Bab ini membahas tentang riwayat hidup K.H. Maimoen Zubair dalam
membangun jati diri, meneguhkan eksistensi, serta kiprahnya dalam pendirian
Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang dari sejak ia lahir pada 1928 sampai dengan
2003. Pembahasan dimulai dari masa kecil dan latar belakang keluarga, memban-
gun jaringan keilmuan Jawa-Haramain, membina rumah tangga dan menyiapkan
generasi, berjuang menuntun umat dengan beberapa gagasan yaitu; Nasionalis-Re-
ligius, hubungan Islam dan Negara, dan mengakhiri konflik perselisihan, karya-
karyanya, dan pendirian Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang. K.H. Maimoen
Zubair dikenal sebagai seorang ulama, politikus dan tokoh masyarakat yang
mendirikan pesantren di daerahnya. Pembahasan mengenai biografi K.H.
Maimoen Zubair sangat penting untuk menjadi dasar bagaimana ia dapat
mendirikan pondok pesantren yang awalnya berbasis salaf, kemudian dapat
berkembang menyesuaikan dengan zaman dengan tetap mempertahankan
kesalafannya, sehingga banyak santri dari berbagai daerah di Indonesia
berbondong-bondong untuk mengaji kepadanya.
98
99
Kiai Zubair Dahlan, tetapi ada beberapa ulama lain yang ikut andil untuk
mendoakan jabang bayi yang sedang dikandung oleh Nyai Mahmudah. Ulama itu
adalah Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Bisri Syansuri.
Ketiga ulama tersebut diminta oleh Kiai Syuaib1 agar berkenan membacakan doa
yang ditiupkan ke dalam air agar diminum oleh Nyai Mahmudah yang
kandungannya sudah berusia sembilan bulan. Tujuan dari permintaan tersebut
adalah untuk mencari berkah, supaya kelak jabang bayi yang dikandung oleh Nyai
Mahmudah keluar dengan selamat dan menjadi anak yang saleh dan salehah yang
dapat memberikan manfaat bagi agama, nusa, dan bangsanya. Kelahiran bayi yang
dikandung Nyai Mahmudah itu, bertepatan dengan Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928 M para pemuda-pemuda Indonesia sedang melakukan pergerakan nasional
untuk melawan penjajah. Penjajah tidak akan bisa diusir kecuali pemuda-pemudi
Indonesia menyatukan tekad, dan saat itulah lahirlah Sumpah Pemuda. Di saat
para pemuda-pemudi dari Sabang sampai Merauke mengikrarkan Sumpah
Pemuda, bayi yang ditunggu-tunggu kelahirannya oleh Bani Syu’aib dan Bani
Dahlan akhirnya lahir dengan selamat di Desa Karangmangu Kecamatan Sarang
bertepatan pada Kamis Legi bulan Sya’ban 1348 H atau 28 Oktober 1928 M.
Kemudian Kiai Zubair Dahlan memberikan nama yang indah untuk putranya yaitu
Maimoen. Nama tersebut mempunyai arti “yang diberkati” atau “yang
beruntung”. Nama yang mengandung sejarah dan makna yang terserat.2
1
Kakek dari K.H. Maimoen Zubair.
2
Ulum, K.H. Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 58-61.
100
3
Mertua dari Kiai Zubair Dahlan.
4
Maimoen Zubair, Tarajim (Sarang: PP. Al-Anwar, 2002), hlm. 59.
102
Hidup sebagai seorang putra kiai di lingkungan pesantren yang kuat akan
pendidikan agama Islam, membuat Maimoen selalu diawasi dengan ketat oleh
ayahnya. Selain ayahnya yang berperan penting dalam pendidikannya adalah sang
kakek, Kiai Ahmad dan sang buyut, Kiai Syu’aib. Mereka sangat berperan aktif
dalam pembentukan karakter keulamaan Maimoen. Maimoen mempelajari dasar-
dasar ilmu agama Islam dari ayahnya dan keluarga, terlebih Bani Syu’aib dan
Bani Dahlan. Ia sangat bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu agama. Ia
menghafalkan beberapa matan kitab yang disimak langsung oleh Kiai Zubair
Dahlan, seperti matan Kitab al-Jurumiyyah, Nadham al-‘Imrithi, al-Fiyah Ibnu
Malik, Nadham Matan Jauharatu al-Tauhid, al-Sulam al-Munawraq, dan al-
Rahabiyyah. Kegiatan menghafal kitab-kitab dasar ini sudah menjadi sebuah
tradisi yang diwajibkan bagi santri-santri yang belajar di Pondok Pesantren Sarang
dari zaman dahulu hingga sekarang. Selain menyimakkan hafalan kitab-kitab
dasar ilmu agama kepada Kiai Zubair Dahlan, Maimoen juga mengikuti pengajian
yang diselenggarakan ayahnya, seperti pengajian Kitab Fathal Qarib, Fathal
Muin dan Fathal Wahhab.5
Akan tetapi, dalam masalah bacaan Al-Qur’an, Maimoen belajar kepada
ibunya, Nyai Mahmudah. Setiap selesai shalat Ashar, Kiai Zubair Dahlan selalu
membaca Al-Qur’an sambil memahami arti per ayat. Ia tahu dan bisa merasakan
letak awal dan akhir kalimat, tanpa terpaku pada tanda wakaf dan tanda akhir ayat.
Ia sering kali berpesan kepada putranya (Maimoen) agar selalu terbiasa membaca
Al-Qur’an dengan memahami artinya, meski hanya membaca beberapa ayat saja.6
Tim Karya Ilmiah MGS, Mengenal Lebih Dekat Masyayikh Sarang, hlm.
6
111.
103
Gambar 3.4 K.H. Maimoen Zubair saat muda, publikasi 31 Agustus 219
(Sumber: Youtube RAS tv, 31 Agustus 219)
Kiai Zubair Dahlan tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga
mengajarkan ilmu umum. Terlebih ilmu-ilmu yang ada keterkaitannya dengan
nasionalisme dan patriotisme. Sebab saat itu, Indonesia sedang dalam kondisi
dijajah oleh Belanda, Jepang, dan dilanjutkan dengan kembalinya Belanda
yang membonceng Netherland Indies Civil Administration (NICA). Ketika
umur Maimoen empat tahun, Kiai Zubair Dahlan mengajarkan menulis huruf
Latin, huruf Hanocoroko, dan cara berbahasa Melayu dengan baik. Saat
umurnya 15 tahun, Kiai Zubair Dahlan menyuruh Maimoen untuk membaca
dan mempelajari koran, majalah, buku-buku penyemangat, seperti majalah
“Penyebar Semangat”, buku karya Imam Supriadi, Budi Utomo, dan buku-
buku terbitan Budi Pustaka Jakarta. Maimoen juga menguasai bahasa Belanda
yang ia pelajari dari ayahandanya. Maimoen sering diajak oleh Kiai Zubair
Dahlan untuk sowan (berkunjung) kepada ulama-ulama alim yang bertebaran
di Pulau Jawa, salah satunya adalah Kiai Ihsan dari Jampes. Ia juga sering
diajak untuk melihat peninggalan-peninggalan sejarah orang-orang terdahulu,
104
seperti untuk melihat makam leluhurnya yang tidak ada batu nisannya. Tidak
heran jika banyak sejarah-sejarah penting yang terekam dalam diri Maimoen,
baik yang ia dapatkan dari pengalamannya sendiri atau yang ia dapatkan dari
cerita-cerita Kiai Syu’aib, Kiai Ahmad, Kiai Zubair Dahlan, Kiai Bisri
Syansuri, Kiai Bisri Mustofa dan ulama-ulama yang lain yang pernah ia
temui. Dari banyaknya pengalaman itu, ia dapat dengan mudah menerangkan
tentang sejarah Islam maupun Nusantara.7
Kiai Zubair Dahlan merupakan salah satu bagian terpenting dari para kiai
Nahdlatul Ulama (NU), khususnya wilayah Rembang. Ia senantiasa setia dengan
bangsanya dengan menanamkan rasa cinta Tanah Air kepada keluarga dan murid-
muridnya. Semangat “Hubbul Wathan Minal Iman” ini ia wariskan kepada
putranya Maimoen.8
12
ppalanwarsarangPpalanwarsarang, “Tausiyah K.H. Maimoen Zubair dan
Haflah Akhirussanah MGS”, (Youtube, April 29, 2018.
https://www.youtube.com/watch?v=nMzDjPCqWLA&t =522s, (ppalan-
warsarangdiakses pada ….. 00:01).
108
Pada masa itu, usia Maimoen adalah 17 tahun, masa pemuda dalam
kesemangatan belajar. Tidak hanya kepada Mbah Manab, di Pesantren
Lirboyo ini Maimoen juga belajar kepada Kiai Marzuki Dahlan, Kiai Mahrus
Ali (keduanya adalah menantu andalan Mbah Manab) dan Kiai Ma’ruf
Kedunglo yang terkenal sebagai ulama yang mempunyai banyak karomah dan
mustajab doanya. Dari Kiai Ma’ruf Kedunglo ini, Maimoen mendapatkan
ijazah beberapa doa dan wirid.13
Gambar 3.7 Kiai Abdul Karim (Mbah Manab), publikasi 1 Juli 2016
(Sumber: https://facebook.com/SyaikhunaMaimoenZubair/2016/7/1/)
13
Wawancara dengan dengan K.H. Zaki Mubarok, 7 menantu dari K.H.
Abdullah Ubab (Putra K.H. Maimoen Zubair), 07 Maret 2021. Ia adalah menantu
dari K.H. Abdullah Ubab (Putra K.H. Maimoen Zubair).
109
Gambar 3.8
Kiai Marzuki
Dahlan, publikasi 28 Januari 2020
(Sumber: https://bangkitmedia.com/2020/1/28/)
15
Wawancara dengan dengan K.H. Zaki Mubarok, 7 Maret 2021. menantu
dari K.H. Abdullah Ubab (Putra K.H. Maimoen Zubair), 07 Maret 2021.
112
16
Menurut terjemahan tafsir Kementerian Agama, Tafaqquh fiddin yang
tersurat dalam ayat 122 dari surat at-Taubah adalah: kewajiban menuntut ilmu
pengetahuan yang ditekankan dalam bidang ilmu agama. Namun agama adalah
sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dari segi kehidupan manusia. Setiap
ilmu yang berguna dan dapat mencerdaskan umat serta mensejahterakan
kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama. (Keme-
nag, “Meneguhkan Unggulan Tafaqquh Fiddin Madrasah”, https://dki.kemenag.-
go.id/artikel/ meneguhkan-keunggulan-tafaqquh-fiddin-madrasah, (diakses pada
15 Oktober 2021, pukul 23.56).
17
Ulum, K.H. Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 68.
18
Ulum, K.H. Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 70.
113
Gambar 3.18
K.H. Maimoen Zubair muda, publikasi 10 Agustus 2019
(Sumber: : https://KiaiMaimoen-Santrijagad.html/2019/8/10)
117
b. Belajar di Haramain
Setelah Belanda keluar dari Indonesia, pada 1950 M Maimoen yang saat itu
berusia 21 tahun, meninggalkan kampung halaman bersama Kiai Ahmad bin
Syu’aib dan pamannya Kiai Abdurrahim bin Ahmad untuk berangkat menunaikan
ibadah haji. Selain menunaikan ibadah haji, tujuan Maimoen diajak ke Haramain
(Makkah dan Madinah) adalah agar ia dapat belajar kepada ulama-ulama
Haramain untuk lebih memperdalam ilmu agamanya. Tradisi seperti ini sudah
dilakukan oleh leluhurnya mulai dari Kiai Ghozali bin Lanah, Kiai Syu’aib bin
118
Abdurrozak, Kiai Ahmad bin Syu’aib, dan Kiai Zubair Dahlan. Biaya sepenuhnya
ditanggung oleh Kiai Ahmad bin Syu’aib.20
Saat di Haramain, Maimoen belajar kepada ulama-ulama yang mengajar
di Masjidil Haram dan Madrasah Darul Ulum Makkah yang merupakan
madrasah rintisan ulama Jawiyyin (ulama Nusantara-Melayu di Haramain).
Mengikuti jejak ayahnya, Maimoen belajar kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-
Maliki, Maimoen mempelajari kitab Nadham Baiquniyah yang menerangkan
tentang disiplin ilmu Musthalahul Hadist mulai awal hingga akhir dan juga
mengaji Syarah Ibnu Aqil. Kepada Syekh Hasan al-Masyath yang merupakan
ulama pakar Hadist dan ilmu Ushul, Maimoen mempelajari Nadhom Tholiatul
Anwar dan syarahnya. Kepada Syekh Muhammad Amin al-Kutbi yang merupakan
ulama pakar Gramatika Arab dan Hadist, Maimoen belajar kitab Riyadus Shalihin
karya Imam Nawawi. Kepada Syekh Abdul Qodir al-Mindili yang merupakan
ulama asal Mandailing, Sumatra Utara yang bermukim di Makkah, Maimoen
belajar Nadham Waraqat karya Imam Haramain dan syarahnya. Kepada Syekh
Yasin al-Fadani yang merupakan ulama asal Padang, Sumatra Barat, Maimoen
mempelajari kitab Sunan Abi Dawud. Kepada Syekh Yasin bin Isa al-Fadani ini,
banyak sanad keilmuan Maimoen yang bersambung kepada mushannif (penulis)-
nya. Kepada Syekh Abdullah bin Nuh yang merupakan ulama asal Malaysia yang
bermukim di Makkah, Maimoen mempelajari tata cara membaca Al-Qur’an
dengan baik dan benar. Dari sekian banyak kitab yang dipelajari Maimoen kepada
ulama-ulama Haramain, yang berhasil dikhatamkan dengan sempurna hanya ada
tiga, yaitu Waraqat, Baiquniyyah dan kitab karya Syekh Zam-Zami dalam bidang
ilmu Tafsir. Maimoen tidak dapat mengkhatamkan semua kitab karena ia hanya
sebentar di Makkah, yaitu dari 1949-1951 M. Sebenarnya Maimoen ingin belajar
di Haramain sampai 1953 M, tetapi karena adanya musibah yang menimpa umat
Islam asal Indonesia yang bermukim di Haramain, maka ia memutuskan untuk
kembali ke tanah air.21
20
Ulum, K.H. Maimoen Zubair, hlm. 74.
21
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Membuka Cakrawala Keilmuan, hlm. 6-7.
119
Makna Tabarruk berasal dari kata barakah, yang berarti bertambah. Se-
22
mentara tabarruk adalah mencari berkah dengan hal-hal baik dari Allah SWT. Se-
cara khusus Imam al-Bukhari dalam kitab shahihnya mencantumkan bab tentang
mencari berkah dengan peninggalan-peninggalan Rasulullah. Lihat (Yusuf
Khatthar Muhammad, al Mausu’ah al Yusufiyah (, (Damaskus: Nadr, 1999), hlm.
174.
23
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Membuka Cakrawala Keilmuan, hlm. 8.
120
(Sumber: https://daerah.sindonews.com/2017/12/17/)
Gambar 3.24 K.H. Maimoen Zubair bersama Syekh Yasin al-Fadani, publikasi 30
November 2016
(Sumber: https://www.facebook.com/serambisarang/2016/11/30/)
Gambar 3.26 K.H. Maimoen Zubair bersama Syekh Muhammad Said Romadlon
Al-Bhuty (Damascus), publikasi 8 Maret 2015
(Sumber: https://www.facebook.com/muhadloroh-alanwarsarang/2015/3/8)
Gambar 3.27 K.H. Maimoen Zubair bersama Syekh Yusri Rusydi al-Hasani,
Januari 2017
(Sumber: https://langit7.id/2017/1/)
123
Gambar 3.28 Masyayikh Sarang (dari kiri ke kanan: K.H. Maimoen Zubair, K.H.
Musa Nurhadi, K.H. Ali Masyfu’, K.H. Kholil Bisri dan K.H. Faqih Imam),
publikasi 9 Desember 2016
(Sumber:
https://https://www.facebook.com/muhadloroh-ppalanwarsarang/2016/12/9)
Gambar 3.29 K.H. Maimoen Zubair bersama Syekh Abu Kamal, 8 Februari
2017
(Sumber:
https://www.facebook.com/muhadloroh-ppalanwarsarang/2017/2/8)
124
Gambar 3.30 K.H. Maimooen Zubair bersama K.H. Aqil Sirojd, publikasi 2
Agustus 2020
(Sumber: https://twitter.com/generasi_mudanu/2020/8/2/)
Gambar 3.31 K.H. Maimoen Zubair dengan K.H. Abdul Nashir, publikasi 16
April 2020
(Sumber: https://zawaya.id/2020/4/16/)
125
Gambar 3.32 K.H. Maimoen Zubair bersama Gus Dur & Gus Baqoh, publikasi 26
November 2019
(Sumber: https://alif.id/2019/11/26/)
Gambar 3.33 K.H. Maimoen Zubair bersama Syekh Rajab Dieb (Suriah)
dan Syekh Hisyam Kabbani (USA), publikasi 15 Juni 2016
(Sumber: https://https://www.facebook.com/muhadloroh-alanwarsarang/
2016/6/15)
126
Gambar 3.34 K.H. Maimoen Zubair bersama K.H. Ma’ruf Amin (Wakil Presiden
RI),
publikasi 4 September 2018
(Sumber: https://jateng.inews.id/2018/9/4/)
Gambar 3.35 K.H. Maimoen Zubair bersama KH. Sahal Mahfudz dalam sebuah
acara NU pada Februari 1986
127
(Sumber: https://www.facebook.com/ponpesalanwarsarang/1986/2/)
Jaringan keilmuan K.H. Maimoen Zubair sudah tidak bisa diragukan lagi.
Berkat perjalanannya dalam menuntut ilmu agama ini, K.H. Maimoen Zubair
dikenal sebagai ulama karismatik yang dikenal tidak hanya di Indonesia, tetapi
sampai Haramain. Ia juga menjadi ulama Ahli Fiqh yang menjadi rujukan para
ulama di Indonesia. Jadi, jaringan keulamaan K.H. Maimoen Zubair dari Nusan-
tara (lebih tepatnya Jawa) sampai dengan Haramain. Kiprah keulamaan K.H.
Maimoen Zubair tidak hanya melalui ilmu, tetapi juga melalui kiprahnya dalam
berbagai organisasi. Jaringan tersebut ia dapatkan dari pendahulunya, kemudian
sekarang dilanjutkan oleh anak-anaknya.24
Gambar 3.36 Penghargaan Ahlul Bait dari Palestina untuk K.H. Maimoen Zubair,
05 Juni 2018
(Sumber: Buku K.H. Zubair Dahlan Kontribusi Kiai Sarang untuk Nusantara &
Dunia Islam, 2018/6/5)
Gambar 3.37 K.H. Maimoen Zubair dan Nyai Hj. Fahimah, publikasi 11 Agustus
2019
(Sumber:
https://www.facebook.com/lembagagarudamudaindonesiaorganization/2019/8/11/
)
129
putra pertama beserta sang menantu, K.H. Abdullah Ubab dan Nyai Hj.
Roudlotul Jannah. Pada 1999 M, Nyai Hj. Fahimah menunaikan ibadah haji
lagi bersama putra kedua dan menantunya, K.H. Muhammad Najih dan Nyai
Hj. Mutammimah.26
26
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 78.
131
detik wafatnya, Ibu Nyai Hj. Fahimah hendak mengambil air wudhu untuk
menjalankan ibadah shalat, tidak lama setelah peristiwa itu ia dipanggil ke
Rahmatullah. Santri-santri yang waktu itu sedang menjalankan rutinitas
musyawarah, langsung bubar di saat mendengar kabar tersebut. Bacaan Al-
Qur’an tidak henti-hentinya dilantunkan para santri dari malam hingga Ibu
Nyai Hj. Fahimah dikebumikan. Berita duka cepat tersebar hingga ke plosok
Nusantara dan Timur Tengah. Sarang dipenuhi dengan begitu banyak manusia
untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Ibu Nyai Hj. Fahimah.
Ucapan bela sungkawa, baik melalui karangan bunga atau yang lainnya selalu
berdatangan mulai dari pejabat pusat hingga rakyat biasa. Semuanya ikut
berduka atas wafatnya Ibu Nyai Hj. Fahimah. Shalat jenazah dikerjakan silih
berganti hingga lebih dari 17 kali dengan gelombang jamaah yang besar,
memadati Mushalla Pondok Pesantren Al-Anwar. Selain itu, shalat jenazah bil
ghaib (shalat jenazah yang dilakukan tanpa adanya jenazah) juga dikerjakan di
Makkah, di Dar al-Ulum dengan jumlah yang besar juga.27
Pada pernikahan dengan Nyai Hj. Fahimah, K.H. Maimoen Zubair
dikaruniai tujuh putra, empat meninggal dunia ketika masih kecil, sedangkan
yang tiga orang anak masih menyertainya. Mereka antara lain adalah sebagai
berikut.
27
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 80.
132
mengikuti jejak sang ayah yang dahulu pernah menjadi santri di sana. Saat di
Kediri, selain mondok ia juga belajar di Universitas Tri Bakti Kediri.
Abdullah Ubab dewasa terkenal dengan pergaulan yang supel, baik dengan
kawan maupun lawan, serta mempunyai solidaritas yang tinggi dan
tawadhu’.28
Setelah lulus dari Lirboyo, ia melanjutkan perjalanan belajar ke tanah
Haram (Makkah) untuk mengabdi dan mengaji di bawah bimbingan Sayyid
Muhammad bin ‘Alawi al-Malikiy. Setelah ia kembali dari Makkah, ia
mengembangkan dan memperjuangkan ajaran ulama salaf di kelas
Muhadlarah. Ia memegang cabang Ushul Fiqih dengan mengajar kitab
Ghayatul Wushul. Bersama dengan para Masyayikh (kiai-kiai), ia ikut
mengembangkan pesantren Sarang khususnya Pondok Pesantren Al-Anwar. Ia
juga gigih memperjuangkan Islam lewat medan politik, terbukti dari 1990 M
ia masih menjabat sebagai pengurus Dewan Pengurus Cabang (DPC) PPP
Kabupaten Rembang. Ia menikah dengan putri dari K.H. Abdul Ghofur
bernama Raudhatul Jannah dari Senori Kabupaten Tuban Jawa Timur dan
dianugrahi putra putri sebanyak 10 (sepuluh) orang yaitu Agus Rosyid, Agus
Robah, Agus Roqib, Agus Rojih, Ning Afro’, Agus Rofi’ Mahdi, Agus
Rauhan, Ning Aliyah, Ning Azza, dan Agus Roghib Sa’ad.29
28
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 102.
29
Tim Mading Ishmah, ”K.H. Abdullah Ubab Maimoen (Putra Pertama)”
(http://ppalanwar.com/index.php/news/12/33/KH-Abdullah-Ubab-Maimoen-
Putra-Pertama.html, diakses pada 7 Januari 2021).
133
Gambar 3.39
K.H. Abdullah Ubab, publikasi 16 Oktober 2020
(Sumber: https://www.twitter.com/ppalanwarsarang/2020/10/16)
Gambar 3.40 K.H. Abdullah Ubab dan K.H. Maimoen Zubair 28 Juni 2016
(Sumber: Buku K.H. Maimoen Zubair Sang Kiai Teladan, 2016/6/28/)
30
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 104.
135
Pada 1982 M, ia berangkat ke tanah suci Makkah untuk mencari jati diri
dengan berbekal semangat dan tekad yang sungguh-sungguh untuk
memperdalam ilmu agama. Saat berada di sana, ia belajar di Darut Tauhid
yang diasuh Sayyid Muhammad Alawi al-Malikiy. Gus Najih merupakan
murid yang sangat tekun dan rajin. Selain belajar, ia juga setia berkhidmat
pada Sayyid Muhammad Alawi al-Malikiy dengan cara meladeni Sayyid
Muhammad Alawi al-Malikiy serta melaksanakan tugas-tugas yang
diperintahkan olehnya. Ia mengaji kepada Sayyid Muhammad Alawi al-
Malikiy selama dua kali dalam sehari semalam, setelah sholat Subuh dan
Magrib. Meskipun waktunya terbagi begitu banyak, hal itu tidak pernah
menyurutkan minatnya untuk tetap bersemangat menjadi pelayan ilmu. Berkat
semangat belajar yang selalu membara dalam jiwa, akhirnya ia menjadi
seorang santri yang menonjol dan berkualitas. Ia menjadi salah satu santri
31
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 105.
136
32
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 107.
33
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 108.
34
Tim Mading Ishmah, ”K.H. Muhammad Najih Maimoen (Putra Kedua)”
(http://ppalanwar.com/index.php/news/13/33/KH-Muhammad-Najih-Maimoen-
Putra-Kedua.html, diakses pada 7 Januari 2021).
137
seorang ulama yang produktif dan kreatif dalam menghasilkan sebuah karya.
Kebiasaan ini sudah dikerjakannya sejak belajar di Makkah. Tercatat, selama
menjadi santri di Makkah, ia telah menghasilkan beberapa karya, salah
satunya adalah at-Tajrid al-Mushoffa li Marfu’at al-Muwatto’ ila al-
Musthofa. Kebanyakan karya-karya K.H. Muhammad Najih selama sudah di
Indonesia adalah tentang menanggapi paham-paham yang melenceng dari
ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, seperti Liberalisme, Pluralisme, Wahabisme,
Syiah, dan lain-lain dari berbagai macam paham sesat yang berkembang di
Nusantara. Jika ada paham sesat yang muncul, maka ia bergegas akan
menampiknya dengan cara perbuatan, dengan ucapan dan mengarang sebuah
kitab atau buku.35
Gambar 3.43
K.H.
Muhammad
Najih dan K.H.
Maimoen
Zubair, 28 Juni
2016
(Sumber: Buku K.H. Maimoen Zubair Snag Kiai Teladan, 2016/6/28/)
35
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 110.
139
Gambar 3.45 Ibu Nyai Hj. Shobihah Musthofa & suami bersama K.H.
Maimoen Zubair, 28 Juni 2016
(Sumber: Buku K.H. Maimoen Zubair Sang Kiai Teladan, 2016/6/28/)
Gambar 3.46 K.H. Maimoen Zubair dan Nyai Hj. Masti’ah 1970
(Sumber: Buku K.H. Maimoen Zubair Membuka Cakrawala Keilmuan 1970)
Kedua, K.H. Maimoen Zubair menikah dengan Nyai Hj. Siti Masti’ah
putri dari Kiai Idris Cepu atas kemauannya sendiri. Nyai Hj. Mati’ah yang
saat itu berstatus sebagai janda merupakan seorang yang aktif dalam kegiatan
majlis ta’lim dan kegiatan sosial keagamaan. Alasan inilah yang membuat
K.H. Maimoen Zubair tertarik akan jiwa juang dan kemuliaan hatinya.37
Secara geneologis Ibu Nyai Hj. Masthi’ah berasal dari keturunan Mbah
Syambu Lasem, sebagaimana nasab Ibu Nyai Hj. Fahimah. Ia adalah putri
pertama dari Kiai Idris bin Kiai Umar bin Kiai Abdul Karim bin Ki Tawangsa
37
Sya’roni, Menyibak Pondok Pesantren Putri Al-Anwar, hlm. 17.
141
bin Ahmad bin Muhammad bin Abdur Rahman yang populer dengan sebutan
Mbah Syambu Lasem. Kiai Idris adalah putra dari seorang ulama pengasuh
pondok pesantren di Gagaan Cepu Blora Jawa Tengah. Selain mengaji pada
ayahnya sendiri, ia juga pernah mengenyam pendidikan di Cirebon Jawa
Barat. Sekembalinya dari pesantren, ia mengajar di daerah sekitar Cepu. Ia
menjalani kehidupan dengan penuh kesederhanaan, segala amaliyah sehari-
hari yang ia lakukan merupakan cermin akan keluhuran budi pekerti yang ia
miliki. Ia mengajar anak-anak sekitar untuk mengaji di Masjid Jami’ Cepu. 38
Ibu dari Hj. Masthi’ah bernama Rusmini dari Cepu. Ibu Rusmini adalah
sosok wanita yang rajin beribadah. Puasa Senin Kamis merupakan kegemaran
tersendiri yang tidak pernah ia tinggalkan, sedangkan tirakat merupakan
kebiasaan yang selalu ia jalani. Ia juga istiqomah melakukan shalat tahajjud di
tengah malam bersama suami, Kiai Idris. Apabila mendengar anak-anak
sedang menghadapi ujian sekolah, maka sang ibu pasti berpuasa setiap hari
hingga ujian selesai. Hal ini ia lakukan semata-mata demi kesuksesan
ananknya. Ada sebuah hal menarik yang ia alami saat mengandung pertama
kali. Kelak, bayi yang lahir dari kandungan tersebut akan menjadi seorang
wanita bernama Masthi’ah. Pada tengah malam, Ibu Rusmini bermimpi
menerima cincin dari Rasulullah SAW. Seketika itu ia segera bangun dan
merenungkan cikal bakal siapa yang kelak lahir. Beberapa hari kemudian, ia
berkunjung ke rumah kakaknya, Kiai Siroj yang terkenal alim dan meminta
supaya sang kakak menjelaskan perihal maksud mimpi yang pernah ia alami.
Kiai Siroj memaparkan dengan tersenyum menaruh harap dan yakin bahwa
jabang bayi yang lahir akan menjadi sosok yang istimewa, tangguh dan tabah
dalam menghadapi setiap masalah. Mendengar penjelasan tersebut, ia merasa
bahagia. Atas arahan sang kakak, maka bayi tersbut diberi nama Mathi’ah.39
Masthi’ah lahir pada 1945 M, pada saat Indonesia mengalami kemelut
perang untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu, sang kakek yang
bernama Kiai Umar sedang mengemban tugas dari Kiai Mahrus Ali Lirboyo
38
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 81.
39
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 82.
142
42
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 86.
144
dilalui Kiai Abdul Qodir dengan baik. Beberapa hari kemudian, akad
pernikahan dilaksanakan. Mereka berdua dikaruniai seorang putri bernama
Nurus Shobah. Saat kehamilan kedua, rumah tangganya diuji oleh Allah,
sehingga Nyai Mathi’ah menjadi seorang janda. Semasa janda dan dalam
kondisi hamil, ternyata tidak mengurangi rasa cinta dan kepeduliannya pada
lingkungan, ia tetap berjuang menyebarkan agama Islam. Ia selalu berfikir dan
merenung bagaimana caranya Islam semakin jayadi bumi Cepu. Mengingat
faham komunis masih dominan dan harus dicarikan jalan keluar untuk
menumpasnya, maka Nyai Masthi’ah selalu aktif mengadakan dan mengikuti
kegiatan-kegiatan yang berbau penyebaran tentang Islam. Contoh saat ia ikut
meramaikan perlombaan membaca Al-Qur’an se-Kabupaten Blora dengan
hasil sangat memuaskan karena berhasil meraih juara pertama. Selanjutnya,
bayi di dalam kandungan Nyai Mathi’ah lahir dan diberi nama Nur Laila. Ia
juga masih terus menegakkan agama Allah dengan penuh kelembutan dan
ketelatenan, sehingga ia berhasil mengetuk nurani dua orang Tionghoa untuk
memeluk agama Islam dan ia menuntunnya langsung dalampembacaan dua
kalimat syahadat. Sebagai ucapan syukur kepada Allah dan rasa terima kasih
kepada Nyai Masthi’ah yang telah menuntun kepada agama Islam, kedua
orang Tionghoa tersebut merelakan rumahnya yang terbilang mewah saat itu
untuk dijadikan kegiatan keagamaan yang kemudian diasuh oleh Nyai
Masthi’ah. Berbagai aktivitas yang dijalani Nyai Masthi’ah di luar, ternyata
menarik simpati setiap insan. Banyak di antara mereka yang ingin
meminangnya, namun ia belum mampu menerima karena masih trauma akan
kegagalan rumah tangga yang pernah ia alami, hingga datang pinangan dari
K.H. Maimoen Zubair yang diterima langsung oleh Kiai Idris karena ia sudah
mengetahui akan kealiman calon menantunya tersebut. Sebelumnya, Kiai Idris
sempat sowan kepada Mbah Hamid Pasuruan dengan tujuan mengutarakan
masalah rumah tangga putrinya. Sesampainya di kediaman Mbah Hamid, dan
sebelum sempat mengutarakan tujuannya, Mbah Hamid berkata: “Pulang
sana !! mau diambil oleh wali mastur (tertutup) kok malah ke sini.”43
43
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 89-90.
145
44
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 91-92.
146
juga tidak terlepas dari pengamatan Ibu Nyai Hj. Masthi’ah semenjak
kedatangannya di Sarang. Ia beradabtasi dan bersosialisasi dengan para
tetangga yang kala itu keluar rumah bagi kaum perempuan adalah sesuatu
yang dipandang sebelah mata. Menurut pandangannya, ia menemukan sebagia
masyarakat masih ada yang belum istiqomah (teguh pendirian) dalam
melaksanakan shalat 5 (lima) waktu. Ia juga melihat bahwa kemampuan
masyarakat dalam hal membaca Al-Qur’an dirasa masih kurang. Bermodal
pengalaman yang pernah ia miliki, dengan lemah lembut dan sopan santun Ibu
Nyai Hj. Masthi’ah mengajak mereka untuk selalu rutin dalam melaksanakan
rukun Islam yang kedua tersebut. Kepedulian terhadap masyarakat
menjadikan munculnya talenta kepemimpinan dalam jiwanya. Ibu Nyai Hj.
Masthi’ah tidak mau diam dan berpangkutangan sambil menunggu hasil bagus
datang tanpa usaha yang gigih. Segala upaya yang ia lakukan tidak lepas dari
pantauan dan restu sang suami. Selanjutnya, K.H. Maimoen Zubair membeli
tanah untuk dibangun mushalla yang berdinding bambu sebagai media
dakwah Islam. Saat mushalla sudah berdiri, para tetangga menjadi rajin
berdatangan untuk mengikuti jama’ah shalat lima waktu., apalagi di malam
Jum’at. Mereka sangat senang mengikuti jam’iyah dzibaiyyah meski dengan
alat penerang yang sangat sederhana berupa uplik (lentera). Selain itu, Ibu
Nyai Hj. Masthi’ah juga mengajar Al-Qur’an serta Kitab Durroh An-Nasihin.
Pelan tapi pasti, para ,tetangga mulai berkeinginan menitipkan putrinya agar
mendapatkan didikannya secara langsung. Akhirnya dibangun kamar-kamar
kecil untuk menampung mereka. Kamar-kamar kecil ini lah yang merupakan
cikal bakal pendirian Pondok Pesantren Putri Al-Anwar.45
Peka dengan keadaan adalah salah satu sifat yang dimiliki Ibu Nyai Hj.
Masthi’ah. Setiap langkah yang diambil ia selalu menimbang dan
memperhatikan manfaat maupun akibat. Sebagai contoh, pada 1983 M, ia
mulai merintis pendirian TK (Taman Kanak-kanak) yang berada di Desa
Babak Sarang. Halini bertujuan agar anak-anak di daerah tersebut
memperoleh pendidikan dan pengajaran secara Islami sejak usia dini dengan
45
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 93-94.
147
tidak menutup mata terhadap segala budaya Indonesia. Ia juga tidak pernah
lelah berusaha meningkatkan perkembangan santri yang ia asuh. Ia mendidik
para santri untuk bersosialisasi dengan lingkungan tanpa
menghilangkan jati diri seorang santri. Tanpa henti, ia mengarahkan
santri agar dapat mengemban tanggung jawab atas tugas dan
kepercayaan yang telah diberikan. Salah satu bukti nyata pelatihan yang
telah ia lakukan adalah mengirimkan santri untuk ikut berkiprah di
TK, mengajari anak- anak bermin drum band, atau menggantikan Ibu Nyai
Hj. Masthi’ah untuk berpidato atau sejenisnya di berbagai desa. Para santri
putri juga sering hadir dalam pengajian untuk membaca Al-Qur’an,
hadrah, sholawat dan sebagainya. Ibu Nyai Hj. Masthi’ah senantiasa
memantau jalannya organisasi kepesantrenan demi kemajuan santri yang
ia asuh. Tanpa segan-segan, ia pasti menegur kesalahan yang dilakukan oleh
setiap pengurus, namun karena kebijaksanaan dan kelembutannya, para santri
tetap merasa terayomi dengan keputusan yang ia tetapkan. Mereka semakin
betah bernaung d bawah bendera Al-Anwar putri dalam asuhan K.H.
Maimoen Zubair.46
46
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 95-96.
148
ketua Muslimat serta sebagai kepala sekolah TK, selain itu pada 1990 M ia
mengemban tugas sebagai bendahara pusat organisasi GOP TKI (Gabungan
Organisasi Pengurus Taman Kanak-kanan Indonesia), dan pada 1996 M
mendapat penghargaan TK terbaik kedua se-Kabupaten Rembang atas praktek
manasik haji yang ditampilkan oleh TK Roudlotul Atfal (TK YKU) Sarang.
Pada 2002 M yang merupakan akhir hayatnya telah berdiri 15 unit TK dan
berbagai majlis ta’lim yang tersebar di berbagai penjuru. Pada sela-sela
kesibukannya mengrus berbagai organisasi, eksistensi kepesantrenan Ibu Nyai
Hj. Masthi’ah tidak pernah pudar. Shalat jama’ah 5 waktu dan mengajar Al-
Qur’an kepada semua santri tidak pernah ia tinggalkan meskipun baru datang
dari bepergian. Berbagai kesibukan yang ia jalani, ia tetap menyempatkan diri
untuk memantau perkembangan putra-putrinya, mendidik mereka bagaimana
cara bergaul dengan lingkungan. Ia tidak bosan-bosan memberikan nasehat
kepada anak-anaknya. Perhatian terhadap adik-adik juga menuntut Ibu Nyai
Hj. Masthi’ah untuk ikut bertanggung jawab sebagai seorang kakak yang
berusia lebih tua.tidak seidkit keuntungan usaha sehari-hari yang ia gunakan
untuk membantu biaya pendidikan adik-adiknya. Hal ini mengingat usia sang
ayah semakin bertambah tua sehingga tidak mungkin memikirkan keluarga
sendiri.47
Ibu Nyai Hj. Masthi’ah adalah orang yang sangat dermawan, apalagi
jika berhubungan dengan menyebarkan agama Islam. Ia selalu memberi uang
saku tambahan dalam jumlah yang tidak sedikit demi terealisasinya kegiatan
yang akan diadakan. Ketika memberi ia selalu berusaha agar tangan kiri tetap
tidak mengetahuinya. Sikap supel tanpa pandang bulu pada semua golongan,
baik kaum elit maupun alit menjadikannya mudah diterima oleh berbagai
lapisan masyarakat. Ketika berdakwah ke desa pelosok-pelosok Ibu Nyai Hj.
Masthi’ah harus melewati jalan yang becek dan berlumpur. Bahkan ketika
berdakwah di Desa Pelang Sarang, hampir saja ia tenggelam kedalam sungai
47
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 97-98.
149
Ibu Nyai Hj. Masthi’ah wafat pagi mendadak pada 1 Agustus 2002 M,
hanya ditemani sang suami, K.H. Maimoen Zubair. K.H. Maimoen Zubair
bercerita bahwa saat itu bertepatan kedatangan Menteri Agama di Jombang, ia
menjemput bersama istrinya serta ketua PBNU saat itu yaitu saudara Kiai
Hasyim Muzadi. Pagi hari saat K.H. Maimoen Zubair akan berangkat (untuk
menjemput menteri agama), istrinya meminta waktu sebentar. Ibu Nyai Hj.
Masthi’ah mengumpulkan beberapa kain kafan yang berasal dari Makkah, dan
pagi itu Ibu Nyai Hj. Masthi’ah juga membeli mukena, tetapi K.H. Maimoen
Zubair marah-marah. Ibu Nyai Hj. Masthi’ah menegur suaminya dengan
berkata: “jika sudah tidak sabar ya sudah.” K.H. Maimoen Zubair pun
menjawab: “Sabar.” Mereka berdua kemudian berangkat ke Jombang.
Sesampainya di Jombang, saudara K.H. Maimoen Zubair yang sedang
mengadakan acara pernikahan dan keponakan dari Kiai Abdul Karim Lirboyo
mengalami kecelakaan, sehingga ia dan istrinya terpaksa pergi ke Rumah
Sakiy untuk menjenguk. Saat perjalanan pulang karena merasa sangat lelah,
K.H. Maimoen Zubair tidak bisa melaksanakan Sholat Dhuhur dan Ashar di
Jombang, tetapi ia baru bisa melaksanakan Jama’ Ta’khir saat sampai
perbatasan. Saat di mobil Ibu Nyai Hj. Masthi’ah berbicara dengan K.H.
Maimoen Zubair, karena saat di Masjid K.H. Maimoen Zubair ditawari tukang
gigi untuk memperbagus giginya. Ibu Nyai Hj. Masthi’ah berkata: “kamu kok
macam-macam masalah gigi, gigiku yang rusak ini aku tambal semua, tapi 3
(tiga) hari ini aku cabutkan semua.” K.H. Maimoen Zubair bertanya kepada
istrinya apa maksud dari perkataannya tersebut. Istrinya menjelaskan bahwa
seseorang itu akan merasakan kenikmatan bertemu Allah ketika giginya iu
asli. K.H. Maimoen Zubair menyanggah ucapansang istri dengan berkata
bahwa perkataan istrinya itu tidak baik, sebab membahas penilaian hukum
bertemu Allah, karena menurutnya gigi yang asli dan tidak asli itu tidak ada
48
Ulum, Syaikhuna Wa Usrotuhu, hlm. 99.
150
bedanya. Tapi istrinya tetap bersikeras, Ibu Nyai Hj. Masthi’ah mengatakan
bahwa ia sudah bertekad bagaimanapun juga jika ia bertemu Allah giginya
harus yang asli. Pada jam 11 (sebelas) Ibu Nyai Hj. Masthi’ah sakit, tidak ada
orang kecuali K.H. Maimoen Zubair dan istrinya. Pada pukul 12 (dua belas)
kurang akhirnya Ibu Nyai Hj. Masthi’ah wafat.49
Pada pernikahan dengan Ibu Nyai Hj. Masthi’ah, K.H. Maimoen Zubair
dikaruniai 8 (delapan) orang putra, satu meninggal dunia. Mereka adalah
sebagai berikut:
49
ppalanwarsarang, “Cerita Syaikhina Maimoen Zubair Menjelang Wafatnya
Istrinya Ibu Nyai Masthi’ah”, Youtube, Januari 16, 2020.
https://www.youtube.com/watch?v=SYGrG160CNI (sarang, 0:01).
50
Tim Mading Ishmah, “K.H. Majid Kamil Maimoen (Putra Keempat)”
(http://ppalanwar.com/index.php/news/14/33/KH-Majid-Kamil-Maimoen-Putra-
Keempat.html, diakses pada 7 Januari 2021, pukul 19.55).
151
51
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 113.
152
Gambar 3.49 K.H. Majid Kamil dan K.H. Maimoen Zubair 28 Juni 2016
(Sumber: Buku K.H.Maimoen Zubair Sang Kiai Teladan, 2016/6/28/)
52
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 114-115.
53
Tim Mading Ishmah, “K.H. Abdul Ghofurl Maimoen (Putra Kelima)”
(http://ppalanwar.com/index.php/news/15/33/Dr-KH-Abdul-Ghofur-Maimoen-
MA-Putra-Kelima.html, diakses pada 7 Januari 2021, pukul 20.00).
54
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 118.
154
Gambar 3.51 K.H. Abdul Ghofur dan K.H. Maimoen Zubair 28 Juni 2016
(Sumber: Buku K.H. Maimoen Zubair Sang Kiai Teladan, 2016/6/28/)
55
Tim Mading Ishmah, “K.H. Abdur Ro’uf Maimoen (Putra Keenam)”
(http://ppalanwar.com/index.php/news/16/33/KH-Abdur-Rouf-Maimoen-Putra-
Keenam.html, diakses pada 7 Januari 2021).
155
4.
5.
6.
7.
56
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 120.
156
8.
9.
10.
11.
12.
13. Gambar 3.53 K.H. Abdur Ro’uf dan K.H. Maimoen Zubair, publikasi
15 Juli 2015
14. (Sumber: https://www.facebook.com/muhadloroh-ppalanwar/
2015/7/15)
15.
16. K.H. Muhammad Wafi
Ia merupakan putra keempat K.H. Maimoen Zubair dengan Ibu Nyai Hj.
Masthi’ah yang biasa dipanggil Gus Wafi. Ia lahir di Sarang 15 Maret 1977 M.
Ia mengenyam bimbingan agama sejak kecil melalui sang ayah dan para guru
di MGS. Gus Wafi kecil tumbuh dengan budi pekerti yang baik dan memiliki
kepedulian keilmuan yang tinggi. Pada 1998 M, ia lulus dari MGS, kemudian
ia melanjutkan di Universitas Al-Fattah Al-Islamiy Damaskus, sebuah
universitas terkemuka di Syiria. Saat di sana, ia mendapatkan ‘sentuhan
tangan dingin’ dari Dr. Sa’id Romdhon Al-Buthiy, Dr. Wahbah Az-Zuhailiy,
dan dosen-dosen senior di bidangnya. Selanjutnya, setelah menyelesaikan
jenjang pendidikan 4 (empat) tahun di Syiria, ia meneruskan belajar di
Universitas Zamalik, Kota Tua Kairo Mesir. Ia kembali ke Sarang pada 2004
M, dengan semangat yang membara dan ide-ide brilian, ia ikut membantu
meningkatkan mutu pendidikan di Sarang, khususnya Pondok Pesantren Al-
Anwar Sarang.57 Ia mempunyai jadwal pengajian pada malam Selasa dan
Jum’at dengan cabang kitab Al-Hikam. Adapun istri Gus Wafi adalah Ibu
Nyai Nur Hafshah binti Kiai Mudrik Hudhari dari Tegalrejo Magelang. 58
57
Tim Mading Ishmah, “K.H. Muhammad Wafi Maimoen (Putra Ketujuh)”
(http://ppalanwar.com/index.php/news/17/33/KH-Muhammad-Wafi-Maimoen-
Putra-Ketujuh.html, diakses pada 7 Januari 2021).
58
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 121.
157
Gambar 3.55 K.H. Muhammad Wafi bersama K.H. Maimoen Zubair, 28 Juni
2016
(Sumber: Buku K.H. Maimoen Zubair Sang Kiai Teladan, 2016/6/28/)
Gambar 3.56 Ning Hj. Rodliyah Ghorro’ dan Suaminya, publikasi 19 Juli
2021
(Sumber: https://www.facebook.com/GusAnamLeler/2021/7/19)
59
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 122.
159
Gambar 3.57 Ning Hj. Rodliyah Ghorro’ beserta keluarga dan K.H. Maimoen
Zubair beserta Ibu Nyai Hj. Heni Maryam, 28 Juni 2016
(Sumber: Buku K.H. Maimoen Zubair Sang Kiai Teladan, 2016/6/28/)
(http://ppalanwar.com/index.php/news/952/33/KH-Taj-Yasin-Maimoen.html,
diakses pada 7 Januari 2021).
61
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 123.
160
Gambar 3.59 K.H. Taj Yasin Maimoen & istri bersama K.H. Maimoen
Zubair, publikasi 14 Januari 2018
(Sumber: https://www.haibunda.com/2018/1/14/)
Kesepuluh)”, http://ppalanwar.com/index.php/news/953/33/KH-Muhammad-
Idror-Maimoen.html (diakses pada 7 Januari 2021, pukul 20.20).
63
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 124.
162
Gambar 3.62 K.H. Maimoen Zubair bersama Nyai Hj. Heni Maryam,
publikasi 8 Agustus 2019
(Sumber: https://www.facebook.com/NahdliyyinMedia/2019/8/8/)
Ketiga, K.H. Maimoen Zubair menikah dengan Nyai Hj. Heni Maryam
putri salah satu ulama dari Kudus Jawa Tengah, namun sebenarnya ia lahir di
Desa Telas Pandangan yang termasuk wilayah bagian timur Kabupaten
Rembang. Semenjak dipersunting K.H. Maimoen Zubair, ia banyak
menghabiskan waktunya untuk menyertai sang suami berpartisipasi aktif dalam
Pondok Pesantren Putri Al-Anwar. Ia dekat dengan santri-santri yang sedang
mengaji, dan kerap memberikan wejangan-ejangan kepada para santri demi
kemajuan mereka. Ia juga sering memberikan pidato-pidato penyegar jiwa dalam
acara resmi Pondok Pesantren Putri Al-Anwar. Selain aktif dalam pesantren, ia
juga giat bersosialisasi dengan masyarkat baik secara langsung maupun melalui
forum organisasi. Salah satu organisasi yang ia ikuti adalah Wanita PPP Anak
Cabang Sarang. Jabatan yang ia emban adalah sebagai penasehat. Ia sering
menyampaikan pidato dalam pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh
organisasi tersebut.64 Dari pernikahan ini, K.H. Maimoen Zubair dan Ibu Nyai Hj.
Heni Maryam tidak diberi keturunan. Ibu Nyai Hj. Heni Maryam ini adalah istri
K.H. Maimoen Zubair yang selalu menemani dalam berdakwah ketika kedua
64
Ulum, Syaikhuna Wa Usratuhu, hlm. 100.
164
65
Ulum, K.H. Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 94-95.
Sumber penulis dapatkan dari kata pengantar K.H. Abdul Ghofur (Putra
66
K.H. Maimoen Zubair) dikutip dari Asmani, K.H Maimoen Zubair Sang Maha
Guru.
nantinya akan memberikan keteladanan bagi sikap, perilaku dan keprbadian anak.
Ketika ibu persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya ibu mempersiapkan
bangsa yang baik pokok pangkalnya. Jika seorang ibu itu baik maka baik pula
anaknya. Secara tidak langsung semua tingkah laku ibu akan menjadi panutan
atau sebagai suri tauladan bagi anaknya. Ketika seorang ibu menjalankan
kewajiban dan fungsinya dengan baik dalam rumah tangga, bukan tidak mungkin
akan melahirkan anak-anak yang sholih-sholihah yang kelak menjadi tunas
berdirinya masyarakat yang berbakti kepada kedua orang tua, berkualitas, berbudi
pekerti luhur dan Islami. Seorang anak senantiasa mendambakan ibu yang baik
dan juga sholehah. Ibu yang ideal secara Islam adalah seorang ibu yang memiliki
budi pekerti luhur, ta’at dalam beribadah menjalankan syari’at agama Islam dan
juga ibu yang memberikan manfaat bagi anaknya. Seorang ibu yang ideal menurut
pandangan Islam juga, ibu yang mengerti, bagaimana mengajarkan nilai-nilai
ketauhidan kepada anaknya ketika masih didalam kandungan, sampai anak itu
lahir seorang ibu harus mengerti bagaimana mendidik anak dengan nilai-nilai ke-
Islaman, mengajarkan hal-hal mengenai permasalahan agama. Dengan cara
mengajarkan dan membiasakan anak sedari kecil sholat, membaca Al-Qur’an,
mengenalkan anak dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah, sejarah-sejarah Nabi
dan Rasul dan meneladaninya. K.H. Maimoen Zubair selalu menekankan kepada
para santirnya untuk mencari istri shalihah yang ahli tirakat. Istri shalihah tidak
begitu kedonyan (tidak tergila dunia). Tapi menjadikan dunia sebagai wasilah
(sarana) beribadah dan berjuang. Istri K.H. Maimoen Zubair adalah perempuan
yang cinta ilmu, ahli tirakat, dan cinta ulama. Sehingga anak-anaknya tumbuh se-
bagai generasi-generasi Islam yang cinta ilmu dan cinta ulama.68
Kedua, pentingnya rezeki yang halal dan tidak syubhat (samar-samar).
Rezeki halal menjadi sebuah keharusan. Sebab, darah daging yang dimasuki
makanan haramakan membentuk karakter dan kepribadian seseorang. K.H.
Maimoen Zubair dikenal kiai yang sangat hati-hati dalam memberikan makan
kepada anak dan santrinya. Ia memberdakan rezeki dari aktivitas politik, ceramah,
amplop pejabat, dan dari usahanya sendiri. Rezeki yang digunakan untuk makan
68
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 149.
166
keluarga dan santrinya benar-benar dari usaha yang bebas dari syubhat, apalagi
jelas haramnya. K.H. Maimoen Zubair selalu menekankan rezeki halal dan
menjauhi hal-hal syubhat, apalagi yang haram. Maka wajar jika makanan anak
yang berasal dari rezeki halal mendorongnya untuk beribadah kepada Allah, rajin
menuntut ilmu, mudah dibina akhlak mulianya, dan cepat mewarisi spirit
perjuangan para ulama.69
Ketiga, selalu memohon berkah ulama. K.H. Maimoen Zubair sebagaimana
sering ia sampaikan di berbagai forum dan disampaikan kepada putra-putranya
bahwa salah satu pendidikan penting dalam mendidik anak-anak atau para santri
adalah memohon berkah para ulama. Air ludah para ulama, hal tersebut dilakukan
dengan maksud bahwa diyakini para kiai akan mendapatkan keberkahan. Hal ini
tidak lepas dari keyakinan bahwa para ulama adalah orang yang dekat dengan
Allah, yang permohonannya cepat dikabulkan. Maka dekat dengan ulama dan
memohon keberkahan ilmu, amal, dan perjuangannya bisa dikatakan sebagai
“jalan tol” dalam memperbaiki diri. K.H. Maimoen Zubair sering memanggil
santrinya masuk dalam kamar untuk diberi ijazah khusus.70 Rumah K.H. Maimoen
Zubair menjadi persinggahan para ulama, habaib, dan orang-orang shaleh. K.H.
Maimoen Zubair tentu memohon kepada mereka untuk mendoakan keluarga dan
santrinya menjadi kader penerus agama yang berkualitas tinggi dan berhati mulia.
K.H. Maimoen Zubair sering meminum air sisa yang sudah diminum habaib dan
ulama. Anak-anak K.H. Maimoen Zubair meneruskan teladan ini, dan ternyata
akhlak ini juga dilakukan para kiai, seperti yang dilakukan Kiai Anwar Manshur
Lirboyo. Hal ini menunjukkan bahwa mencari berkah kepada para habaib dan
ulama sangat penting karena mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Allah
SWT. Hal ini juga menunjukkan bahwa K.H. Maimoen Zubair adalah tokoh yang
sangat mencintai ulama sebagai ahli waris para nabi yang benar-benar takut
kepada Allah dan konsisten mengemban tugas sebagai hamba Allahn dan khalifah
69
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 150.
70
Wawancara dengan Abdul Ghofur, (alumni dan salah satu guru di Pondok
Pesantren Al-Anwar 2) pada Selasa 19 Oktober 2021. Ia adalah alumni angkatan
…. dan salah satu guru di Pondok Pesantren Al-Anwar 2.
167
di muka bumi.71
Keempat, teladan istiqomah. K.H. Maimoen Zubair tidak hanya aktif
mengaji kitab dan ceramah di tengah masyarakat. Ia juga mempraktikan
pentingnya istiqomah dalam kebaikan. Salah satu indikator istiqomah K.H.
Maimoen Zubair adalah mengaji kepada santri dan masyarakat meskipun baru
saja datang dari acara luar yang menyita banyak waktu dan tenaga. K.H. Maimoen
Zubair mengajarkan pentingnya istiqomah sebagai akhlak para ulama yang harus
diteladani sebagai cara untuk meraih keberkahan dan kesuksesan hidup. Saat usia
senja, K.H. Maimoen Zubair tetap mengaji seperti biasa. Dalam mendidik putra-
putrinya, K.H. Maimoen Zubair menyamakannya dengan santri. Putra-putri K.H.
Maimoen Zubair belajar di pondok, di MGS dan aktif dalam berbagai kegiatan
pondok. K.H. Maimoen Zubair juga menyuruh santri senior untuk mengajari
anak-anaknya secara khusus. Praktik istiqomah K.H. Maimoen Zubair dalam
mendidik santri secara otomatis menjadi teladan bagi anak untuk meneladaninya
sebagai kunci menggapai keberkahan ilmu. Urgensi istiqomah dalam mendidik
santri dijelaskan K.H. Abdul Ghofur. Menurut pengalamannya, saat ia sering
pergi untuk memenuhi acara, sehingga santri di pondoknya terbengkalai, maka
mengharapkan santri-santrinya memahami agama secara mendalam sungguh sulit.
Namun, sejak K.H. Abdul Ghofur Maimoen tidak banyak meninggalkan santri,
tetapi mendidik dan mengajar mereka dengan istiqomah, maka kualitas dan akhlak
santri semakin baik. Hal ini menunjukkan bahwa keistiqomahan K.H. Maimoen
Zubair menjadi inspirasi anak-anaknya ketika mengasuh santri. Istiqomah
berkaitan dengan intensitas dan ekstensitas kiai dalam mendidik santri secara lahir
dan batin. Istiqomah menjadi sesuatu yang sangat penting karena di dalamnya
terdapat loyalitas, totalitas, dan kapabilitas dakam melakukan sesuatu dengan
kemampuan terbaik dalam rangka menggapai ridha Allah SWT.72 Dengan
demikian, penting bagi kita belajar istiqomah. Menurut ulama, istiqomah adalah
konsisten patuh kepada Allah SWT.73
Kelima, tawadhu’(rendah hati). Jika ingin menjadi orang mulia yang
71
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 154.
72
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 155-156.
168
derajatnya diangkat Allah, jadilah orang yang tawadhu’. Jangan merasa pintar,
suci, banyak amal, dan merasa lebih dari orang lain. K.H. Maimoen Zubair
membrikan teladan pentingnya tawadhu’ dalam ilmu dan akhlak. K.H. Maimoen
Zubair menghindari kata-kata yang menonjolkan kesombongan. Ia tidak merasa
pintar sehingga selalu membaca, membaca, dan membaca. Ia merupakan sosok
yang demokratis dan toleran. Ia merasa sedikit amalnya dan selalu berdoa dan
memohon doa santri dan ulama supaya dianugerahi rezeki berupa mati dalam
keadaan husnul khatimah. Sebuah akhlak ulama besar yang sangat inspiratif yang
meneteskan air kesejukan, kesahajaan, dan kedamaian jiwa. Jiwa yang tawadhu’
terhindar dari konflik, agitasi, dan hal-hal negatif destruktif lainnya. Tawadhu’
membuat kita menjadi pembelajar sepanjang hayat, karena selalu merasa bodoh,
sedikit amal, dan penuh dosa. Tawadhu’ juga mendorong seseorang berbaik
sangka kepada orang lain. Putra-putri K.H. Maimoen Zubair sangat kelihatan
tawadhu’nya. Mereka bergaul secara egaliter (tidak membedakan status sosial)
dengan para santri dan masyarakat umum. Kedekatan putra-putri K.H. Maimoen
Zubair dengan para santri dan masyarakat tidak lepas dari didikan dan keteladanan
K.H. Maimoen Zubair yang tidak pernah membeda-bedakan siapa pun.74
Keenam, senang sedekah dan sederhana. K.H. Maimoen Zubair adalah
sosok yang dermawan. Ia banyak membantu pembangunan masjid di banyak tem-
pat. K.H. Maimoen Zubair selalu memberikan jamuan makan sederhana kepada
setiap tamu yang datang. Hal tersebut merupakan cerminan kesederhanaan dan ke-
sahajaan. Selain ahli sedekah, K.H. Maimoen Zubair juga sosok ulama yang
sederhana, rumahnya sederhana meskipun reputasi keulamaannya nasional dan
dunia. Hal tersebut menjadi bukti bahwa K.H. Maimoen Zubair adalah sosok yang
mengedepankan kesederhanaan, kemegahan. Kemewahan, dan keduniaan.75
73
Abu Zakaria Yahya An-Nawawi, Riyadlus Sholihin (Depok: Keira Publish-
ing, 2014), hlm. 58-59.
74
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 158.
75
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 159.
169
76
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 160.
170
K.H. Maimoen Zubair merupakan ulama yang sangat mencintai Ahlul Bait
(keturunan Rasulullah SAW) dan Ahlul Ilmi (para ulama). Semenjak kecil, K.H.
Maimoen Zubair sering diajak ayahnya, Kiai Zubair Dahlan untuk sowan dan
bersilaturrahim di kediaman para kiai dan meminta doa keberkahan, seperti sowan
kepada Kiai Faqih Maskumambang, Kiai Ihsan di Jampes, dan Kiai Fadhol di
Senori. Karena cintanya kepada Ahlul Ilmi, dan lebih khusus kepada Ahlul Bait,
Kiai Zubair Dahlan pernah memberikan wasiat kepada K.H. Maimoen Zubair agar
putra-putranya nanti dipondokkan di Ribath Sayyid Alawi al-Maliki, yang
merupakan guru K.H. Maimoen Zubair ketika belajar di Haramain. Ketika hendak
memondokkan putra-putranya pertamanya, yaitu K.H. Abdullah Ubab di sana,
Sayyid Alawi al-Maliki sudah wafat terlebih dahulu 29 Oktober 2004 M /25
Shafar 1391 H, maka putra pertamanya dipondokkan di Ribath Rusyaifah yang
diasuh oleh putra Sayyid Alawi al-Maliki, yaitu Sayyid Muhammad Alawi al-
Maliki. Putra-putra K.H. Maimoen Zubair yang mondok di Ribath Sayyid
Muhammad Alawi al-Maliki adalah K.H. Abdullah Ubab, K.H. Muhammad
Najih, K.H. Majid Kamil, K.H. Abdurrouf, dan K.H. Muhammad Idrar.77
Beberapa putra K.H. Maimoen Zubair menuntut ilmu kepada Sayyid
Muhammad Alawi al-Maliki. Hubungan K.H. Maimoen Zubair dengan keluarga
Sumber penulis dapatkan dari kata pengantar K.H. Ahmad Wafi (Putra
77
K.H. Maimoen Zubair) dikutip dari Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang Kiai
Teladan.
171
Maliki sudah wafat pada 29 Oktober 2004 M/15 Ramadhan 1425 H, maka K.H.
Maimoen Zubair masih menjalin kekerabatan tersebut dengan mengunjungi
keturunan Sayyid Alawi al-Maliki, seperti Sayyid Abbas al-Maliki dan Sayyid
Ahmad al-Maliki. Kecintaan K.H. Maimoen Zubair terhadap keluarga Sayyid
Muhammad Alawi al-Maliki tidak hanya berupa jalinan silaturrahim saja, tetapi
lebih dari itu. Ia selalu mendoakan mereka. Hal ini terbukti dalam amalan Yasin
Fadhilah yang dibacakan rutin setiap malam Selasa dan Jum’at di Pondok
Pesantren Al-Anwar Sarang. Nama Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki selalu
disebut dalam doa yang tertera. Ketika Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki wafat,
digantilah nama putranya, yaitu Sayyid Ahmad al-Maliki. Karena saking
hormatnya K.H. Maimoen Zubair dengan keturunan gurunya, namanya tidak
berkenan disebut pertama kali, tetapi setelah Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki
atau Sayyid Ahmad al-Maliki.78
Sumber penulis dapatkan dari kata pengantar K.H. Ahmad Wafi (Putra
78
K.H. Maimoen Zubair) dikutip dari Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang Kiai
Teladan.
172
Gambar 3.64 Silsilah Keluarga Besar K.H. Maimoen Zubair, publikasi 18 April
2020.
(Sumber: https://alanwar02.com/silsilah/2020/4/18/, diakses pada ….)
79
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 163.
80
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 164.
173
81
Asmani, K.H. Maimoen Zubair Sang Maha Guru, hlm. 94-95.
174
terpenting tujuannya sama yaitu untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar agar
mencapai kenikamatan dunia maupun akhirat.82
K.H. Maimoen Zubair dalam setiap pengajiannya selalu menanamkan
konsep nasionalis-religius sebagai sebuah konsep kebangsaan. Menurut K.H.
Maimoen Zubair, santri sebagai warga negara Indonesia yang memiliki potensi
untuk meneruskan perjuangan para ulama harus memiliki sikap nasionalis dan
tingkat religius yang tinggi. Dalam konsep nasionalis-religius tersebut, K.H.
Maimoen Zubair juga merinci adanya empat pilar yang harus dipertahankan oleh
para santri dan masyarakat untuk Indonesia. Pesan khusus untuk santri dan
masyarakat dapat dilihat dalam dokumentasi Al-Anwar sebagai berikut.:
Sekarang di abad ke-14, benar apa yang difirmankan oleh Allah:
“Adakah engkau tidak mengetahui bahwa Allah menurunkan air dari
langit”. Apa air itu? Kehidupan. Apa kehidupan itu? Mengokohkan.
Manusia itu saling mengokohkan dan tidak dapat dipisahkan dengan
sesama manusia yang lain. Hal ini diumpamakan seperti air.
Selanjutnya, Allah juga berfirman: “Dari air itu, timbul kelompok-
kelompok yang berbeda. Beda tapi sama, sama tapi beda. Dari
kekuatan-kekuatan ada gunung-gunung yang berdiri kokoh. Itu
adalah jalan terang menuju arah persatuan bangsa”. Dari firman
Allah itu disebutkan makna putih dan merah. Jadi, jika di zaman nabi
dulu dikatakan putih dan merah itu, sekarang kita bangsa Indonesia
dikatakan merah dan putih. Jika tidak ada merah, tidak ada semangat,
tidak ada darah. Jika tidak ada putih, tidak ada keikhlasan, tidak ada
kekuatan. Maka dari itu bendera bangsa Indonesia berwarna merah
putih. Saya ingatkan di sini, bahwa bangsa Indonesia diproklamirkan
pada 17 Agustus, bertepatan pada 8 Ramadhan. Sama dengan Kanjeng
Nabi diangkat resmi menjadi pembawa utusan Allah pada 8 Agustus,
bertepatan pada 17 Ramadhan. Apa yang terjadi? Nabi dikatakan
pernah hijrah dari ibu kota Makkah menuju kota Madinah pada bulan
Oktober, sedangkan pemerintah Republik Indonesia (RI) pernah hijrah
dari ibu kota negara, Jakarta ke Jogjakarta, Jawa Tengah, saat Agresi
Militer Belnda datang. Oleh karena itu, RI waktu dulu diserang, kira-
kira usia saya kira-kira sudah berumur 20 tahun lebih, tahu bahwa
pusatnya negara Indonesia berada di Jawa Tengah. Mudah-mudahan
acara yang bertepatan dengan bulan Rajab ini mendapat keberkahan.
Saya masih ingat, dulu waktu ramai-ramainya apa yang disebut
pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia di mulai bulan Rajab,
kemudain bulan Sya’ban dan memasuki bulan Ramadhan, bangsa
82
Ungkapan tersebut dilengkapi dengan bacaan al-Qur’an pada Q.S ar-Ra’du
[13]: 41. Kanthong Umur, Oase Jiwa 2 (Surabaya: Rene Turos Indonesia, 2019),
hlm. 55.
175
K.H. Maimoen Zubair dikenal sebagai seorang ulama sekaligus ahli sejarah,
yang selalu menceitakan dan menjelaskan dalam setiap pengajiannya tentang
bagaimana proses sejarah Negara Indonesia dan seberapa besar peran umat Islam
di dalamnya. Ia selalu mengajarkan kepada para santri untuk selalu menjunjung
tinggi sikap nasionalisme. Ia juga dikenal dengan sifatnya yang luhur, mengasihi
kepada sesama, baik itu dari kalangan rakyat jelata, ulama, hingga pejabat tinggi.
Ia sangat menghargai perbedaan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya tamu
yang datang ke rumah K.H. Maimoen Zubair, sehingga semua mendapatkan
perhatian sesuai dengan status mereka masing-masing. Dari sifatnya yang mulia
ini, banyak kalangan yang menaruh hormat kepadanya.84 K.H. Maimoen Zubair
merupakan kiai yang menjaga tali silaturrahmi dengan tokoh manapun.85
K.H. Maimoen Zubair pernah berkata bahwa Islam dan kekafiran tidak
dapat bersatu. Adapun tindakan-tindakan dan ucapan-ucapannya yang
menunjukkan hubungannya dengan non-muslim itu hanya sebatas perdamaian,
sebab bangsa Indonesia ini adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai
etnis dan agama. Ia menginginkan agar bangsa ini damai, tidak ada sengketa dan
peperangan. Jadi, bukan berarti ia mempunyai aliran atau pemikiran liberal
ataupun plural. K.H. Maimoen Zubair merupakan seorang kiai yang aktif di
politik. Politik dalam pandangan K.H. Maimoen Zubair bukan sekedar
kepentingan sesaat, tapi lebih jauh dari itu, yakni benar-benar berfungsi
mengharmoniskan Islam dan kebangsaan, religiusitas dan nasionalitas,
mengharmoniskan ulama dan umara agar berjalan beriringan.86
Sebagai ulama, K.H. Maimoen Zubair selalu menekankan keharmoniasan,
persatuan dan dialog dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Dalam artian, ia
menghargai perbedaan dan tidak merasa yang paling benar dalam menyampaikan
pendapat, menerima pendapat orang lain. Dalam dinamika pilpres kemarin
misalnya, ia tidak menghalangi dua kubu yang saling mencalonkan dirinya untuk
sama-sama datang kepada K.H. Maimoen Zubair dan didoakan. Ia juga perlu
berdakwah melalui ranah politik, agar praktik perpolitikan sesuai dengan ajaran
dan nilai-nilai Islam. Melalui politik juga dapat menjadi pijakan untuk membuat
suatu keputusan, tidak heran dalam menuntun umat yang dilakukan K.H.
Maimoen Zubair adalah mengedepankan perdamaian dan bersifat netral K.H.
Maimoen Zubair dalam berdakwah dapat menembus sekat-sekat agama dan tidak
Sumber penulis dapatkan dari kata pengantar K.H. Abdur Rouf (Putra K.H.
84
Maimoen Zubair) dikutip dari Ulum, K.H Maimoen Zubair: Membuka Cakrawala
Keilmuan.
Damai, Meneladani Mbah Moen (Sarang: PP. Al-Anwar, 2019), hlm. 11.
177
merasa benar sendiri, lantas menyebut yang lain sesat. Ia juga menebarkan Islam
yang ramah, bukan Islam yang marah.87
Setelah partai yang dianutnya yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
melemah, suaranya kecil, akhirnya ia membuat terobosan atau strategi seperti
halnya mendukung calon gubernur atau bupati yang kadang tidak didukung oleh
PPP. Namun, pada masa-masa berikutnya, PPP banyak mengikuti arahannya
perihal calon yang didukung. Terkadang ia mendukung calon yang non-agamis,
tetapi ia mengusulkan pendamping yang agamis, sehingga terciptalah pasangan
yang nasionalis-religius. Hal ini disebabkan karena ia sangat berharap agar umat
Islam di Indonesia, khususnya warga nahdliyin mempunyai jiwa nasionalis-
religius, ini untuk urusan luar. Ia sering mengajarkan ajaran Kiai Zubair Dahlan,
yaitu: “Hendaknya kalian berpegang teguh dengan pakaian dalam dan pakaian
luar.” Banyaknya aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang terjun dalam dunia politik,
masuk dalam jajaran pemerintahan, maka ia berharap agar mereka berjiwa
nasionalis-religius atau religius-nasionalis. Mereka dapat bergandengan dengan
orang luar pesantren. Namun, kalau bisa, kontrak politik tersebut ada kesepakatan
bersama, semisal jangan mengganggu pesantren, masjid dan jangan membuat
gereja di daerah yang mayoritas muslim.88
Ketika K.H. Maimoen Zubair berinteraksi dengan orang luar (luar
pesantren), maka ia dapat berhubungan dengan baik, terlebih dalam urusan
kenegaraan, maka ia sangat loyal terhadap Negara Kesantuan Republik Indonesia
(NKRI). Sumbangsih K.H. Maimoen Zubair dalam hal ini adalah melalui
argument-argumen yang ia sampaikan secara kreatif dalam membela NKRI dan
Pancasila. Ia juga menjelaskan betapa pentingnya umat Islam merawat NKRI dan
Pancasila, hal tersebut merupakan bagian dari hubbul wathan, cinta tanah air.
87
Agus Fathuddin Yusuf, Belajar Kehidupan dari Mbah Moen (Semarang:
Suara Merdeka, 2019), hlm. 43.
88
Sumber penulis dapatkan dari kata pengantar K.H. Muhammad Najih
(Putra K.H. Maimoen Zubair) dikutip dari Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang
Kiai Teladan.
178
Sebab ia ikut berjuang dalam mengusir penjajah dan merasa bertanggung jawab
untuk menjaganya.89
Keluhuran akhlak yang dibarengi dengan cinta menjadikan ia sosok yang
dicintai oleh semua golongan maupun kelompok. Terhadap hal kemanusiaan,
cinta K.H. Maimoen Zubair diwujudkan dalam menyelesaikan berbagai
persoalan. Kecintaannya terhadap Islam disampaikan dengan ilmu, organisasi dan
politik. Terhadap Indonesia, Cinta K.H. Maimoen Zubair dibuktikan dengan
100% cinta tanah air. Jiwa nasionalis K.H. Maimoen Zubair dapat terlihat ketika
mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya, maka ia pasti berdiri sebagai bentuk
penghormatan kepada negara ini meskipun usianya sudah tua. Kecintaannya
terhadap Indonesia juga sering ia ungkapkan dalam berbagai ceramahnya. Bahkan
ialah yang mempopulerkan singkatan PBNU yang merupakan kepanjangan dari
Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. K.H. Maimoen Zubair
selalu menggabungkan Islam dan hubbul wathan, sehingga dalam menyampaikan
argumennya ia menyesuaikan dengan perubahan zaman dan kondisi. Ia juga
merupakan kiai sepuh yang memiliki kebijaksanaan dalam menerjemahkan ilmu-
ilmu tradisional yang dipelajari di pesantren dalam konteks perubahan zaman.90
Ia pernah menyampaikan arti yang terkandung dalam lambang Garuda
Pancasila, di antaranya Garuda mempunyai 17 helai pada masing-masing sayap,
yang selain mempunyai arti sebagai tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
juga sebagai simbol jumlah rakaat dalam shalat lima waktu, sedangkan Pancasila
merupakan simbol dari Rukun Islam. Jika Pancasila mempunyai isi lima poin
yang menjadi pokok NKRI, maka Rukun Islam juga mempunyai lima pokok yang
harus dijalankan bagi pemeluk agama Islam.91
89
Baha’uddin, Indonesia Damai, Meneladani Mbah Moen, hlm. 6.
90
Islam tradisional merupkan gabungan dari unsur-unsur khas seperti
merawat tradisi ilmu-ilmu Islam tradisional, adaptasi dengan budaya lokal, dan
cinta tanah air. (Yusuf, Belajar Kehidupan dari Mbah Moen, hlm. 74).
91
Sumber Coorporation, “Ceramah K.H. Maimoen Zubair tentang Filosofi
Garuda Panca Maturidy sila”, Youtube, Agustus 21, 2018.
https://www.youtube.com/watch?v=ZpX9aS6Qhv0&t=1s (Coorporation 4:00).
179
92
Bukti nasionalis-religius yang ada dalam diri K.H. Maimoen Zubair
memang tinggi. Hal tersebut juga dapat dilihat pada gambar 3.60 K.H. Maimeon
Zubair menunjukkan Lambang Garuda Pancasila nampak jelas terlihat pada
hiasan dinding ndalem K.H. Maimeon Zubair.
180
Konsep semacam ini yang pernah diajarkan K.H. Maimoen Zubair kepada
putra-putranya. K.H. Maimoen Zubair juga memberi nasihat tentang bahayanya
Salib. Seperti halnya yang terjadi di rumah sakit milik orang non-muslim yang
terkadang didatangi pastur atau pendeta, sehingga sangat rawan orang Islam yang
dirawat di sana meninggal su’ul khatimah (kematian yang buruk). Hal ini supaya
seorang muslim tidak meninggal kecuali dalam kondisi Islam.93
K.H. Maimoen Zubair dikenal sebagai orang yang alim, murah hati dengan
siapa saja. Sifat semacam ini sebagaimana yang kebanyakan melekat dalam diri
orang melayu yang dikenal dengan keislamannya. Melayu (Nusantara) dalam
istilah K.H. Maimoen Zubair ada dua. Pertama, Melayu Marikiyah yang
merupakan bangsa melayu yang ada di Sumatra, Kalimantan atau kepulauan
lainnya. Kedua, Melayu Mriki yang merupakan bangsa Jawa. K.H. Maimoen
Zubair juga sering mewasiatkan agar meramaikan masjid-masjid, mushalla-
mushalla, pesantren-pesantren, madrasah-madrasah dan sekolah umum dengan
kajian Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Jika hal semacam ini dilaksanakan, maka
banyak umat Islam yang akan menjalankan shalat, membayar zakat, menjalankan
puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji. Jika ajaran Islam
diamalkan di Indonesia sebagaimana mestinya, maka Islam di Indonesia akan
menjadi kiblat dan panutan bagi negara-negara yang lain sebagaimana yang
pernah dicita-citakan oleh K.H. Maimoen Zubair. Jadi, sebagai tokoh agama K.H.
Maimoen Zubair tidak hanya memberikan pandangan mengenai nasionalis-
religius atau religius-nasionalis. Pesan yang disampaikan K.H. Maimoen Zubair
93
Sumber penulis dapatkan dari kata pengantar K.H. Muhammad Najih
(Putra K.H. Maimoen Zubair) dikutip dari Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang
Kiai Teladan, hlm. ???.
181
tidak hanya berupa pandangan Islam, namun juga pesan Islam yang di gabungkan
dengan politik.94
(Putra K.H. Maimoen Zubair) dikutip dari Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang
Kiai Teladan.
Shalat Rebo Wekasan adalah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada
95
hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Shalat ini juga biasa disebut Shalat Lidaf’il
Bala yang dilakukan dengan empat rakaat terdiri dari dua kali salam.
182
khusuk, dari pada melaksanakan dengan beberapa rakaat tapi tidak khusuk, g)
politik dan pemerintahan, K.H. Maimoen Zubair memilih bergaul dengan
pemerintah dan partai selain Islam. Pemikiran itu berdasarkan dawuh dari Imam
Ghozali. K.H. Maimoen Zubair masuk ke pemerintahan tidak dipengaruhi, tetapi
ia malah mempengaruhi dalam hal positif. Maka dari itu ia memperbolehkan
putra-putranya, cucunya bahkan santri-santrinya untuk menjadi pejabat.
Alasannya zaman dahulu pesantren dicurigai sebagai sarang teroris dan tidak setia
dengan NKRI. Tapi setelah banyak santri yang menjadi pejabat, pesantren
menjadi aman dan bebas melaksanakan ritual keagamaan karena sudah terbukti
kesetiaannya pada pejabat sudah jelas, h) K.H. Maimoen Zubair melarang untuk
membenci sesuatu dengan melebihi batas dan jangan menyukai sesuatu dengan
melebihi batas juga. Mempunyai ideologi masing-masing diperbolehkan,
sedangkan fanatik itu tidak diperbolehkan. Toleransi juga boleh, tetapi jangan
terlalu melebihi batas-batasnya, i) menurut K.H. Maimoen Zubair kita tidak
diperbolehkan untuk menjelek-jelekkan orang yang belajar umum. Kita juga harus
menyeimbangkan antara ilmu umum dan agama agar tidak tertinggal oleh zaman.
Pemikiran itu ia dapatkan ketika dulu mondok di Lirboyo, ia mendengar suara
orang yang memanggil namanya dari kuburan Setono Gedong. Ternyata di sana
ada seorang berpakaian seperti petani dan memakai caping. Orang itu berkata
“Sekarang kamu mempelajari ilmu agama melalui kitab-kitab yang berbahasa
Arab. Nantinya, kamu akan menemui suatu zaman, pada zaman itu ilmu agama
dipelajari menggunakan buku-buku terjemahan. Kamu tidak boleh anti terhadap
hal itu. Akan tetapi kamu harus memegang dengan sungguh-sungguh mengaji
kitab-kitab berbahasa Arab”. Maka dari itu, K.H. Maimoen Zubair mendirikan
mushalla di depan rumahnya sebagai sarana mengaji dan berjama’ah. Dari
mushalla itu kemudian menjadi pondok pesantren. Ia juga mendirikan
Muhadhoroh sebagai madrasah dan sekolah. K.H. Maimoen Zubair juga
membangun sekolah yang berbasis umum atau kurikulum, seperti MTS, MA,
SMK dan STAI. Selain itu ia juga membangun madrasah dalam pondok pesantren
yang di dalamnya terdapat pembelajaran kitab-kitab sebelum dan sesudah selesai
pembelajaran di sekolah, j) Pemikiran K.H. Maimoen Zubair tentang fungsi ijazah
183
formal sangat penting, karena banyak santri yang berpendidikan sampai aliyah
dan bisa membaca kitab, tapi tidak bisa menjadi pimpinan di masyarakat karena
tidak mempunyai ijazah. Alkhirnya, muncul ide K.H. Maimoen Zubair untuk
mendirikan perguruan tinggi berbasis kitab agar santri yang hanya belajar kitab
bisa mendapatkan ijazah dan ketika kembali ke masyarakat bisa meyalonkan diri
menjadi pimpinan.96
96
Sarang, pPpalanwar Sarang.. “Gus Anam: 7 Haliyyah Syaikhina Maimoen
yang harus diketahui santri” (, Youtube, November 17, 2019.
https://www.youtube.com/watch?v=UyNrVuoS2M8, diakses pada ….. (Sarang
3:35).
97
Hasna, Naila Al-Hasna,. “K.H. Maimoen Zubair; Ceramah Komplit,
Sejarah, Nasionalis & Religius di PP MUS Sarang”, Youtube, April 6, 2018.
https://www.youtube.com/watch?v=a 353RJPNJ78&t=4054s, diakses pada ….
(Hasna 25:55).
184
98
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 104.
185
99
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 129.
100
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Membuka Cakrawala Keilmuan, hlm. 159.
101
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Membuka Cakrawala Keilmuan, hlm. 151.
186
102
Sarang, pPpalanwar Sarang,. “Gus Anam: 7 Haliyyah Syaikhina Maimoen
yang harus diketahui santri”, (Youtube, November 17, 2019.
https://www.youtube.com/watch?v=UyNrVuoS2M8, diakses pada …. (Sarang
3:35).
103
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Membuka Cakrawala Keilmuan, hlm. 152.
188
mendapat suara yang lebih sedikit dari yang ditargetkan. Dari sinilah terjadi
konflik dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan. Diketahui bahwa
menurunnya target suara PPP dikarenakan Suryadharma Ali yang pada saat itu
merupakan ketua umum PPP datang dalam kampanye akbar partai Gerindra di
Gelora Bung Karno, Senayan pada 23 Maret 2014 M. Menurut Kubu, kehadiran
Suryadharma Ali dalam Kampanye untuk mendukung Prabowo sebagai calon
presiden merupakan keputusannya sendiri, dan bukan merupakan keputusan
partai.104 Adanya kejadian tersebut pula, kubu PPP terbagi menjadi dua yaitu kubu
Suryadharma Ali (SDA) dan kubu Mohammad Romahurmuzy (Romy). Akibat
muncul dua kubu yang saling berbeda pendapat tersebut, PPP sering mendapat
sorotan dari media apalagi dua kubu tersebut saling menjatuhkan vonis
pemecatan. Kedaan tersebut mendorong sesepuh PPP, yaitu KH. Maiomen Zubair
untuk mengatasi konflik internal partai. Berdasarkan pertimbangan para sesepuh
lainnya, K.H. Maimoen Zubair mengeluarkan islah (damai) kepada kedua belah
pihak, yaitu pihak kubu Suryadhrama Ali dan pihak kubu Mohammad
Romahurmuzy.105
Fatwa K.H. Maiomen Zubair dibuka dengan Al-Qur’an Surat Al-Hujurat
ayat 9: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. (Q.S Al-Hujurat: 9). Kemudian dilanjutkan ayat
10: “Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu makanlah
antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat”. (Q.S Al-Hujurat: 10).106
Inti dari dakwah Nabi adalah amar ma’ruf nahi munkar yang memuat
107
nasihat dan bimbingan. Ucapan yang disampain tertuju untuk masyarakat luas
baik itu yang memiliki kekuasaan maupun masyarakat biasa. “Amar” yang
merupakan ajakan sekaligus menjadi tanggungjawab maka disampaikan dengan
ikhlas dan penuh dengan sikap jujur dan penguasa menerima ajakan dengan
lapang dada tanpa adanya paksaan. (Ibnu Taimiyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi
Munkar, diterjemahkan oleh Abu Fahmi, cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press,
1990), hlm. 7-8).
190
Adanya fatwa yang diberikan oleh K.H. Maimoen Zubair maka kedua kubu yaitu
kubu Suryadharma Ali dan kubu Mohammad Romahurmuzy akhirnya
menjalankan perdamaian sebagaimana fatwa yang dikemukakan Ketua Majelis
Syari’ah DPP PPP. Setelah peristiwa tersebut dan kubu berhasil damai, PPP
mendapatkan gejolak lagi. Gejolak tersebut tidak lain adalah antara kubu
Suryadharma Ali dan Mohammad Romahurmuzy menjalankan muktamar masing-
masing untuk menentukan Calon Ketua Umum PPP. Kubu Suryadharma Ali
memilih Djan Faridz sebagai ketua umumnya, kemudian pada kubu Mohammad
Romahurmuzy memilih Romahurmuzy sendiri yang dicalonkan sebagai ketua
umum. Melihat keadaan partai yang seperti itu tentu membuat K.H. Maimoen
Zubair sedih, namun pada akhirnya yang menjadi pemimpin adalah Mohammad
Romahurmuzy karena dalam satu partai tidak diperkenankan memiliki dua
pemimpin. Kekecewaan K.H. Maomoen Zubair berlangsung karena ia terjerat
kasus suap, Romahurmuzy mendapat OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelum Romahurmuzy
ditangkap oleh KPK, Suryadharma Ali juga terjerat kasus penyalahgunaan jabatan
ketika ia menjadi Menteri Agama RI. Sehingga untuk menggantikan
Romahurmuzy, K.H. Maimoen Zubair menunjuk Soeharso Monoarfa sebagai
ketua umum. Keputusan tersebut diterima oleh anggota dari PPP.108
M. Bakir (Wartawan senior) dalam acara Kompas TV, 8 agustus Agustus
2019 M dengan tema ‘Mengenang Mbah Moen”, ia juga mengungkapkan bahwa
K.H. Maimoen Zubair merupakan juru damai (dalam politik)., pada Pada kongres
Mu’tamar NU di Jombang K.H. Maimoen Zubair yang memutuskan siapa yang
menjadi ketua umum.109
108
Sesuai dengan ketetapan Muktamar VIII PPP 2006, pada keterangan pasal
12 huruf e, secara nyata Suryadharma Ali melakukan pelanggaran terhadap
AD/ART partai persatuan pembangunan (PPP). sebagaimana dijelaskan dalam
pasal 13 ayat 5 bahwa setiap anggota sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12
huruf e yang telah dinyatakan melakukan kesalahan dan telah mendapatkan
keputusan pengadilan in-kracht mendapat hukuman diberhentikan sebagai anggota
tetap dalam. LihatDalam AD/ART PPP, Ketetapan Muktamar VIII PPP 2006
pasal 12 dan 13.
191
Kedua, kebijakan yang dilakukan oleh K.H. Maimoen Zubair ketika muslim
Indonesia mengalami perbedaan pendapat dalam mementukan bulan Ramadhan
dan awal bulan Syawal sebagai penentu Hari Raya Idul Fitri. Sebagaimana tertulis
dalam kitab karangannya, Nushuh al-Akhyar. Ketika itu pada 1418 H/1997 M,
muslim di Indonesia mengalami perbedaan dalam menentukan awal bulan
Ramadhan dan awal bulan Syawal sebagai penentu Hari Raya Idul Fitri. Umat
Islam yang menggunakan metode hisab dalam menentukan Ramadhan dan bulan
syawal mengatakan bahwa hari raya jatuh pada hari Senin, sedangkan yang
menggunakan metode Rukyatul Hilal mengatakan bahwa hari raya jatuh pada hari
Selasa. Pebedaan tersebut tentu membuat Islam Indonesia tidak terjalin hubungan
yang kompak. Melihat keadaan tersebut, K.H. Maimoen Zubair memberikan
tanggapan dengan mengajak umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits
agar tidak terjadi perbedaan pendapat. Hal tersebut tentu dengan mengajak umat
Islam untuk mentaati peraturan pemerintah, yang dalam hal ini merupakan
Kementrian Agama sebagai penangungjawab atas kasus yang terjadi dalam agama
Islam. Mentaati pemerintah merupakan ajaran Nabi SAW, kecuali dalam hal yang
mengandung maksiat, dengan demikian dapat bersatu dalam menjalankan ibadah.
Pada saat itu, metode yang digunakan oleh pemerintah dalam menentukan awal
bulan Ramadhan dan bulan Syawal adalah metode Rukyatul Hilal. Dan metode
tersebut sesuai dengan yang diajarkan oleh syari’at Islam.110
Kitab yang ditulis oleh K.H. Maimoen Zubair tersebut juga terdapat pesan
dari kakeknya, Kiai Ahmad bin Syu’aib yaitu, “Berpuasa dan berhari rayalah
kamu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Hakim (Pemerintah) selagi
keputusannya sesuai dengan syari’at Islam. Jika keputusannya tidak sesuai
dengan Syari’at maka berpusa dan berhari rayalah (sesuai dengan Syari’at)
dengan cara sembunyi-sembunyi”. Dari paparan tersebut dalam mengambil
kebijakan menentukan Hari Raya, K.H. Maimoen Zubair mengikuti pemerintah
109
KompasTV, “Mengenang Mbah Moen-ROSI”, Youtube, April 3, 2020.
https://youtu.be/vi-22ozjA1w (KopmpasTV 03:14).
sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah, dan semua kembali pada Al-Qur’an
dan Al-Hadits.111
Maka dari itu, K.H. Maimoen Zubair mengajarkan kepada santri-santrinya
agar tatkala membaca Al-Qur’an itu diangan-angan maknanya. Tidak usah
banyak-banyak yang penting memahami maknanya. Harap memperhatikan
struktur kalimatnya, jangan berhenti hanya dengan bertendensikan kepada waqaf
yang ada, akan tetapi berhentilah sesuai struktrur jumlah (struktur kalimatnya)
sehingga maknanya akan lebih mengena.112
Terkait gagasan dan pemikiran K.H. Maimoen Zubair yang sudah dijelaskan
di atas, menunjukkan bahwa K.H. Maimoen Zubair adalah sosok yang
multidimensi. Di samping ahli fiqh, ia juga aktivis sosial, pemikir Islam, dan da’i
profesional. Terbukti bahwa ia banyak melahirkan ide-ide kebangsaan yang patut
menjadi acuan pokok bagi generasi sekarang.
111
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 142-143.
112
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 134.
113
Ulum, K.H Maimoen Zubair: Membuka Cakrawala Keilmuan, hlm. 22.
193
Kitab yang berjumlah 26 halaman ini dikarang oleh K.H. Maimoen Zubair pasca-
terjadinya bencana besar yang melanda Kota Aceh. Ia sempat berkunjung ke sana
pasca-gempa untuk melihat situasi yang terjadi. Dari adanya bencana yang ada di
Aceh ini, terbisik hatinya untuk menulis sebuah buku yang berkaitan dengan
Tsunami. Apakah bencana ini merupakan musibah atau sebuah azab? Itulah kajian
yang ada di kitab tersebut. Fenomena tsunami yang melanda bangsa Indonesia
terlebih yang ada di Aceh menimbulkan perbedaan pendapat. Apakah itu sebuah
azab atau musibah? kedua masalah tersebut sudah dijawab oleh K.H. Maimoen
Zubair di dalam kitab yang kecil ini dengan memakai landasan Al-Qur’an dan Al-
Hadist serta pandangan-pandangan ulama. Dirujuk juga dari peristiwa yang penah
terjadi sebelumnya, seperti yang terjadi pada kaum ‘Ad.114
2. Nushush al-Akhyar
Kitab Nushush al-Akhyar atau Risalah Mauqufina Haula al-Shaumi wal Ifthar ini
dikarang oleh K.H. Maimoen Zubair untuk menanggapi kemelut perbedaan yang
terjadi ketika menentukan awal bulan Ramadhan dan penentuan awal bulan
Syawal untuk menjalankan Hari Raya Idul Fitri yang terjadi pada 1418 H/1997 M.
Sebagaimana banyak diketahui, Indonesia meupakan salah satu Negara yang
penduduknya mayoritas memeluk agama Islam. Masyarakat Muslim Indoneisa
sendiri terdiri dari berbagai masyarakat. Kitab ini merupakan jawaban dari
perbedaan pendapat penentuan Ramadhan dan Syawal. Pada saat itu terjadi
perbedaan pendapat penentuan antara umat Islam Indonesia untuk menentukan
dua wkatu tersebut. Perbedaan pendapat tesebut antara lain umat Islam yang
menggunakan metode hisab berpendapat bahwa hari rayanya akan jatuh pada hari
Senin. Sementara umat Islam yang menggunakan metode Rukyatul Hilal, hari
rayanya akan jatuh pada hari Selasa. Perbedaan pendapat ini, umat Islam di
Indonesia menjadi tidak kompak dalam menjalankan ritualnya.
Dalam menanggapi kemelut yang terjadi, di kitab ini K.H. Maimoen Zubair
mengajak umat Islam yang ada di Indonesia untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
Maimoen Zubair, Tatsunami Fii Biladina Indunisia Ahuwa ‘Adzabun am
114
Hadist supaya tidak terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan
Ramadhan dan Syawal. Ia mengajak umat Islam untuk menaati pemerintah, dalam
hal ini Kementerian Agama yang diberi wewenang untuk menangani kasus agama
Islam. Menaati pemerintah ini sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW selagi
tidak dalam perkara kemaksiatan, sehingga akhirnya umat Islam akan bersatu
dalam menjalankan ibadah mereka. Adapun metode yang digunakan pemerintah
untuk menentukan awal Bulan Ramadhan dan satu Syawal adalah dengan
menggunakan Rukyatul Hilal. Metode ini dinilai sangat sesuai dengan apa yang
telah diajarkan oleh syariat Islam.115
3. Al-‘Ulama al-Mujaddidun
Kitab ini memiliki arti ulama-ulama pembaharu. Kitab ini dikarang K.H.
Maimoen Zubair dan selesai pada 25 Februari 2007 M/7 Shafar 1428 H. Kitab ini
membahas masalah tajdid (pembaharuan dalam Islam) mulai dari zaman sahabat
hingga sekarang. Tajdid, menurut K.H. Maimoen Zubair adalah menghidupkan
amalan-amalan yang terhapus dengan menggunakan rujukan kitab suci Al-Qur’an
dan Hadis serta beramal sesuai dengan apa yang telah diperintahkan keduanya
(Al-Qur’an dan Hadis), meninggalkan amalan-amalan yang mengandung unsur
bid’ah, atau meninggalkan amalan hanya sekedar omongan belaka (tidak
berdasarkan dalil) dan kembali kepada apa yang telah diamalkan para ulama
salafus shaleh dengan disertai menjaga apa yang dikembangkan oleh ulama pada
zamannya. Pembaharuan yang dilakukan oleh para ulama menghadapi
perkembangan zaman agar tetap sesuai dengan syariat Islam. Hal tersebut sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah akan mengutus bagi umat
ini orang yang akan melakukan pembaharuan dalam urusan agama setiap seratus
tahun terakhir”. Dalam kitab ini, K.H. Maimoen Zubair sangat mengecam jikalau
ada orang di zaman sekarang yang mengaku menjadi mujtahid mutlak, padahal
4. Maslaku al-Tanassuk
Kitab Maslaku al-Tanassuk al-Makki Watakmilihi merupakan 2 kitab karya K.H.
Maimoen Zubair yang dijadikan satu, yaitu Maslaku al-Tanassuk al-Makki fil
Ittishalati Bisayyid Muhammad bin Alawi dan Takmilatu al-Maslaku al-Tanassuk
al-Makki. Kitab yang pertama membahas tentang transmisi silsilah dzikir
“lailaahaillah” dari K.H. Maimoen Zubair hingga sampai Rasulullah SAW yang
ia dapatkan dari Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki lewat jalur sahabat Ali
bin Abi Thalib. K.H. Maimoen Zubair mendapat talqin dzikir ini sebanyak dua
kali, yaitu pada 2000 M/1421 H dan 2001 M/1422 H.
Selain menerangkan tentang sanad dzikir, kitab ini juga menerangkan
sesuatu yang berkaitan dengan dzikir, baik itu masalah macam-macam bacaan
dzikir atau tingkatan dzikir. Dalam tingkatan dzikir, K.H. Maimoen Zubair
membaginya menjadi tiga tingkatan yaitu dzikir yang menggunakan hati, dzikir
dengan lisan dan dzikir dengan memakai keduanya. Kitab yang kedua yakni yang
Takmilatu al-Maslaku al-Tanassuk al-Makki menerangkan tentang sanad tarekat
al-Idrisiyyah. K.H. Maimoen Zubair memperoleh sanad tarekat al-Idrisiyyah dari
Sayyid Muhammad Alawi al-Makki. Adapun Sayyid Muhammad Alawi
memperoleh sanad ini dari beberapa ulama yang tersohor dengan kealimannya.
Seperti Sayyid Alawi al-Maliki, Syaikh Muhammad bin Abdullah al-‘Arabi,
Syaikh Hasan Yamani dan Syaikh Diyaudin al-Qadiri. Semua ulama-ulama ini,
sanad tarekatnya bersambung dengan Syaikh Ahmad bin Idris, pendiri tarekat
Idrisiyyah. Dalam kitab yang kedua, K.H. Maimoen Zubair menambahkan
beberapa doa dan shalawat. Salah satu shalawat yang dimasukkan adalah shalawat
Muhammadiyah karya Imam al-Bushiri. Namun, di shalawat ini K.H. Maimoen
Zubair menambahkan beberapa syair hasil karyanya sebanyak 14 bait, sehingga
jumlah keseluruhan dari syair ini berjumlah 28 bait. Cara membedakan mana
karya Imam al-Bushiri dengan karya K.H. Maimoen Zubair, hal ini bisa diketahui
oleh seorang yang alim dalam ilmu Balaghah. Syair ini diurutkan sesuai dengan
huruf Hijaiyah yang berjumlah 28, dan syair ini dikarang oleh K.H. Maimoen
Zubair ketika ia berziarah di makam Syaikh Imam al-Bushiri.117
5. Tarajim
Kitab ini menjelaskan tentang biografi beberpa ulama terkenal di Pulau Jawa,
terutama yang berada diseputar Sarang dan sekitarnya, seperti Kiai Ghozali bin
Lanah, Kiai Umar bin Harun Sarang, Kiai Syu’aib bin Abdurrazaq, Kiai
Fathurrahman bin Ghozali, Kiai Ahmad bin Syu’aib, Kiai Muntaha Sarang, Kiai
Abdullah bin Abdurrahman, Kiai Dahlan, Kiai Imam Kholil, Kiai Zubair, Kiai
Ma’shum dari Lasem, dan Kiai Baidlowi bin Abdul Aziz dari Lasem. Kitab ini
dilengkapi dengan Kitab Hayat al-Mutarajjim yang ditulis oleh K.H. Muhammad
Najih yang tidak lain adalah putra K.H. Maimoen Zubair. Jadi kitab Tarajim ini
terdiri dari dua kitab.
Pertama, menerangkan tentang biografi singkat ulama-ulama Sarang dan
sekitarnya yang ditulis oleh K.H. Maimoen Zubair, dan fase-fase perkembangan
Pesantren Sarang hingga terbagi menjadi beberapa pesantren seperti MIS, MUS,
dan Al-Anwar dan yang lainnya. Kedua, Hayat al-Mutarajjim yang ditulis oleh
K.H. Muhammad Najih Maimoen. Kitab Hayat al-Mutarajjim ini menerangkan
tentang biografi K.H. Maimoen Zubair mulai lahir hingga ia menjadi seorang
ulama besar yang mempunyai banyak pengaruh.118
Syekh Ibrahim bin Hasan al-Laqani. Biasanya kitab ini dipelajari oleh santri kelas
1 Tsanawiyyah (setara dengan tingkatan SMP) di MGS.125
14. Munaqib
Kitab ini ditulis K.H. Maimoen Zubair berisi tentang biografi Sayyid Hamzah
Syato Sedan.127
utara Jalan Pantura, tepatnya di utara sepanjang jalan Daendels. Letaknya dekat
dengan pesisir pantai Sarang kurang lebih 50 meter.128
Dalam salah satu ceramahnya, K.H. Maimoen Zubair bercerita saat pertama
akan mendirikan pondok pesantren ia sebenarnya terpaksa, karena nantinya ia
akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT di akhirat. Hal itu terjadi
sebab saat itu Gus Imam (putra Kiai Makhrus Lirboyo) kabur, dan Mbah Makhrus
sudah mencari di mana-mana tidak menemukan Gus Imam, ternyata Gus Imam
kabur ke rumah Maimoen di Sarang. Selanjutnya, Maimoen menyuruhnya untuk
pergi ke pondok saja, dengan pilihan Pondok Pesantren MIS atau Pondok
Pesantren MUS. Gus Imam menolak tawaran dari Maimoen tersebut, dia masih
memilih untuk tetap tinggal di rumah Maimoen. Selang beberapa lama, ketika
Kiai Zubair Dahlan meninggal, Maimoen terpaksa harus masuk ke pondok.
Alasan sebenarnya yang mendasari Maimoen mendirikan pondok pesantren yaitu
ayahnya, Kiai Zubair. Kiai Zubair merupakan pengajar di Pesantren Sarang,
sehingga banyak yang menganggapnya sebagai kiai, tetapi ia seorang kiai Sarang
yang tidak memiliki pesantren. Setelah ayahnya meninggal, ia harus menetap di
rumah.129
Ketika K.H. Maimoen Zubair sudah mempunyai rumah sendiri, Kiai Zubair
Dahlan menyuruhnya untuk membuat mushalla sebagai sarana untuk berdakwah
dan mengembangkan Islam. Pembangunan mushalla ini mendapatkan bantuan
dari Kiai Ahmad bin Syu’aib. Mushalla inilah yang menjadi cikal bakal dari
lahirnya Pondok Pesantren Al-Anwar. Setelah mushalla berdiri pada 1964 M/1386
H, banyak santri yang mengaji kepadanya. Ada juga yang ingin menetap di
mushalla ini. Karena dahulu mushalla itu hanya satu ruangan, maka ruangan itu
akhirnya di sekat menjadi dua. Hal ini terjadi pada 1967 M/1388 H. Satu ruangan
untuk tempat tinggal santri yang ingin bermukim dan yang satu lagi untuk
beribadah sekaligus menjadi tempat K.H. Maimoen Zubair untuk mengajar santri-
128
Ulum, K.H. Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 84.
129
Sahal Kinan, “Nostalgia Mbah Maimoen waktu mondok. Haul Lirboyo”,
Youtube, (Oktober 11, 2018. https://www.youtube.com/watch?v=-vKwLur56bM,
diakses pada …. (Kinan 19:03).
201
130
Ulum, K.H. Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 85
Sumber K.H. Aziz Sarang (Mbah Madarum) dikutip dari Ulum, K.H.
131
Para santri K.H. Maimoen Zubair, telah menjadi ulama yang bertebaran di
Nusantara. Beberapa di antaranya adalah Kiai Hamid Baidlowi (pengasuh Pondok
Pesantren Al-Wahidah di Lasem, Rembang), Kiai Imam Yahya bin Mahrus Aly
(pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri), Kiai Nashirudin (ketua Majlis
Syariah PPP wilayah Jawa Timur), Kiai Sadid Jauhari (pengasuh Pondok
Pesantren As-Sunniyah di Jember), Kiai Humaidi dari Rembang, Kiai Asyhari
205
dari Pasuruan, Jawa Timur, Kiai Abdul Wahid Zuhdi dari Grobogan, Kiai Abdul
Adhim dari Bangkalan, Madura, dan Kiai Anshari dari Magelang.134
Sistem yang diterapkan di Pondok Pesantern Al-Anwar adalah sistem
Salafiyyah, di mana para santri wajib mengikuti pengajian para masyayikh atau
ustadz, baik lewat pendekatan bandongan maupun sorogan. Selain itu, santri juga
harus mengikuti pendidikan Muhadloroh atau Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyah
sampai tingkat aliyah dan melanjutkan pada PPTM (Ma’had Aly) dalam jenjang
masa pendidikan 2 tahun. Kegiaatan yang lain adalah mudzakaroh Fath al-Qorib,
Fath al-Mu’in, Ibnu Aqil, Jauharotul Maknun dan lain-lain. Secara geografis,
letak pesantren ini berada di desa Karangmangu, Kecamatan Sarang, Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah. 135
Gambar: 3.68 GSG Lantai 5 PP. Al-Anwar Sarang Masa Perkembangan, publikasi
27 November 2014
(Sumber: https://www.facebook.com/gsg-lt.5-ppalanwarsarang/2014/11/27)
Selain aktif mengajar di Pondok Pesantren Al-Anwar, K.H. Maimoen
Zubair juga aktif mengajar di Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyyah (MGS) yang
didirikan oleh ulama-ulama Sarang pada 1369 H/1950 M. Siswa madrasah ini
berasal dari gabungan pesantren-pesantren yang ada di Sarang dan sekitarnya
serta ada juga orang-orang kampung yang ikut belajar di sana.136
Seiring dengan tuntutan zaman, PP Al-Anwar terbagi menjadi 4, pertama
PP. Al-Anwar I khusus bagi santri yang ingin mendalami ilmu agama secara
murni. Pada PP. Al-Anwar II yaitu sebagai wadah bagi para santri yang ingin
mengkaji tentang ilmu sains dan teknologi tapi tidak meninggalkan ilmu
agamanya. PP. Al-Anwar II ini, terletak kurang lebih 3 KM dari desa
Karangmangu tepatnya didesa Gondanrejo Kalipang, Sarang, Rembang. Disinilah
didirikannya lembaga pendidikan formal dibawah naungan LP. Ma’rif NU
setingkat dengan SD, SLTP, dan SLTA dengan nama MI, MTs, dan MA Al-
Anwar. Diharapkan dengan adanya lembaga pendidikan formal tersebut santri
akan memperoleh keseimbangan dalam segi IMTEK dan IPTEK, sehingga
nantinya bukan hanya kebahagiaan dunia saja yang akan diraihnya namun juga
kebahagiaan nanti di akhiratnya. Dalam hal ini diasuh langsung oleh putra beliau
K.H. Abdullah Ubab.137
Pada 15 September 2003, M awal sejarah diresmikannya sebuah lembaga
formal setingkat SLTP dengan nama MTs Al-Anwar yang didirikan oleh K.H.
Maimoen Zubair, yang bertujuan untuk dijadikan suatu tempat memperdalam
ilmu-ilmu yang berbasis kompetensi sesuai rujukan dari pemerintah, yang dalam
hal ini dari Departemen Agama serta untuk mempelajari ilmu-ilmu salaf yang
136
Ulum, K.H. Maimoen Zubair: Sang Kiai Teladan, hlm. 88.
merujuk pada
Pondok
Pesantren Al-
Anwar
Sarang.138
Sarang”, (https://www.muslimoderat.net/2015/12/sejarah-lengkap-berdirinya-
pondok.html, (diakses pada 10 Maret 2021, pukul 23.19).