Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AUTIS

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II

Dosen Pengampu : M. Iqbal Sutisna, S.Kep., Ners, M. Kep

Disusun oleh :

Amylia Dwi 1119051 Annisa Maulida 1119066


Annissa Shofiyullah 1119053 Siti Nur Azizanzyah 1119067
Siska Melani 1119054 Awis Azizah 1119068
Rahmawati 1119055 Siti Anisa 1119069
Anisah Bahar 1119056 Diana Yasinta 1119070
Nadyatus Solekha 1119058 Wina Nayla 1119072
Devia Anggraeni 1119059 Fadila Nuraini 1119073
Sonia Gustasya 1119061 Noveli Kartiwi 1119074
Otvilia Teodora 1119062 Intan Denda 1119075
Etsa Fadila Rahma 1119063 Vera Sri 1119076
Sella Anggraeni 1119064 Gilang Ramadhan 1119077
Vina Febrianti 1119065

Keperawatan 3B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpah Rahmat, Taufik dan
Hidaya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam “Asuhan Keperawatan Pada
Klien Autisme” dalam mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bantuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penulisan masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki
sangat kurang.Oleh karena itu Penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bandung, 26 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh
seorang psikiatri Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak
yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi
dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya,
sehingga perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis merupakan
suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dalam pendidikan luar biasa kita
banyak mengenal macam-macam anak berkebutuhan khusus. Salah satunya anak
autis. Anak autis juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik
itu keterampilan, maupun secara akademik.
Permasalahan yang di lapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui
tentang anak autis tersebut. Oleh karena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak
autis. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak
autis, penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara
umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-
anak tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama
ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah ini nantinya
dapat membantu kita mengetahui anak autis tersebut.

B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari autisme
2. Untuk mengetahui etiologi dari autisme
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari autisme
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari autisme
5. Untuk mengetahui pathway dari autisme
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari autisme
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari autisme
8. Untuk emnegtahui terapi pada autisme
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada autisme
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori
1. Pengertian Autisme
Autisme menurut istilah ilmiah kedokteran, psikiatri dan psikologi termasuk
gangguan pervasive (pervasive developmental disorders). Secara khas gangguan
yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi
psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan ketrampilan social dan
berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-
gerakan motorik. Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh
kembang, berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu
yang menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga
mempengaruhi tumbuh kembang pada beberapa aspek, yaitu antara lain ;
komunikasi, kemampuan berinteraksi social, dan gerakan motorik baik kasar
maupun halus. Dan gejala-gejala autisme terlihat dari adanya penyimpangan dari
ciri-ciri tumbuh kembang anak secara normal yang sebaya dengannya (Sunu,
2012).
Autisme adalah ketidakmampuan perkembangan yang biasanya terlihat
sebelum usia dua setengah tahun dan ditandai dengan gangguan pada wicara,
bahasa, mobilitas, persepsi dan hubungan interpersonal. Anak yang autisme
biasanya tidak memiliki kesadaran terhadap orang lain dan gagal membangun
hubungan interpersonal, bahkan dengan orang tuanya.
Kaplan & Sadock (2015) menyatakan bahwa gangguan autistik (dahulu
disebut autisme infantile dini, autisme masa kanak kanak atau autisme kanner)
ditandai dengan interaksi sosial timbal balik yang menyimpang, keterampilan
komunikasi yang terlambat dan menyimpang, serta kumpulan aktivitas dan minat
yang terbatas. Gangguan autisme 4 hingga 5 kali lebih sering pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan dengan ganggguan autistik lebih
besar kemungkinan memiliki retradasi mental.
2. Etiologi Autisme
Peningkatan jumlah penderita autisme yang tajam menimbulkan berbagai
pertanyaan mengenai penyebab gangguan tersebut. Hingga saat ini ada beberapa
penyebab autisme yang dikembangkan oleh beberapa ahli yaitu (Kaplam dan
Sadock, 2014)
a. Faktor Psikogenik
Ketika autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner,
autisme diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasus perdana
banyak ditemukan oleh keluarga kelas menengah dan berppendidikan yang
orang tuanya bersikap dingin dan kaku pada anak. Kanner beranggapan sikap
keluarga tersebut kurang memberikan stimulasi bagi perkembangan
komunikasi anak yang akhirnya menghambat peprkmbangan kemampuan
kkomunikasi dan interkasi sosial anak.
b. Faktor Biologis dan Lingkungan
Seperti gangguan perkembangan lainnya, autisme dipandnag sebagi
gangguan yang memiliki sebab dan antara satu kasus dengan kasus lainnya
penyebab bisa tidak sama. Penelitian tentang faktor prganik menunjukkan
adanya kelainan atau keterlambatan dalam tahap perkembangan anak autis
sehingga autisme kemudian digolongkan sebagai gangguan dalam
perkembangan yang mendasari pengklasifikasian.
c. Faktor Genetik
Pada beberapa survey, antara 2-4 saudara kandung anak autistik juga
mendalami autisitik. Laporan klien mengesankan bahwa pada keluarga yang
memiliki anggota autistik, anggota non autistiknya mempunyai kejadian yang
lebih tinggi.
d. Faktor Imunologis
Beberapa laporan yang mengesankan bahwa ketidakcocokan
imunologis dapat turut berperan dalam gangguan autistik. Limfosit beberapa
anak autistik bereaksi dengan antibody maternal, suatu fakta yang
meningkatkan kemungkinna jaringan saraf embrionik atau ekstraenbrionik
rusak selama gestasi.
e. Faktor Perinatal
Perdarahan ibu setelah trimester pertama dan mekonium di dalam
cairan amnion dilaporkan lebih sering di dalam riwayat anak dengan gangguan
autistik dibandingkan populasi umum.

3. Manifestasi Klinis Autisme


a. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal, mepiluti kemampuan
bahsa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara.
b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, meliputi gangguan menolak atau
menghindar untuk bertatap muka.
c. Gangguan dalam bermain, diantaranya bermain sangat moonoton dan aneh,
misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan panjang.
d. Gangguan perilaku, dilihatt dari gejala sering dianggap sebagai anak yang
senang kerapihan harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
e. Gannguan perasaan dan emosi, dapat dilihat dari perilaku tertawa sendiri,
mennagis atau marah tanpa sebab nyata.
f. Gangguan dalam persepsi sensori, meliputi perasaan sensitive terhadap cahaya
(penglihatan), pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai
ringan sampai berat.
g. Intelegasi, dengan uji psikologi konvesional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.

4. Patofifiologi Autisme
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima impluslistrik (dendrite). Sel
saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson di
bungkus selaput bernama myelin terletak dubagian otak berwarna putih. Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan
tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pmbentukan sel saraf berhenti dan
di mulai pembentukan akson, dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak
berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrite dan sinaps. Proses
ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brai growth factor Sn proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas, pembentukan akson,
dendrite dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukan pertambahan akson, dendrite dan
sinaps, sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrite dan sinaps. Kelainan genetis, keracuanan logam
berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

5. Pathway Autisme
6. Klasifikasi
a. Autisme Persepsi
Dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah timbul sebelum lahir.
Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi
terhadap rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan anak bekerjasama
dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.
b. Autisme Reaksi
Terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan kecemasan seperti
orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah atau sekolah dan sebagainya.
Autisme ini akan memunculkan Gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang,
kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar
enam sampai tujuh sebelum anak memasuki tahapan berfikir logis.
c. Autisme yang timbul kemudian
Terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan jaringan otak yang
terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit dalam hal pemberian
pelatihan dan pelayanan Pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah
melekat.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Childhoood Autism Rating Scale (CARS)
b. Checklis for Autisn in Toddlers (CHAT)
c. The Autism Screening Questionare
d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Umumnya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan
penerangan kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi
anak. Manajemen yang efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi
farmakologi, yang saat ini dievaluasi, mencakup obat fenfluramine, lithium,
haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang menyertai.
Terapi prilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk
lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Terapi prilaku terdiri dari
terapi wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan prilaku yang asocial.
Dalam terapi farmakologi dinyatakan belum ada obat atau terapi
khusus yang menyembuhkan kelainan ini. Medikasi (terapi obat) beguna
terhadap gejala yang menyertai
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mengurangi masalah prilaku
2) Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat
meningkatkan kemahiran berbicara
3) Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
4) Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.

9. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita autis biasanya adalah :
a. Gangguan infeksi yang berulang-ulang
b. Batuk
c. Flu
d. Demam berkepanjangan

10. Terapi Pada Anak Autisme


Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu
sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan
perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan
apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para
ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada
hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak
autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persoalan perilaku. Treatment yang
komprehensif umumnya meliputi; terapi wicara (speech therapy), okupasi terapi
(occupational therapy) dan applied behavior analisis (ABA) untuk mengubah
serta memodifikasi perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan
ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui
saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali
treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional
dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang
lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para
penyandangnya.
1. Educational treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: applied behavior
analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas
sehingga sering disamakan dengan discrete trial training atau intervensi
perilaku intensif.
2. Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal
sebagai floortime.
3. Teacch (treatment and education of autistic and related communication
handicapped children).
4. Biological treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian
vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku
tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
5. Speech language therapy (terapi wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada
usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses
auditory/pendengaran.
6. Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (picture
exchange communication system), bahasa isyarat, strategi visual
menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung
komunikasi lainnya.
7. Pelayanan autisme intensif, meliputi kerja tim dari berbagai disiplin ilmu
yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lingkungan
sosial lainnya.
8. Terapi yang bersifat sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada occupational
therapy (OT), dan auditory integration training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka
sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat
meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme.
Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis
terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa
sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-
variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan
sekitarnya dan belum lagi etika yang ada di dalamnya untuk membuat suatu penelitian
itu sungguh-sungguh terkontrol.
Sangat tidak mungkin mengontrol semua variabel yang ada sehingga data yang
dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satu pun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya
dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multi-
disiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi
perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu
mengarahkan pilihan-pilihan terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini.
Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga
sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun, tentukan salah satu jenis terapi dan
laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata
selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang
diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan
yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan.
Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-
perubahan perilaku lainnya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Autis


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. kajian
c. Riawayat Kesehatan Saat Ini
Perlu ditanyakan pada keluarga mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1) Prenatal
Saat hamil : Ibu merokok (Ya/Tidak)
: Ibu minum minuman keras (Ya/Tidak)
2) Intra dan Post Natal
Intranatal
a) Lama Persalinan
b) Saat Persalinan
c) Komplikasi Persalinan
d) Terapi yang diberikan
e) Cara melahirkan
f) Tempat Melahirkan
Postnatal
a) Kebutuhan resusitasi
b) Apgar skor
c) Bayi langsung menangis
d) Tangisan bayi
e) Obat-obatan yang diberikan setelah lahir
f) Trauma lahir
g) Narkosis
h) Keluarnya urin/ BAB
i) Respon fisiologi atau perilaku yang bermakna
3) Penyakit yang pernah diderita
Tanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami obesitas
4) Imunisasi
Tanyakan pada keluarga pasien apakah pasien sudah mendapatkan
imunisasi wajib
e. Riawayat Pertumbuhan
Tanyakan pada keluarga pasien bagimana pertumbuhan dari pasien apakah ada
gangguan atau tidak
f. Tingkat Perkembangan
Tanyakan pada keluarga apakah ada tidaknya gangguan perkembangan pada
pasien sebelum di rawat inap
g. Riwayat Sosial
Bagaimana riwayat sosial pasien kepada keluarga maupun orangorang yang
berada di lingkungan sekitarnya
h. Riwayat Keluarga
Tanyakan kepada keluarga pasien bagimana lingkungan rumah serta apakah
ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan atau memiliki
penyakit keturunan dari keluarga pasien
i. Pola Kesehatan
1) Pemeliharaan dan persepsi kesehatan
Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir, pemeriksaan
kesehatan secara rutin, imunisasi, penyakit yang menyebabkan anak absent
dari sekolah, kebiasaan merokok orang tua, praktek pencegahan
kecelakaan (pakaian, menukar popok), praktek keamanan orang tua
(produk rumah tangga, menyimpan obat-obatan.
2) Nutrisi (makanan dan cairan)
Kaji pasien dan ibu pasien mengenai kebiasaan pemberian ASI/PASI,
jumlah minum, kekuatan menghisap, jumlah makanan dan kudapan, jenis
dan jumlah (makanan dan minuman) adakah tambahan vitamin, pola
makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan, BB lahir dan BB saat ini serta status nutrisi orang tua, apakah ada
masalah atau tidak
3) Aktifitas
Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan / kurang
keinginan untuk beraktifitas.
4) Tidur dan Istirahat
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam
tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,
mengantuk).
5) Eliminasi
Kaji kebiasaan pola defekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah atau tidak),
mengganti pakaian dalam/diapers pada bayi, pola eliminasi urine
(frekuensi ganti popok basah perhari, kekuatan keluarnya urine, bau,
warna)
6) Pola hubungan
Kaji struktur keluarga, masalah/stressor keluarga, interaksi antara anggota
keluarga, respon anak/ bayi terhadap perpisahan, pola bermain anak
apakah ketergantungan, dan penyusuaian ketika berada
7) Koping
Kaji apa yang menyebabkan stress pada anak, tingkat stress dan
toleransinya, serta kaji cara penanganan masalah
8) Kognitif dan persepsi
Kaji pasien mengenai gambaran tentang indra khusus (penglihatan,
penciuman, pendengaran, perasa, peraba), penggunaan alat bantu indra,
persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif),
keyakinan budaya terhadap nyeri, tingkat pengetahuan terhadap nyeri dan
pengetahuan untuk mengontrol dan mengatasi nyeri, data pemeriksaan
fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)
9) Konsep diri
Kaji pasien mengenai keadaan sosisal: pekerjaan, situasi keluarga,
kelompok sosial, identitas personal: penjelasan tentang diri sendiri,
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, keadaan fisik, segala sesuatu yang
berkaitan dengan tubuh (yang disukai dan tidak), harga diri: perasaan
mengenai diri sendiri, ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan
peran), riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan ataupun psikologi,
data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, tidak mau
berinteraksi)
10) Seksual
Kaji pasien mengenai gambaran perilaku seksual (perilaku seksualitas
yang aman, pelukan, sentuhan, dll), pengetahuan yang berhubungan
dengan seksualitas dan reproduksi, efek terhadap kesehatan, riwayat yang
berhubungan dengan masalah fisik dana tau psikologi, data pemeriksaan
fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rectum)
11) Nilai
Kaji pasien mengenai perkembangan moral anak, pemilihan prilaku,
komitmen, keyakinan akan kesehatan serta keyakinan agama
j. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran, postur tubuh gemuk
2) Tanda-Tanda Vital : TD, N, RR, S
Ukuran Anthropometri : TB, BB mengalami peningkatan, LK, LiLa
3) Kulit
Kaji kebersihan, turgor, lesi, kelainan
4) Kepala
Kaji bentuk, lesi, kebersihan, edema
5) Mata
Kaji konjungtiva, sclera, kelainan mata
6) Telinga
Kaji fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
7) Hidung
Kaji kebersihan, kelainan
8) Mulut
Kaji kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis
9) Leher
Kaji apakah ada pembesaran kelenjar
10) Dada
Kaji paru dan jantung dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
11) Abdomen
Kaji abdomen dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultas
12) Genetalia
Kaji kebersihan, kateter, kelainan
13) Ekstremitas
Kaji adanya edema, infuse/transfuse, kontraktor, kelinan
14) Neurologi
Fungsi saraf

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguam komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
b. Gangguan interaksi social berhubungan dengan hambatan perkembangan
c. Gangguan persepsi dan sensori berhubungan dengan gangguan pengelihatan
dan pendengaran
d. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan pertumbuhan fisik
terganggu

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil
Gangguam Setelah dilakukan asuhan SIKI : Promosi
komunikasi verbal keperawatan selama … Komunikasi : Defisit
berhubungan dengan x… jam, diharapkan bicara
gangguan pasien dapat 1. Monitor kecepatan,
neuromuskuler berkomunikasi, dengan tekanan, kualitas,
criteria hasil : volume, dan diksi
SLKI : Komunikasi bicara
Verbal 2. Identifikasi
1. dengan baik tanpa perilaku emosional
hambatan . dan fisik sebagai
2. dengan normal bentuk komunikasi
menyesuaikan 3. Gunakan metode
ekspresi wajah dan komunikasi
tubuh. alternative (mis:
menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi
dengan gambar
dan huruf, isyarat
tangan dan
computer
4. Berikan dukungan
psikologis
5. Anjurkan berbicara
perlahan
6. Rujuk ke ahli
patologi bicara
atau therapis
Gangguan interaksi Setelah dilakukan asuhan SIKI : Modifikasi
social berhubungan keperawatan selama … perilaku keterampilan
dengan hambatan x… jam, diharapkan social
perkembangan interaksi social pasien 1. Identifikasi focus
membaik, dengan criteria pelatihan
hasil : keterampilan
SLKI : INTERAKSI social
SOSIAL 2. Motivasi untuk
1. Di harapkan berlatih
perasaan pasien keterampilan
nyaman dengan social
situasi social 3. Libatkan keluarga
2. Di harapkan selama latihan
perasaan pasien keterampilan
mudah menerima social
atau 4. Edukasi keluarga
mengkomunikasi untuk dukungan
perasaan keterampilan
3. Pasien mampu social
responsive pada 5. Latih
orang lai keterampilan
social secara
bertahap
Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan SIKI : Manajemen
dan sensori keperawatan selama … Halusinasi
berhubungan dengan x… jam, diharapkan 1. Monitor perilaku yang
gangguan pasiem mampu melihat mengidentifikasi
pengelihatan dan dan mendengar dengan halusinasi
pendengaran normal , dengan criteria 2. Monitor dan sesuikan
hasil : tingkat aktivitas dan
SLKI : Persepsi Sensori stimulasi lingkungan
1. Mendengarkan 3. Pertahankan
bisikan lingkungan yang
2. Bayangan aman
3. sesuatu melalui 4. Anjurkan melakukan
indra perabaan distraksi (mis :
4. sesuatu melalui mendengarkan music,
indra penciuman melakukan aktivitas
dan Teknik relaksasi)
5. Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
antiansietas
Gangguan tumbuh Setelah dilakukan asuhan SIKI : Perawatan
kembang keperawatan selama … Perkembangan
berhubungan dengan x… jam, diharapkan 1. Identifikasi
pertumbuhan fisik pasiem mampu melihat pencapaian tugas
terganggu dan mendengar dengan perkembangan
normal , dengan criteria anak
hasil : 2. Sediakan aktivitas
SLKI : Status yang memotivasi
Perkembangan anak berinteraksi
1. Pasien mampu dengan
menerapkan abaklainnya
ketrampilan atau 3. Dukung anak
prilaku mengekspresikan
2. Pasien mampu diri melalui
melakukan penghargaan
perawatan diri positif atau umpan
balik atau
usahanya
4. Anjurkan orang
tua berinteraksi
dengan anaknya
5. Ajarkan anak
ketrampilan
berinteraksi
6. Rujuk untuk
konseling, jika
perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter implementasi merupakan
pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan,
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana
dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan
juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan
fisioterapis.
Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak, untuk mengatasi
suatu masalah yang diharapi klien.

BAB III

KASUS LAPANGAN
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf dengan gejala yang timbul
yang jelas sepanjang umur pasien. Autism Spectrum Disorde (ASD) ditandai dengan
gangguan interaksi social dan komunikasi yang terhambat dan menyimpang, serta
kumoulan aktivitas dan minat yang terbatas.
Meskipun terlihat tidak wajar dan tidak bisa diterima di khalayak umum,
terkadang anak autis memiliki kemampuan spesifik melebihi anak-anak seusianya.
Sebagian besar penderita autisme, yakni sekitar 75% termasuk alam kategori
keterlambatan mental. Tetapi sejumlah 10% dari mereka malah digolongkan sebagai
orang jenius. Orang-orang semacam ini memiliki kemampuan luar biasa dalam
berhitung, musik, atau seni.

Anda mungkin juga menyukai