Anda di halaman 1dari 3

Belajar Kesungguhan dari Para Pejuang

“Saat kau dilahirkan engkau menangis tetapi orang lain ketawa, tetapi berjuanglah
sampai di saat kau mati, orang lain menangisi kepergianmu tetapi engkau dalam
keadaan tersenyum.” –Hamka, Rahimahullahu ta’ala– 
“Hidup adalah perjuangan. Perjuangan paling mulia adalah di jalan Allah. Jangan
kau mati karena dunia!” –Commander Khattab, Rahimahullahu ta’ala– 
“Hanya satu yang menghalangi seorang Muslim berjihad di jalan Allah; sifat
pengecut!”  –Commander Khattab, Rahimahullahu ta’ala– 
“Waktu yang ada, jauh lebih sedikit dari tugas yang harus kita selesaikan dengan
sempurna.” –Hasan Al-Banna, Rahimahullahu ta’ala– 
“Aku berdiri di sini, di ujung umurku, bukan saja karena mengucapkan dua kalimat
syahadat. Aku bediri di sini, di bawah tiang gantungan ini, justru telah
melaksanakan syahadat semampu yang aku dapat!” –Sayyid
Quthb, Rahimahullahu ta’ala
“Silakan kau pilih wahai istriku tercinta, melepaskan aku sebagi suamimu atau
hidup bersama-sama dengan jihad di jalan-Nya.” –Yahya Abdul Latif
Ayyash, Rahimahullahu ta’ala–
“Agar Allah memasukkanku ke dalam surga. Itulah keinginanku yang paling
tinggi.” –Abdul Aziz Rantisi, Rahimahullahu ta’ala– 
“Tidak ada kata terlalu tua untuk berjuang di jalan Allah.” –Abdullah Yusuf
Azzam, Rahimahullahu ta’ala– 
“Tak ada masalah kapan kita mati, yang paling penting adalah bagaimana cara kita
mati. Kita harus mati mulia.” –Abdullah Syamil Salmanovich
Basayev, Rahimahullahu ta’ala–
“Dunia ini terkutuk! Maka terkutuk pulalah segala macam yang ada di dalamnya.” –
Anonim– 

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepada kamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang
beriman bersamanya : “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” –QS. Al Baqarah: 214–
Duhai, betapa bermaknanya hidup mereka yang senantiasa ingat dengan
kematian. Ingat mati lalu mempersiapkan kedatangannya dengan berupa kebaikan.

1
Berjuang dengan segenap dedikasi terbaik untuk memburu kenikmatan tanpa
batas di masa yang kekal, kelak.
Mati adalah hal yang mutlak. Inilah yang harus terus kita camkan! Terus diingat!
Siapapun orangnya pasti akan merasakan mati. Mati itu sakit? Jelas! Manusia
termulia (shallallaahu ‘alaihi wa sallam) saja pernah merasakan sakitnya meregang
nyawa. Apaligi makhluk hina semacam kita!
Berikutnya, yang seharusnya mampu membuat bulu kuduk kita merinding adalah;
seperti apakah kondisi kita saat mati nanti? Adakah bekal yang bisa kita bawa
untuk menebus kekalnya nikmat di surga? Ataukah sebaliknya, kita tidak punya
bekal apa-apa, selain tanggunan dosa yang jumlahnya tak terkira? Setumpuk dosa
yang akan menghempaskan kita ke dalam kesengsaraan berkepanjangan di dalam
neraka.
Hidup ini adalah perpindahan dari satu fase kehidupan menuju pada fase
kehidupan berikutnya. Alangkah bahagianya jika seluruh fase kehidupan itu
berhasil kita lewati dengan berbagai macam amal kebaikan. Yang sudah terlewati,
semuanya berhasil kita isi dengan berbagai amal kebaikan. Yang akan dilewati, kita
persiapkan sederet rencana untuk mengisinya dengan kebaikan-kebaikan lain yang
lebih baik daripada kebaikan-kebaikan sebelumnya.
Namun tengoklah manusia yang satu ini!
Harusnya dia tercengang mendapati segunung dosa yang telah ia kumpulkan
sekian lama! Ada yang sadar dan terang-terangan diperbuatnya, ada juga yang
tidak secara sengaja ia perbuat. Tak terasa, ternyata jumlahnya sudah demikian
menggunung. Bayangkan, seandainya orang ini mati saat dosa-dosanya yang
menggunung itu belum tertebus, apakah dia akan mendapatkan kenikmatan pasca
masuknya ia di liang lahat?! Boro-boro kenikmatan pasca liang lahat, bahkan di
dalam liang lahat saja dia sudah sedemikan sengsara!
Sebagian fase kehidupan telah dilaluinya. Rentannya mendekati seperempat abad.
Namun, adakah persembahan terbaik yang telah dia berikan kepada Islam, kepada
umat?! Duhai, betapa pandirnya manusia ini.  Hidup hanya ia gunakan untuk
bersibuk ria di dalam gelimang dunia.
Padahal, nun jauh di sana, ada sekian banyak manusia mulia seusia dengannya
telah rela menginfakkan jiwanya guna menebus keindahan yang kekal di surga,
kelak. Saat manusia-manusia muda  di sini sedang terlelap dengan berbagai angan
keduniaanya, mereka, nun jauh di sana, sudah sagat paham cara yang harus
mereka tempuh agar mampu mendapatkan kenikmatan yang kekal di surga kelak.
Kepahaman mereka terhadap hal itu telah berhasil membuahkan kerja yang nyata
bagi mereka; mujahadah di jalan-Nya!
Saya sedang memikirkan tentang kehidupan yang penuh dengan segudang
makna.
Hati saya menolak, ketika saya katakan pada diri saya bahwa hidup yang penuh
2
makna itu adalah hidup yang sibuk dengan dunia, lantas lupa dengan akhirat.
Hati saya menolak, ketika saya katakan pada diri saya bahwa hidup yang penuh
makna itu adalah hidup dengan segudang prestasi kerja dunia, tapi tak paham
sama sekali dengan kewajiban sebagai seorang hamba.
Hati saya sepakat, ketika saya katakan bahwa hidup mulia itu adalah hidup yang
saya persembahkan guna mendulang sekian banyak amal kebaikan. Menjadikan
diri sebagi manusia yang memiliki segudang manfaat untuk manusia lainnya.
Bekerja dengan kontribusi dan dedikasi terbaik untuk kemuliaan ummat. Tidak
cengeng dengan berbagai tantangan yang menjadi sunatullah di dalam
bermujahadah di jalan-Nya. Konsisten, istiqamah di dalam kebaikan. Siap menebus
surga dan berbagai kenikmatan yang ada di dalammnya dengan berjihad di jalan-
Nya. 

Anda mungkin juga menyukai