Anda di halaman 1dari 19

REVIEW ARTIKEL INTERNASIONAL

1. 2020_INTERNASIONAL_ Grafiddin Rahmat

Judul The Application of the Conceptual Change Learning


Model Combined with Predict-Observe-Explain to
Overcome Student Misconceptions on Chemical Bonds
Penulis Grafiddin Rahmat, Hasan Muhammad, Rahmatan Hafnati*
Identitas jurnal Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume
576 Proceedings of the 2nd International Conference on Science,
Technology, and Modern Society (ICSTMS 2020)
Kata kunci misconception, conceptual change model, predict,observer-explain model,
chemical bonding
pendahuluan Miskonsepsi sering terjadi dalam dunia pendidikan. Banyak peneliti telah
mempelajari tentang miskonsepsi dan mencoba memecahkan masalah ini.
Beberapa contoh miskonsepsi kajian adalah pada konsep perubahan fisika
dan kimia [1], kimia organik [2], dan fotokatalis [3]. Kay dan Yin [4]
mengungkapkan beberapa aspek penyebab miskonsepsi, antara lain:
Pertama, guru tidak menyadari miskonsepsi meskipun telah mengajar
siswa selama bertahun-tahun, Kedua siswa merasa percaya diri dengan
pemahamannya, Ketiga penjelasan konsep tidak representatif, sehingga
cenderung berlebihan, Keempat analogi yang tidak tepat oleh guru, dan
Kelima adanya pemaknaan konsep yang ambigu. Penelitian sebelumnya
telah mengidentifikasi miskonsepsi dalam kimia seperti miskonsepsi
analisis ikatan kimia [5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,12, 13], reaksi redoks [14], titrasi
[15], ikatan kovalen [16] , ikatan ion [17], ikatan kovalen dan oktet [18],
hibridisasi [19], kesetimbangan kimia [20, 21] dan kinetika kimia [22,23].
Salah satu miskonsepsi siswa tentang ikatan kimia adalah siswa tidak dapat
mendeskripsikan ikatan ion dan kovalen dengan tepat [2 4]. Sebagai
contoh, sebagian besar siswa menyatakan bahwa senyawa KOH dan
NaNO3 merupakan ikatan ionik atau kovalen. Namun, jawaban yang benar
adalah bahwa keduanya adalah ikatan kovalen dan juga ikatan ion.
Dampak miskonsepsi juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini
terlihat dari data Ujian Nasional (UN) 2017 untuk mata pelajaran kimia.
Provinsi Aceh menduduki peringkat enam dari 34 provinsi dengan nilai
rata-rata mata pelajaran kimia 53,36. Banda Aceh, khususnya, memiliki
rata-rata nilai UN kimia tertinggi sebesar 87,50 dengan persentase 5,41%.
Salah satu solusi dalam mengatasi miskonsepsi ikatan kimia adalah
penerapan model pembelajaran Conceptual Change (CC). CC merupakan
model pembelajaran yang dibangun dan memiliki beberapa tahapan dalam
membangun pengetahuan.
Metode penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 September 2019 dengan
menggunakan metode penelitian quasi eksperimen untuk mengetahui
penurunan miskonsepsi ikatan kimia dengan menggunakan model CC dan
POE. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X-MIA MAN
Banda Aceh yaitu MAN 1, MAN 2, dan MAN 3. MAN 1 Banda Aceh memiliki
265 siswa yang terbagi menjadi 5 kelas. MAN 2 Banda Aceh memiliki 3
kelas dengan 110 siswa. Sedangkan MAN 3 Banda Aceh memiliki 116 siswa
yang terbagi dalam 3 kelas. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling dengan melihat persentase miskonsepsi melalui
instrumen tes empat tingkat pada konsep ikatan kimia berdasarkan tabel 1

Sampel yang diambil sebanyak 186 orang, yang dibagi menjadi kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang masing-masing kelasnya berjumlah
93 orang. Butir tes diagnostik empat tingkat tersebut telah lolos proses
kalibrasi (validasi, reliabilitas, tingkat kesulitan, dan daya pembeda).

Metode reliabilitas yang digunakan adalah Metode Konsistensi Internal.


Koefisien reliabilitas tes ditentukan dengan menggunakan rumus Kuder
Richardson 20 (KR-20) berupa soal latihan berganda.
pembahasan Miskonsepsi Antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Derivasi
miskonsepsi siswa dihitung dengan persamaan Kurniawan et al. [34],
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Menunjukan bahwa miskonsepsi kelompok lebih tinggi (kategori sedang)


daripada kelompok kontrol (kategori rendah). Gurmu [35] mengungkapkan
bahwa dominasi metode pembelajaran siswa seperti menghafal konsep
kimia tanpa mengamati, membuktikan, dan mengalami bagaimana suatu
konsep terbentuk menimbulkan miskonsepsi. Model konvensional
merupakan metode yang hanya menjadikan siswa pasif dan guru aktif.
Siswa menerima pengetahuan dari guru tanpa bukti dari konsep yang
diberikan [36]. Selanjutnya miskonsepsi juga berasal dari lingkungan
belajar, sehingga sulit untuk dihilangkan. Secara umum tahapan model
konvensional adalah: Pertama, guru menjelaskan konsep diikuti dengan
instruksi untuk mencatat penjelasan-penjelasan tersebut. Kemudian, siswa
akan diberikan beberapa latihan. Keadaan ini membuat suasana kelas
menjadi monoton dan mengakibatkan kurang efektifnya pembelajaran
konsep ikatan kimia abstrak [38]. Kelompok eksperimen mendapatkan
perlakuan berupa model pembelajaran konstruktivisme seperti CC dan POE
yang dapat menurunkan angka miskonsepsi ikatan kimia. Pemahaman
konseptual siswa diperoleh dari pembelajaran bermakna pada model
pembelajaran CC dan POE. Model pembelajaran konstruktivisme ini dapat
membentuk pemahaman siswa yang baik sehingga penurunan jumlah
miskonsepsi ikatan kimia lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hasil uji
normalitas dan homogenitas untuk mengetahui perbedaan penurunan
miskonsepsi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
ditunjukkan pada tabel 9. Hasil analisis data statistik dari uji four-tier pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdasarkan Tabel 2 dengan
menggunakan software SPSS versi 22 menunjukkan bahwa data tidak
berdistribusi normal dan tidak homogen dengan nilai Sig < .05. Namun nilai
Zhitung > Ztabel pada uji daya pembeda antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, sehingga dapat disimpulkan signifikan.
Hasil miskonsepsi ikatan kimia pada masing -masing sub topik dapat dilihat
pada tabel 10.
Pada kelompok eksperimen, reduksi miskonsepsi kategori tinggi terdapat
pada sub topik struktur Lewis sebesar 0,7 dan sub topik ikatan kovalen
sebesar 0,67, sedangkan sub topik lainnya berada pada sub topikkategori
(Tabel 10). Kelompok eksperimen mengalami model pembelajaran CC dan
POE. Pada awal proses pembelajaran, guru menemukan ide awal siswa.
Perlakuan ini berdampak baik terhadap pemahaman konsep siswa
sehingga penurunan miskonsepsi pada kelompok eksperimen lebih baik
daripada kelompok kontrol. Adzape dan Akpoghol [34] menyatakan bahwa
pembelajaran konstruktivisme, seperti model CC dan POE dapat
mengoreksi miskonsepsi kimia, dan penggunaannya bermanfaat dalam
kegiatan belajar mengajar. Model POE dapat membuat peserta didik aktif
dalam mengungkapkan dan mengembangkan ide-idenya.
Penggunaan model CC sangat efektif dalam mengurangi miskonsepsi
ikatan kovalen seperti yang digunakan oleh Putri dan Sukarmin [39].
Mereka menggunakan model berupa teks perubahan konseptual dan
kerangka kerja yang dapat memecahkan masalah kehidupan sehari-hari
siswa. Model CC dan POE menuntut peserta didik untuk menghadapi dan
mengevaluasi konsep mereka berdasarkan kecerdasan, kredibilitas, dan
kegunaan. Barlia [40] menyebutkan beberapa tahapan dalam model CC,
yaitu penambahan, penataan ulang/restrukturisasi, dan penggantian.
Model ini juga disarankan oleh Nadelson et al. [41] bagi guru pendidikan
IPA karena efektif mengubah konsep siswa. Pembelajaran dengan model
pembelajaran CC dan POE pada semua sub topik pada Tabel 3
menunjukkan penurunan kuantitas miskonsepsi yang signifikan. Chen dkk.
[42] menyarankan kolaborasi lebih lanjut dalam model CC dan POE yang
digunakan untuk mengatasi kesalahpahaman dalam topik ilmiah lainnya.
Kombinasi model CC dan POE terbukti dalam penelitian ini dapat
menurunkan miskonsepsi siswa.
simpulan Dapat disimpulkan bahwa kombinasi pembelajaran CC dan POE dapat
menurunkan Chemical Bond Material Based on
Completeness and Student miskonsepsi siswa pada materi ikatan
kimia. Selain itu, model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa.

2. 2020_INTENASIONAL_ Fawzia Aulia Praptiwi

Judul The Effect of Chemiclife Media on Learning Outcomes


Penulis Fawzia Aulia Praptiwi1* Rivaldi Dwi Kurniawan1 Rusly Hidayah1 *
Identitas jurnal Advances in Engineering Research, volume 196 International Joint
Conference on Science and Engineering (IJCSE 2020)
Kata kunci Chemic-life media, chemical bond material, effectivity
pendahuluan Tugas utama guru adalah mengkondisikan lingkungan agar mendukung
terjadinya perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi siswa. Untuk
itu perlu mengkondisikan lingkungan yang kondusif dan menantang rasa
ingin tahu siswa, sehingga proses belajar dapat berlangsung secara efektif.
Indikator keberhasilan pembelajaran ditandai dengan pemahaman siswa
dalam proses pembelajaran sehingga guru dituntut untuk mampu
menciptakan iklim belajar yang menyenangkan yang dapat mengantarkan
pemahaman siswa secara maksimal [1]. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
dan aktif dalam proses pembelajaran, adalah dengan menggunakan bahan
ajar yang dapat menarik perhatian siswa
Komik menyediakan alat pedagogis yang dapat menarik siswa ke dalam
isu-isu tertentu, memotivasi mereka untuk menemukan informasi yang
relevan, membantu mengingat isi materi dan membuat pembelajaran sains
lebih menarik. Sehingga komik dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
[5]. Komik dapat menyampaikan pesan dengan lebih mudah dipahami. Hal
ini karena komik menggabungkan kekuatan ilustrasi dan teks yang
tersusun dalam alur cerita bergambar. Teks membuat komik lebih mudah
dipahami, sedangkan garis bergambar membuat pesan yang disampaikan
lebih mudah diingat
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di kelas XI MIA 2
SMA Negeri 1 Geger Madiun, sebanyak 61,8% siswa menyatakan masih
mengalami kesulitan dengan materi ikatan kimia. Materi ikatan kimia
disampaikan dengan bantuan buku dan power point, namun sebanyak
55,9% siswa mengungkapkan bahwa buku yang digunakan belum dapat
mempermudah dalam memahami materi kimia. Berdasarkan hasil
penelitian pendahuluan, sebanyak 52,6% siswa menyatakan bahwa buku
kimia didominasi teks dan rumus kimia sehingga sulit untuk dipahami,
sebanyak 31,6% siswa menyatakan bahwa buku kimia kurang menarik atau
membosankan. dan siswa lainnya berpendapat bahwa buku kimia terlalu
monoton dengan bahasa yang sulit dan tidak disertai ilustrasi. Komik yang
akan peneliti kembangkan jika dibandingkan dengan komik yang sudah
beredar dipasaran terdapat perbedaan sub materi, konsep dan alur cerita.
Dari uraian di atas maka peneliti mengambil penelitian untuk
mengembangkan media komik sebagai media pembelajaran materi ikatan
kimia yang berjudul “Pengembangan Media Chemiclife Pada Bahan Ikatan
Kimia”.
Metode penelitian Pengembangan media Chemiclife telah dilakukan sesuai dengan tahapan
metode penelitian 4D. Tahapan penelitian 4D yaitu: Define, Design,
Develop dan Disseminate namun dalam pembuatan media Chemiclife
hanya dilakukan sampai tahap develop.
Tahap selanjutnya adalah validasi media Chemic-life ditinjau dari validitas
isi dan validitas konstruk. Tahap selanjutnya adalah melakukan tahap uji
coba terbatas ketika media dinyatakan valid ditinjau dari validitas isi dan
konstruk. Pada tahap ini mendapatkan data kepraktisan dan keefektifan
media yang dikembangkan. Kepraktisan media ditinjau dari hasil
tanggapan 12 siswa sebagai subjek uji coba dan juga didukung oleh
observasi aktivitas siswa selama proses uji coba terbatas. Keefektifan
media Chemic-life ditentukan berdasarkan ketuntasan hasil belajar siswa
ditinjau dari hasil posttest siswa dan peningkatan hasil belajar siswa.
pembahasan Hasil penelitian metode 4D adalah mengembangkan media Chemiclife
yang dapat disajikan seperti pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Pada Gambar 1 sampul depan berisi: (1) nama dari media; (2) lambang
Unesa; (3) ilustrasi yang menggambarkan isi media yaitu ikatan kimia; dan
(4) penulis Chemic-life.
Pada Gambar 2 merupakan isi media. Seperti komik pada umumnya, isi
cerita di Chemiclife berisi narasi, dialog antar karakter, karakter, ilustrasi
pendukung yang digambarkan sehingga menjadi sebuah cerita yang padu.
Media Chemiclife berisi 36 halaman.
Keefektifan media Chemiclife ditentukan berdasarkan Ketuntasan hasil
belajar siswa ditinjau dari hasil posttest siswa. Ketuntasan hasil belajar
siswa telah tercapai jika diperoleh nilai 75 [9]. Peningkatan hasil belajar
siswa dapat dihitung dari nilai pretest dan posttest, soal pretest dan
posttest diberikan kepada 12 siswa ketika dilakukan uji coba terbatas
seperti pada Gambar 3
Berdasarkan data pengujian di atas, nilai Asymp. Sig data pretest dan
posttest adalah 0,2. Selanjutnya setelah diketahui data berdistribusi
normal, maka hasil nilai pretest dan posttest dihitung dengan
menggunakan rumus n-gain. Tabel 2 menyajikan perhitungan hasil pretest
dan posttest menggunakan rumus n-gain dan ketuntasan menurut Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM).
Berdasarkan data Tabel II di atas, 8 siswa mendapatkan nilai n-gain dengan
kategori tinggi sedangkan 4 siswa lainnya berada pada kategori cukup.
Terdapat 4 siswa yang berada pada kategori cukup karena pada saat
pengumpulan data dilakukan pemilihan siswa sesuai dengan kriteria 3
siswa berkemampuan rendah, 3 siswa berkemampuan sedang dan 3 siswa
berkemampuan tinggi. Jadi, siswa mengerjakan soal pretets dan posttest
sesuai dengan kemampuannya, sehingga menghasilkan nilai yang
diperoleh bervariasi. Komik dalam pendidikan sains selain mampu menarik
minat siswa juga efektif dalam menyampaikan pengetahuan sains kepada
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Keefektifan media juga ditentukan oleh ketuntasan hasil posttest siswa.
Berdasarkan Tabel 2 nilai pretest dan posttest siswa jika dilihat dari nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), untuk nilai pretest semua siswa dalam
kategori tidak tuntas tetapi untuk nilai posttest, 2 siswa mendapatkan nilai
yang sama dengan nilai PKS dan 10 siswa lainnya di atas nilai PKS atau
dapat dikatakan semua siswa berada pada kategori tuntas. Setelah
diketahui ketuntasan individu, dapat pula diketahui ketuntasan klasikal.
Jika 85% siswa dalam kelas tersebut mencapai ketuntasan individu, maka
kelas tersebut mencapai ketuntasan klasikal [11]. Ditinjau dari kelengkapan
dan peningkatan hasil belajar siswa, media Chemiclife dikatakan efektif
sebagai media pembelajaran.
simpulan Media Chemiclife dinyatakan efektif ditinjau dari kelengkapan dan
peningkatan hasil belajar siswa. Ditinjau dari ketuntasan hasil belajar
siswa, seluruh siswa dinyatakan tuntas dengan nilai posttest 75, sedangkan
dari segi peningkatan hasil belajar 75% siswa berada pada kriteria tinggi
dan 15% lainnya berada pada kriteria sedang.
3. 2019_INTENASIONAL_ Gusti Arisandi

Judul DEVELOPMENT INSTRUMENTS OF LEARNING CHEMISTRY


BASED ON ANALOGY TO HIGHER ORDER THINGKING
SKILLS ON SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT IN CHEMICAL
BOND
Penulis Gusti Arisandi , Hari Sutrisno
Identitas jurnal European Journal of Education Studies ISSN: 2501 - 1111 ISSN-L: 2501 -
1111 Tersedia online di: www.oapub.org/edu/zenodo.3369401 Volume 6
10.5281 Edisi 5 2019
Kata kunci validitas, model Rasch, ikatan kimia
pendahuluan Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak mengalami
kesulitan dalam pembelajaran dengan siswa di sekolah. Secara umum
dalam mempelajari kimia ada tiga aspek yang harus diperhatikan, yaitu
makroskopis, submikroskopis dan simbolik (Johnstone, 2000). Pada tingkat
mikroskopis dan simbolik merupakan tingkat abstrak karena tidak terlihat
(Demircioglu & Demircioglu, 2013). Representasi makroskopik adalah
representasi kimiawi yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap
suatu fenomena yang dapat dilihat dan dirasakan oleh panca indera atau
dalam bentuk pengalaman sehari-hari. Representasi mikroskopis, yaitu
representasi kimia yang menjelaskan struktur dan proses pada tingkat
partikel (atom/molekul) dari fenomena makroskopik yang diamati.
Representasi simbolik adalah representasi kimia kualitatif dan kuantitatif
seperti menggambar rumus kimia, (persamaan ikiometri, diagram reaksi,
rumus matematika, diagram reaksi, perhitungan Johnstone, 1993). Semua
konsep tersebut harus saling terintegrasi agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Untuk mendukung pembelajaran yang berkualitas, diperlukan
instrumen penilaian untuk mengukur apa yang akan diukur sehingga dapat
menilai kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Metode penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam) kelas XI yang terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa
116 orang. Instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa menggunakan hasil analisis data pada materi ikatan kimia berupa
uraian yang memuat tingkat kognitif C4, C5 dan C6.
Dengan validitas empiris. Instrumen yang terdiri dari 20 soal diujikan pada
116 siswa yang berada di luar sampel penelitian.
Pada penelitian ini dilakukan validasi empiris menggunakan model Rasch
dengan software Winstep. Menurut Booena, Staver, & Yale (2014), kriteria
validitas adalah MNSQ Outfit: 0,5
pembahasan Program Winstep yang terbuka dalam analisis ini dapat dilihat pada tabel
output Fit Order Item seperti pada Tabel 2
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3, soal yang tidak sesuai terdapat
pada butir soal nomor 17 dan 3. Hal ini dikarenakan pada soal nomor 17
terdapat tiga kriteria yang tidak terpenuhi yaitu kriteria outfit MNSQ, outfit
ZSTD, dan pt-measure corr. Sedangkan untuk soal nomor 3 ada dua kriteria
yang tidak terpenuhi yaitu kriteria outfit MNSQ dan kriteria pt-measure
corr. Soal nomor 8, 12, 10, 15, 16, 11, 18, 4, 19, 13, 9, 6, 20, 1, 7, 5, 2, dan
14 pada kriteria pt-measure corr tampaknya tidak terpenuhi, namun soal
tersebut masih dapat digunakan karena masih memenuhi dua kriteria
lainnya. Soal yang dikategorikan fit dengan model minimal harus
memenuhi dua kriteria (Sumintono dan Widhiarso, 2015: 72). Sehingga
dari 20 pertanyaan dengan 116 responden terdapat 2 pertanyaan yang
tidak valid dan 18 pertanyaan yang dinyatakan valid. Soal yang tidak valid
dinyatakan tidak layak digunakan untuk keperluan analisis dalam
penelitian ini. Rangkuman nomor butir soal yang valid dan tidak valid dapat
dilihat pada Tabel 3.

simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


validitas instrumen pembelajaran kimia berbasis analogi untuk
menganalisis kemampuan berpikir tingkat tinggi pada materi ikatan kimia
dapat digunakan dengan baik sesuai dengan kriteria valid dan tidak valid.
dari suatu masalah yang digunakan. Dalam penelitian ini, validitas sebagai
instrumen penelitian yang signifikan untuk ditinjau. Tujuan validitas adalah
untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang validitas tes
kepada siswa. Jadi kesimpulannya soal yang valid ada 18 soal dan yang
tidak valid ada 2 soal
A. 2017_Jurnal Intern_Doni
Judul : Identifikasi dan Analisis Miskonsepsi pada Materi Ikatan Kimia Menggunakan
Instrumen Tes Diagnostik Three-Tier
Penulis : Doni Setiawan, Edy Cahyono, Cepi Kurniawan
Tentang : Journal of Innovative Science Education
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian Research and Development model 4D. Model 4 D
yaitu define, design, develop, dan disseminatesesuai langkah-langkahThiagarajan, et al. (1974). Langkah-
langkah dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap. Tahap pertama yaitu pengembangan instrumen tes
diagnostik three-tier dan tahap kedua yaitu aplikasi instrumen tes diagnostik three-tier untuk identifikasi
miskonsepsi.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengembangkan instrumen tes diagnostik three-tier yang
digunakan untuk analisis dan mengidentifikasi miskonsepsi siswa di sekolah, (2) menerapkan hasil tes
sebagai dasar identifikasi faktor miskonsepsi, dan (3) merumuskan model pembelajaran remedial untuk
meremediasi miskonsepsi.
Keywords:
Misconceptions, Three-tier diagnostic test, Chemical bonding, Remedial learning
Pendahuluan : Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu
menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) meliputimengamati; menanya;
mengumpulkan informasi/ Mencoba; menalar/ mengasosiasi; dan mengomunikasikan untuk semua mata
pelajaran. Pendekatan saintifik akan mampu memberikan pemahaman yang utuh kepada siswa tentang
topik yang sedang dipelajari. Siswa yang belum memiliki pemahaman secara utuh atau dalam penilaian
belum mencapai KKM satuan pendidikan, harus mengikuti pembelajaran remedial.
Pembelajaran remedial dapat digunakan sebagai upaya tambahan untuk mengatasi dan membantu siswa
yang belum mencapai ketuntasan belajar (Izzati, 2015). Berdasarkan hasil observasi muncul beberapa
kendala dalam pelaksanaan pembelajaran remedial meyebabkan guru tidak melaksanakan pembelajaran
remedial secara efektif bahkan hanya melakukan tes ulang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Indrawati (2009). Pembelajaran remedial yang tidak dilakukan secara efektif dapat menimbulkan
mikonsepsi.
Miskonsepsi didapatkan dengan dua cara, yaitu dari pengalaman dan pembelajaran (Nakiboglu,
2003).Miskonsepsi merupakan pemahaman siswa tentang konsep keilmuan yang berbeda dengan konsep
yang diterima secara ilmiah (Kirbulut& Geban, 2014), sangat kuat dan dipegang terus menerus oleh siswa
(Schmidt, 1995), resisten dan sulit diubah (Nicoll, 2001). Untuk itu, miskonsepsi harus diidentifikasi dan
dideteksi sejak dini agar guru segera melakukan pembelajaran remedial yang dapat merubah miskonsepsi
menjadi konsepsi yang benar.
Hasil dan Pembahasan : Tahap Pengembangan Instrumen
Hasil uji kelayakan instrumen tes diagnostik three-tier yang dikembangkan dapat dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
a) Validasi Ahli
Hasil validasi instrumen tes diagnostik three-tier dengan perhitungan nilai CVR berdasarkan Expert
Judgment.
b) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal dihitung dengan membandingkan jumlah siswa yang menjawab benar dan jumlah
siswa yang menjawab salah. Soal yang tidak perlu direvisi adalah soal yang memiliki tingkat kesulitan
sedang, yaitu soal dengan tingkat kesukaran antara 0.20 - 0.90.
Tahap Identifikasi Miskonsepsi Berdasarkan hasil interpretasi kombinasi jawaban didapatkan data profil
hasil jawaban siswa sesuai dengan kriteria.
c) Daya Beda
Penentuan daya beda soal dilakukan dengan cara membagi 40 siswa menjadi 20 siswa kelompok atas dan
20 siswa kelompok bawah lalu dilakukan perhitungan nilai D.
d) Realibilitas
Pada penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan persamaan Kuder-Richardson
Tahap Wawancara Diagnostik
Berdasarkan hasil wawancara, diidentifikasi miskonsepsi apa saja pada konsep ikatan kimia dan faktor
penyebab terjadinya miskonsepsi pada konsep ikatan kimia. Hasil analisis faktor penyebab miskonsepsi
yang paling banyak dialami siswa adalah karena prakonsepsi siswa dan metode pembelajaran yang
kurang tepat. Oleh karena itu, untuk meremediasi miskonsepsi pada siswa perlu dilakukan pembelajaran
remedial yang tepat yaitu pembelajaran yang mengakomodasi prakonsepsi siswa dan menggunakan
model pembelajaran yang baru. Hasil penelitian yang dilakukan Baser (2006) menunjukkan bahwa
pembelajaran berorientasi perubahan konseptual menyebabkan perolehan konsep ilmiah secara signifikan
lebih baik daripada pembelajaran sains konvensional.
Kesimpulan :
ahasan, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tes diagnostik three-tier yang dikembangkan valid
dengan tingkat kesukaran sedang, daya beda rendah dan reliabel. Aplikasi instrumen tersebut
menghasilkan analisis miskonsepsi pada topik ikatan kimia yang teridentifikasi sebesar 54,48% dengan
rinciankestabilan unsur sebesar 7,03%, lambang Lewis 10,00%, ikatan ionik 11,59%, ikatan kovalen
14,32%, bentuk molekul 4,76%, dan sifat senyawa 6,78%.Analisis selanjutnya berupa faktor penyebab
terjadinya miskonsepsi pada materi ikatan kimia yaitu kesalahan pada metode pembelajarandan konsepsi
awal siswa.Berbasis hasil analisis, model pembelajaran remedial untuk mereduksi miskonsepsi siswa
adalah model pembelajaran conceptual change.
B. 2021_Jurnal internasional_ Frenking
Judul : Ikatan Kimia – Pintu Masuk Kimia ke Ilmu Pengetahuan Tetangga dan Filsafat
Penulis : Gernot Frenking
Kata kunci: Ikatan kimia · teori kuantum · fungsi gelombang · realitas · permainan manik-manik kaca
Inti sari ; Gernot FrenkingKimia pada dasarnya menganggap dunia material[1] sebagai komposisi atom
serta molekul dan padatan, yang dibentuk oleh ikatan kimia antara atom. Patut dicatat bahwa tidak ada
perbedaan tajam antara ikatan kimia, seperti pada H2, dan gaya tarik antar atom yang lemah, seperti pada
He2, yang paling sering disebut dengan istilah interaksi van-der-Waals. Hal ini tampak jelas dengan
definisi yang agak kabur dari ikatan kimia yang diberikan oleh IUPAC, yang kembali ke saran yang
dibuat oleh Linus Pauling: “Ada ikatan kimia antara dua atom atau kelompok atom dalam hal gaya
bertindak di antara mereka sedemikian rupa sehingga mengarah pada pembentukan agregat dengan
stabilitas yang cukup untuk membuatnya nyaman bagi ahli kimia untuk menganggapnya sebagai 'spesies
molekuler'.” Merupakan ciri khas kimia bahwa konsep dan model yang tidak tepat sangat berhasil dalam
menjelaskan temuan kimia, yang terkadang sulit diterima oleh fisikawan ortodoks. Kimia mungkin tepat
disebut ilmu konsep fuzzy, yang diberi nama "unicorn". Namun, ini bukan topik utama dari esai ini.
Fokus dari pekerjaan ini adalah pada ikatan kimia asli.
Fisika mengetahui empat gaya fundamental yang dapat dibedakan untuk menggambarkan interaksi dalam
materi. Gaya kuat dan gaya lemah hanya relevan dalam inti atom dan untuk proses seperti peluruhan
neutron bebas. Gaya gravitasi terlalu lemah untuk menjelaskan gaya tarik yang kuat seperti antara dua
atom hidrogen dalam H2. Ini meninggalkan gaya listrik (Coulombik) sebagai penjelasan yang tersisa
untuk ikatan kimia. Namun menurut fisika klasik, gaya tarik menarik listrik yang kuat hanya terjadi antara
partikel dengan muatan yang berlawanan, bukan antara atom netral seperti pada H2. Dan mengapa harus
ada gaya tarik listrik yang kuat di H2 dan tidak di He2? Terlepas dari masalah yang jelas ini, Gilbert
Lewis pada tahun 1916 menyajikan model heuristik untuk ikatan kimia berdasarkan pembentukan
pasangan elektron, yang ia usulkan sebagai inti dari ikatan.[4] Ini adalah saran paradoks, karena menurut
fisika klasik elektron saling tolak menolak daripada membentuk pasangan elektron penstabil. Lewis
menulis: "... ikatan kimia setiap saat dan dalam semua molekul hanyalah sepasang elektron yang dipegang
bersama oleh dua atom".[5] Model ikatan pasangan elektron, yang dikembangkan lebih lanjut oleh Irving
Langmuir pada tahun 1919–1921[6] dan dielaborasi oleh Lewis pada tahun 1923[7] masih merupakan
model yang paling penting untuk menggambarkan struktur dan reaktivitas molekul saat ini, meskipun
masalah dan kontradiksinya dengan hukum fisika klasik. Lewis mengenali kelemahan modelnya dan dia
berspekulasi: “… gaya listrik antara partikel yang sangat berdekatan tidak mematuhi hukum sederhana
kuadrat terbalik yang berlaku pada jarak yang lebih jauh.
Dampak teori kuantum pada pemahaman dunia material dan cara para ilmuwan menggambarkan objek
fisik adalah revolusi pemikiran manusia tentang dasar-dasar materi, yang tidak diterima oleh semua
orang. Contoh terkenal adalah Max Planck, yang penemuannya tentang distribusi garis spektral radiasi
benda hitam termal membuatnya mengusulkan bahwa pertukaran energi antara materi dan vakum
elektromagnetik terjadi dalam bentuk spektrum diskrit yang menghasilkan kuanta, dan disadari bahwa
proses atom adalah tidak kontinu tetapi terjadi dalam langkah-langkah diskrit.[14] Putranya kemudian
mengingat bahwa wawasan ini, yang muncul dari analisis temuan eksperimental, hanya diterima dengan
enggan oleh Planck karena ia menyadari bahwa pandangan yang tampaknya tertutup tentang dunia
material fisika klasik akan dihancurkan. Albert Einstein memberikan kontribusi penting untuk teori
kuantum, tetapi dia tidak pernah menerimanya sebagai teori fisika yang benar-benar elementer. Diskusi
kontroversial antara dia dan Nils Bohr, salah satu pendiri teori kuantum, sangat
legendaris, terutama pada Konferensi Solvay 1927 di Brussel. Sejak itu, telah terjadi diskusi
berkelanjutan antara ilmuwan alam dan filsuf tentang pemahaman manusia tentang dunia dalam
pandangan postulat teori kuantum. Kutipan dari Nils Bohr masih berlaku sampai sekarang: “Mereka yang
tidak terkejut ketika pertama kali menemukan teori kuantum tidak mungkin memahaminya.
Kembali ke Gilbert Lewis, yang menyadari pada tahun 1916 tentang efek kuantum dalam atom dan
molekul yang ditemukan oleh Planck, meskipun mereka belum ditemukan oleh mekanika gelombang
yang diperkenalkan oleh Schrödinger pada tahun 1926. Lewis sangat tidak menyukai teori kuantum, yang
dia menyebut dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1923 "masuknya bolshevisme ilmiah".[42]
Tapi dia mengakui resistensi yang melekat pada pikiran manusia untuk menerima perubahan paradigma
yang asli. Dia menyebut di akhir bukunya “perlunya menjaga keterbukaan pikiran; sehingga, ketika solusi
dari masalah-masalah ini, yang sekarang tampak begitu membingungkan, pada akhirnya ditawarkan,
penerimaannya tidak akan terhambat oleh konvensi dan abstraksi mental yang tidak memadai dari masa
lalu”.[7] Ini juga berlaku untuk pertanyaan memahami ikatan kimia sebagai interferensi fungsi gelombang
atom.
Pemahaman manusia tentang segala yang ada merupakan upaya untuk mengungkapkan kompleksitas
alam yang tak terbatas dengan kemampuan pikiran manusia yang terbatas. Hal ini diperlukan untuk
mengakui keterbatasan ini dan mengenali karakter model dari semua pengetahuan. Pengalaman langsung
realitas manusia terjadi melalui persepsi indrawi, yang diketahui terbatas. Sensasi optik terjadi melalui
konversi sinar cahaya di mata, yang hanya terdiri dari rentang frekuensi yang sangat kecil dari radiasi
elektromagnetik. Rentang frekuensi yang lebih tinggi dan lebih rendah dapat dibuat "terlihat" oleh
perangkat perekam yang sesuai. Tetapi konversi rekaman sinyal fisik menjadi representasi grafis atau
matematis tunduk pada interpretasi yang sama bermaknanya dengan yang sewenang-wenang. Realitas
yang direpresentasikan dengan cara ini adalah sebuah konstruksi yang juga dapat direpresentasikan secara
berbeda di bawah kondisi batas yang diberikan. Apakah fungsi gelombang (r1,…,rN) dari atom atau
molekul mencerminkan realitas objek, atau apakah ini hanya dinyatakan secara bermakna dengan
kerapatan elektron (r), tergantung pada pemahaman realitas. Saya ingat bahwa fungsi gelombang
mengandung informasi penting seperti simetri spesies yang dipertimbangkan, yang tidak disediakan oleh
kerapatan elektron.
Sebuah disiplin ilmu adalah upaya untuk memahami dunia dari perspektif tertentu. Kimia memiliki
reputasi utilitarian yang kuat karena penerapan langsung hasilnya di sektor industri, yang, sebagai industri
kimia, menyandang nama disiplin khusus dan berkontribusi pada bagian kemakmuran ekonomi yang
cukup besar. Namun, seperti mata pelajaran ilmu alam tetangga seperti fisika, biologi, farmasi, dan
geologi, ini adalah hasil pertama dan terutama dari keingintahuan manusia, yang berusaha memahami
dunia dengan pikirannya. Dalam bidang kimia, ikatan kimia memainkan peran dasar, karena, dari sudut
pandang kimia, itu adalah dasar dari kompleksitas sebagian besar materi. Tetapi ketika seseorang meneliti
dasar-dasar suatu disiplin ilmu, ia pasti akan menemukan pertanyaan-pertanyaan dasar yang serupa dan
jawaban-jawaban dari mata pelajaran lain dan juga dari seni, yang bersama-sama membentuk budaya
manusia. Namun, kesamaan dari semua upaya adalah bahwa pemahaman tentang kompleksitas alam
dibatasi oleh kemampuan manusia. Untuk semua antusiasme tentang penemuan baru, bahkan oleh orang-
orang jenius, ini tidak boleh dilupakan. Semua upaya serius untuk memahami kompleksitas dunia yang
tak terbatas dengan bantuan kemampuan manusia yang terbatas harus mengarah pada kerendahan hati.
C. 2021_Jurnal Internasional_Prodjosantoso
Judul : Diagnosis Kekeliruan Konsep Ikatan Ion dan Kovalen dengan Uji Diagnostik Tiga Tingkat
Penulis : Prodjosantoso
Tentang : Jurnal Instruksi Internasional
Tujuan : untuk memahami tingkat miskonsepsi siswa kelas 10 di Yogyakarta provinsi Indonesia dalam
memahami konsep ikatan ion dan kovalen.
Metode : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat miskonsepsi siswa dengan menggunakan
instrumen tes diagnostik three tier. Tingkat pertama, kedua dan ketiga menjelaskan konsep ikatan ion dan
kovalen, penalaran siswa, dan tingkat kepercayaan siswa.
Pendahuluan : Kimia merupakan salah satu ilmu yang meliputi konsep, perhitungan, dan kombinasi
keduanya. Beberapa siswa mungkin mengalami kesulitan dalam memahami kimia karena anggapan
bahwa kimia adalah mata pelajaran yang sulit (Cardellini, 2012; Johnstone, 1991). Anggapan bahwa
kimia adalah mata pelajaran yang sulit juga bisa disebabkan oleh karakteristiknya yang abstrak (Horvat,
Segedinac, Milenkovi, & Hrin, 2016). Hal ini karena sebagian besar konsep kimia merupakan
penyederhanaan dari keadaan sebenarnya, untuk contoh, konsep ikatan kimia. Ikatan kimia mencakup
interaksi antara elektron dan gaya tariknya. Gaya tarik menarik mempengaruhi sifat-sifat senyawa seperti
titik didih, titik leleh, dan kelarutan dalam air. Konsep abstrak dalam ikatan kimia dapat menyebabkan
siswa kesulitan dalam memahami interaksi antar elektron.
Hasil dan Pembahasan : Tes diagnostik tiga tingkat disusun berdasarkan tingkat pemahaman siswa
tentang konsep ikatan ion dan kovalen. Instrumen penelitian dapat mengungkapkan kemampuan
pemahaman siswa tentang ikatan ion dan ikatan kovalen.
Pengumpulan data berbeda dengan penelitian sebelumnya. Data tersebut menggambarkan tingkat
miskonsepsi dan menjelaskan miskonsepsi siswa pada ikatan ionik dan kovalen, sedangkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Sekereci (2015) dan Sekereci & Gecgel (2015) berfokus pada
pengembangan instrumen tiga tingkat dan tidak sepenuhnya menjelaskan kesalahpahaman siswa. Selain
itu, penelitian ini diakhiri dengan menghitung persentase untuk mengetahui tingkat miskonsepsi siswa.
Secara umum miskonsepsi terjadi akibat salah paham siswa dalam berpikir tentang ikatan ion yang
dibentuk oleh kation dan anion. Sedangkan pada konsep pembentukan ikatan ion terdapat pengecualian
dimana interaksi antara kation dan anion tidak selalu membentuk ikatan ion, seperti pada senyawa HCl
(Hanson, 2015). Interaksi antara ion H+dan Cl ion tidak menghasilkan ikatan ionik tetapi ikatan kovalen.
Menentukan proses pembentukan ion pada senyawa NaCl
Ikatan ion dilihat berdasarkan interaksi antara ion positif dan ion negatif
Kesalahpahaman terjadi karena siswa beranggapan bahwa ikatan ion pada senyawa NaCl hanya
berdasarkan interaksi antara ion positif dan ion negatif, sedangkan, Ikatan ion dalam senyawa NaCl
ditentukan berdasarkan serah terima elektron antara atom Na dan atom Cl. Atom Na akan melepaskan
elektron karena cenderung memiliki energi ionisasi yang rendah, maka elektron yang ditangkap oleh atom
Cl cenderung memiliki afinitas elektron. Kemudian terjadi serah terima elektron dan terbentuk ikatan ion.
Sebagian besar siswa salah dalam memahami ikatan ion dan ikatan kovalen, bahkan cenderung
memahami terbalik antara ikatan ion dan ikatan kovalen (Ozmen, 2004)
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa10 siswa kelas SMA di
wilayah Bantul mengalami miskonsepsi kategori tinggi sebesar 19,05%, kategori sedang 42,86% dan
kategori rendah sebesar 9,52%.

JURNAL INTERNASIONAL
1. Judul : Student’s Understanding Of Pre-Organic Chemistry Concepts: Chemical
Bonding
Penulis : Cesar B. Ortiz
Kesimpulan : Ikatan kimia adalah prinsip kimia dasar yang memiliki aplikasi di banyak
bidang: Kimia. Mahasiswa Kimia harus mampu menganalisis situasi di mana ikatan kimia
terjadi untuk memahami mekanisme reaksi, banyak sifat fisik, kelarutan,
interaksi molekuler dan beberapa informasi spektroskopi. Studi menyelidiki siswa
pemahaman konseptual konsep kimia pra-organik dalam ikatan kimia. Ini digunakan
desain penelitian deskriptif yang menyelidiki bagaimana siswa, setelah menyelesaikan
General College Kimia, memahami, menjelaskan, dan menerapkan ikatan kimia untuk
menentukan sifat fisika molekul organik. Ada 28 jurusan S1 Ilmu Biologi yang mengikuti
penelitian setelah menyelesaikan 5 unit mata kuliah Kimia Perguruan Tinggi Umum dengan
komponen laboratorium. Mereka mengambil tes pemahaman konseptual dua tingkat. Temuan
menunjukkan bahwa, umumnya, siswa memiliki miskonsepsi fungsional ikatan kimia. Hal
ini menunjukkan bahwa siswa memiliki kesalahpahaman yang kuat di mana mereka
berpegang pada keyakinan awal mereka yang telah memungkinkan mereka untuk menjawab
pertanyaan dengan benar, tetapi untuk alasan yang salah. Situasi ini paling sering terjadi
tidak terdeteksi karena biasanya tes tidak menyelidiki alasan yang mendukung tanggapan.
2. Judul : Proposed pedagogies for teaching and learning chemical bonding in
secondary education
Penulis : Georgios Tsaparlis, Eleni T. Pappa, Bill Byers
Kesimpulan : Dalam publikasi sebelumnya (Tsaparlis, G., Pappa, E. T., & Byers, B. (2018).
Pengajaran dan pembelajaran ikatan kimia: Bukti berbasis penelitian untuk miskonsepsi dan
kesulitan konseptual yang dialami oleh siswa di kelas atas
sekolah menengah dan efek dari teks yang diperkaya. Penelitian dan Praktik Pendidikan
Kimia, 19(4), 1253-1269), kami meninjau studi sebelumnya tentang kesalahpahaman siswa
dan kesulitan konseptual dengan topik ikatan kimia dan menguji pengetahuan siswa kelas
sepuluh Yunani pada aspek kunci tertentu dari ikatan. Di dalam Selain itu, kami menyajikan
teks pengajaran yang diperkaya tentang topik ini untuk kelas sepuluh dan memeriksa
keefektifannya sehubungan dengan aspek ikatan yang sama. Dalam penelitian ini, kami
meninjau penelitian sebelumnya, yang membuat proposal tentang pengajaran topik ini, dan
memberikan beberapa proposal kami sendiri, berdasarkan temuan dari penelitian kami
sebelumnya. Kami merekomendasikan kurikulum spiral yang mencakup ketiga kelas
menengah atas harus diadopsi. Pendekatan kemajuan pembelajaran, menggunakan jangkar
bawah dan atas dari pengetahuan ilmiah yang relevan dipertimbangkan, dan daftar yang
diusulkan dari konsep inti potensial, konsep tuas, dan batu loncatan disajikan. Akhirnya, pro
dan kontra dari pendekatan mekanika kuantum kualitatif modern untuk ikatan
dipertimbangkan.
3. Judul : When Chemical Bonding Is Perceived Simple And Interesting : The Design
And Development Of A Learning Object
Penulis : Pauline S. Muljana, Jodye Selco, Richard Feldman, Thomas Gaston, dan Bo
Choi
Kesimpulan : Konsep ikatan kimia abstrak dan dirasakan sebagai sulit. Meskipun itu adalah
konsep dasar yang diperlukan untuk memahami topik kimia lainnya, hasil belajar tidak selalu
tercapai. Mengatasi masalah ini, tantangan kami adalah untuk menciptakan intervensi
pembelajaran mengenai kesamaan, konsep dasar kimia bagi siswa dalam berbagai mata
kuliah kimia sarjana. Kami membayangkan sebuah pembelajaran produk yang mengundang
minat siswa namun menantang. Ini kasus desain membahas proses, literatur yang
menginformasikan keputusan desain kami, dan strategi yang dimasukkan ke dalam desain
objek pembelajaran berjudul Making Molecules: Dot Struktur dan Senyawa Ionik untuk
mengurangi pembelajaran isu. Diskusi tentang konteks proyek, desain dan strategi
pengembangan, evaluasi, dan refleksi proyek adalah disajikan juga.

JURNAL INTERNASIONAL

Identitas jurnal: Int J of Sci and Math Educ DOI 10.1007/s10763-016-9716-z

Kolaborasi
Pembelajaran Kooperatif dan Perubahan Konseptual: Meningkatkan
Pemahaman Siswa tentang Konsep Ikatan Kimia

Penulis: Gülüzar Eymur 1 & mer Geban2

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif, Perubahan Konseptual, KIMIA

tujuan
Pembelajaran kooperatif berdasarkan instruksi perubahan konseptual dalam kimia telah
jarang digunakan. Tiga konsep penting untuk semua metode pembelajaran kooperatif yaitu
penghargaan tim, akuntabilitas individu, dan peluang yang sama untuk sukses. Dalam studi ini,
diamati bahwa strategi perubahan konseptual memberikan perolehan konsep terkait yang lebih
baik bila dibandingkan dengan metode yang tidak menggunakan strategi perubahan konseptual.

Beberapa penelitian ini juga mendukung gagasan bahwa Kolaborasi konseptual


Pembelajaran Kooperatif dan instruksi berorientasi perubahan Perubahan Konseptual memiliki
potensi untuk menghilangkan konsepsi alternatif siswa dalam mata pelajaran terkait. Meskipun
ada banyak studi tentang pembelajaran kooperatif dan perubahan konseptual secara terpisah,
kolaborasi pembelajaran kooperatif dan perubahan konseptual jarang terjadi. Bahkan ada
beberapa penelitian tentang pembelajaran kooperatif berdasarkan perubahan konseptual dalam
ikatan kimia.

Berkenaan dengan kesulitan dan pentingnya konsep ikatan kimia seperti yang dijelaskan
di bawah ini, ada kebutuhan akan strategi dan metode pengajaran baru yang akan membantu
siswa mempelajari konsep yang benar dan mengubah konsepsi alternatif mereka dengan konsep
ilmiah dan dengan demikian mendukung pembelajaran yang bermakna. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dirancang dan diterapkan pembelajaran kooperatif model pembelajaran kooperatif
berbasis perubahan konsep untuk mencapai pembelajaran konsep ikatan kimia yang bermakna.

Beberapa studi yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dan perubahan konseptual
jarang ditemukan dalam literatur. Temuan menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif
yang diterapkan siswa memiliki prestasi yang lebih besar dan lebih banyak menggunakan pola
verbal yang meningkatkan pembelajaran. Dia juga menyarankan bahwa lebih banyak penelitian
harus dilakukan untuk mengenali variabel spesifik yang memediasi efek strategi pembelajaran
kooperatif pada pembelajaran perubahan konseptual. Studi ini melaporkan bahwa instruksi
berorientasi perubahan konseptual melalui pembelajaran kooperatif menghasilkan pemahaman
yang lebih baik dalam konsep bumi dan langit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif kelompok menghasilkan


pemahaman yang lebih baik tentang konsep kinetika kimia dan meningkatkan motivasi belajar
kimia siswa di kedua sekolah.

Berdasarkan literatur, pembelajaran kooperatif dan pendekatan perubahan konseptual


tampaknya menjadi metode yang berhasil untuk meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa.
Namun; baik pembelajaran kooperatif dan pendekatan perubahan konseptual telah diselidiki
sangat jarang. Dengan demikian, tidak ada penelitian dan efek pembelajaran kooperatif
berdasarkan pendekatan perubahan konseptual dalam ikatan kimia dipertanyakan.

Pendahuluan

Dalam pendidikan sains, peneliti tertarik dengan masalah (1) mengubah pengetahuan awal siswa
yang tidak sesuai dengan konsepsi yang diterima secara ilmiah, (2) menghilangkan miskonsepsi
siswa, dan (3) mencapai pembelajaran bermakna yang membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif. dalam proses belajar. Untuk alasan ini, perhatian telah bergeser dalam beberapa tahun
terakhir pada perubahan strategi pengajaran dari instruksi tradisional ke metode instruksi baru.
Pembelajaran kooperatif berdasarkan instruksi perubahan konseptual dalam kimia telah
jarang digunakan. Pembelajaran kooperatif adalah metode pengajaran di mana siswa bekerja
sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari konsep. Dalam
kelompok kooperatif, siswa diasumsikan saling membantu dan berdiskusi, saling mengevaluasi
informasi, dan saling meningkatkan pemahaman (Slavin, 1985). Slavin menyelidiki metode
pembelajaran kooperatif dan dia menemukan bahwa penghargaan tim dan akuntabilitas individu
penting untuk pencapaian. Tiga konsep penting untuk semua metode pembelajaran kooperatif
yaitu penghargaan tim, akuntabilitas individu, dan peluang yang sama untuk sukses. Student
Teams-Achievement Divisions (STAD) adalah metode umum dan paling sukses yang
dikembangkan oleh Slavin (1990). STAD menggunakan gagasan bahwa siswa bekerja sama
untuk belajar dan bertanggung jawab atas pembelajaran rekan satu tim mereka serta
pembelajaran mereka sendiri. Slavin (1995) menyarankan lima komponen utama untuk STAD:
presentasi kelas, studi tim, kuis, skor peningkatan individu, dan pengakuan tim. (i) Presentasi
kelas: itu adalah pengajaran bahan dan paling sering instruksi langsung atau diskusi kuliah
dicapai oleh guru. (ii) Tim belajar: tim terdiri dari empat siswa yang selaras menurut prestasi
akademik, jenis kelamin, dan etnis. Setiap tim terdiri dari tinggi, rendah, dan dua berprestasi
rata-rata. Tujuan utama dari tim adalah untuk memberikan pembelajaran bagi semua anggota tim
dan menyesuaikan anggota mereka untuk melakukannya dengan baik dalam pengujian. Tim
adalah komponen paling penting dari STAD. Setelah mengajar, tim belajar bersama dengan
lembar kerja. Penelitian ini mencakup diskusi tentang masalah, saling membantu untuk
memahami, dan mengoreksi kesalahpahama
Identitas jrnal: AJCE, 2021, 11(1) ISSN 2227-5835

GAYA IKATAN VERSUS PASANGAN ELEKTRON –


DUA KONSEP UNTUK IKATAN KIMIA

Penulis: Hans-Dieter Barke, Nina Harsch


Keywords:
DAN, ATOM, YANG, UNTUK, DENGAN, MOLEKUL, ELEKTRON, KIMIA, IKATAN
KIMIA, dalam molekul

Digest:

AJCE, 2021, 11(1) ISSN 2227-5835 GAYA IKATAN VERSUS PASANGAN ELEKTRON -
DUA KONSEP UNTUK IKATAN KIMIA Hans-Dieter Barke, Nina Harsch University of
Muenster, Jerman Email yang sesuai: barke@uni-muenster.de ABSTRAK Dalam kimia ada dua
cara ekivalen untuk menggambarkan ikatan kimia antara atom-atom dalam suatu molekul: Di
satu sisi ada gaya ikatan dan di sisi lain ada pasangan elektron.

Untuk memperkenalkan ikatan kimia yang sudah ada di kelas kimia awal tanpa harus
berhubungan dengan model kulit inti atom, kemampuan ikatan standar dapat ditentukan -
misalnya empat ikatan dalam kasus atom C dalam4 molekulatom O dalam.molekul H2OOleh
karena itu, proposal untuk pendidikan Kimia dibahas dan cara pengajaran dibandingkan. Dalam
kasus atom non-logam, jumlah gaya ikatan masing-masing ditunjukkan (misalnya 4 untuk atom
C dan 2 untuk atom O). Mengenai atom N, dua nomor yang sesuai dibahas: 3 untuk atom N
dalam molekul NH3 dan 5 untuk atom N baik dalam molekul HNO3 atau ion nitrat.

Dengan asumsi dari tradisi mereka yang diketahui, banyak penulis menggabungkan
formula ion yang sebelumnya baru dengan tanda hubung yang menyesatkan dalam formula
molekul. Inti dari model ini adalah bahwa apa yang disebut elektron dalam atom ditugaskan
dengan energi yang berbeda, yang dicirikan oleh spektrum yang berbeda....

Karena bagi fisikawan, "orbit" model Bohr melambangkan tingkat energi elektron,
tampaknya logis untuk menganggap elektron "eksternal, paling kaya energi" untuk mengikat
atom dalam molekul dan mengharapkan energi minimum untuk keseluruhan sistem elektron.
Saat ini, perhitungan ikatan dan molekul adalah standar di antara fisikawan dan ahli kimia
teoretis. Dalam kasus yang paling sederhana, energi minimum dalam perhitungan melambangkan
empat pasangan elektron. Ini disambut oleh ahli kimia sebagai prinsip pemesanan untuk
menggambarkan ikatan homopolar dan ditetapkan sebagai "aturan oktet".
Setelah memperkenalkan ikatan kimia berdasarkan pasangan elektron, Holleman dan
Wiberg menyatakan [11]: "Setiap pasangan elektron bersama, yaitu setiap ikatan atom,
diidentifikasi dengan garis valensi yang dimulai dari atom yang bersangkutan. Atom N dalam ion
nitrat dan dalam molekul asam nitrat dianggap tetravalen, sehingga aturan oktet dan aturan gas
mulia terpenuhi. MODEL IKATAN valensi UNTUK AJARAN DAN KELAS Setelah
memperkenalkan sifat dan reaksi awal berbagai zat, kurikulum sekolah biasanya
memperkenalkan model atom Dalton dan simbol atom dan molekul pertama: C dan O, H2 dan
O2, H2O dan CO2 dll.

Pandangan Kritis terhadap Pengaruh Linus Pauling pada


Pemahaman tentang Ikatan Kimia
Penulis: Sudip Pan and Gernot Frenking

Identitas jurnal: Molecules 2021, 26, 4695. https://doi.org/10.3390/molecules26154695


Kata kunci : ikatan kimia
Tujuan: Pauling layak mendapat pujian karena menyajikan hubungan antara deskripsi teoretis
kuantum tentang ikatan kimia dan model ikatan klasik Gilbert Lewis dari ikatan pasangan
elektron terlokalisasi untuk berbagai kimia. Dengan menggunakan konsep resonansi yang dia
perkenalkan, dia mampu menyajikan deskripsi yang konsisten tentang ikatan kimia untuk
molekul, logam, dan kristal ionik yang digunakan oleh banyak ahli kimia dan kemudian
ditemukan dalam buku teks kimia.
Namun, pembatasan satu sisinya pada metode ikatan valensi dan penolakannya terhadap
pendekatan orbital molekul menghalangi pengembangan lebih lanjut dari teori ikatan kimia
untuk sementara waktu dan hubungannya yang erat antara model ikatan Lewis heuristik dengan
pendekatan kimia kuantum VB menyebabkan Kutipan: Pan, S.; Frenking, G. Pandangan Kritis
pada Pengaruh Linus Pauling pada Pemahaman Ikatan Kimia....

Kata kunci: ikatan kimia; teori ikatan valensi; resonansi; teori orbital molekul;elektron Lewis
Model pasangan Hampir tidak mungkin untuk secara memadai mengakui pencapaian Linus
Pauling di begitu banyak bidang sains dan kemanusiaan dalam satu edisi jurnal, apalagi dalam
sebuah artikel, bahkan jika seseorang berfokus pada kontribusinya yang membuat zaman di
bidang kimia....

Deskripsinya tentang ikatan kimia berdasarkan teori kuantum dalam hubungannya


dengan model pasangan elektron Gilbert Lewis masih dapat ditemukan di banyak publikasi saat
ini, di mana struktur dan situasi ikatan molekul disajikan dengan cara yang kembali ke ide dan
konsepsi Pauling. Pandangan sepintas pada buku teks kimia dan literatur kimia saat ini
menunjukkan bahwa pandangannya tentang ikatan kimia telah meninggalkan kesan abadi yang
masih terlihat jelas dalam penelitian modern.
Artikel ini berfungsi untuk menghargai pentingnya karya Linus Pauling untuk memahami
ikatan kimia dengan menunjukkan dan mendiskusikan keterbatasan dan kelemahannya. Pada saat
yang sama, Linus Pauling adalah rekan postdoctoral lain dalam kelompok Schrödinger dengan
bantuan persekutuan Guggenheim, yang ia manfaatkan untuk belajar tentang teori kuantum dari
Nils Bohr di Kopenhagen, Schrödinger di Zürich, dan Arnold Sommerfeld di Munich, di mana ia
juga bertemu dengan Werner Heisenberg. Apa yang membedakan Pauling adalah kombinasi dari
pengetahuan kimia yang sangat baik dengan mempelajari teori kuantum, yang pada saat itu
masih dalam tahap , ditambah dengan ambisi besar, tekad, dan kepercayaan diri yang tak
tergoyahkan. Konsep resonansi dan energi resonansi memainkan peran sentral dalam pendekatan
Pauling terhadap ikatan kimia.

Anda mungkin juga menyukai