Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM JUAL BELI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahtsul Kutub 2

Dosen pengampu : H.Noor Rohman Fauzan, B.Ed., M.A.

Disusun oleh :

Evy Roslina Azzahra (201510000454)

Semester : 4 (Empat)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA

TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan kesempatan pada saya untuk
menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayahnyalah saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Hukum Jual Beli” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa kita
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW,semoga kita mendapat syafaatnya di hari kiamat nanti.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas dari dosen pak H.Noor Rohman Fauzan,B.Ed., M.A.
mata kuliah Bahtsul Kutub 2, Prodi Komunikasi dan Penyiaran islam. Selain itu saya juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Kami mengucapakan terima kasih sebesarnya-besarnya kepada pak H.Noor Rohman Fauzan,
B.Ed., M.A.selaku dosen mata kuliah Bahtsul Kutub 2, tugas yang diberikan ini dapat menambah
wawasan, saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Saya meminta maaf apabila makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu , kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Jepara, 22 April 2022

Evy Roslina Azzahra

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------2

DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------3

BAB I PENDAHULUAN ----------------------------------------------------4

A. Latar Belakang -----------------------------------------------------------4


B. Rumusan masalah --------------------------------------------------------5
C. Tujuan ---------------------------------------------------------------------5

BAB II PEMBAHASAN ----------------------------------------------------5

1. Pasal dan Hukum - Hukum Jual Beli--------------------------------5

BAB III PENUTUP ----------------------------------------------------------11

D. kesimpulan ----------------------------------------------------------------11

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------11

3
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang satu menerima benda-benda dan
pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’
dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-
rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan
rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.1

Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat, karena dalam
setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk
meninggalkan akad ini.2Dari akad jual beli ini masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer), kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan
tersier.

Kehidupan bermuamalah memberikan gambaran mengenai kebijakan perekonomian. Banyak


dalam kehidupan sehari-hari masyarakat memenuhi kehidupannya dengan cara berbisnis. Dalam
ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen
atau bisnis lainnya untuk mendapatkan laba.3

Suatu akad jual beli di katakan sebagai jual beli yang sah apabila jual beli itu
disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat sah yang di tentukan, bukan milik orang lain, tidak
tergantung pada hak khiyar. Sebaliknya jual beli di katan batal apabila salah satu rukun atau
seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya tidak disyariatkan, seperti jual
beli yang di lakukan anak kecil, orang gila, atau barang yang di jual itu barang-barang yang di
haramkan oleh syara’, seperti bangkai, darah, babi, dan khamar.4 Akan tetapi, dewasa ini,
masyarakat melakukan transaksi jual beli dengan menghalalkan segala cara hanya untuk meraup
keuntungan yang besar tanpa memperhatikan apakah transaksi jual beli yang diakukannya sudah
sesuai apa yang telah disyariatkan atau tidak.

B. RUMUSAN MASALAH

1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm. 68-69.
2
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 69.
3
Yazid Afandi, Fikih Muamalah: Implementasi dalam lembaga keuangan syari’ah, (Yogyakarta: logung pustaka,
2009), hlm. 53.

4
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai pasal-pasal hukum
jual beli.

C. TUJUAN

Tujuan nya untuk mengetahui ada berapa macam pasal yang berkaitan dengan hukum jual
beli.

BAB II PEMBAHASAN

1. Pasal XIV
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum ghasab (merampas hak orang
lain). Ghasab menurut arti bahasa ialah mengambil sesuatu (benda atau barang )
tanpa seizin pemiliknya (zalim) secara terang-terangan.
Dan barang atau benda yang telah dighasab, wajib dikembalikan kepada pemiliknya,
walaupun harus dengan harga yang berlipat ganda, demikian pula kalau terjadi
kerusakan, maka wajib memberikan ganti rugi kepada pemiliknya.
Juga wajib memberi upah atau biaya sepadan. Sepadan artinya dapat diukur dengan
timbangan, bisa juga barang yang dikembalikan harus serupa atau sepadan. jika tidak
bisa dibayar seharga barang tersebut.
Dalam mengembalikan barang (uang ganti) seharga barang tersebut, bisa diantarkan
ketempat pemiliknya, atau disampaikan lewat masyarakat setempat, karena dengan
demikian ia baru dapat dikatakan terbebas dari dosa ghasab, sesuai dengan firman
allah surah al-baqarah ayai 188 :
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil (termasuk
ghasab didalamnya).”
2. Pasal XV
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum syuf’ah. adalah hak untuk memiliki
secara paksa yang ditetapkan bagi anggota serikat yang lebih dulu atas anggota serikat
yang masih baru sebab adanya anggota serikat baru dengan mengganti sesuai dengan
kadar barang yang digunakan, dalam rangka menanggulangi bahaya.
syuf’ah hukumnya wajib, maksudnya tetap bagi anggota serikat disebabkan oleh
percampuran, maksudnya percampuran yang menyeluruh ( antara hak milik dan
pemanfaatan ).
Contoh : sebuah rumah milik 2 orang ditempati bersama, lalu salah satu dari kedua
orang tersebut menjual bagian nya kepada orang lain (pihak 3), padahal bagian

5
mereka masing-masing belum diketahui jelas, maka pihak 1 (pemilik yang lain)
berhak mengambil alih (secara paksa) pembelian pihak ke 3 tersebut untuk menutp
kemungkinan yang tidak diinginkan (timbulnya sengketa).
3. Pasal XVI
Dalam pasal ini diterangkan tentang Qiradh (peminjam modal). Kata “Qiradh” berasal
dari “Qard” yang berarti memotong.
Syarat-syarat qiradh ada 4 yaitu :
a. Harus dengan mata uang murni (tercetak).
b. Pemilik modal tidak membatasi gerak orang tersebut dalam menjalankan uangnya.
c. Pemilik modal harus menetapkan syarat kepada orang yang meminjam tersebut,
supaya jelas bagian laba tersebut.
d. Qiradh tidak sah jika dibatasi waktu tertentu.

Qiradh bisa terjadi ketika ada kesepakatan antara kedua belah pihak (pemilik modal
dan peminjam).

4. Pasal XVII
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum Musaqah (irigasi atau mengairi
tanaman).
Kata “Musaqah ” berasal dari kata saqyun, berarti siraman atau mengairi, menurut
istilah syara’ ialah penyerahan (seseorang) kepada lainnya, supaya menyirami dan
memelihara pohon kurma atau anggur dengan ketentuan bahwa ia akan mendapat
bagian tertentu dari buahnya.
Musaqah hanya diperbolehkan pada kurma dan anggur, selain kedua buah itu
musaqah tidak sah. Bentuk lafal musaqah : “aku perintahkan untuk pohon kurma ini,
atau “aku serahkan pohon kurma ini kepadamu untuk dipelihara.”
Adapaun musaqah ada 2 syarat yaitu :
a. Pihak 1 (pemilik pohon) harus memperkirakan lamanya (musaqah) itu dengan
waktu tertentu.
b. Pihak 1 (pemilik pohon) hendaknya memberi ketentuan kepada pihak 2 (pekerja)
dengan bagian yang jeelas dari buah itu.
5. Pasal XVIII
Dalam pasal ini diterangkan tentang Ijarah (gaji, atau upah). Menurut istilah syara’,
ialah bentuk akad yang jelas manfaat dan tujuannya, serah-terima secara langsung dan
dibolehkan dengan pembayaran (ganti) yang telah diketahui.
Lebih ringkasnya ijarah ialah urusan sewa menyewa yang jelas manfaat dan
tujuannya, dapat diserah-terimakan, boleh dengan ganti (upah) yang telah diketahui.
Syarat keduanya (yang menyewa maupun yang disewa) harus pandai, dan tiada unsur
pemaksaan. Upahnya jelas, bukan ipah sampingan sebagai pembangkit etos kerja.

6
Sewa-menyewa tetap sah, walaupun salah seorang dari kedua pihak yang
mengadakan akad meninggal dunia, atau keduanya meninggal dunia ijarah tetap sah
sampai habis masa waktu yang telah ditentukan, dah ahli waris pihak menyewa
menggantikan kedudukannya menyelesaikan apa yang disewakan tersebut.
Ijarah dinyatakan batal apabila benda atau barang yang disewakan rusak dan tidak
dapat berfungsi lagi.
6. Pasal XIX
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum ju’alah (memberi perangsang atau
semangat). Menurut istilah bahasa ialah upah atau penghargaan yang diberikan
kepada seseorang sebagai imbalan atas atas sesuatu yang ia kerjakan.
Ju’alah itu boleh terdiri dari 2 belah pihak (yakni pihak 1 atau ja’il yang memberi
semangat) dan pihak 2 atau maj’ulah (yang dibangkitkan semangatnya)
Pihak ja’il hendaknya memberi persyratan tentang kembalinya barang yang hilang
dengan imbalan yang jelas, misal : siapa yang bisa mengembalikannya, maka ia diberi
imbalan berupa demikian.
7. Pasal XX
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum Mukhabarah (bagi hasil tanaman).
Mukhabarah ialah pekerjaan dalam mengelola sebidang tanah milik pemilik sawah
atau tanah , dengan imbalan separuh hasil tanaman tersebut, sedangkan benih atau biji
dari pihak pekerja atau amil.
8. Pasal XXI
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum menghidupkan tanah mati atau
tanah liar (tidak ada pemiliknya). Menghidupkan tanah liar hukumnya boleh dengan
adanya 2 syarat, yaitu :
1. Pelakunya (orang yang menghidupkan) harus muslim, dan upaya demikian
disunnahkan baginya, baik atas izin pemerintah setempat ataupun tidak
2. Hendaknya tanah itu bebas, bukan yang sudah dimiliki seoorang muslim.
9. Pasal XXII
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum Waqaf. Dari segi bahasa waqaf
adalah menahan harta tertentu, singkatnya ialah menahan harta tertentu atau telah
pasti yang dialihkan hak miliknya dari pihak waqif, untuk kepentingan umum,
wujudnya tetap, tujuan pemanfaatannya untuk kebajikan yang dapat mendekatkan diri
kedada allah.
Waqaf hukumnya boleh dengan 3 syarat, yaitu :
1. Mauquf (harta yang diwaqafkan) berbentuk barang yang bisa dimanfaatkan dan
keadaanya tetap utuh.
2. Waqaf harus diberikan kepada pihak waqaf pertama kepada pihak selanjutnya
sampai keturunannya (tidak terputus).

7
3. Waqaf hendaknya tidak untuk hal-hal yang terlarang, tidak sah waqaf apabila
digunakan untuk pembangunan tempat ibadah kaum nasrani.
10. Pasal XXIII
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum hibah (pemberian). Kata hibah
diambil dari kata hubuub yang berarti (angin bertiup), sedangkan menurut istilah
syara’ ialah memberikan sesuatu yang lestari secara mutlak, tanpa sepeserpun uang
pengganti.
Singkatnya hibah adalah pemberiaan suatu barang dari pihak ahli derma karena allah
dengan tidak menuntut pengganti.
Hibah dinyatakan sah hanya denhan serah-terima (ijab-qabul yang dinyatakan dengan
lisan).
11. Pasal XXIV
Dalam pasal ini diterangkan hukum-hukum luqathah (barang yang ditemukan),
menurut isliah syara’ ialah barang yang terlepas dari pemiliknya karena jatuh, atau
lupa.
Barang temuan yang akan dimiliki atau dipelihara oleh penemunya tidak wajib
dipersaksikan. Hakim supaya merampas barang yang ditemukan oleh orang fasik, lalu
dipercayakan kepada orang yang jujur, hakim juga harus merampas barang temuan
dari tangan anak-anak, lalu diumumkan, apabila tidak ada pemiliknya boleh
dikembalikan kepada anak kecil tersebut.
Apabila seseorang mendapat barang temuan, maka ia wajib mengumumkannya atas 6
perkara, yaitu :
a. Tempat menemukannya
b. Pembungkus (dompet)nya
c. Tali pengikatnya
d. Jenisnya (mata uang emas atau perak)
e. Jumlah hilangnya dan berat timbangannya.
f. Orang yang menemukan wajib menyimpanya ditempat yang aman.
12. Pasal XXV
Dalam pasal ini diterangkan tentang pembagian luqathah dan hukumnya (bagian
tersebut).
Luqathah dalam sebagian naskah lain disebutkan bahwa jumlahnya itu ada 4 macam,
yaitu :
a. Barang temuan yang sifatnya tahan lama, misal : emas-perak, maka harus
diumumkan lebih dulu selama satu tahun dan sesudah itu boleh memilikinya,
hukum sudah dijelaskan.
b. Barang temuan yang tidak tahan lama, misal : makanan basah, maka penemunya
dipersilahkan memilih diantara 2 perkara, yaitu :

8
 Memakan dan menanggung (nilai harganya)
 Membeli dari pembayarannya hingga jelas pemiliknya.
c. Barang temuan yang tetap dalam peraturan, misalnya : kurma dan anggur basah,
maka puhak penemu harus mengolah demi kebaikan barang tersebut, misal :
menjual dan memelihara atau menjemur serta menjaganya hingga jelas siapa
pemiliknya.
d. Barang temuan yang memerlukan biaya pemeliharaan misalnya : hewan ada 2
macam :
 Hewan ternak yang tidak dapat melindungi diri dari serangan hewan buas,
misal : domba dan sapi, maka pihak penemu dipersilahkan memilih
diantara 3 perkara , yaitu :
- Memakan dan mengganti uang seharga hewan tersebut atau tidak
memakannya
- Memberi pertolongan dengan membiayai makananya atau
- Menjualnya dan memelihara uang pembayarannya hingga jelas
pemilinya.
 Hewan ternak yang mampu melindungi dari hewan buas, misal : unta dan
kuda, kalau menemukannya dipadang terbuka, maka haram membawanya,
dan kalau terpaksa harus membawanya maka ia hendaknya menanggung
resiko.

Dan jika menemukan hewan tersebut bukan dipadang terbuka, maka pihak
penemunya dipersilahkan memilih diantara 3 perkara yang telah dijelaskan
diatas.

13. Pasal XXVI


Dalam pasal ini diterangkan tentang hukumnya anak temuan (laqith).
Laqith ialah anak kecil yang ditemukan atau tidak ada yang menjamin kehidupannya,
baik ayah maupun kakeknya, dan tidak ada pula pengganti keduannya.
Apabila anak yang hilang ditemukan ditengah jalan, lalu dibawa pulang kerumahnya
untuk diasuh dan di didik hukumnya adalah fardu kifayah.
Jika telah ada seseorang yang mau mengasuh anak tersebut (yakni pihak panti asuhan
atau yang sudah profesional) maka gugur kewajiban yang lain (tidak berdosa), tetapi
jika tidak ada satupun yang mau mengasuhnya maka (umat islam) seluruhnya
menanggung dosa.
14. Pasal XXVII
Dalam pasal ini diterangkan tentang hukum-hukum titipan (wadi’ah), menurut arti
bahasa adalah sesuatu yang ditinggalkan, bukan pemilik yang memelihara. Menurut
istilah syara’ ialah kewajiban akad yang diterapkan dengan tujuan penjagaan.

9
Wadi’ah merupakan amanat (yang berada) ditangan pihak yang diberi titipan (wadi’).
Hukumnya bermacam-macam diantaranya :
a. Sunah, bagi yang bisa melaksanakan kewajiban memeliharanya.
b. Wajib menerima amanat tersebut, jika tidak ada yang mau menerimanya.
c. Haram memerimanya, jika keberatan dengan amanat tersebut.
d. Makruh manerimanya, jika ragu akan kemampuannya, padahal ia mampu
melaksanakan amanat tersebut.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Jual – beli dalam islam bermacam-macam, juga dalam jual-beli ada pasal dan hukum-hukum
sesuai yang ditetapkan dalam islam, hal ini supaya tidak adanya kesalah pahaman dan keraguan
mengenai jual-beli.

10
Daftar Pustaka

abdillah, s. s. (2010). terjemah fathul qorib. Dalam a. h. b.a. surabaya.

11

Anda mungkin juga menyukai