PENDAHULUAN
Hepatitis adalah peradangan pada hati (hepar), yang disebabkan oleh berbagai
virus dan agen baik menular maupun tidak menular yang dapat berakibat fatal.
Secara khusus, hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis tipe B dapat
menyebabkan penyakit kronis pada dan merupakan penyebab paling umum dari
sirosis hati, kanker hati, dan peritonitis bakterial spontan, hingga kematian.1
Sirosis hepatis adalah gangguan pada hati yang ditandai dengan fibrosis dan
pembentukan nodul hati yang disebabkan oleh cedera hati kronis. Sirosis
menyebabkan perubahan organisasi lobular jaringan hati dan gangguan fungsi
hati. Sirosis hepatis adalah salah satu dari banyak komplikasi yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B dalam waktu yang lama. 2 Gangguan lain
yang juga sering muncul sebagai komplikasi dari hepatitis B adalah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), SBP adalah infeksi akut dari akumulasi abnormal
cairan di perut (asites) tanpa sumber infeksi yang dapat diidentifikasi, dan biasa
muncul pada orang dengan penyakit hati dekompensasi.3
1
2
KASUS
2.1 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu SMRS dan
dirasa memberat 4 hari SMRS, nyeri dikatakan seperti rasa tertusuk-tusuk, paling
di rasakan di ulu hati dan perut kanan atas, tidak menjalar, nyeri dirasakan
awalnya hilang timbul lalu menetap dan semakin memberat, dan nyeri dikatakan
memberat setelah pasien makan. Pasien juga mengeluhkan perut terasa membesar
sejak + 2 minggu SMRS, perasaan kembung dan mual juga terkadang dirasakan
oleh pasien. Dalam 3 minggu SMRS, pasien juga mengakui sempat beberapa kali
muntah, pasien mengaku muntah setelah makan, muntahan berisi makanan dan
tidak disertai darah. Pasien juga mengeluhkan demam yang hilang timbul dalam 3
minggu terakhir, pasien mengaku mengonsumsi parasetamol untuk meredakan
3
4
● Mandi, Cuci, dan Kakus menggunakan air tanah, dan air minum
menggunakan air filter isi ulang yang dibeli di depot air minum
● Jarak rumah antar tetangga ±10 meter
● Riwayat merokok (+) pasien merokok 1 bungkus (16 batang) /hari dengan
jenis rokok filter sejak usia 20 tahun dan berhenti sekitar 5 tahun lalu.
Indeks Brinkman : 16x30 = 480 (perokok sedang)
d) Status Generalis
● Antropometri
o Tinggi badan : 162 cm
o Berat badan : 51 Kg
o IMT : 19,46 kg/m2
● Kepala
o Normosefali
o Trauma (-), scar (-), deformitas (-)
o Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
● Mata
o Palpebra : Simetris, ptosis (-), lagoftalmos (-),
trauma (-), edema palpebra (-)
6
● Lidah
o Bentuk : normal, simetris (+), tidak ada
kelainan anatomis
7
o Paru
Anterior
▪ Inspeksi
● Bentuk : simetris, normochest (+)
● Pernapasan : pola pernapasan thorakal
● Massa (-), scar (-), pelebaran sela iga (-),
retraksi (-), spider nevi (-)
▪ Palpasi :
● Fremitus vokal : Fremitus vokal
normal, simetris kanan = kiri
● Ekspansi dada simetris,
● Krepitasi costae (-), massa (-)
▪ Perkusi :
Sonor seluruh lapang paru
Sonor
+ +
+ +
+ +
▪ Auskultasi
● Suara napas dasar : Vesikuler (+/+)
● Suara napas tambahan: Wheezing (-/-),
Rhonki (-/-)
Vesikuler
+ +
+ +
+ +
Posterior
▪ Inspeksi
● Bentuk : Simetris, kelainan tulang
belakang (-), massa (-)
● Pernapasan : pola pernapasan thorakal
▪ Palpasi
● Fremitus vokal : fremitus vokal
normal, simetris
● Ekspansi dada simetris
● Krepitasi costae (-), massa (-)
▪ Perkusi :
Sonor seluruh lapang paru
Sonor
+ +
+ +
+ +
10
▪ Auskultasi
● Suara napas dasar: Vesikuler
● Suara napas tambahan: Wheezing (-/-),
Rhonki (-/-)
Vesikuler
+ +
+ +
+ +
● Abdomen
o Inspeksi
▪ Bentuk : cembung (+), distensi (+)
▪ Caput medusae (-)
▪ Venektasi vena (-)
o Auskultasi : Bising Usus (+) 4x/menit (menurun)
o Palpasi
▪ Massa (-)
▪ Nyeri tekan (+), regio epigastrium, dan
hipokondrium dextra
▪ Defans muskuler (-)
▪ Ballotement (+)
▪ Hepatomegali (-), liver span:+ 12 cm
▪ Splenomegali (+), lien teraba di Schuffner 1
o Perkusi
11
- + -
- + -
- + -
● Ekstremitas
o Tangan : Akral Hangat +/+. Capillary Refilling Time
<2 detik, pucat palmar -/- , sianosis -/-, koilonikia -/-,
edema -/-
Motorik : 555 , Fungsi Sensorik dalam batas normal
o Kaki : Akral Hangat +/+, Capillary Refilling time <2
detik, sianosis -/- , edema -/- , koilonikia -/-
Motorik : 555, Fungsi sensorik dalam batas normal
12
Tanggal
Parameter Nilai Rujukan
19/02/2022 21/02/2021 21/02/2021
Jam 03.16 jam 12.09 WIB jam 15.23 WIB
Leukosit 4.500 - 11.000/μL 10,16 x103 /μL 8,43 x103 /μL 8,76 x103 /μL
Hemoglobin 10,5 - 18,0 g/dL 10,16 g/dL 12,4 g/dL 11,9 g/dL
MCHC 28,2 – 31,5 g/dL 37,4 g/dL 36,5 g/dL 37,1 g/dL
Trombosit 15x104-40x104/μL 180 x 103 /μL 185 x 103 /μL 176 x 103 /μL
13
Tanggal
Parameter Nilai Rujukan
21/02/2021
Albumin 3,5 – 5,5 g/dl 2,53 g/dl 2,35 g/dl 2,60 g/dl
14
Parameter Tanggal
22/02/2022
Volume 12 ml
Warna Merah
Kejernihan Keruh
Bekuan Positif
Rivalta Test Positif
Glukosa cairan 85 mg/dl
Protein cairan 2,48 g/dl
Albumin cairan 1,12 g/dl
Hitung jumlah leukosit 554/μl
Mononuklear (MN) 83%
Polimorfonuklear (PMN) 17%
Pemeriksaan Radiologi
Hasil :
o Trakhea di tengah
Kesan :
• Kardiomegali
• Paru tidak tampak kelainan
Hasil :
Kesan :
• Ascites
• Tidak tampak gambaran ileus maupun pneumoperitoneum
Hasil :
Kesan:
2.4 Masalah
A. Anamnesis
● Nyeri perut
● Perut membesar
19
● Mual-muntah
● Demam hilang timbul
● Riwayat hepatitis sejak 2018
● Indeks brinkman : 480 ~ perokok sedang
B. Pemeriksaan Fisik
● Sklera ikterik
● Batas jantung kiri di ICS V linea axillaris anterior sinistra
● Abdomen cembung, distensi (+)
● Nyeri tekan abdomen di regio epigastrium dan hipokondrium dextra
● Ballottement sign (+)
● Splenomegali (Schuffner 1)
● Shifting dullness (+)
● Tes undulasi (+)
C. Pemeriksaan Penunjang
● Laboratorium
- HbsAg (+)
- Hiperbilirubinemia
- Hipoalbuminemia
- Rivalta test (+)
- Leukosit di cairan peritoneal
● Radiologi
o Jantung: membesar dengan CTR>50% (kardiomegali)
o Tampak opasitas homogen di cavum abdomen dengan
floating sign (+) (kesan ascites)
o Massa semisolid dengan kommponen nekrotik di lobus
kanan hepar segmen 7-8, mengarah gambaran karsinoma
hepatoseluler
o Splenomegali
• Kolelithiasis
20
• Non-alcoholic steatohepatitis
• Trombosis vena porta
• Congestive heart failure
2.6 Diagnosis
• Sirosis Hepatis
• Hepatitis B
• Spontaneous bacterial peritonitis
• Suspect hepatocellular carcinoma
• Hiponatremia
2.7 Planning
● Pungsi ascites
● Perbaikan KU
● Pro rujuk ke Banjarmasin
2.8 Terapi
2.9 Monitoring
2.10 Edukasi
2.11 Follow Up
S 22 Februari 2022 23 Februari 2022
S ● Nyeri perut ● Nyeri perut
O Tanda-tanda Vital : Tanda-tanda Vital :
TD : 112/70 mmHg TD : 107/72 mmHg
N : 88x/menit N : 69 x/menit
RR : 18 x/menit RR : 20 x/menit
S : 36,3oC S : 36,6oC
SaO2 : 97% SaO2 : 98%
Keadaan Umum : tampak sakit Keadaan Umum : tampak sakit sedang
sedang Kesadaran : Compos mentis
Kesadaran : Compos mentis Mata : Conjungtiva anemis (-), Sklera
22
O Tanda-tanda Vital :
TD : 105/71 mmHg
N : 70 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,8oC
SaO2 : 98%
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Conjungtiva anemis (-),
Sklera Ikterik (+)
Thorax : Rhonki -/-, Vesikuler +/+,
Abdomen : datar, bising Usus (+)
12x/menit, ascites (+)
Ekstremitas : dalam batas normal
A ▪ Hepatocellular carcinoma
▪ Cirrhosis hepatis
▪ SBP ascites
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Hepatitis B
3.1.1 Definisi
3.1.2 Etiologi
26
27
Penularan virus juga dapat terjadi secara tidak sengaja melalui inokulasi
darah atau cairan dalam jumlah kecil selama prosedur medis, bedah dan gigi, atau
dari pisau cukur dan benda serupa yang terkontaminasi darah yang terinfeksi.
Imunisasi dengan spuit dan jarum suntik yang tidak disterilkan dengan baik, tato,
tindik, dan akupunktur. Petugas kesehatan yang tidak divaksinasi juga berisiko
tertular hepatitis B secara tidak sengaja selama menangani benda tajam, cairan
dan organ tubuh, serta limbah medis yang terkontaminasi.7
3.1.3 Epidemiologi
3.1.4 Patofisiologi
Virus hepatitis B ditularkan melalui kontak darah atau sekresi tubuh, dan
risiko tertular hepatitis B jauh lebih tinggi pada individu dengan kontak dekat
dengan pasien HBsAg-positif. Virus hepatitis B ditularkan melalui inokulasi
perkutan atau melalui paparan mukosa dengan cairan tubuh yang terinfeksi.
Transmisi orofekal juga dapat terjadi, tetapi sangat jarang. Masa inkubasi infeksi
HBV dapat berlangsung selama 6 minggu hingga 6 bulan. Pada pasien
imunokompeten, pemulihan biasanya dapat terjadi dengan sendirinya, dan hanya
sebagian kecil dapat berkembang menjadi keadaan kronis, yang secara serologis
didefinisikan sebagai adanya HBsAg selama lebih dari enam bulan.1
a. Fase prodromal
Fase ini ditanDetdai Pasien dengan gejala anoreksia, malaise, dan
kelelahan yang merupakan gejala klinis awal yang paling umum.
Beberapa pasien mungkin mengalami nyeri kuadran kanan atas karena
inflamasi pada hati. Sebagian kecil pasien mengalami demam,
artralgia, atau ruam.
b. Fase ikterik
Fase ini terjadi setelah gejala prodromal menghilang, biasanya pasien
mengalami penyakit kuning dan hepatomegali yang disertai rasa nyeri.
urin berwarna gelap dan feses berwarna pucat.
c. Fase konvalesens
Fase ini ditandai dengan resolusi penyakit dan perbaikan klinis.
Walaupun sebagian besar pasien mengalami resolusi pada waktu ini,
perjalanan klinis dapat bervariasi di mana beberapa pasien dapat
berlanjut pada penyakit yang berkepanjangan dengan resolusi yang
lambat dengan serangan berkala. Sejumlah kecil pasien dapat
mengalami perkembangan penyakit yang cepat yang dapat
menyebabkan gagal hati fulminan selama beberapa hari hingga
beberapa minggu.
umum kadar HBsAg berada pada titik tertinggi pada fase ini. Sistem
imun masih belum memberikan perlawanan terhadap infeksi,
sehingga belum terjadi proses inflamasi yang merusak jaringan hati,
oleh sebab itu tidak terjadi peningkatan kadar enzim hati.
3.1.5 Histopatologi
Pasien yang terinfeksi HBV pada awalnya dapat asimtomatik dan pada
beberapa kondisi tertentu, pasien tidak menunjukkan gejala selama keadaan
terinfeksi. Namun, ketika terjadi gejala dari infeksi HBV akut, pasien dapat
datang dengan keluhan seperti demam, ruam kulit, artralgia, dan radang sendi.
Keluhan-keluhan ini biasanya mereda dalam satu minggu, atau bahkan
menghilang saat ikterus baru muncul. Pasien mungkin juga mengalami kelelahan,
malaise, nyeri perut, nausea, dan anoreksia.13
infeksi HBV, dimana pasien mungkin memiliki potensi untuk berpartisipasi dalam
perilaku seksual berisiko, saat episode gangguan mental tersebut muncul.13
Pemeriksaan DNA saat ini masih tidak terjangkau secara luas, sehingga
penegakan diagnosis hepatitis B dilakukan dengan pemeriksaan penanda serologis
virus. Penanda serologis yang seringkali digunakan dalam pengujian diagnostik
antara lain: HBsAg, anti-HBs, Anti-HBc, Anti-HBc, HBeAg, dan anti-HBe.
Setiap penanda serologis memiliki spesifikasi yang berbeda-beda untuk tiap
34
Penanda
Karakterisitik penanda serologis
Serologis
HBsAg Penanda serologis infeksi HBV pertama yang muncul
• Periode jendela antara infeksi HBV dan deteksi HBsAg
diperkirakan menjadi sekitar 38 hari, tetapi tergantung pada
sensitivitas analitik pengujian digunakan, imunokompetensi
host dan kinetika virus individu
• Pada infeksi tersembunyi (okult), yaitu HBsAg tidak
terdeteksi tetapi DNA HBV dapat dideteksi pada individu
yang tidak dalam periode jendela
Kuantifikasi HBsAgb merupakan penanda alternatif yang
potensial dari viremia dan untuk memantau respons terhadap
pengobatan antivirus
IgM Anti- Kadar yang tinggi diitemukan selama infeksi akut tetapi
HBc mungkin tetap terdeteksi hingga 6 bulan
Digunakan untuk membedakan antara infeksi HBV akut dan
kronis, tetapi kemunculannya kembali selama "flare" pada
infeksi HBV kronis membuatnya menjadi indikator yang
tidak dapat diandalkan untuk infeksi HBV primer.
Anti-HBc Mulai muncul sekitar 3 bulan setelah infeksi dan penanda
(total) paling konstan dari infeksi
Bersama dengan anti-HBs, menunjukkan infeksi yang teratasi
Anti-HBc, dengan atau tanpa anti-HBs, juga menunjukkan
kemungkinan mengalami rekativasi dalam konteks individu
dengan imunosupresi
HBeAg • Muncul saat virus secara aktif bereplikasi di hati
Berhubungan dengan viremia HBV tingkat tinggi dan oleh
35
Gambar 3.3 Kadar penanda serologis HBV yang dapat dideteksi berdasakan
waktu infeksi15
3.1.8 Tatalaksana
a. Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan komponen utama dari
pengelolaan hepatitis B. Vaksin hepatitis B sudah tersedia dan termasuk
dalam program wajib vaksinasi pada neonatus dan balita. Sedangkan
vaksin hepatitis B untuk dewasa dan booster juga banyak tersedia secara
komersial.13
b. Pengelolaan
Infeksi hepatitis B akut sembuh sendiri pada 95% orang dewasa
yang sehat. Manajemen bersifat suportif pada sebagian besar pasien.
Pasien dengan penyakit akut berat (2 dari 3: bilirubin lebih dari 10 mg/dl,
INR lebih dari 1,6 dan ensefalopati hepatik) dan penyakit akut yang
37
berkepanjangan (bilirubin total lebih dari 3 mg/dl atau bilirubin direk lebih
dari 1,5 mg/dl , INR lebih dari 1,5, ensefalopati hepatik, atau asites)
memerlukan pengobatan antivirus.13
Penatalaksanaan hepatitis B kronis harus mencakup identifikasi
koinfeksi HIV, hepatitis C, dan hepatitis D, status replikasi virus hepatitis
B, dan tingkat keparahan penyakit. Tingkat keparahan penyakit ini
didasarkan pada penilaian klinis, parameter laboratorium darah, enzim
hati, dan histologi hati. Tes non-invasif seperti pencitraan dapat digunakan
untuk mengukur kerusakan hati pada hepatitis B kronis dengan SGPT
normal. Namun untuk pasien dengan SGPT yang meningkat atau
berfluktuasi, biopsi hati diperlukan untuk mengidentifikasi apakah
pengobatan antivirus diperlukan atau tidak.15
• Hepatitis alkoholik
• Hepatitis autoimun
• Sirosis
39
3.1.10 Prognosis
Infeksi HBV akut dapat diterapi secara simtomatik dan pada pasien
imunokompeten, dapat sembuh dengan sendirinya. Namun pada pasien dengan
imunokompromais dimanan hepatitis dapat berkembang menjadi keadaan kronis,
memiliki risiko untuk berlanjut menjadi karsinoma hepatoseluler, sirosis, atau
gagal hati fulminan. Kemungkinan terjadinya risiko tergantung pada genotipe
tertentu dan kondisi imun pasien. Cara penularan karena penularan vertikal
memiliki risiko komplikasi jangka panjang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kasus penularan horizontal.13
3.1.11 Komplikasi
3.2.1 Definisi
3.2.2 Etiologi
3.2.3 Patofisiologi
Beberapa sel berperan dalam sirosis hati, termasuk hepatosit dan sel-sel
lapisan sinusoidal seperti hepatic stellate cell (HSC), sinusoidal endothelial cell
(SEC), dan Kupffer cell (KC). HSC membentuk bagian dari dinding sinusoid hati,
dan berfungsi untuk menyimpan vitamin A. Ketika sel-sel ini terkena sitokin
inflamasi, mereka menjadi aktif, berubah menjadi miofibroblas, dan mulai
41
Kupffer cell adalah makrofag satelit yang juga melapisi dinding sinusoid.
Studi dari model hewan telah menunjukkan bahwa KC berperan dalam fibrosis
hati dengan melepaskan mediator inflamasi ketika terkena agen berbahaya dan
bertindak sebagai sel penyaji antigen untuk virus. Hepatosit juga terlibat dalam
patogenesis sirosis, karena hepatosit yang rusak melepaskan reactive oxygen
species (ROS) dan mediator inflamasi yang dapat mendorong pengaktifan HSC
dan fibrosis hati.20
3.2.4 Klasifikasi
a. Klasifikasi Morfologis
b. Klasifikasi Etiologi
a. Gastrointestinal
Hipertensi portal menyebabkan peningkatan tekanan vaskular dan
bermanifestasi pada splenomegali, caput medusa (penonjolan vena
periumbilikalis), dan ascites. Varises esofagus adalah komplikasi lain dari
sirosis sekunder akibat peningkatan aliran darah dalam sirkulasi kolateral.
Pasien dengan sirosis alkoholik memiliki risiko pertumbuhan bakteri usus
yang berlebihan dan pankreatitis kronis. Selain itu, pasien sirosis juga
memiliki tingkat pembentukan batu empedu yang lebih tinggi.19
b. Hematologi
Anemia dapat terjadi karena defisiensi folat, anemia hemolitik
(spur cell anemia) pada penyakit hati alkoholik berat), dan hipersplenisme.
Dapat terjadi pansitopenia akibat hipersplenisme pada hipertensi portal,
gangguan koagulasi (disseminated intravascular coagulation), dan
hemosiderosis pada pasien sirosis.23
44
c. Ginjal
Pasien sirosis bisa mengalami sindrom hepatorenal sekunder
karena hipotensi sistemik dan vasokonstriksi ginjal, menyebabkan
fenomena underfilling. Vasodilatasi splanknik menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal, yang mengaktifkan sistem RAAS, menyebabkan
retensi natrium dan air dan penyempitan pembuluh darah ginjal. Namun,
efek ini tidak cukup untuk mengatasi vasodilatasi sistemik yang
disebabkan oleh sirosis, yang menyebabkan hipoperfusi ginjal dan
diperburuk oleh vasokonstriksi ginjal dengan titik akhir gagal ginjal.24
d. Paru-paru
Manifestasi sirosis meliputi sindrom hepatopulmoner, hipertensi
portopulmonal, hidrotoraks hepatik, penurunan saturasi oksigen,
penurunan kapasitas difusi paru, dan hiperventilasi.25
e. Kulit
Spider nevi (munculnya arteriol sentral yang dikelilingi oleh
pembuluh darah kecil yang terlihat seperti laba-laba) dapat terlihat pada
pasien sirosis akibat hiperestrogenemia. Eritema palmaris adalah temuan
kulit lain yang terlihat pada sirosis dan juga sekunder akibat
hiperestrogenemia. Jaundicedapat terjadi kulit dan selaput lendir terlihat
ketika serum bilirubin lebih besar dari 3 mg/dL dan pada sirosis
dekompensasi. Clubbing finger, osteoarthropathy hipertrofik, dan
kontraktur Dupuytren terlihat. Perubahan kuku lainnya termasuk lunules
biru (penyakit Wilson), kuku Terry, dan kuku Muehrcke.26
f. Manifestasi Lainnya
Fetor hepaticus (bau napas tidak sedap dan apek karena tingginya
kadar dimetil sulfida dan keton dalam darah) dapat ditemukan pada pasien
sirosis. Asteriksis (gemetar mengepak ketika lengan diluruskan dan tangan
dorsofleksi) keduanya merupakan ciri ensefalopati hepatik yang dapat
dilihat pada sirosis. Sirosis dapat menyebabkan sirkulasi hiperdinamik,
pengurangan massa otot tanpa lemak, kram otot, dan hernia umbilikalis.27
Enzim hati biasanya meningkat sedikit sampai sedang dengan SGOT lebih
tinggi dari SGPT; namun, kadar yang normal tidak menyingkirkan sirosis.
Prothrombin time (PT) meningkat karena gangguan faktor koagulasi dan bilirubin,
sedangkan albumin rendah karena sintesis albumin oleh hati dan kapasitas
fungsional hati menurun. Albumin serum dan PT adalah indikator fungsi sintesis
dari hati. Anemia normokromik dapat ditemukan, leukopenia dan trombositopenia
juga terlihat sebagai manifestasi sekuestrasi dari limpa yang membesar.19
Biopsi hati adalah standar emas untuk mendiagnosis sirosis serta menilai
tingkat peradangan (grading) dan fibrosis (staging) penyakit. Namun prosedur
biopsi terkadang harus dilakukan dengan hati-hati pada jenis sirosis yang berbeda
(misalnya mikronoduler) agar terhindar dari kesalahan diagnosis karena kesalahan
pengambilan sampel.19
3.2.7 Tatalaksana
3.2.8 Prognosis
Model skor penyakit hati stadium akhir (MELD) adalah model lain yang
digunakan untuk memprediksi mortalitas jangka pendek pasien sirosis.
Menggunakan serum bilirubin, kreatinin, dan INR untuk memprediksi mortalitas
dalam tiga bulan ke depan. Prioritas alokasi organ untuk transplantasi hati di
Amerika Serikat diputuskan berdasarkan skor MELD (yang terbaru skor
MELDNa).29
untuk menentukan secara obyektif perlu atau tidaknya penanganan intensif pada
pasien gagal hati, skor ini juga dapat memprediksi hasil jangka pendek dari terapi
pasien dengan sensitifitas 64% dan spesifisitas 90%, skor CLIF-SOFA > 7
menunjukan prediktor kuat mortalitas pasien.30
3.3.1 Definisi
3.3.2 Epidemiologi
SBP dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Pada anak-anak,
paling sering terjadi pada neonatus dan anak usia sekitar lima tahun. SBP paling
sering terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis. Namun, dapat terjadi sebagai
komplikasi dari penyakit apa pun yang mengakibatkan akumulasi cairan asites,
seperti sindrom Budd-Chiari, gagal jantung kongestif, lupus eritematosus
sistemik, gagal ginjal, atau kanker, dan memiliki prognosis yang buruk. Sekitar 10
sampai 25% pasien dengan asites akan berkembang menjadi SBP, dan kondisi ini
dikaitkan dengan 20% tingkat kematian di rumah sakit. Pada orang dewasa, SBP
biasanya terlihat pada pasien dengan asites perut. Namun mayoritas anak-anak
dengan SBP tidak memiliki asites, alasan dari terjadinya hal tersebut belum
sepenuhnya diketahui.32
3.3.3 Etiologi
SBP paling sering disebabkan oleh organisme aerob gram negatif (75%),
dengan Klebsiella pneumoniae menyumbang 50% di antaranya. Mikroorganisme
aerobik gram positif bertanggung jawab untuk 25% sisanya; yang paling umum
adalah Streptococcus pneumoniae atau grup Streptococcus viridans.33 Cairan
50
asites biasanya memiliki tekanan oksigen yang tinggi. Oleh karena itu organisme
anaerobik hampir tidak pernah terlihat. Pada sebagian besar kasus SBP, biasanya
hanya satu organisme penginfeksi yang ditemukan (92%), meskipun sejumlah
kecil kasus telah dilaporkan sebagai infeksi polimikrobial.33
3.3.5 Patofisiologi
Mayoritas organisme terisolasi di SBP (90%) adalah organisme enterik
gram negatif (misalnya, Escherichia coli atau Klebsiella pneumoniae), yang
menunjukkan bahwa sumber utama kontaminasi adalah saluran gastrointestinal
51
(GI). Enterotoksin juga seringkali ditemukan dari cairan asites, yang temuan
tersebut mendukung teori bahwa bakteri yang terlibat dalam terjadinya SBP
bermigrasi secara transmural dari lumen usus ke kavitas peritonealis (translokasi
bakteri).34
Alternatif mekanisme kontaminasi yang diusulkan melibatkan penyebaran
hematogen, dari sumber yang jauh, seperti infeksi saluran kemih, pada individu
yang rentan terhadap penyakit karena sistem imun yang lemah
(imunokompromais). Pasien dengan sirosis biasanya memiliki tingkat
pertumbuhan bakteri yang berlebihan di saluran GI, terutama karena waktu transit
usus yang lebih lama. Hal ini, ditambah dengan penurunan produksi protein oleh
sirosis hati yang menyebabkan tingkat komplemen yang rendah dalam serum (dan
dalam cairan asites) serta menyebabkan terganggunya fungsi sistem fagositik dan
retikuloendotelial. Gangguan tersebut bermanifestasi pada penurunan kemampuan
sistem imun untuk membersihkan mikroorganisme dari tubuh, sehingga
selanjutnya berkontribusi pada pertumbuhan bakteri yang berlebihan, migrasi, dan
ekspansi dalam cairan asites.34
ginjal onset baru atau eksaserbasi, atau adanya asites yang tidak membaik dengan
penggunaan obat-obatan diuretik.34
Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar pasien akan mengalami nyeri tekan
pada perut, walaupun respon setiap pasien dapat bervariasi dari hanya
ketidaknyamanan ringan hingga adanya nyeri tekan dan nyeri lepas tekan. Tidak
adanya demam tidak mengesampingkan kecurigaan SBP. 34
3. 3.8 Tatalaksana
Terapi antibiotik empiris wajib dimulai pada semua pasien dengan dugaan
SBP dan jumlah PMN lebih dari 250 sel/mikroliter pada analisis cairan asites,
regimen yang biasa digunakan adalah sefalosporin generasi ketiga (misalnya
cefotaxime dan ceftriaxone) yang diberikan secara intravena,. Aturan ini wajib
dengan pengecualian pada pasien dengan paparan antibiotik beta-laktam baru-
baru ini atau diagnosis SBP karena kecurigaan infeksi nosokomial. Pada pasien
dengan kondisi yang lebih kritis dan tidak merespon dengan pemberian
sefalosporin generasi ketiga, sebaiknya diberikan antibiotik untuk
mikroorganisme resisten obat, misalnya carbapenem yang telah menunjukan
mortalitas lebih rendah pada pasien SBP dengan skor Chronic liver failure–
Sequential Organ Failure Assessment (CLIF-SOFA) > 7.39
Pasien dengan jumlah PMN cairan asites lebih besar dari 500 sel/uL harus
menjalani rawat inap dan diobati dengan terapi antibiotik empiris sesegera
mungkin, antibiotik spesifik dapat disesuaikan dikemudian hari setelah
berdasarkan hasil uji suseptibilitas (kerentanan/kepekaan) atau berdasarkan hasil
kultur.40
Tidak adanya perbaikan setelah 48 jam terapi dapat menunjukkan
kemungkinan peritonitis yang didasari oleh perforasi organ atau pembentukan
abses, seperti peritonitis bakteri sekunder yang mungkin memerlukan terapi
pembedahan. Secara umum, jumlah PMN cairan asites harus dikurangi dengan
54
3.3.9 Prognosis
Tingkat mortalitas pasien terkait infeksi pada SBP sangat rendah dengan
pengobatan yang tepat, namun angka kematian cukup tinggi pada pasien yang
mengalami sepsis. Terapi antibiotik yang tepat dapat memberikan hasil baik pada
pasien SBP. Kematian yang tidak berhubungan dengan infeksi pada pasien SBP
dapat mencapai 20-40 %, dan angka kematian satu sampai dua tahun masing-
masing adalah 70 dan 80%. Terlepas dari hasil jangka pendek SBP, pasien yang
memiliki penyakit hati yang cukup parah dan berisiko tinggi mengalami SBP
biasanya memiliki prognosis jangka panjang yang buruk. Selain itu, transplantasi
55
hati dapat dipertimbangkan untuk penyintas SBP untuk lebih memperbaiki hasil
akhir keseluruhan pasien.31
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, akan dibahas tentang seorang pasien berusia 55
tahun yang menjalani rawat inap di ruangan Teratai, RSUD dr. Doris Sylvanus
dengan diagnosis hepatitis B, sirosis hepatis, dan spontaneous bacterial
peritonitis (SBP). Pada bab ini akan dibahas mengenai anamnesis, penegakan
diagnosis, dan tatalaksana dari penyakit yang diderita pasien.
4.1 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu SMRS dan
dirasa memberat 4 hari SMRS, nyeri dikatakan seperti rasa tertusuk-tusuk, paling
di rasakan di ulu hati dan perut kanan atas, tidak menjalar, nyeri dirasakan
awalnya hilang timbul lalu menetap dan semakin memberat, dan nyeri dikatakan
memberat setelah pasien makan. Pasien juga mengeluhkan perut terasa membesar
sejak + 2 minggu SMRS, perasaan kembung dan mual juga terkadang dirasakan
oleh pasien. Dalam 3 minggu SMRS, pasien juga mengakui sempat beberapa kali
muntah, pasien mengaku muntah setelah makan, muntahan berisi makanan dan
tidak disertai darah. Pasien juga mengeluhkan demam yang hilang timbul dalam 3
minggu terakhir, pasien mengaku mengonsumsi parasetamol untuk meredakan
demam. Pasien mengaku pernah mengalami keluhan nyeri perut, badan
menguning, dan kencing seperti teh pada tahun 2018 dan tahun 2021, dan telah
mendapatkan pengobatan hingga keluhan hilang. Karena keluhan yang dirasakan
saat ini, pasien dibawa ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus.
Keluhan nyeri perut kanan atas merupakan indikator kuat dari gangguan
yang berasal dari visera yang berada di regio hipokondrium kanan, dengan hati
sebagai organ yang paling dominan. Pada hepatitis B, nyeri perut kuadran kanan
atas yang dirasakan oleh pasien merupakan manifestasi dari proses inflamasi yang
terjadi pada hati.1 Gejala lain yang dirasakan pasien ini adalah muntah, demam,
dan perut yang terasa membesar. Pasien hepatitis juga dapat mengalami nausea,
56
57
muntah, dan demam yang dapat terjadi karena proses inflamasi yang
mempengaruhi tubuh secara sistemik.1 Perut yang membesar dirasakan oleh
pasien sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pembesaran perut dapat
ditemukan pada pasien yang mengalami ascites, yaitu akumulasi cairan di rongga
peritoneum.13 Ascites dapat muncul sebagai komplikasi dari sirosis hepatis pada
hepatitis B, sirosis atau fibrosis pada jaringan hati ini selanjutnya menyebabkan
hipertensi portal, hipertensi portal selanjutnya mengaktifkan sistem RAAS dan
meretensi air dan natrium, sehingga menyebabkan keluarnya cairan dari
intravaskular dan terakumulasi di rongga peritoeal sebagai ascites.13
Pasien mengaku bahwa saat sakit pada tahun 2018 dan 2021, pasien telah
mendapatkan pengobatan hingga gejalanya menghilang, namun pada saat ini
pasien datang dengan keluhan yang serupa. Keluhan yang dialami pasien saat ini
sesuai dengan perjalanan penyakit hepatitis B, dimana pasien dapat mengalami
fase konvalesens yang ditandai dengan resolusi gejala, lalu dapat mengalami
relaps apabila memasuki fase immune escape (reaktivasi).10 Tidak semua pasien
mengalami fase reaktivasi, hal ini dapat terjadi karena sistem imun pasien yang
sedang melemah.
58
Temuan yang dapat ditemukan pada pasien dengan hepatitis B kronis yang
sudah mengalami sirosis hepatis biasanya berupa stigmata penyakit hati kronis,
seperti xanthelasma, ginekomastia, spider nevi, caput medusae, eritema palmaris,
foetor hepaticus, dan asteriksis.19 tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien
ini sklera ikterik dan asites. Tidak ditemukan adanya xanthelasma, ginekomastia,
caput medusae, spider nevi, eritema palmar, asteriksis. Pada pasien juga
didapatkan pembesaran limpa (splenomegali), pada pasien dengan penyakit hati
parenkim dapat terjadi hipertensi portal dan peningkatan tekanan intravaskular
kolateral pada vasa splenika, sehingga menyebabkan splenomegali.19
4.4 Tatalaksana
4.4.1 Non-medikamentosa
4.4.2 Medikamentosa
distal, dan lengkung henle, sehingga menyebabkan ekskresi air yang berlebihan
disertai dengan ekskresi ion natrium, klorida, magnesium, dan kalsium. Salah satu
indikasi dari furosemide adalah adanya retensi cairan karena gangguan hati,
namun memiliki dapat menyebabkan efek samping hiponatremi dan hipokalemi.44
Pasien mendapatkan injeksi intravena cefotaxime 3x2 gram, cefotaxime
adalah antibiotik sefalosporin generasi ke 3 yang merupakan lini pertama dalam
penanganan SBP.39 Kondisi yang relatif stabil dapat diamati pada pasien,
perbaikan keadaan juga teramati setelah inisiasi terapi, seperti keluhan demam
yang tidak lagi dirasakan pada hari-hari selanjutnya. Oleh sebab itu, tidak perlu
diberikan terapi antibiotik untuk mikroorganisme resisten seperti carbapenem.
yang diakibatkan oleh gagal jantung atau gagal hati. Pada pasien, diberikan
spironolactone 1 x 25 mg dalam bentuk tablet oral.47
5.1 Kesimpulan
Hepatitis B adalah peradangan pada hati (hepar), yang disebabkan oleh
virus hepatitis B. Infeksi hepatitis B dapat berupa infeksi akut (<6 bulan) atau
infeksi kronis (>6 bulan), infeksi hepatitis kronis seringkali menyebabkan
komplikasi seperti ascites, sirosis hepatis, SBP, hingga ensefalopati hepatikum.
Sirosis hepatitis dapat menyebabkan ascites dan dapat mengarah pada SBP.
64
DAFTAR PUSTAKA
1. Mehta P, Reddivari AKR. Hepatitis. [Updated 2021 Dec 31]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554549/
2. Sharma B, John S. Hepatic Cirrhosis. [Updated 2021 Nov 5]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482419/
3. Ameer MA, Foris LA, Mandiga P, et al. Spontaneous Bacterial Peritonitis.
[Updated 2021 Dec 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448208/
4. Schweitzer A, Horn J, Mikolajczyk RT, Krause G, Ott JJ. Estimations of
worldwide prevalence of chronic hepatitis B virus infection: a systematic
review of data published between 1965 and 2013. Lancet.
2015;386(10003):1546–55.
5. Guidelines for the prevention, care and treatment of persons with chronic
hepatitis B infection. Geneva: World Health Organization; 2015.
6. Terrault NA, Lok ASF, McMahon BJ, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM,
Brown RS, Bzowej NH, Wong JB. Update on prevention, diagnosis, and
treatment of chronic hepatitis B: AASLD 2018 hepatitis B guidance.
Hepatology. 2018 Apr;67(4):1560-1599.
7. Sarin SK, Kumar M, Lau GK, Abbas Z, Chan HL, Chen CJ et al. Asian-
Pacific clinical practice guidelines on the management of hepatitis B: a
2015 update. Hepatol Int. 2016;10(1):1–98.
8. Schweitzer A, Horn J, Mikolajczyk RT, Krause G, Ott JJ. Estimations of
worldwide prevalence of chronic hepatitis B virus infection: a systematic
review of data published between 1965 and 2013. Lancet. 2015 Oct
17;386(10003):1546-55.
9. World Health Organization. WHO guidelines on hepatitis B and C testing.
World Health Organization; 2017.
10. Suk‐Fong Lok A. Hepatitis B treatment: what we know now and what
remains to be researched. Hepatology communications. 2019 Jan;3(1):8-
19.
11. Mani H, Kleiner DE. Liver biopsy findings in chronic hepatitis B.
Hepatology. 2009 May;49(5 Suppl):S61-71
12. Kumar, V., Abbas, A. K., Aster, J. C., & Perkins, J. A. Robbins basic
pathology (Tenth edition.). Philadelphia: Elsevier. 2018. p311
13. Tripathi N, Mousa OY. Hepatitis B. [Updated 2021 Jul 18]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555945/
14. Song JE, Kim DY. Diagnosis of hepatitis B. Ann Transl Med. 2016
Sep;4(18):338. doi: 10.21037/atm.2016.09.11. PMID: 27761442; PMCID:
PMC5066055.
15. Trépo C, Chan HL, Lok A. Hepatitis B virus infection. Lancet. 2014 Dec
06;384(9959):2053-63.
65
16. Luo A, Jiang X, Ren H. Entecavir-based combination therapies for chronic
hepatitis B: A meta-analysis. Medicine (Baltimore). 2018
Dec;97(51):e13596.
17. Chen HL, Lee CN, Chang CH, Ni YH, Shyu MK, Chen SM, Hu JJ, Lin
HH, Zhao LL, Mu SC, Lai MW, Lee CL, Lin HM, Tsai MS, Hsu JJ, Chen
DS, Chan KA, Chang MH., Taiwan Study Group for the Prevention of
Mother-to-Infant Transmission of HBV (PreMIT Study). Taiwan Study
Group for the Prevention of Mother-to-Infant Transmission of HBV
PreMIT Study. Efficacy of maternal tenofovir disoproxil fumarate in
interrupting mother-to-infant transmission of hepatitis B virus.
Hepatology. 2015 Aug;62(2):375-86.
18. Chen CH, Lin CL, Hu TH, Hung CH, Tseng PL, Wang JH, Chang JY, Lu
SN, Chien RN, Lee CM. Entecavir vs. lamivudine in chronic hepatitis B
patients with severe acute exacerbation and hepatic decompensation. J
Hepatol. 2014 Jun;60(6):1127-34.
19. Sharma B, John S. Hepatic Cirrhosis. [Updated 2021 Nov 5]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482419/
20. Li TY, Yang Y, Zhou G, Tu ZK. Immune suppression in chronic hepatitis
B infection associated liver disease: A review. World journal of
gastroenterology. 2019 Jul 21;25(27):3527.
21. Ezhilarasan D. Endothelin-1 in portal hypertension: the intricate role of
hepatic stellate cells. Experimental Biology and Medicine. 2020
Oct;245(16):1504-12.
22. Shenoda B, Boselli J. Vascular syndromes in liver cirrhosis. Clinical
journal of gastroenterology. 2019 Oct;12(5):387-97.
23. Privitera G, Meli G. An unusual cause of anemia in cirrhosis: spur cell
anemia, a case report with review of literature. Gastroenterology and
Hepatology from Bed to Bench. 2016;9(4):335.
24. Lum EL, Homkrailas P, Bunnapradist S. Evaluation of renal disease in
patients with cirrhosis. Journal of clinical gastroenterology. 2020 Apr
6;54(4):314-21.
25. Tumgor G. Cirrhosis and hepatopulmonary syndrome. World Journal of
Gastroenterology: WJG. 2014 Mar 14;20(10):2586.
26. Bhandari A, Mahajan R. Skin changes in cirrhosis. Journal of Clinical and
Experimental Hepatology. 2021 Dec 28.
27. Bawankule S, Kumar S, Gaidhane A, Quazi M, Singh AP. Clinical profile
of patients with hepatic encephalopathy in cirrhosis of liver. Journal of
Datta Meghe Institute of Medical Sciences University. 2019 Jul
1;14(3):130.
28. Panackel C, Ganjoo N, Saif R, Jacob M. Decompensated Liver Disease:
Liver Transplantation is the Best Option, Not the Last Option. Kerala
Medical Journal. 2016 Mar 30;9(1):11-27.
29. Acharya G, Kaushik RM, Gupta R, Kaushik R. Child-Turcotte-Pugh
Score, MELD Score and MELD-Na Score as predictors of short-term
mortality among patients with end-stage liver disease in Northern India.
Inflammatory intestinal diseases. 2020;5(1):1-0.
66
30. Dong V, Karvellas CJ. Acute-on-chronic liver failure: Objective admission
and support criteria in the intensive care unit. JHEP Reports. 2019 May
1;1(1):44-52.
31. Song DS. Spontaneous bacterial peritonitis. The Korean journal of
gastroenterology. 2018 Aug;72(2):56-63.
32. Oey RC, de Man RA, Erler NS, Verbon A, van Buuren HR. Microbiology
and antibiotic susceptibility patterns in spontaneous bacterial peritonitis: A
study of two Dutch cohorts at a 10-year interval. United European
Gastroenterol J. 2018 May;6(4):614-621.
33. Oey RC, van Buuren HR, de Jong DM, Erler NS, de Man RA.
Bacterascites: A study of clinical features, microbiological findings, and
clinical significance. Liver Int. 2018 Dec;38(12):2199-2209.
34. Ameer MA, Foris LA, Mandiga P, et al. Spontaneous Bacterial Peritonitis.
[Updated 2021 Dec 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448208/
35. MacIntosh T. Emergency Management of Spontaneous Bacterial
Peritonitis - A Clinical Review. Cureus. 2018 Mar 01;10(3):e2253.
36. Marciano S, Diaz JM, Dirchwolf M, Gadano A. Spontaneous bacterial
peritonitis in patients with cirrhosis: incidence, outcomes, and treatment
strategies. Hepatic medicine: evidence and research. 2019;11:13.
37. Mousa N, Besheer T, Abdel-Razik A, Hamed M, Deiab AG, Sheta T,
Eldars W. Can combined blood neutrophil to lymphocyte ratio and C-
reactive protein be used for diagnosis of spontaneous bacterial peritonitis?.
British journal of biomedical science. 2018 Apr 3;75(2):71-5.
38. Khairnar H, Ingle M, Pandey V, Kolhe K, Chauhan S, Sawant P, Walke S,
Chaudhary V. Accuracy of Leukocyte Esterase Reagent Strip (LERS) test
for rapid bedside screening of spontaneous bacterial peritonitis: An
observational study. Journal of Family Medicine and Primary Care. 2020
Nov;9(11):5542.
39. Kim SW, Yoon JS, Park J, Jung YJ, Lee JS, Song J, Lee HA, Seo YS, Lee
M, Park JM, Choi DH. Empirical treatment with carbapenem vs third-
generation cephalosporin for treatment of spontaneous bacterial peritonitis.
Clinical Gastroenterology and Hepatology. 2021 May 1;19(5):976-86.
40. Saffo S, To UK, Santoiemma PP, Laurito M, Haque L, Rabiee A, Verna
EC, Angarone MP, Garcia-Tsao G. Changes in Ascitic Fluid
Polymorphonuclear Cell Count After Antibiotics Are Associated With
Mortality in Spontaneous Bacterial Peritonitis. Clinical Gastroenterology
and Hepatology. 2021 Jul 14.
41. Fernández J, Angeli P, Trebicka J, Merli M, Gustot T, Alessandria C,
Aagaard NK, de Gottardi A, Welzel TM, Gerbes A, Soriano G, Vargas V,
Albillos A, Salerno F, Durand F, Bañares R, Stauber R, Prado V, Arteaga
M, Hernández-Tejero M, Aziz F, Morando F, Jansen C, Lattanzi B,
Moreno C, Campion D, Gronbaek H, Garcia R, Sánchez C, García E,
Amorós A, Pavesi M, Clària J, Moreau R, Arroyo V. Efficacy of Albumin
Treatment for Patients with Cirrhosis and Infections Unrelated to
67
Spontaneous Bacterial Peritonitis. Clin Gastroenterol Hepatol. 2020
Apr;18(4):963-973.e14. [PubMed] [Reference list]
42. Mücke MM, Mücke VT, Graf C, Schwarzkopf KM, Ferstl PG, Fernandez
J, Zeuzem S, Trebicka J, Lange CM, Herrmann E. Efficacy of norfloxacin
prophylaxis to prevent spontaneous bacterial peritonitis: a systematic
review and meta-analysis. Clinical and Translational Gastroenterology.
2020 Aug;11(8).
43. Hoorn, Ewout J, and Robert Zietse. “Diagnosis and Treatment of
Hyponatremia: Compilation of the Guidelines.” Journal of the American
Society of Nephrology : JASN vol. 28,5 (2017): 1340-1349.
doi:10.1681/ASN.2016101139
44. Khan TM, Patel R, Siddiqui AH. Furosemide. [Updated 2022 Jan 19]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499921/?
report=classic
45. Wang J, Wu Y, Bi Q, Zheng X, Zhang J, Huang W. Adverse outcomes of
proton pump inhibitors in chronic liver disease: a systematic review and
meta-analysis. Hepatology International. 2020 May;14(3):385-98.
46. Weersink RA, Bouma M, Burger DM, Drenth JP, Harkes‐Idzinga SF,
Hunfeld NG, Metselaar HJ, Monster‐Simons MH, van Putten SA, Taxis K,
Borgsteede SD. Safe use of proton pump inhibitors in patients with
cirrhosis. British Journal of Clinical Pharmacology. 2018 Aug;84(8):1806-
20.
47. Patibandla S, Heaton J, Kyaw H. Spironolactone. Updated 2021 Jul 18].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554421/?
report=classic
48. Walayat S, Martin D, Patel J, Ahmed U, N. Asghar M, Pai AU, Dhillon S.
Role of albumin in cirrhosis: from a hospitalist’s perspective. Journal of
community hospital internal medicine perspectives. 2017 Jan 2;7(1):8-14.
49. Mukherjee S, John S. Lactulose. [Updated 2021 Jul 19]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536930/?
report=classic
50. Rodrigues SG, Mendoza YP, Bosch J. Beta-blockers in cirrhosis:
evidence-based indications and limitations. JHEP reports. 2020 Feb
1;2(1):100063.
51. Chang PY, Chung CH, Chang WC, Lin CS, Lin HH, Dai MS, Ho CL,
Chien WC. The effect of propranolol on the prognosis of hepatocellular
carcinoma: A nationwide population-based study. PloS one. 2019 May
24;14(5):e0216828.
52. Chisari FV, Isogawa M, Wieland SF. Pathogenesis of hepatitis B virus infection.
Pathol Biol (Paris). 2010 Aug;58(4):258-66. doi: 10.1016/j.patbio.2009.11.001.
Epub 2010 Feb 8. PMID: 20116937; PMCID: PMC2888709.
68