Oleh:
Misra Laila/20174061
Pembimbing:
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga Penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Tinjauan Pustaka ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya, tabiuttabiin, dan
mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 2 KASUS........................................................................................................3
3.1 Anatomi........................................................................................................10
3.2 Definisi.........................................................................................................13
3.3 Epidemiologi................................................................................................14
3.4 Etiologi.........................................................................................................14
3.5 Patofisiologi.................................................................................................14
3.7 Diagnosis......................................................................................................18
3.9 Penatalaksanaan...........................................................................................24
3.10 Komplikasi.................................................................................................26
3.11 Prognosis....................................................................................................26
BAB 4 KESIMPULAN..........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
iii
BAB 1
LATAR BELAKANG
1
menegakkan diagnosis LPR dapat menyebabkan biaya pengobatan yang tidak perlu,
selain itu dapat memicu terjadinya keadaan overdiagnosis dikarenakan gejala-gejala
LPR antara lain; batuk, suara serak, dan globus pharyngeus (sensasi tenggorok terasa
mengganjal) tidaklah spesifik dan juga dapat disebabkan karena infeksi, vocal abuse,
alergi, merokok, iritasi dari polusi udara, dan alcohol abuse.
2
BAB 2
KASUS
2.1.1 Anamnesis
1) Keluhan Utama
Suara parau
2) Keluhan Tambahan
Sulit menelan, rasa tidak nyaman di tenggorokan, bau mulut tak sedap,
batuk
3) Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke Poli THT dengan keluhan suara parau sejak ± 1
minggu yang lalu, awalnya pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman di
tenggorokan setelah meminum es sehari sebelumnya, kemudian pasien
merasakan sulit menelan, bau mulut tak sedap dan disertai batuk sesekali
namun tidak berdahak. Batuk (-), gatal tenggorokan (-), demam (-)
3
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
4
Tragus sign : (-) (-)
Serumen : minimal minimal
Sekret : (-) (-)
Corpus alienum : (-) (-)
Lainnya : (-) (-)
Membrane timpani
Kanan Kiri
5
Tes Webber Tidak lateralisasi Tidak lateralisasi
Kesan : Normal
Nasal
a. Eksternus
Deformitas : (-)
Fraktur : (-)
Tumor : (-)
b. Kavum nasi
Rhinoskopi Anterior
Mukosa : merah muda merah muda
Krusta : (-) (-)
Secret : (-) (-)
Massa : (-) (-)
Konka inferior : normal normal
Septum : tidak deviasi tidak deviasi
Pasase udara : baik baik
Lain-lain : (-) (-)
Rhinoskopi posterior
Mukosa nasofaring : normal normal
Massa : (-) (-)
Post nasal drip : (-) (-)
Lain-lain : (-) (-)
Cavum Oris
6
Lidah : paralisis (-), tremor (-)
Lidah kotor (-)
Gigi : karies (-)
Orofaring : hiperemis
Tonsil palatine
Besar tonsil : T2 T2
Kripta : (-) (-)
Dendritus : (-) (-)
Perlengketan : (-) (-)
Lain-lain : (-) (-)
Faring
Mukosa : hiperemis
Granul : tidak dijumpai
Bulging : tidak dijumpai
Reflek muntah : baik
Palatum : tidak ada kelainan
Uvula : tidak deviasi
Laring
7
Laringoskop indirect
o Epiglotis : tidak ada kelainan
o Valekula : tidak ada kelainan
Maksilo Fasial
Simetris : simetris
Massa : tidak dijumpai
Parese N. Cranialis : tidak dijumpai
Hematoma : tidak dijumpai
Colli
Pembesaran KGB
o Upper jugular : (-) (-)
o Mid jugular : (-) (-)
o Lower jugular : (-) (-)
o Submental : (-) (-)
o Submandibular : (-) (-)
o Colli anterior : (-) (-)
o Supra clavikula : (-) (-)
Kaku kuduk : (-)
Retraksi suprasternal : (-)
Lain-lain : (-)
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Laringoskopi
Endoskopi
8
2.1.4 Diagnosis banding
Laryngopharyngeal Reflux Disease
Faringitis
Laryngitis
Tonsillitis
2.1.5 Diagnosis
Laryngopharyngeal Reflux Disease
2.1.6 Terapi
Non-medikamentosa
Hindari makanan pedas dan asam
Atur pola makan teratur
Hindari minuman seperti kopi
Hindari minum es
Upayakan berbaring/tidur 2-3 jam setelah makan
Tidak merokok
Medikamentosa
2.1.7 Komplikasi
Laryngitis
Faringitis kronik
Edema plikavokalis
2.1.8 Prognosis
Dubia ad bonam
9
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Faring
10
Gambar 1. Anatomi Faring
Laringofaring
Daerah ini dimulai dari perpaduan nasofaring dan orofaring pada daerah
setinggi os hyoid. Daerah laringofaring menurun ke bagian inferior dan dorsal dari
laring dan berakhir pada cricoid cartilage pada akhir bagian inferior dari laring.
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas inferior
ialah esophagus , serta batas posterior adalah vetebra servikal.
11
Gambar 3. Anatomi Laring
Esofagus
12
13
Gambar 5. Anatomi Esofagus
3.2 Definisi
Laryngopharyngeal Reflux (LPR) merupakan kerusakan pada mukosa
laring yang disebabkan oleh asam lambung dan enzim pepsin naik dari lambung
menuju esofagus dan mengiritasi laring dan faring. Beberapa sinonim untuk LPR
antara lain : Reflux Laryngitis, Laryngeal Reflux, Gastropharyngeal Reflux,
Pharyngoesophageal Reflux, Supraesophageal Reflux, Extraesophageal Reflux,
Atypical Reflux.
3.3 Epidemiologi
Kejadian LPR sering ditemukan di negara barat dengan angka kejadian 10-
15% dan umumnya mengenai usia diatas 40 tahun. Beberapa penelitian yang di
lakukan di amerika diperkirakan 75 juta penduduk diperkirakan menderita GERD,
dimana 50% dari populasi ini menunjukan gejala LPR atau extraesophageal reflux
(EER).
Kasus LPR 4-10% terdapat pada pasien dengan PRGE. Pria, wanita, bayi,
anak-anak hingga dewasa bisa mengalami LPR. LPR pada bayi dan anak sering
terlewatkan. Prevalensi variasi GERD dengan lokasi geografik menurut studi
epidemiologi terhadpat lima belas penelitian didapatkan bahwa 8-27% pada
populasi kelompok western mempunyai rasa terbakar pada ulu hati dan regurgitasi
asam satu atau lebih perminggunya. Di asia sendiri di laporkan prevalensi cukup
rendah yaitu 3-5 %.
14
3.4 Etiologi
Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograd dari asam lambung
atau isinya seperti pepsin kesaluran esofagus atas dan menimbulkan cedera
mukosa karena trauma langsung. Sehingga terjadi kerusakan silia yang
menimbulkan tertumpuknya mukus, aktivitas mendehem dan batuk kronis
akibatnya akan sebabkan iritasi dan inflamasi. Selain itu, LPR dapat disebabkan
karena faktor fisik yaitu adanya gangguan fungsional dari Upper Esophageal
Sphincter (UES), hiatal hernia, abnormalitas kontraksi esophagus, lambatnya
pengosongan dari lambung, sedangkan dapat juga disebabkan karena infeksi,
vocal abuse, alergi, merokok, iritasi dari polusi udara, alkohol dan gaya hidup,
misalnya, diet makanan berlemak, kopi, coklat, NSAID, makanan pedas,
merokok, minuman beralkohol.
3.5 Patofisiologi
Patofisiologi LPR mengacu pada rusaknya sistem pertahanan fisiologis
(sfingter bawah esofagus, fungsi motorik dari mukosa esofagus, resistensi mukosa
esofagus dan sfingter atas esofagus) yang dapat mengakibatkan masuknya cairan
asam lambung kedalam laring, faring, dan saluran aerodigestive atas. Pada
individu normal, UES dan LES berkerja sama untuk mencegah refluks isi
lambung tersebut sampai ke esofagus.
15
Gambar 6. How Reflux Affects Your Throat
16
kronis, tenggorokan terasa kering, sakit tenggorokan dan disfagia. Gejala tersebut
bukan merupakan gejala yang harus ada pada LPR, namun gejala lain yang
biasanya menyertai adalah: eksaserbasi asma, otalgia, lender tenggorakan
berlebihan, halitosis (bauk mulut), sakit leher, odinofagia, post nasal drip dan
gangguan pada suara. Gejala-gejala ini tidak khas pada LPR dan dapat disebabkan
oleh alergi, penyakit neurologis degeneratif, infeksi, gangguan perilaku, obat, dan
neoplasia.
Salah satu aspek yang dapat digunakan untuk memastikan etiologi keluhan
pasien berhubungan atu tidak dengan LPR adalah dengan membedakan keluhan
LPR dengan gejala klasik pada GERD seperti nyeri ulu hati, rasa terbakar pada
dada (heart burn), regurgitasi, dan esophangitis. Disfagia ditemukan pada LPR
dan GERD, namun masalah suara dan pernapasan lebih sering ditemukan pada
LPR.14 Gastroenterologis menggolongkan pasien yang tidak memilki gejala
gastrointestinal sebagai atypical refluxers.
Gejala Kondisi
17
Disponia kronik Refluks laringitis
Disponia intermiten Stenosis subglottic
Vocal fatigue Karsinoma laring
Perubahan suara Cedera endotrakeal intubasi
Chronic throat clearing Ulkus kontak dan granuloma
Produksi mukus berlebihan Stenosis glottic posterior
ditenggorokan
Post nasal drip Fiksasi kartilago arytenoid
Batuk kronik Paroxysmal laryngospasm
Disfagia Paradoxical vocal fold movement
Globus Globus pharyngeus
Obstruksi saluran nafas intermiten Nodul vocal
Obstruksi saluran nafas kronik Degenerasi polypoid
Laryngomalacia
Pachydermia laryngis
Leukoplakia rekuren
Sindrom kematian bayi mendadak
18
Posisi berdiri + ++++
Respon pengobatan
Diet dan modifikasi gaya hidup ++ +
Antagonis histamin 2 +++ ++
Pump proton inhibitor +++++++ +++
Suara serak merupakan gejala utama pada LPR yang paling nyata,
terutama pada siang hari. Gejala-gejala yang tidak spesifik lain dapat disebabkan
kondisi lain seperti keeadaan alergi dan kebiasaan merokok. Gerakan paradoks
pita suara dan spasme laring juga dapat dikarenakan LPR sehingga perlu
ditanyakan apakah pasien mempunyai masalah pernafasan dan perubahan suara.
Asma dan sinusitis dapat merupakan gejala lain LPR. Refluks sering dianggap
sebagai faktor yang dapat mencetuskan asma.
3.7 Diagnosis
Diagnosis LPR dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
19
2. Sering membersihkan dahak anda 0 1 2 3 4 5
3. Lendir berlebihan di tenggorokan 0 1 2 3 4 5
atau post nasal drip
TOTAL SKOR
20
ringan 2 =
edema sedang 3
= edema berat
4 = obstruksi
6. Hipertrofi komissura-P 1 = edema
ringan 2 =
edema sedang 3
= edema berat
4 = obstruksi
7. Jaringan granulasi/granuloma 0 = tidak ditemukan
2 = ditemukan
8. Lendir endolaryngeal tebal 0 = tidak ditemukan
2 = ditemukan
TOTAL SKOR
Pemeriksaan Fisik
21
(A) posterior pharyngeal wall cobblestoning,
(B) interarytenoid bar with erythema,
(C) posterior commissure with erythema and surface irregularity,
(D) posterior cricoid wall edema,
(E) arytenoid complex with apex edema, erythema, and medial wall erythema,
(F) true vocal folds with edema,
(G) false vocal folds erythema,
(H) anterior commissure erythema,
(I) epiglottis erythema, and
(J) aryepiglottic fold edema.
Pemeriksaan Penunjang
1 Laringoskopi
22
hipertrofi dari komissura posterior, edema dan eritema pada plica vokalis dan
kerusakan pada ventrikular band.
Pemeriksaan ini sangat penting untuk menilai Reflux Finding Score. Adanya
edema dan eritema pada plika vokalis, walaupun bukan tanda patogmonis namun
sudah dapat menguatkan adanya tanda peradangan pada laring. Temuan lain yang
sering adalah granuloma, sekitar 65-75% pasien yang terkonfirmasi LPR dengan
monitoring pH akan tampak granuloma pada pemeriksaan laringoskopi.
Gambaran pseudokulkus juga merupakan salah temuan fisik lain yang sering,
sekitar 90% pasien yang terkonfirmasi LPR memperlihatkan gambaran
pseudokulkus.
2 Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esofagoskop biasanya tidak
dilakukan saat awal, namun pemeriksaan ini dapat menilai derajat beratnya dari
perubahan mukosa pada esofagus. Pada LPR hanya 30% temuan esofagitis pada
pemeriksaan endoskopi. Gambaran yang dapat dicurigai LPR adalah bila
ditemukan garis melingkar “barret” dengan atau tanpa adanya inflamasi esofagus.
Pemeriksaan videotoboskopi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan
endoskop sumber cahaya xenon yang di aktivasi oleh pergerakan pita suara,
gambaran ini dapat dilihat dalam bentuk lambat. Pada hampir seluruh pasien yang
mengeluhkan masalah pada suaranya saat diperiksan dengan pemeriksaan
videotoboskopi ditemukan adanya tanda-tanda dari gejala LPR. Selain dalam kriteria
diagnostik, pemeriksaan ini juga dapat memantau perkembangan penyakit LPR yang
sedang dalam pengobatan, fungsinya untuk menilai apakah terapi yang diberikan
antireflux yang diberikan berhasil atau tidak.
23
Gambar 8. Mukosa esophagus LPR
Tabel 5. Perbedaan gejala klinik LPR dan penyebab suara serak lainnya
Rhinoinusit Benign Malignan
LPR Infectio is Allergy Vocal t Vocal
n (postnasal Fold Fold
drip) Lesion Lesion
Hoarseness Acute, Acute/chronic
characteristic Fluctuates resolves or recurrent Fluctuates Constant Progressive
Common From
Throat pain (wiyh Yes Uncommon No secondar Late (local
cough, y muscle and
throat tension referred)
clering)
Edema, Secretions Edema, Nodules, Elcerative or
Laryngal granulom Erytema (thick, clear polyps, exophytic
findings a, , discolored), secretions,
edema cysts, (red- white
erytema, edema bluish
pseudosulcu mucos scars mass)
s a
Systemic Smokin Smoking
Smoking,
Aggravatin infection, LPR, Environmen g, vocal (common)
obesity, t
diet/lifestyl immunisu
g allergy, trauma, , LPR,
factors p smoking , seasonal LPR ethanolis
24
pression m
e
3.9 Penatalaksanaan
Terdapat tiga kategori utama dalam pengobatan LPR yaitu edukasi pasien
dan perubahan gaya hidup, terapi medikamentosa, dan terapi bedah. Hal yang
perlu diperhatikan bahwa penyakit ini merupakan penyakit dengan kondisi kronik
yang berulang sehingga pengobatan yang diberikan tidak akan menghasilkan
proses penyembuhan yang cepat.
Medikamenstosa
Terdapat 4 macam obat yang digunakan dalam terapi LPR yaitu PPI atau
Proton-pump Inhibitor, obat-obat antagonis H2, obat-obat prokinetik dan obat-obat
proteksi sel atau cytoprotective. Pengobatan dengan PPI dipertimbangkan sebagai
pengobatan utama dan paling efektif dalam menangani kasus refluks terutama
LPR. PPI yang biasanya diberikan adalah Omeprazole dengan dosis 20mg perhari
(terapi rumatan). Obat lain yang dapat dipilih seperti Lanzoprazole dengan dosis
30mg per hari. PPI baik diminum 30-60 menit sebelum makan. Obat PPI dapat
menurunkan refluks asam lambung sampai lebih dari 80%. Akan tetapi efektifitas
obat ini tidak seefektivitas pada kasus GERD. Pengobatan PPI ini diberikan
selama 6 bulan sebelum di follow up kembali apakah pengobatan berhasil atau
tidak. Apabila terjadi penurunan gejala, dosis PPI dapat diturunkan menjadi 1 kali
25
sehari. Apabila hasil tidak ada perbaikan pada gejala, dapat dilakukan pH
monitoring (terapi diberhentikam selama 1 minggu), jika hasil yang didapatkan
abnormal maka dikatakan resisten PPI.
Obat lain yang sering digunakan adalah ranitidin yang merupakan
golongan antagonis reseptor H2 dengan dosis 150 mg yang diberikan 2 kali sehari.
Obat proteksi yang sering diberikan adalah antasid sedangkan obat prokinetik
yang sering dipakai adalah metoclopramid dengan dosis 5-10 mg dan diminum 4
kali dalam sehari. Obat proteksi dapat menetralisasi refluks asam serta
mengurangi kerusakan dari mukosa serta mencegah aktivitas pepsin.
Terapi Bedah
Apabila modifikasi gaya hidup serta terapi medikamentosa tidak bisa lagi
mengobati LPR maka pilihan terakhir adalah terapi bedah. Terapi pembedahan
dilakukan dengan memperbaiki barier pada daerah pertemuan esofagus dan
lambung sehingga dapat mencegah refluks seluruh isi lambung kearah esofagus.
Keadaan ini dianjurkan pada pasien yang harus terus menerus minum obat atau
dengan dosis yang makin lama makin tinggi untuk menekan asam lambung.
26
Bagan 1. Alur Penatalaksanaan LPR
3.10 Komplikasi
Laryngopharyngeal Reflux (LPR) yang tidak diobati akan menyebabkan
komplikasi seperti odinofagia, batuk-batuk kronis, sinusitis, infeksi telinga,
pembengkakakn pita suara, ulkus pada plika vokalis, pembentukan granoloma
(massa) di tenggorokan, dan perburukan asma, emfisema, bronchitis, spasme
laring serta stenosis laring. Laryngopharyngeal Reflux (LPR) yang dibiarkan saja
juga kemungkinan berperan dalam perkembangan kanker oada daerah laring.
3.11 Prognosis
Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan
catatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet yang ketat dan gaya hidup.
Angka keberhasilan pasien dengan laryngitis posterios berat sekitar 83% setelah
27
diberikan 6 minggu dengan omeprazole, dan sekitar 79% kasus alami
kekambuhan setelah berhenti berobat, sedangkan prognosis keberhasilan dengan
menggunakan lansoprazole 30 mg 2 kali sehari selama 8 minggu memberikan
angka keberhasilan 86%.
28
BAB 4
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1 Lechien, J.R.; Bobin, F.; Mouawad, F.; Zelenik, K.; Calvo-Henriquez, C.;
Chiesa-Estomba, C.M.; Enver, N.; Nacci, A.; Barillari, M.R.; Schindler, A.;
et al. Development of scores assessing the refluxogenic potential of diet of
patients with laryngopharyngeal reflux. Eur. Arch. Oto-Rhino-Laryngology
2019
2 Bobin, F.; Journe, F.; Lechien, J.R. Saliva pepsin level of laryngopharyngeal
reflux patients is not correlated with reflux episodes. Laryngoscope 2019
3 Dinc, A.S.K.; Cayonu, M.; Sengezer, T.; Sahin, M.M. Smoking Cessation
Improves the Symptoms and the Findings of Laryngeal Irritation. Ear Nose
Throat J. 2019
4 [-PLee, J.S.; Jung, A.R.; Park, J.M.; Park, M.J.; Lee, Y.C.; Eun, Y.-G.
Comparison of Characteristics According to Reflux Type in Patients with
Laryngopharyngeal Reflux. Clin. Exp. Otorhinolaryngol. 2018
5 Carroll, T.L.; Werner, A.; Nahikian, K.; Dezube, A.; Roth, D.F. Rethinking
the laryngopharyngeal reflux treatment algorithm: Evaluating an alternate
empiric dosing regimen and considering up-front, pH-impedance, and
manometry testing to minimize cost in treating suspect laryngopharyngeal
reflux disease. Laryngoscope 2017
6 Dolina, J.; Koneˇcný, Š.; Durˇc, P.; Laˇcn ˇ á, J.; Greguš, M.; Foret, F.;
Skˇriˇcková, J.; Doubková, M.; Kindlová, D.; Pokojová, E.; et al. Evaluation
of Important Analytical Parameters of the Peptest Immunoassay that Limit its
Use in Diagnosing Gastroesophageal Reflux Disease. J. Clin. Gastroenterol.
2019
7 De Corso, E.; Baroni, S.; Salonna, G.; Marchese, M.; Graziadio, M.; Di
Cintio, G.; Paludetti, G.; Costamagna, G.; Galli, J. Impact of bile acids on the
severity of Laryngo-Pharyngeal reflux. Clin. Otolaryngol. 2020
8 Zalvan, C.H.; Hu, S.; Greenberg, B.; Geliebter, J. A Comparison of Alkaline
Water and Mediterranean Diet vs Proton Pump Inhibition for Treatment of
Laryngopharyngeal Reflux. JAMA Otolaryngol. Neck Surg. 2017,
30
9 Imhann, F.; Vila, A.V.; Bonder, M.J.; Manosalva, A.G.L.; Koonen, D.P.; Fu,
J.; Wijmenga, C.; Zhernakova, A.; Weersma, R.K. The influence of proton
pump inhibitors and other commonly used medication on the gut microbiota.
Gut Microbes 2017
10 Wang, A.M.; Wang, G.; Huang, N.; Zheng, Y.Y.; Yang, F.; Qiu, X.; Chen,
X.M. Association between laryngopharyngeal reflux disease and autonomic
nerve dysfunction. Eur. Arch. Oto-Rhino-Laryngology 2019
31