Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN EBNP

Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi

Kelompok 2:

Cindy M. Renanda Mau 30190121092

Lidwina Dewi Yuliana 30190121089

Kristina Lau 30190121091

Irene Aurelia Manao 30190121051

Supriyani 30190121044

Debora R. Rajaguguk 30190121059

Libertus Rinaldi Kelsen 30190121066

Chyntia Maria Elyona 30190121054

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SANTO BORROMEUS

PADALARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan literature review dengan judul “Pemantauan Atrial
Fibrilasi Dengan Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi”. Literature review ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Gawat Darurat dan
Kritis dalam Program Studi Pendidikan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Santo Borromeus.

Dalam penyusunan literature review ini kami mengalami berbagai kendala


namun berkat dorongan dan semangat, dukungan serta bantuan dari berbagai
pihak maka peneliti dapat menyelesaikan literature review ini. Oleh karena itu
dengan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya peneliti ingin
menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ns. Elizabeth Ari Setyarini.S.Kep.,M.Kes.AIFO, selaku Ketua STIKes


Santo Borromeus.
2. Ferdinan Sihombing, S.Kep., Ners, M.Kep, selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Ners STIKes Santo Borromeus.
3. Lidwina Triastuti Listianingsih, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Koordinator
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
4. Fx. Widiantoro., Ph.D selaku pemimbing kelompok 2 Keperawatan Gawat
Darurat Program Studi Pendidikan Ners STIKes Santo Borromeus.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan literature review ini. Semoga literature review ini
bermanfaat bagi kita semua.

Padalarang, September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar........................................................................................ i
Daftar isi................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 4
B. Tujuan Penulisan.............................................................................. 5
C. Metode Penulisan ............................................................................ 5
D. Sistematika Penulisan...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................... 6
A. Konsep Atrial Fibrilasi .................................................................... 5
B. Konsep Atrial Fibrilasi .................................................................... 5
C. Konsep Skrining .............................................................................. 5
BAB II METODE PENELITIAN ............................................................ 13
A. Rancangan Literature Review.......................................................... 13
B. Strategi Pencarian Literature Review.............................................. 14
C. Ektraksi Data.................................................................................... 16
D. Hasil Review.................................................................................... 21
BAB IV PENUTUP................................................................................... 22
A. Simpulan ......................................................................................... 22
B. Saran................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atrial Fibrilasi (AF) merupakan aritmia yang paling umum dalam praktik
klinis dan sebagai penyenan utama morbiditas dan mortalitas. Skrining untuk
AF pada pasien tanpa gejala telah diusulkan secara cera untuk mengurangi
beban penyakit dengan mendeteksi orang yang akan mendapatkan mandaat
dari terapi koagulasi profilasis sebelum timblnya gejala. Namun agar skrining
menjadi intervensi yang efektif harus menigkatkan deteksi. Fibrilasi atrium
merupakan aritmia yang sevcara umum diperkirakan mempengaruhi
setidkanya 33,5 juta orang diseluruh dunia. Individu dengan AF berada pada
peningkatan risiko mordibitas dan kematian, sebagian besar karena gagal
jantung dan stroke iskemik.
Penyakit cardiovaskuler adalah penyebab utama kematian global, terhitung
lebih dari 17,6 juta kematian per tahun pada tahun 201, jumlah yang
diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 236 juta pada tahun 2030
(American Heart Association, 2018). Menurut WHO Kira-kira setiap 40 detik,
seorang di Amerika akan mengalami serangan jantung. Pada tahun 2016
penyakit jantung koroner adalah penyebab utama sekitar 43,2% dari kematian
yang disebabkan oleh penyakit cardiovaskuler di Amerika Serikat. Di
indonesia sebanyak 4.375.000 jiwa yang di ikuti oleh wilayah penduduk
eropa, Asia Tenggara, Benua Amerika, dan Afrika. Wilaya Asia Tenggara
yaitu indonesia menempati urutan ke empat setelah negara Laos yang
memiliki prevalensi penyakit jantung koroner tertinggi.
Atrial fibrilasi sering terjadi karena disebabkan oleh kondisi denyut
jantung tidak beraturan dan sering kali cepat. Sehingga penanganan yang biasa
dilakukan apada penyakit ini adalah mengontrol irama atau kecepatan denyut
jantung dengan obat-obatam atau tindakan ablasi serta mengubah gaya hidup
untk mengurangi penyakit jantung. Diantaranya dengan melakukan olahraga
teratur, mengukur tekanan darah secara rutin. Hindari minuman beralkohol,
menerapkan pola makan seimbangh, menghindari stres dan berhenti merokok.
Inisiasi skrining fibrilasi atrium (AF) dimungkinkan karena ketersediaan
terapi pencegahan stroke yang efektif, aman, nyaman, skema risiko yang
terdefinisi dnegan baik dan kemajuan dalam teknologi sederhana untuk
memantauan atrial fibrilasi. Skrining untuk atrial fibrilasi ini memberikan
kesempatan untuk mengidentifikasi dini faktor risiko kardiovaskular yang
diketahui dapat disebabkan oleh AF dan komplikasinya.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti
mengenai Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan Inisiasi Skrining Atrial
Fibrilasi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari literatur review ini adalah untuk mengetahui
Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tindakan Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan Inisiasi
Skrining Atrial Fibrilasi
b. Menganalisis Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan Inisiasi Skrining
Atrial Fibrilasi
C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode observasional dimana
data dan informasi yang mendukung dikumpulkan dengan melakukan
penelusuran jurnal atau artikel dan pencarian sumber-sumber yang relevan
melalui internet kemudian data dan informasi yang diperoleh diolah dengan
menggunakan metode analisis deskriptif medote sekunder.
D. Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini, maka materi yang terterap pada
makalah ini dikelompokkan menjadi sub bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut: Halaman sampul memuat: logo STIKES Santo Borromeus,
judul literatur review, nama dan NIM anggota kelompok, institusi
penyelenggara dan tahun. Lembar kedua: Bab I pendahuluan, bab ini berisikan
latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II tinjauan teori, bab ini berisikan teori tindakan Penghisapan Lendir
(Suction) Endo Tracheal Tube Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Pasien Di
Icu, Bab III berisi Metode Penelitian berupa rancangan literature review,
strategi pencarian literature review dan ekstraksi data dan hasil review. Bab
IV penutup berisi tentang kesimpulan dan saran dari makalah ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Atrial Fibrilasi


a. Pengertian
Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang
abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak
beraturan.Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus menerus
menghantarkan impuls ke nodus AV (atrioventrikuler) sehingga respon
ventrikel menjadi ireguler (Damayanti, 2014).
Atrial Fibrilasi (AF) adalah supraventrikuler takiaritmia yang
ditandai dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi dengan
penurunan fungsi mekanik. AF merupakan gangguan irama jantung yang
paling umum dan peningkatan prevalensinya berhubungan dengan usia.
AF sering dikaitkan dengan penyakit jantung struktural meskipun
sebagian besar pasien dengan AF tidak punya penyakit jantung yang
terdeteksi.Gangguan hemodinamik dan kejadian tromboemboli pada AF
meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan biaya yang signifikan (AHA,
2011).
Atrial fibrilasi didefinisikan sebagai aritmia jantung yang memiliki
karakteristik RR interval yang ireguler dan tidak repetitive pada gambaran
EKG, tidak terdapat gelombang P yang jelas pada gambaran EKG, serta
siklus atrial bila dapat dilihat bervariasi dengan kecepatan >300 kali per
menit (200 ms).Fibrilasi atrial berkaitan dengan berbagai mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan gagal jantung, stroke, penururunan
kualitas hidup dan tingkat kesehatan (Anggrahini & Trihartanto).
b. Penyebab Atrial Fibrilasi
Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi
menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya yaitu:
1. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium
a. Peningkatan katub jantung
b. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
c. Hipertrofi jantung
d. Kardiomiopati
e. Hipertensi pulmo (chronic obstructive purmonary disease dan cor
pulmonary chronic)
f. Tumor intracardiac
2. Proses Infiltratif dan Inflamasi
a) Pericarditis atau miocarditis
b) Amiloidosis dan sarcoidosis
c) Faktor peningkatan usia
3. Proses Infeksi
a. Demam dan segala macam infeksi
4. Kelainan Endokrin
a) Hipertiroid, Feokromotisoma
5. Neurogenik
a. Stroke, Perdarahan Subarachnoid
6. Iskemik Atrium
a) Infark miocardial
7. Obat-obatan
a. Alkohol, Kafein
8. Keturunan atau Genetik
c. Klasifikasi Atrial Fibrilasi
Secara klinis AF dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut waktu
presentasi dan durasinya, yaitu: (Faisal, 2020).
1. AF yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk pasien
yang pertama kali datang dengan manifestasi klinis AF, tanpa
memandang durasi atau berat ringannya gejala yang muncul.
2. AF paroksismal adalah AF yang mengalami terminasi spontan dalam
48 jam, namun dapat berlanjut hingga 7 hari.
3. AF persisten adalah AF dengan episode menetap hingga lebih dari 7
hari atau AF yang memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik.
4. AF persisten lama (long standing persistent) adalah AF yang bertahan
hingga ≥1 tahun, dan strategi kendali irama masih akan diterapkan.
5. AF permanen merupakan AF yang ditetapkan sebagai permanen oleh
dokter (dan pasien) sehingga strategi kendali irama sudah tidak
digunakan lagi. Apabila strategi kendali irama masih digunakan maka
AF masuk ke kategori AF persisten lama.
Klasifikasi AF seperti di atas tidaklah selalu eksklusif satu sama
lain. Artinya, seorang pasien mungkin dapat mengalami beberapa
episode AF paroksismal, dan pada waktu lain kadang-kadang AF
persisten, atau sebaliknya.Untuk itu, secara praktis, pasien dapat
dimasukkan ke salah satu kategori di atas berdasarkan manifestasi
klinis yang paling dominan. Selain dari 5 kategori yang disebutkan
diatas, yang terutama ditentukan oleh awitan dan durasi episodenya,
terdapat beberapa kategori AF tambahan menurut ciriciri dari pasien:
(Fuster dkk, 2006 dalam fasisal 2020).
1. AF sorangan (lone) : AF tanpa disertai penyakit struktur
kardiovaskular lainnya, termasuk hipertensi, penyakit paru terkait
atau abnormalitas anatomi jantung seperti pembesaran atrium kiri,
dan usia di bawah 60 tahun.
2. AF non-valvular : AF yang tidak terkait dengan penyakit rematik
mitral, katup jantung prostatik atau operasi perbaikan katup mitral.
3. AF sekunder : AF yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi
pemicu AF, seperti infark miokard akut, bedah jantung,
perikarditis, miokarditis, hipertiroidisme, emboli paru, pneumonia
atau penyakit paru akut lainnya. Sedangkan AF sekunder yang
berkaitan dengan penyakit katup disebut AF valvular.

Respon ventrikel terhadap AF, sangat tergantung pada Sifat


elektrofisiologi dari AV Node dan jaringan konduksi lainnya, derajat
tonus vagal serta simpatis, ada atau tiadanya jaras konduksi tambahan,
dan reaksi obat. Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval
RR) maka AF dapat dibedakan menjadi: (Fuster dkk, 2006).
1. AF dengan respon ventrikel cepat : Laju ventrikel >100x/ menit
2. AF dengan respon ventrikel normal : Laju ventrikel 60-
100x/menit
3. AF dengan respon ventrikel lambat : Laju ventrikel<60X/menit
d. Patofiologis Atrial Fibrilasi
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya AF masih belum
sepenuhnya dipahami dan dipercaya bersifat multifaktorial. Dua konsep
yang banyak dianut tentang mekanisme AF adalah:
1. adanya Faktor pemicu (trigger) dan
2. FaktorFaktor yang melanggengkan. Pada pasien dengan AF yang
sering kambuh tetapi masih dapat konversi secara spontan, mekanisme
utama yang mendasari biasanya karena adanya faktor pemicu (trigger)
AF, sedangkan pada pasien AF yang tidak dapat konversi secara
spontan biasanya didominasi adanya faktor-faktor yang
melanggengkan (Issa, 2012).
Patofisiologis yang mendahului terjadinya AF Berbagai jenis
penyakit jantung struktural dapat memicu remodelling secara perlahan
tetapi progresif baik di ventrikel maupun atrium.Proses remodelling yang
terjadi di atrium ditandai dengan proliferasi dan diferensiasi fibroblas
menjadi miofibroblas yang dapat meningkatkan deposisi jaringan ikat dan
fibrosis di atrium.Proses remodelling atrium menyebabkan gangguan
elektris antara serabut otot dan serabut konduksi di atrium, serta menjadi
faktor pemicu sekaligus faktor yang 8 melanggengkan terjadinya AF.
Substrat elektroanatomis ini memfasilitasi terjadinya sirkuit reentri yang
akan melanggengkan terjadinya aritmia (ESC, 2010).
Sistem saraf simpatis maupun parasimpatis di jantung juga
memiliki peran yang penting dalam patofisiologi AF, yaitu melalui
peningkatan Ca2+ intraselular oleh sistem saraf simpatis dan pemendekan
periode refrakter efektif atrium oleh sistem saraf parasimpatis (vagal)
(Bettoni dan Zimmermann, 2002). Stimulasi pleksus ganglionik akan
memudahkan terangsangnya AF melalui vena pulmonalis, sehingga
pleksus ganglionik dapat dipertimbangkan sebagai salah satu target ablasi.
Namun, manfaat ablasi pleksus ganglionik sampai sekarang masih belum
jelas (Po dkk, 2006).
Setelah munculnya AF, Perubahan sifat elektrofisiologis atrium,
fungsi mekanis, dan ultra struktur atrium terjadi pada rentang waktu dan
dengan konsekuensi patofisiologis yang berbeda.Sebuah studi melaporkan
terjadinya pemendekan periode refrakter efektif atrium pada hari-hari
pertama terjadinya AF (Daoud dkk, 1996).Proses remodelling elektrikal
memberikan kontribusi terhadap peningkatan stabilitas AF selama hari-
hari pertama setelah onset.Mekanisme selular utama yang mendasari
pemendekan periode refrakter adalah penurunan (down regulation) arus
masuk kalsium (melalui kanal tipe-L) dan peningkatan (upregulation) arus
masuk kalium. Beberapa hari setelah kembali ke irama sinus, maka
periode refrakter atrium akan kembali normal (ESC, 2010). Gangguan
fungsi kontraksi atrium juga terjadi pada beberapa hari setelah terjadinya
AF.Mekanisme yang mendasari gangguan ini adalah penurunan arus
masuk kalsium, hambatan pelepasan kalsium intraselular dan perubahan
pada energetika myofibril (Fuster dkk, 2011).
Mekanisme elektrofisiologis Awitan dan keberlangsungan
takiaritmia membutuhkan adanya pemicu (trigger) dan substrat. Atas dasar
itu, mekanisme elektrofisiologis AF dapat dibedakan menjadi mekanisme
fokal karena adanya pemicu dan mekanisme reentri mikro (multiple
wavelet hypothesis) karena adanya substrat. Meskipun demikian,
keberadaan kedua hal ini dapat berdiri sendiri atau muncul bersamaan
(Issa, 2012; Fuster dkk, 2011). Mekanisme fokal adalah mekanisme AF
dengan pemicu dari daerah-daerah tertentu, yakni 72% di vena pulmonalis
dan sisanya (28%) bervariasi dari vena kava superior (37%), dinding
posterior atrium kiri (38,3%), krista terminalis (3,7%), sinus koronarius
(1,4%), ligamentum Marshall (8,2%), dan septum interatrium. Mekanisme
seluler dari aktivitas fokal mungkin melibatkan mekanisme triggered
activity dan reentri. Vena Pulmonalis (VP) memiliki potensi yang kuat
untuk memulai dan melanggengkan takiaritmia atrium, karena VP
memiliki periode refrakter yang lebih pendek serta adanya perubahan
drastis orientasi serat miosit (ESC, 2010).
Pada pasien dengan AF paroksismal, intervensi ablasi di daerah
pemicu yang memiliki frekuensi tinggi dan dominan (umumnya berada
pada atau dekat dengan batas antara VP dan atrium kiri) akan
menghasilkan perlambatan frekuensi AF secara progresif dan selanjutnya
terjadi konversi menjadi irama sinus. Sedangkan pada pasien dengan AF
persisten, daerah yang memiliki frekuensi tinggi dan dominan 10 tersebar
di seluruh atrium, sehingga lebih sulit untuk melakukan tindakan ablasi
atau konversi ke irama sinus (Issa, 2012). Mekanisme reentri mikro
(multiple wavelet hypothesis), AF dilanggengkan oleh adanya konduksi
beberapa wavelet independen secara kontinyu yang menyebar melalui
otot-otot atrium dengan cara yang kacau. Hipotesis ini pertama kali
dikemukakan oleh Moe yang menyatakan bahwa AF dilanggengkan oleh
banyaknya wavelet yang tersebar secara acak dan saling bertabrakan satu
sama lain dan kemudian padam, atau terbagi menjadi banyak wavelet lain
yang terus-menerus merangsang atrium. Oleh karenanya, sirkuit reentri ini
tidak stabil, beberapa menghilang, sedangkan yang lain tumbuh lagi.
Sirkuit-sirkuit ini memiliki panjang siklus yang bervariasi tapi
pendek.Diperlukan setidaknya 4-6 wavelet mandiri untuk melanggengkan
AF (PERKI, 2014).

e. Manifestasi klinis Atrial Fibrilasi


Pada dasarnya, atrial fibrilasi tidak memberikan tanda dan gejala
yang khas dan spesifik pada perjalanan penyakitnya.Umumnya gejala dari
atrial fibrilasi adalah peningkatan denyut jantung, ketidakteraturan irama
jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, atrial fibrilasi
juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan
oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan,
sesak nafas dan nyeri dada. Akan tetapi, lebih dari 90% episode dari atrial
fibrilasi tidak menimbulkan gejalagejala tersebut (Anggrahini &
Trihartanto, 2020).
Tanda dan gejala lain pada atrial fibrilasi seperti palpitasi. Palpitasi
merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada pasien dengan atrial
fibrilasi akibat respon ventrikel yang ireguler.4 Namun gejala palpitasi
dapat juga terjadi pada pasien dengan penyakit jantung lainnya.Palpitasi
belum menjadi gejala yang spesifik untuk mendasari pasien mengalami
atrial fibrilasi.Untuk menunjukkan adanya atrial fibrilasi, pasien biasanya
disertai dengan keluhan kesulitan bernafas seperti sesak, syncope, pusing
dan ketidaknyamanan pada dada.Gejala tersebut di atas dialami oleh
pasien dimana pasien juga mengeluh dadanya terasa seperti diikat, sesak
nafas dan lemas.Sering pada pasien yang berjalan, pasien merasakan sakit
kepala seperti berputar-putar dan melayang tetapi tidak sampai
pingsan.Serta nadi tidak teratur, cepat, dengan denyut sekitar
140x/menit.Atrial fibrilasi dapat disertai dengan pingsan (syncope)
ataupun dengan pusing yang tak terkendali.Kondisi ini akibat
menurunnya suplai darah ke sitemik dan ke otak (Faisal, 2020).
f. Komplikasi Atrial Fibrilasi
1. Cardiac arrest/gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia
g. Tes diagnostic
1. Pemeriksaan Fisik :
a) Tanda vital : Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
b) Tekanan vena jugularis.
c) Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif.
d) Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan
kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising
pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
e) Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan. f.
Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a) Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b) TSH (Penyakit gondok)
c) Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d) Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e) PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG : Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a) Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi
(bisa normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut
atrial fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit
disebut atrial fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan
jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon
(RVR).
b) Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan
depolarisasi cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat
didefinisikan.
c) Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d) Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat .
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM,
kor pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
B. Konsep Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu
atau sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori
yang diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009).
Tes skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada
epidemiologi untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat
didiagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok
individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis
dan serius yang memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih
harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis
definitif (Chandra, 2009).
Skrinning adalah usaha mendeteksi atau menemukan penderitaan
penyakit tertentu yang gejalanya tidak terlalu nampak dalam suatu
masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes atau
pemeriksaan secara sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang
betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita.
Skrinning test merupakan suatu tes sederhana yang diterapkan pada
sekelompok populasi tertentu (yang relatif sehat) dan bertujuan untuk
mendeteksi mereka yang mempunyai kemungkinan cukup tinggi
menderita penyakit yang sedang diamati (disease under study) sehingga
kepada mereka dapat dilakukan diagnosis lengkap dan selanjutnya bagi
mereka yang menderita penyakit tersebut dapat diberikan pengobatan
secara dini (Noor, 2008).
Skrining adalah suatu usaha mencari/mendeteksi penderita
penyakit tertentu yang tanpa gejala dalam suatu masyarakat atau kelompok
tertentu melalui suatu test/pemeriksaan, yang secara singkat dan sederhana
dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap merekayang kemungkinan
besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan
pengobatan. Skrining bukan diagnosis, sehingga hasil yang didapat betul-
betul didasarkan pada hasil pemeriksaan tes tertentu sedangkan kepastian
diagnosis klinik dilakukan pada tahap selanjutnya. Skrining dapat
didefinisikan sebagai identifikasi presumtif penyakit yang tidak tampak
dengan menggunakan pengujian pemeriksaan, atau prosedur lain yang
dilakukan secara cepat unntuk memeriksa individu yang tampaknya
sehattetapi mungkin menderita penyakit. Individu yang ditemukan positif
atau tersangka dengan menderita suatu penyakit harus segera dirujuk ke
dokter untuk kepastian diagnosa dan pengobatan (Weraman, 2010).
Skrining atau Identifikasi awal fibrilasi atrium (AF) adalah
tindakan awal yang akan dilakukan untuk pasien dengan masalah fibrilasi
atrium (AF)
Dapat dilakukan dengan cara:

 Elektrokardiogram (EKG), untuk melihat aktivitas listrik jantung yang


menjadi tidak teratur pada penderita atrial fibrilasi (AF).
 Holter monitor, yaitu EKG portabel yang dapat merekam aktivitas
listrik jantung selama 24 jam atau lebih.
 EKG treadmill, yaitu tes EKG yang dilakukan saat pasien berjalan atau
berlari di atas mesin treadmill.
 Foto Rontgen dada, untuk melihat kondisi jantung dan paru-paru
secara visual.
 Echo jantung, untuk memeriksa bentuk dan fungsi jantung secara lebih
detail.
 Tes darah, dilakukan guna memeriksa kadar kolesterol pasien yang
sering kali meningkat pada seseorang yang menderita penyakit jantung
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Literatur Review

Literature review merupakan sebuah metode sistematis, eksplisit, dan


reprodusibel untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan sintesis terhadap karya-
karya hasil penelitian dan hasil pemikiran yang sudah dihasilkan oleh peneliti dan
praktisi (Rahayu, Syafrimen, Suardi & Erlinda, 2019). Tujuan literature review
menurut Okoli & Schabram (2010) yaitu (1) menyediakan latar/ basis teori untuk
penelitian yang akan dilakukan, (2) mempelajari kedalaman atau keluasan
penelitian yang sudah ada terkait topik yang akan diteliti dan (3) menjawab
pertanyaan-pertanyaan praktis dengan pemahaman terhadap apa yang sudah
dihasilkan oleh penelitian terdahulu. Adapun tujuan dari literature review ini
adalah mengidentifikasi, menganalisis, menyimpulkan dan membandingkan hasil
artikel - artikel penelitian terkait dengan Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan
Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi

1. Kriteria Inkusi dan Eksklusi


Literatur review ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi
1. Tipe studi
Artikel yang dipilih adalah hasil penelitian dengan metode kuantitatif
(desiannya apa saja)
2. Tipe responden
Tipe responden yang dalam literature review ini adalah pasien dengan
riwayat atrial fibrilasi.
3. Tipe intervensi
Skrining inisiasi atrial fibrilasi.
4. Tipe outcome yang diukur
Untuk pencegahan dini stroke, Identifikasi dini dan pengobatan AF.
5. Periode terbit
Terbitan tahun : 2015-2019
6. Jenis artikel
Full text pdf
7. Bahasa artikel
Bahasa Inggris
8. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi dari literature review ini adalah artikel yang tidak
berupa full text atau hanya berupa abstrak dan artikel-artikel yang
periode jurnal dibawah tahun 2015.
B. Strategi Pencarian Literatur Review
Teknik pencarian yang dilakukan dengan menggunakan model PICO.
Model PICO adalah sebuah metode pencarian jurnal berdasarkan topik
pencarian. PICO merupakan singkatan dari P (Patient, Population, Problem;
kata-kata yang mewakili pasien, populasi, dan masalah yang diangkat dalam
karya ilmiah yang ditulis), I (Intervention, Prognostic Factor, atau Exposure,
kata ini mewakili intervensi, faktor prognostik, atau paparan yang diangkat
dalam karya ilmiah), C (comparison; kata ini mewakili perbandingan atau
intervensi yang ingin dibandingkan dengan intervensi yang lain), dan O
(Outcome atau hasil yang mewakili target apa yang ingin dicapai dari suatu
penelitian) (Nasution, 2019).
Model PICO dalam literatur review ini sebagai berikut :
P : Pasien Atrial Fibrilasi
I : Scrining
C : Tidak ada perbandingan
O : Efektivitas/ effectiveness
Setelah merumuskan kata kunci, peneliti melakukan pencarian
literature melalui database pubmed terdapat 342 artikel dengan keyword
“Atrium Fibrilasi ”, “Scrining”, “Efektifitas”.
Artikel yang dipilih adalah artikel dengan pendekatan metode
kuantitatif dengan desain studi kasus. Penelusuran literatur dibatasi pada
terbitan tahun 2015-2019 yang dapat diakses dalam format pdf dan word.
Artikel yang dipilih merupakan artikel full-text, artikel dalam Bahasa
Inggris.

PRISMA FLOW DIAGRAM LITERATUR

Artikel yang terindetifikasi


dari hasil pencarian selama 2 Hasil screening
Identification hari dari tanggal 18-20 Maret berdasarkan yang
2022 tidak sesuai dengan
Pubmed ( n = 342) judul dikeluarkan
(N=302)
PUBMED : 302

Artikel yang masuk


berdasarkan judul, abstrak ( n
Screening = 40)
Hasil screening
yang tidak sesuai
kriteria inklusi
dikeluarkan
Sehingga jurnal yang dijadikan (N= 36)
Eligibility sumber dalam literature review PUBMED :36
( n = 4)

Sehingga jurnal yang disajikan


dalam literatur review (n=4)
Included
C. Ekstraksi Data
No Judul Penelitian / Penulis/ Tujuan Metode Intervensi Sampel Hasil
sumber Tahun/ dan durasi
Bahasa intervensi
1. Mass Screening for Emma Untuk Skrining Setengah dari Peserta tanpa diagdosis AF
Untreated Atrial Svennberg, menentukan populasi sebelumnya menjalani rekam EKG
Fibrillation The MD; Johan prevalensi berusia 75 – intermitten selama 2 minggu, jika
Strokestop Study Engdahl, MD, atrium fibrilasi 76 tahun di 2 AF terdeteksi peserta dianjurkan
(Pubmed) Phd; Faris Al- yang tidak wilayah untuk OAC. Selama periode inklusi
Khalili, MD, diobati seacra swedia. 28 bulan pada skrining massal
Phd; Leif sistematis untuk menderita AF dengan
Friberg, MD, dengan populasi usia 75-75 tahun dapa
Phd, Viveka program mengidentifikasi sebagian besar
Frykman, Md, skrining peserta dengan AF yang tidak
PhD/2015 menggunakan diobati. Inisiasi pengobatan
rekaman EKG profilaksis stroke sangat berhasil
intermitten untuk individu dengan AF yang
diantara baru di diagnosis.
individi berusia
75 hingga 76
tahun untuk
mempelajari
kelayakan
memulai
pengobatan
antikoagulan
oral protektif
(OAC)
2. Jean-Eric Penelitian ini Penelitian ini Hasil penelitian ini menunjukkan,
Tarride, PhD bertujuan untuk menggunaka skrining dengan pemeriksaan nadi
Pelatihan / Praktek etall/2018. Studi ekonomi n metode memiliki perkiraan biaya seumur
Kebijakan dan ini hidup terendah ($202) sedangkan
Promosi Kesehatan mengevaluasi skrining dengan SL-EKG memiliki
Apakah Skrining biaya dan hasil biaya yang diharapkan
untuk Fibrilasi jangka panjang
Atrium dalam dari 4 strategi tertinggi ($ 222). Kelompok tanpa
Praktek Keluarga skrining AF skrining menghasilkan jumlah
Kanada Hemat untuk individu QALY
Biaya pada Pasien berusia 65
65 Tahun dan tahun atau lebih terendah (8,74195) sedangkan
Lebih Tua? dalam pemeriksaan nadi dan skrining SL-
pengaturan EKG
praktik
keluarga: (1) menghasilkan QALY yang
tidak ada diharapkan tertinggi (8,74362).
skrining; (2) Karena skrining dengan
layar dengan pemeriksaan nadi merupakan
pemeriksaan strategi dengan biaya paling rendah
nadi radial 30 dan memiliki efektivitas yang lebih
detik tinggi atau setara dibandingkan
(pemeriksaan dengan semua strategi lainnya,
denyut nadi); maka lebih dominan dalam hal
(3) layar efektivitas biaya.
dengan mesin
tekanan darah Strategi kedua yang paling hemat
dengan biaya adalah skrining menggunakan
algoritma SLEKG diikuti dengan pemantauan
deteksi AF; dan tekanan darah dan tanpa skrining.
(4) layar Kesimpulan :
dengan SL- dari sudut pandang kebijakan, hasil
EKG. evaluasi ekonomi Kanada ini
dikombinasikan dengan literatur
internasional menunjukkan bahwa
ada bukti kuat untuk mendukung
penerapan skrining AF oportunistik
dalam praktik keluarga karena
menghemat uang dan meningkatkan
hasil kesehatan.
3. Screening for Roopinder K. Penelitian ini Penelitian ini Hasil Uji coba Skrining untuk
undiagnosed atrial Sandhu1& bertujuan akan menggunaka Lansia Fibrilasi Atrium pada Lansia
fibrulation Jeff S. memberikan n Desain Uji (SAFE) (SAFE) mengacak 50 primer
Healey. alasan untuk klinis acak, mengacak 50 praktik perawatan (usia rata-rata>
2018. skrining AF; kasus-kontrol primer 75 tahun) ke perawatan biasa (n =
meringkas dan studi praktik 4963), skrining oportunistik
metode cross- perawatan (palpasi nadi dengan dokter atau
penyaringan sectional (usia rata- perawat diikuti oleh EKG 12
AF, studi dan rata> 75 sadapan untuk denyut nadi tidak
analisis tahun) teratur, n = 4933) atau skrining
. ekonomi; sistematis (undangan untuk skrining
mengevaluasi yang dipimpin perawat dengan
AF sebagai palpasi nadi dan EKG 12-sadapan, n
kondisi yang = 4933). Studi SAFE menemukan
memenuhi kedua skrining bertahap memiliki
kriteria untuk peluang 1,6 kali lipat lebih tinggi
skrining untuk mendeteksi kasus baru AF
populasi dan dibandingkan untuk perawatan
mendiskusikan biasa namun, skrining oportunistik
kelemahan dikaitkan dengan biaya tambahan
potensial yang lebih rendah sebesar £ 9429
dibandingkan dengan skrining
risiko tinggi sistematis (£ 21,119)
atau untuk skrining populasi
sistematis (£ 40.882).
4 Cost-Effectiveness Oguz, Penelitian ini Penelitian ini Penentuan Dalam kohort 10.000 pasien yang
of Extended and Mustafa R et betujuan untuk menggunaka sampel diskrining pada usia 75 dan diikuti
One-Time al/ 2019 mengevaluasi n metode dilakukan selama masa hidup mereka, jumlah
Screening Versus dampak klinis skrinning dengan cara kasus AF tambahan yang terdeteksi
No Screening for skrining non- kohort kohort, adalah 54 dengan EKG 12-lead dan
Non-Valvular valvular AF Markov. sampel yang 255 dengan Z14 dibandingkan tanpa
Atrial Fibrillation dengan 12 digunakan skrining. Hasil penyaringan adalah
in the USA sadapan EKG berusia 75 0,72% dengan EKG 12-lead dan
dan skrining tahun. 3,44% dengan Z14. Identifikasi
diperpanjang pasien NVAF tambahan dan
14 hari dengan pengobatan sebelumnya dengan
perangkat EKG antikoagulasi menyebabkan stroke
genggam iskemik lebih sedikit di antara
(Zenicor single- kohort yang diskrining (stroke
lead EKG, iskemik seumur hidup dihindari:
Z14)dibanding ECG 12-lead, 9.8 dan Z14, 42.2)
ytanpa dan selanjutnya hasil kesehatan
skrining. yang lebih baik dalam hal kualitas
hidup (QALYs diperoleh: EKG 12-
lead, 31; Z14, 131) dibandingkan
tanpa skrining. Peningkatan
pengobatan OAC sebagai hasil
skrining dengan EKG 12-lead dan
Z14 menyebabkan 7 dan 32 lebih
banyak perdarahan seumur hidup
dibandingkan tanpa skrining,
masing-masing.

Semua strategi skrining


menyebabkan peningkatan biaya,
sebagian besar karena pengobatan
OAC dari kasus AF yang baru
terdeteksi. Skrining juga
menyebabkan peningkatan biaya
karena penerapan strategi skrining
dan peningkatan biaya untuk
mengelola kejadian perdarahan
yang akan dihasilkan dari
peningkatan jumlah pasien OAC.
OAC tambahan, skrining, dan biaya
pengobatan perdarahan sebagian
diimbangi oleh penghematan biaya
dari pencegahan stroke, emboli
sistemik, dan infak.

Analisis sensitivitas deterministik


menyoroti bahwa perkiraan
efektivitas biaya untuk skrining
dibandingkan dengan tanpa skrining
paling sensitif terhadap
ketidakpastian seputar risiko stroke
di antara pasien yang tidak diobati
dan pasien yang diobati dengan
OAC, sementara risiko mengalami
infark miokard di antara pasien
yang tidak diobati juga
berpengaruh.

Skrining untuk NVAF memiliki


potensi untuk mencegah stroke
terkait NVAF. Dalam model kohort
Markov yang digunakan dalam
penelitian ini, skrining untuk NVAF
pada usia 75 dengan EKG 12-lead
atau Z14 diprediksi hemat biaya
pada ambang konvensional
dibandingkan tanpa skrining.
Hasilnya sensitif terhadap risiko
stroke, dengan risiko awal stroke
yang lebih tinggi yang menyiratkan
peningkatan kesehatan dan ICER
yang lebih rendah. Hasil ini
menunjukkan efektivitas biaya yang
menguntungkan untuk skrining AF
pada individu berusia 75 tahun;
namun, penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memahami risiko
stroke dan tingkat deteksi latar
belakang di antara pasien dengan
NVAF yang tidak terdiagnosis yang
terdeteksi dengan skrining
intermiten. Hasil ini menunjukkan
bahwa skrining diperpanjang untuk
NVAF pada orang dewasa lanjut
usia dengan NVAF yang
sebelumnya tidak terdiagnosis
adalah pendekatan yang hemat
biaya.

D. Hasil Review
Hasilnya harus menjawab tujuan umum dan tujuan khusus
Berapa artikel yang mendeteksi AF Dengan Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi
Mengidentifikasi tindakan Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi : berapa artikel menggunakan
apa untuk skrening
Menganalisis Pemantauan Atrial Fibrilasi Dengan Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi : brp artikel yang mengatakan efektif
Berdasarkan dari hasil ekstraksi data diketahui dengan metode palpasi nadi untuk menilai ketidakteraturan nadi merupakan
metode paling sederhana untuk skrining AF. Akurasi tinggi dari palpasi nadi dan kemudahan untuk yang dapat dintergrasi ke dalam
praktek klinis dengan spesifikasi yang lebih rendah berarti ada risiko signifikan dari skrining positif. Program skrining bermanfaat
sebagai program yang perlu meningkatkan tingkat deteksi melalui skrining. . Selama periode inklusi 28 bulan pada skrining massal
untuk menderita AF dengan populasi usia 75-75 tahun dapa mengidentifikasi sebagian besar peserta dengan AF yang tidak
diobati. Inisiasi pengobatan profilaksis stroke sangat berhasil untuk individu dengan AF yang baru di diagnosis. Skrining
memiliki potensi untuk mencegah stroke terkait NVAF. Dalam model kohort Markov yang digunakan dalam penelitian ini, skrining
untuk NVAF pada usia 75 dengan EKG 12-lead atau Z14 diprediksi hemat biaya pada ambang konvensional dibandingkan tanpa
skrining. Hasilnya sensitif terhadap risiko stroke, dengan risiko awal stroke yang lebih tinggi yang menyiratkan peningkatan kesehatan
dan ICER yang lebih rendah. Hasil ini menunjukkan efektivitas biaya yang menguntungkan untuk skrining AF pada individu berusia 75
tahun; namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami risiko stroke dan tingkat deteksi latar belakang di antara pasien dengan
NVAF yang tidak terdiagnosis yang terdeteksi dengan skrining intermiten. Hasil ini menunjukkan bahwa skrining diperpanjang untuk
NVAF pada orang dewasa lanjut usia dengan NVAF yang sebelumnya tidak terdiagnosis adalah pendekatan yang hemat biaya.
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa literatur review dari beberapa artikel penelitian dapat
disimpulkan bahwa Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi efektif untuk Pemantauan
pasien dengan Atrial Fibrilasi
B. Saran
1. Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi pendukung untuk melakukan
Inisiasi Skrining Atrial Fibrilasi efektif untuk Pemantauan pasien dengan
Atrial Fibrilasi sebaiknya dilakukan dengan diawal
2. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan pengetahuan pada
keperawatan gawat darurat dan bahan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan untuk mengetahui tentang pengaruh inisiasi skrining atrial
fibrilasi efektif untuk pemantauan pasien dengan atrial fibrilasi.
DAFTAR PUSTAKA

Albuhari Atalik. (2016). Pengaruh suction Endotracheal Tube terhadap


perubahan saturasi oksigen pada pasien di ruangan ICU RSUD Prof. Dr.
H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Berty, Irwin Kitong. (2014). Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir
Endotrakeal Tube (Ett) Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien
Yang Dirawat Di Ruang Icu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Ircham, Machfoedz.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Fitramaya: Yogyakarta.
Novia gultom. (2019). Perbedaan Saturasi oksigen pada pasien kritis yang
dipasang Endotracheal Tube sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
suction di ruangan ICU RSUP . H . Adam Malik Medan
Yuliani Sharan, Sitiromadoni &Imardianis. (2019). Pengaruh tindakan Suction
Endotracheal Tube (ETT) terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien di
ruangan IGD dan ICU RSUD Prabomuli.
Roni Rohmat Wijaya. (2015). Perubahan saturasi oksigen pada pasien yang
dilakukan tindakan suction endotrachel tube di ICU RSUD. Dr. Moewardi
Surakarta.
Widya Astuti., Fajar Adhie Sulistio.(2019). The relatonship of suction action
intensity through the changing of oxygen saturation in patients installed
ventilator at intensive room RSUD Kota Bogor
Zahrah Maulidia Septimar & Arqi Rosina Novita. (2018). Pengaruh tindakan
penghisapan lendir Endotracheal Tube (ETT) terhadap perubahan kadar
saturasi oksigen pada pasien kritis di ICU

Anda mungkin juga menyukai