Anda di halaman 1dari 7

Yohanes 1:1-3 |
Di tahun baru 2019 ini, kita akan memulai sebuah seri baru, yaitu Injil Yohanes.
Injil Yohanes adalah sebuah kitab yang ditulis dalam bahasa yang sangat sederhana
tetapi mengandung makna yang sangat dalam. Di sinilah letaknya kejeniusan
seorang Yohanes. Sederhana tetapi makna rohani dari Injil ini juga sangatlah
mendalam.

TINDAKAN MORAL YANG NYATA


Ketika kita mendekati firman Allah, adalah penting untuk mengetahui bahwa firman
Allah menuntut tindakan moral yang nyata. Umpamanya dikatakan di  Kejadian 1:1
bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Iblis tahu, Jezebel tahu,
Yudas juga tahu. Namun mereka tidak menjadi lebih baik dengan mengetahui fakta
itu. Tidak ada seorangpun menjadi lebih baik dengan mengetahui bahwa Allah
begitu mengasihi dunia sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal. Di
neraka banyak orang yang tahu fakta ini. Semua kebenaran teologis sebenarnya
tidak berguna sama sekali kecuali diterjemahkan ke dalam tindakan moral. Itulah
tugas sulit dari seorang pengkhotbah dan gembala, yaitu berbicara sedemikian rupa
sehingga kehendak pendengar digerakkan untuk melakukan tindakan-tindakan moral
yang nyata.
Saya akan membacakan kepada saudara Yohanes 1:1-3 dengan terjemahan yang
paling tepat berdasarkan riset yang menyeluruh:

1
  Pada mulanya adalah Firman; Firman itu [mengacu pada] Allah dan Firman
itu adalah Allah.  2   Ia pada mulanya [mengacu pada] Allah.  3   Segala sesuatu
dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala
yang telah dijadikan.

Terjemahan di atas adalah yang paling tepat untuk nas ini. Kita jangan begitu cepat
berasumsi bahwa Firman itu adalah Yesus seperti yang dilakukan banyak orang.
Kaitan antara Firman dan “daging” baru disebutkan di ayat 14, dan kita akan
meneliti makna kalimat “Firman itu sudah menjadi daging” di lain waktu. Nama
Yesus sendiri baru muncul di ayat 17. Saya tidak akan membahas semua itu di sini
karena itu bukan maksud dari pesan hari ini.
Membaca dengan terjemahan di atas, kita akan menemukan bahwa pembacaan ini
selaras dengan apa yang dinyatakan di Kejadian 1, yaitu Allah menciptakan segala
sesuatu dengan firman-Nya. Kosmologi yang sejati dan alkitabiah adalah
“Berfirmanlah Allah dan jadilah demikian”.

MENGUTAMAKAN ALLAH DAN MENGUTAMAKAN FIRMAN


“Pada mulanya Allah” adalah kalimat yang paling penting dalam Alkitab. Seluruh
Alkitab dibuka dengan kalimat ini. Sebelum ada apa-apa adalah Allah. Yang lainnya
datang kemudian. Dalam bahasa yang sederhana, itu berarti menomorsatukan Allah.
Dialah yang harus diutamakan di atas segala-galanya. Dialah yang harus
dinomorsatukan di dalam setiap aspek kehidupan kita. Itulah inti dari pesan firman
Allah. Apakah dosa? Dosa adalah ketika Allah tidak lagi diutamakan, ketika Allah
bukan lagi nomor satu. Pada permulaannya bukan lagi Allah… pada permulaannya
adalah monyet, beruk, simpanse… atau lebih ke belakang lagi sebuah sel, atau
amoeba. Apa itu pemberhalaan? Pemberhalaan terjadi ketika Allah bukan lagi
permulaan, yang pertama dan yang utama.
Namun apa artinya mengutamakan Allah? Secara praktek, bagaimana kita
menomorsatukan Allah? “Pada mulanya adalah Firman”! Kita mengutamakan Allah
dengan mengutamakan Firman-Nya, dan membiarkan Firman meresap dan
menguasai setiap aspek kehidupan kita. “Pada mulanya Allah” sepadan dengan
“Pada mulanya Firman”. Itu sebabnya ada pandangan yang wajar yang berpendapat
bahwa Injil Yohanes seharusnya ditempatkan sebagai kitab yang pertama dari
Perjanjian Baru sehingga keduanya PL dan PB dibuka dengan frasa yang sama,
“Pada mulanya.”
Firman itu adalah Firman yang kreatif dan sangat berkuasa. Sama seperti Firman itu
menjadikan ciptaan material di kitab Kejadian, Firman yang sama di PB datang ke
dunia ini untuk menghasilkan ciptaan baru.

TELADAN YESUS
Untuk memahamai apa artinya mengutamakan Firman, kita mengarahkan perhatian
pada model yang terbaik, yaitu Yesus sendiri.  Injil mengisahkan cerita kelahiran
Yesus dengan cukup mendetail. Setelah kisah kelahirannya, tidak ada informasi
yang lain sampai Yesus tiba-tiba muncul saat berusia kira-kira 30 tahun, dan Injil
menceritakan tindakan dan perbuatannya dari situ. Kita nyaris tidak tahu apa-apa
tentang masa kanak-kanak Yesus, kecuali sebuah peristiwa ketika dia berusia 12
tahun. Apa kejadiannya? Ya, kejadian Yesus menghadiri Pedalaman Alkitab! Ayah
dan ibunya hilang selama tiga hari tetapi Yesus tidak sadar, atau mungkin tidak
peduli, dia lebih asyik mendengarkan para guru agama dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan. Dia sibuk dengan urusan tentang Bapanya di Surga. Dengan cara yang
sama, itulah caranya kita berada dalam urusan-urusan Bapa, yakni melalui firman-
Nya. Jika kita tidak bersentuhan dengan firman-Nya, bagaimana mungkin kita dapat
bersentuhan dengan urusan-urusan-Nya? Jika kita tidak bersentuhan dengan urusan-
urusan-Nya, bagaimana mungkin kita bersentuhan dengan Dia? Kisah ini merupakan
sebuah jendela kepada masa kecil Yesus yang harus menjadi pedoman hidup kita.
Langsung setelah itu ialah kisah pembaptisan dan pencobaan Yesus. Apa jawaban
pertama Yesus kepada Iblis? “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja,
tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Dari sini kita belajar satu
hal yang sangat penting dari Yesus. Sebagai pelayan Tuhan, kita cenderung
mempelajari firman Tuhan hanya untuk melayani, sebagai persiapan khotbah.
Dengan kata lain, kita melihatnya sebagai sebuah “alat” untuk pelayanan. Ketika
tidak ada tekanan pelayanan, maka kitapun kendur dan “beristirehat” dari firman
Tuhan. Namun Yesus adalah tukang kayu yang merenungkan firman Allah setiap
hari karena dia melihatnya sebagai makanan. Ia mempelajarinya bukan untuk
pelayanan, tetapi untuk menjalani hidup yang berkemenangan. Yesus di sini dengan
jelas memberitahu kita bagaimana caranya manusia harus hidup. Perhatikan juga
kata “setiap”. Kita hidup dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Dengan
kata lain, jika kita melewatkan satu kata saja, kita harus membayar harganya. Kita
tidak akan mengalami kepenuhan yang dijanjikan oleh firman itu. Mengapa hidup
kita menyebalkan? Tidak ada alasan lain kecuali saudara melewatkan firman-Nya.
Mengapa hidup kita tidak bahagia? Mengapa selalu bertengkar? Mengapa hidup kita
dangkal? Selalu ketakutan? Selalu kuatir? Selalu kalah? Alasannya hanya satu: tidak
seperti Yesus yang hidup dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah, kita
bahkan tidak tahu apa yang tertulis. Untuk melawan Iblis, Yesus memulai setiap
perlawanan dengan “Ada tertulis”, “Ada pula tertulis” atau “Sebab ada tertulis”!

MAKNA HIDUP
Saya juga meyakini bahwa jika kita hidup dari setiap firman yang keluar dari mulut
Allah, kita juga akan menemukan makna hidup yang sejati. Kata “firman” di
Yohanes 1:1 ialah logos. Kata logos memiliki makna yang cukup luas, tapi salah
satu yang paling dasar ialah “kata” atau dalam bahasa Inggris “word”. Ketika kita
berhadapan dengan sebuah kata, hal berikut yang kita pikirkan ialah makna kata itu.
Menurut Viktor Frankl  yang menulis, “Man’s Search for Meaning”, “Kehidupan
bukanlah sebuah pencarian akan kesenangan atau kekuasaan, tetapi sebuah
pencarian akan makna”. Tugas paling besar bagi setiap orang adalah menemukan
makna dalam kehidupannya. Orang yang menemukan maknalah yang sanggup
mengharungi kesusahan dan tragedi kehidupan ini dengan baik. Entah bagaimana
mereka akan keluar dengan karakter yang lebih baik. Orang yang hidup dari setiap
firman yang keluar dari mulut Allah akan menemukan makna yang sejati dalam
hidupnya. Kehidupan kita mendefinisikan firman itu, dengan kata lain, hidup kita
akan menjadi kamus bagi firman itu sendiri.

FIRMAN ALLAH ITU “HIDUP”


Mari kita membaca 2 Timotius 3:16-17,

  Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk
16

menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang


dalam kebenaran.  1 7   Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah
diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Kata “diilhamkan” berarti “dihembus nafas Allah”. Hal ini dapat diumpamakan
seperti penciptaan Adam, ketika Allah menghembuskan nafas-Nya ke dalam patung
Adam, dan Adam menjadi makhluk yang hidup. Jadi Kitab Suci ialah sebuah kitab
yang sangat spesial dan unik. Kalau kita akrab dengan segala yang dikatakan
tentang firman Allah oleh Allah, kita tahu bahwa firman Allah itu adalah sesuatu
yang hidup. Namun hidupnya firman Allah itu bukanlah sesuatu yang terjadi secara
otomatis bagi setiap orang.

Saya akan mengilustrasikan hal ini dengan memakai konsep


dari film “VENOM.” Film ini menceritakan tentang sesuatu yang hidup yang datang
dari angkasa lepas dan untuk hidup di bumi, ia harus menemukan inang atau “tuan
rumah” yang cocok. Ada sesuatu yang sangat mirip tetapi juga sangat berbeda
antara cara kerja VENOM dan firman Allah. Keduanya “datang ke dalam dunia”
(Yoh 1:9). Venom itu juga sesuatu yang hidup dan harus menemukan inang yang
cocok. Ketika ia menemukan inang yang cocok, akan terjadi simbiosis antara
Venom dan orang itu. Saat proses simbiosis atau proses “menjadi satu” itu berhasil,
maka orang itu akan berubah menjadi VENOM. Tentu saja, firman Allah tidak
menjadikan kita VENOM, tetapi kita menjadi satu dengan Firman itu, yang
menjadikan kita seperti Kristus, atau manusia Allah yang sempurna untuk setiap
perbuatan baik. Persamaannya ialah keduanya perlu menemukan inang yang cocok,
dan tidak semua orang itu cocok untuk menjadi tuan rumah bagi Firman Allah.
Tentu saja ada dua perbedaan penting antara VENOM dan firman Allah. Pertama,
organisme Venom memasuki tubuh orang apakah ia diterima atau tidak. Ia
memaksakan dirinya atas orang untuk menjadi inangnya. Namun firman Allah tidak
pernah memaksakan dirinya. Ia harus diterima orang, dan seringkali ia ditolak dan
tidak diterima (Yoh 1:11). Perbedaan kedua ialah Venom akan membunuh inang
yang ternyata tidak cocok. Sebaliknya firman Allah pula yang akan mati jika
ternyata orang yang menjadi inangnya menolaknya. Firman Allah “dihimpit sampai
mati” (Mrk 4:7) oleh kekhawatiran hidup dan tipu daya kekayaan dalam hati
manusia. Keasyikan kita dengan hidup kita seringkali membuat kita membunuh
firman Allah di dalam kehidupan kita.
Namun bagi orang yang memiliki hati yang baik, dia akan seperti yang digambarkan
oleh Mazmur 1:

1
  Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang
tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan
pencemooh,  2   tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang
merenungkan Taurat itu siang dan malam.  3   Ia seperti pohon, yang ditanam di
tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu
daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.

Orang seperti ini selalu segar, selalu fresh, selalu menghasilkan buah! Sampai kapan
dia selalu fresh dan segar?

Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar… (Mzm
92:15)

Tiga puluh tahun yang lalu, saya membaca sebuah buku yang bab terakhirnya diberi
judul, “What kind of old man you want to be?” Bab ini menarik inspirasi dari
Kaleb, yang berkata kepada Yosua pada usia 85 tahun,

“Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini; pada
waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti
kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang
dan untuk keluar masuk. Oleh sebab itu, berikanlah kepadaku pegunungan, yang
dijanjikan Yahweh pada waktu itu, sebab engkau sendiri mendengar pada waktu
itu, bahwa di sana ada orang Enak dengan kota-kota yang besar dan berkubu.
Mungkin Yahweh menyertai aku, sehingga aku menghalau mereka, seperti yang
difirmankan Yahweh.”

Kalau saya adalah Kaleb, dan setelah


berjuang seumur hidup dan akhirnya masuk ke tanah perjanjian pada usia tahun 85,
saya akan meminta sebidang tanah untuk bercocok tanam dan pensiun dengan
tenang! Biar orang-orang muda yang meneruskan perjuangan. Akan tetapi Kaleb
meminta untuk diberikan tantangan paling besar. Dari pengamatan saya, tidak
banyak orang yang menua dengan baik. Kebanyakan orang menjadi semakin sulit,
semakin cerewet, semakin sulit minta maaf, pahit, marah-marah dan akhirnya
dijuluki “grumpy old man” (orang tua yang pemarah). Saya harap tidak seorangpun
di antara kita suatu hari nanti menjadi “grumpy old man” atau “grumpy old lady”.
Sebaliknya kita semua yang hidup dari firman Allah akan menua menjadi “sweet old
men” and “sweet old ladies”, semakin berbuah dan semakin segar secara rohani
dengan bertambahnya usia. Kita jarang bertemu dengan lansia yang seperti itu, bisa
dihitung dengan jari. Dan mereka yang semakin tua, semakin indah pasti adalah
orang yang telah menjadikan firman Allah sebagai pedoman hidupnya.

EFEK FIRMAN ALLAH TERHADAP KATA-KATA KITA


Yang terakhir, saya akan membagikan tentang efek yang paling langsung dari
firman Allah terhadap kita: yaitu cara kita berbicara. Firman adalah “kata” dan
pengaruhnya yang paling besar adalah terhadap “kata-kata” kita.  Saya percaya efek
yang pertama dari pencurahan Roh Kudus atas diri kita, adalah Ia akan mengubah
cara kita berbicara: yang membisu mulai berbicara, yang berbicara kotor menjadi
bersih, yang suka gosip mulai mengucapkan kata-kata membangun, dan secara
spesifik berdasarkan Kisah Para Rasul, berkata-kata tentang “perbuatan-perbuatan
besar yang dilakukan Allah”! [bahasa lidah di Kisah adalah bahasa yang dimengerti
oleh pendengar]. Lidah-lidah nyala api yang hinggap pada mereka mengingatkan
kita pada bara api yang menyentuh bibir Yesaya dan menyucikan bibir najisnya.
Satu lagi efek yang paling utama ialah: yang suka berbohong dan berdusta akan
berhenti berdusta, dan mengucapkan kebenaran. Di Kejadian 1 dan 2, saat Allah
berfirman maka bermunculanlah segala suatu yang baik dan yang sangat amat baik.
Di Kejadian 3, Iblis pertama kali membuka mulut, dan yang keluar adalah dusta.
Tidak heran, Iblis disebuti “bapa segala dusta”. Kita sekarang tahu siapa yang
menjadi bapa orang yang suka berdusta! Ini sangat penting karena kehidupan rohani
adalah tentang membangun hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia,
dan unsur yang paling penting dalam membangun hubungan adalah “trust” atau
“kepercayaan”. Hubungan tidak dapat dibangun jika ada kecurigaan. Kita harus
menjadikan aturan hidup untuk selalu berbicara kebenaran, setidaknya jangan
berbohong. Pada dasarnya kita harus selalu mengatakan apa yang benar, tetapi kita
tidak selalu mengetahui apa yang benar. Dengan kata lain, kita tidak selalu dapat
mematuhi bagian pertama dari aturan itu karena ketidaktahuan. Akan tetapi bagian
kedua dari aturan itu dapat kita lakukan selalu, yaitu minimal jangan berbohong
atau berdusta. Dusta Iblis merusak hubungan Adam dengan Allah dan juga istrinya,
Hawa. Tidak ada apa-apa yang baik yang dihasilkan oleh dusta kecuali bencana.
Itu sebabnya saya tidak peduli seberapa hebat orang dapat berbicara dalam bahasa
lidah, atau seberapa rumit bahasa lidahnya, jika dia tidak dapat mengekang lidahnya
dalam bahasa bunda, saya kesulitan mempercayai orang itu dipenuhi Roh Kudus.
Ada banyak orang yang “dapat” berbahasa lidah semasa penyembahan, tetapi tidak
mengedipkan mata ketika berbohong. Saya tidak akan mempercayai orang seperti
ini. Yakobus mengatakan dengan jelas, “Jikalau ada seorang menganggap dirinya
beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-
sialah ibadahnya.” Dengan kata lain, nilai ibadahnya adalah nol besar. Sebaliknya,
Yakobus juga mengatakan, “barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia
adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.”
Firman itu datang untuk menghasilkan sebuah ciptaan baru di antara kita. Di kitab
Kejadian, Firman itu menciptakan langit dan bumi yang layak dihuni manusia. Di
kitab Yohanes, Firman itu datang menghasilkan manusia baru yang layak menghuni
langit dan bumi yang baru. Mulai sekarang, saya harap saudara semua tidak lagi
memandang Alkitab sebagai firman yang pernah difirmankan, tetapi firman yang
sedang berfirman. AMIN.

Anda mungkin juga menyukai