I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya
(hubungan timbal balik). Kehidupan organisme yang ada pada wilayah atau habitat tertentu
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan abiotik maupun biotik. Faktor lingkungan tersebut
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap organisme dalam proses perkembangannya.
Apabila terjadi gangguan terhadap lingkungan maka secara langsung akan berdampak pada
populasi dari organisme tersebut (Odum, 1971).
Lingkungan yang baik pada sebuah habitat akan menjamin keberlangsungan hidup suatu
individu. Tidak ada organisme yang mampu berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang ada dan harus ada kondisi lingkungan yang ada tertentu yang berperan
terhadapnya dan menentukan kondisi hidupnya. Lingkungan merupakan kompleks dari berbagai
faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak hanya antara faktor biotik dan abiotik,
akan tetapi antara biotik itu sendiri dan juga antara abiotik dengan abiotik (Campbell, Reece and
Mitchel, 2004).
Faktor lingkungan mencakup segala sesuatu yang ada di daratan maupun perairan. Sama
seperti halnya faktor lingkungan di daratan atau yang dikenal dengan faktor terestrial, pada
daerah akuatik juga dipengaruhi oleh biotik dan abiotik. Faktor biotik yang mendomonasi adalah
kehidupan hewan dan tumbuhan yang membutuhkan lingkungan yang stabil untuk
perkembangannya. Contohnya, tumbuhan memerlukan cahaya untuk berfotosintesis. Jadi,
terdapat hubungan yang kompleks dari faktor tersebut (Resosoedarmo, Kartawirata, Soegianto,
1985).
Faktor abiotik yang mempengaruhi lingkungan biotik merupakan komponen tak hidup
berupa faktor fisika maupun faktor kimiawi yang merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen abiotik dapat berupa faktor
yang mempengaruhi distribusi organisme seperti suhu
air, cahaya, matahari, kelembaban udara, dan kecepatannya. Faktor tersebut terdapat pada
lingkungan terestrial (daratan) (Soemarwoto, 1991).
Pada faktor biotik yang telah diulas, meliputi semua organisme hidup baik itu konsumen,
produsen, atau dekomposer. Namun, faktor lingkungan yang biotik dianalisis secara kuantitatif
dan kualitatif adalah faktor abiotik. Dalam mencari data kuantitatif dan kualitatif tersebut
dibutuhkan alat khusus atau alat tertentu (Hanum, 2009).
Faktor lingkungan terestrial yang meliputi daerah daerah membutuhkan alat yang bisa
digunakan didarat untuk mengukur berapa faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban udara,
maupun ditanah atau permukaan. Untuk itu, perlu pemahaman tentang cara penggunaan alat
dilingkungan terestrial. Hal tersebut yang melatar belakangi faktor lingkungan terestrial.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui faktor lingkungan terestrial dan alat yang digunakan
untuk mengetahui lingkungan terestrial.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Lux Meter
Alat ini terdiri dari dua komponen, yaitu sensor cahaya dan skala pengukuran. Alat ini memiliki
tombol on-off, kemudian kalibrasikan nilai yang tertera pada layar sensor cahaya pada skala
normal atau nol. Data pada daerah yang akan diukur, selanjutnya bandingkan dengan intensitas
cahaya pada daerah yang ternaungi, agar terlihat perbandingan data intensitas cahaya. Menurut
Irshady (2011) lux meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya,
kelebihan alat ini adalah mampu mengkalibrasikan nilai sampai dengan kelipatan 4, alat ini
cukup efektif digunakan untuk pengamatan intensitas cahaya. Cahaya sangat penting untuk
kehidupan organisme di lingkungan terestrial dan menjadi faktor utama dari lingkungan tersebut.
Menurut Hanum (2009), Alat ini menggunakan 2 termometer dimana termometer
pertama untuk mengukur suhu udara biasa dan kedua untuk mengukur suhu udara jenuh karena
bagian bawah tersebut dilengkapi kain basah. Berdasarkan bacaan dari kedua termometer, nilai
kelembaban relatif dapat ditentukan dengan menggunakan tabel konversi tertentu. Selain sling
psychometer kelembaban juga dapat diukur dengan hygrocheck hanna HI 98601 yang dilengkapi
sensor sehingga penggunaan relatif lebih mudah.
3.2.2 Sling Psyhcrometer
Sling psyhcrometer terdiri dari dua pengukuran skala kelembaban, yaitu skala atas dan skala
bawah. Skala atas menunjukkan bahwa udara kering dan skala bawah menunjukkan udara basah
atau lembab. Skala bawah biasanya dibalut dengan kapas yang basahi terlebih dahulu,
selanjutnya putar sling selama 3 menit atau 10 kali kekanan dan kekiri. Kemudian baca skala
yang terbaca dan cocokkan dengan tabel pada buku panduan dan bandingkan skala tersebut
dengan nilai relatif. Semakin kecil nilai yang didapat maka semakin kering kelembaban udara
pada suatu tempat. Menurut Irshady (2011), udara yang lembab memiliki nilai perbandingan
relatif yang rendah. Alat ini merupakan metode konvensional yang digunakan untuk mengukur
kelembaban udara. Kelembaban udara sangat berpengaruh untuk organisme terestrial atau
daratan karena dapat meningkatkan atau mengurangi angka kelahiran.
Alat ini menggunakan 2 termometer dimana termometer pertama untuk mengukur suhu
udara biasa dan kedua untuk mengukur suhu udara jenuh karena bagian bawah tersebut
dilengkapi kain basah. Berdasarkan bacaan dari kedua termometer, nilai kelembaban relatif dapat
ditentukan dengan menggunakan tabel konversi tertentu. Selain sling psychometer kelembaban
juga dapat diukur dengan hygrocheck hanna HI 98601 yang dilengkapi sensor sehingga
penggunaan relatif lebih mudah (Hanum, 2009).
3.6.7 Anemometer
Anemometer merupakan alat pengukur kecepatan angin. Alat ini berbentuk seperti kipas angin
memiliki baling-baling sebagai pengukur kecepatan angin yang berhembus pada lingkungan
sekitar. Alat ini memiliki layar skala kecepatan. Untuk ke akuratan data lakukan pengulangan
pada pengujian data sebanyak tiga kali. Skala 2 m/s menunjukkan data bahwa pada disuatu
daerah atau lingkungan tersebut memiliki angin yang kuat. Menurut Irshady (2011), angin yang
kuat berkisar antara 2-3 m/s. Hal ini dapat dibuktikan dengan kecepatan baling-baling
anemometer berputar dalam jangka 30 detik. Alat ini biasanya diletakkan dalam keadaan
tergantung.
Menurut Hanum (2009), kecepatan angin adalah jarak tempuh angin atau pergerakan
udara persatuan waktu dan dinyatakan dalam satuan meter perdetik (m/s), kilometer perjam
(km/jam) dan mil perjam (mi/j). Satuan mil (mil laut) perjam disebut juga knot (kn) ; 1 kn=1,85
km/jam=1,151mi/j=0,514 m/d atau 1 m/d= 2,237 mi/j=1,944 kn. Kecepatan angin bervariasi
dengan ketinggian tanah sehingga dikenal adanya profil angin, dimana makin tinggi gerakan
angin makin cepat. Kecepatan angin diukur dengan alat yang disebut anemometer.
3.6.8 Termometer
Dari praktikum yang dilakukan untuk pengenalan alat pengukuran suhu udara yaitu dengan
menggunakan suhu udara. Alat ini berbentuk batangan yang memiliki skala pengukuran dalam
satuan calvin atau fahreinhait. Termometer yang sebaiknya digunakan pada penelitian adalah
Termometer maksimum-minimum. Pengecekkan data dapat dilakukan minimal sekali sehari.
Menurut Setiadi (1989), Termometer raksa tidak bisa digunakan untuk penelitian karena hanya
dapat digunakan pada suatu waktu saja, selain itu termometer raksa membutuhkan biaya yang
cukup besar resta perawatan alat yang rutin.
Menurut Handayanto dan Hiriah (2009), untuk mengukur suhu tanah dipergunakan alat
weksler. Termometer pada alat ini disimpan dalam tabung kayu yang ujungnya berupa logam
meruncing. Antara logam dengan termometer terdapat serbuk logam yang menutupi ujung
termometer dan terdapat pada bagian atas logam meruncing tadi. Panas dari tanah akan
mempengaruhi logam dan kemudian akan diinduksikan ke serbuk logam.
Pengukuran temperatur dapat dilakukan secara kuantitaif dan kualitatif. Pengukuran
kauntitatif dinyatakan dalam satuan kalori, yaitu gram kalori atau kilogram kalori sedangkan
pengukuran kualitatif dinyatak dalam derajat celcius, fahrenheit, reamur, atau kelvin. Pengukuran
bisa dilakukan dengan termometer. Prinsip kerjanya berdasarkan pemuaian dan penerutan suatu
zat padat atau cair akibat pemanasan dan pendinginan (Wirakusumah, 2003).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari praktikum faktor lingkungan terestrial ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara
lain :
1. Lux-meter digunakan untuk mengukur intensitas cahaya.
2. Sling psyhcrometer digunakan untuk mengukur kelembaban udara.
3. GPS (Global Position System) digunakan untuk mengukur atau mengetahui ketinggian,
menunjukkan angka ketinggian dan lokasi yang dituju.
4. Corong curah hujan digunakan untuk menghitung volume curah hujan.
5. pH meter digunakan untuk pengukuran suhu pada tanah.
6. Soil moisture meter digunakan untuk mengukur kelembaban tanah.
7. Anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan angin.
8. Termometer digunakan untuk mengukur suhu udara.
4.2 Saran
Dalam melaksanakan praktikum ini disarankan kepada praktikan agar lebih memperhatikan
penjelasan dan cara penggunaan alat.
DAFTAR PUSTAKA