Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MANAJEMEN STRUKTUR ORGANISASI


TRANSPORTASI

Dosen Pembimbing :
Dewi Ratna Sari, S.E., M.M.

Disusun oleh :
Fikri Amal Jaehar

PROGRAM STUDI D-III MANAJEMEN


TRANSPORTASI UDARA
POLITEKNIK PENERBANGAN SURABAYA
2022
A. Manajemen Transportasi
Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta
penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Transportasi diartikan
sebagai proses mengangkut atau membawa sesuatu dari satu tempat ke
tempat ke tempat yang lainnya. Transportasi digunakan untuk
memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan transportasi akan terjadi
apabila dipenuhi beberapa persyaratan dengan adanya muatan yang
diangkut, tersedianya alat angkut yang memadai dan terdapata fasilitas
jalan yang akan dilalui.
Pengertian manajemen transportasi adalah sebagai usaha dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan penghasilan jasa angkutan
oleh perusahaan angkutan sedemikian rupa, sehingga dengan tarif yang
berlaku dapat memenuhi kepentingan umum.
Fungsi transportasi adalah mengangkut penumpang dan barang
dari satu tempat atau tempat ketempat lain. Kebutuhan angkutan
penumpang tergantung fungsi bagi kegunaan seseorang. Seseorang dapat
mengadakan perjalanan untuk kebutuhan pribadi atau untuk keperluan
usaha. Transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan
perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialiasasi. Dengan
adanya transportasi menyebabkan, adanya spesialisasi atau pembagian
pekerjaan menurut keahlian
Sesuai dengan budaya, adat istiadat, dan budaya suatu angsa atau
daerah Transportasi adalah kegiatan memindahkan barang (muatan) dan
penumpang dari suatu tempat ketempat lain. Dalam transportasi terlihat
ada dua unsur yang terpenting yaitu:
a. pemindahan/pergerakan
b. Secara fisik mengubah tempat dari barang dan peumpang ke
tempat lain.

Tugas pokok manajemen transportasi


Didalam proses manajemen transportasi, terdapat 3 tugas utama yang akan
dihadapi yaitu diantaranya adalah sebagai berikut dibawah ini :
1. Menyusun dan menata transportasi serta program-program guna
mencapai visi dan misi dari organisasi secara menyeluruh.
2. Meningkatkan dan menambah produktivitas serta kinerja
organisasi atau perusahaan.
3. Menjalankan angkutan secara garis besar.
 Sistem transportasi terdiri atas angkutan umum dan manajemen
yang mengelola angkutan tersebut.
Sistem yang digunakan untuk mengangkut barang-barang dengan
menggunakan alat angkut tertentu dinamakan moda transportasi. Dalam
pemanfaatan transportasi ada tiga moda yang dapat digunakan yaitu:
a. Pengangkutan melalui laut
b. Pengangkutan melalui darat
c. Pengangkutan melalui udara
Manajemen sistem transportasi terdiri dari dua kategori:
a. Manajemen pemasaran dan penjualan jasa angkutan.
Manajemen ini bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan
pengusahaan di bidang pengangkutan.
b. Manajemen lalu lintas angkutan.
Manajemen traffic bertanggung jawab untuk mengatur peyediaan jasa-
jasa angkutan yang mengangkut dengan muatan, alat angkut dan biaya-
baiaya untuk operasi kendaraan.
Masalah umum manajemen lalu lintas adalah bagaimana mencapai
optimalisasi kapasitas angkutan. Kapasitas angkutan adalah kemampuan
suatu alat angkut untuk memindahkan muatan atau barang dari suatu
tempat ke tempat tertentu. Unsur-unsur kapasitas angkutan menurut
Abbas Salim (1993) “terdiri dari berat dan muatan, jarak yang ditempuh,
waktu yang dibutuhkan”.

Struktur Organisasi PT Garuda Indonesia


Struktur organisasi merupakan elemen penting untuk menjalankan aktivitas
perusahaan yang menggambarkan hubungan wewenang dan tanggung jawab bagi
setiap karyawan yang ada dalam perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi
yang jelas, maka seluruh aktivitas perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik dan
mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu, untuk
mencapai tujuan dasar kerja sama yang mempunyai bentuk dan susunan yang jelas
dalam tiap-tiap tugasnya serta menegaskan hubungan antara satu sama lain.
Struktur organisasi pada PT. Garuda Indonesia adalah sebagai berikut :

A. GeneralManager
B. Secretary
C. General Affair
D. Sales Manajer
E. Sales Rep. Pax
F. Sales Rep. Cargo
G. Sales Office SPV.
H. Finance Manager
I. Accounting SPV.

Tugas-tugasnya

a. General Manager
General manager atau manajer umum adalah manajer yang memiliki
tanggung jawab seluruh bagian / fungsional pada suatu perusahaan atau
organisasi. Manajer umum memimpin beberapa unit bidang fungsi
pekerjaan yang mengepalai beberapa atau seluruh manajer fungsional.
Adapun Tugasnya yaitu :
- Menyusun rencana kerja serta Activity Plan melalui koordinasi
dengan seluruh unit terkait di perwakilan setempat sesuai dengan
acuan dan ketentuan yang ditetapkan Direksi / Pimpinan Perusahaan.
b. Secretary
Secretary atau sekretaris mempunyai tugas pokok mengatur dan
membantu general manager dalam melaksanakan aktivitas
perusahaan, diantaranya :
- Mengatur jadwal kerja pimpinan
- Mengatur persiapan rapat, seminar, dan presentasi pimpinan
- Membuat surat sesuai arahan pimpinan
c. General Affair
Adapun tugas dari General Affair, diantaranya :
- Menerima tugas dan tanggung jawab yang diberikan atasan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
- Mengurus surat-surat izin, pajak-pajak perusahaan ke Pemerintahan
Daerah.
d. Sales Manajer
Membantu kepala perwakilan dalam menjalankan fungsi penjualan
dalam upaya pencapaian budget penjualan. Adapun tugasnya ialah :
- Mengkoordinir pelaksanaan penjualan agar tercapai sasaran / target
yang ditetapkan perusahaan.
- Mengusulkan budget penjualan, menerapkan target pencapaian,
mempertahankan kinerja dan kualitas pelayanan.
e. Sales Representative Pax
Menjalankan fungsi-fungsi pemasaran, penjualan, analisa dan
sebagai konsultan kepada konsumen dan mitra usaha dengan tujuan
untuk mencapai target penjualan yang dibebankan kepada
perwakilan. Adapun tugasnya ialah :
- Merumuskan dan mengusulkan paket-paket perjalanan baru
- Menangani market Domestik
- Mengelola situs jejaring sosial, dll
f. Sales Representative Cargo
Membantu Sales Manager dalam pelaksanaan atau peningkatan Sales
Kargo perwakilan dan membina mitra usaha serta pihak ketiga dalam
rangka pemasaran produk kargo Garuda Indonesia. Adapun tugasnya
ialah :
- Melakukan kunjungan atau sales visit ke agent atau mitra usaha,
menginformasikan setiap produk Garuda secara tepat dan benar,
serta membina hubungan baik.
- Menangani cargo udara, baik dalam negeri maupun luar negeri.
g. Sales Office SPV
Adapun tugasnya ialah :
- Mengawasi, melakukan kegiatan reservasi dan ticketing
penumpang.
- Mengadakan dan memelihara hubungan baik dengan customer dan
mitra usaha / relasi.
h. Finance Manager
Merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan mengendalikan
kegiatan akuntansi perwakilan setempat medan guna menyajikan
laporan keuangan yang memenuhi azas relevan yang dapat dipahami,
dapat diuji kebenarannya, netral,tepat waktu, dapat diperbandingkan
dan lengkap. Adapun tugasnya yaitu :
- Membantu General Manager dalam penjabaran perencanaan
perusahaan di Perwakilan Setempat.
- Menjabarkan serta merumuskan kebijakan General Manager
sekaligus membuat strategi pengawasaanya agar tidak menyimpang
dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
i. Accounting SPV
Membantu Finance Manager dalam pelaksanaan pengendalian
akuntansi perwakilan setempat khusus menyangkut akuntansi
penjualan guna laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu. Adapun
tugasnya ialah :
- Membantu Finance Manager dalam pelaksanaan fungsi
pengendalian khusus menyangkut akuntansi penjualan baik dari
kantor penjualan sendiri maupun dari kantor penjualan Agen.
- Menjabarkan serta merumuskan kebijakan Finance Manager
sekaligus membuat strategi pengawasannya agar tidak
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Aero-Politics & Air Freedoms

Selama bertahun-tahun, masyarakat telah berusaha untuk mencapai


pertumbuhan ekonomi, terus meningkatkan standar hidup mereka. Pada 1970-an,
orang-orang mulai menunjukkan kepedulian terhadap tekanan yang ditimbulkan
oleh pertumbuhan ekonomi bebas terhadap lingkungan. Suara penting dalam
penentangan terhadap pertumbuhan ini adalah Batas Pertumbuhan Klub Roma ,
yang mengklaim bahwa pertumbuhan penduduk tidak berkelanjutan,
menggunakan simulasi komputasi untuk membuat prediksi lingkungan dan
masyarakat apokaliptik (Meadows, Meadows, Randers, dan Behrens, 1972).

Analisis ekonomi menunjukkan cerita yang berbeda dari yang diceritakan


oleh Klub Roma. Para ekonom telah mengembangkan hipotesis bahwa, jika
diplot terhadap pendapatan nasional atau per kapita, konsentrasi polutan tertentu,
yang dapat dideteksi oleh populasi yang relevan, akan menunjukkan kurva
berbentuk seperti U terbalik. Dimulai dari pendapatan yang sangat rendah
tingkat, konsentrasi akan meningkat sebagai pendapatan tumbuh, tetapi hanya
sampai titik tertentu. Pada puncak U terbalik, manfaat marjinal dari melakukan
sesuatu tentang polusi melebihi biaya tambahan pengendalian polusi, dan tingkat
konsentrasi mulai turun terkait dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi.
Hubungan ini dinamai kurva Kuznets lingkungan (EKC) setelah Simon Kuznets,
yang mempelajari hubungan serupa antara pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pendapatan (Kuznets, 1955). Dimulai dengan Grossman dan
Krueger (1991), EKC telah menjadi titik fokus penelitian tentang penyebab
ekonomi dari polusi.

Studi empiris tentang EKC sangat banyak, dan tidak semua polutan
mengikuti pola EKC yang baru saja dijelaskan (Lipford dan Yandle, 2010).
Namun banyak penelitian mengabaikan peran sentral lembaga ekonomi yang
mencakup penegakan hak milik ketika memperkirakan hubungan. Hak milik,
pasar terbuka, dan ekonomi swasta yang dinamis adalah institusi ekonomi yang
sangat penting untuk dipertimbangkan ketika mengevaluasi hasil lingkungan.
Pada saat yang sama institusi ekonomi cenderung diabaikan, sejumlah besar
penelitian empiris baru-baru ini menyoroti peran institusi politik dalam
meningkatkan kualitas lingkungan. Salah satu temuan yang konsisten adalah
bahwa institusi politik, korupsi, atau struktur sosial berperan penting dalam
mencirikan hubungan antara aktivitas ekonomi dan kualitas lingkungan dengan
tepat (Panayotou, 1997; Barrett dan Grady, 2000; Bhattarai dan Hammig, 2001;
Bernauer dan Koubi, 2009; Leitao , 2010; Lin dan Liscow, 2013). Belum

studi ini gagal untuk menjelaskan peran lembaga ekonomi dan kebebasan
secara eksplisit dalam model penjelasan mereka meskipun kadang-kadang
mengakui hubungan kausal yang tak terhindarkan ini.

Kesadaran akan pentingnya hak milik dan institusi ekonomi untuk


mengurangi polusi bukanlah hal baru. Dalam makalah yang paling banyak
dikutip tentang subjek di bidang ekonomi dan hukum, Pemenang Nobel
Ronald Coase (1960) mengusulkan bahwa, dengan tidak adanya biaya
transaksi, hak milik yang terdefinisi dengan baik akan selalu menghasilkan
koreksi eksternalitas yang berbahaya. Ini akan terjadi ketika mereka yang
diuntungkan dan dirugikan oleh aktivitas polusi bernegosiasi sampai mereka
menemukan distribusi hak atas sumber daya lingkungan yang efisien.

Negosiasi ini tidak mungkin terjadi tanpa hak milik yang kuat. Coase (1960)
mengelaborasi argumen ini dengan mencatat bahwa, pada kenyataannya, di
mana asumsi bahwa biaya transaksi tidak ada tidak akan membuat demikian,
biaya penyelesaian sengketa bisa sangat tinggi. Kelembagaan yang
berkembang dengan baik, yang mempermudah penyelesaian perselisihan,
harus ditempatkan untuk memfasilitasi pergerakan menuju distribusi sumber
daya lingkungan yang efisien.

Ternyata analisis Coase dan kesimpulan yang ditarik darinya didasarkan


pada aturan hukum umum Inggris yang memberikan hak atas air dan udara
yang tidak tercemar kepada pemegang hak hilir. Pada common law, pemegang
hak dapat mengontrakkan hak mereka kepada mereka yang lebih
menghargainya. Namun, dalam common law, tidak ada pencemar yang berhak
membebankan biaya kepada pihak hilir tanpa izin mereka (Meiners dan
Yandle, 1999). Common law Inggris adalah lembaga hak milik yang penting.
Sejalan dengan itu, Panayotou (1993) mengusulkan bahwa negara
berkembang dapat mengurangi tekanan yang mereka berikan pada lingkungan
dengan menghilangkan kebijakan yang mendistorsi pasar, memastikan bahwa
hak milik—khususnya yang mengatur sumber daya alam—kuat, dan dengan
menginternalisasi eksternalitas yang tersisa.

Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa hak kepemilikan yang


kuat hanyalah salah satu elemen kelembagaan yang relevan dengan polusi.
Peraturan pemerintah yang tidak tepat dapat berdampak buruk pada
kemampuan, dan insentif bagi, individu untuk terlibat dalam perundingan
Coasian, yang dapat menyebabkan tingkat polusi yang tidak efisien.
Sebaliknya, keterbukaan terhadap perdagangan dapat memungkinkan
organisasi yang berbasis di negara-negara kaya yang mematuhi standar
lingkungan internasional untuk membangun kehadiran di negara-negara
berkembang, di mana mereka dapat mencemari lebih sedikit daripada
perusahaan lokal. Inefisiensi birokrasi, pengaruh kelompok kepentingan
khusus, dan maraknya BUMN, semuanya dapat menghambat kemampuan
pemerintah untuk memperbaiki lingkungan secara efektif. Semua faktor
kelembagaan ekonomi ini ditangkap dalam indeks (indeks EFW) yang
diterbitkan dalam laporan tahunan Fraser Institute, Economic Freedom of the
World (Gwartney et al., 2012).

Tujuan makalah kami adalah untuk menyelidiki lebih dekat hubungan


antara kebebasan ekonomi dan lingkungan. Gambar 1 adalah diagram sebar
konsentrasi partikel halus dan PDB per kapita untuk 105 negara pada tahun
2010. Diagram sebar menunjukkan hubungan negatif; Namun, seperti yang
dicatat oleh banyak literatur yang dibahas di atas, hubungan ini mungkin tidak

Gambar : Partikulat dan pendapatan,

Catatan: Gambar menampilkan konsentrasi tahunan rata-rata partikel halus


(PM <10 ) yang diplot terhadap PDB riil per kapita untuk 105 negara pada
tahun 2010. PM <10 diukur dalam mikrogram per meter kubik. Data PDB
disesuaikan dengan paritas daya beli dan dinyatakan dalam dolar AS tahun
2005. Garis tren hitam pekat mencerminkan hubungan linier sederhana
antara dua variabel. Sumber: Bank Dunia, 2013.

menjadi linier. Selanjutnya, dalam sebaran partikel halus dan skor dari indeks
EFW untuk 105 negara yang sama pada tahun 2010 ( gambar 2
), hubungan negatif
terlihat jelas. Dan memang, 20 negara dengan peringkat tertinggi menurut indeks
EFW memiliki konsentrasi partikel halus yang hampir 40% lebih rendah dari
konsentrasi di 20 negara yang menempati peringkat terendah (perhitungan
penulis). Sederhananya, negara-negara yang paling bebas memiliki udara yang
lebih bersih daripada negara-negara yang paling tidak bebas.

Gambar : Materi partikulat dan kebebasan ekonomi,

Catatan: Gambar tersebut menampilkan konsentrasi tahunan rata-rata


partikel halus (PM <10 ) yang diplot terhadap skor dari indeks kebebasan
ekonomi terkait rantai kustom (komponen Uang Suara dihapus) untuk 105
negara pada tahun 2010. PM <10 diukur dalam mikrogram per meter kubik.
Skor yang lebih rendah pada indeks kebebasan ekonomi menunjukkan
kebebasan ekonomi yang lebih sedikit, dan skor yang lebih tinggi,
kebebasan ekonomi yang lebih banyak. Garis tren hitam pekat adalah
hubungan linier antara dua variabel. Sumber: Gwartney et al., 2012; Bank
Dunia, 2013.

Untuk memperumit masalah, kebebasan ekonomi dan PDB per kapita


juga berkorelasi. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengontrol berbagai
hubungan pengganggu ini untuk mengidentifikasi efek langsung dari
kebebasan ekonomi pada dua indikator lingkungan—konsentrasi partikel
halus (PM 10 ) dan emisi karbon dioksida (CO 2 ). Kami menggunakan data
multinegara dari tahun 2000 hingga 2010 untuk mengidentifikasi efek kausal
langsung dari hak milik dan lembaga ekonomi penting lainnya—seperti yang
dijelaskan dalam indeks kebebasan ekonomi—pada konsentrasi partikel halus
dan emisi karbon dioksida sambil mengendalikan efek domestik bruto produk,
institusi politik, dan variabel pengganggu lainnya.

Bagian berikut memaparkan alasan untuk hubungan antara kualitas


lingkungan dan unsur-unsur tertentu dari kebebasan ekonomi yang menarik
bagi kita. Bagian ketiga membahas “Revolusi Oranye” Ukraina dan
pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan. Studi kasus kami berfokus pada
kebutuhan akan analisis empiris yang kuat tentang pengaruh kebebasan
ekonomi terhadap polusi. Bagian empat menguraikan data dan metodologi
ekonometrik yang digunakan dalam analisis empiris kami. Bagian lima
menyajikan dan membahas hasil empiris. Bagian enam menyimpulkan
makalah.
2. Kaitan antara Kebebasan Ekonomi dan Lingkungan

Hubungan antara pendapatan dan kualitas lingkungan telah—dan terus menjadi—


dipelajari secara ekstensif oleh mereka yang terutama tertarik pada kurva Kuznets
lingkungan (EKC). Kualitas kelembagaan sering diperlakukan sebagai efek
sekunder pada tingkat polusi. Meskipun demikian, ada alasan untuk percaya
bahwa kebebasan ekonomi (ukuran kualitas lembaga ekonomi) memainkan peran
yang sangat penting dalam hubungan kausal antara pembangunan ekonomi dan
kualitas lingkungan. Gagal memperhitungkannya dalam model ekonomi polusi
dapat menyebabkan hasil palsu. Di bagian ini, kami menyusun pilihan penelitian
sebelumnya yang memperkuat pentingnya

dari peran ini.

2.1 Peran hak milik dan sistem hukum

Negosiasi antara pencemar dan kelompok masyarakat dapat mengendalikan


eksternalitas terkait pencemaran, sebuah gagasan yang banyak dikaitkan dengan
Ronald Coase (1960). Hak kepemilikan yang kuat atas tanah yang dirusak oleh
polusi menciptakan insentif yang diperlukan bagi individu untuk terlibat dalam
regulasi informal. Institusi yang sesuai seperti pengadilan umum atau beberapa
sistem untuk penegakan kontrak antara pencemar dan masyarakat selanjutnya
dapat mengurangi biaya yang harus dihadapi masyarakat untuk memastikan
bahwa pencemar tetap terkendali.

Hak milik yang kuat dan sistem pengadilan tidak cukup untuk menampung
regulasi informal yang efektif. Peraturan pemerintah formal diketahui secara
tidak sengaja membongkar peraturan informal demi hasil yang lebih rendah
(Meiners dan Yandle, 1999). Dalam perbandingan hukum peraturan formal dan
informal, Posner (1996) mendukung beberapa wawasan efek peraturan formal di
mana pemerintah memiliki tujuan yang sama sebagai individu:

• mentransfer sumber daya pemerintah ke regulator informal, atau sekadar tidak


mengambil sumber daya tersebut melalui perpajakan dan regulasi, dapat
menghasilkan regulasi yang lebih efisien daripada intervensi formal pemerintah;

• dalam banyak kasus, peraturan pemerintah dapat membatalkan efek positif dari
peraturan informal;

• peraturan pemerintah tentang interaksi di antara kelompok-kelompok warga


tampaknya sangat melemahkan pengaturan diri dalam kelompok.

Kesimpulan Posner (1996) secara implisit mendukung proposisi bahwa


kemampuan untuk mengatur dipegang dengan cara yang sama seperti hak
lainnya. Ketika ada banyak penuntut hak untuk mengatur, biaya pengaturan
secara efektif meningkat karena regulator yang bersaing saling menginjak kaki
satu sama lain; mengakibatkan pengendalian pencemaran tidak efektif. Pada
intinya, ini adalah terjadinya tragedi

“anti-kesamaan”.

Ringkasnya, kualitas sistem hukum dan keamanan hak milik secara


teori dapat mengarah pada regulasi informal polusi; namun, efek ini dapat
dihalangi oleh peraturan formal pemerintah.

2.2 Peran keterbukaan terhadap perdagangan

Tersirat dalam meningkatkan kebebasan ekonomi adalah menghilangkan


hambatan yang tidak wajar terhadap perdagangan, perjanjian, dan kerja sama
internasional. Di antara gagasan yang paling meresap—dan mungkin paling
kontroversial—yang terkait dengan hubungan antara polusi dan keterbukaan
perdagangan umumnya dikenal sebagai hipotesis "surga polusi". Hipotesis ini
hanya mengusulkan bahwa, ketika hambatan internasional dihilangkan,
perusahaan pencemar akan pindah ke negara-negara yang memiliki standar
polusi lebih rendah, yang disebut ras ke dasar atau efek surga polusi. Tinjauan
Carson (2010) tentang literatur EKC menunjukkan bahwa bukti empiris untuk
mendukung hipotesis ini, bermurah hati, kontroversial. Wheeler (2001)
memberikan kritik mendalam terhadap teori yang mendukung hipotesis polusi,
memberikan beberapa bukti bahwa:

• pengurangan polusi dan kepatuhan terhadap peraturan adalah biaya kecil bagi
sebagian besar perusahaan pencemar jika dibandingkan dengan langkah
internasional;

• peraturan informal membantu mengendalikan pencemar internasional;

• perusahaan multinasional besar di banyak industri umumnya mematuhi standar


yang sama di mana pun mereka beroperasi.

Frankel dan Rose (2002) menggunakan pendekatan variabel instrumental


untuk memperkirakan hubungan antara polusi dan keterbukaan perdagangan.
Hasil mereka tidak mendukung hipotesis surga polusi, bahkan menunjukkan
bahwa mungkin saja terlibat dalam perdagangan memiliki efek menguntungkan
pada lingkungan. Hal ini didukung oleh analisis tingkat mikro dari Dasgupta et
al. (2000), yang menunjukkan bahwa organisasi yang diperdagangkan secara
publik atau mematuhi prosedur manajemen produksi ISO 14000, yang dirancang
sebagian untuk membantu perusahaan mematuhi standar lingkungan, diharapkan
dapat mengurangi polusi. Dasgupta dkk. (2002) memberikan bukti bahwa harga
saham perusahaan publik merespon negatif terhadap berita yang menyoroti
aktivitas polusi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan internasional
menghadapi tekanan yang signifikan untuk menjaga polusi tetap terkendali, di
mana pun mereka beroperasi.

Antweiler dkk. (2001) menunjukkan bahwa keterbukaan terhadap


perdagangan dapat mempengaruhi lingkungan dalam tiga cara: efek skala, efek
teknik, dan efek komposisi. Efek skala mengacu pada bagaimana perdagangan
yang lebih bebas mengarah pada peningkatan output, yang pada gilirannya
menyebabkan lebih banyak polusi, semuanya sama. Pada saat yang sama,
perdagangan yang lebih bebas mengarah pada penyebaran teknologi baru dan
bersih ke seluruh negara yang

akan mengurangi polusi. Membuka lebih banyak perdagangan juga menyebabkan


perubahan komposisi industri, yang, tergantung pada faktor pendukung, dapat
berdampak positif atau negatif terhadap polusi. Antweiler dkk. (2001)
menemukan bahwa efek bersih dari perdagangan bebas pada konsentrasi sulfur-
dioksida adalah negatif.

Perdagangan yang lebih bebas dapat mengarah pada lingkungan yang lebih
bersih secara keseluruhan untuk beberapa polutan, tetapi mungkin ada lokasi di
mana aktivitas polusi meningkat. Hal ini terjadi melalui difusi teknologi lintas
negara, dan melalui perubahan komposisi industri hanya di beberapa negara
tergantung pada faktor pendukung mereka.

2.3 Peran pemerintah besar

Ukuran pemerintah sering dirujuk sebagai indikator kebebasan ekonomi.

Pemerintah yang terlalu besar dapat dikaitkan dengan inefisiensi birokrasi,


pengaruh kelompok kepentingan khusus, dan maraknya perusahaan milik negara.
Semua faktor ini berpotensi mempengaruhi kemampuan pemerintah yang terlalu
besar untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Bernaur dan Koubi (2013) menganalisis data tingkat nasional dari 42
negara untuk periode 1971 hingga 1996 untuk menguji pengaruh ukuran
pemerintah pada konsentrasi sulfur-dioksida sambil mengontrol kualitas
pemerintah dan faktor lainnya. Hasil mereka menunjukkan bahwa pemerintahan
besar dikaitkan dengan konsentrasi sulfur dioksida yang lebih tinggi.

Selain itu, pemerintah yang lebih besar mungkin memiliki lebih banyak
perusahaan milik negara yang kebal terhadap peraturan informal dan lebih
mungkin untuk mengamankan dana talangan lebih mudah daripada rekan-rekan
sektor swasta mereka sejak negara

memiliki kepentingan langsung dalam operasi mereka. Wood (2013)


membangun model teoretis yang memprediksi bahwa perusahaan yang lebih
mungkin menerima dana talangan ketika menderita kesulitan keuangan harus
menjadi pencemar yang lebih buruk daripada mereka yang kesulitan
mengamankannya. Meyer dan Pac (2013) membandingkan kinerja lingkungan
dari utilitas energi di Eropa Timur dan menemukan bahwa utilitas milik
negara memang lebih kotor daripada rekan-rekan mereka yang diprivatisasi.
Hal ini selain temuan Dasgupta et al. (1997), yang menyatakan bahwa
perusahaan-perusahaan yang dikelola negara di Cina lebih kotor daripada
rekan-rekan mereka di pasar bebas. Efek ini sebagian besar disebabkan oleh
distorsi biaya pengurangan dan peningkatan produksi limbah yang disebabkan
oleh pengelolaan yang tidak efisien.
3. Analisis
Sebelum melanjutkan untuk mengembangkan model ekonometrika untuk
menguji hipotesis kami, kami menggunakan studi kasus untuk menunjukkan
bahwa hubungan kausal antara kebebasan ekonomi dan polusi mungkin ada.
Studi kasus yang ideal akan dibuat seperti eksperimen ilmiah. Kami idealnya
akan mengamati beberapa peristiwa yang secara kejam mengubah kebebasan
ekonomi di negara tertentu. Kita kemudian dapat mengamati perubahan polusi di
negara itu, relatif terhadap perubahan yang terlihat di negara lain yang memiliki
tingkat kebebasan ekonomi yang stabil. "Revolusi Oranye" adalah contoh yang
sangat baik dari studi kasus semacam itu.

3.1 Data

Untuk analisis awal di bagian ini, kami menggunakan konsentrasi partikel di


perkotaan dengan diameter kurang dari 10 mikron (PM 10 ) dari indikator
Pembangunan Dunia (WDI) Bank Dunia. PM 10 digunakan sebagai proxy untuk
kualitas udara lokal; dampaknya sebagian besar nyata dan relatif berjangka
pendek. Ini pada dasarnya adalah rata-rata konsentrasi PM 10 terukur (dalam
mikrogram per meter kubik) di kota-kota dengan lebih dari 100.000 penduduk
selama setahun. Ada kemungkinan bahwa kekuatan alam mungkin memiliki
beberapa efek pada ukuran polusi ini. Meskipun demikian, ukuran PM 10 kami

adalah indikator yang baik dari efek buruk polusi udara perkotaan yang
ditanggung oleh individu.

Kami menggunakan indeks terkait rantai Institut Fraser dari Economic


Freedom of the World (EFW chain-linked index) sebagai ukuran kebebasan
ekonomi dan kualitas institusi ekonomi. Indeks terkait rantai EFW memberikan
skor tahunan dari 10 yang menunjukkan sejauh mana kebijakan dan lembaga
suatu negara mendukung kebebasan ekonomi (10 sangat mendukung dan 0
kurang mendukung kebebasan ekonomi). Indeks terkait rantai EFW
mencerminkan ukuran pemerintah; kualitas sistem hukum dan kekuatan hak
milik; kesehatan uang; kebebasan untuk berdagang; dan beban regulasi.1

3.2 Revolusi Oranye

Setelah pemilihan tetap pada akhir 2004, Ukraina menyaksikan protes damai
besar-besaran yang menyebabkan perubahan politik yang dramatis (Kuzio,
2010). Protes ini kemudian dikenal sebagai Revolusi Oranye. Di Ukraina,
Revolusi Oranye merupakan awal dari perubahan drastis menuju liberalisasi
politik dan ekonomi. Untuk tujuan kami, ini adalah kesempatan yang ideal
untuk menyelidiki pengurangan polusi yang terkait dengan perubahan diskrit
dalam kebebasan ekonomi.

Gambar 3 menunjukkan persentase perubahan indeks rantai-rantai EFW dari


tingkat tahun 2000. Sekilas, jelas bahwa skor Ukraina pada indeks rantai-
rantai EFW mengalami pertumbuhan yang signifikan mulai tahun 2004, stabil
pada tahun 2006, sesuai—setidaknya secara kronologis—dengan Revolusi
Oranye. Skor rata-rata empat tahun pada indeks rantai-rantai EFW setelah
pertumbuhan ini adalah 5,82, meningkat 18% dari rata-rata empat tahun
sebelum 2004 sebesar 4,95. Perbedaan rata-rata empat tahun ini signifikan
secara statistik pada tingkat 5% menurut uji-T dua sampel Welch (nilai-p =
0,0182).

Gambar : Ukraina dan Swedia, perubahan (%) dalam kebebasan ekonomi,

1
3 Ukraine
0
2
5
2
0
1
5
1
0
5
Sweden
0

-5
200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 201
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

Catatan: Angka tersebut menampilkan perubahan persentase kumulatif sejak


tahun 2000 dalam skor dari indeks kebebasan ekonomi terkait rantai kustom
(komponen Uang Suara dihapus) untuk Ukraina dan Swedia.
Sumber: Bank Dunia, 2013; perhitungan oleh penulis.

Periode waktu ini juga dikaitkan dengan penurunan dramatis dalam

konsentra
si PM Ukraina usia rata-rata ( gambar 4 ). Rata-rata empat tahun PM 10

Perbedaan rata-rata empat tahun ini signifikan secara statistik pada tingkat 1%
menurut uji-T dua sampel Welch (nilai-p = 6,573 10 5 ) Lebih penting lagi, ini
menunjukkan perubahan dari konsentrasi rata-rata PM 10 sebesar 30,7 ke

18 g/m 3
, yang berada di bawah Pedoman Kualitas Udara Organisasi
Kesehatan Dunia (2006) sebesar 20 g/m 3
. Dengan memasukkan data dari
2010, kami menghitung konsentrasi PM 10 rata-rata 5 tahun sebesar 17,5 g/m 3 .

Gambar : Ukraina dan Swedia, perubahan (%) dalam konsentrasi partikel


halus, –
1
0
0

-10

Sweden
-20

-30

-40
Orange Ukraine
Revolutio
-50 n
200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 201
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

Catatan: Gambar tersebut menggambarkan persentase kumulatif perubahan


konsentrasi partikel halus sejak tahun 2000.
Sumber: Bank Dunia, 2013; perhitungan oleh penulis.

Untuk melihat perubahan dalam PM 10 Ukraina yang terkait dengan Oranye


Revolusi adalah bukti yang meyakinkan, tetapi tidak memuaskan tentang
kemungkinan hubungan antara peningkatan kebebasan ekonomi yang diinduksi
dan penurunan polusi yang teramati. Sangat berguna untuk mengamati negara
terdekat yang mengalami sedikit atau tidak ada perubahan dalam kebebasan
ekonomi sebagai perbandingan. Swedia adalah contoh ideal negara semacam itu.
Meskipun berbeda secara budaya dan politik dari Ukraina, Swedia memberikan
wawasan yang baik tentang perubahan konsentrasi PM 10 di negara yang relatif
stabil selama tahun 2000-an. Seperti terlihat pada Gambar 3 , Swedia
menunjukkan variasi yang sangat sederhana dalam kebebasan ekonomi.
Faktanya, perbedaan rata-rata empat tahun indeks rantai-rantai EFW Swedia
sebelum dan sesudah revolusi Oranye Ukraina secara statistik tidak dapat
dibedakan dari nol menurut uji-T dua sampel Welch.

Perbedaan budaya dan tidak teramati antara Swedia dan


Ukraina tidak menjadi perhatian utama karena masuk akal untuk mengasumsikan
bahwa perbedaan-perbedaan itu sama sebelum dan sesudah Revolusi Oranye.
Dalam hal ini, kami memiliki bakat untuk melakukan eksperimen alami. Data
dari Swedia dan Ukraina sebelum Revolusi Oranye bertindak sebagai kontrol
untuk perbedaan bawaan antara negara-negara ini. Data dari Ukraina setelah
Revolusi Oranye adalah kelompok perlakuan. Jika perbedaan antara pengurangan
PM 10 di Swedia dan Ukraina meningkat setelah tahun 2004, ini mungkin
menunjukkan efek kausal karena hanya Ukraina yang mengalami Revolusi
Oranye. Jika kita puas dengan proposisi bahwa konsentrasi PM 10 di Swedia dan
Ukraina mengikuti tren yang sama sebelum tahun 2004 dan Swedia tidak
terpengaruh oleh Revolusi Oranye, kita dapat mengatakan bahwa tren yang
diamati di Swedia adalah apa yang akan terjadi di Ukraina jika tidak ada kejutan
dalam kebebasan ekonomi

OPEN SKIES DAN SINGLE AVIATION

1. Open Skies
A.Pengertian Open Sky
OPEN Sky atau Kebijakan Langit Terbuka adalah perjanjian Internasional
antara 2 negara atau lebih yang mengizinkan pesawat penumpang dan kargo
terbang diatas suatu wilayah tanpa batasan bertujuan untuk mempromosikan
persaingan pasar bebas, pengaturan pemasaran yang kooperatif dengan penetapan
harga yang kompetitif.  Pengertian Open sky policy (Kebijakan Udara Terbuka)
ini pada awalnya digulirkan oleh Amerika Serikat (AS) dalam kompetisinya
menghadapi Eropa; namun didalam perjalanannya, ternyata negara-negara di
Eropa, khususnya Eropa barat, sepakat untuk menjadi suatu uni Eropa yang
bersatu (European Union). Pada berbagai negara, open sky policy ini dapat
mempumyai arti dan bisa diartikan berbeda, dengan demikian cara
menyingkapinya pun akan berbeda pula. Negara-negara dengan ruang udara yang
luas seperti halnya Indonesia, tentu akan sangat berbeda dengan Singapura dalam
mengartikan open sky policy, serta cara menyingkapinya.  
Berdasarkan pelaksanaan Peraturan Presiden No.12/ 2016, Indonesia
mengakui keikutsertaannya dalam ASEAN Open Sky Policy walaupun tidak
secara penuh. Kebijakan merupakan perjanjian multilateral dari sepuluh negara
anggota ASEAN untuk menyatukan langit mereka dalam satu pasar penerbangan
tunggal, artinya liberalisasi penerbangan untuk tingkat dan wilayah yang besar.
Dengan meningkatkan konektivitas yang juga menekan harga penerbangan di
negara-negara anggota ASEAN ini menargetkan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah.
Dikutip dari Indonesia-Invesment.com, Agoes Soebagio, Kepala
Kerjasama & Humas Civil Aviation Authority (CAA) dari Kementerian
Perhubungan Indonesia, menjelaskan meskipun Indonesia mengikuti Open Sky
Policy, namun bukan berarti penerbangan di kawasan ASEAN bebas bisa terbang
ke Indonesia. Hanya lima bandara Indonesia yang tercantum dalam kebijakan ini
yaitu: Bandara Internasional Soekarno-Hatta , Bandara Internasional Kualanamu
(Sumatera Utara), Bandara Internasional Juanda (Jawa Timur), Bandara
Internasional Ngurah Rai (Bali), dan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
(Sulawesi Selatan).
Saat ini Indonesia menerapkan pembatasan terhadap maskapai
penerbangan asing yang beroperasi di Indonesia. Kebijakan  ini dimaksudkan
untuk melindungi bisnis penerbangan dalam negeri. Akses bagi maskapai asing
untuk melayani rute dalam negeri dilarang, sementara penerbangan internasional
diatur di bawah perjanjian bilateral. Untuk menyiasati kebijakan ini, agar dapat
beroperasi di Indonesia, perusahaan penerbangan asing harus membeli, memiliki
dan mengoperasikan maskapai penerbangan yang berbasis di Indonesia terlebih
dahulu.
Open Sky Policy menyebabkan bertambahnya permintaan untuk jasa
penerbangan internasional dan menciptakan bisnis untuk perusahaan
pengangkutan udara. Disisi lain, penerbangan jelas masih perlu mentaati slot
pendaratan atau lepas landas yang diberikan oleh otoritas dari lima bandara
tersebut. Slot selalu dibatasi untuk maskapai tertentu dengan semua bandara di
seluruh dunia karena keterbatasan kapasitas.Kebijakan ini memang tidak
sepenuhnya diberlakukan, pasalnya ada kekhawatiran yang nampak bahwa
maskapai penerbangan di Indonesia tidak cukup kompetitif untuk bersaing dengan
maskapai dari negara lain di Asia Tenggara untuk pangsa pasar di rute regional.

B.Alasan untuk Langit Terbuka 


Open Skies di ASEAN terdiri dari liberalisasi rute penerbangan antar
negara anggota ASEAN. Itu akan melibatkan penghapusan kontrol kapasitas pada
rute, penghapusan hambatan masuk, dan membebaskan pengaturan kepemilikan.
Ini dapat diharapkan mengarah pada peningkatan efisiensi dalam Industri
transportasi udara ASEAN, menghasilkan keuntungan bersih secara keseluruhan
dalam kesejahteraan ekonomi. Keuntungan dari liberalisasi akan muncul dari dua
sumber—keuntungan dari perdagangan, dan keuntungan dari pasar yang lebih
kompetitif. Keuntungan dari perdagangan layanan penerbangan terjadi ketika
liberalisasi mengarah ke maskapai penerbangan yang paling cocok untukb rute
mendapatkan peningkatan pangsa pasar pada rute tersebut. Akibatnya, biaya
keseluruhan untuk melayani rute ini turun, dan kualitas produk meningkat. Di
bawah regulasi, biaya tinggi maskapai penerbangan akan dijamin pangsa pasarnya
—di bawah liberalisasi, maskapai berbiaya lebih rendah dari negara mitra akan
memperolehnya saham. Keuntungan dari persaingan muncul ketika ada
persaingan yang lebih kuat antara petahana (yang tidak lagi dibatasi oleh regulasi
di pangsa pasar yang mereka dapat dicapai) dan dari pendatang baru. Awalnya,
persaingan menempatkan tekanan pada harga, dan konsumen memperoleh
keuntungan dengan mengorbankan maskapai penerbangan dan produsen
penerbangan. Dalam jangka pendek, biaya mungkin tidak jatuh, dan maskapai
merugi. Dalam jangka panjang, biaya dapat menjadi dikurangi ke tingkat yang
cukup untuk memastikan profitabilitas—jika mereka tidak bisa, keluar dari
maskapai akan mengakibatkan tarif naik, meskipun tidak ke tingkat asli. Dalam
praktiknya, proses persaingan adalah jauh lebih sedikit dipesan daripada yang
disarankan ini, dan industri penerbangan mengalami periode profitabilitas yang
buruk dan baik dalam waktu lama. Persaingan juga merangsang pengenalan baru
produk dan melayani segmen pasar yangtidak terlayani dengan baik sebelumnya. 
Dengan demikian LCC telah merangsang permintaan dari segmen pasar
baru yang layanan penuh operator (FSC) tidak berfungsi dengan baik sebelumnya.
Eropa pengalaman menunjukkan bahwa LCC pendatang baru memainkan peran
bagian penting dalam proses persaingan—segera setelah liberalisasi, persaingan
antara FSC tidak meningkat tajam, dan manfaat dari liberalisasi adalah sederhana
(Otoritas Penerbangan Sipil, 1998). Itu adalah entri LCC yang benar-benar
membuat perbedaan bagi Eropa pasar (Doganis, 2001; Lawton, 2002; Williams,
2002). 

C.Keuntungan Kerugian Konsumen dan Produsen


Keuntungan dan kerugian utama akan dialami oleh konsumen dan
produsen transportasi udara. Namun, industri pariwisata juga akan terpengaruh
oleh liberalisasi maskapai. Tarif yang lebih rendah berarti lebih banyak
perjalanan, dan lebih banyak bisnis untuk industri pariwisata. Sementara
pariwisata secara keseluruhan akan mendapatkan (terutama karena pariwisata di
ASEAN menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan kawasan lain), ada
kemungkinan bahwa pariwisata industri di beberapa negara akan kalah, jika
domestic wisatawan asing pengganti pariwisata domestik. Besarnya kemungkinan
keuntungan dari liberalisasi adalah pertanyaan empiris. Evaluasi sistematis itu
sulit, mengingat kekurangan data.
Namun, bukti seperti itu memang ada menunjukkan keuntungan yang
signifikan. Tampaknya ada yang lebar perbedaan dalam produktivitas dan
efisiensi biaya dari Maskapai penerbangan ASEAN. Beberapa ASEAN maskapai
penerbangan sangat kompetitif biayanya menurut standar dunia dan ini telah
berhasil di pasar internasional (Oum dan Yu, 1998a, b) (lihat Tabel 3 dan 4).
Maskapai lain tampaknya jauh lebih hemat biaya, dan kurang sukses secara
finansial. Ada bukti penyebaran yang luas dari tarif penerbangan. Tarif pada rute
yang diatur secara ketat lebih tinggi daripada di rute yang lebih kompetitif. Ada
ketidakseimbangan arah yang cukup besar dalam tarif pada beberapa yang
dikendalikan rute—ini menunjukkan bahwa tidak semua tarif didasarkan pada
biaya. Bukti lebih lanjut datang dari tarif sekarang ditawarkan pada rute domestik
oleh LCC. Ini adalah secara signifikan lebih rendah daripada intra-ASEAN
internasional rute dengan jarak dan kepadatan yang sama. Secara keseluruhan,
sementara studi sistematis tentang tarif dan produktivitas belum dilakukan
dilakukan, bukti yang tersedia sangat menyarankan kemungkinan keuntungan
yang kuat dari liberalisasi. Secara keseluruhan, pola keuntungan dan kerugian
cenderung seperti berikut. Konsumen atau penumpang akan menjadi yang utama
penerima manfaat dari liberalisasi, memperoleh keuntungan dari tarif yang lebih
rendah dan jangkauan layanan yang lebih baik. Industri penerbangan akan kalah,
meskipun kurang dari keuntungan konsumen, dalam jangka pendek. Perusahaan
penerbangan industri tidak akan rugi dalam jangka panjang, Ketika biaya
memiliki waktu untuk menyesuaikan. Industri pariwisata akan mendapatkan
keuntungan. Namun, kemungkinan keuntungan yang diperoleh suatu negara dari
pariwisata tambahan akan menjadi skala yang lebih kecil daripada manfaat
konsumen. Akan ada kesejahteraan secara keseluruhan memperoleh. Namun,
tidak semua keuntungan ini perlu diperoleh ke ASEAN negara secara
keseluruhan, atau ke masing-masing negara ASEAN.
Besar kemungkinan negara-negara ASEAN secara keseluruhan akan
keuntungan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sehingga konsumen jasa
penerbangan berasal dari ASEAN, keuntungannya untuk penduduk ASEAN
kemungkinan akan melebihi kerugian di jangka pendek ke maskapai milik
ASEAN. pariwisata ASEAN industri akan mendapatkan keuntungan dari lebih
banyak perjalanan di ASEAN. 
Untuk masing-masing negara, sejauh mana mereka memperoleh dari Open
Skies tergantung pada penggunaan yang mereka buat penggunaan transportasi
udara, dan ketergantungan pariwisata mereka industri di udara. Negara-negara
yang menghasilkan pariwisata, seperti sebagai Singapura, akan mendapatkan.
Negara-negara yang tidak berada dalam posisi untuk menghasilkan banyak
perjalanan udara, karena per pendapatan perkapita rendah, tidak akan memperoleh
banyak dengan cara manfaat konsumen. Jika mereka memiliki industri pariwisata,
lebih rendah tarif udara akan merangsang ini, dan memberikan sumber
keuntungan. Tidak mungkin negara mana pun akan menjadi pecundang bersih
dari Open Skies—untuk kasus ini, kerugian di maskapai tingkat harus lebih besar
daripada keuntungan di konsumen dan tingkat pariwisata. Negara yang tidak
menghasilkan banyak udara perjalanan tidak cenderung memiliki biaya tinggi
tetapi sangat menguntungkan maskapai penerbangan yang akan kalah dari
liberalisasi. 

D.Hambatan dalam Kebijakan Open Sky


Untuk negara-negara yang memiliki penerbangan yang mapan industri,
kepentingan produsen dapat menjadi hambatan untuk mengubah. Maskapai yang
menghadapi lebih banyak persaingan mungkin akan menghadapi kehilangan
pangsa pasar, dan yang menghadapi tekanan pada biaya, akan menentang
liberalisasi. Tenaga kerja maskapai ini akan juga menentang perubahan, karena
mereka mungkin kehilangan pekerjaan dan upah akan berada di bawah tekanan.
Seperti di negara dan wilayah lain, ada maskapai penerbangan di negara-negara
ASEAN yang memusuhi liberalisasi. Namun gambarnya campur aduk. Beberapa
maskapai penerbangan ASEAN adalah secara terbuka mendukung liberalisasi. Ini
cenderung menjadi maskapai penerbangan yang sukses secara finansial, memiliki
produktivitas tinggi, dan yang melihat peluang jika diizinkan untuk melayani
pasar baru, atau pasar yang ada dengan cara yang tidak terlalu ketat dasar. 
Berbeda dengan ini, beberapa maskapai mapan menentang liberalisasi. Ini
cenderung maskapai yang telah kurang berhasil. Maskapai penerbangan semacam
itu memiliki profil publik yang tinggi, dan mereka memiliki hubungan yang kuat
dengan pemerintah mereka. Itu munculnya LCC di kawasan ASEAN membuat
mereka bahkan lebih waspada—mereka telah mengamati kesulitan yang FSC di
Eropa dan di tempat lain bersaing dengan LCC. Maskapai-maskapai penerbangan
ini adalah pendukung kuat status quo, dengan preferensi untuk rute yang
kapasitas dikendalikan dan dicadangkan untuk maskapai penerbangan incumbent.
Pemerintah, sebagian mencerminkan tekanan dari maskapai penerbangan, tetapi
juga mencerminkan kecenderungan mereka sendiri, sering protektif. Mereka
berusaha untuk melestarikan maskapai penerbangan nasional sebagai entitas, dan
berusaha untuk mendorong sektor penerbangan di dalam perbatasan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.psychologymania.com/2013/08/pengertian-manajemen-
transportasi.html

https://www.belajarsipil.com/2014/01/15/pengertian-dan-tujuan-manajemen-
sistem-transportasi/

https://blogagusmunawar.blogspot.com/2013/04/manajemen-transportasi.html

https://www.workmate.asia/id/blog/memahami-manajemen-transportasi-dan-
distribusi

https://www.cambridge.org/core/journals/american-journal-of-international-law/
article/abs/freedom-of-the-air-and-the-convention-on-the-law-of-the-sea/
A241FF230B88720FA1B9E194AEC316C0

https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2539809

https://scholarlypublishingcollective.org/psup/transportation-journal/article-
abstract/49/4/24/292211/Air-Transport-Liberalization-and-Its-Impacts-on

https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2012/05/13_Emmy%20Latifah.pdf

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/5756/9845

https://media.neliti.com/media/publications/14982-ID-tinjauan-hukum-
internasional-mengenai-asean-open-sky-dan-dampaknya-bagi-indonesi.pdf

https://ruangrakyat.com/open-sky-policy-liberalisasi-penerbangan-indonesia/

https://www.academia.edu/es/47402805/
Kebijakan_Open_Sky_Bagi_Perkembangan_Dan_Pertumbuhan_Industri_Penerba
ngan_Dari_Perspektif_Hukum_Dan_Kerjasama_Internasional_Kajian_Indonesia_
Malaysia_Dan_Vietnam

https://www.slideshare.net/Conorpurcell/open-skies?qid=fd0f5cad-efba-4a96-
8759-48672561424e&v=&b=&from_search=1

https://ekonomi.bisnis.com/read/20180725/98/820504/hadapi-pasar-tunggal-
penerbangan-asean-ap-i-tingkatkan-kapasitas-dan-sistem-bandara

https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_Tunggal_Penerbangan_Perbara

https://ekonomi.bisnis.com/read/20200919/98/1293932/indonesia-hapus-asean-
single-aviation-market-ini-risikonya

Anda mungkin juga menyukai