Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keperawatan Gerontik Tentang Terapi Musik

Dosen pembimbing

Ns. Rinna Septiany.,S.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 1

Adinda Aulia Putri

Annisa Fitri Virgiani

Fitri Wulandari

Kurnia Romadon

Mila Widianti

Neng Linlin Relita

Resna Susanti

AKADEMI KEPERAWATAN RS EFARINA PEUWAKARTA


TAHUN 2022

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah yang maha pengasih lagi maha
penyayang yang telah memberikan kenikmatan yang tiada terkira sehingga kami dapat
menyusun makalah matakuliah Keperawatan Gerontik mengenai “Terapi Musik” dengan tepat
waktu dan semaksimal mungkin.

Tidak lupa sholawat serta salam selalu kami curahkan kepada junjungan terbaik baginda
Rosul Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selaku tauladan terbaik hingga akhir zaman.
Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada beliau, serta keluarganya, sahabat, tabi’in dan orang-
orang yang selalu mengikuti sunnahnya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui terapii musik. Penyusun mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung, membantu, dan
memfasilitasi penyusunan makalah ini sehingga berjalanlancar.

Penyusun sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan oleh karena itu
saya siap menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bahan evaluasi. Semoga makalah
ini dapat memberikan kontribusi positif serta bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Purwakarta, 08 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................2
C. Tujuan Studi Kasus..........................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.............................................................................................................................3

A. Lanjut Usia (lansia)..........................................................................................................................3


B. Kebutuhan Tidur Lansia..................................................................................................................5
C. Dampak Kualitas Tidur yang Buruk pada Lansia............................................................................9
D. Terapi Musik.................................................................................................................................10
BAB III.........................................................................................................................................15

SKENARIO ROLE PLAY TERAPI MUSIK...........................................................................15

BAB IV..........................................................................................................................................18

PENUTUP....................................................................................................................................18

A. Kesimpulan....................................................................................................................................18
B. Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (2017), usia lanjut adalah usia 60 tahun ke atas yang
terdiri dari (1) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia
sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Sulistyarini, 2016). Populasi penduduk lansia di
Indonesia menurut BPS (2016) mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2000,
penduduk lansia berjumlah 14,45 juta jiwa (7,18 %) dari seluruh penduduk Indonesia.
Jumlah tersebut meningkat menjadi 18,04 juta jiwa (7,56 %) pada tahun 2010. Pada tahun
2020, kemungkinan populasi lansia di Indonesia akan meningkat hingga 27,7 juta jiwa (9,99
%) dari seluruh penduduk Indonesia.
Seiring dengan tingginya jumlah lansia, masalah yang terjadi pada lansia pun beragam,
diantaranya gangguan kardiovaskuler, nyeri atau ketidaknyamanan, gangguan eliminasi,
gangguan ketajaman penglihatan, gangguan pendengaran serta gangguan tidur (Sulistyarini,
2016). Dari beberapa masalah kesehatan tersebut, yang sering dialami oleh lansia adalah
gangguan tidur. Menurut Foerwanto (2016), gangguan tidur di Indonesia menyerang sekitar
50 % orang yang berusia 65 tahun keatas. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling
sering ditemukan. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 %.
Berdasarkan hasil penelitian Foerwanto (2016) tentang pengaruh pemberian aromaterapi
mawar terhadap 2 kualitas tidur lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Kasongan Bantul, setelah
dilakukan screening PSQI pada masing – masing satu lansia dari sepuluh wisma yang
diambil secara acak, didapatkan hasil bahwa 9 dari 10 lansia tersebut memiliki masalah
gangguan tidur. Hal ini membuktikan bahwa masalah gangguan tidur di BPSTW Unit Budi
Luhur Kasongan cukup tinggi. Apabila masalah tersebut tidak segera ditangani, bisa
berdampak lebih lanjut terhadap keseharian dan kesehatan lansia.
Menurut Rafiuddin (2004, dalam Utami, 2015), gangguan tidur yang tidak ditindaklanjuti
dapat berdampak terhadap kualitas hidup, produktivitas dan keselamatan kerja apabila lansia
masih bekerja.. Untuk menangani gangguan tidur dapat dilakukan dengan banyak cara, salah
satunya adalah dengan pemberian terapi musik.

1
Terapi musik adalah pemberian elemen musik kepada seseorang untuk memberikan efek
terapeutik. Terapi musik merupakan teknik yang sangat mudah dilakukan, terjangkau serta
memiliki efek samping lebih kecil dibandingkan dengan terapi farmakologis. Efek pemberian
terapi musik menunjukkan bahwa musik dapat memengaruhi ketegangan atau kondisi rileks
seseorang, karena dapat merangsang pengeluaran endorfin dan serotonin yang dapat
membuat tubuh merasa lebih rileks (Finasari, 2014).

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan terapi musik pada asuhan keperawatan lansia dengan gangguan
tidur dan nyeri.

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan terapi musik pada asuhan keperawatan lansia dengan
gangguan tidur dan nyeri
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gangguan tidur yang terjadi pada lansia di panti werda
b. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi tidur lansia di panti werda
c. Mengetahui gambaran musik yang disukai lansia di panti werda
d. Mengetahui kualitas tidur dan nyeri lansia di panti werda sebelum diberikan terapi
musik.
e. Mengetahui kualitas tidur dan nyeri lansia di panti werda sesudah diberikan terapi
musik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lanjut Usia (lansia)


1. Pengertian Lansia
Maryam (2015) mendefinisikan usia lanjut sebagai tahap akhir perkembangan
pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan (dalam Maryam, 2015) dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menurut Kholifah (2016), lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada tahap ini akan terjadi proses
penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
WHO (1999, dalam Kholifah, 2016) menyebutkan batasan lansia menjadi tiga,
yaitu usia lanjut (elderly) antara 60 – 74 tahun, usia tua (old) antara 75 – 90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) yaitu usia > 90 tahun. Sedangkan Depkes RI (2005, dalam
Kholifah, 2016) mengklasifikasikan lansia ke dalam tiga kategori, yaitu usia lanjut
presenilis yaitu antara usia 45 – 49 tahun, usia lanjut yaitu usia 60 tahun keatas, usia
lanjut berisiko yaitu usia 79 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah
kesehatan.
2. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia
Maryam (2015) mengatakan bahwa menua merupakan suatu proses alami yang tidak
dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan 6 berkesinambungan. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada lansia menurut Kholifah (2016) yaitu:
a. Perubahan Fisik
1) Sistem pendengaran
Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan atau daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.

3
Selain itu, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit yang dikenal dengan liver
spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia terjadi pada jaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Sistem
kardiovaskuler. Perubahan sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan
jantung berkurang.
4) Sistem respirasi
Kapasitas total paru tetap, namun volume cadangan paru bertambah untuk
mengompensasi kenaikan ruang paru. Udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi toraks mengakibatkan gerakan
pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
5) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi,
kemampuan indera pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar
menurun).
6) Sistem perkemihan
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
7) Sistem saraf
Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
8) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovarium
dan uterus serta atropi payudara pada wanita. Pada laki-laki testis masih dapat
memproduksi 8 spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsurangsur.
b. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia antara lain mengalami kesepian,
duka cita karena kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup, depresi, cemas,

4
parafrenia, serta dapat terjadi sindrom Diogenes yaitu menampakkan penampilan dan
perilaku yang mengganggu.
c. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dari cara berpikir dan
bertindak sehari-hari.
d. Perubahan Pola Tidur
Menurut Maas (2011), lansia sering kali melaporkan mengalami kesulitan tidur.
Penundaan waktu tidur ini dikenal dengan tidur laten, dapat dipengaruhi oleh
perubahan siklus sirkadian lansia. Penurunan aliran darah dan perubahan dalam
mekanisme neurotransmiter serta sinapsis juga memainkan peran penting dalam
perubahan tidur dan terjaga yang dikaitkan dengan faktor pertambahan usia. Faktor
ekstrinsik seperti pensiun juga dapat menyebabkan perubahan yang tiba-tiba pada
kebutuhan 9 untuk beraktivitas dan kebutuhan energi sehari-hari serta mengarah pada
perubahan pola tidur.

B. Kebutuhan Tidur Lansia


1. Pengertian Tidur
Menurut Aspiani (2014), tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi
dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan
kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup. Spencely (2003, dalam Maas, 2011)
menjelaskan bahwa tidur adalah keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan
otak serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal.
2. Fisiologi Tidur
Aspiani (2014) menjelaskan bahwa fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan
tidur olehadanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar bangun dan tidur. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem
pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan
kegiatan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan
aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mensefalon dan bagian atas
pons.Reticular Activating System (RAS) dapat memberikan rangsangan visual,

5
pendengaran, nyeri, perabaan dan juga dapat menerima stimulus dari korteks serebri
termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS
akan melepaskan katekolamin seperti 10norepinefrin yang berada di pons dan batang
otak tengah, yaitu bagian Bulber Syncrhonozing Region (BSR), sedangkan bangun
tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik.
Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam
tidur adalah RAS dan BSR (Aziz, 2008 dalam Aspiani, 2014).
3. Jenis-jenis Tidur
Menurut Aspiani (2014), tidur diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu tidur
dengan gerakan bola mata cepat atau Rapid Eye Movement(REM) dan tidur degan
gerakan bola mata lambat atau Non Rapid Eye Movement (NREM).
a. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Tidur
REM sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan bola mata bersifat sangat
aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah,
gerakan mata cepat, dan pernafasan tidak teratur (sering lebih cepat) serta suhu dan
metabolisme meningkat.
b. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM
gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur.
Tanda-tanda tidur NREM antara lain mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan
darah menurun, 11kecepatan nafas menurun, metabolisme menurun dan gerakan bola
mata lambat.
4. Kebutuhan Tidur Lansia
Aspiani (2014) menjelaskan bahwa kebutuhan tidur pada lansia atau usia 60 tahun
keatas adalah 6 jam per hari dengan pola 20 – 25 % tidur REM, tahap IV nyata berkurang
dan kadang-kadang tidak ada. Lansia dapat mengalami insomnia dan sering terbangun
sewaktu tidur malam hari. Menurut Potter & Perry (2010),
keluhan kesulitan tidur meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lansia lebih
sering terbangun pada malam hari, dan memerlukan lebih banyak waktu agar dapat tidur

6
kembali. Kecenderungan untuk tidur siang semakin meningkat seiring bertambahnya usia
karena sering terjaga di malam hari.
5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Tidur Lansia
Potter & Perry (2010) menjelaskan bahwa sejumlah faktor dapat memengaruhi
kualitas dan kuantitas tidur lansia. Sering kali faktor fisiologis, psikologis dan faktor
lingkungan mengubah kualitas dan kuantitas tidur lansia. Adapun faktor-faktor yang
dapat memengaruhi tidur lansia antara lain:
a. Obat dan substansi
Kantuk, insomnia dan kelelahan sering terjadi sebagai akibat langsung dari obat
yang diresepkan. Lansia mengonsumsi berbagai obat untuk mengontrol atau
mengobati penyakit kronis, dan efek sampingnya bisa sangat mengganggu tidur.
b. Gaya hidup
Lansia yang masih bekerja dengan sistem rotasi (shift) sering mengalami
kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Kesulitan mempertahankan
kewaspadaan selama waktu kerja menghasilkan penurunan dan bahkan kinerja yang
berbahaya.
c. Pola tidur yang lazim
Kantuk patologis terjadi ketika seseorang perlu atau ingin terjaga. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan serius pada kemampuan untuk melakukan fungsi sehari-
hari.
d. Stres emosional
Khawatir atas masalah-masalah pribadi atau situasi tertentu sering mengganggu
tidur. Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan frustasi ketika
tidak dapat tidur. Stres juga menyebabkan seseorang berusaha terlalu keras untuk
dapat tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau tidur terlalu lama. Stresyang
berkelanjutan menyebabkan kebiasaan tidur yang tidak baik.
e. Lingkungan
Lingkungan fisik secara signifikan memengaruhi kemampuan untuk memulai dan
tetap tidur. Ventilasi yang baik, kenyamanan dan posisi tempat tidur yang tepat,
pasangan tidur, kebisingan serta tingkat cahaya dapat memengaruhi kemampuan

7
seseorang untuk tidur. Beberapa klien memilih kamar yang gelap, sedangkan lansia
biasanya lebih menyukai cahaya lembut selama tidur.
f. Latihan dan kelelahan
Seseorang yang cukup lelah biasanya dapat tidur dengan nyenyak, terutama jika
kelelahan tersebut merupakan hasil kerja atau kegiatan yang menyenangkan.
g. Makanan dan asupan kalori
Mengikuti kebiasaan makan yang baik penting untuk menciptakan tidur yang
baik. Makan besar, berat dan/ atau makanan pedas pada malam hari sering
mengakibatkan gangguan pencernaan yang kemudian mengganggu tidur. Kafein,
alkohol dan nikotin yang dikonsumsi pada malam hari menyebabkan insomnia.
6. Gangguan Tidur Lansia
Beberapa jenis gangguan tidur yang dijelaskan oleh Aspiani (2014) adalah sebagai
berikut:
a. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan mencukupi kebutuhan tidur baik
secara kualitas maupun kuantitas. Seseorang yang mengalami insomnia akan
merasa tidurnya belum cukup ketika terbangun dari tidur. Menurut Rafiuddin
(2004, dalam Utami, 2015), masalah yang muncul pada lansia yang mengalami
insomnia yaitu kesulitan untuk tidur, sering terbangun lebih awal atau terbangun
pada malam hari, sakit kepala disiang hari, kesulitan berkonsentrasi, dan mudah
marah. Dampak yang terjadi yaitu kualitas hidup, produktivitas dan keselamatan
kerja. Dampak yang lebih luas akan terlihat depresi, insomnia juga berkontribusi
pada timbulnya penyakit jantung.
b. Apnea Tidur
Menurut Potter & Perry (2010), kesulitan napas saat tidur (sleep apnea)
merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui hidung
dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Obesitas, merokok,
alkohol dan riwayat keluarga dengan apnea tidur sangat meningkatkan risiko
terjadinya masalah. Apnea tidur obstruktif sering terjadi pada wanita menopause.
c. Enuresis

8
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada
anak-anak dan remaja, paling banyak terjadi pada anak laki-laki. Enuresis juga
dapat terjadi pada lansia. Penyebab enuresis antara lain gangguan pada blader,
stres, kurangnya toilet training, pada lansia bisa terjadi karena suatu penyakit.
d. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi keinginan yang tak terkendali untuk
tidur. Disebut juga serangan kantuk mendadak sehingga seseorang dapat tertidur
pada setiap saat dimana kantuk tersebut datang. Narkolepsi dapat menimbulkan
bahaya apabila terjadi pada waktu berkendara, bekerja dengan alat berat atau
berada di tempat yang tidak aman untuk tidur.
e. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung
dan mulut. Tonsillitis dan adenoid dapat menjadi faktor penyebab seseorang
mendengkur. Pada lansia mendengkur biasanya terjadi karena pangkal lidah yang
menyumbat saluran pernapasan. Otot-otot di bagian belakang mulut mengendur
lalu bergetar jika dilewati udara pernapasan.

C. Dampak Kualitas Tidur yang Buruk pada Lansia


Menurut Malau (2017), kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di
pagi hari, perasaan energik dan tidak mengeluh gangguan tidur. dengan kata lain, kualitas
tidur yang baik sangat penting dan vital dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Sisi lain dari
kualitas tidur yang baik adalah kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur yang buruk dapat
dibagi 2, yaitu secara fisiologis dan psikologis.
Maryam (2008) mengatakan bahwa ampak fisiologis dari kualitas tidur yang buruk
adalah rasa kantuk berlebihan pada siang hari, menurunnya kesehatan pribadi dan
menyebabkan kelelahan. Pengkajian lebih lanjut menyebutkan bahwa dampak fisik dari
kualitas tidur yang tidak terpenuhi adalah peningkatan denyut jantung dan tekanan darah,
peningkatan nafsu makan dan kadar glukosa, hingga peningkatan hormon stress kortisol.
Szymusiak (2008, dalam Malau, 2017) menjelaskan dampak psikologis dari kualitas tidur
yang buruk adalah penurunan fungsi kognitif. Selanjutnya, dikaitkan dengan peningkatan
hormon stress kortisol yang menyebabkan penurunan fungsi imunologi, perubahan pikiran

9
yang negatif (kontrafaktual) dan lebih emosional. Kualitas tidur yang tidak terpenuhi pada
lansia dapat menimbulkan rasa kecemasan yang lebih tinggi, meningkatkan ketegangan,
mudah tersinggung, kebingungan, suasana hati yang buruk, depresi, hingga penurunan
kepuasan hidup. Secara bersamaan hal ini akan berhubungan positif dengan melambatnya
psikomotor dan gangguan konsentrasi.

D. Terapi Musik
1. Definisi Musik
Ada beberapa definisi dan pendapat mengenai musik menurut beberapa filsuf,
penulis, musikolog maupun penyair, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Schopenhauer, seorang filsuf dari jerman pada abad ke-19, yang mengatakan bahwa
musik adalah melodi yang syairnya adalah alam semesta.
b. David Ewen, mendefinisikan musik sebagai ilmu pengetahuan dan seni tentang
kombinasi titik dari nada-nada, baik vocal maupun instrumental. Musik meliputi
melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang ingin diungkapkan
terutama aspek emosional.
c. Suhastjarja, seorang dosen senior Fakultas Kesenian Institut Seni Indonesia
Yogyakarta, mengemukakan pendapatnya mengenai musikadalah ungkapan rasa
indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada
atau bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni serta mempunyai suatu
bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam
lingkungan hidupnya sehingga dapat dimengerti dan dinimkatinya.
d. Dello Joio, seorang komponis Amerika, memberikan pendapatnya tentang musik
yaitu bahwa mengenal musik dapat memperluas pengetahuan dan pandangan selain
juga mengenal banyak hal lain diluar musik. Pengenalan terhadap musik akan
menumbuhkan rasa penghargaan akan nilai seni, selain menyadari akan dimensi lain
dari suatu kenyataan yang selama ini tersembunyi.
e. Adjie Esa Poetra, seorang musisi dari Indonesia, mendefinisikan musik adalah
kesenian yang bersumber dari bunyi. Menurutnya ada empat unsur dalam musik,
yaitu dinamik (kuat lemahnya bunyi), nada (bunyi yang teratur), unsur waktu
(panjang pendek suatu bunyi yang

10
ditentukan dari hitungan atau ketukan nada), dan timbre (warna suara).
2. Definisi Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang
diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik
dan mental. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan
kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik
dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional,
sosial dan spiritual. Hal ini disebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena
musik bersifat nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal. Perlu
diingat bahwa banyak dari proses dalam hidup kita selalu ber-irama. Sebagai contoh,
nafas kita, detak jantung, dan pulsasi semuanya berulang dan berirama.
Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua orang
karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk menginterpretasi alunan
musik. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian
melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi (sistem
limbik). Pengaruh musik sangat besar bagi pikiran dan tubuh manusia. Contohnya, ketika
seseorang mendengarkan suatu alunan musik (meskipun tanpa lagu), maka seketika orang
tersebut bisa merasakan efek dari musik tersebut. Ada musik yang membuat seseorang
gembira, sedih, terharu, terasa sunyi, semangat, mengingatkan masa lalu dan lain-lain.
Salah satu figur yang paling berperan dalam terapi musik di awal abad ke-20 adalah Eva
Vescelius yang banyak mempublikasikan terapi musik lewat tulisan-tulisannya. Ia
percaya bahwa objek dari terapi musik adalah melakukan penyelarasan atau harmonisasi
terhadap seseorang melalui vibrasi. Demikian pula dengan Margaret Anderton, seorang
guru piano berkebangsaan Inggris, yang mengemukakan tentang efek alat musik (khusus
untuk pasien dengan kendala psikologis) karena hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
timbre (warna suara) musik dapat menimbulkan efek terapeutik.
3. Jenis Terapi Musik
Pada dasarnya hampir semua jenis musik bisa digunakan untuk terapi musik.
Namun kita harus tahu pengaruh setiap jenis musik terhadap pikiran. Setiap nada, melodi,
ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya musik akan memberi pengaruh berbeda kepada

11
pikiran dan tubuh kita. Dalam terapi musik, komposisi musik disesuaikan dengan
masalah atau tujuan yang ingin kita capai.Musik sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony. Beat
mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh.
Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik
rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang
tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas
kontrol. Salah satu gerakan yang popular saat mendengarkan music rock adalah"head
banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang
kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah.Jika hati seseorang sedang
susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang
teratur, maka perasaan akan lebih terasa enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak
rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan
para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia.
Sedangkan harmoni sangat mempengaruhi roh. Jika menonton film horor, selalu
terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk berdiri.
Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh
manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar
harmony dari suara-suara alam di sekelilingnya.
Terapi Musik yang efektif menggunakan musik dengan komposisi yang tepat
antara beat, ritme dan harmony yang disesuaikan dengan tujuan dilakukannya terapi
musik. Jadi memang terapi musik yang efektif tidak bisa menggunakan sembarang
musik. Ada dua macam metode terapi music, yaitu :
a. Terapi Musik Aktif
Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main menggunakan alat
musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu singkat. Dengan kata lain pasien
berinteraksi aktif dengan dunia musik. Untuk melakukan Terapi Musik aktif tentu
saja dibutuhkan bimbingan seorang pakar terapi musik yang kompeten.
b. Terapi Musik Pasif.
Ini adalah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien tinggal
mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu yang disesuaikan dengan

12
masalahnya. Hal terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik
harus tepat dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, ada banyak sekali jenis CD
terapi musik yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa musik memiliki pengaruh yang kuat pada kehidupan
manusia. Para ahli mengemukakan bahwa musik berpengaruh pada kecerdasan
manusia, kesehatan fisik, mental dan emosional. Penelitian secara lebih sistematik
mengenai pengaruh musik terhadap kehidupan manusia terus dikembangkan pada
abad ke-19, hasilnya antara lain adalah sebagai berikut:
4. Manfaat terapi musik
Ada banyak sekali manfaat terapi musik, menurut para pakar terapi musik memiliki
beberapa manfaat utama, yaitu:
a. Relaksasi
Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran Manfaat yang pasti dirasakan setelah
melakukan terapi musik adalah perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran
lebih fresh. Terapi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk
mengalami relaksasi yang sempurna. Dalam kondisi relaksasi (istirahat) yang
sempurna itu, seluruh sel dalam tubuh akan mengalami re-produksi, penyembuhan
alami berlangsung, produksi hormon tubuh diseimbangkan dan pikiran mengalami
penyegaran.
b. Meningkatkan Kecerdasan
Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia seseorang disebut
Efek Mozart. Hal ini telah diteliti secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al dari
Universitas California. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masa dalam
kandungan dan bayi adalah waktu yang paling tepat untuk menstimulasi otak anak
agar menjadi cerdas. Hal ini karena otak anak sedang dalam masa pembentukan,
sehingga sangat baik apabila mendapatkan rangsangan yang positif. Ketika seorang
ibu yang sedang hamil sering mendengarkan terapi musik, janin di dalam
kandungannya juga ikut mendengarkan. Otak janin pun akan terstimulasi untuk
belajar sejak dalam kandungan. Hal ini dimaksudkan agar kelak si bayi akan memiliki
tingkat intelegensia yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dibesarkan
tanpa diperkenalkan pada musik.

13
c. Meningkatkan Motivasi
Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan dan mood
tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa
dilakukan. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun
menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil penelitian, ternyata
jenis musik tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat dan meningkatkan level
energi seseorang.
d. Pengembangan Diri
Musik ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan diri seseorang. Musik
yang didengarkan seseorang juga bisa menentukan kualitas pribadi seseorang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang yang punya masalah perasaan, biasanya
cenderung mendengarkan musik yang sesuai dengan perasaannya. Misalnya orang
yang putus cinta, mendengarkan musik atau lagu bertema putus cinta atau sakit hati.
Dan hasilnya adalah masalahnya menjadi semakin parah. Dengan mengubah jenis
musik yang didengarkan menjadi musik yang memotivasi, dalam beberapa hari
masalah perasaan bisa hilang dengan sendirinya atau berkurang sangat banyak.
Seseorang bisa mempunyai kepribadian yang diinginkan dengan cara mendengarkan
jenis musik yang tepat.
e. Meningkatkan Kemampuan Mengingat
Terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah kepikunan. Hal ini bisa
terjadi karena bagian otak yang memproses musik terletak berdekatan dengan
memori. Sehingga ketika seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara
otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi musik banyak
digunakan di sekolah-sekolah modern di Amerika dan Eropa untuk meningkatkan
prestasi akademik siswa. Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik banyak
digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan.
f. Menyeimbangkan Tubuh
Menurut penelitian para ahli, stimulasi musik membantu menyeimbangkan organ
keseimbangan yang terdapat di telinga dan otak. Jika organ keseimbangan sehat,
maka kerja organ tubuh lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat.

14
BAB III

SKENARIO ROLE PLAY TERAPI MUSIK

Di panti werda daerah terdapat lansia 1, 2, 3, 4, dan 5 usia 70 tahun dengan dignosa nyeri. Lansia
nyeri sendi dan mengeluh sulit tidur. Perawat shift pagi berencana melakukan pengkajian
sekaligus memberikan terapi music pada lansia tersebut.

Pemeran :

1. Perawat 1 :Ayu
Perawat 2 : Annisa Fitri
Perawat 3 : Kurnia
2. Lansia 1 :Adinda
Lansia 2 : Resna
Lansia 3 : Neng Linlin
Lansia 4 : Fitri
Lansia 5 :Mila

1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Perawat 1,2,3 : “Assalamuaikum, selamat pagi bu….
Lansia 1,2,3,4,5 : “Waalaikumsalam, pagi sus”.
Perawat 1 : “Perkenalkan nama saya suster Ayu”.
Perawat 2 : “Saya suster Annisa”.
Perawat 3 : “Saya pak Kurnia”.
Perawat 1 : “Hari ini kita bertiga dinas pagi dari jam 07:00 pagi sampai jam 14:00 siang.
Kita akan merawat ibu selama di panti werda ini. Sebelumnya ibu bisa tolong sebutkan
nama dan tanggal lahir ibu”.
Lansia 1 : “Nama saya Adinda, 9 juni 1958”.
Lansia 2 : “Nama saya Resna, 2 Februari 1959”.
Lansia 3 : “Nama saya Linlin, 11 Desember 1955”.
Lansia 4 :“Nama saya Fitri, 27 Desember 1957”.
Lansia 5 : “Nama saya Mila, 11 Oktober 1956”.

15
b. Evaluasi/Validaasi
Perawat 2 : “Baiklah, bagaimana keadaan hari ini”.
Lansia 1 :“Alhamdulillah baik tapi semalam sulit tidur”.
Lansia 2 : “saya juga sama sus sulit tidur”.
Lansia 3 : “kalo saya susah tidur sus”.
Lansia 4 : “saya tidurnya suka larut malam”.
Lansia 5 : “saya sedikit Pusing karena kurang tidur”

Kontrak

Perawat 3 :“Baiklah kalo begitu bagaimana jika sekaang saya ajarkan cara untuk
mengalihkan rasa sakit dan kenyamanan pada oma-oma
caranyadenganmelakukan terapi musik ya, tujuan nya agar oma-oma
dapat lebih rileksdan nyaman waktunya sekitar 5 menit dan tempatnya
disini saja, apakah oma-oma bersedia?”
Semua Lansia :“Bersedia sus (menjawab serentak)”
Perawat 3 :“Baiklah ya bu, sekarang kita mulai terapinya”
2. Fase kerja

Perawat 1 :“Sebelumnya saya ingin bertanya musik apa yang oma2 sukai apakah

klasik?pop?atau yang lainnnya?atau ada penyanyi kesukaan?”

Semua lansia : apa aja sus yang penting enak didengarnya :D

Perawat 1 : Baiklah oma sekarang coba ambil posisi yang menurut oma nyaman, kalo

Sudah nyaman selnajutnya oma semua rileks ya jangan tegang, tariknafas

Dalam lewat hidung lalu kelurakan lewat mulut dan ulangi sampai oma

semua merasa rileks, slanjtnya kita akan mulai mendengarkan musik ya ma.

(Musik dinyalakan,Pasien mendengarkan musik dan pperawat mengamati respon yang diberikan
oleh pasien selama terapi Setelah 5 menit kemudian).

3. Fase terminasi

16
a. Evaluasi subjektif dan objektif
Perawat 1 :“Baiklah oma terapinya sudah selesai bagaimana oma perasaannya
Setelahmelakukan terapi musik ?”
Lansia 1 dan 2 :“Enakan sus saya jadi lebih rileks”.
Lansia 3 dan 4 :“Iya saya juga”.
Perawat :“Baik oma tadi juga saya perhatikan oma semua sangat menikmati musiknya”.
Saat melakukan terapi
b. Tindakan Lanjut
Perawat 2 : “Baiklah terapi ini bisa oma lakukan sendiri saat oma merasa cemas,
nyeriataupun tidak nyaman, oma bisa juga melakukan terapi ini denganmemilih lagu
kesukaan oma-oma atau jika oma bisa memainkan alat musik oma juga bisa melakukan
itu”.
Lansia :“Baiklah sus”.
c. Kontrak yang akan datang
Perawat 1 : “Baiklah ibu, karena terapinya sudah selesai, dan saya rasa kondisi ibu juga
sudah lebih rileks, saya mohon pamit ya bu. Kita akan bertemu lagi besok ya bu untuk
mengkaji ulang kondisi ibu tempatnya di sini lagi. Permisi ya bu”.
Pasien & ibu pasien : “Terimakasih sus”.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Seiring dengan tingginya jumlah lansia, masalah yang terjadi pada lansia pun beragam,
diantaranya gangguan kardiovaskuler, nyeri atau ketidaknyamanan, gangguan eliminasi,
gangguan ketajaman penglihatan, gangguan pendengaran serta gangguan tidur. Dari beberapa
masalah kesehatan tersebut, yang sering dialami oleh lansia adalah gangguan tidur.
Terapi musik adalah pemberian elemen musik kepada seseorang untuk memberikan efek
terapeutik. Terapi musik merupakan teknik yang sangat mudah dilakukan, terjangkau serta
memiliki efek samping lebih kecil dibandingkan dengan terapi farmakologis. Efek pemberian
terapi musik menunjukkan bahwa musik dapat memengaruhi ketegangan atau kondisi rileks
seseorang, karena dapat merangsang pengeluaran endorfin dan serotonin yang dapat
membuat tubuh merasa lebih rileks (Finasari, 2014).

B. Saran
Pembaca yang budiman, kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki
baik dari segi tulisan maupun bahasa yang kami sajikan, oleh karena itu kami berpesan
kepada pembaca, apabila suatu yang positif dan sebuah coretan yang kami buat, dan semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kami maupun pembaca. Dan menjadi wawasan kita dalam
memahami bahasa kita sendiri dan sebagai kata marilah terus berusaha untuk menggapai
sebuah cita-cita yang luhur.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/650949accde0bf4bc153ab9b4c2beea3.pdf diakses
pada tanggal 08 Maret 2022 pukul 09:54 WiB

http://eprints.ums.ac.id/36645/3/BAB%20I%20.pdf diakses pada tanggal 08 Maret 2022 pukul


12:09 WIB

http://etheses.uin-malang.ac.id/2241/5/08410114_Bab_2.pdf diakses pada tanggal 08 Maret 2022


pukul 16:23 WIB

19

Anda mungkin juga menyukai