Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SERVICE EXCELLENT

“PENGAWASAN BANK SYARIAH”

Dosen Pengampu :

Trimulato, SEI., M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 7

ASMAWATI 90500118022

ARNIANTI 90500118038

NUR ANISA 90500118035

NIA WAHYUNI 90500118041

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Service Excellent ini
dengan judul ”Pengawasan Bank Syariah”
    Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, Terkhusus kepada dosen
pembimbing mata kuliah Service Excellent Bapak Trimulato, SEI., M.Si. Terlepas dari semua
itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
    

PENYUSUN

KELOMPOK 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................5
C. Tujuan Makalah...................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pengawasan Bank Syariah...............................................................................................................6
B. Sistem Pengawasan Bank Syariah di Indonesia................................................................................6
C. Pengawasan Bank Syariah OJK dan DPS...........................................................................................8
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................15
Kesimpulan............................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga keuangan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling dominan dan
sangat dibutuhkan keberadaannya di dunia ekonomi. Yang mana fungsinya sebagai
pengumpul dan menyalurkan dana, yang sangat berperan demi menunjang pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa.
Perbankan sekarang ini bukanlah sesuatu yang asing bahkan, pada masa sekarang
masyarakat kita terutama yang hidup di perkotaan sudah sering menggunakan jasa
perbankan. Dan sebagian besar masyarakat pedesaan pun sudah terbiasa mendengar kata
bank, hanya saja perlu diingat bahwa pengenalan bank dari sebagian masyarakat ini, baru
sebatas dalam artian sempit. Masyarakat mengenal bank masih sebatas yang ada
kaitannya dengan tabungan atau kredit, selebihnya banyak kurang tahu, padahal begitu
banyak layanan bank yang dapat dinikmati oleh masyarakat saat ini. Begitu juga halnya
dengan masyarakat muslim yang ada di pedasaan, mereka cenderung kurang mengetahui
tentang perbedaan antara bank mana yang sesuai dengan Syari’ah Islam dan bank mana
yang tidak sesuai dengan Syari’ah Islam. Pengetahuan bagi masyarakat muslim yang
paling mendasar terhadap perbedaan bank konvensional dengan bank Syari’ah adalah
bunga dan bagi hasil. Padahal masih banyak perbedaan dari kedua perbankan tersebut,
salah satu perbedaan yang signifikan adalah adanya pengawasan dari pihak yang
independen yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN),
dimana kinerja dewan itu perlu dikawal dan dibenahi untuk menuju situasi perbankan
syariah yang ideal dan menjadi harapan kaum muslimin.
Oleh karena itu, tentunya semua umat Islam mempunyai kewajiban untuk
melakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai wahana
amar ma’ruf nahi munkar, khususnya dalam bidang perbankan sebagai urat nadi
perekonomian umat.

4
Perkembangan perbankan Syari’ah tidak luput dari kerjasama dari berbagai pihak
serta pengawasan Bank Indonesia yang mendorong bertumbuhnya perbankan syari’ah
nasional dalam tahun-tahun mendatang. Diantaranya pemerintah, Bank Indonesia,
lembaga pendidikan, pemikir-pemikir ekonomi Islam kontemporer serta masyarakat
muslim umumnya.
Sistem pengawasan perbankan syariah di Indonesia juga secara khusus diawasi
oleh dewan pengawas syariah (DPS) yang mengacu pada ketentuan No. 40 tahun 2007.
Adapun tugas dan fungsi dewan pengawas syariah. Tugas utama dewan pengawas syariah
adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan
ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:
1. Jelaskan sejarah pengawasan bank syariah ?
2. Bagaimanakah sistem pengawasan bank syariah yang ada di Indonesia?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui sejarah pengawasan bank syariah


2. Untuk mengetahui sistem pengawasan bank syariah di Indonesia

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengawasan Bank Syariah

Bermula pada 1997-1998, saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Dampaknya,


puluhan bank ditutup. Syafii menilai ada yang "tak beres" dalam sistem yang dianut
selama ini. Tak adanya nilai-nilai ilahiah yang melandasi operasional perbankan dan
lembaga keuangan lain, menjadikan lembaga "penyuntik darah" pembangunan ini sebagai
"sarang perampok berdasi" yang meluluhkan sendi perekonomian bangsa. Syafi’i
berpendapat, inilah saatnya para bankir mengimani al-Qur’an. hal ini menunjukkan,
bahwa muamalah syariah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing)
dalam profil dan risiko dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan
transparan. "Inilah saatnya kita membuktikan sistem perbankan syariah dapat
menghilangkan wabah penyakit keuntungan minus".

B. Sistem Pengawasan Bank Syariah di Indonesia

Secara pendekatan teoritis terdapat dua model dalam pengawasan sektor


keuangan terutama sektor perbankan. Model pengawasan pertama mengatakan bahwa
pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh sebuah institusi. Dipihak lain
menyatakan terdapat model pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan
oleh beberapa lembaga. Model pengawasan yang dianut di Inggris menggunakan satu
lembaga yang secara terpadu mengatur seluruh industri keuangan yaitu Financial Service
Authority (FSA). Sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa
institusi, Security Exchange Commision (SEC) mengawasi perusahaan sekuritas,
sedangkan industri perbankan diawasi oleh The Federal Reserve System (The Fed),
Office of Controller of the Currency (OCC), Federal Deposit Insurance Corporation
(FDIC). Pengawasan model satu institusi masih belum memiliki contoh sukses yang
signifikan, efektivitas Otoritas Jasa Keuangan masih dipertanyakan di seluruh dunia.

6
Inggris sebagai negara pionir Otoritas Jasa Keuangan juga mengalami kegagalan dan
justru kembali ke sistem lama. Hal ini dipicu kegagalan The Financial Service and
Markets Act (FSA) mencegah krisis-krisis bank pada tahun 2008 yang dimulai dari
bangkrut nya Northern Rock Bank dan berefek domino menutup bank lainnya. Sejumlah
pakar ekonomi mengidentifikasi beberapa kesalahan Financial Services Authority (FSA)
di Inggris. Satu, efektivitas komunikasi FSA dengan Bank of England dan departemen
keuangan. Dua, melalaikan tugasnya melakukan pengawasan bank sistemik. Tiga, FSA
dianggap terlalu fokus pada tugas pengawasan kegiatan bisnis dan melupakan
pengawasan individual bank. Kesalahan yang dilakukan oleh FSA harus dijadikan
pelajaran bagi OJK Indonesia agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Di Indonesia
sejak adanya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22
November 2011, pengawasan jasa keuangan di indonesia berubah yang pada awalnya
dilakukan oleh beberapa lembaga menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga
tunggal, yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Model pengawasan satu lembaga ini diperkuat
dalam Pasal 5 Undang-ndang Otortas Jasa keuangan menyatakan, bahwa Otoritas Jasa
Keuangan berfungsi menyelenggarakan sisitem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Khusus untuk perbankan syariah, Dr. Syafi’i Antonio menyatakan diperlukannya
pengaturan khusus mengenai pengawasan perbankan syariah yang dipisahkan dengan
pengawasan bak konvensional. Dimulai dari krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998, Dr.
Syafi’i Antonio menilai ada yang "tak beres" dalam sistem yang dianut selama ini. Tak
adanya nilai-nilai ilahiah yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan
lain, menjadikan lembaga "penyuntik darah" pembangunan ini sebagai "sarang perampok
berdasi" yang meluluhkan sendi perekonomian bangsa. Beliau secara spesifik
menyatakan inilah saatnya para bankir mengimani al-Qur’an, dan mengamalkan
muamalah syariah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing) dalam
profil dan risiko dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan.
Meskipun perbankan syariah diwajibkan berdasarkan pada ajaran-ajaran Islam, kontrol
harus tetap dilakukan. Menurut Syafi’i Antonio, kegiatan bank mempunyai risiko tinggi
karena berurusan dengan uang dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dapat
menimbulkan niat orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk melakukan kecurangan.

7
Kalau kekhawatiran itu terjadi tentu dapat mengakibatkan kerugian bagi bank. Oleh
karena itu dalam melaksanakan kontrolnya perlu diciptakan suatu sistem kontrol yang
berlapis-lapis (multilyer audit sistem). Kontrol berlapis bank syariah ini dibagi menjadi
empat (4) yaitu:
1. Self Control (Pengendalian Diri): Merupakan lapisan pertama dan utama dari setiap
manusia, dalam hal ini karyawan bank syariah. Bank harus lah memilih sumber daya
insani yang tepat dan memiliki kontrol diri yang meyakini dan mengimani setiap
perbuatannya selalu direkam oleh Alah SWT melalui Malaikat yang akan diminta
pertanggung jawabannya.
2. Built in Control: Karyawan Bank Syariah dalam melakukan tugas seharisehari tidak
terlepas dari prosedur dan aturan main yang telah ditetapkan oleh sistem perbankan.
Secara tidak disadari oleh setiap karyawan kegiatan yang dilakukan telah dimasukkan
unsur-unsur kontrol yang menyatu. Seperti adanya dual control, maker checker
approval, limitation, segregation of duties, verification, dan lain sebagainya.
3. Internal Auditor: Untuk dapat meyakinkan bahwa telah ada pengendalian diri dan
pengendalin menyatu didalam bank sendiri yang memadai, perlu adanya suatu ukuran
dan penilaian dari pihak yang tidak terkait dengan kegiatan tersebut (independen).
Auditor internal yang digunakan di Indonesia adalah Dewan Pengawas Syariah
(DPS), lembaga yang masuk didalam struktur organisasi perbankan namun memiliki
fungsi independen untuk mengawasi kegiatan bank dalam hal syariah.
4. Eksternal Auditor: Pengaudit eksternal memberikan masukan kepada manajemen
bank mengenai kondisi bank yang bersangkutan. Dari audit eksternal, dapat
diharapkan adanya suatu penilaian yang sangat netral terhadap objek-objek yang
diperiksa. Audit eksternal biasanya dilakukan oleh BI, akuntan public, maupun pihak
lainnya. Semenjak keluarnya UU No 21 Tahun 2011, fungsi pengawasan eksternal BI
dialihkan ke OJK.

C. Pengawasan Bank Syariah OJK dan DPS

8
Pengawasan perbankan syariah pada dasarnya memiliki dua sistem. Pertama, pengawasan
dari aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara umum dan prinsip kehati-hatian
bank. Kedua, pengawasan prinsip syariah pada kegiatan operasional bank.
Struktur pengawasan perbankan syariah juga terdiri dari dua sistem. Pertama,
sistem pengawasan internal, melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS). Selain itu juga
terdapat unsur lainnya, seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris, Dewan Audit, Direktur Kepatuhan dan SKAI-Internal Syariah Review. Sistem
pengawasan internal ini lebih mengatur ke dalam dan dilakukan agar mekanisme dan
sistem kontrol untuk kepentingan manajemen. Kedua, sistem pengawasan eksternal, yang
terdiri dari unsur Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) dan stakeholder. Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan, sistem pengawasan eksternal yang sebelumnya ditangani oleh Bank Indonesia
secara otomatis digantikan oleh OJK. Sistem pengawasan eksternal ini pada dasarnya
diorientasikan untuk memenuhi kepentingan nasabah dan publik secara umum.

1. Dewan Pengawas Syariah (DPS)


Pada umumnya Bank syariah memiliki struktur organisasi yang sama dengan
bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Namun, terdapat unsur
yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional, yakni keharusan
adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS adalah suatu badan yang didirikan dan
ditempatkan pada bank syariah, bertugas mengawasi operasional bank syariah dan
produk-produknya agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam struktur bank
syariah, DPS ditempatkan sejajar dengan Dewan Komisaris, namun tetap menjadi
badan independen yang berdiri sendir lepas dari ikut campur badan lain.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan lembaga di bawah Dewan Syariah
Nasional (DSN). Adapun Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang
dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi
melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok
DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip syariah

9
dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga
keuangan syariah.
Dengan demikian peranan DSN dan DPS begitu penting dalam pengawasan
perbankan syariah. DPS memastikan kegiatan operasional, produk dan jasa bank
syariah senantiasa sesuai dengan prinsip syariah. Sementara itu, DSN merupakan
lembaga yang terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dan kompetensi
syariah yang memadai guna menerbitkan fatwa produk dan jasa bank syariah yang
bersifat nasional, sehingga dapat dijadikan pedoman yang seragam bagi DPS di
Indonesia. Dasar hukum DPS pada perbankan syariah diatur dalam Pasal 109 UU
Perseroan Terbatas dimana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah selain memiliki dewan komisaris wajib memiliki dewan pengawas
syariah. Dan dalam ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah, diantaranya memuat ketentuan:
1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh
Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank
agar sesuai dengan Prinsip Syariah
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

Secara umum, peran DPS dalam perbankan syariah, antara lain:


a. Membuat persetujuan garis panduan operasional produk perbankan
syariah tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disusun oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN)
b. Membuat pernyataan secara berkala pada setiap tahun (annual report)
tentang bank syariah yang berada dalam pengawasannya telah berjalan
sesuai dengan ketentuan syariah

10
c. Membuat laporan tentang perkembangan dan aplikasi sistem keuangan
syariah di lembaga keuangan syariah, khususnya bank syariah yang berada
dalam pengawasannya, sekurang-kurangnnya enam bulan sekali; Meneliti
dan membuat rekomendasi jika ada inovasi produk-produk baru dari bank
yang diawasinya. Dewan inilah yang melakukan pengkajian awal sebelum
produk yang baru dari bank syariah tersebut diusulkan, diteliti kembali
dan difatwakan oleh DSN
d. Membantu sosialisasi perbankan syariah kepada masyarakat
e. Memberikan masukan (input) bagi pengembangan dan kemajuan institusi
kewangan syariah

Berdasarkan uraian di atas, DPS memegang peranan penting dalam pengawasan


perbankan syariah secara internal. DPS dapat memberikan teguran jika ada
perbankan syariah tertentu yang menyimpang dari prinsip-prinsip syariah. Apabila
lembaga yang bersangkutan tidak mengindahkan teguran yang diterbitkan, DPS
dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas untuk
memberikan sanksi hukum.

2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Pengertian OJK dalam pasal 1 angka 1 UU no 21 Tahun 2011 menyatakan bahwa
OJK adalah “lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang OJK tersebut”. Jelas
dalam penegertian OJK tersebut salah satu kewenangan OJK adalah melakukan
pengawasan dalam bidang jasa keuangan yang salah satunya adalah melakukan
pengawasan terhadapa perbankan syariah.
Di dalam Pasal 5 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan memeprkuat posisi
OJK sebagai satu satunya lembaga yang melakukan pengaturan dan pengawasan
dalam bidang jasa keuangan , dengan jelas menerapkan model pengaturan dan

11
pengawasan secara terintegrasi (integration approach), yang berarti akan
meninggalkan model pengawasan secara institusional yang dilakukan sebelumnya
oleh Bank Indonesia dan institusi keuangan lainnya di Indonesia. Dengan
diberlakukannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ini, seluruh fungsi
pengaturan dan pengawasan terhadap sektor keuangan yang kini masih tersebar di
Bank Indonesia dan Bapepam-LK akan menyatu ke dalam Otoritas Jasa Keuangan.
OJK melakukan Pengaturan dan Pengawasan Bank diarahkan untuk
mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang
sehat secara menyeluruh maupun individual dan mampu memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi
perekonomian nasional. Pengawasan yang dilakukan OJK diatur dalam pasal 7(a)
UU NO.21 tahun 2011 yang menyatakan OJK melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap kesehatan bank dan aspek kehati-hatian bank.
OJK memiliki 2 cara untuk menjalankan kewenangan untuk mengawasi (right
control) yaitu: a. Pengawasan bank secara langsung (on-sitesupervision) terdiri dari
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan
gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank
terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-
praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank; b. Pengawasan
tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat pemantauan
seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan
informasi lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini OJK melakukan sistem
pengawasan dengan mengguakan 2 pendekatan:
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision/CBS) yaitu
pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuanketentuan yang terkait dengan
operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan
bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-
prinsip kehati-hatian. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek kepatuhan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pengawasan bank
berdasarkan risiko;

12
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/RBS) yaitu
pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko
yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang signifikan
secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.

Pengawasan yang dilakukan OJK berbeda dari pengawasan yang dilakukan oleh
DPS, jika DPS mengawasi secara internal perbankan agar kegiatan dan management
bank yang diawasi senantiasa mengikuti prinsip syariah. Pengawasan OJK
mengedepankan pengawasan terhadap kepatuhan terhadap peraturan per undang-
undangan dan manajemen resiko dari bank yang diawasi. Pengawasan yang dilakukan
OJK tidak berbeda antara bank konvensional maupun bank syariah, karena melakukan
pengawasan terhadap kesehatan dan likuiditas bank.

3. Kemitraan OJK Dengan DPS


Hubungan kemitraan merupakan hubungan kerja sama secara formal antar
individu, kelompok, organisasi atau lembaga untuk mencapai suatu tugas atau tujuan
tertentu. Dalam hal ini, DPS menjadi pengawas internal, sedangkan OJK menjadi
pengawas eksternal terhadap perbankan syariah. Koordinasi serta harmonisasi dalam
melakukan supervisi terhadap perbankan syariah, baik secara internal oleh DPS
maupun secara eksternal oleh OJK menjadi tanggung jawab yang diemban baik DPS
maupun OJK.
Melalui hubungan kemitraan yang intensif antara DPS dan OJK, diharapkan dapat
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengawasan perbankan syariah. Hal tersebut
berguna untuk menjaga sistem perbankan syariah yang selalu berlandaskan pada
prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian serta selalu serta selalu transparan dan
akuntabel.
Laporan DPS akan kegiatan suatu bank adalah merupakan acuan dari OJK dalam
melakukan off-site supervision, laporan DPS tersebut merupakan dasar untuk
menentukan apakah bank yang diawasi DPS sudah mematuhi (compliance) dengan
peraturan perbankan syariah. Jika DPS memberikan laporan terjadinya pelanggaran

13
terhadap kepatuhan prinsip syariah, DPS akan memberikan laporan tersebut ke OJK
sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan tindakan (imposing action).
Belakangan ini muncul wacana untuk mengintegrasikan DPS masuk ke dalam
OJK, hal ini perlu dicermati lebih lanjut. Wacana untuk memasukan DPS ke dalam
OJK berasal dari asumsi bahwa dasar hukum pengawasan DPS ada dalam Pasal 32
ayat (3) Undang-Undang Perbankan Syariah yang menyebutkan kewenangan DPS
dalam pengawasan perbankan syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada
direksi dan mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Setelah
keluarnya OJK seharusnya fungsi pengawasan jasa keuangan sepenuhnya dipegang
oleh OJK, atau dilakukan oleh DPS dibawah naunggan OJK.
DPS juga dianggap masih belum maksimal dalam melaksanakan tugas
pengawasan perbankan syariah. Belum maksimalnya DPS diakibatkan tidak
masuknya DPS dalam lembaga kenegaraan sehingga tidak adanya check and balance
atas kinerja DPS. Jika benar akan terintegrasi DPS kedalam OJK maka akan banyak
penggantian peraturan terutama mengenai kelembagaan OJK berada dimana DPS di
dalam struktur lembaga OJK dan mengenai kewenangan pengawasan DPS yang bisa
berkurang jika terintegrasi dengan OJK.
Lebih tepat disoroti dan menjadi perhatian adalah tentang upaya untuk
mengoptimalkan peran DPS agar pengawasan terhadap industri perbankan syariah
lebih maksimal. Kesiapan OJK untuk menanungi DPS juga harus digaris bawahi,
berhubung tanggung jawab OJK yang sudah sangat banyak jika menjadi pengawas
Bank Syariah secara internal maupun eksternal, dikhawatirkan tidak akan focus
dalam melakukan tugas nya di dibidang lain.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pengawasan perbankan syariah yang dilakukan secara internal oleh DPS dan eksternal
melalui OJK merupakan bagian dari sistem pengawasan berlapis perbankan syariah yang
menurut Dr Syafi’i Antonio dibutuhkan untuk memastikan perbankan di Indonesia terutama
perbankan syariah menaati tidak hanya peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang
perbankan syariah di Indonesia, namun juga mentaati prisip syariah dalam melakukan kegiatan
perbankan.

DPS melakukan pengawasan internal agar berjalannya bank syariah sesuai prinsip
syariah, OJK melakukan pengawasan agar kinerja bank sehat dan berhati-hati dalam berbisnis
agar selalu mentaati peraturan yang ada. 2 pengawasan yang dilakukan lembaga ini memiliki
dampak signifikan untuk mengembangkan perbanka syariah. Kerja sama antar lembaga ini harus
terjalin secara harmonis agar tercapainya optimalisasi pengawasan sehingga tidak muncul nya
kerugian yang dialami nasabah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2011. Pengawasan Perbankan Syariah (Studi Pemikiran Muhammad Syafi’I
Antonio). / Malia : 1(1)

Syukron, Ali. 2012. Pengaturan dan Pengawasan pada Bank Syariah. Econoomic : Jurnal
Ekonomi Dan Hukum Islam 2(1)

Baehaqi, Ahmad. 2014. Usulan Model Sistem Pengawasan Syariah pada Perbankan Syariah di
Indonesia. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis 1(2)

https://pdfcoffee.com/makalah-pengawasan-perbankan-syariah-di-indonesia-pdf-free.html

16

Anda mungkin juga menyukai