Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH

“pentingnya GCG dalam perbankan syariah”

OLEH :

KELOMPOK 6 :

Muh nurholis muliadi (90500119056)


Erna susanti (90500119046)
Ismawati (90500119034)
Muh rauf mansyah (90500119061)

KELAS B

Fakultas ekonomi dan bisnis islam

Jurusan perbankan syariah

Uin alauddin Makassar


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, shalawat dan salam
semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW. Berkat karunianya serta kesehatan
dan kelancaran yang senantiasa diberikan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyusun makalah ini, terutama pada rekan-rekan yang
senantiasa memberikan dorongan dan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini,
semoga Allah SWT membalas dengan ganjaran yang berlipat ganda, ”Amiin”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH”, yang membahas tentang
“PENTINGNYA GCG DALAM PERBANKAN SYARIAH”. Kami menyadari bahwa
masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi
siapa saja yang membaca dan memanfaatkannya.

Makassar, 16 november 2021

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL.............................................................................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

A. Latar belakang ........................................................................................................


B. Rumusan masalah ...................................................................................................

BAB II TINJAUNA PUSTAKA .......................................................................................

A. Landasan teori .........................................................................................................

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................

A. Pengertian Good Corporate Governance ................................................................


B. Urgensi penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam praktik
perbankan syariah ...................................................................................................
C. Pelaksanaan Good Corporate Governance dalam perbankan syariah ....................
D. Rekomendasi pelaksanaan GCG di lingkungan perbankan syariah .......................

BAB IV PENUTUP ...........................................................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Industri perbankan syariah yang merupakan bagian dari penopang sektor
rill, memiliki kewajiban pula dalam menerapkan good corporate governance
(GCG).1 Kewajiban ini merupakan amanah dari Pasal 34 Undang-Undang
No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mewajibkan perbankan
syariah untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan
prinsip GCG, karena ketidaksesuaian tata kelola bank dengan prinsip syariah
akan berpotensi menimbulkan berbagai resiko terutama resiko reputasi bagi
perbankan syariah.
Untuk itu, Bank Indonesia secara spesifik membuat aturan dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Aturan ini dikeluarkan dilatar
belakangi bahwa pelaksanaan GCG di dalam industri perbankan syariah harus
memenuhi prinsip syariah. Pelaksanaan GCG yang memenuhi prinsip syariah
yang dimaksudkan dalam PBI ini tercermin dengan adanya pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam pengelolaan kegiatan
perbankan syariah.
Dengan demikian, dapat dikatakan implementasi Good Corporate
Governance (GCG) di lembaga perbankan syari‟ah adalah sebuah keniscayaan
yang tak terbantahkan. Bahkan bank-bank syariah harus tampil sebagai pionir
terdepan dalam mengimplementasikan GCG tersebut. Dalam kerangka itulah,
KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) membentuk Tim Kerja
Penyusunan Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) dengan
keanggotaan yang terdiri dari berbagai pakar terkait bersama-sama dengan
sejumlah institusi (Masyarakat Ekonomi Syariah, Bank Indonesia, Dewan
Syariah Nasional MUI dan sebagainya) menyusun konsep Pedoman tersebut.
Tanpa adanya penerapan corporate governance yang efektif, bank
syariah akan sulit untuk bisa memperkuat posisi, memperluas jaringan, dan
menunjukkan kinerjanya dengan lebih efektif. Kebutuhan bank syariah akan
corporate governance menjadi lebih serius lagi seiring dengan makin
kompleksnya masalah yang dihadapi, dimana permasalahan ini akan mengikis
kemampuan bank dalam menghadapi tantangan dalam jangka panjang. Dengan
demikian, adalah suatu keharusan bagi bank syariah untuk memakai semua
ukuran yang dapat membantu meningkatkan perannya.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Good Corporate Governance?
2. Apa urgensi penerapan prinsip Good Cor[orate Governance dalam
perbankan?
3. Apa pelaksanaan Good Corporate Governance dalam perbankan syariah?
4. Apa rekomendasi pelaksanaan GCG di lingkungan perbankan syariah?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKAN

A. Landasan teori
Konsep agency theory didasari pada permasalahan agensi yang muncul ketika
pengurusan suatu perusahaan terpisah dari kepemilikannya (Nuswandari, 2009).
Agency theory menurut oleh Jensen dan Meckling (1976) memandang bahwa
manajemen perusahaan sebagai agen bagi para pemegang saham, akan bertindak
dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif
dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dengan kata lain, agency theory
memandang bahwa pihak manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak sebaik-
baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada
khususnya.
Agency cost seperti yang pernah dirinci oleh jensen dan Meckling (1976) terdiri
dari tiga unsur yaitu:
1. Biaya pengawasan oleh prinsipal untuk mengawasi bisnis yang dijalankan oleh
agen.
2. Biaya pengikatan agen untuk untuk memastikan prinsipal bahwa agen tidak
melakukan sesuatu yang dapat merusak kepentingan modal dan mengganti
kerugian bila hal itu benar-benar terjadi.
3. Sisa kerugian (residual loss) yang harus ditanggung oleh prinsipal akibat dari
keputusan agen yang menyimpang dari keputusan yang dibuat oleh prinsipal
ketika mempunyai kemampuan yang sama dengan agen.
Adanya dua partisipan tersebut (principal dan agen) menyebabkan timbulnya
permasalahan tentang mekanisme yang harus dibentuk untuk menyelaraskan
kepentingan yang berbeda diantara keduanya. Sehingga dibangunlah corporate
governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan meminimalisasi konflik
keagenan, dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang mencegah
dilakukannya eksproriarsi atas pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas.
(Nuswandari, 2009).
Menurut Macey dan O’Hara, (2003) menyatakan bahwa Corporate governance
muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian
perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan
keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah
bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak
diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak
mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi
permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Menurut Bank Indonesia dalam PBI nomor 11/33/PBI/2009, Good Corporate
Governance, yang selanjutnya disebut GCG, adalah suatu tata kelola Bank yang
menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional), dan kewajaran
(fairness).
Definisi Good Corporate Governance menurut Bank Dunia adalah aturan,
standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan,
direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta
pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur).
Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para
shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak
lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Berdasarkan argumen yang dikembangkan oleh Keasey dan Wright dalam
Sayidah (2007) corporate governance dipandang mempunyai dua dimensi besar.
Pertama monitoring terhadap kinerja manajemen dan meyakinkan akuntabilitas
manajemen terhadap pemegang saham yang menekankan pertanggungjawaban dan
dimensi akuntabilitas dari corporate governance. Kedua, struktur, mekanisme dan
proses governance yang memotivasi perilaku manajerial untuk meningkatkan
kemakmuran bisnis dan perusahaan. Kedua perspektif tersebut perlu dipertimbangkan
ketika ada usaha untuk menciptakan struktur dan prosedur governance yang
mengarah ke perbaikan kinerja.1

1
Achmad, Mas Daniri. 2009. Bab 1: Good Corporate Governance, Pengertian dan Konsep Dasar.
www.madani-ri.com/dl_jump.php?id=2. [ 11 Oktober 2011].
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Good Corporate Governance


Istilah corporate governance telah dikenal luas sejak dua dekade terakhir
ini. Pada dua dekade ini, isu tentang corporate gonernance menjadi perdebatan
sengit tidak hanya dalam literatur akademis, tetapi berkembang pada kebijakan
publik.11 Walaupun perdebatan ini mengerucut apakah corporate governance
berusaha hanya untuk melindungi kepentingannya shareholder atau meluas
untuk melindungi kepentingan stakeholders lainnya.
Istilah corporate governance telah banyak didefinisikan tetapi beberapa
definisi tersebut berbeda satu sama lain bergantung kecenderungan pihak yang
mendefiniskannya. Cadbury Comitte (1992) dalam Lewis dan Algoud (2001)
mendefinisikan corporate governance sebagai sistem hak, proses, dan kontrol
perusahaan secara keseluruhan yang ditetapkan secara internal dan eksternal atas
manajemen sebuah entitas bisnis untuk melindungi kepentingan semua
stakeholder. Definisi ini menunjukkan bahwa corporate governance dapat
berfungsi untuk membangun kepercayaan, menjalin kerja sama, dan
menciptakan visi bersama antara semua pihak yang terlibat dalam perusahaan
sehingga masalah keagenan dapat diantisipasi.
Sedangkan The Organization of Economic Corporation and
Development (OECD) mendefinisikan GCG sebagai serangkaian hubungan
antara manajemen perusahaan, pengurus, pemegang saham dan pihak lain yang
mempunyai kepentingan dengan perusahaan (stakeholders).
Corporate governance (CG) merupakan isu yang relative baru dalam
dunia manajemen bisnis. Secara umum CG terkait dengan system dan
mekanisme hubungan yang mengatur dan menciptakan insentif yang pas di
antara para pihak yang mempunyai kepentingan pada suatu perusahaan agar
perusahaan dimaksud dapat mencapai tujuan tujuan usahanya secara optimal.
Dalam literatur lain disebutkan bahwa good corporate governance (GCG)
berarti suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengola bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mempertinggi
nilai saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan
stakeholder lain. Dari pengertian tersebut, selanjutnya dapat dijelaskan bahwa
GCG tidak lain adalah permasalahan mengenai proses pengelolaan perusahaan
yang secara konseptual mengcakup diaplikasikannya prinsip-prinsip
transparency, accountability, fairness dan responsibility.
Mengenai pengertian GCG dalam dunia perbankan dapat kit abaca dalam
ketentuan pasal 1 angka 10 peraturan bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009
tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum syariah dan
unit usaha syariah. Disitu disebutkan bahwa good corporate governance adalah
suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip prinsip keterbukaan
(transaparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(resposibilyty), professional (professional), dan kewajaran (fairness).
B. Urgensi penerapan prinsip Good Corparate Governance dalam praktik
perbankan syariah
Penerapan prinsip –prinsip Good Corparate Governance menjadi suatu
keniscayaan bagi sebuah institusi, termasuk di dalamnya bank syariah. Hal ini
lebih ditunjukkan kepada adanya tanggung jawab publik (public accountability)
berkaitan dengan operasional bank yang diharapkan benar-benar mematuhi
ketentuan ketentuan yang telah digariskan dalam hokum posistif seperti undang
undang Nomor 40 tahun 2007, tentang perseroan terbatas, undang-undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang undang Nomor 7 tahun
1992 tentang perbankan syariah harus mematuhi undang-undang 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah.
Secara yuridis bank syariah bertanggungjawab kepada banyak pihak
(stakcholder), yaitu nasabah penabung pemegang saham, investor obligasi, bank
koresponden, regulator, pegawai perseroan, pemasok serta masyarakat dan
lingkungan, sehingga penerapan GCG merupakan suatu kebutuhan bagi setiap
bank syariah, penerapan GCG merupakan wujud pertanggungjawaban bank
syariah kepada masyarakat bahwa suatu bank syariah dikelola dengan baik,
professional dan hati hati (prudent) dengan tetap berupaya meningkatkan nilai
pemegang saham (shareholder’s value) tanpa mengabaikan kepentingan
stakcholders lainnya. 2
Dalam realitasnya ada beberapa hal yang sering kali dilakukan oleh
pemegang saham (shareholders) yang bertentangan dengan prinsip GCG.
Tindakan-tindakan dari pemegang saham itu antara lain:
1. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan iktikad buruk memnfaatkan perseroan semata-mata untuk
kepentingan pribadi.
2. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan.
3. Pemegang saham yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang perseroan.
Mengenai tinjauan pelaksanaan GCG sisi manajemen ini difokuskan pada
direksi. Sebagaimana yang diberikan dalam UUPT direksi dituntut untuk
menjadi organ perseroan yang betanggung jawab penuh atas pengurusan PT
untuk kepentingan dan tujuan PT baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Selanjutnya UUPT menetapkan kewajiban bagi setiap anggota direksi dan
komisaris untuk dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan
tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia No.
11/33/PBI/2009 bahwa prinsip-prinsip dalam GCG bahwa harus menerapkan
prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), profesional
(professional), kewajaran (fairness), dan pertanggungjawaban (responsibility).
Selain itu Prinsip dasar pelaksanaan GCG ini juga dijelaskan dalam pedoman
Good Governance Bisnis Syariah (GGBS). Prinsip ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:

2
Warkum Sumitro,2004,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait,PT RajaGrafindo
Persada,Jakarta,
Luigi Zingales, Corporate Governance. The New Palgrave Dictionary of Economics and the Law, 1997.
www.ssrn.com
Jonathan R. Macey and Maureen O‟Hara, The Corporate Governance of Banks,2003 www.ssrn.com
1. Keterbukaan
Berdasarkan prinsip syariah yang ditegaskan dalam surat al-Baqarah/2:
282 “dan transparankanlah (persaksikanlah) jika kalian saling bertransaksi”,
dan berdasarkan hadits yang menyatakan “barang siapa yang melakukan
ghisy (menyembunyikan informasi yang diperlukan dalam transaksi) bukan
termasuk umat kami”, maka semua transaksi harus dilakukan secara
transparan. Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan
(disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses
oleh pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis
syariah menjalankan bisnis secara objektif dan sehat. Pelaku bisnis syariah
harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk
pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah.
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan asas penting dalam bisnis syariah sebagaimana
tercermin dalam surat al-Isra/17: 84 yang artinya “Katakanlah setiap entitas
bekerja sesuai dengan posisinya dan Tuhan kalian yang lebih mengetahui
siapa yang paling benar jalanya diantara kalian”. dan dalam ayat 36 yang
artinya “...dan janganlah kamu berbuat sesuatu tanpa pengetahuan atasnya,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan dimintai
pertanggungjawaban”. Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur
kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya.
Pelaku bisnis syariah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan pelaku bisnis syariah dengan
tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada
umumnya.
3. Responsibilitas
Dalam hubungan dengan asas responsibilitas (responsibility), pelaku
bisnis syariah harus mematuhi peraturan perundangan dan ketentuan bisnis
syariah, serta melaksanakan tanggung-jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan. Tanggungjawab atas perbuatan manusia dilakukan baik di dunia
maupun di akhirat, yang semuanya direkam dalam catatan yang akan
dicermatinya nanti, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-Isra/17: 14
yang artinya: “Bacalah kitabmu (laporan pertanggungjawabanmu). Cukuplah
kamu pada waktu itu mengevaluasi dirimu sendiri.” Dengan
pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara
kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai
pelaku bisnis yang baik (good corporate citizen).
4. Indepensi
Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), bisnis
syariah harus dikelola secara independen sehingga masing-masing pihak
tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
manapun. Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu
tetap berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi risiko,
(Fushshilat/41: 30). Independen merupakan karakter manusia yang bijak
(ulul al-bab) yang dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 16 kali, yang
diantara karakternya adalah “Mereka yang mampu menyerap informasi
(mendengar perkataan) dan mengambil keputusan (mengikuti) yang terbaik
(sesuai dengan nuraninya tanpa tekanan pihak manapun).”
5. Kewajaran dan kesetaraan
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur kesamaan
perlakuan dan kesempatan. Allah Swt berfirman dalam surat al-Maidah/5: 8,
yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi
orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap orang (golongan)
lain menyebabkan kamu tidak berlaku adil. berlaku adillah kamu karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah karena Allah
Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” Fairness atau kewajaran
merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis. Setiap keputusan
bisnis, baik dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan dilakukan
sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan
tidak diputuskan berdasar suka atau tidak suka.
Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip GCG sangat penting (urgen)
untuk diterapkan dalam operasional perusahaan. Lebih lebih perusahaan yang
bergerak di bidang perbankan, karena dalam operasional bank pihak banker
dituntut untuk selalu melaksanakan prinsip kehati hatian bank (prudential
principle) dalam memberikan jasa keuangan kepada masyarakat. 3
C. Pelaksanaan Good Corporate Governance dalam perbankan syariah
Dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) PBI No. 11/33/2009 tentang
pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit
usaha syariah disebut bahwa bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance oleh sebuah bank dibagi dalam dua golongan, yaitu bank umum
syariah dan unit usaha syariah. Dalam pelaksanaan GCG bagi BUS paling
kurang harus diwujudkan dalam:
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi.
2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang
menjalankan fungsi pengendalian intern bank umum syariah.
3. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah.
4. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ektern.
5. Batas maksimum penyaluran dana.
6. Tranparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS.
Selanjutnya pelaksanaan GCG bagi unit usaha syariah paling kurang harus
diwujudkan dalam:
1. Pelaksanaan dan tanggung jawab direktur UUS.
2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah.
3. Penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana
oleh deposan inti.
4. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan UUS.
Corporate governance merupakan suatu konsepsi yang secara riil dijabarkan
dalam bentuk ketentuan/peraturan yang dibuat oleh lembaga otoritas, norma-
norma dan etika yang dikembangkan oleh asosiasi industry dan diadopsi oleh
3
Lihat Pasal 3 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
3 Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) dikeluarkan oleh KNKG (2011)
pelaku industry, serta lembaga lembaga yang terkait dengan tugas dan peran
yang jelas untuk mendorong disiplin, mengatasi dampak dasar yang diperlukan
untuk pembentukan GCG pada bank syariah antara lain: (1) system
pengendalian intern, (2) manajemen risiko, (3) ketentuan yang mengarah pada
peningkatan keterbukaan informasi, (4) system akuntansi, (5) mekanisme
jaminan kepatuhan syariah, (6) audit ektern.
Keenam perangkat tersebut di atas pada dasarnya berlaku bagi semua bank
baik konvensional maupun bank syariah. Adapun yang membedakannya adalah
bahwa di bank syariah perlu adanya perangkat yang dapat menjamin kepatuhan
kepada nilai-nilai dan aturan syariah.
D. Rekomendasi pelaksanaan GCG di lingkungan perbankan syariah
Salah satu penyebab dari lemahnya implementasi prinsip GCG di
Indonesia adalah berkenaan dengan penegakkan hukum (law enforcement).
Indonesia tidak kekurangan dalam hal produk hukum. Secara implicit ketentuan-
ketentuan mengenai GCG telah ada tersebar dalam UUPT, undang-undang dan
peraturan perbankan, undang undang pada pasar modal dan lain-lain. Namum
penegakannya oleh pemegang otoritas, seperti bank Indonesia, bapepam, BPPN,
kementrian keuangan, BUMN, bahkan pengadilan sangat lemah. Oleh karena
itu, baik yang yudisial maupun quasil yudisial dalam menyelesaikan praktik-
praktik pelanggaran hukum perusahaan atau GCG. Pelanggaran yang biasa
dilakukan adalah dalam hal fiduciary duites atau berkenaan dengan piercing the
corporate veil.
Berdasarkan pada kecenderungan di atas, Umam (2016) berpendapat
bahwa pendekatan yang paling efektif bagi Indonesia untuk berhadapan dengan
pencanangan GCG adalah dengan melanjutkannya menjadi suatu produk atau
ketentuan-ketentuan yang masuk dalam hukum positif. Dengan demikian, GCG
sendiri harus mewujud dalam praktik kegiatan bisnis sebagai hukum modern
sebagaimana diidentifikasi oleh Max Weber, yakni menjadi hukum yang:
1. memiliki kualitas normatif yang umum dan relatif abstrak.
2. yang merupakan hasil keputusan-keputusan yang diambil secara sadar
(hukum positif).
3. diperkuat oleh kekuasaan yang memaksa dari negara dalam bentuk sanksi
yang diberikan dengan sengaja yang dikaitkan dengan aturan-aturan yang
dapat diberlakukan melalui pengadilan.
4. Sistematis.
5. Sekuler.

Selain itu juga bagi para pemegang otoritas perbankan perlu mengantisipasi
munculnya tantangan yang kemungkinan muncul terkait dengan implementasi
GCG Bank Syariah di Indonesia. Untuk saat ini memang sebagian prinsip-
prinsip GCG telah dipenuhi oleh bank-bank syariah, misalnya dengan telah
dibentuknya aturan hukum dan kelembagaan khusus untuk bank syariah yang
mengatur tentang struktur dan organisasi bank syariah, persyaratan pemilik dan
pengurus, aturan dan mekanisme fit and proper test, kewajiban bank untuk
membentuk satuan kerja audit intern, ketentuan disclosure, standar akuntansi,
penerapan manajemen risiko sebagaimana yang telah diatur secara detail dalam
PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah corporate governance telah banyak didefinisikan tetapi beberapa
definisi tersebut berbeda satu sama lain bergantung kecenderungan pihak yang
mendefiniskannya. Cadbury Comitte (1992) dalam Lewis dan Algoud (2001)
mendefinisikan corporate governance sebagai sistem hak, proses, dan kontrol
perusahaan secara keseluruhan yang ditetapkan secara internal dan eksternal atas
manajemen sebuah entitas bisnis untuk melindungi kepentingan semua
stakeholder. Definisi ini menunjukkan bahwa corporate governance dapat
berfungsi untuk membangun kepercayaan, menjalin kerja sama, dan
menciptakan visi bersama antara semua pihak yang terlibat dalam perusahaan
sehingga masalah keagenan dapat diantisipasi.
Penerapan prinsip –prinsip Good Corparate Governance menjadi suatu
keniscayaan bagi sebuah institusi, termasuk di dalamnya bank syariah. Hal ini
lebih ditunjukkan kepada adanya tanggung jawab publik (public accountability)
berkaitan dengan operasional bank yang diharapkan benar-benar mematuhi
ketentuan ketentuan yang telah digariskan dalam hokum posistif seperti undang
undang Nomor 40 tahun 2007, tentang perseroan terbatas, undang-undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang undang Nomor 7 tahun
1992 tentang perbankan syariah harus mematuhi undang-undang 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah.
Dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) PBI No. 11/33/2009 tentang
pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit
usaha syariah disebut bahwa bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance oleh sebuah bank dibagi dalam dua golongan, yaitu bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
Salah satu penyebab dari lemahnya implementasi prinsip GCG di
Indonesia adalah berkenaan dengan penegakkan hukum (law enforcement).
Indonesia tidak kekurangan dalam hal produk hukum. Secara implicit ketentuan-
ketentuan mengenai GCG telah ada tersebar dalam UUPT, undang-undang dan
peraturan perbankan, undang undang pada pasar modal dan lain-lain. Namum
penegakannya oleh pemegang otoritas, seperti bank Indonesia, bapepam, BPPN,
kementrian keuangan, BUMN, bahkan pengadilan sangat lemah. Oleh karena
itu, baik yang yudisial maupun quasil yudisial dalam menyelesaikan praktik-
praktik pelanggaran hukum perusahaan atau GCG. Pelanggaran yang biasa
dilakukan adalah dalam hal fiduciary duites atau berkenaan dengan piercing the
corporate veil.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mas Daniri. 2009. Bab 1: Good Corporate Governance, Pengertian dan
Konsep Dasar. www.madani-ri.com/dl_jump.php?id=2. [ 11 Oktober 2011].
Warkum Sumitro,2004,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait,PT
RajaGrafindo Persada,Jakarta,
Luigi Zingales, Corporate Governance. The New Palgrave Dictionary of Economics and
the Law, 1997. www.ssrn.com
Jonathan R. Macey and Maureen O‟Hara, The Corporate Governance of Banks,2003
www.ssrn.com
Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) dikeluarkan oleh KNKG
(2011)
Nasirwan Ilyas,2006,seputar isu Corporate Governance dalam Bank Syariah,Buletin
Hukum Perbankan dan Kebanksentraralan, Jakarta
Mervin K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah; Prinsip, Praktik dan
Prospek, (Jakarta: Serambi, 2007),
Nur Hidayati Setyani, “Kebijakan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Prinsip ”Good
Corporate Governance” Bagi Bank Umum Dalam Praktek Perbankan
Syari‟ah”, Tesis Program Magister Ilmu Hukum UNDIP
Mal An Abdullah, Corporate Governance Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta:
ArRuzz Media, 2010),

Anda mungkin juga menyukai