Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

I DENGAN PENYAKIT HERNIA

1.1 Konsep Penyakit Post Op Hill


1.1.1 Definisi
Hill atau Hernia merupakan penonjolan isi suatu organ melalui jaringan ikat
tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk
suatu kantung dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi didaerah perut
dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Reeves, 2020).
Hernia merupakan suatu keadaan keluarnya suatu organ yang tidak bisa kembali
ke tempat semula secara semula secara manual atau struktur organ dari tempatnya
yang normal melalui suatu defek pada area inguinal (Nurafif&Kusuma, 2017).
Hernia inguanalis hernia yang paling umum terjadi dan sebagian tonjolan di
selangkangan atau skrotum. Hernia inguanalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehinggah usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini lebih
sering terjadi pada laki-laki dan perempuan (Nurafif&kusuma, 2017).

1.1.2 Etiologi
Penyebab hernia meliputi (Safitri, 2018) :
a. Kelainan kongenital atau kelainan bawaan
b. Kelainan di dapat, meliputi :
1. Jaringan kelemahan
2. Luasnya daerah di dalam ligamen inguinal
3. Trauma
4. Kegemukan
5. Melakukan pekerjaan berat
6. Terlalu mengcan saat buang air kecil atau besar

1.1.3 Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah factor
kongenita lyaitu kegagalan penutupan prosesusvaginalis pada waktu kehamilan yang
dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalisinguinalis, faktor yang
kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat
benda berat dan factor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanalingunalis, jika
cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulusingunalisekstermus. Apabila
hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanalinguinalis berisi
tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat
kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara
spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini
akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan
terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan
mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus
yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang
akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi
hernia ini akan menjadi nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi
perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local atau prioritas jika terjadi
hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan
peristaltikusus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan
timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri
yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah (Setiadi,
2019).

1.1.4 WOC
Bayi baru lahir Pekerjaan berat, batuk, Kegemukan,
mengejan, kebiasaan kelemahan abdomen
menganggangkat berat
Prosesus vaginalilis
peripneal
Otot dinding abdomen
Peningkatan tekanan tipis atau mengalami
Kranalis ingguinlis intraabdomen kelemahan
terbuka

Fasia abdomen tidak


Peritoneum tertarik mampu menahan tekanan

Hernia inguanalis
lateralis kongenital Hernia inguanalis lateralis

Hernia

Pre Op Post Op
Peningkatan isi
abdomen memasuki Insisi bedah
Ansietas kantung hernia

Peristaltic usus Terputusnya jaringan


Peningkatan tekanan tergaggu,sumbatan saraf
saluran cerna

Sistem linfe Nyeri akut


terbendung
Regrugitasi isi usus
Luka pasca operasi
Oedema
Mual/muntah
Resiko infeksi
Iskemia jaringan

Intake menurun Prosedur anastesi,


Stimulus saraf penurunan motorik

Resiko deficit nutrisi


Nyeri kronis Intoleransi aktivitas
(Hidayah, 2018)
1.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Heather Herdman (2017) tanda dan gejala muncul pada pasien hernia
adalah :
1. Benjolan dilipat paha yang timbul hilang. Muncul saat penderita berdiri, batuk,
bersin, mengedan atau mengangkat barang berat dan menghilang saat penderita
berbaring.
2. Nyeri disertai muntah timbul bila terjadi inkarserasi atau strangulasi.
3. Obstruksi usus parsial dapat menyebabkan anoreksia, nyeri, nyeri tekan, bising
usus yang berkurang.
4. Obstruksi total dapat menimbulkan syok, demam tinggi, feses mengandung
darah.

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Siallagan (2022) :
1. USG
2. Urinalisis
Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.
3. Elektrolit
Ketidakseimbangan akan menunggu fungsi organ, misalnya penurunan
kalium akan mempengaruhi kontraktilitan otot jantung, mengarah kepada
penurunan curah jantung.
4. EKG (Elektrocardiograf)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas perhatian
untuk memberikan anestesi.
5. Pemeriksaan Laboratorium.
6. Pemeriksaan darah lengkap.

1.1.7 Penatalaksanaan
Pada hernia inguinalis lateral reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan
bedah elektif karena di takutkan terjadinya komplikasi, sebaliknya bila telah terjadi
proses strangulasi tidakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum
terjadinya nekrosis usus.
Prinsip terapi operatif pada hernia inguinalis (Charlene J.et al 2020) :
1. Untuk memperoleh keberhasilan maka factor-faktor yang menimbulkan terjadinya
hernia harus dicari dan diperbaiki (batuk kronik, prostat, tumor, asites,dll) dan
defek yang ada di rekonstruksi dan diaproksimasi tanpa tegangan.
2. Sakus hernia indirek harus diisolasi, dipisahkan dari peritoneum, dan diligasi.
Pada bayi dan anak-anak yang mempunyai anatomi inguinal normal, repair hanya
terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan cincin keukuran
yang semestinya, pada lkebanyakan hernia orang dewasa, dasar inguinal juga
harus direkonstuksi.
3. Hernia rekuran yang terjadi dalam beberapa bulan atau setahun biasanya
menunjukan adanya refair yang tidak adekuat. Sedangkan rekuren yang terjadi
setelah dua tahun atau lebih cenderung di sebabkan oleh timbulnua kelemahan
yang progresif pada fasia pasien.
Tindakan bedah pada hernia adalah herniotimi dan herniorafi. Pada bedah
elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan, kantong diikat, dan dilakukan
bassiny plasty atau teknik yang lain untuk memperkkuat dinding belakang kanalis
inguinalis.
Pada bedah darurat, perinsipnya hampir sama dengan bedah elektif. Cincin
hernia langsung dicari dan dipotong. Usus halus dilihat vital atau tidak. Bila vital
dikembalikan kerongga perut, sedangkan bila tidak dilakukan reseksi dan
anastomosis end to end. Untuk fasilitas dan keahlian terbatas, setelah cincin hernia
dipotong dan usus dinyatakan vital langsung tutup kulit dan dirujuk kerumah sakit
dengan fasilitas lebih lengkap.
4.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hernia Inguinalis Lateralis
1.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, status, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama
Keluhan klien sehingga dia membutuhkan perawatan medis.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat psikososial
Tentang kehidupan social klien, hubungan klien dengan yang lain, lingkungan
rumah klien.
5. Riwayat spiritual
Kaji tentang klien beribadah dan menjalankan kepercayaannya, ritual yang bissa
dijalankan, dll.
6. Pemeriksaan head to toe (Jones, 2017) :
a. Pemeriksaan kulit
1. Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi, lesi/perlukaan,pucat, sianosis, dan
ikterik.
2. Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor
kulit, dan edema.
b. Pemeriksaan kepala
1. Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimestrisan, adanya lesi atau
tidak, kebersihan rambut, dan kulit rambut, jumlah dan distribusi
rambut.
2. Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
c. Pemeriksaan mata
1. Inspeksi : bentuk, kesimetrisan, alis mata, warna konjungtiva dan
sclera(anemis/ikterik) dan respon terhadap cahaya.
d. Pemeriksaan telinga :
1. Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, liang telinga
(cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
2. Palpasi : nyeri tekan atau tidak.
e. Pemeriksaan hidung/sinus
1. Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,
hidung (lesi, secret, sumbatan, pendarahan).
2. Palpasi dan perkusi : frontalis, dan maksilaris (bengkak, nyeri dan septum
deviasi).
f. Pemeriksaan mulut dan kerongkongan
1. Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur,
lesi dan stomatitis.
2. Inspeksi dan palpasi struktur dalam : gigi lengkap/ penggunaan gigi palsu,
perdarahan/radang gusi, kesimetrisan,
warna, posisi lidah, dan keadaan
langit-langit.
g. Pemeriksaan leher
1. Inspeksi : warna integritas, bentuk simetris.
2. inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid : pembesaran, batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan kulit).
3. Auskultasi : bising pembuluh darah.
h. Pemeriksaan thorak dan paru
1. Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nfas(frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya pernafansan/penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkaka/penonjolan.
2. Palpasi : simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri.
3. Perkusi : paru, eksrusi diagfragma (konsistensi dan bandingan satu sisi
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola
berjenjang sisi ke sisi).
4. Auskultasi : suara nafas vesikuler, bronclovesikuler, bronchial.
i. Pemeriksaan jantung
1. Inspeksi : muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis.
2. Palpasi : denyutan
3. Perkusi : ukuran, bentuk, dan batas jantung ( lakukan dari arah samping ke
tengah dada dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup.
4. Auskultasi : bunyi jantung, arteri karotis (gunakan bagian diagfragma dan
bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung
S1 (lub0 dan bunyi jantung S2 (dub), tidak ada bunyi jantung
tambahan (S3 atau S4).
j. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi : kuadrat dan simetris, warna kulit, lesi, tonjolan, pelebaran vena,
kelainan umbilicus dan gerakan dinding dada.
2. Auskultasi : suara peristaltic (bising usus) di semua kuadrat (bagian
digfragma dari stetoskop) dan suara pembeluh darah.
3. Palpasi semua kuadrat : (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan), massa,
karakteristik organ, adanya asites.
k. Pemeriksaan genitalia wanita
1. Inspeksi eksternal : mukosa kulit, integritas kulit, edema, pengeluaran.
2. Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, masa edema, hemoroid,
perdarahan.
l. Pemeriksaan genitalia pria
1. Inspeksi dan palpasi penis : integritas kulit, massa, dan pengeluaran
2. Inspeksi dan palpasi skrotum : integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan
testis dan mobilitas, massa, nyeri dan
tonjolan.
3. Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid,
pengeluaran dan perdarahan.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG
Dengan melihat apakah terdapat benjolan dan memastikan tidak adanya
komplikasi yang dialami pengidap hernia.
b. Pemeriksaan Laboratorium.
c. Pemeriksaan darah lengkap.
d. Urinalisis
Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.

8. Penatalaksanaan
Tindakan bedah pada hernia adalah herniotimi dan herniorafi. Pada bedah
elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan, kantong diikat, dan dilakukan
bassiny plasty atau teknik yang lain untuk memperkkuat dinding belakang kanalis
inguinalis.

1.2.2 Diagnosa keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, yang dibuktikan dengan pasien
mengungkapkan nyeri disekitaran daerah operasi seperti ditusuk-tusuk, nyeri
hilang timbul, skala nyeri 6, klien tampak meringis, klien gelisah, TD 140/80
mmHg, nadi 94x/menit, RR 23x/menit, suhu 37o C (D.007)
2. Resiko infeksi, dibuktikan dengan terdapat luka jahitan post op sepanjang kurang
lebih 8 cm di sebelah kanan lipatan paha, di sekitar luka operasi tampak
kemerahan (D.0142)
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan di buktikan dengan selalu di bantu dalam
melakukan aktivitas, klien tampak lemah, kekuatan otot menurun 4/4 (D.0056)
1.2.3 Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Observasi
b.d agen tindakan Observasi 1. Dengan mengetahui
pencedera keperawtatan 1. Identivikasi lokasi , lokasi, karakteristik,
fisik selama 3x24 jam karakteristik, durasi, kualitas dan derajat
tingkat nyeri frekuensi, kualitas, nyeri sebelum
menurun dengan intensutas nyeri, pemberian, dapat
kriteria hasil : skala nyeri. dijadikan acuan
DS : 2. Monitor TTV. untuk tindakan
- Pasien 3. Identifikasi respon penghilang nyeri
mengatakan nyeri non verbal. setelah pemberian
sudah tidak obat.
mengeluh nyeri. Terapeutik 2. Melihat
DO : 4. Kontrol lingkungan perkembangan
- Klien sudah yang memperberat kondisi pasien untuk
tidak meringis. rasa nyeri missal menentukan
- Skala nyei 0-1. suhu ruangan, intervensi
- Klien sudah pencahayaan, berikutnya.
tidak gelisah. kebisingan. 3. Untuk mengetahui
- TTV normal: tngkat keparahan
TD : 110/130 Edukasi nyeri pasien yang
mmHg 5. Jelaskan penyebab, tidak mampu
Nadi : 60- periode dan pemicu berkomunikasi
100x/mnt nyeri. efektif.
RR : 16-20x/mnt 6. Ajarkan teknik
nonfarmokologi. Tarapeutik
4. Memberikan
Kolaborasi kebutuhan
7. Kolaborasi kenyamanan untuk
pemberian analgetik. membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri.

Edukasi
5. Informasi yang tepat
dan akurat
membantu pasien
dalam mengetahui
tentag kondisinya.
6. Agar pasien tahu
apa yang harus
dilakukan untuk
meredakan nyeri.
Kolaborasi
7. Untuk mengurangi
rasa nyeri.
2. Resiko Setelah dilakukan Perawatan luka Observasi
infeksi tindakan Observasi 1. Untuk mengetahui
dibuktikan keperawtatan 1. Monitor tindakan yang akan
dengan selama 3x24 jam karakteristik luka. di berikan dan
terdapat luka jam tingkat infeksi 2. Monitor tanda-tanda mengetahui
pahitan post menurun dengan infeksi. keberhasilan
op sepanjang kriteria hasil : tindakan yang
kurang lebih DS :- Terapeutik diberikan.
8cm di DS : 3. Bersihkan dengan 2. Untuk mencegah
seebelah - Tidak ada cairan NaCl perkembangan
kanan lipatan kemerahan. 4. Pertahankan teknik infeksi.
paha, - Nyeri steril saat meakukan
disekitar, menurun. perawatan luka. Terapeutik
disekitar luka 5. Jadwalkan 3. Untuk mengatasi
operasi perubahan posisi iritasi pada luka.
tampak setiap 2 jam sesuai 4. Menghindari
kemerahan. kondisi pasien. masuknya
mikroorganisme dan
Edukasi bakteri yang akan
6. Jelaskan tanda dan menyebabkan
gejala infeksi. infeksi.
7. Anjurkan 5. Untuk mencegah
mengkonsumsi terjadinya decubitus.
makanan yang
mengandung protein Edukasi
dan vitamin. 6. Untuk
meningkatkan
Kolaborasi pengetahuan dari
8. Kolaborasi dalam pasien.
pemberian cefadroxil 7. Untuk mempercepat
proses
penyembuhan luka.

Kolaborasi
8. Untuk mengatasi
dan mencegah
infeksi.
3. Intoleransi Setelah dilakukan Dukungan ambulasi Observasi
aktivitas b.d tindakan Observasi 1. Untuk menentukan
kelemahan keperawtatan 1. Identivikasi adanya tindakan yang akan
dibuktikan selama 3x24 jam nyeri atau keluhan dilakukan.
dengan selalu jam toleransi fisik lainnya. 2. Mengetahui
di bantu aktivitas meningkat 2. Monitor kondisi keberhasilan dari
melakukan dengan kriteria hasil umum selama tindakan.
aktivitas. : melakukan
Klien tampak DS : ambulasi. Terapeutik
lemah, - Klien sudah 3. Agar keluarga dapat
kekuatan otot tidak Tarapeutik membantu klien
menurun 4/4 merasakan 3. Libatkan keluarga saat klien ambulasi.
lemas. untuk membantu
- Klien pasien dalam Edukasi
mengatakan melakukan 4. Untuk membantu
aktivitas ambulasi. proses
sudah di penyembuhan pasca
lakukan Edukasi bedah dan
secara 4. Anjurkan mencegah
mandiri. melakukan terjadinya infeksi.
DO : ambulasi dini. 5. Untuk membantu
- Klien 5. Ajarkan ambulasi proses
mampu sederhana yang penyembuhan pasca
melakukan harus dilakukan. bedah dan
aktivitas mencegah
secara terjadinya infeksi.
bertahap.
- Kekuatan
otot
meningkat
5/5.

DAFTAR PUSTAKA

Reeves, Charlene J.et al 2020. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salembah Medika.
Hidayah, A. Aziz Alimun. 2018. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Safitri, Tania. 2018 “ apa penyabab, gejala, factor resiko hernia “, online:
(https://www.google.com/amp/hallosehat.com.penyakit.hernia-inguinal-adalah/amp/,
diakses 23-11-2018
Herdman, T Headther, 2017. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2016-2017.
Dialah bahasakan oleh Made Sumarwati dan Nike Budhi Subestti, Barrarah Barrid, Monica
Ester, dan Wuri Praptiana (ed). Jakarta : EGC
Darsini, D,, & Praptini, I. (2019). PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN DENGAN KOLIK ABDOMEN. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan, 11(2), 250-255.
Siallagan,W.O., (2022). Gambaran Karakteristik Pasien Colic Abdomen di Rumah Sakit Umum
Daerah Labuhan Batu Selatan Tahun 2019
Jones, R, M (2017). Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar.
Lestari, Sari, Infantri, & Fajarwati. (2017), Pemeriksaan Fisik Paru.
Nuzula. (2017). Pemeriksaan Fisik
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C, 2018, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ed.8, Vo.2, EGC, Jakarta.
Doenges E. Marilynn,2017, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edt. Monica Ester, Yasmin Asih,- Ed.3.-EGC,
Jakarta.
Rondhianto, Keperawatan Perioperatif, http//www.google.co.id, diambil tanggal 4 Maret 2019
PP HIPKABI, 2017, Buku Panduan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah,
HIPKABI Press, Jakarta.
A.Aziz Halimul Hidayat, 2020, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salema Medika.
Budi Kusuma, 2019, Ilmu Patologi, Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai