Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar siswa di seluruh Indonesia, Kemendikbud
Ristek menyadari pentingnya kehadiran dan partisipasi komunitas yang bekerja bersama
dengan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. Komunitas ini terdiri dari orang tua,
tokoh masyarakat dan adat, organisasi, cendekiawan, relawan, organisasi, dan pemangku
kepentingan lainnya. Untuk itu, Program Organisasi Penggerak dibentuk untuk bergotong
royong menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran dengan fokus utama pada peningkatan
kualitas guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan yang bermuara pada hasil belajar
siswa.
Program Organisasi Penggerak Indonesia Mengajar (POP IM) 2021 merupakan program
pelatihan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah
yang berdampak pada meningkatnya proses dan hasil belajar peserta didik di bidang literasi
dan numerasi di Kabupaten Rote, Tanimbar, Paser, dan Bengkalis. Penyusunan paket unit
pembelajaran POP IM 2021 didasarkan atas identifikasi beberapa permasalahan dan
tantangan di lapangan yang meliputi:
Berdasarkan identifikasi di atas, POP IM bersama tim ahli modul mengembangkan sejumlah
unit pembelajaran pelatihan kepala sekolah dan guru yang interaktif dan inovatif. Kami
berharap modul ini dapat menjadi tambahan literatur, memperkaya referensi dan khasanah
pengetahuan guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan kondisi literasi numerasi
di sekolah dan komunitasnya. Kami percaya komunitas yang melek literasi merupakan
pondasi lahirnya generasi-generasi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner) dengan
kompetensi dan minat yang tinggi terhadap pengetahuan.
i Kata Pengantar
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
Daftar isi ii
Materi I
Miskonsepsi Literasi
dan Numerasi
Durasi: 120 menit
Indikator:
Agenda Pelatihan
● Ambillah satu benda di dekat Anda yang paling merepresentasikan kemampuan literasi.
Jelaskan mengapa Anda memilih benda tersebut.
Sebagai materi pembuka dalam rangkaian pelatihan literasi dan numerasi, mari kita terlebih
dahulu meredefinisikan makna keterampilan literasi dan numerasi itu sendiri. Silakan
cermati cerita dalam komik berikut:
3. Apakah menurut Anda kemampuan melafalkan 4. Apa saja usaha yang sudah Anda lakukan
kalimat pada cerita dan membacanya dengan untuk meningkatkan kemampuan literasi
cepat seperti yang dilakukan anak-anak itu murid di kelas Anda?
termasuk kemampuan literasi?
Jelaskan alasan Anda!
Naskah Video:
● Kejadian 1
Seo rang murid kelas 5 mampu menghafal tangga konversi satuan waktu dan jarak.
Di kelas, dia mampu melengkapi bagian-bagian yang rumpang dari tangga konversi
tersebut yang ditugaskan oleh guru di papan tulis.
● Kejadian 2
Keesokan harinya, sang murid berpapasan dengan guru dari arah seberang menuju
sekolah. Guru tersebut kemudian bertanya “Berapa waktu yang dibutuhkan oleh
sang murid untuk tiba di sekolah dari rumahnya. Murid menjawab dengan mantap
“hanya 10 menit jalan kaki bu”
● Kejadian 3
Ibu guru lalu bertanya lagi “kalau besok Ibu minta tolong kamu mampir ke tempat
fotocopy yang jaraknya 10 menit dari sekolah arah tempat Ibu, lalu kamu bantu Ibu
dulu sebentar untuk fotocopy kira-kira 150 lembar. Satu lembar nya mungkin sekitar
8 detik. Nanti sampai sekolah lagi 15 menit sebelum jam 06.30 ya. Berarti kamu
berangkat dari rumah jam berapa, tuh?”
Numerasi Matematika
2. Ceritakanlah pengalaman serupa yang pernah Anda alami dengan murid terkait
dengan perbedaan keterampilan numerasi dan matematika!
3. Jelaskan apa yang bisa Anda lakukan untuk dapat mengatasi hal itu jika Anda adalah
Ibu Guru dalam cerita tersebut!
Bagaimana dengan gambar benda ini? Bisakah Bapak dan Ibu menjelaskan keterkaitannya
dengan keterampilan literasi dan numerasi?
Memiliki kemampuan literasi dan numerasi yang baik dapat dianalogikan dengan
kemampuan mengolah informasi yang ada di kemasan kotak susu dan merefleksikannya
untuk membantu kita menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan. Bukan hanya
informasi yang tersurat dan dapat ditemukan dengan mudah, namun juga informasi tersirat
yang membutuhkan nalar untuk dipahami secara menyeluruh.
BENAR SALAH
Dengan kata lain, kemampuan literasi dapat diartikan pula sebagai kemampuan memahami,
menalar, menganalisis, menyintesis, merefleksikan dan mengevaluasi informasi yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang ditemui. Artinya, kemampuan literasi
bukan hanya tentang mampu membaca dan menulis. Dari uraian terkait pengertian literasi
tadi, dapat dikatakan bahwa literasi juga mencakup kemampuan reseptif ketika membaca
dan menyimak (proses memahami, menalar, menganalisis) dan kemampuan produktif
seperti berbicara serta menulis (proses menggunakan dan mengkomunikasikan).
Dalam membaca informasi yang tertera pada kemasan kotak susu, tentu seseorang harus
terlebih dahulu mampu mengenal lambang-lambang dan membunyikan huruf sebelum
dapat membacanya menjadi sebuah padanan kata dan untaian kalimat lengkap. Setelahnya,
kemampuan itu berkembang menjadi kemampuan mengartikan rangkaian tulisan yang
dibunyikan tadi sebelum akhirnya informasi yang tidak secara langsung disampaikan
dalam bentuk teks tertulis tersebut dapat dipahami dan digunakan sesuai kebutuhan.
B. Dimensi Literasi
Berdasarkan peta jalan Gerakan Literasi Nasional yang digagas oleh Kemendikbud tahun
2017, keterampilan literasi terdiri dari beberapa dimensi, yaitu:
● Literasi Baca-Tulis
Pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri,
mengolah dan memahami informasi untuk menanggapi, dan menggunakan teks
tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta
untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.
● Literasi Numerasi
Pengetahuan dan kecakapan untuk bisa memperoleh, menginterpretasikan,
menggunakan, dan mengkomunikasikan berbagai macam angka dan simbol
matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks
● Literasi Sains
Pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan,
memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil
simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains
dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta kemauan
untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains.
● Literasi Digital
Pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi,
atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi,
dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum
dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
● Literasi Finansial
Pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep
dan risiko, keterampilan, motivasi dan pemahaman agar dapat membuat keputusan
yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial,
baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
Berbicara tentang literasi dan numerasi pada jenjang sekolah dasar biasanya tidak
dapat dipisahkan dengan istilah calistung atau membaca, menulis dan berhitung. Hal
ini sebenarnya tidak sepenuhnya salah, karena calistung juga merupakan kompetensi
dasar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi. Namun,
miskonsepsi yang perlu diluruskan adalah ketika pemaknaan terkait literasi dan numerasi
hanya merujuk pada kegiatan calistung semata. Satu hal yang perlu digarisbawahi,
calistung saja bukan menjadi tolak ukur kemampuan literasi dan numerasi seorang murid.
Seperti yang diilustrasikan di awal, belum tentu seorang anak yang terampil membaca atau
menghitung dengan cepat dan tepat paham bagaimana caranya memilah dan mengolah
apa yang sudah dibaca atau dihitungnya ketika dikaitkan dengan masalah yang relevan
dengan dirinya sendiri.
Literasi dan Numerasi bukanlah kemampuan bawaan dari lahir, tapi kemampuan yang dapat
diasah sesuai tahapan usia dan perkembangan murid.
Keterampilan Literasi dan Numerasi adalah keterampilan yang dapat diasah secara
bertahap sesuai dengan usia dan jenjangnya. Seorang bayi yang mulai memasukkan buku
ke mulut justru menunjukkan tahap kemampuan literasi awal yang perlu difasilitasi. Karena
bayi belum dapat berbicara dan mengungkapkan perasaan maupun kebutuhannya, salah
satu caranya mengeskplorasi dunia sekitarnya adalah dengan menstimulasi sensori atau
alat indranya lewat membacakan buku cerita dan menunjukkan simbol-simbol gambar
Begitu pula sebelum mengajarkan anak menulis dengan pensil, sebaiknya anak-anak
melatih motorik halusnya terlebih dahulu agar jari jemarinya makin terampil. Kegiatan
seperti mengancing baju, menjepit, mengikat tali sepatu, meronce dan menggunakan jari
telunjuk untuk menulis bentuk huruf di atas pasir merupakan kegiatan pra menulis yang
perlu dikuasai oleh anak sebelum akhirnya mampu menulis huruf dengan baik dan benar.
Kemampuan numerasi sejak dini juga dapat distimulasi ketika bayi mulai tertarik dengan
benda-benda yang memiliki ragam ukuran, warna, hingga kemudian mampu mengurutkan
dari yang besar ke yang kecil dan menyortir benda-benda yang memiliki warna yang sama.
Kemampuan ini akan terus berkembang sampai akhirnya anak mampu mengidentifikasi
angka dan besaran jumlah yang merepresentasikannya. Maka dari itu, penting untuk
menggunakan metode one-to-one correspondence atau membilang bilangan yaitu
menyebutkan satu per satu untuk mengetahui berapa banyaknya saat mengajarkan konsep
lambang dan nama bilangan dibanding hanya meminta anak menghafal bilangan tanpa
mengetahui besaran jumlahnya.
Dalam konteks Sekolah Dasar, keterampilan literasi dan numerasi tidak hanya terpaku
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia atau Matematika saja, tapi juga kemampuan yang
harus dikembangkan secara lintas mata pelajaran. Maka dari itu, literasi dan numerasi
A B
Manakah dari kedua ilustrasi di atas yang menggambarkan fungsi dari asesmen?
Gambar A melambangkan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas agar bunga
tumbuh dengan subur, sedangkan gambar B memberikan penilaian terhadap kondisi bunga
setelah beberapa waktu dirawat dan dipelihara.
Kata “asesmen” mungkin terdengar menakutkan karena dikaitkan dengan penilaian padahal
justru fungsi asesmen digambarkan oleh gambar A yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas. Gambar B sendiri merupakan fungsi dari evaluasi yang baru bisa diperoleh ketika
asesmen sudah dilakukan.
Sedangkan dalam konteks AKM sendiri, asesmen dapat dimaknai sebagai sebuah
pengukuran atau penilaian terhadap mutu pendidikan berdasarkan kemampuan literasi,
numerasi dan karakter murid. Penilaian ini akan menghasilkan informasi mencakup
tingkat kompetensi, kekuatan dan kelemahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas belajar-mengajar, memantau kesenjangan mutu pendidikan antarkelompok sosial
ekonomi maupun antarsekolah swasta dan negeri, dan pengembangan kompetensi serta
karakter murid.
TINGKAT
KOMPETENSI, PENYUSUNAN
ASESMEN
KEKUATAN DAN STRATEGI
KELEMAHAN
AKM mengukur 2 macam kemampuan literasi yaitu literasi membaca dan literasi
numerasi.
Seperti yang sudah kita sama-sama pahami dari pembelajaran sesi kali ini, literasi dan
numerasi yang ada di AKM tentu bukan soal-soal yang sifatnya rutin seperti sekedar 15%
x 3,9 + (-245) atau sekedar mencari tahu nama dari tokoh cerita yang ada. Soal-soal yang
akan menjadi pengukuran kompetensi murid merupakan soal-soal yang dirancang dengan
tipe HOTS (high-order thinking skill) atau soal yang membutuhkan kemampuan analisis
yang sudah dikaitkan dengan permasalahan nyata yang ada pada kehidupan sehari-hari.
Sehingga, tidak ada formula atau rumus saklek yang dapat menjawab soal-soal AKM
selain melatih kemampuan berpikir kritis/logis sistematis, bernalar dan memilah maupun
mengolah informasi yang dapat dikembangkan dari proses pembelajaran di kelas.
Selengkapnya tentang
AKM bisa diakses di sini:
bit.ly/akmkemdikbud
Apa saja kompetensi literasi yang akan diukur di AKM beserta indikator keterampilannya?
Menurut Bapak/Ibu, bagaimana cara Bapak/Ibu membantu murid untuk dapat mengerjakan
soal-soal AKM yang mengukur kemampuan literasi dan numerasi dengan baik? Apakah
mengikuti bimbingan belajar khusus “AKM” di lembaga bimbel khusus merupakan sebuah
pilihan? Jelaskan alasan Bapak/Ibu!
Indikator:
Agenda Pelatihan
57 62 61 64
Dilandasi dari hasil tersebut dan kesadaran akan pentingnya kemampuan literasi sebagai
kecakapan abad 21, maka Kemdikbud menginisiasi Gerakan Literasi Nasional yang di
dalamnya terdapat Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini diperkuat dengan Permendikbud
No. 23 tahun 2015 sebagai salah satu upaya menumbuhkan budi pekerti melalui kegiatan
membaca 15 menit.
● Upaya apa yang sudah dilakukan oleh sekolah Anda untuk menumbuhkan
budaya literasi?
Apakah terlihat
Rencana Aksi Upaya Yang Terlaksana peningkatan literasi murid?
(apa saja kegiatan yang sudah (upaya apa saja yang sudah (uraikan bagaimana upaya
dirancang dan direncanakan untuk terlaksana di sekolah dalam
yang sudah dilakukan berhasil/
menumbuhkan budaya literasi di rangka menumbuhkan budaya
tidak berhasil meningkatkan
sekolah) literasi di sekolah)
kemampuan literasi murid
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dimaknai sebagai sebuah upaya yang dilakukan secara
menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar
yang literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
• Pemangku kepentingan
Mencakup pemerintah pusat dan pemerintah daerah
sebagai pembuat kebijakan dan perencanaan, pelaksana
monitoring dan evaluasi, dan penyedia pelatihan guru
meliputi Kemendikbudristek, Dinas Pendidikan Provinsi
dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sampai kepada
Satuan Pendidikan atau semua perangkat sekolah itu
sendiri yang terdiri dari Kepala Sekolah, Guru, Tenaga
Kependidikan termasuk pustakawan, LPMP atau
komunitas guru belajar lainnya dan juga Peserta Didik.
• Orangtua
Baik yang tergabung dalam komite maupun seluruh
orangtua/wali murid yang terdaftar di sekolah
• Masyarakat
Warga sekitar, tokoh masyarakat, pekerja mayoritas
dalam suatu daerah di mana sekolah Bapak/Ibu berada,
pelaku industri kreatif
Gerakan Literasi Sekolah yang benar-benar terlaksana dengan efektif dan berkelanjutan
seyogyanya memiliki prinsip berikut:
Kemampuan literasi bermanfaat dalam berbagai aspek perkembangan baik itu bahasa,
kognitif, sosial bahkan emosi. Literasi memampukan kita untuk beradaptasi dengan
berbagai situasi dan kondisi lingkungan serta membantu kita mengambil keputusan. Oleh
karena itu, GLS yang dirancang oleh sekolah hendaknya berangkat dari apa yang betul-betul
menjadi kebutuhan peserta didik sesuai dengan jenjangnya dan didasari oleh pemahaman
mengenai apa yang menjadi minat, gaya belajar dan trend atau isu-isu kekinian yang menarik
untuk murid. Sehingga, GLS yang ditujukan untuk kelas rendah tentu berbeda dengan kelas
tinggi. Baik itu dari bahan bacaan maupun genre dalam hal literasi membaca. Misalnya,
murid di kelas rendah akan lebih terbantu dengan adanya buku yang menampilkan gambar-
gambar yang besar dan menarik dengan sedikit tulisan sedangkan murid-murid kelas tinggi
mungkin sudah dapat diajak membuat peta cerita yang memudahkan mereka mengolah
informasi pada bacaan.
Akan tetapi, kegiatan literasi juga perlu divariasikan dan diselipkan tantangan dengan
tingkat kesulitan yang berjenjang agar murid tidak bosan dan justru menanti-nantikan untuk
melakukannya lagi dan lagi, sampai pada akhirnya kegiatan literasi itu sendiri menjadi
kegiatan yang terintegrasi dengan pembelajaran dan lumrah untuk dilakukan karena sama
hakikatnya dengan belajar. Jangan sampai literasi dikotak-kotakkan dan disalah artikan
sebagai kemampuan berbahasa saja, padahal prosesnya sangat dekat dengan rutinitas
sehari-hari dan ada dalam setiap mata pelajaran.
Kegiatan GLS hendaknya rutin dievaluasi efektivitasnya dan diperbaharui secara berkala
agar terjamin keberlanjutannya. Hal ini mewajibkan kepala sekolah dan guru untuk
senantiasa melakukan refleksi setiap melaksanakan kegiatan literasi. Apakah ada
peningkatan kompetensi literasi murid yang terlihat? Apakah murid menjalankannya dengan
gembira atau terpaksa? Apakah kegiatan yang dirancang membantu murid menjadi lebih
komunikatif dan senang belajar? Dan apakah kegiatan literasi sekolah secara langsung
maupun tidak langsung memberikan kontribusi bagi sekitar?
Pelaksanaan GLS yang baik pada akhirnya terintegrasi dengan pembelajaran lintas disiplin
ilmu karena sifatnya yang saling berkaitan. Ketika belajar IPA tentang makhluk hidup
Kontekstual, relevan, responsif terhadap kearifan lokal dan kaya akan jenis teks
Mendesain kegiatan GLS perlu diseimbangi dengan ketersediaan buku-buku cerita, fiksi
dan non fiksi, cerita rakyat atau legenda yang berhubungan dengan budaya setempat.
Pelaksanaannya juga sebaiknya dikaitkan dengan apa yang menjadi topik pembelajaran
pada saat itu dan tidak melupakan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masing-masing
daerah. Salah satu kegiatan yang dapat dibuat adalah dengan membuat buku cerita
kolaboratif bagi kelas tinggi yang menyangkut adat istiadat atau kebiasaan di daerahnya
masing-masing. Bagi anak-anak yang suka menggambar, dapat ditugaskan menjadi
ilustrator. Anak-anak yang kinestetik atau lebih suka bergerak, dapat dilibatkan dalam
pembuatan fisik buku cerita seperti misalnya mencari kardus-kardus untuk membuat buku
ceritanya, menggunting, menempel, menjilid buku dan lainnya.
Salah satu cara pelibatan publik yang merangkul semua pihak adalah dengan membentuk
Tim Literasi Sekolah (TLS) yang beranggotakan berbagai representatif dari perangkat
sekolah dan masyarakat yang akan bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah,
baik itu dari anggota komite sekolah atau orangtua murid, pustakawan, guru dan pegiat
literasi dari kalangan masyarakat. Tugas TLS antara lain merumuskan kegiatan literasi di
tingkat sekolah maupun kelas, memberikan sosialisasi dan pendekatan kepada orangtua
untuk dapat mempromosikan kegiatan literasi di rumah, mempublikasikan kegiatan di
media massa dan sosial agar memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan berjejaring
dengan pemangku kepentingan maupun TLS dari sekolah lain agar dapat berkolaborasi
dan bekerja sama untuk membuat gerakan literasi sekolah yang berkelanjutan.
1. Lingkungan Fisik
Dalam menciptakan lingkungan fisik yang literat, perlu kita ingat kata kunci
dari makna literasi dalam konteks GLS yang sebelumnya diuraikan di atas yaitu
mengakses, memahami, dan menggunakan. Walaupun lingkungan fisik erat
Kata kunci pertama yaitu mengakses, yang bisa diartikan sebagai kemudahan
untuk dilihat, disadari dan dijangkau. Penataan buku-buku maupun media literasi
lainnya hendaknya “mengundang” untuk dihampiri, disinggahi dan memberikan
kesan terlalu menarik untuk dilewati begitu saja.
Coba perhatikan kedua gambar di bawah ini. Manakah yang membuat Anda
tertarik untuk mengaksesnya?
Sama seperti ketika pergi ke toko buku, beberapa orang bisa menghabiskan
waktu berjam-jam dan dengan nyamannya selonjoran sambil membaca berbagai
jenis buku. Ada juga fenomena “lapar mata” ketika mengunjungi pameran buku
yang membuat sebagian orang berbelanja buku secara impulsif. Selain daripada
sampul buku yang menarik, tentunya ada peran dari tata letak atau penataan buku
yang sedemikian rupa mengundang orang untuk mengambil dan membacanya.
Lingkungan yang kaya teks dan literat hendaknya jangan sampai dipersempit
maksudnya hanya sebatas memasang kata-kata mutiara atau poster maupun
pajangan penuh dengan tulisan yang belum tentu dipahami artinya oleh murid.
Akan tetapi, poster-poster hasil karya murid akan lebih menarik untuk dipamerkan di
tempat-tempat yang memanjakan mata. Karya seni murid lainnya baik yang berbentuk
2 dimensi maupun 3 dimensi juga bisa dipasang untuk menghias kelas maupun
koridor sekolah. Dengan begitu, murid pun akan merasa diapresiasi dan bangga
dengan hasil jerih payahnya. Rasa kepemilikan terhadap program gerakan literasi
sekolah itu sendiri juga dapat ditumbuhkan dan memberikan motivasi tersendiri bagi
murid.
Memahami, artinya mudah untuk dimengerti dari segi visual maupun maknanya.
Tidak terlalu terang, tidak terlalu gelap, dan apabila berbentuk tulisan jenis dan
kejelasan bentuk hurufnya pun perlu diperhatikan. Pastikan juga tata bahasanya baik
dan benar sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) atau jika
menggunakan bahasa Inggris maka grammar nya pun perlu dicek lagi kebenarannya.
Lingkungan sosial yang afektif mendorong adanya kolaborasi dan partisipasi dari
berbagai pihak. Bentuk kolaborasi dapat ditunjukkan dari sikap pimpinan atau
kepala sekolah yang mengakui dan mengakomodir kelebihan setiap guru dan
memfasilitasi para guru yang memiliki ide kegiatan literasi untuk saling bersinergi
dan mengembangkannya secara kolaboratif.
3. Lingkungan Akademik
Lingkungan akademik sekolah yang literat salah satunya ditunjukkan dari program
literasi yang didesain sekolah dengan tujuan untuk menumbuhkan minat membaca
murid terhadap berbagai jenis teks dan menunjang kegiatan pembelajaran di SD.
Lebih lanjut, mari kita bahas tahapan gerakan literasi sekolah yang perlu menjadi
acuan dalam merancang program literasi yang efektif dan berkelanjutan.
Ada 3 tahapan Gerakan Literasi Sekolah yang perlu direncanakan, dirancang dan
dilaksanakan secara komprehensif yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran.
Kegiatan Membaca 15 menit, menata ulang perpustakaan atau memperindah pojok literasi
dan memperkaya jenis buku bacaan adalah beberapa contoh bentuk kegiatan yang dapat
dilakukan pada tahap pembiasaan. Akan tetapi seringkali gerakan literasi sekolah mandek
atau jalan di tempat sampai di tahap pembiasaan saja sehingga dirasa tidak efektif padahal
bisa jadi karena GLS itu sendiri belum dilaksanakan sampai tuntas.
1. Tahap Pembiasaan
Tahap pembiasaan bertujuan untuk menumbuhkan minat peserta didik terhadap bacaan
dan terhadap kegiatan membaca. Karena masih pada tahap pembiasaan, kegiatannya
dapat difokuskan pada kegiatan reseptif (membaca dan menyimak). Kegiatan membaca
15 menit menjadi salah satu kegiatan yang direkomendasikan dalam tahap pembiasaan
sesuai dengan Permendikbud No. 13 Tahun 2015. Akan tetapi, bentuk kegiatannya
sebetulnya bisa beragam dan bahan bacaannya pun juga bisa bermacam-macam. Jangan
batasi pada buku saja, melainkan media teks apapun. Bisa berupa selebaran atau brosur
yang disebar di jalan, bisa pula berupa petunjuk penggunaan pada kemasan sabun, atau
membaca lambang lalu lintas.
Berikan murid kesempatan dan kewenangan untuk merancang kegiatan literasi setiap
harinya. Tugas kita sebagai guru di kelas adalah dengan memberikan pilihan yang bisa
menjadi gambaran untuk murid berimajinasi dan berkreasi.
Penerapannya pun tidak harus terpisah dari kegiatan belajar mengajar, melainkan dapat
diintegrasikan sesuai dengan mata pelajaran atau tema yang akan diampu hari itu.
Misalnya, hari ini murid akan belajar tentang jenis-jenis sampah dan pengolahannya.
Ajak murid keluar ruangan dan mengamati tempat sampah yang dibedakan berdasarkan
jenisnya. Berikan anak lembar kerja yang berisi pertanyaan seputar apa perbedaan dari
setiap tempat sampah yang disediakan meliputi warna, gambar atau tulisan yang tertera,
dan apakah isi dari tempat sampah sudah sesuai dengan jenis yang dibaginya.
Beri anak tantangan untuk mendapatkan informasi mengenai kelanjutan dari sampah-
sampah yang sudah dibuang dan dipilah sesuai jenisnya.
Ketika melakukan pembiasaan membaca, ada 2 strategi membaca yang dapat dilakukan
di kelas sesuai kebutuhan yaitu:
Ketika membaca nyaring interaktif guru dapat berhenti sejenak untuk mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan cerita, memberi pemahaman tentang arti kata
sulit maupun maksud dari sebuah kalimat yang mungkin dirasa membingungkan
oleh murid.
Setelah itu, guru dapat menanyakan isi bacaan yang dibaca murid dan meminta
murid membuat jurnal baca harian baik itu dari bacaan buku fiksi/non-fiksi maupun
bacaan ragam jenis teks lainnya (infografik dari media sosial/poster panduan cuci
tangan/buku manual TV) .
Selain membaca, kegiatan literasi pada tahap pembiasaan lainnya adalah dengan
menyusun tim literasi kelas yang beranggotakan para murid dan membuat dekorasi
kelas seperti buletin (hiasan yang berisi foto-foto anggota kelas), informasi jadwal
piket atau jadwal pelajaran, sudut baca dan hasil karya atau portofolio murid yang
dapat digantung dengan rapi. Baiknya juga dapat disediakan tempat khusus untuk
meletakkan alat tulis kelas yang dapat dengan mudah dijangkau oleh murid. Bagi
murid kelas tinggi, murid dapat ditugaskan untuk mendesain dekorasi kelas dan
bersama-sama dengan guru dan wali murid memikirkan cara untuk mengeksekusinya.
2. Tahap Pengembangan
Dalam tahap pengembangan, ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan setelah
membaca, yaitu:
Contoh tahapan gerakan literasi dalam pembelajaran IPA di kelas V (hal 6-9):
bit.ly/Gerakanliterasi
Pada tahap pembelajaran, guru juga dapat memberikan variasi asesmen untuk mengukur
keterampilan literasi murid yang dirancang dengan pertanyaan-pertanyaan yang
menstimulasi HOTS atau kemampuan bernalar tingkat tinggi.
Oleh karena itu, AKM hendaknya merefleksikan kemampuan murid dan sekolah yang
sebenarnya tanpa harus terbebani keharusan untuk mendapatkan nilai yang sempurna.
Karena justru dari situlah informasi terkait evaluasi pembelajaran dapat kita peroleh dan
pergunakan untuk merancang dan menentukan strategi yang tepat dan sesuai dengan
kemampuan murid untuk mencapai kompetensi literasi dan numerasi yang diharapkan.
Guru B
Bagaimana perbedaan
gerakan literasi sekolah
yang diterapkan oleh
guru A dan Guru B?
Situasi
(menyenangkan/
membosankan)
Lingkungan Belajar
Menurut Anda, mana gerakan literasi sekolah yang lebih efektif? Jelaskan alasan Anda!
Rumuskanlah apa saja upaya yang akan Anda lakukan sebagai kepala sekolah, guru dan
perangkat sekolah dalam mewujudkan Gerakan Literasi Sekolah?
Pembiasaan
Lingkup kelas
Lingkup sekolah
Lingkup kelas
Lingkup sekolah
Pembelajaran
Lingkup kelas
Lingkup sekolah
Indikator:
Agenda Pelatihan
Lebih jelasnya dapat kita baca satu per satu sebagai berikut:
Teks Informasi
• Menjelaskan ide pokok dan beberapa ide pendukung pada teks informasi yang
terus meningkat sesuai jenjangnya.
Teks Fiksi
• Mengidentifikasi kejadian yang dihadapi tokoh cerita pada teks sastra sesuai
jenjangnya. (tingkat 1)
● Menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks
jamak
Teks Informasi
Teks Fiksi
• Menyimpulkan perasaan dan sifat tokoh pada teks sastra sesuai jenjangnya.
(tingkat 1)
• Menyimpulkan perasaan dan sifat tokoh serta elemen intrinsik lain seperti latar
cerita, kejadian-kejadian dalam cerita berdasarkan informasi rinci di dalam teks
sastra yang terus meningkat sesuai jenjangnya. (tingkat 2)
3 Kompetensi
Proses
Kognitif
Indikator Indikator Teks Informasi Indikator Teks Fiks
Literasi
Membaca
dalam AKM
• Mengidentifikasi kejadian
yang dihadapi tokoh cerita
pada teks sastra sesuai
jenjangnya. (tingkat 1)
• Mengidentifikasi topik atau
fokus pembahasan pada
• Mengidentifikasi dan
teks informasi yang sesuai
menjelaskan permasalahan
jenjangnya
Kemampuan • Memahami yang dihadapi tokoh cerita
memahami teks secara pada teks sastra sesuai
• Menjelaskan ide pokok dan
informasi literal jenjangnya. (tingkat 2)
beberapa ide pendukung
pada teks informasi yang
• Mengidentifikasi perubahan
terus meningkat sesuai
dalam elemen intrinsik
jenjangnya.
(kejadian/karakter/setting/
konflik/alur cerita) pada teks
sastra sesuai jenjangnya.
(tingkat 3)
• Menyimpulkan perasaan
dan sifat tokoh serta elemen
• Menyimpulkan kejadian intrinsik lain seperti latar
pada teks informasi sesuai cerita, kejadian-kejadian
jenjangnya. (tingkat 1) dalam cerita berdasarkan
informasi rinci di dalam teks
• Menyimpulkan kejadian, sastra yang terus meningkat
prosedur, gagasan atau sesuai jenjangnya. (tingkat
konsep berdasarkan 2)
• Menyusun
informasi rinci di dalam
inferensi,
teks informasi yang sesuai • Menyusun inferensi
membuat
jenjangnya. (tingkat 2) (kesimpulan) terkait isi teks
koneksi dan
untuk menentukan apakah
prediksi baik
• Menyimpulkan perubahan suatu komentar/ pertanyaan/
teks tunggal
kejadian, prosedur, gagasan pernyataan relevan dengan
maupun teks
atau konsep di dalam isi teks pada teks sastra atau
jamak
teks informasi yang terus teks informasi. (tingkat 2)
meningkat sesuai jenjangnya.
(tingkat 3) • Menyusun inferensi
(kesimpulan) berdasarkan
• Membandingkan hal-hal unsur-unsur pendukung
utama (misalnya perbedaan (grafik,gambar, tabel, dll) di
kejadian, prosedur, ciri-ciri dalam teks sastra atau teks
benda) dalam teks informasi informasi sesuai jenjangnya.
yang terus meningkat sesuai (tingkat 3)
jenjangnya. (tingkat 1-3)
• Membandingkan hal-hal
utama (misalnya karakter
tokoh atau elemen intrinsik
lain) dalam teks sastra yang
terus meningkat sesuai
jenjangnya. (tingkat 1-3)
● Menilai kesesuaian antara ilustrasi dengan isi teks sastra atau teks informasi yang
terus meningkat sesuai sesuai jenjangnya
• Merefleksi pengetahuan baru yang diperoleh dari teks sastra atau teks informasi
terhadap pengetahuan yang dimilikinya yang terus meningkat sesuai jenjangnya
(tingkat 1-3)
Teks Fiksi
• • Mengaitkan isi teks sastra atau teks informasi dengan pengalaman pribadi
sesuai jenjangnya (tingkat 1-3)
3 Kompetensi
Proses
Kognitif
Indikator Indikator Teks Informasi Indikator Teks Fiks
Literasi
Membaca
dalam AKM
• Menilai format
penyajian dalam teks
• Menilai kesesuaian
antara ilustrasi
dengan isi teks sastra
atau teks informasi
• Merefleksi pengetahuan
yang terus meningkat
baru yang diperoleh • Mengaitkan isi teks
sesuai sesuai
dari teks sastra atau sastra atau teks
Kemampuan jenjangnya terhadap
teks informasi terhadap informasi dengan
mengevaluasi pengalaman pribadi
pengetahuan yang pengalaman pribadi
dan merefleksi
dimilikinya yang terus sesuai jenjangnya
meningkat sesuai (tingkat 1-3)
• Merefleksi isi wacana jenjangnya (tingkat 1-3)
untuk pengambilan
keputusan,
menetapkan pilihan,
dan mengaitkan isi
teks
Tingkatan indikator kompetensi proses kognitif dalam literasi membaca yang diuraikan
di atas dibuat berdasarkan jumlah dan kerumitan kegiatan yang harus dilakukan peserta
didik terhadap sumber bacaan. Panduan yang disajikan pada uraian dan tabel di atas
dapat digunakan untuk memandu peserta didik secara tahap demi tahap menunjukkan
ketercapaian kompetensi literasi membacanya dimulai dari tingkat yang sederhana hingga
paling rumit.
Scaffolding (terstruktur)
SQ3R merupakan kepanjangan dari survey, question, read, recite, and review atau dapat kita
bahasakan dengan ringkas menjadi strategi membaca terpandu.
Strategi ini cocok untuk digunakan bagi kelas rendah yang pada tahapan tertentu masih
membutuhkan pendampingan dalam menemukan, mengolah dan merefleksikan informasi
pada bacaan.
Strategi ini dimulai dari kegiatan survey dimana guru menunjukkan sampul buku depan cerita
atau judul bahan bacaan beserta gambar dan ilustrasinya. Setelah itu, guru dapat meminta
murid mengamati lalu menjelaskan gambar apa yang mereka lihat lalu mengungkapkan
pengalaman yang serupa dan memprediksi isi cerita yang ada di dalamnya. Dari proses
Setelah itu, lanjut ke kegiatan read dimana murid-murid bersama dengan guru membaca
bergantian dengan nyaring, kemudian murid membaca lagi secara mandiri dengan
menandakan kata-kata yang sulit dipahami atau informasi penting pada kegiatan recite
sebelum akhirnya diakhiri dengan kegiatan review yaitu mengulas dan memvisualisasikan
informasi yang ada pada bacaan tersebut dengan menggunakan alat bantu seperti peta
cerita atau graphic organizer secara bersama-sama serta menjawab berbagai pertanyaan
reflektif yang berkaitan dengan bacaan. Pertanyaan ini bisa dirancang dengan berpedoman
pada indikator capaian kompetensi literasi membaca yang sudah diuraikan di atas.
Bagi kelas tinggi, salah satu strategi membaca menyenangkan yang dapat diterapkan
adalah close reading yang terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yaitu:
Dalam kegiatan ini, murid diberikan waktu untuk membaca sendiri bacaan yang
sudah ditentukan. Ketika membaca mandiri dilakukan, murid dapat menggunakan
penanda metakognitif atau memberi simbol tertentu pada bagian-bagian bacaan,
misalnya:
“ menuliskan komen/opini
bagian favorit
Dalam kegiatan ini, guru membaca teks dengan nyaring dan murid melingkari kata-
kata sulit, memberikan warna atau stabilo pada ide cerita, atau menggarisbawahi
kembali poin-poin penting.
Sedangkan terdapat pula beberapa alat bantu atau tools yang dapat digunakan
untuk mengolah, merefleksikan dan mengevaluasi informasi pada bacaan. Alat
bantu ini berupa lembar kerja yang menyempurnakan strategi-strategi tersebut dan
dapat diibaratkan sebagai kendaraan menuju tujuan, dimana strategi tadi adalah
jalan yang kita lewati untuk sampai ke destinasi.
2. Dan lembar kerja yang didesain dengan metode GIST (Generating Information
Between Schemata and Text)
Menggunakan dadu atau bola untuk melontarkan pertanyaan berkait cerita (apa
yang terjadi, latar, dll). Jika menggunakan dadu, maka ada lembar tersendiri yang
berisi pertanyaan-pertanyaan pada setiap nomor dadu 1-6. Jika menggunakan bola,
tuliskan pertanyaan di bagian-bagian bola.
● 3-2-1
1 2 3
Murid diminta menuliskan 3 informasi yang didapat, 2 hal yang disukai dan 1
pertanyaan terkait bacaan
Membuat piramida dari gelas/benda lainnya dan melabeli dengan simbol elemen
cerita. Selagi membangun satu per satu sambil bertanya kepada murid sesuai
dengan label yang sudah ditentukan.
● Kode Warna
Tugas kelompok:
Kupas tuntas soal AKM yang sudah
dibagi per kelompok menggunakan
strategi/aktivitas membaca yang
menurut Anda paling menarik dan sesuai!
2. Sebutkan strategi literasi membaca yang sudah Anda pelajari dan analisa
kelebihan maupun kekurangannya! Bedakanlah strategi tersebut berdasarkan
jenjang kelas tinggi dan rendah!
Strategi Pembelajaran
Numerasi Menyenangkan SD 54
Tujuan:
Indikator:
Agenda Pelatihan
Strategi Pembelajaran
55 Numerasi Menyenangkan SD
Apersepsi Pemantik
Coba bedakan kedua bentuk soal ini!
SOAL A
Membuat Bolu Kukus
Fitri akan membuat bolu kukus. Untuk setiap resep ia memerlukan 1/5 kg gula,
1/4 kilogram tepung serta 150 gram mentega dan 300 gram bahan-bahan
lainnya.
2. Jika fitri membuat 6 resep adonan, jumlah gula, tepun dan mentega yang
dibutuhkan dalam kilogram adalah...
SOAL B
Putri membutuhkan 750 gram coklat dan 1,5 kilogram gula untuk pesta ulang
tahun. Saat ditimbang beratnya...kilogram.
a. 2
b. 2,20
c. 2,25
d. 2,5
Strategi Pembelajaran
Numerasi Menyenangkan SD 56
Pertanyaan pemantik:
1. Uraikan dengan singkat perbedaan yang paling signifikan dari kedua bentuk soal
tersebut!
2. Manakah dari soal tersebut yang menampilkan prosedur dan alat matematika?
Jelaskan alasan Anda!
Strategi Pembelajaran
57 Numerasi Menyenangkan SD
Eksplorasi Materi
Konten kemampuan Literasi Numerasi yang diukur dalam AKM dikelompokkan menjadi 4
topik berikut:
● Bilangan
Yang di dalamnya mencakup:
1. Representasi
2. Sifat Urutan
3. Operasi
● Geometri dan Pengukuran
Yang di dalamnya mencakup:
1. Bangun Geometri
2. Pengukuran
● Aljabar
Yang di dalamnya mencakup:
1. Persamaan dan Takpersamaan
2. Relasi Fungsi (termasuk pola bilangan)
● Data dan Ketidakpastian
Yang di dalamya mencakup:
1. Data dan Representasinya
2. Ketidakpastian dan Peluang
● Masalah Rutin
Soal yang mencakup penyelesaian suatu prosedur matematika yang sama atau
mirip dengan hal dan materi yang baru dipelajari
Strategi Pembelajaran
Numerasi Menyenangkan SD 58
● Masalah Non Rutin
Soal yang membutuhkan analisis dan proses bernalar untuk dapat diselesaikan
dan sifatnya aplikatif untuk diterapkan dalam memecahkan masalah faktual yang
ditemui dalam keseharian
Kemampuan numerasi yang baik dapat ditingkatkan dengan mengadopsi prinsip masalah
non rutin saat merancang kegiatan pembelajaran dan asesmen untuk murid. Dalam
mendesain pembelajaran numerasi di kelas, terdapat pula beberapa strategi yang dapat
kita gunakan untuk membuat pembelajaran terasa menyenangkan dan relevan. Salah
satunya adalah dengan menggunakan strategi atau pendekatan STEAM yang akan dibahas
sebagai berikut.
Apa itu
STEAM dapat dikatakan sebagai strategi, metode,
pendekatan ataupun kerangka pembelajaran yang
STEAM mengintegrasikan Sains, Teknologi, Engineering
atau Teknik, Art atau Seni dan Matematika melalui
berbagai aktivitas berbasis proyek/eksperimen yang
memfasilitasi murid untuk berpikir kritis, kreatif dan
inovatif dalam membantunya menyelesaikan masalah
di dunia nyata. Pembelajaran STEAM biasanya selalu
berangkat dari persoalan yang kerap ditemukan oleh
murid sehari-hari untuk dicarikan solusinya. Sehingga,
murid menjadi lebih mampu mengaitkan apa yang
sedang dipelajari dengan kehidupannya sendiri karena
pembelajaran akan lebih terasa aplikatif.
Strategi Pembelajaran
59 Numerasi Menyenangkan SD
Kemampuan numerasi pada dasarnya tidak dapat
4C’s
(Critical Thinking, Collaboration, Communication, Creativity)
Dengan menerapkan STEAM, murid dapat mengembangkan rasa ingin tahu yang akan
memandunya untuk merefleksikan pembelajaran dengan pengalaman serupa yang ia lalui.
Proses ini mendukung murid untuk dapat merumuskan pertanyaan, menganalisis kejadian
dan membuat hipotesis beserta kesimpulan.
Collaboration (Kolaborasi)
Pembelajaran berbasis STEAM juga akan menyadarkan murid akan pentingnya kolaborasi
dalam menjawab tantangan yang ada, dimana dalam berkolaborasi itu sendiri, seseorang
harus mampu menerima dan menggabungkan ide dari orang lain agar tercipta kerja sama
tim yang baik.
Communication (Komunikasi)
Creativity (Kreatifitas)
Strategi Pembelajaran
Numerasi Menyenangkan SD 60
Selain itu, STEAM juga mendorong murid untuk memiliki karakter pantang menyerah dan
memandang kegagalan sebagai hal yang wajar melalui proses percobaan yang mungkin
tidak langsung berhasil ketika baru dilakukan sekali. Dengan demikian, murid akan lebih
menghargai proses dan melihat tujuan pembelajaran yang tidak melulu berorientasi
terhadap hasil akhir.
1. Ask/Bertanya
Yaitu mengidentifikasi masalah dengan pendekatan saintifik. Mulailah dengan
pertanyaan yang diajukan kepada murid. Siapa yang pernah melewati jembatan yang
hampir roboh? Atau, siapa yang pernah minum es jeruk tapi rasanya terlalu asam?
Dan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang ingin diselesaikan dan ditelaah
keterkaitannya dengan 5 disiplin ilmu pembelajaran tadi, khususnya pada bagian
numerasi.
2. Brainstorm/Diskusi
Setelah masalah tadi terungkap, ajak murid berpikir bersama bagaimana cara
menyelesaikan masalah tersebut? Murid dapat bereksplorasi, dan saling bertukar ide
dan solusi satu sama lain dalam bentuk diskusi.
3. Desain
Setelah mendapatkan solusi dari hasil diskusi tadi, murid dapat merancang dan
menggambarkan solusi tersebut ke dalam bentuk desain yang sesuai. Misalnya
dalam hal jembatan yang kokoh, bagaimana desain yang seharusnya dibuat? Atau
dalam hal membuat es jeruk yang manis, kira-kira seberapa banyak air, es batu dan
jeruknya? Minta murid membuat solusinya tadi menjadi sebuah rencana aksi aplikatif
4. Menciptakan
Setelah itu, alur yang selanjutnya adalah mewujudkan solusi yang ada ke dalam
bentuk nyata. Murid dapat memanfaatkan benda yang ada di sekitar untuk membuat
jembatan, misalnya dengan kertas karton, atau sedotan, dan lainnya yang dirasa
akan kuat menahan beban. Begitu pula dengan es jeruk yang dapat langsung dibuat
sesuai dengan perhitungan masing-masing bahan yang sudah diestimasikan.
5. Menguji
Sesudah produk selesai dibuat, murid akan menguji efektivitas produk atau solusi
tersebut. Berapa banyak beban yang mampu ditahan, apakah rasa es jeruk sudah
Strategi Pembelajaran
61 Numerasi Menyenangkan SD
pas manisnya, dan pada proses ini murid membutuhkan lembar kerja untuk mencatat
hasil pengujiannya.
6. Meningkatkan
Dari hasil uji coba tersebut maka didapatkanlah hal-hal yang dapat ditingkatkan
untuk membuat produk dapat berfungsi lebih baik dan dapat diperbaharui sesuai
dengan kebutuhan.
Ada beberapa tantangan yang mungkin ditemukan dalam menerapkan strategi STEAM
pada pembelajaran numerasi, antara lain:
Strategi Pembelajaran
Numerasi Menyenangkan SD 62
Contoh aktivitas pembelajaran numerasi
dengan pendekatan STEAM:
Membuat Es Jeruk
Topik numerasi:
1. Bilangan (operasi hitung)
2. Pengukuran:
Satuan berat (gr/kg)
Satuan volume (l)
Langkah-langkah pembelajaran:
Strategi Pembelajaran
63 Numerasi Menyenangkan SD
jeruk, 12 es batu berbentuk kubus dan 1 L air. Teh pun habis. Minuman apa yang bisa
kamu sajikan untuk 5 orang tamu? Lalu, berapa ml minuman yang dapat diberikan
kepada setiap orang?
2. Bagi anak ke dalam beberapa kelompok, lalu minta anak mendiskusikan dan
merencanakan minuman apa yang bisa dibuat, sertakan juga lembar kerja yang
dapat membantu anak mengaitkan percobaanya dengan topik matematika
3. Bagikan kepada anak alat dan bahan yang diperlukan, apabila tidak ada alat bahan
yang cukup, maka guru dapat mendemonstrasikan di depan kelas dengan meminta
anak untuk menjadi pengarah nya
4. Minta anak mencoba rasa es jeruk yang sudah dibuat dan apakah es jeruk itu cukup
untuk 5 orang tamu yang datang. Tanyakan kepada anak bagaimana membuat
tampilan es jeruk itu lebih menarik.
5. Minta anak menyimpulkan hasil jawaban dari setiap pertanyaan yang ada di lembar
kerja dan mengkomunikasikannya ke depan.
(Bikin lembar kerjanya yg menarik ada gambar es batu, buah jeruk, gelas ukur)
Strategi Pembelajaran
Numerasi Menyenangkan SD 64
Latihan
Topik numerasi:
Bilangan
Pengukuran dan Geometri
Aljabar
Strategi Pembelajaran
65 Numerasi Menyenangkan SD
Contoh lain dalam pembelajaran STEAM beserta lembar kerjanya:
Topik numerasi:
Satuan pengukuran
Data berbentuk grafik hasil percobaan
Strategi Pembelajaran
Numerasi Menyenangkan SD 66
Pertanyaan Reflektif
1. Menurut Anda, apa saja yang harus diperhatikan dalam merumuskan strategi
pembelajaran yang tepat untuk mencapai kemampuan numerasi?
Strategi Pembelajaran
67 Numerasi Menyenangkan SD
Materi V
Merancang model
pembelajaran literasi
membaca dan numerasi SD
Durasi: 120 menit
Indikator:
Agenda Pelatihan
Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang merdeka belajar? Bagaimana hubungannya dalam
mendesain rancangan pelaksanaan pembelajaran literasi dan numerasi?
Eksplorasi Materi
Bapak dan Ibu tentu sudah sering mendengar istilah “merdeka belajar” yang menjadi
program kebijakan pendidikan Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Sudahkah
Bapak/Ibu memahami betul apa yang menjadi definisi merdeka belajar dari sisi pelaksana
kebijakan, pengawas, kepala sekolah maupun peserta didik?
Secara singkat, Merdeka Belajar dapat diartikan dengan kemerdekaan dari belenggu-
belenggu yang membuat proses pembelajaran menjadi kurang membahagiakan. Entah itu
belenggu administrasi, belenggu keharusan mencapai skor atau nilai tertentu, belenggu
mengejar tujuan belajar yang ditetapkan secara seragam, dan lainnya.
Walaupun tujuan belajar kebanyakan sudah bawaan dari kurikulum dan bisa langsung
digunakan di RPP, prinsip merdeka belajar mendorong guru untuk berdaya, peduli dan
reflektif terhadap situasi murid dan pembelajaran yang terjadi sebenarnya di kelas yang
diampu. Asesmen maupun rapor yang dirancang mungkin saja tidak dapat diubah indikator
kompetensinya, namun ketika proses pembelajaran dalam setiap harinya berlangsung,
guru yang merdeka belajar artinya memiliki kewenangan untuk dapat mengatur aktivitas
pembelajaran sedemikian rupa yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan murid
hingga akhirnya kompetensi yang diharapkan dapat tercapai. Sehingga, asesmen dan
rapor itu justru dapat menjadi evaluasi untuk sekolah dan guru meninjau kembali strategi
yang digunakan saat pembelajaran.
Contohnya, tujuan pembelajaran tematik di kelas 1 yaitu “siswa dapat membuat bagan
silsilah keluarga”, sedangkan, banyak murid di kelas Bapak/Ibu yang bahkan belum bisa
membaca.
Maka dari itu, Bapak/Ibu memiliki kewenangan untuk memodifikasi tujuan yang telah
ditetapkan tersebut, contohnya bisa saja menjadi “siswa dapat menggunakan kosakata
yang berhubungan dengan keluarga dan merinci huruf yang menyusunnya secara lisan
dan tulisan” sebelum akhirnya dapat membuat bagan silsilah keluarga di pembelajaran
berikutnya. Ini yang disebut juga sebagai personalisasi belaajra.
Meminjam istilah dan teknik mendesain model pembelajaran yang menerapkan prinsip
merdeka belajar ke dalam RPP oleh Kampus Guru Cikal, ada 3 komponen utama yang perlu
dicantumkan, yaitu:
1. Cita
Yang berisi tujuan belajar yang disertakan bukti dan asesmen
2. Cara
Yang menguraikan strategi dan rangkaian aktivitas belajar
Selain itu, guru juga diharapkan mampu untuk melakukan beberapa hal berikut saat
merancang RPP yang merdeka belajar:
● Memetakan profil murid (apakah murid Bapak Ibu memiliki gaya belajar visual/
kinestetik/auditori)
● Menggunakan prinsip 5M (akan dibahas lebih lanjut di bawah)
● Menggunakan backward thinking atau cara berpikir mundur, yaitu memulai dari
tujuan dan asesmen hingga ke kegiatan
PRINSIP 5M
1. Memberdayakan Konteks
Bagaimana hasil/produk belajar yang dilakukan murid relevan dengan kehidupan
sehari-hari?
2. Memilih Tantangan
Bagaimana murid dapat memilih tantangan sesuai minat bakat atau gaya belajarnya?
3. Membangun Keberlanjutan
Bagaimana umpan balik diberikan pada saat pembelajaran? Umpan balik dibutuhkan
murid untuk mengembangkan kemampuannya, sehingga proses tercipta proses
belajar yang berkelanjutan. Umpan balik juga dapat berlaku sebagai asesmen yang
dilakukan dalam proses belajar secara mandiri untuk mengukur kemajuan dari
proses belajarnya. (terlampir contoh asesmen diri yang diambil dari buku siswa
kelas 1 tema 3 kurikulum 2013)
4. Memahami Konsep
Bagaimana murid mempelajari dan menguasai konsep?
5. Memanusiakan Hubungan
Bagaimana murid merasa dipahami?
Keterangan:
Dalam merumuskan tujuan belajar di kelas tinggi, guru dapat melibatkan murid untuk
mendesain sendiri tujuan dan indikator pembelajaran yang ingin dicapai bersama-
sama. Melibatkan murid dalam merancang pembelajaran merupakan salah satu upaya
personalisasi belajar, dimana tujuan belajar didasari oleh apa yang dibutuhkan dan
disukai oleh murid, sehingga pembelajaran pun akan berpusat atau berpihak pada murid.
Harapannya, murid akan bersikap aktif dalam pembelajaran.
Saat ini, Galih juga menjadi penyusun dan pelatih ToT modul Literasi & Numerasi untuk
Guru SD di 4 Kabupaten; Paser, Rote Ndao, Bengkalis dan Tanimbar yang merupakan
program organisasi penggerak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
dan berkolaborasi dengan Indonesia Mengajar di tengah-tengah kesibukannya menjadi
seorang ibu satu anak dan guru di sekolah.
Galih percaya pendidikan berkualitas adalah hak setiap anak apapun latar belakangnya.
Pendidikan sejatinya menjawab kebutuhan dan tantangan yang sedang dihadapi di masa
kini, bukan hanya sebagai bekal untuk mempersiapkan kehidupan di masa mendatang.
Maka hendaknya pendidikan bersifat kontekstual, memerdekakan, memberdayakan dan
berpihak kepada anak agar dapat membantunya tumbuh sebagai individu yang mandiri,
reflektif, dan mampu berkontribusi bagi komunitasnya sesuai dengan potensinya masing-
masing.
Bergabung dengan Komunitas Guru Merdeka Belajar