Anda di halaman 1dari 10

REVIEW : MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI OPTIK

Agustina Ruthlita Sirait (4211131023),Dinda Natalisa Br.Gurusinga (4211131024),El Kamty


Yamareta (4213131081),Juwita Marine Egya (4211131015),Passion Tarigan
(421313053),Zahratul Hasanah (4211131016).
Pendidikan Kimia
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran fisika,
pada materi alat optik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep,
tingkat miskonsepsi, dan faktor penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMA. Penelitian
ini merupakan penelitian campuran dari penelitian kualitatif dan kuantitatif. Subjek penelitian
adalah siswa kelas X yang terdiri dari 18 siswa. Instrumen pengumpulan data yang digunakan
yaitu pilihan ganda beralasan berjumlah 10 butir soal yang disertai CRI untuk mengetahui tingkat
keyakinan subjek dalam menjawab soal. Miskonsepsi siswa pada materi Alat Optik telah
diidentifikasi dengan menggunakan instrument three-tier multiple choice diagnostic test. Data
analisis menggunakan pemodelan Rasch. Penelitian ini menunjukan bahwa pembelajaran fisika
terutama pada materi alat-alat optik. Dapat disimpulkan bahwa analisis pemahaman konsep siswa
pada materi alat optik dapat dianalisis dengan baik menggunakan pemodelan Rasch.
Kata kunci: optik, instrumen three-tier multiple choice diagnostic test, pemodelan Rasch

Abstrac
This research is motivated by the low understanding of students on the subject of physics, on the
material of optical instruments. This study aims to determine the level of understanding of concepts,
the level of misconceptions, and the factors that cause misconceptions that occur in high school
students. This research is a mixed research of qualitative and quantitative research. The research
subjects were students of class X which consisted of 18 students. The data collection instrument
used was reasoned multiple choice totaling 10 questions accompanied by CRI to determine the
subject's level of confidence in answering the questions. Students' misconceptions about the
material on Optical Instruments have been identified using a three-tier multiple choice diagnostic
test instrument. Data analysis using Rasch modeling. Research This research shows that learning
physics, especially in the material of optical instruments. It can be concluded that the analysis of
students' conceptual understanding on optical instrument material can be well analyzed using
Rasch modeling.
Keywords: optics, three-tier multiple choice diagnostic test instrument, Rasch modeling
1. PENDAHULUAN
Pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi sepanjang masa.
Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi masyarakat karena pendidikan dapat
memenuhi dan mengubah pola pikir seseorang untuk melakukan perbaikan dalam segala aspek
kehidupan kearah peningkatan kualitas diri sesuai harapan pelaku pendidikan. Pendidikan yang
dibutuhkan adalah pendidikan yang berkualitas dan demokratis [6].Pembelajaran fisika pada
hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan sikap sebagai aplikasi dari pengetahuan. Sebagai
produk, fisika berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teoriteori, sedangkan
sebagai proses berupa keterampilan-keterampilan dan sikap yang harus dimiliki untuk
memperoleh produk (Yolanda, Syuhendri, & Andriani, 2016)[jurnal reta]Kejadian fisika mudah
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, berkaitan dengan fenomena alam. Fisika merupakan
cabang ilmu sains yang membahas fenomena alam dengan segala dinamika fisisnya Menurut
Amnirullah (2015) fisika adalah pembelajaran yang mengutamakan penguasaan konsep.
Penguasaan konsep menunjukkan siswa menguasai materi-materi fisika dengan baik. Pemahaman
tentang konsep fisika sangat penting dalam pembelajaran fisika karena dengan menguasai konsep
pengetahuan siswa akan cenderung bertahan lama meskipun materi sudah lama diajarkan.[jurnal
dinda]Faktor penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa antara lain contoh soal yang diberikan
guru kurang bervariasi, guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi, LKS yang digunakan siswa
kurang lengkap, tidak adanya praktikum yang mendukung pembelajaran, siswa tidak
memperhatikan, dan tidak mencatat materi yang disampaikan oleh guru, siswa tidak belajar
sebelum tes berlangsung, siswa kurang teliti dalam menjawab soal, dan siswa hanya menghafalkan
materi pada saat belajar tanpa memahami konsep dasar dari materi tersebut.
Fisika masih menjadi salah satu mata pelajaran atau matakuliah yang kurang disukai peserta
didik.Hasil eksperimen menunjukkan bahwa peserta didik merasa bosan dalammempelajari Fisika,
karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Fisika tidak dapat menarik perhatian
mereka.Dengan demikian, pendidik perlumengimplementasikan teknik mengajar yang baru serta
menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar
peserta didik.Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan simulasi pembentukan bayangan pada
cermin cembung sebagai mediapembelajaran Fisika yang dapat digunakan secara mudah dan
efektif.Penelitian ini bersifat studi literatur, dengan menggunakan metode komparatif antara hasil
simulasi dan hasil analitik. Simulasi dalam penelitian ini dibuat menggunakan aplikasi Scilab 5.5.0
3 dengan GUI Builder versi 3.0, dengan memanfaatkan konsep Fisika dan Matematika.
Tujuan dalam kegiatan review jurnal ini adalah untuk memberikan informasi, gambaran, atau
gagasan kepada diri sendiri serta orang lain untuk memahami bagaimana dan apa saja yang
menjadi faktor kesalahan siswa ketika mengerjakan soal fisika materi optic. Dari kegiatan mreview
jurnal ini kita juga dapat menambah pengetahuan dan dapat lebih memahami artikel jurnal yang
ditulis, dapat digunakan sebagai rujukan pembaca untuk penelitian analysis kesalahan siswa dalam
materi optic selanjutnya.

2. KAJIAN TEORI
Fiber optik merupakan media transmisi atau pandu gelombang cahaya yang berbentuk silinder,
yang dikembangkan di akhir tahun 1960-an sebagai jawaban atas perkembangan sistem
komunikasi yang semakin lama membutuhkan bandwidth yang besar dengan laju transmisi yang
tinggi. Fiber optik terbuat dari bahan dielektrik berbentuk seperti kaca. Di dalam fiber inilah energi
cahaya yang dibangkitkan oleh sumber cahaya disalurkan sehingga dapat diterima di ujung unit
penerima (receiver). Fiber optik terdiri dari dua jenis yaitu fiber optik kabel dan fiber optik plastik
(FOP).
Fiber optik kabel banyak digunakan untuk transmisi jarak jauh sementara FOP hanya
digunakan untuk komunikasi jarak pendek. Fiber optik banyak dibuat dari bahan kaca atau bahan
silika (SiO2), yang biasanya diberi doping untuk menaikkan indeks biasnya. FOP tidak jauh
berbeda dengan fiber optik kabel, hanya saja fiber optik kabel dilengkapi dengan kevlar untuk
penguat fiber optik sedangkan FOP tidak.
a. Struktur fiber optic
1) Teras (core)
Teras terbuat dari bahan plastik atau kaca halus yang berkualitas tinggi dan tidak mengalami
perkaratan (korosi). Teras merupakan bagian utama dari fiber optik karena perambatan cahaya
terjadi pada bagian teras.
2) Slongsong (cladding)
Cladding merupakan lapisan yang dilapiskan pada core sebagai selubung core. Cladding ini juga
terbuat dari bahan yang sama dengan core tetapi indeks biasnya berbeda dari indeks bias teras.
Tujuan dibuat indeks bias berbeda agar cahaya selalu dipantulkan kembali ke teras oleh permukaan
cladding-nya dan memungkinkan cahaya tetap berada di dalam fiber optik.
3) Jaket pelindung (buffer primer)
Jaket pelindung digunakan untuk melindungi fiber optik dari munculnya retakan-retakan awal
pada permukaannya, sebuah lapisan plastik yang sangat lembut ditambahkan di bagian luar.
Lapisan pembungkus tambahan ini disebut sebagai buffer primer (atau terkadang juga coating atau
buffer saja), dan penggunaannya untuk memberikan pelindungan mekanis; bagian ini tidak terlibat
dalam proses transmisi cahaya di dalam fiber optik seperti terlihat pada Gambar 1.

2.1 Analisis Tingkat Pemahaman Konsep dan Miskonsepsi Fisika pada Pokok Bahasan Alat-
alat Optik di SMA Negeri 1 Purwodadi
Kesuksesan seseorang dalam belajar fisika tergantung pada kemampuannya dalam
memahami konsep-konsep, pengertian,hukum-hukum dan teori-teori karena pemahaman konsep
dalam fisika merupakan hal yang paling dasar dalam mempelajari fisika (Lona, 2013). Sebagai
contoh, hasil ujian nasional Kabupaten Grobogan tahun 2017 menunjukkan nilai rata-rata mata
pelajaran Fisika di sekolah negeri sebesar 53,23 dan di sekolah swasta sebesar 45,7. Mayoritas
sekolah di Kabupaten Grobogan mengalami penurunan nilai rata-rata mata pelajaran Fisika dari
tahun ke tahun. Sebagai contoh di SMA Negeri 1 Purwodadi nilai rata-rata Ujian Nasional fisika
pada tahun 2015 adalah 78,69.Nilai rata-rata tahun 2016 adalah 72,96 dan nilai rata-rata di tahun
2017 adalah 65,20 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,2017). Menurut PPRI Nomor 19
Tahun 2005 menyebutkan bahwa sains/IPA terdiri dari mata pelajaran (mapel) Fisika, Kimia, dan
Biologi. Berdasarkan temuan data di lapangan, indeks kompetensi mata pelajaran Fisika sangat
rendah dibandingkan dengan biologi dan kimia (TIMSS 2007 & 2011; Balitbang Kemendikbud,
2013).

2.2 Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA Imanuel Palu pada Materi Optik Geometri
Pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi sepanjang masa.
Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi masyarakat karena pendidikan dapat
memenuhi dan mengubah pola pikir seseorang untuk melakukan perbaikan dalam segala aspek
kehidupan kearah peningkatan kualitas diri sesuai harapan pelaku pendidikan. Pendidikan yang
dibutuhkan adalah pendidikan yang berkualitas dan demokratis (Syafaruddin, 2012).
Pembelajaran fisika pada hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan sikap sebagai
aplikasi dari pengetahuan. Sebagai produk, fisika berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip dan teori-teori,sedangkan sebagai proses berupa keterampilan-keterampilan dan sikap yang
harus dimiliki untuk
memperoleh produk (Yolanda, Syuhendri, & Andriani, 2016).
Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase siswa SMA Imanuel Palu dikategorikan
memahami konsep yaitu sebesar 15,56%, sebesar 25,00% mengalami miskonsepsi, dan sebesar
59,44% siswa dikategorikan tidak memahami konsep pada materi optik geometri. Berdasarkan
hasil analisis data menunjukan bahwa persentase miskonsepsi dan tidak paham konsep siswa SMA
Imanuel Palu pada optik geometri cukup tinggi.
2.3 Analisis pemahaman konsep siswa pada materi alat-alat optic
Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan,mencontohkan,
mengklasifikasikan,merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan. Pemahaman
(understanding) merupakan kata kunci dalam pembelajaran. Tujuan dari penelitian yang dilakukan
adalah untuk mengidentifikasi tentang pemahaman konsep siswa kelas X1 SMA Negeri di Garut
pada materi alat optik.
Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes. Instrumen tes berupa tes pemahanan. Test
ini disusun dalam bentuk tes pilihan ganda dengan dua puluh satu soal. Setiap satu nomor soal
disusun untuk dua pertanyaan yang terdiri dari satu soal pilihan ganda berbentu pertanyaan dan
satu soal pilihan ganda.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus
tunggal holistik (holistic) yang memiliki satu unit analisis. Penelitian studi kasus tunggal holistik
merupakan penelitian yang menempatkan sebuah kasus sebagai fokus dari penelitian. Kasus yang
dipilih mampu menjadi bukti dari teori yang telah dibangun dengan baik. Teori yang dibangun
memiliki proposisi yang jelas, yang sesuai dengan kasus tunggal yang dipilih sehingga dapat
dipergunakan untuk membuktikan kebenarannya. Desain studi kasus ini menggunakan single-case
study yang berarti hanya menganalisis satu kelompok siswa.
2.4 Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-Tier
Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli
(Suparno, 2005). Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Miskonsepsi
yang dialami oleh siswa haruslah dipahami dan ditemukan oleh para guru agar dapat membantu
siswa memperbaiki miskonsepsi yang dialaminya sehingga berhasil secara efektif.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Handayani et al. (2014) menyebutkan
bahwa hasil angket yang diberikan kepada 50 siswa kelas XI dan XII di SMAN 1 Demak,
menunjukkan bahwa sebanyak 72% siswa kelas XI dan 76% siswa kelas XII menyatakan pernah
mengalami salah konsep selama mereka belajar fisika. Sebanyak 56% siswa kelas XI dan 52%
kelas XII menyebutkan bahwa materi optik geometri sebagai materi yang paling sulit untuk
dipahami. Miskonsepsi tentang optic geometri berhasil ditemukan oleh Fariyani et al. (2015) pada
penelitiannya di SMA Negeri 2 Semarang bahwa siswa menganggap sudut pantul yang dihasilkan
pada pemantulan baur tidak sama dengan sudut datang. Miskonsepsi tentang optik geometri juga
ditemukan oleh Syarif (2016) pada penelitian serupa di SMA Negeri 6 Pontianak yaitu siswa
mengalami miskonsepsi pada proses melihat bayangan pada cermin datar, menentukan posisi
bayangan pada cermin datar, dan menentukan posisi (jarak) bayangan sama dengan posisi (jarak)
benda. Miskonsepsi lainnya juga ditemukan oleh Sutopo (2014) pada penelitiannya yang
menunjukkan bahwa siswa masih mengalami miskonsepsi tentang proses pembentukkan bayangan
nyata dan sifat bayangan nyata. Siswa juga beranggapan bahwa apabila lup ditutup separuhnya
maka bayangan benda tidak akan bisa terlihat. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi pada siswa SMA masih terjadi pada
materi optik geometri.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), rata-rata nilaiUjian
Nasional tingkat SMA/MA di Banyuwangi masih dikategorikan rendah. Salah satu sekolah yang
memiliki rerata hasil Ujian Nasional rendah yaitu SMAN 1 Cluring dengan rata-rata nilai Ujian
Nasional 55.12. Rendahnya rata-rata nilai Ujian Nasional tersebut dapat disebabkan karena siswa
tidak paham dengan konsep fisika atau dapat juga disebabkan karena siswa mengalami
miskonsepsi.Oleh karena itu, siswa dituntut untuk benar-benar menguasai konsep-konsep fisika
agar tidak mengalami miskonsepsi saat mengerjakan Ujian Nasional. Berdasarkan wawancara
dengan salah satu guru fisika SMAN 1 Cluring kelas XI diperoleh keterangan bahwa guru tidak
pernah melakukan pengukuran miskonsepsi siswa. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya tes
diagnostik yang tersedia untuk mengungkap miskonsepsi yang dialami oleh siswa.
2.5 Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Dengan Menggunakan Metode Certainty Of
Response Index Pada Konsep Optik Geometri
Konsep adalah abtarksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia
dan yang memungkinkan manusia berfikir [5].Suparno (1998:95) memandang miskonsepsi
sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi
contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis
konsepkonsep yang tidak benar.
Analisis data yang digunakan pada penelitian dengan m,enggunakan skala CRI yang didasarkan
pada pada jawaban mahasiswa dari tes yang diberikan. Butir soal yang digunakan dalam
mendeteksi mikonsepsi yang terjadi pada mahasiswa berjumlah 10 buah dimana pada tiap-tiap
nomor soal terdapat tiga buah soal yang meliputi jawaban soal, alasan memilih jawaban dan tingkat
keyakinan dalam menjawab soal dengan indicator soal adalah Indikator yang akan dicapai
mahasiswa antara lain: (1) konsep bayangan, (2) konsep pemantulan pada 48 Widyagogik, Vol. 5.
No. 1 Juli-Desember 2019 bidang datar dan lengkung dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) konsep
pembiasan dalam kehidupan sehari-hari.
3. METODE
Adapun metode yang dilakukan terhadap review jurnal ini,yaitu :
1. Memilih judul jurnal yang sesuai dengan topik pembahasan.
2. Setiap masing-masing anggota diminta untuk meriview 1 jurnal.Setelah diriview,maka
hasil reviewan tersebut akan dijadikan dalam 1 jurnal.
3. Untuk melakukan penggabungan jurnal atau meriview kembali hasil reviewan jurnal
tersebut,lakukan sesuai template yang telah ditentukan.
4. Hal pertama yang harus dibuat dalam reviewan terbaru adalah mencari abstrak yang
berhubungan dengan mengapa jurnal tersebut diriview.Tidak lupa untuk membuat kata
kunci pada abstrak tersebut.
5. Hal kedua adalah Bab Pendahuluan yang dimana berisikan latar belakang dilakukan nya
review pada jurnal yang dipilih,tujuan riview jurnal,serta kontribusi (manfaat)dari riview
jurnal tersebut.Dalam membuat teori sertakan rujukan atau referensi yang sesuai.
6. Hal ketiga yang harus ada yaitu kajian pustaka dimana kajian pustaka tersebut akan
membahas teori yang berhubungan dengan topik jurnal yang dibahas,teori metode yang
digunakan untuk meriview.
7. Hal yang keempat yaitu mengenai metode dimana metode tersebut didukung oleh
penjelasan tahapan dan tatacara yang digunakan pada saat melakukan review.
8. Hal yang kelima menentukan hasil dan menjelaskan pembahasan.Berisikan hasil
pembahasan jurnal yang diriview terkait metode,teori,hasil penelitian,kesimpulan yang
didapat,pada masing-masing judul jurnal.
9. Hal yang keenam adalah membuat kesimpulan dan keterbatasan.Pada bagian ini perlu
dituliskan temuan,kesimpulan,keterbatasan,saran yang didasarkan hasil riview jurnal.
10. Selanjutnya pada bagian akhir pembuatan referensi atau daftar pustaka.Bagian tersebut
wajib dibuat sebagai catatan kaki atau kutipan laman dari teori-teori yang didapat,dan agar
menghargai pendapat teori para ahli yang dikemukakan.
4. PEMBAHASAN
4.1 Analisis Tingkat Pemahaman Konsep Dan Miskonsepsi Fisika Pada Pokok Bahasan Alat
Optik di SMA Negeri 1 Purwodadi
Penelitian ini merupakan penelitian campuran dari penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ialah check-list; soal tes tertulis yang dilengkapi
dengan tabel keyakinan siswa dalam menjawab soal atau Certainly Of Response Index (CRI); dan
lembar panduan wawancara.
Hasil wawancara dengan beberapa siswa di sekolah yang berbeda menunjukkan bahwa
pelajaran fisika adalah pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik. Karena kesulitan itu
beberapa siswa enggan untuk mempelajari pelajaran fisika. Para siswa menganggap pelajaran
fisika adalah pelajaran yang memiliki banyak rumus dan sulit untuk dipahami. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan tentang pemahaman konsep pada siswa diantaranya, penelitian yang
dilakukan oleh Ardianti (2016) menyatakan bahwa siswa di SMK masih mengalami miskonsepsi
pada materi Gerak Melingkar Beraturan (GMB). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
miskonsepsi pada siswa diantaranya: faktor pembelajaran, buku teks pelajaran, pengalaman,
pengetahuan yang kurang mendalam, dan pola berpikir siswa.
Data dari Kemendikbud dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, memberikan
gambaran adanya masalah dalam sistem pendidikan di Indonesia khususnya dalam pembelajaran
Fisika yang menyebabkan rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa terhadap materi-materi
Fisika dan kurangnya kemampuan siswa untuk menerapkan konsep dalam mata pelajaran Fisika
di lingkungan sekitar. Hal tersebut disebabkan oleh minat baca siswa dalam membaca suatu materi
pelajaran yang rendah dan para siswa lebih mementingkan menghapal dan menghitung rumus.
4.2 Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA Imanuel Palu pada Materi Optik Geometri
Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase siswa SMA Imanuel Palu dikategorikan
memahami konsep yaitu sebesar 15,56%, sebesar 25,00% mengalami miskonsepsi, dan sebesar
59,44% siswa dikategorikan tidak memahami konsep pada materi optik geometri. Berdasarkan
hasil analisis data menunjukan bahwa persentase miskonsepsi dan tidak paham konsep siswa SMA
Imanuel Palu pada optik geometri cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh soal 3
bahwa sebesar 5,56% siswa memahami konsep, 50,00% dikategorikan tidak memahami konsep,
sebesar 44,44% mengalami miskonsepsi. Siswa dengan kemampuan sedang dikategorikan tidak
memahami konsep. Siswa dengan kemampuan sedang menjawab pilihan C dengan alasan yang
kurang yakin yaitu penutup karton tidak mempengaruhi pembentukan bayangan. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif sesuai dengan fakta yang ada.
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Imanuel Palu. Responden penelitian ini
berjumlah 6 orang yang dipilih berdasarkan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Responden
tersebut diberikan tes pilihan ganda beralasan dan menggunakan Teknik Certainty of Response
Index (CRI) untuk mengetahui miskonsepsi siswa. Selain itu juga dilakukan wawancara mendalam
kepada 6 Responden yang telah dipilih.[2]
4.3 Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Dalam Bentuk Poscket Book Pada Materi
alat Optik Serta Suhu dan Kalor Untuk Kelas X SMA
Penelitian ini melibatkan siswa kelas XI di salah satu SMA Negeri di darerah Garut, dengan
jumlah siswa laki-laki 14 orang siswa dan jumlah siswi perempuan 20 orang dengan rata-rata
rentang usia 17 dan 18 tahun. Dengan materi Alat Optik yang merupakan materi pada kelas X
semester genap, dan studi kasus ini pun dilakukan pada siswa kelas XI IPA di salah satu SMA
Negeri di daerah Garut, pada 22 November 2018. Hal ini dilakukan karena siswa telah memperoleh
pembelajaran mengenai materi alat-alat optik.
Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes. Test ini disusun dalam bentuk tes pilihan
ganda dengan dua puluh satu soal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
studi kasus tunggal holistik (holistic) yang memiliki satu unit analisis. Teknik pengambilan data
dilakukan dengan dengan purposive sampling. Penelitian ini berfokus pada pemahaman konsep
siswa kelas XI. Materi ini diajarkan di kelas X semester 2.
Pada penelitian ini menunjukan bahwa konsistensi jawaban siswa lemah dan menunjukan
tingkat abilitas siswa yang masih rendah. Selaras dengan penelitian yang dilakukan Turanyi (2013)
menyatakan bahwa siswa tidak memahami konsep dasarnya sebelum mempelajari konsep
berikutnya. Salah satu masalah yang menyebabkan siswa memiliki kesulitan adalah kelemahan
dari struktur data yang digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena. Konsep Pemahaman adalah
dasar dari faktor-faktor penting bagi siswa untuk belajar dengan. Sukses.
Data kemampuan/abilitas siswa dapat diperoleh dari tabel person measure. Nilai logit yang
tinggi menunjukkan tingkat kemampuan menyelesaikan soal yang tinggi. Hal ini berkorespondensi
dengan kolom total score, yaitu yang menyatakan berapa jumlah jawaban yang benar.

4.4 Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-Tier

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Handayani et al. (2014) menyebutkan


bahwa hasil angket yang diberikan kepada 50 siswa kelas XI dan XII di SMAN 1 Demak,
menunjukkan bahwa sebanyak 72% siswa kelas XI dan 76% siswa kelas XII menyatakan pernah
mengalami salah konsep selama mereka belajar fisika. Sebanyak 56% siswa kelas XI dan 52%
kelas XII menyebutkan bahwa materi optik geometri sebagai materi yang paling sulit untuk
dipahami. Miskonsepsi tentang optic geometri berhasil ditemukan oleh Fariyani et al. (2015) pada
penelitiannya di SMA Negeri 2 Semarang bahwa siswa menganggap sudut pantul yang dihasilkan
pada pemantulan baur tidak sama dengan sudut datang. Miskonsepsi tentang optik geometri juga
ditemukan oleh Syarif (2016) pada penelitian serupa di SMA Negeri 6 Pontianak yaitu siswa
mengalami miskonsepsi pada proses melihat bayangan pada cermin datar, menentukan posisi
bayangan pada cermin datar, dan menentukan posisi (jarak) bayangan sama dengan posisi (jarak)
benda. Miskonsepsi lainnya juga ditemukan oleh Sutopo (2014) pada penelitiannya yang
menunjukkan bahwa siswa masih mengalami miskonsepsi tentang proses pembentukkan bayangan
nyata dan sifat bayangan nyata. Siswa juga beranggapan bahwa apabila lup ditutup separuhnya
maka bayangan benda tidak akan bisa terlihat. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi pada siswa SMA masih terjadi pada
materi optik geometri. [5]
4.5 Identifikasi Miskonsepsi Siswa Dengan Menggunakan Metode Certainty Of Response
Index Pada Konsep Optik Geometri
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Deskriptif kuantitafif. Subyek Penelitain adalah
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Kependidikan Universitas Trunojoyo Madura. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017. Teknik
pengambilan subjek pada penelitian ini adalah random sampling dengan menggunakan instrumen
tes. Pada penelitian ini, peneliti membuat latihan soal diagnostik miskosepsi optik geometri
berjumlah 10 butir soal. Soal yang digunakan 50% dibuat oleh peneliti, sedangkan sisanya diambil
dari tes Geometric Optic Three-Tier Test oleh Kutluay. Pada pengujian soal diagnostik
miskonsepsi mahasiswa pada konsep optik geometri, terdapat beberapa responden yang
mengalami miskonsepsi pada tiaptiap butir soal yang diujikan untuk tiap-tiap indikator yang
diujikan[1]
1. Responden Dapat Menerapkan Konsep Bayangan
Miskonsepsi ini terjadi karena kesalahan pehaman responden terhadap konsep
bayangan dimana dalam soal besar bayangan tidak dipengaruhi oleh besar lampu, namun
dipengaruhi oleh jarak benda.
2. Responden Dapat Menerapkan Konsep Pemantulan Pada Bidang Datar Dan
Lengkung Dalam Kehidupan Sehari-Hari
- Konsep pemantulan pada bidang datar
2 orang dari responden yang mengalami miskonsepsi menganggab bahwa bayangan
akan menjadi lebih besar. Responden yang menjawab salah disebkan karena adanya
miskonsepsi dalam diri mereka tentang konsep pemantulan.
- Konsep pemantulan pada bidang lengkung
Dari data diketahui sebanyak 3 orang responden yang mengalami miskonsepsi. Dua
orang responden yangmengalami miskonsepsi memilih opsi B, nyata, tegak , dan
diperkecil . Selain itu, miskonsepsi terjadi juga pada cara pelukisan gambar bayangan
pada cermin cembung.
3. Responden Dapat Menerapkan Konsep Pembiasan Dalam Kehidupan Sehari-Hari
- Konsep pembiasan pada medium yang berbeda
Dari data hanya terdapat 1 orang yang mengalami miskonsepsi. Mereka kurang paham
tentang cara melukiskan garis normal pada proses pembiasan dari data tentang sebaran
jawaban responden, sebanyak 8 responden dimana 6 diantaranya memilih opsi B
dimana garis normal dilukiskan lurus tanpa putus-putus
- Konsep pemantulan sempurna
Dari data tentang sebaran jawaban, semua responden yang mengalami miskonsepsi
memilih opsi B dimana mereka mengganggap jka sinar melewati indek bias medium
yang berbeda seperti pada kasus soal nomor 10, sinar akan sealu dibiaskan.
Hasil Tabulasi persentase responden yang tahu konsep, tidak tahu konsep, dan miskonsepsi
pada setiap soal/konsep diperoleh bahwa 30% mengalami miskonsepsi pada konsep bayangan. 80%
responden tidak tahu konsep Bayangan nyata dan hanya 30% responden tahu konsep pada konsep
Proses melihat benda oleh mata yang dicontohkan pada proses melihat vas bunga.
5. KESIMPULAN DAN KETERBATASAN
1. Menurut teori miskonsepsi atau naïve theory, siswa yang mengalami hal tersebut akan sulit
diubah pemikirannya. Siswa yang mengalami miskonsepsi cenderung resistan dan sulit
untuk menerima konsep baru yang benar (Docktor & Mestre, 2014). Dalam fisika,
miskonsepsi juga sangat resisten meskipun telah diberikan pembelajaran dalam
pembelajaran fisika secara formal (Hung & Jonassen, 2006).

2. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan bahwa
persentase responden yang tahu konsep, tidak tahu konsep, dan miskonsepsi pada setiap
soal/konsep diperoleh bahwa 30% mengalami miskonsepsi pada konsep bayangan. 80%
responden tidak tahu konsep Bayangan nyata dan hanya 30% responden tahu konsep pada
konsep Proses melihat benda oleh mata

3. Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para
ahli [4]. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu.
Miskonsepsi yang dialami oleh siswa haruslah dipahami dan ditemukan oleh para guru
agar dapat membantu siswa memperbaiki miskonsepsi yang dialaminya sehingga berhasil
secara efektif

REFERENSI
[1] Hakim, M.L. (2017). Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Dengan Menggunakan Metode
Certainy Of Response Index pada Konsep Optik geometri. Universitas Trunojoyo
Madura. 5(1) 45-54
[2] Ladupi, T.S, Syamsu, Kade. A. (2020). Analsiis Pemahaman Konsep Siswa SMA Imanuel
Palu Pada Materi Optik Geometri. Universitas Tadukalo. 8(2).
[3] Kamila, W.C dan Samsudin,A (2019). Analisis Pemahaman Konsep Siswa Pada Materi Alat
alat Optik. Prosiding eminar Nasional Fisika. 238-242.
[4] Purmaningtias. W. S dan Putra (2020). Analisa Tingkat Pemahaman Konsep dan Miskonsepsi
Siswa Pada Pokok Bahasan Alat - Alat Optik Di SMA Negeri 1 Purwodadi. Unnes
Physics Education Journal. 9(2) 139-148
[5] Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan perubahan konsep dalam pendidikan Fisika. Jakarta:
Grasindo.
[6] Syafaruddin. (2012). Efektifitas kebijakan pendidikan. Jakarta: Rineke Cipta.

Anda mungkin juga menyukai