Anda di halaman 1dari 6

Nama : BANGGA HAHOLONGAN

Nim : 11920711476
Kelas : IH B (VI)
Tugas : Bantuan Hukum
Menganalisis UU tentang advokat no.18 tahun 2003 (hak dan kewajiban advokat).
1. Apa yang di maksud dengan Advokat Indonesia dengan advokat asing. (Bisa istilah atau
dalam UU) (perbedaan)?

Jawab : Undang-Undang Advokat membedakan antara Advokat Indonesia dan Advokat


asing, dimana yang dimaksud dengan Advokat Indonesia adalah orang yang berpraktek
memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasar kan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat
Hukum, Pengacara Praktek atau pun sebagai Konsultan Hukum.
Advokat asing adalah Advokat berkewarganegara an asing sebagai karyawan atau
tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomen dasi
Organisasi Advokat, dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka
kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia. Pemberian jasa hukum yang dilakukan
oleh Advokat kepada masyarakat atau kliennya, sesungguhnya mempunyai landasan
hukum. Perihal bantuan hukum termasuk didalamnya prinsip equality before the law dan
acces to legal councel.

a. Apa saja ruang lingkup dari advokat Indonesia dengan advokat asing?

Jawab : Berdasarkan Surat Keputusan Menteri, ruang lingkup beracara seorang advokat
Indonesia meliputi seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, seorang advokat wajib
mengantongi izin beracara di Pengadilan berupa Kartu Anggota Advokat (KTA) dan
Berkas Acara Sumpah (BAS).
Advokat asing sebenarnya masih dilarang untuk berpraktik di depan pengadilan dan
membuka kantor hukum di Indonesia. Mereka hanya diperbolehkan bekerja sebagai
karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing di kantor advokat Indonesia. (Pasal
13 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 19 Permenkumham Nomor 26
Tahun 2017). Jadi ruang lingkup advokat asing di Indonesia masih sangat terbatas,
apalagi perbandingan jumlah advokat asing yang diperbolehkan hanya sebanyak 1
berbanding 4. Hal demikian mengacu pada Pasal Permenkumham Nomor 26 Tahun 2017
tentang Persyaratan dan Tata Cara Mempekerjakan Advokat Asing Serta Kewajiban
Memberikan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma Kepada Dunia Pendidikan dan Penelitian
Hukum
b. Apakah ada persamaan dan perbedaan dari advokat Indonesia dengan advokat
asing?
Jawab : Persamaannya adalah bahwa keduanya sama-sama berprofesi sebagai
advokat dan bertugas untuk memberikan bantuan hukum dan jasa hukum.

Namun yang membedakan antara Advokat Indonesia dengan Advokat Asing adalah
dalam ruang lingkup beracaranya,Advokat Indonesia bisa beracara baik itu secara
litigasi maupun non-litigasi,sedangkan Advokat Asing dilarang berpratik secara
litigasi dalam lingkup Negara Indonesia. Dan juga Advokan Indonesia diperbolehkan
untuk mendirikan firma hukum sendiri namun untuk Advokat Asing yang berkerja di
Indonesia tiak boleh mendirikan firma hukumnya sendiri melainkan dia harus berkerja
sebagai karyawan dibawah firma hukum Advokat Indonesia.

c. Apakah advokat asing boleh beracara di litigasi seperti kepengadilan negeri atau
lain sebagainya?

Jawab : Perlu diketahui pula, kalau advokat asing sebenarnya masih dilarang untuk
berpraktik di depan pengadilan dan membuka kantor hukum di Indonesia. Mereka
hanya diperbolehkan bekerja sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum
asing di kantor advokat Indonesia. (Pasal 13 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat dan Pasal 19 Permenkumham Nomor 26 Tahun 2017)
Jadi ruang lingkup advokat asing di Indonesia masih sangat terbatas, apalagi
perbandingan jumlah advokat asing yang diperbolehkan hanya sebanyak 1 berbanding
4. Hal demikian mengacu pada Pasal 3 Permenkumham Nomor 26 Tahun 2017
tentang Persyaratan dan Tata Cara Mempekerjakan Advokat Asing Serta Kewajiban
Memberikan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma Kepada Dunia Pendidikan dan
Penelitian Hukum.
2. Kode Etik Advokat
a. Bagaimana proses penyelesaian dan sanksi bagi advokat yang melanggar kode etik?
Jawab :Bahwa Proses penyelesaian terhadap Advokat yang melakukan pelanggaran kode
etik. melalui pengaduan terhadap seseorang yang dianggap melanggar kode etik profesi yang
harus diadukan secara tertulis disertai dengan alasan alasannya, kepada Dewan Kehormatan
Cabang dari Organisasi profesi bersangkutan dan kepada Dewan Kehormatan Pusat dari
organisasi profesi bersangkutan. Dan melalui Dewan Kehormatan Cabang berkuasa
memeriksa dan mengadili serta menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak yang diadukan
dengan putusan verstek. Dan sanksi terhadap Advokat yang melakukan pelanggaran kode etik
yaitu, Pertama sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Profesi Advokat adalah
peringatan biasa, peringatan keras, dan peringatan sementara untuk waktu tertentu. kedua
sanksi yang dijatuhkan menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
Advokat yang berupa peringatan biasa, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk
waktu tertentu, dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
3. Kapan di angkat dan di berhentikan nya advokat?
Jawab :Untuk dapat diangkat sebagai advokat, calon advokat harus telah memenuhi tahapan-
tahapan dan persyaratan. Selain itu, ada syarat lain yakni telah berusia sekurang-kurangnya
25 (dua puluh lima) tahun (lihat Pasal 3 ayat [1] huruf d UU Advokat). Menurut UU
Advokat, seorang advokat dapat diberhentikan atas permohonan sendiri, dijatuhi pidana yang
telah berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana dengan ancaman 4 tahun atau lebih, serta
atas keputusan organisasi advokat dalam pelanggaran etika profesi advoka
a. Bagaimana syarat pengangkatan dan pemberhentian advokat?
Jawab :Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
- warga negara Republik Indonesia;
- bertempat tinggal di Indonesia;
- tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
- berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
- berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
- lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
- magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
- tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
- berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang
tinggi.

Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap karena alasan:
- permohonan sendiri;
- dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau
- berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.
b. Apakah advokat ada pengawas nya, jikalau ada siapa?
Jawab :Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. bertujuan
agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi
Advokat dan peraturan perundang-undangan. (Pasal 12 UU Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat)
4. Hak dan kewajiban advokat?
Jawab :
A. Hak-Hak bagi Advokat
Ada beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 menyebut tentang hak dan
secara khusus dalam Bab IV yakni sebagai berikut:
1. Hak Kebebasan dan Kemandirian (independence) Hak kebebasan dan kemandirian
(independence) seorang Advokat tertuang dalam pasal 14 dan 15,
2. Hak Imunitas
Hak imunitas adalah hak kekebalan seorang advokat dalam membela perkara
yang menjadi tanggung jawabnya, bahwa ia tidak dapat dituntut baik secara perdata
maupun pidana dalam ketika menjalankan profesinya itu. Dalam pasal 16 dan pasal
18 ayat (2),
3. Hak Meminta Informasi
Hak untuk memperoleh informasi terhadap perkara yang dihadapinya
merupakan kemutlakan atas diri seorang advokat, baik karena kepentingan untuk
menjalankan tugasnya maupun karena kepentingan The hukum dari orang yang
menjadi tanggung jawabnya (klien). Hal ini dituangkan dalam pasal 17,
4. Hak Ingkar
Seorang advokat berhak untuk mengajukan keberatan keberatannya dalam
persidangan. Ia berhak melaku kan tangkisan-tangkisan (eksepsi) atas perkara yang
dibelanya. Dalam hal pidana, ia berhak bukan hanya melakukan eksepsi tetapi juga
mengingkari, menga jukan keberatan dan menganulir segala tuntutan jaksa bahkan
atas segala putusan dalam persidangan atau keberatannya karena keberatan kliennya
sebagai ter dakwa yang untuk itu mengajukan banding, kasasi, dan seterusnya.
5. Hak untuk Menjalankan Praktek Peradilan di Seluruh Wilayah Indonesia
Hak ini sangat luas ketimbang pada umumnya para penegak hukum lainnya.
Seorang hakim di pengadilan tingkat pertama ataupun Tinggi hanya berhak me
nangani perkara yang dihadapinya terkait kompetensi pengadilan mana ia duduk
sebagai hakim. Demikian halnya kejaksaan negeri dan kejati. Namun bagi seorang
advokat, terhadap siapa yang memberinya kuasa se lama dalam wilayah Indonesia,
maka ia berhak untuk menerimanya dan menangani perkara itu. Hal ini tersebut dalam
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 pasal 5 ayat (2),
6. Hak Berkedudukan Sama dengan Penegak Hukum Lainnya
Dalam persidangan, baik advokat, hakim maupun jaksa; penuntut umum
memiliki kedudukan yang sama dalam upaya terselenggaranya suatu peradilan yang
jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam
menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia. Dalam Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003,
7. Hak Memperoleh Honorarium dan Melakukan Retensi
Dalam menjalankan jasa hukum, seorang advokat berhak meminta honor atas
kerja hukumnya yang nilai besarnya atas kesepakatannya bersama kliennya. Apa yang
dimaksud dengan honorarium adalah dijelaskan dalam Ketentuan Umum pasal 1 ayat
(7).
8. Hak untuk Melindungi Dokumen dan Rahasia Klien Kerahasiaan klien adalah sangat
penting dijaga. Baik demi kepentingan klien itu sendiri dan hubungan dirinya dengan
seorang advokat maupun hubungan nya dengan hukum.
9. Hak Memberikan Somasi
Membuat surat ataupun teguran langsung dalam pekerjaan advokat adalah hal
yang lazim dilakukan selama dalam batas dibenarkan hukum dan tidak bertentangan
dengan kode etik profesinya.
B. Kewajiban Seorang Advokat
Selain advokat memiliki hak, baik hak dalam kepro fesiannya maupun hak selaku pribadi,
seorang Advokat memiliki tanggung jawab profesinya yang merupakan kewajibannya.
Sebagai berikut:
1. Menjunjung kode etik profesinya (pasal 26 UU No.18/2003).
2. Menegakkan hukum termasuk supremasi hukum dan hak asai manusia. Dalam bagian
penjelasan UU No.18/ 2003 disebutkan: Advokat sebagai salah satu unsur sistem
peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi dan hak asasi
manusia.
3. Bersungguh-sungguh melindungi dan membela kepentingan kliennya dalam hal jasa
hukum tertentu yang telah mereka perjanjikan.
4. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperolehi kliennya karena
hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang (pasal 19 (1) UU
No. 18/2003).
5. Menghormati lembaga peradilan sebagai Office of the court dan segala perangkat
didalamnya termasuk membantu hakim dalam mencari kebenaran (lihat pasal 218
KUHAP).
6. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau menge luarkan pernyataan yang hormat
terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan. (lihat pasal 4 ayat
(3) UU No.18/2003).
7. Bertingkah laku sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab dalam
menjalankan kewajiban sebagai advokat. (lihat pasal 4 ayat (3) poin 5 UU No.
18/2003).
8. Melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum, bertindak jujur, adil, dan
bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan. (liat pasal 4 ayat (3) poin 3 UU
No. 18/2003).
9. Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi klien yang tidak mampu. (pasal
22 UU No. 18/2003).
a. larangan-larangan advokat?
Jawab :Beberapa larangan yang di anggap pokok dan dapat dikenakan tindakan sanksi
dijelaskan dalam pasal 6 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003, sebagai berikut:
1. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya (pasal 6 huruf a UU No.
18/2003).
2. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya
(pasal 6 huruf b UU No. 18/2003).
3. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau menge luarkan pernyataan yang
menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang undangan,
atau pengadilan (pasal 6 huruf c UU No. 18/2003)
4. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan
martabat profesinya. (pasal 6 huruf d UU No. 18/2003)
5. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perun dang-undangan dan atau perbuatan
tercela (pasal 6 huruf e UU No. 18/2003)
b. bagaimana cara pembayaran honorarium pada advokat?
Jawab :
Honorarium advokat atau pengacara tidak ada ketetapan pasti dalam peraturan
perundang-undangan, sehingga besarannya ditentukan oleh kesepakatan advokat/pengacara
dengan Klien nya. Hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat (UU Advokat), yaitu terkait besaran honorarium dan bagaimana tata cara
pembayaran yang mana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara advokat dengan klien.
Honorarium ini biasanya meliputi lawyer fee, biaya operasional perkara dan success fee
(biaya keberhasilan). Persentase lawyer fee umumnya disesuaikan dengan kerumitan perkara,
lama penanganan perkara dan siapa Klien yang ditangani. Misalnya terhadap Klien yang
memiliki kemampuan finansial yang besar, tentu honorarium advokat nya pun besar, apalagi
perkara yang ditangani oleh advokat/pengacara tersebut berhasil dimenangkan.
Honorarium umumnya dibayarkan saat penandatanganan kuasa atau bisa
pelunasannya dibayarkan saat kasus/perkara berhasil diselesaikan terlepas hasilnya menang
atau kalah. Advokat atau pengacara mengirimkan invoice/tagihan kepada Klien yang berisi
jumlah pembayaran dan batas waktu pembayaran. Dalam hal yang banyak terjadi, si Klien
tidakmembayar honorarium atau success fee Advokat/Pengacara maka sang
advokat/pengacara dapat melayangkan gugatan terhadap Kliennya di Pengadilan.
5. Jelaskan ada berapa organisasi advokat? Di bawah nangungan siapa dan visi
misinya?
Jawab :Organisasi advokat berada dibawah naungan Prof. Dr. Otto Hasibuan yang saat ini
menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia.Untuk
melaksanakan ketentuan UU Advokat tersebut, dibentuklah Perhimpunan Advokat Indonesia
(Peradi) pada tanggal 7 April 2005. Peradi merupakan hasil bentukan Komite Kerja Advokat
Indonesia (KKAI) yang beranggotakan delapan organisasi advokat yang telah
ada sebelum UU Advokat, yaitu :
1. Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin)
2. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI)
3. Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI)
4. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI)
5. Serikat Pengacara Indonesia (SPI)
6. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI)
7. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan
8. Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI)
VISI
Visi KKAI adalah menjadi Organisasi Advokat yang profesional, berkualitas, memiliki
integritas dan religius dengan menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat serta berbasis
kompetensi;
MISI
a. Membina dan mempersatukan seluruh advokat di Negara Republik Indonesia
menjadi anggota KKAI
b. Meningkatkan ilmu pengetahuan, profesionalisme, keahlian, sikap dan kompetensi
anggota.
c. Mengawasi para Advokat, menegakkan hak dan kekebalan (immunitas) Advokat
dalam menjalankan tugas Profesionalnya berdasarkan ketentuan Undang-undang.
d. Mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum, menegakkan supremasi Hukum, Hak
Asasi manusia, kebenaran dan keadilan serta meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat ditingkat nasional dan internasional.
e. Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang
tidak mampu berdasarkan undang-undang, serta turut aktif dalam pembaharuan
dan pembangunan hukum nasional dan internasional.

Anda mungkin juga menyukai