dengan menilai respon fisiologis dan perilaku
arah klien, mempertahankan kadang ngojek, tidur di klien menentukan diagnosa dan intervensi ners

66
kontak mata.) pangkalan juga sering spesialis keperawatan yang sesuai

(menjelaskan gejala
fisiologis yang dirasakan
dengan jelas)
Oooo begitu, na kalau sudah Saya diam saja di rumah Perawat menilai respon sosial klien
begitu bagaimana hubungan atau pangkalan
bapak dengan orang lain atau Rasional:
tetangga sekitar? (Mempraktikan latihan Dengan menilai respon sosial klien dapat
seperti yang menentukan diagnosa dan intervensi ners spesialis
(Mengacungkan jempol dicontohkan, pandangan keperawatan yang sesuai
kepada klien, tersenyum, mata sesekali melihat
bicara pelan, jelas, selalu kebawah, sikap tubuh
kontak mata) sesekali membungkuk)
Ok baik...bisa saya simpulkan Saya ngerokok saja Perawat menilai sumber koping klien
masalah bapak saat ini yang bu,...ke kebun saja
bisa tangkap adalah bapak Rasional:
sering marah-marah dan (bicara agak keras, Sumber koping klien khususnya personal ability
suatu saat beresiko untuk memandang ke arah dapat menentukan kemampuan yang sudah
marah kembali. Na...apa yang perawat) dimiliki klien dalam menghadapi masalah
sudah bapak lakukan untuk
mengendalikan perasaan
marah bapak?

(Bicara pelan, jelas, selalu


kontak mata)
Ooo apakah bapak sudah Belum bu Memvalidasi kemampuan klien dalam
pernah tahu tentang tarik . menyelasaikan masalah perilaku kekerasan
napas dalam dan (memandang perawat,
mengungkapkan marah mendengarkan, ekspresi Rasional:
dengan cara bicara atau wajah serius, kontak Validasi kemampuan klien merupakan hal yang
ngobrol dengan orang lain mata mudah beralih) penting dilakukan oleh perawat agar tidak dobel
dan bukan memendam dalam dalam intervensi keperawatan
hati dan pikiran?

(Bicara pelan, suara jelas,


memandang klien)
Ok kalau begitu saya akan Iya bu. Menentukan intervensi generalis dalam
jelaskan ya pak bagaimana mengendalikan emosi
caranya mengendalikan (memandang perawat,
emosi atau perasaan marah mendengarkan namun Rasional:
bapak...jadi dalam mudah mengalihkan Intervensi generalis diperlukan sebelum melatih
mengendalikan perasaan pembicaraan) intervensi ners spesialis
marah itu bisa dengan tarik
nafas dalam dan latihan fisik,
minum obat, secara verbal,
dan berdoa. Bagaimana kalau
kita latihan satu persatu pak?

(Bicara pelan, suara jelas,


memandang klien)
Baik...kita lakukan yang Baik bu. Perawat menjelaskan kemudian mempraktikkan,
pertama adalah tarik napas bersama-sama klien mendemonstrasikan latihan,

67
dalam dan latihan fisik ya (Ekspresi wajah serius, dan memberikan kesempatan klien mempraktikkan
pak. Na bapak bisa melakukan latihan sendiri
mengambil posisi yang bersama)
nyaman buat latihan dan Rasional:
siapkan bantal atau bahan Memberikan contoh merupakan tahap awal untuk
yang lunak yang tidak memberikan pemahaman pada praktik psikomotor
menyakiti tangan bapak, tarik
napas dimulai dari menghirup
udara sekuat-kuatnya melalui
hidung...ditahan kurang lebih
3 detik lalu pukul bantal
sekuat-kuatnya sambil
menghembuskan udara
melalui mulut sampai benar-
benar kosong. Lakukan
selama 4 kali berturut-turut.
Bapak perhatikan contoh dari
saya dan selanjutnya kita
lakukan bersama ya pak

(Memandang klien dan


memberikan latihan)
Ok bagus. Nah latihan yang Ok baik bu. Perawat menjelaskan intervensi generalis secara
kedua adalah ungkapkan verbal
secara verbal atau dengan (Ekspresi wajah serius,
bahasa. Jadi jika bapak ada tersenyum) Rasional:
keinginan untuk marah bapak Klien sepakat akan melanjutkan latihan dalam
bisa sampaikan kepada orang mengendalikan emosi
lain yang ada di sekitar bapak
secara baik-baik perasaan
yang bapak rasakan.
Tujuannya agar perasaan
emosi bapak itu tidak hanya
dipendam di dalam hati saja
yang merugikan diri bapak.
Bagaimana pak bisa?

(tersenyum, memandang
klien dengan senang,
menjelaskan dengan nada
suara yang lemah lembut,
suara jelas dan memotivasi
klien)
Bagus pak (mengacungkan Ya ada tarik napas dalam Validasi kemampuan klien
jempol kepada klien) dan pukul bantal,
Kira kira apa yang sudah ngobrol dengan orang Rasional :
didapatkan bapak selama lain, sama yang ini Validasi kemampuan sebagai evaluasi objektif
latihan tadi? bedakan kebutuhan dan setelah berinteraksi dengan klien
keinginan.

(memberikan umpan
balik yang sesuai)

68
Kalau begitu kita lanjutkan Baik bu Kontrak waktu dan topik selanjutnya
lusa pak bagaimana dengan
jam 10 sampai jam 11 tentang (tersenyum sebagai Rasional :
sikap verbal maupun umpan balik positif) Pentingnya kontrak waktu dan topik selanjutnya
nonverbal yang bapak mengindikasikan keberlanjutan intervensi
tunjukkan dalam keadaan keperawatan
marah atau emosi. Bagaimana
pak?

(mempertahankan sikap
terbuka dan tersenyum)

Baik pak saya pamit dulu, Siang bu Terminasi akhir


sampai ketemu lusa.
Semangat dan salam sehat. (tersenyum kepada Rasional :
Selamat siang perawat) Kualitas terminasi menentukan hubungan
terapeutik selanjutnya
(mempertahankan sikap
terbuka dan tersenyum)

KESAN PERAWAT :
Perawat menganalisis bahwa dalam pertemuan ke 1 ini menunjukkan klien telah mampu
melaksanakan latihan cara mengontrol marah yang ditunjukkan dengan klien telah mampu
melakukan teknik relaksasi napas dalam, latihan fisik, dsb.

1.3 RESUME ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT JALAN DAN INSTALASI


GAWAT DARURAT
Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat di ruang rawat jalan (poli jiwa) dan
ruang gawat darurat (IGD) hanya berbentuk resume. Resume merupakan
ringkasan dokumentasi asuhan keperawatan yang terdiri dari data senjang (DS
dan DO) yang dapat menjadi data fokus mengangkat diagnose keperawatan jiwa.
Cara membuat resume :

69
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ………..
DENGAN …………………………….
DI UNIT RAWAT ………………………………….
RSJ BANGLI PROV. BALI
JULI-AGUSTUS 2019

I. IDENTITAS KLIEN

Nama Klien : ………………………………………………..


Usia : ……………………………………………….
Jenis Kelamin : ……………………………………………….
Pendidikan : ………………………………………………..
Pekerjaan : ……………………………………………….
Status Perkawinan: ………………………………………………..
Alamat : ……………………………………………….
Nama Penanggung jawab : ………………………………………
Hubungan Penanggung Jawab dengan klien : ………………….
Waktu Pengkajian : ………………………………………

II. PROSES KEPERAWATAN

A. DIAGNOSA MEDIS
(bisa dilihat pada status kesehatan
pasien)…………………………………………………………………
…………………..
B. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
…(merupakan pengalaman pengobatan di riwayat sebelumnya jika ada
namun jika tidak ada maka dapat dimasukkan data sebelum di bawa ke
RSJ)……………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
……….

C. DATA FOKUS
DataSubjektif : ……(merupakan data fokus yang dieperlukan untuk
menegakkan diagnosa keperawatan
jiwa)……………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
………………
DataObjektif :
…………………………………………………………………………

70
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
……….

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
…(diagnosa yang muncul berdasarkan data
fokus)…………………………………………………………………
……………………………………………………..

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Setelah mendapatkan perawatan selama …..x……. diharapkan klien


mampu :
a. …(kriteria hasil yang diharapkan dalam mengatasi diagnose
keperawatan sesuai SP dan waktu yang direncanakan perpertemuan ke
dalam
menit)…………………………………………………………………
………….
b.
…………………………………………………………………………
……
c.
…………………………………………………………………………
……..
d.
…………………………………………………………………………
……
e.
…………………………………………………………………………
……….
dalam bentuk intervensi keperawatan berikut :
a. ……………………………………………………………………
…(intervensi sesuai diagnose yang diangkat per SP 1 sd 4/5 bisa
lihat pada buku saku)……..
b. ……………………………………………………………………
……….
c. ……………………………………………………………………
……….
d. ……………………………………………………………………
………..
e. ……………………………………………………………………
……….

71
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Jam ………….
……(lakukan sesuai intervensi yang telah dibuat, intervensi yang telah
direncanakan bisa tidak semua dilakukan disesuaikan dengan waktu
dan kondisi
pasien)…………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………….
Jam …………..
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
Jam …………..
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
………………………………………………….

G. EVALUASI KEPERAWATAN
Jam ……………..
…………………………………………………………………………
……(evaluasikan intervensi yang telah dilaksanakan sesuai waktu
yang telah ditentukan dalam kriteria
hasil)……………………………………………………………………
…………………………………………………
Jam ……………..
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………….
Jam ………………….
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………….

III. RENCANA TINDAK LANJUT


……………………………………………………………………………
…(mahasiswa wajib mengevaluasi hasil asuhan keperawatan, jika dinilai
belum maksimal maka sebagai RTL nya dapat mencantumkan intervensi
yang akan
dilanjutkan)…………………………………………………………………
…………………………………………………………….

72
Mengetahui
Bangli,…………………….2019
CI CT

(……………………………)
(……………………………………)

1.4 FORMAT JADWAL AKTIVITAS HARIAN PASIEN


No Hari/Tgl Jam Kegiatan/Aktivitas Dilakukan
M P T

dst
Keterangan : M = Mandiri, P = Partial/sebagian, T = Total/bantuan penuh
1.5 JUKNIS KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

73

Anda mungkin juga menyukai