Anda di halaman 1dari 12

EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

OLEH :
KELOMPOK 2

PENGEMBANGAN BISNIS B

- NI MADE TRI PURWITHA DEWI (1906511149)


- SI LUH AYU CINTYA PUTRI SARTIKA (1906511150)
- DESAK PUTU WULAN SARI (1906511152)
- FARADILA ANGGUN NATEVI (1906511154)
- AMRITA NUGRAHA (1906511163)
- AGESTA BELINA DEWANI SIWI (1906511180)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022

Definisi Ekonomi Sumber Daya Alam

Ilmu ekonomi secara konvensional sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana manusia mengalokasikan sumber daya yang langka. Dengan demikian, ilmu ekonomi
sumber daya alam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengalokasian sumber
daya alam seperti air, lahan, ikan, hutan. Secara eksplisit ilmu ini mencari jawaban seberapa
besar sumber daya harus diekstraksi sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat. Untuk memahami konsep di atas secara lebih mendalam, terlebih dahulu kita bahas
apa yang dimaksud dengan sumber daya atau "resource" itu sendiri.

Dalam literatur ekonomi sumber daya, pengertian atau konsep sumber daya didefinisikan
cukup beragam. Ensiklopedia Webster, misalnya, mendefinisikan sumber daya antara lain
sebagai:

 Kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu.


 Sumber persediaan, penunjang atau bantuan.
 Sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang.

Dalam pengertian umum, sum

ber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat
juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang
dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan Berkes (1989) mendefinisikan
sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia. Rees (1990) lebih
jauh mengatakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua
kriteria, yakni:

1. Harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya


2. Harus ada permintaan terhadap sumber daya tersebut.

Penyetaraan ini tentu saja memiliki keterbatasan karena "sumber daya" diartikan secara
terbatas dalam peranannya untuk menghasilkan utilitas (kepuasan) melalui proses produksi.
Dengan kata lain, sumber daya diperlukan bukan karena dirinya sendiri, melainkan diperlukan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Padahal, sumber daya bisa juga menghasilkan utilitas
tanpa melalui proses produksi. Lahan yang memiliki panorama indah, misalnya, bisa saja tidak
dijadikan faktor produksi, namun memberikan utilitas (kepuasan) berupa pemandangan (scenery)
yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian pengertian sumber daya tidak hanya
menyangkut nilai yang dikonsumsi, namun juga menyangkut nilai yang tidak dikonsumsi secara
langsung.

Pengertian sumber daya pada dasarnya mencakup aspek yang jauh lebih luas. Dalam
literatur sering dinyatakan bahwa sumber daya memiliki nilai "intrinsic". Nilai intrinsic adalah
nilai yang terkandung dalam sumber daya, terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau
tidak, atau lebih ekstrem lagi, terlepas dari apakah manusia ada atau tidak. Dalam ilmu ekonomi
konvensional, nilai intrinsic ini sering diabaikan sehingga menggunakan alat ekonomi
konvensional semata untuk memahami pengelolaan sumber daya alam sering tidak mengenai
sasaran yang tepat.

Pandangan Terhadap Sumber Daya Alam

Dalam memahami sumberdaya alam ada dua pandangan yang umumnya digunakan.
Pertama adalah pandangan konservatif atau sering disebut juga pandangan pesimis atau
perspektif Malthusian. Dalam pandangan ini, risiko akan terkurasnya sumber daya alam menjadi
perhatian utama. Dengan demikian, dalam pandangan ini sumber daya alam harus dimanfaatkan
secara hati-hati karena adanya faktor ketidakpastian terhadap apa yang akan terjadi terhadap
sumber daya alam untuk generasi mendatang. Pandangan ini berakar dari pemikiran Malthus
yang dikemukakan sejak tahun 1879 ketika "Principle of Population" dipublikasikan. Dalam
perspektif Malthus, sumber daya alam yang terbatas tidak akan mampu mendukung pertumbuhan
penduduk yang cenderung tumbuh secara eksponensial. Produksi dari sumber daya alam akan
mengalami apa yang disebut sebagai diminishing return di mana output per kapita akan
mengalami kecenderungan yang menurun sepanjang waktu. Lebih jauh lagi, perspektif Malthus
melihat bahwa ketika proses diminishing return ini terjadi, standar hidup juga akan menurun
sampai ke tingkat subsisten yang pada gilirannya akan mempengaruhi reproduksi manusia.
Kombinasi kedua kekuatan ini dalam jangka panjang akan menyebabkan ekonomi berada dalam
kondisi keseimbangan atau steady state.
Pandangan kedua adalah pandangan eksploitatif atau sering juga disebut sebagai
perspektif Ricardian. Dalam pandangan ini dikemukakan antara lain:

 Sumber daya alam dianggap sebagai "mesin pertumbuhan" (engine of growth) yang
mentransformasikan sumber daya ke dalam "manmade capital" yang pada gilirannya
akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi di masa mendatang.
 Keterbatasan suplai dari sumber daya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dapat
disubstitusikan dengan cara intensifikasi (eksploitasi sumber daya secara intensif) atau
dengan cara ekstensifikasi (memanfaatkan sumber daya yang belum dieksploitasi)
 Jika sumber daya menjadi langka, hal ini akan tercermin dalam dua indikator ekonomi,
yakni meningkatnya baik harga output maupun biaya ekstraksi per satuan output.
Meningkatnya harga output akibat meningkatnya biaya per satuan output akan
menurunkan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya
alam. Di sisi lain, peningkatan harga output menimbulkan insentif kepada produsen
sumber daya alam untuk berusaha meningkatkan suplai. Namun karena ketersediaan
sumber daya yang terbatas, kombinasi dampak harga dan biaya akan menimbulkan
insentif untuk mencari sumber daya substitusi dan peningkatan daur ulang. Selain itu,
kelangkaan juga akan memberikan insentif untuk mengembangkan inovasi-inovasi
seperti pencarian deposit baru, peningkatan efisiensi produksi, dan peningkatan teknologi
daur ulang sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap pengurasan sumber daya alam.

Klasifikasi Sumber Daya Alam

Secara umum sumber daya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Pertama
adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok. Sumber daya ini dianggap memiliki
cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumber daya tersebut akan
menghabiskan cadangan sumber daya. Apa yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak
lagi tersedia di masa mendatang. Dengan demikian, sumber daya stok dikatakan tidak dapat
diperbarui (nonrenewable) atau terhabiskan (exhaustible). Termasuk ke dalam kelompok ini
antara lain sumber daya mineral, logam, minyak, dan gas bumi.
Kelompok kedua adalah sumber daya alam yang kita sebut "flows" (alur). Pada jenis
sumber daya ini jumlah kuantitas fisik dari sumber daya berubah sepanjang waktu. Berapa
jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi
ketersediaan sumber daya di masa mendatang. Dengan kata lain, sumber daya jenis ini dikatakan
dapat diperbarui (renewable). Dalam kelompok sumber daya ini, untuk regenerasinya ada yang
tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Ikan dan hutan misalnya, termasuk ke dalam
kelompok sumber daya yang regenerasinya tergantung pada proses biologi (reproduksi).
Sementara energi surya, gelombang pasang surut, angin, udara, dan sebagainya termasuk ke
dalam kelompok sumber daya alam yang tidak tergantung pada proses biologi. Namun, perlu
pula dicatat bah wa meskipun ada sumber daya yang bisa melakukan proses regenerasi, jika titik
kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah dilewati, sumber daya ini akan berubah menjadi
sumber daya yang tidak dapat diperbarui.

Pengelompokan jenis sumber daya seperti yang dipaparkan di atas adalah


pengelompokan berdasarkan skala waktu pembentukan sumber daya itu sendiri. Sumber daya
alam dapat juga diklasifikan menurut jenis penggunaan akhir dari sumber daya tersebut. Hanley
et al ., (1997), misalnya, membedakan antara sumber daya material dan sumber daya energi.
Sumber daya material merupakan sumber daya yang dimanfaatkan sebagai bagian dari suatu
komoditas. Bijih besi, misalnya, diproses menjadi besi yang kemudian dijadikan bagian atau
komponen.

Pengukuran ketersediaan SDA

Ketika sumber daya alam sudah terdefinisikan dan diketahui, pertanyaan yang muncul
kemudian adalah bagaimana mengukur ketersediaan sumber daya tersebut. Berbagai upaya
dilakukan untuk mencoba mengukur ketersediaan sumber daya, sehingga banyak konsep
pengukuran sumber daya yang kadang sering membingungkan. Dalam buku ini, pengukuran
sumber daya kita sederhanakan dari konsep Rees (1990) yang membaginya ke dalam beberapa
komponen. Pertama, untuk kelompok sumber daya stok (tidak terbarukan), beberapa konsep
pengukuran ketersediaan yang digunakan antara lain:
1. Sumber daya hipotetikal adalah konsep pengukuran deposit yang belum diketahui
namun diharapkan ditemukan pada masa mendatang berdasarkan survei yang
dilakukan saat ini. Pengukuran sumber daya ini biasanya dilakukan dengan
mengekstrapolasi laju pertumbuhan produksi dan cadangan terbukti (proven reserve)
pada periode sebelumnya.
2. Sumber daya spekulatif. Konsep pengukuran ini digunakan untuk mengukur deposit
yang mungkin ditemukan pada daerah yang sedikit atau belum dieksplorasi, di mana
kondisi geologi memungkinkan ditemukannya deposit.
3. Cadangan kondisional (conditional reserves). Adalah deposit yang sudah diketahui
atau ditemukan namun dengan kondisi harga output dan teknologi yang ada saat ini
belum bisa dimanfaatkan secara ekonomis.
4. Cadangan terbukti (proven resource). Adalah sumber daya alam yang sudah diketahui
dan secara ekonomis dapat dimanfaatkan dengan teknologi, harga, dan permintaan
yang ada saat ini.

Pengukuran Kelangkaan Sumber Daya Alam

Salah satu aspek krusial dalam pemahaman terhadap sumber daya alam adalah
memahami juga kapan sumber daya tersebut akan habis. Jadi, bukan hanya konsep
ketersediaannya yang harus kita pahami, melainkan juga konsep pengukuran kelangkaannya.
Sebagaimana disampaikan pada bagian pandangan terhadap sumber daya alam, aspek
kelangkaan ini menjadi sangat penting karena dari sinilah kemudian muncul persoalan
bagaimana mengelola sumber daya alam yang optimal.

Secara umum, biasanya tingkat kelangkaan sumber daya alam diukur secara fisik dengan
menghitung sisa umur ekonomis. Hal ini dilakukan dengan menghitung cadangan ekonomis yang
tersedia dibagi dengan tingkat ekstraksi. Pengukuran dengan cara ini tentu saja memiliki banyak
kelemahan karena tidak mempertimbangkan sama sekali aspek ekonomi di dalamnya. Aspek
ekonomi ini antara lain menyangkut harga dan biaya ekstraksi. Sebagai contoh, ketika sumber
daya menjadi langka, maka harga akan naik dan konsumsi berkurang. Dengan berkurangnya
konsumsi, ekstraksi juga berkurang sehingga faktor pembagi dalam pengukuran fisik di atas
menjadi kecil. Hal ini bisa menimbulkan kesimpulan yang keliru karena seolah-olah sisa
ekonomis sumber daya kemudian menjadi panjang dan sumber daya alam tidak lagi menjadi
langka. Menyadari akan kelemahan pengukuran fisik ini, Hanley (1997) misalnya, menyarakan
untuk menggunakan pengukuran moneter dengan cara menghitung harga riil, unit, cost, dan rente
ekonomi dari sumber daya.

 Pengukuran berdasarkan harga riil

Pengukuran kelangkaan yang didasarkan pada harga riil sudah merupakan pengukuran yang
banyak diterima berbagai pihak dan merupakan standar pengukuran kelangkaan dalam ilmu
ekonomi. Berdasarkan standar teori ekonomi klasik, ketika barang menjadi berkurang
kuantitasnya, maka konsumen mau membayar dengan harga mahal untuk komoditas tersebut.
Jadi, tingginya harga barang dari sumber daya mencerminkan tingkat kelangkaan dari sumber
daya tersebut. Meski diterima sebagai pengukuran umum kelangkaan sumber daya,
pengukuran dengan harga riil juga memiliki kelemahan. Distorsi pasar yang diakibatkan oleh
intervensi pemerintah, misalnya, bisa saja menyebabkan harga sumber daya naik. Sebagai
contoh, kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi
subsidi menyebabkan harga BBM naik, tapi harga ini bukan karena produksi yang berkurang,
melainkan karena intervensi pemerintah. Kedua, harga output dari sumber daya alam hanya
mencerminkan harga pasar, namun tidak mencerminkan biaya oportunitas sosial dari
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ekstraksi sumber daya alam itu sendiri. Selain
itu, penggunaan deflator untuk mengukur harga riil juga sering menjadi pertanyaan: apakah
harga input sumber daya atau harga indeks kenaikan harga secara umum (consumer price
indexs) yang digunakan sebagai deflator.

 Pengukuran berdasarkan unit cost

Pengukuran yang menggunakan unit cost atau biaya per unit output (input) didasarkan pada
prinsip bahwa jika sumber daya mulai langka, biaya untuk mengekstraksinya juga menjadi
semakin besar. Sebagai contoh, jika nelayan mulai menyadari bahwa ikan sudah mulai susah
ditangkap, ia harus melaut ke daerah yang lebih jauh yang menyebabkan biaya tenaga kerja
per produksi meningkat. Salah satu contoh klasik pengukuran unit cost adalah apa yang
dilakukan oleh Barnett dan Morse (1963) yang mengukur kelangkaan sumber daya
berdasarkan index of real unit cost. Hasil studi Barnet dan Morse misalnya, tidak
menunjukkan adanya kelangkaan sumber daya kecuali untuk sumber daya hutan. Salah satu
kelebihan dari penggunaan pengukuran ini adalah dimasukkannya aspek perubahan teknologi
dalam produksi. Jika perubahan teknologi memungkinkan produksi lebih efisien, biaya
produksi akan menurunsehingga kecenderungan penurunan kelangkaan ditunjukkan oleh
kecenderungan penurunan unit biaya. Dengan kata lain, peningkatan kelangkaan sumber
daya dapat diukur dengan peningkatan indeks dari real unit cost. Meski pengukuran dengan
cara ini pun sangat logis, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan. Yang pertama adalah
menyangkut kesulitan pengukuran kapital yang dipicu oleh perkembangan di bidang
teknologi produksi. Kondisi ini muncul karena sulitnya mengagregasikan kapital untuk
memperoleh unit pengukuran kapital yang tepat. Kedua, pengukuran unit cost juga bisa
keliru jika aspek substitusi terhadap input tidak diperhatikan. Substitusi ini sering terjadi
manakala biaya satu jenis input lebih mahal sehingga pelaku akan menggantikannya dengan
input yang lain. Ketiga, sebagaimana dikatakan oleh Hanley et al ., (1997), unit cost kurang
baik digunakan sebagai penduga kelangkaan karena unit cost lebih didasarkan pada informasi
masa lalu, jadi bukan forward looking, seperti melihat perkembangan teknologi dan
sebagainya.

 Pengukuran berdasarkan rente kelangkaan (scarcity rent)

Pengukuran kelangkaan dengan scarcity rent didasarkan pada teori kapital sumber daya di
mana rate of return manfaat yang diperoleh dari aset sumber daya alam, harus setara dengan
biaya oportunitas dari aset yang lain, seperti saham. Dengan demikian, peningkatan nilai
scarcity rent menunjukkan tingkat kelangkaan sumber daya alam. Scarcity rent didefinisikan
sebagai selisih antara harga per unit output dengan biaya ekstraksi marjinal atau sering
disebut juga sebagai net price. Prinsip dari konsep ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
pengukuran berdasarkan harga riil, hanya saja yang diukur di sini adalah harga bersih atau
net price.

Keterkaitan Sumber Daya Alam dan Ekonomi

Hubungan antara sumber daya alam dan pertumbuhan ekonomi adalah isu yang
kontroversial dalam penelitian empiris tentang pembangunan. Sumber daya alam secara historis
merupakan factor pengembangan penting untuk banyak negara. Salah satu temuan mengejutkan
dalam literature ekonomi negara-negara kaya sumber daya alam cenderung memiliki
pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari negara miskin sumber daya. Ini kebalikan dari
intuisi kita yaitu pendapatan sumber daya alam harus meningkatkan investasi dan ekonomi
pertumbuhan di suatu negara.

Meningkatkan pendapatan negara mengarah pada peningkatan indicator social,


mendorong infestasi untuk teknologi yang lebih bersih, dan menyebarkan kesadaran tentang
lingkungan yang bersih. Namun, perubahan struktual terjadi dengan ekonomi yang berkembang,
seperti transisi dari pertanian ke sektro industry, dan akhirnya dari sector industry barat ke sector
jasa. Dengan demikian, komposisi diminimalkan efek berbahaya dari pertumbuhan ekonomi
terhadap lingkungan. Ini merupakan titik balik untuk mengurangi polusi.

Sumber daya alam yang berlimpah seharusnya dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
karena disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam negri juga dapat di ekspor. Poin pentingnya
adalah bagaimana pengelolaan sumber daya ini dapat dilaksanakan dengan baik sehingga
tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Disamping itu ada fenomena negara
dengan sumber daya alam melimpah jauh lebih rendah pertumbuhan ekonominya
dibanding dengan negara yang sumber daya alamnya lebih sedikit. Ada dua alasan utama
kinerja negara-negara miskin sumber daya dalam beberapa decade terakhir. Yang pertama adalah
mereka lebih focus daripada negara-negara kaya sumber daya untuk mendorong perkembangan
politik negara yang memiliki tujuan untuk mengejar kebijakan yang koheren dan tujuan
meningkatkan kesejahteraan seluruh populasi dengan berbagai cara.

Alasan kedua adalah negara yang miskin sumber daya mendiversifikasi ekonomi mereka
lebih awal daripada negara-negara kaya sumber daya seperti industry manufaktur yang
kompetitif, dan yang lebih penting,efisien,investasi. Hasil-hasil ini dapat disaring menjadi dua
model yang berbeda : kompetitif model industrialisasi dan model staple trap. Itu model
industrialisasi kompetitif dikaitkan dengan negara-negara miskin sumber daya dan keadaan
perkembangan politik yang melimpah dan predator. Lebih khusus lagi, perkembangan politik
negara telah dikaitkan dengan negara miskin sumber daya karena tidak adanya sewa memberi
pemerintah mereka insentif yang lebih kuat daripada yang kaya sumber daya mereka rekan untuk
menghasilkan kekayaan dengan menyediakan barang public dan mempromosikan secara efisien
investasi daripada dengan menangkap rente sumber daya alam.

Selain itu, ruang lingkup terbatas untuk ekspor produk primer menyebabkan negara-
negara miskin sumber daya memulai industrialisasi kompetitif negara-negara miskin sumber
daya memulai industrialisasi kompetitif di tingkat pendapatan perkapita yang rendah. Sebagian
besar manufaktur adalah untuk ekspor dan upah rendah menghasilkan awalnya padat karya.
Kombinasi negara politik perkembangan dengan awal yang kompetitif industrialisasi padat karya
memicu kebaikan ekonomi dan social yang saling terkait yang menopang pertumbuhan ekonomi
yang cepat dan merata. Pengalaman negara-negara miskin sumber daya beragam seperti Korea
Selatan, Hong Kong dan Mauritus.

Ketakutan akan pengangguran menyebabkan pemerintah yang mempunyai kekayaan


sumber daya mempersilahkan pihak swasta pengelola Sumber daya untuk memperluas
industrialisasi atau memperluas layanan pemerintah, yang keduanya cenderung digunakan
tenaga kerja dan modal yang tidak efisien. Sektor industri dan birokrasi yang dilindungi
tumbuh, memaksa pemerintah untuk memeras lebih banyak dan lebih banyak. Transfer ini
pada akhirnya melampaui rente sumber daya alam dan menyerap pengembalian modal,
menghancurkan insentif untuk investasi efisien yang di dalamnya sektor primer. Dengan cara
ini, perekonomian negara yang berlimpah sumber daya menjadi terkunci ke dalam perangkap
pokok di mana industri parasit dilindungi dan diperluas menyedot pendapatan dari sektor
primer yang memiliki daya saing dan ukuran relatif berkurang ketika kebijakan pemerintah
mengurangi insentif. Hasilnya adalah ekonomi melemah yang rentan terhadap krisis.

Sejumlah negara yang melimpah sumber daya dan mencakup budaya yang sangat
berbeda termasuk Botswana, Chili, Indonesia, dan Malaysia melahirkan negara-negara
berkembang secara kebijakan politik. Dalam kasus seperti inim semakin lama ketergantungan
produk primer hanya menunda industrialisasi kompetitif. Oleh Karen itu kunci pengembangan
yang sukses terletak pada mengecilkan keadaan politik predator dengan memperkuat sanki
terhadap pemerintahan anti-sosial yang koheren, secara ekonomi kebijakan ini dapat ditempuh
untuk mempertahankan kenaikan pendapatan dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Perbedaan Ekonomi Klasik Dengan Ekonomi Sumberdaya Alam

Peranan ilmu ekonomi dalam kaitannya dengan sumber daya alam tidak banyak berbeda.
Ilmu ekonomi merupakan studi tentang perilaku manusia dalam menentukan pilihan penggunaan
sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan secara
optimal. Peranan ilmu ekonomi adalah memberikan prinsip-prinsip dan cara-cara yang telah
teruji kebenarannya dalam proses pengambilan keputusan mengenai penggunaan sumber daya
yang terbatas. Ekonomi sumber daya alam (natural resources economics) pada dasarnya
merupakan satu cabang dari ilmu ekonomi yang khusus menerapkan teori ekonomi, terutama
ekonomi mikro, dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam yang terbatas untuk digunakan
seoptimal mungkin dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan manusia, baik waktu sekarang
maupun di waktu yang akan datang. Dimensi pilihan penggunaan sumber daya alam saat ini dan
saat mendatang menunjukkan bahwa penggunaan sumber daya alam perlu dijaga kelestariannya,
dalam arti untuk memenuhi kebutuhan antar generasi dan tidak mencemari lingkungan.
Sedangkan dalam teori ekonomi klasik permasalahan yang dibahas lebih berfokus pada proses
produksi, distribusi, serta konsumsi, teori ekonomi klasik memiliki sudut pandang permasalahan
ekonomi secara lebih sederhana dan nilai keseimbangan yang menjadi patokan harga
dibandinkan nilai penawaran dan permintaan (supply and demand). Teori ekonomi klasik juga
bertujuan untuk mencapai kemamkuran.

Ekonomi sumberdaya alam adalah aplikasi ilmu ekonomi terhadap sumber daya alam
yaitu semua benda hidup atau mati yang ada secara alami yang secara tradisional dikaitkan
kegunaanya bagi manusia. Kegunaan yang dimaksud dilandasi oleh tingkat teknologi yang
dikuasai oleh manusia maupun keadaan sosial ekonomi yang berlaku. Dalam ekonomi
lingkungan yang berhubungan langsung dengan pertumbuhan ekonomi apabila proses produksi
barang dan jasa tidak memperhatikan proses yang baik akan menimbulkan keadaan yang
mengakibatkan pencemaran lingkungan dan pengurasan SDA yang pada gilirannya akan
menggangu pertumbuhan ekonomi karena terjadi penurunan kuantitas dan kualitas SDA
DAFTAR PUSTAKA

Adamoweicz, W. (ed.) Forestry, Economics and Environment, Reading: CAB international.


Arshad Hayat, (2018) "FDI and economic growth: the role of natural
resources?", Journal of Economic Studies, Vol. 45 Issue: 2, pp.283-295

Fauzi, Ahmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkunga Teori dan Aplikasi. Jakarta
http://e-journal.uajy.ac.id/4452/3/2EP17977.pdf diakses pada 22 Februari 2022
Kusnendi. https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/PKOP4419-M1.pdf.

Anda mungkin juga menyukai