Kelompok 5
DOSEN PENGAMPU
PROGAM STUDI
KEPERWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020/2021
Kasus 1 : Hernia
Seorang laki-laki Tn. N dengan umur 46 tahun berpendidikan SLTA di diagnosa mengalami Hernia
Inguinalis Lateral Dextra di Instalasi Bedah RS X. Datang dengan keluhan ada benjolan di bagian paha sebelah
kanan, benjolan ini muncul mulai sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. dalam 1 minggu terkhir benjolan yang
dirasakan semakin lama semakin sakit dengan skala 6.kondisi membuat pasien sering terbangun dan bangun
tidak segar. Pasien direncanakan operasi besok. hasil pengkajian mendapati pasien tegang dan takut untuk
dioperasi, belum pernah dioperasi sebelumnya, pasien sering menanyakan kapan operasinya, bagaimana
suasana di ruang operasi, jam berapa mulai operasinya, berapa lama, sakit atau tidak, lama atau tidak, dibius
atau tidak. Keadaan umum lemah, GCS 15 E4V5M6, TD : 130/80 mmHg, S : 36,5 oC, Nadi : 104 x/mnt, RR : 24
x/mnt. pemeriksaan labor didapatkan
Hemoglobin 14.8 g/dl, Eritrosit 4.71 106 /ul, Hematokrit 43 %, Leukosit 5.7 103 /ul,
Trombosit 258 103 /ul.
1. jelaskan Mekanisme seseorang mengalami hernia dan sebutkan apakah jenis hernia yang dialami
oleh Tn N ini? (buatlah (WOC)
Jawab :
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat
mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan
bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya
pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama,
pembedahan abdominal dan kegemukan.
Pertama – tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia.
Karena organ – organ selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah, sehinggga akhirnya
menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah
terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren.
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang
meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi
otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra
abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke
dalam kanalis inguinalis. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah
tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen.
Jenis Hernia pda Tn.T yaitu Hernia Inguinalis. Hernia inguinal atau hernia inguinalis adalah salah satu hernia
yang terjadi akibat adanya jaringan lunak dalam tubuh yang menonjol dan akan terlihat pada bagian bawah
perut dekat lipatan paha.
WOC
Hernia
Cincin hernia
Penekanan
Terputusnya
kontiunitas jaringan Lama tersimpan simpul
lunak
Gangguan rasa
nyaman dan nyeri
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Peningkatan Hipoperistaltik
metabolisme Masuknya usus
Gangguan rasa mikroorganisme
nyaman nyeri
Kebutuhan nutrisi Gangguan
eliminasi BAB
konstipasi
Resiko tinggi
Perubahan nutrisi
infeksi
kurang dari
Kurang
kebtuuhan tubuh Gangguan
perawatan
mobilitas
2. Buatlah 3 diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada pasien diatas lengkap sampai ke intervensi
dengan pendekatan 3S (SDKI,SIKI,SLKI)?
TABEL ANALISA DATA
Data
NO. Problem Etiologi
Subjektif Objektif
INTERVENSI KEPERAWATAN
3. Buatlah pengkajian tambahan yang dapat ditambah untuk kasus diatas dengan menggunakan 11
fungsional gordon.
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas klien
Nama : Ny. Y
Umur : 4 5 tahun
Pendidikan :-
Pekerjaan : Swasta
1. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan ada benjolan di bagian paha sebelah kanan
Keluhan ada benjolan di bagian paha sebelah kanan, benjolan ini muncul mulai
sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu
Pasien mengabaikan benjolan yang ada di pahanya yang sudah ada sejak 10
tahun lalu sehingga menimbulkan rasa nyeri
2. Pola aktivitas dan latihan
penurunan rentang gerak aktivitas yang biasa dilakukan
5. Pola eliminasi
Gejala konstipasi mengalami kesakitan defekasi
9. Pola seksual-reproduksi
Libido menurun sehingga sehingga pola seksual reproduksi berubah
a. Agama
b. Ibadah
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin 14.8 g/dl,
Eritrosit 4.71 106 /ul,
Hematokrit 43 %,
Leukosit 5.7 103 /ul,
Trombosit 258 103 /ul.
Hindari mengangkat benda berat atau melakukan aktivitas yang berlebihan, selama 4-6 minggu.
Hindari mandi dengan cara berendam, sampai perban dan jahitan sudah dilepas. Perban biasanya
dilepas pada hari kelima setelah operasi, sedangkan jahitan dilepas pada hari ketujuh setelah operasi.
Jangan dulu berhubungan seksual, setidaknya selama 2 minggu.
Jangan merokok, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan menghambat proses
penyembuhan luka.
Hindari mengendarai kendaraan, setidaknya selama 2-3 hari setelah operasi. Hal ini karena
pengaruh obat bius dan pereda nyeri dapat membuat Anda merasa pusing, mengantuk, tidak fokus, atau
sulit mengingat.
Hindari mengonsumsi alkohol, karena dapat menghambat pemulihan.
Hindari mengenakan pakaian yang terlalu ketat, agar bekas luka tidak tergesek sehingga sulit
sembuh
Kasus 2 : Ca Kolon
Seseorang laki-laki Tn M berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani datang ke RS dengan keluhan
tidak bisa BAB dan mual muntah, kebiasaan harian pasien adalah kurang minum dan suka mengknsumsi
makanan berlemak dan siap saji. hasil diagnosa medis diindikasikan mengalami ca rektum dan dilakukan
tindakan operasi laparatomi sgera. Pengkajian dilakukan setelah 15 jam operasi di ruang rawat bedah
mawar. hasil pengkajian didapatkan bahwa kondisi Tn M masih lemah, mengeluh nyeri di daerah operasi
dan posisi masih tirah baring. hasil TTV didapatkan TD 120/95 mmHg, S = 38 0 C,nadi 100x/mnt, RR
20x/mnt, BB 75 Kg saat ini pasien masih puasa, peristaltik masih lemah. Hasil observasi didapatkan bahwa
pasien hanya tidur terlentang, pasien mengataka bahwa ia takut bergerak,khawatir selang yang ada lepas
dan sulit bergerak karenanyeri yang dirasakan sanga kuat dengan skala 8. urin output 300 cc/hari saat ini
pasien terpasang infus Nacl 0,09 % 2 kolf/hari. dan mendapatkan terapi : ketorolac(30 mg) 3x1 IV,
Cefriaxon 2x500 mg vit K 2x 1 Amp
Predisposisi Presipitasi
Kanker Kolon
Anemia
M.K
Intoleransi
Akivitas
Korteks cerebri
Nyeri dipersepsikan
Do :
- Skala nyeri 8
b. Intervensi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
3. Tambahkan pengkajian yang dibutuhkan untuk pasien ini dengan menggungakan pengkajian 11
fungsional Gordon
1) Pola presepsi dan manajemen Kesehatan
Pehamanan pasien terhadap penyakitnya.
2) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja yang sering di konsumsi,
makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya.
Dan didalam kasus pasien kurang minum dan suka mengknsumsi makanan berlemak dan siap saji.
3) Pola Eliminasi
Sebelum sakit : kaji kebiasaan BAB, BAK, frekuensi,
Sesudah sakit : kaji warna BAB, BAK, adakah keluar darah atau tidak, keras, lembek,
cair ,perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada saat defekasi, pasien mengeluh tidak
bisa BAB
4) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan olaraga.
5) Pola kognitif dan persepsi
Kaji fungsi kognitif klien seperti pendengaran,penglihatan,peraba,penciuman terhadap tubuh.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan dengan
keluarga.
7) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam
Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan
8) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-teman sekitar lingkungan rumah,
aktif dalam kegiatan adat
9) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya dan
lingkungan sekitar.
10) Pola toleransi stress koping
Kaji metode cara pasien mengatasi stess, mendefenisikan stressor, toleransi terhadap stress,
efektivitas koping.
11) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang dianut,
mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
- Digunakan sebelum atau setelah operasi dan prosedur medis yang dapat menyebabkan nyeri.
Efek samping :
- Sakit perut
Istirahatkan tubuh Anda agar lebih rileks. Makan dan minum secara perlahan dalam porsi lebih
sedikit, tetapi lebih sering dapat membantu mengurangi efek samping ini. Anda juga bisa
mengompres perut dengan handuk hangat atau botol berisi air panas.
- Mual
Hindari makanan yang sulit dicerna. Jangan berbaring setelah makan. Beristirahatlah dengan
posisi kepala lebih tinggi dari kaki Anda. Jika Anda merasa mual saat bangun di pagi hari,
makanlah daging tanpa lemak atau keju sebelum tidur. Anda juga bisa meletakkan biskuit di
samping tempat tidur Anda dan makanlah sedikit sesaat setelah bangun tidur. Minumlah
setidaknya enam gelas air sehari.
- Muntah
Duduk atau berbaring dalam posisi bersandar. Minumlah sedikit minuman manis. Minuman
yang mengandung gula mampu membantu menenangkan perut. Namun, hindari minuman
asam, seperti jus jeruk atau jus anggur.
- Diare
Untuk mengatasi diare ringan, Anda perlu mengganti cairan dan elektrolit (garam) yang hilang
dengan meminum banyak air atau minuman olahraga kaya elektrolit. Hindari kopi, minuman
berkafein, minuman manis, soda, dan alkohol karena memiliki efek pencahar. Hindari juga
produk susu.
- Pusing
Jika Anda mulai merasa pusing, berbaringlah agar tidak pingsan, lalu duduklah sampai Anda
merasa lebih baik. Berhati-hatilah saat mengemudi atau mengoperasikan mesin, jika Anda
mengalami efek samping ini.
- Konstipasi (sembelit)
Minumlah banyak air dan konsumsilah makanan seimbang dengan banyak buah dan sayuran.
Jika efek samping ini terasa mengganggu, beri tahu dokter Anda.
- Perut kembung
- Mengantuk
Cefriaxon 2x500 mg
Indikasi :
- Infeksi saluran kemih
- Infeksi mata
- Efek samping :
Efek Samping :
- Sakit perut.
- Diare.
- Berkeringat berlebihan.
- Meski jarang terjadi, ada juga risiko efek samping lain yang lebih serius, seperti sesak napas,
demam, detak jantung tidak teratur, kejang, sakit saat buang air kecil, dan memar di tubuh.
Vit K 2x 1 Amp
Indikasi :
- Mengatasi gangguan pendarahan akibat defisiansi vitamin K
- Membantu proses pembekuan darah
Efek samping :
- Pusing berat seperti terasa akan pingsan
- Bibir membiru
- Sesak napas
Kasus 3 : Apendiks
Seorang wanita 21 tahun datang ke RS dengan keluhan perut bagian kanan bawah terasa sakit dan
panas. keluarga membawa klien berobat ke Puskesmas S, tetapi selama satu hari minum obat yang diberikan
tidak ada perubahan kondisi, klien masih merasakan sakit perut dibagian kanan bawah dan muntah. Pada
tanggal 26 April 2020 keluarga membawa klien ke RS M, setelah dilakukan pemeriksaan, kemudian klien
dirujuk ke RSUD X. Klien datang ke RSUD X pada hari jum’at tanggal 26 April 2020 jam 09.00 dengan
keluhan perut bagian kanan bawah terasa sakit dan panas, setelah dilakukan pemeriksaan kemudian klien
disarankan untuk opname di ruang bedah RSUD X. dan dilakukan tindakan operasi pada tanggal 30 mei 2020.
Saat tersadar pasien mengeluh sakit sekitar jahitan terutama jika digunakan untuk beraktifitas, terasa panas
seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri hilang timbul dengan skala 4.Klien mengatakan nyeri pada luka
jahitan (abdomen), terutama jika digunakan untuk aktifitas. Semua aktivitas dibantu.
Tanda-tanda Vital didapatkan TD : 110/70 mmhg N :79 x/menit
RR : 20 x/menit S : 360 c BB : 70 kg TB : 170 cm
Abdomen
Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan jahitan rapi, luka bersih, tidak ada
pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak, panjang luka ± 5 cm, terdapat 5 jahitan luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 17 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal maupun limfa, suhu sekitar luka hangat.
Laboratorium, 30 Mei 2020
Jawab :
A. Defenisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab nyeri
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai
cacing yang terinfeksi (Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010)
B. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Appendisitis
Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks adalah organ berbentuk tabung dan
sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks
vermiformisbervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada
permukaan aspek posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas.
Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di bagian proksimal (S. H. Sibuea, 201
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di region iliaca dextra. Pangkalnya
diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca
anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti Hardiyanti Sibuea, 2014).
Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari
apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum berjalan kontinue disepanjang apendiks dan berakhir di
ujung apendiks. Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di ujung dari
apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular, derivate cabang inferior dari arteri
ileocoli yang merupakan trunkus mesentrik superior. Selain arteri apendikular yang memperdarahi
hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena
apendiseal cabang dari vena ileocolic berjalan ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke
sirkulasi portal (Eylin, 2009).
b. Fisiologi Appendisitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Arifin, 2014).
C. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktormyang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica (Jong,2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010)
D. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang
terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis
berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini
kemudian berlanjut ke submukosa danm melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan
eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan
peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau
dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi
distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang
kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke
rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi
(Burkitt, 2007).
WOC
E. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis kronik
(Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal.
Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.
F. Manifestasi Klinis
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis meliputi :
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis seringkali belum jelas,
dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara
periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah
dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra abdominal luka operasi pada
klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara
pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah suatu tindakan
pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi
apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada
keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi pada abdomen
bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi
pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen
dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya,
2015) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi klien sudah
boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini
pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat
kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu
pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka dan
laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan
dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong
melalui lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus
(Dewi, 2015).
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut
sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super
mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya
dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti
penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi
apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan
dikeluarkan melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif
apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
H. Komplikasi
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah
atau daerah pelvis. Massa ini mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini
(appendektomi dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan
appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit.
Sedangkan appendektomi interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif
awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.
Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24
jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih
dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis
segera untuk membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut.
Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi,
atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
dapat menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah
sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamur bila dicurigai
penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh.
Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien.
2. Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup
robekan yang terjadi pada organ dalam.
Diagnosa Keperawatan
Pre-Operasi
1. Nyeri Akut b.d Agen pencidera fisiologis (inflamasi) d.d mengeluh nyeri
Post Operasi
1. Nyeri Akut b.d Agen pencidera fisik (Prosedur operasi) d.d mengeluh nyeri, tampak meringis
2. Risiko Infeksi b.d Efek prosedur invasive d.d mengeluh tidak nyaman di sekitar jahitan, mengeluh nyeri
pada luka jahitan (abdomen), terdapat luka post operasi.
Intervensi Keperawatan
3. Buat Pengkajian 11 gordon dan lengkapi dengan pengkajian tambahan yang dibutuhkan
Jawab :
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Suku Bangsa:-
Alamat : -
Tanggal Pengkajian:-
No. RM : -
2. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Keluhan saat dilakukan pengkajian klien mengatakan perut bagian kanan bawah terasa sakit dan
panas. Klien mengeluh sakit sekitar jahitan terutama jika digunakan untuk beraktifitas, terasa
panas seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri hilang timbul.
2) Alasan masuk RS
Keluarga mengatakan pada klien mengeluh perut bagian kanan bawah terasa sakit dan panas,
keluarga membawa klien berobat ke Puskesmas S, tetapi selama satu hari minum obat yang
diberikan tidak ada perubahan kondisi, klien masih merasakan sakit perut dibagian kanan bawah
dan muntah. Pada tanggal 26 April 2020 keluarga membawa klien ke RS M, setelah dilakukan
pemeriksaan, kemudian klien dirujuk ke RSUD X. Klien datang ke RSUD X pada hari jum’at
tanggal 26 April 2020 jam 09.00 dengan keluhan perut bagian kanan bawah terasa sakit dan
panas, setelah dilakukan pemeriksaan kemudian klien disarankan untuk opname di ruang bedah
RSUD X dan dilakukan tindakan oprasi pada tanggal 30 Juni 2020
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Setelah dirujuk akhirnya klien disarankan untuk opname di ruang bedah RSUD X dan
dilakukan tindakan oprasi
b. Status Kesehatan Masa Lalu
2) Pernah dirawat:-
3) Alergi:-
2) Pola Nutrisi-Metabolik :-
3) Pola Eliminasi :-
Kemampuan 0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi ROM √
Keterangan :
0 = Mandiri
1 = Di bantu orang lain
2 = Dengan alat bantu
3 = Di bantu orang lain dan alat
4 = Tergantung total
5) Pola Kognitif dan Persepsi :-
8) Pola Peran-Keluarga :-
9) Pola seksual-Reproduksi:-
4. Pengkajian Fisik
TD : 110/70 mmhg
N :79 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 360 c
c. Keadaan Fisik
Abdomen
Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan jahitan rapi, luka bersih,
tidak ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak, panjang luka ± 5 cm, terdapat 5 jahitan luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 17 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal maupun limfa, suhu sekitar luka hangat.
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Infuse RL 20 tpm
4. Buatlah edukasi apa yang dibutuhkan untuk pasien post operasi apendiktomi
Jawab:
Penatalaksanaan pasien post operasi apendiktomi:
a. Observasi tanda- tanda vital
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan
e. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus
kembali normal
f. Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya
berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 kali 30 menit
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan Distensi (+), Peristaltik usus ↓, perkusi terdengar Hipertymphani, nyeri
tekan pada seluruh lapangan perut.
Ekstremitas : Akral hangat CRT <2” oedem (-) RT: Sfingter ani tidak menjepit kuat, mukosa rektum licin,
permukaan kenyal, terdapat darah berwarna merah gelap bercampur feses pada handscoon
Hasil rontgen abdomen didapatkan : Psoas line dan kontur ginjal kiri tertutup bayangan udara usus. Tampak
Dilatasi dan penebalan dinding usus. Udara usus tidak mencapai rektum. Tidak tampak bayangan radioopak di
proyeksi traktus urinarius. kontur corpus vertebra dalam batas normal Kesan : Ileus Obstruksi. Tampak :
multiple air fluid level Kesan : Ileus obstruktif.
Jawab :
Ileus adalah penurunan atau hilangnya fungsi usus akibat paralisis atau obstruksi mekanis yang dapat
menyebabkan penumpukan atau penyumbatan zat makanan (Rasmilia Retno, 2013). Ileus dibagi menjadi dua
yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana
isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan atau hambatan
mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus (Ida Ratna, Nurhidayati, 2015). Ileus obstruktif
merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga memerlukan penanganan segera.
Dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif merupakan penyumbatan pada usus yang disebabkan oleh hernia,
adhesi atau pelengketan, tumor yang menyebabkan isi usus tidak dapat disalurkan ke distal.
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus menurut Margaretha Novi Indrayani (2013) antara lain
a. Hernia inkarserata :
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit oleh cincin hernia
sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan) dan strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan
terhentinya aliran darah ke usus).
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal sebelumnya atau proses inflamasi intra
abdominal. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat
atau luas.
2) Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor.
Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan
tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus
yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
3) Volvulus Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus
sepanjang aksis usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan
makanan) terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di
bagian ileum.
4) Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi . Hal
ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium
yang menekan usus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul (koneksi abnormal antara pembuluh darah,
usus, organ, atau struktur lainnya) dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan
batu empedu masuk ke raktus gastrointestinal.
Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan direabsorbsi, bila usus
tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam usus dan sebagian dieliminasi melalui muntah, yang
menyebabkan pengurangan besar volume darah sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik dan
penurunan aliran darah ginjal dan serebral.
Pada awitan obstruksi, cairan dan udara terkumpul pada bagian proksimal sisi yang bermasalah,
menyebabkan distensi. Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih tegas pada blok usus halus karena usus
halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif, volume besar sekresi dari usus halus menambah distensi,
sekresi satu-satunya yang yang bermakna dari usus besar adalah mukus.
Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus berusaha untuk mendorong
material melalui area yang tersumbat.
Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik dan usus memperlambat proses yang disebabkan oleh
obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih
tetap berlanjut segera, tekanan intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan permeabilitas kapiler dan
memungkinkan plasma ekstra arteri yang menyebabkan nekrosis dan peritonitis.
Obstruksi usus
Distensi bertambah
Distensi pasokan darah
ke dalam usus sehingga Peristaltik usus menurun
menghambat absorbsi
usus
Nyeri
dehidrasi
dipersepsikan
Syok
Risiko
Ketidakseimbangan
Dekompensasi
elektrolit
Jawab:
Pengkajian
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 39 Tahun
3) Status Kesehatan
Pernah dirawat :-
Alergi :-
Kebiasaan : makanan berlemak (+), tidak senang makan sayur (+) Suka
telat makan, tidak berolahraga.
Data objektif:
Peristaltikusus menurun
Adanya
distensi
Data objetif :
Nyeri dirasakan terus
menerus
penurunan motilitas
Data Subjektif Konstipasi
gastrointestinal
Pasien tidak ada buang
angin semenjak 2 hari
dirawat
Data Objektif:
Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makanan yang
tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
g. Hentikan pemnerian
makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda
nyeri,antiemetic), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
2. Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Observasi
Definisi: pengalaman
a. Identifikasi lokasi,
sensorik atau emosional
karakteristik durasi,
yang berkaitan dengan
frekuensi, kualitas,
kerusakan jaringan actual
intensitas nyeri
atau fungsional dengan onset
b. Identifikasi skala nyeri
mendadak atau lambat dan
c. Identifikasi respons nyeri
berintensitas ringan hingga
non verbal
berat dan konstan
d. Identifikasi faktor yang
Setelah dilakukan memperberat dan
intervensi selama 1x24 jam, memperingan nyeri
maka tingkat nyeri pasien e. Identifikasi pengetahuan
menurun dengan kriteria dan keyakinan tentang nyeri
hasil: f. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
Kemampuan
nyeri
menuntaskan
g. Identifikasi pengaruh
aktifitas (4)
nyeri pada kualitas hidup
Keluhan nyeri (4)
h. Monitor keberhasilan
Gelisah (5) terapi komplementer yang
Mual (5) sudah diberikan
Nafsu makan (4)
i. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres hangat
dingin, terapi
bermain
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
a. n. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. o. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. p. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
d. q. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
e. r. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
Jelaskan jenis
makanan yang
membantu
meningkatkan
keteraturan
peristaltic usus
anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sesuai toleransi
anjurkan
mengonsumsi
makanan yang
mengandung
tinggi serat
anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
3. untuk menguatkan diagnosa yang ditegakkan dengan menggunakan pendekatan 11 gordon
Jawab :
A. Identitas
a. Identitas Pasien
1) Nama :-
2) Umur : 39 tahun
3) Agama :-
5) Status pendidikan :-
6) Pekerjaan :-
B. Status Kesehatan
1) Keluhan utama : nyeri ulu hati dirasakan 1 minggu yang lalu, memberat ± 1 hari
saat masuk IGD RS
2) Alasan masuk rumah sakit : nyeri ulu hati dirasakan 1 minggu yang lalu
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : Bagaimana persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialami
klien, dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah
sakit
b. Pola Nutrisi-Metabolik :
- Sebelum sakit : Apakah sebelum sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan, apakah pasien mual
saat makan
c. Pola Eliminasi
1. BAB
- Sebelum sakit : Kaji apakah BAB pasien lancar, apakah ada konsistensi, kaji warna dan bau
feses, dan kaji frekuensi feses
- Saat sakit : BAB dirasakan pasien lancar, Terakhir BAB pukul 11.00 wib siang kemaren.
Dan BAB belum ada semenjak dirawat dibangsal.
2. BAK
- Sebelum sakit : Apakah pasien ada kesulitan dalam berkemih, kaji frekuensi, kaji
kekuatan saat berkemih
e. Pola Kognitif dan Persepsi : Apakah pasien mampu proses berfikir, memori, tingkat kesadaran, dan
kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan mencium
serta sensori nyeri
f. Pola Persepsi -Konsep Diri : Apakah pasien memiliki kepercayaan agama, faktor budaya dalam
menyikapi penyakit yang sedang dideritanya
g. Pola Tidur dan Istirahat : Apakah pasien ada kesulitan dalam tidur, merasa cemas, nyeri dan
kram abdomen saat tidur sehingga tidur menjadi terganggu
h. Pola Peran- Hubungan : Apakah pasien dapat melakukan peran sebagai seorang istri dan ibu,
apakah ada gangguan terhadap peran yang dilakukan dan bagaimana
hubungan pasien dengan keluarga
i. Pola Seksual-Reproduksi : Apakah hubungan pasien dengan keluarga harmonis, apakah pasien
rutin memeriksa payudara tiap bulan
j. Pola Toleransi Stress- Koping : Apakah pasien dengan lama perawatan, perjalanan penyakit yang
kronis, perasaan tidak berdaya dapat menyebabkan perasaan marah,
cemas, takut, tidak sabaran, mudah tersinggung
k. Pola Nilai- Kepercayaan : Apakah pasien menggambarkan pantangan dalam agama selama sakit,
pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama
mempengaruhi sikap tentang penyakit yang sedang diderita pasien
D. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum :-
b. Tanda-Tanda Vital :-
c. Keadaan Fisik
2. Dada :-
- Paru :-
- Jantung :-
6. Integumen :-
8. Neurologis :-
b. Pemeriksaan Penunjang
Hasil rontgen abdomen didapatkan : Psoas line dan kontur ginjal kiri tertutup bayangan udara
usus. Tampak Dilatasi dan penebalan dinding usus. Udara usus tidak mencapai rektum. Tidak tampak
bayangan radioopak di proyeksi traktus urinarius. kontur corpus vertebra dalam batas normal Kesan :
Ileus Obstruksi. Tampak : multiple air fluid level Kesan : Ileus obstruktif.
4. Buatlah materi edukasi apa yang perlu diberikan pada pasien ileus obstruktif ?
Jawab :
Perencanaan pendidikan kesehatan yang tepat untuk pasien :
1. Kita mengedukasi tentang apa itu penyakit ileus obdtruktif ,jelaskan apa pengertian, penyebab, etiologi,
patofisiologi, pengobatan dll. Karena biasanya pasien ileus obstruktif yang datang ke rumah sakit
biasanya banyak tidak mengenali dan mengetahui tentang penyakitnya
2. Berikan pemahaman kepada pasien tentang tindakan pengobatan penyakitnya serta prosedur
tindakannya.
3. Edukasikan kepada pasien untuk menghindari resiko memperparah penyakitnya