Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II
Disusun oleh :
Keperawatan 3B
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpah Rahmat, Taufik dan
Hidaya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam “Asuhan Keperawatan Pada
Klien Autisme” dalam mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bantuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penulisan masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki
sangat kurang.Oleh karena itu Penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bandung, 26 Maret 2022
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh
seorang psikiatri Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak
yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi
dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya,
sehingga perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis merupakan
suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dalam pendidikan luar biasa kita
banyak mengenal macam-macam anak berkebutuhan khusus. Salah satunya anak
autis. Anak autis juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik
itu keterampilan, maupun secara akademik.
Permasalahan yang di lapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui
tentang anak autis tersebut. Oleh karena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak
autis. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak
autis, penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara
umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-
anak tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama
ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah ini nantinya
dapat membantu kita mengetahui anak autis tersebut.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari autisme
2. Untuk mengetahui etiologi dari autisme
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari autisme
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari autisme
5. Untuk mengetahui pathway dari autisme
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari autisme
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari autisme
8. Untuk emnegtahui terapi pada autisme
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada autisme
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Teori
1. Pengertian Autisme
Autisme menurut istilah ilmiah kedokteran, psikiatri dan psikologi termasuk
gangguan pervasive (pervasive developmental disorders). Secara khas gangguan
yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi
psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan ketrampilan social dan
berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-
gerakan motorik. Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh
kembang, berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu
yang menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga
mempengaruhi tumbuh kembang pada beberapa aspek, yaitu antara lain ;
komunikasi, kemampuan berinteraksi social, dan gerakan motorik baik kasar
maupun halus. Dan gejala-gejala autisme terlihat dari adanya penyimpangan dari
ciri-ciri tumbuh kembang anak secara normal yang sebaya dengannya (Sunu,
2012).
Autisme adalah ketidakmampuan perkembangan yang biasanya terlihat
sebelum usia dua setengah tahun dan ditandai dengan gangguan pada wicara,
bahasa, mobilitas, persepsi dan hubungan interpersonal. Anak yang autisme
biasanya tidak memiliki kesadaran terhadap orang lain dan gagal membangun
hubungan interpersonal, bahkan dengan orang tuanya.
Kaplan & Sadock (2015) menyatakan bahwa gangguan autistik (dahulu
disebut autisme infantile dini, autisme masa kanak kanak atau autisme kanner)
ditandai dengan interaksi sosial timbal balik yang menyimpang, keterampilan
komunikasi yang terlambat dan menyimpang, serta kumpulan aktivitas dan minat
yang terbatas. Gangguan autisme 4 hingga 5 kali lebih sering pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan dengan ganggguan autistik lebih
besar kemungkinan memiliki retradasi mental.
2. Etiologi Autisme
Peningkatan jumlah penderita autisme yang tajam menimbulkan berbagai
pertanyaan mengenai penyebab gangguan tersebut. Hingga saat ini ada beberapa
penyebab autisme yang dikembangkan oleh beberapa ahli yaitu (Kaplam dan
Sadock, 2014)
a. Faktor Psikogenik
Ketika autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner,
autisme diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasus perdana
banyak ditemukan oleh keluarga kelas menengah dan berppendidikan yang
orang tuanya bersikap dingin dan kaku pada anak. Kanner beranggapan sikap
keluarga tersebut kurang memberikan stimulasi bagi perkembangan
komunikasi anak yang akhirnya menghambat peprkmbangan kemampuan
kkomunikasi dan interkasi sosial anak.
b. Faktor Biologis dan Lingkungan
Seperti gangguan perkembangan lainnya, autisme dipandnag sebagi
gangguan yang memiliki sebab dan antara satu kasus dengan kasus lainnya
penyebab bisa tidak sama. Penelitian tentang faktor prganik menunjukkan
adanya kelainan atau keterlambatan dalam tahap perkembangan anak autis
sehingga autisme kemudian digolongkan sebagai gangguan dalam
perkembangan yang mendasari pengklasifikasian.
c. Faktor Genetik
Pada beberapa survey, antara 2-4 saudara kandung anak autistik juga
mendalami autisitik. Laporan klien mengesankan bahwa pada keluarga yang
memiliki anggota autistik, anggota non autistiknya mempunyai kejadian yang
lebih tinggi.
d. Faktor Imunologis
Beberapa laporan yang mengesankan bahwa ketidakcocokan
imunologis dapat turut berperan dalam gangguan autistik. Limfosit beberapa
anak autistik bereaksi dengan antibody maternal, suatu fakta yang
meningkatkan kemungkinna jaringan saraf embrionik atau ekstraenbrionik
rusak selama gestasi.
e. Faktor Perinatal
Perdarahan ibu setelah trimester pertama dan mekonium di dalam
cairan amnion dilaporkan lebih sering di dalam riwayat anak dengan gangguan
autistik dibandingkan populasi umum.
4. Patofifiologi Autisme
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima impluslistrik (dendrite). Sel
saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson di
bungkus selaput bernama myelin terletak dubagian otak berwarna putih. Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan
tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pmbentukan sel saraf berhenti dan
di mulai pembentukan akson, dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak
berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrite dan sinaps. Proses
ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brai growth factor Sn proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas, pembentukan akson,
dendrite dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukan pertambahan akson, dendrite dan
sinaps, sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrite dan sinaps. Kelainan genetis, keracuanan logam
berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
5. Pathway Autisme
6. Klasifikasi
a. Autisme Persepsi
Dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah timbul sebelum lahir.
Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi
terhadap rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan anak bekerjasama
dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.
b. Autisme Reaksi
Terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan kecemasan seperti
orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah atau sekolah dan sebagainya.
Autisme ini akan memunculkan Gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang,
kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar
enam sampai tujuh sebelum anak memasuki tahapan berfikir logis.
c. Autisme yang timbul kemudian
Terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan jaringan otak yang
terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit dalam hal pemberian
pelatihan dan pelayanan Pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah
melekat.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Childhoood Autism Rating Scale (CARS)
b. Checklis for Autisn in Toddlers (CHAT)
c. The Autism Screening Questionare
d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Umumnya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan
penerangan kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi
anak. Manajemen yang efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi
farmakologi, yang saat ini dievaluasi, mencakup obat fenfluramine, lithium,
haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang menyertai.
Terapi prilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk
lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Terapi prilaku terdiri dari
terapi wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan prilaku yang asocial.
Dalam terapi farmakologi dinyatakan belum ada obat atau terapi
khusus yang menyembuhkan kelainan ini. Medikasi (terapi obat) beguna
terhadap gejala yang menyertai
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mengurangi masalah prilaku
2) Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat
meningkatkan kemahiran berbicara
3) Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
4) Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
9. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita autis biasanya adalah :
a. Gangguan infeksi yang berulang-ulang
b. Batuk
c. Flu
d. Demam berkepanjangan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguam komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
b. Gangguan interaksi social berhubungan dengan hambatan perkembangan
c. Gangguan persepsi dan sensori berhubungan dengan gangguan pengelihatan
dan pendengaran
d. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan pertumbuhan fisik
terganggu
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter implementasi merupakan
pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan,
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana
dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan
juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan
fisioterapis.
Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak, untuk mengatasi
suatu masalah yang diharapi klien.
BAB III
KASUS LAPANGAN
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf dengan gejala yang timbul
yang jelas sepanjang umur pasien. Autism Spectrum Disorde (ASD) ditandai dengan
gangguan interaksi social dan komunikasi yang terhambat dan menyimpang, serta
kumoulan aktivitas dan minat yang terbatas.
Meskipun terlihat tidak wajar dan tidak bisa diterima di khalayak umum,
terkadang anak autis memiliki kemampuan spesifik melebihi anak-anak seusianya.
Sebagian besar penderita autisme, yakni sekitar 75% termasuk alam kategori
keterlambatan mental. Tetapi sejumlah 10% dari mereka malah digolongkan sebagai
orang jenius. Orang-orang semacam ini memiliki kemampuan luar biasa dalam
berhitung, musik, atau seni.