Anda di halaman 1dari 48

TUGAS KELOMPOK

PENGENDALIAN DAN PENJAMINAN MUTU

“Metode Taguchi”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

ANDRI ABI MANYU 091 2016 0115

ANDI FIKRAM F 091 2019 0067

MUH. ALIF DZAKY PUTRA 091 2019 0086

NURHALIZA 091 2019 0199

ANISA PUTRI ALKHADJERAH 091 2019 0233

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat

serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas

kelompok kami yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Metode

Taguchi”.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi

kesempurnaan tugas kelompok ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada pembaca yang telah

berperan serta dalam membahas makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Makassar, 23 Maret 2022

KELOMPOK IV

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................2

1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................3

1.5 Keutamaan Penelitian.......................................................................4

1.6 Luaran Penelitian …..........................................................................4

BAB II : KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kualitas Produk .................................................................................5

2.2 Kayu Lapis.........................................................................................6

2.3 Metode Taguchi.................................................................................13

2.4 Studi Terdahulu Tentang Kayu Lapis Metode Taguchi .....................22

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Pengambilan Data .............................................................................24

3.2 Tahap Penelitian ................................................................................24

3.2 Flowchart ...........................................................................................27

BAB IV : PENGUMPULAN DATA PENGOLAHAN DATA


4.1 Pengumpulan Data .............................................................................28

4.2 Pengolahan Data .................................................................................29

BAB V : ANALISA DAN PEMBAHASAN


5.1 Analisa Grafik Pengendali dan Kemampuan Proses............................39

iii
BAB VI : KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan……...................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................43

LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri kayu di Indonesia pada saat ini berkembang

dari tahun ke tahun seiring bertambahnya jumlah penduduk, kemajuan

teknologi, perindustrian, dan ilmu pengetahuan. Dalam bidang konstruksi,

kayu masih memiliki arti penting meskipun ada banyak bahan-bahan lain

yang dibutuhkan. Akan tetapi kayu memiliki kelebihan tersendiri, seperti

misalnya kayu mudah dibentuk dan dikerjakan. Industri meubel di era

sekarang meningkat seiring berjalannya waktu karena sektor indsutri ini

memberikan design interior yang unik dan kreatif serta nilai-nilai artistik yang

memberikan kenyamanan sehingga dapat menunjang berbagai aktifitas.

Dengan berkembangnya industri mebel juga akhirnya memicu permintaan

kayu meningkat yang menyebabkan persaingan industri kayu semakin ketat.

Ini memang menjadi suatu peluang sekaligus tantangan bagi para pelaku

industri kayu untuk menerapkan strategi yang efektif dan efisien agar mampu

memenuhi permintaan, adanya variasi produk dengan fungsi yang sama

membuat konsumen semakin selektif dalam memilih produk yang akan

dikonsumsinya. Konsumen selalu menuntut dan mengharapkan produk yang

dibelinya dalam keadaan baik. Bila suatu produk dirasakan oleh konsumen

kurang baik, konsumen akan berpindah ke produk sejenis yang lain. Dan hal

ini akan menyebabkan penurunan laba atau kerugian bagi perusahan,

bahkan bila berlanjut terus dapat menyebabkan penghentian produksi karena

konsumen tidak menginginkan produk itu lagi, Setiap perusahaan berusaha

untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk memenuhi kebutuhan

1
konsumen, sebuah produk harus diproduksi dengan proses yang stabil.

Perusahaan ‘X’ adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang kayu

lapis. Masalah yang terjadi pada perusahaan ini adalah adanya

penyimpangan atau kerusakan pada produksi kayu lapis. Jika proses

produksi dilakukan terus menerus tanpa adanya perbaikan-perbaikan maka

akan semakin banyak menghasilkan produk cacat yang menyebabkan

semakin banyak biaya produksi yang harus ditanggung dan kerugian yang

semakin besar. DMAIC merupakan suatu pendekatan yang terbukti untuk

mengurangi defect (kecacatan) dan meningkatkan kualitas dengan

berkesinambungan. Analisis dilakukan dengan bantuan DPMO, histogram,

diagram pengendali-p, diagram pengendali x̅ R, indeks kapabilitas, dan

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dari hasil analisis tersebut didapatkan level

kualitas perusahaan adalah 3,55 sigma dengan 20.000 DPMO, proses belum

berjalan dengan baik dan dua variabel penyebab cacat produk adalah lebar

kayu dan tebal kayu. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan lebih

mengawasi dan memperhatikan pengukuran lebar dan tebal kayu untuk

mengurangi produk cacat serta mengurangi variasi pada produk. (Anonim,

2013).

1.2 Rumusan Masalah

Perusahaan ‘X’ adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang

kayu lapis. Masalah yang terjadi pada perusahaan ini adalah adanya

penyimpangan atau kerusakan pada produksi kayu lapis yang berada diluar

batas toleransi yang ditetapkan (Dhika, 2016). Jika proses produksi dilakukan

terus menerus tanpa adanya perbaikan-perbaikan maka akan semakin

banyak menghasilkan produk cacat yang menyebabkan semakin banyak

biaya produksi yang harus ditanggung.


2
Masalah mendasar dalam sebuah perusahaan yang berhubungan

dengan kualitas adalah bagaimana bisa memenuhi harapan pelanggan. Jika

harapan pelanggan didefinisikan, berarti harus mengukur bagaimana cara

untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Sebuah produk yang cocok

digunakan harus diproduksi dalam proses yang stabil, yang berarti proses

harus mampu menghasilkan produk dengan variabilitas yang wajar dari

indeks mutu yang dinyatakan dalam target pelanggan atau dalam nilai

nominalSekam padi adalah limbah pertanian yang merupakan hasil

penggilingan padi dan hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia.

Masalah yang terjadi pada perusahaan ini adalah adanya

penyimpangan atau kerusakan pada produksi kayu lapis. Jika proses

produksi dilakukan terus menerus tanpa adanya perbaikan-perbaikan maka

akan semakin banyak menghasilkan produk cacat yang menyebabkan

semakin banyak biaya produksi yang harus ditanggung dan kerugian yang

semakin besar.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui level kualitas Perusahaan ‘X’.

2. Mengetahui apakah proses produksi pada Perusahaan ‘X’ sudah berjalan dengan

baik.

3. Untuk melihat variabel apa yang paling banyak menyebabkan cacat produk.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

industri kecil menengah untuk dapat meningkatkan kualitas produk

khususnya kayu lapis

3
1.5 Keutamaan Penelitian

Pengganti sebagian agregat atau pengisi dalam pembuatan kayu

lapis sehingga dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan rumah

dan gedung untuk pembuatan kayu lapis yang berbahan sehingga perlu

dilakukan penelitian sebagai evaluasi terhadap komposisi secara statistik

kemudian dilakukan perbaikan pada proses pembuatannya Adapun metode

penelitian yang digunakan adalah desain eksperimen Taguchi untuk

menentukan komposisi yang tepat dan optimal dengan memvariasikan

parameter faktor pendukung dalam pembuatan Kayu Lapis

1.6 Luaran Penelitian

Adapun luaran penelitian yang diharapkan adalah

1. Publikasi dalam Jurnal Ilmiah

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Produk

Kualitas merupakan keseluruhan ciri dan sifat dari suatu produk atau

jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk dapat memuaskan

kebutuhan yang diharapkan pelanggan ( kotler dan Keller 2009: 143).

Kualitas dapat terpenuhi ketika perusahaan dapat memberikan produk

sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan bahkan melebihi harapan

pelanggan. Perusahaan yang menawarkan kualitas akan menciptakan

hubungan baik dengan pelanggan. Hubungan baik yang sudah tercipta

dalam jangka panjang akan membuat perusahaan mengerti terhadap

kebutuhan yang diharapkan pelanggan. Hal seperti ini yang akan

memberikan keuntungan positif bagi perusahaan.

Kualitas produk adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan

jasa dari aspek pemasaran, rekayasa, manufaktur, dan pemeliharaan yang

sesuai dengan harapan konsumen terhadap produk dan jasa tersebut

(Umar, 2013; Tjiptono & Chandra, 2013).

Kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau

pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang

dinyatakan/ tersirat . (Kotler (2005:49).

Kualitas produk merupakan kemampuan suatu produk dalam

melaksanakan fungsi dan kinerjanya yang dapat memenuhi kebutuhan dan

keinginan .( Kotler dan Armstrong (2004: 354) dari empat pengertian

tersebut disimpulkan bahwa pengertian produk yang berkualitas adalah

produk yang mampu memenuhi keinginan konsumen atau mampu

memberikan kualitas yang lebih baik

5
2.2 Kayu lapis

Dengan meningkatnya perkembangan teknologi, manusia cenderung

membuat bahan-bahan kayu lebih terarah dengan memanfaatkan bahan

kayu menjadi kayu lapis yang sangat berguna dalam berbagai

penggunaan kayu pada umumnya dan kehidupan manusia pada

khususnya. Kayu lapis adalah papan buatan dengan ukuran tertentu

yang terbuat dari beberapa lapisan finir yang jumlahnya ganjil dipasang

dengan arah serat bersilangan saling tegak lurus, kemudian direkat

menjadi satu pada tekanan tinggi dengan perekat khusus sesuai tujuan

penggunaan kayu. Finir adalah lembaran kayu tipis, yang diperoleh dari

penyayatan (pengupasan) kayu jenis tertentu. Maksud dan tujuan dari

pembuatan finir dan kayu lapis ialah untuk mendapatkan kayu yang

berukuran lebar. Selain itu juga untuk menghemat penggunaan kayu,

memanfaatkan jenis kayu bernilai rendah, dan menambah kekuatan serta

meningkatkan mutu kayu dengan memperindah segi dekoratif kayu

(Dumanauw,1990).

Kayu lapis adalah papan buatan yang terdiri atas lapisan venir yang

jumlahnya ganjil, disusun dengan arah serat saling bersilangan tegak

lurus, direkat pada tekanan tinggi dengan perekat, dan memiliki kekuatan

yang sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan kayu aslinya (Kliwon &

Iskandar 2008). Penggunaan kayu menjadi kayu lapis memberikan

berbagai keuntungan. Kollman (1975) mengemukakan bahwa

keuntungan kayu lapis antara lain: dimensi lebih besar, stabilitas dimensi

lebih baik dibandingkan dengan papan biasa, lebih tahan terhadap

kelembapan dibandingkan dengan kayu aslinya, sifat isotropisnya lebih

homogen dibanding kayu aslinya, dapat diproduksi dengan berbagai

macam ketebalan dan berbagai keuntungan lainnya. Tulisan ini


6
menyajikan hasil penelitian sifat kayu lapis dari lima jenis kayu asal

Provinsi Riau yang meliputi kayu punak (Tetramerista glabra Miq.),

meranti bunga (Shorea teysmanniana Dyer ex Brandis), mempisang

(Alphonsea spp.), suntai (Palaquium burckii H.J.L.), dan pasak linggo

(Aglaia argentea Blume). Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh

gambaran tentang kesesuaian kelima jenis kayu tersebut untuk dibuat

kayu lapis. Sasarannya adalah ketersediaan data dan informasi sifat fisik

dan mekanik kayu lapis yang dibuat dari lima jenis kayu asal Riau,

pemanfaatan kayu pada industri,termasuk industri kayu lapis,tidak dapat

hanya mengandalkan jenis-jenis kayu komersial. Industri perlu

memperluas pemanfaatan jenis-jenis kayu nonkomersial. Akan tetapi,

sebelum dimanfaatkan, sifatsifat setiap jenis kayu nonkomersial tersebut

perlu diteliti agar terjadi kesesuaian sifat dengan tujuan penggunaan kayu

serta kemampuan kayu tersebut dalam melengkapi dan mensubstitusi

jenis kayu komersial. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat

memberikan gambaran tentang kemampuan suatu jenis kayu non

komersial untuk dibuat kayu olahan, seperti kayu lapis.

2.2.1 Sifat Fisis Kayu lapis

Hasil pengujian sifat fisik kayu lapis berupa kadar air, kerapatan, dan

hasil uji beda disajikan pada Tabel 1, sedangkan hasil analisis

keragaman disajikan pada Tabel 2.

7
Tabel 2.1 .

2.2.2 Sifat Mekanis Kayu lapis

Sifat mekanis kayu lapis adalah kemampuan kayu lapis untuk

menahan beban dari luar. Sifat mekanis kayu lapis penting untuk

diketahui, terutama pada penggunaan kayu lapis yang bersifat

khusus, seperti kayu lapis struktural. Hasil pengujian sifat mekanis

kayu lapis berupa modulus elastisitas (Modulus of Elasticity/MOE),

modulus patah (Modulus of Rupture/ MOR), keteguhan tarik, dan

keteguhan rekat serta hasil uji beda disajikan pada Tabel 3,

sedangkan hasil analisis keragaman disajikan pada Tabel 4 Nilai

kadar air rata-rata kayu lapis dari setiap jenis kayu kemudian

dibandingkan dengan persyaratan kadar air kayu lapis menurut

standar tertentu sehingga dapat diketahui apakah memenuhi syarat

atau tidak. Kadar air kelima jenis kayu yang diteliti berkisar antara

10

adalah kayu lapis meranti bunga, kemudian berturut-turut diikuti oleh


8
kayu lapis suntai, pasak linggo, mempisang, dan punak. Nilai rata-

rata kadar air kayu lapis yang diteliti memenuhi Standar Nasional

Indonesia dan Standar Jepang yang mempersyaratkan bahwa nilai

kadar air kayu lapis tidak lebih dari 14% (SNI 2000; JAS 2008). Nilai

kadar air kelima jenis kayu lapis hampir sama dengan kadar air kayu

lapis akasia (Acacia mangium Willd), yaitu 9

Hasil penelitian Alam et al. (2012) menunjukkan bahwa kadar air

kayu lapis kayu eucalyptus (Eucalyptus camaldulensis Dehn.) adalah

7,4%, sedangkan kadar air kayu lapis kayu simul (Bombax ceiba L.)

adalah 15,5%.

Rentang nilai rata-rata kadar air ini sesuai dengan nilai kadar air

Analisis keragaman menunjukkan bahwa jenis kayu tidak

memberikan pengaruh yang nyata pada kadar air kayu lapis pada

selang kepercayaan 95% (Tabel 2). Sementara itu, Haygreen &

Bowyer (1993) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar

air meliputi jenis kayu, tempat tumbuh, dan umur pohon. Berkaitan

dengan kadar air kayu lapis, Arsad (2011) menyatakan bahwa

proses pengeringan yang kurang sempurna juga berpengaruh pada

kadar air, Pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai MOE kelima jenis kayu

lapis yang diteliti berkisar antara 63.731 kg/cm2 sampai 123.548

kg/cm2 . Kayu lapis yang memiliki ratarata MOE tertinggi adalah

kayu lapis pasak linggo, kemudian berturut-turut diikuti oleh kayu

lapis punak, mempisang, meranti bunga, dan suntai. Pada Standar

Nasional Indonesia untuk kayu lapis, penggunaan umum (SNI 2000)

tidak mensyaratkan besaran MOE. Hasil penelitian Bal & Bektay


9
(2014) menunjukkan bahwa MOE kayu lapis yang dibuat dari venir

Eucalyptus grandis, Fagus orientalis, dan Poplar (Populus x

ueramericana) dan direkat dengan perekat urea formaldehida secara

berturut-turut adalah sebesar 9346 MPa atau 95.329 kg/cm2 , 8636

MPa atau 88.087 kg/cm2 , dan 6875 Mpa atau 70.125 kg/cm2 .

Sementara itu, Alam et al. (2012) melaporkan bahwa MOE kayu lapis

dari Eucalyptus camaldulensis Dehn. dan Bombax ceiba L. yang

dibuat dengan menggunakan perekat urea formaldehida secara

berturutturut adalah sebesar 7879 N/mm2 atau 80.366 kg/cm2 dan

3870 N/mm2 atau 39.474 kg/cm2 . Sulastiningsih dan Krisdianto

(2012) melaporkan bahwa MOE kayu lapis sengon dan kayu lapis

campuran sengon dan anyaman bambu secara berturut-turut adalah

sebesar 22.860 dan 36.960 kg/cm2

10
a. Penyerapan (absorbtion) kayu lapis

Penyerapan (absorbtion) adalah kemampuan maksimum kayu lapis

untuk menyimpan atau menyerap air, Pengujian kadar air bertujuan

untuk mengetahui jumlah air yang terdapat di dalam kayu lapis yang

dinyatakan dalam persen (%) terhadap bobot kayu lapis dalam

keadaan kering mutlak atau kering oven, Nilai kadar air rata-rata kayu

lapis dari setiap jenis kayu kemudian dibandingkan dengan

persyaratan kadar air kayu lapis menurut standar tertentu sehingga

dapat diketahui apakah memenuhi syarat atau tidak. Kadar air kelima

memiliki ratarata kadar air tertinggi adalah kayu lapis meranti bunga,

kemudian berturut-turut diikuti oleh kayu lapis suntai, pasak linggo,

mempisang, dan punak. Nilai rata-rata kadar air kayu lapis yang diteliti

memenuhi Standar Nasional Indonesia dan Standar Jepang yang

mempersyaratkan bahwa nilai kadar air kayu lapis tidak lebih dari 14%

(SNI 2000; JAS 2008). Nilai kadar air kelima jenis kayu lapis hampir
11
sama dengan kadar air kayu lapis akasia (Acacia mangium Willd), yaitu

l. (2012)

menunjukkan bahwa kadar air kayu lapis kayu eucalyptus (Eucalyptus

camaldulensis Dehn.) adalah 7,4%, sedangkan kadar air kayu lapis

kayu simul (Bombax ceiba L.) adalah 15,5%. Rentang nilai rata-rata

kadar air ini sesuai dengan nilai kadar air kering udara untuk iklim

Keteguhan Rekat Pembuatan kayu lapis memerlukan perekat

organik untuk merekatkan lembaran venir sehingga menjadi kayu lapis.

Pada proses perekatan terjadi perekatan mekanik dan perekatan

spesifik. Perekatan mekanik terjadi karena adanya sebagian perekat

masuk ke dalam pori-pori kayu yang kemudian kering dan mengeras,

sementara perekatan spesifik terjadi dengan melibatkan ikatan-ikatan

kimia, ikatan hydrogen, dan ikatan Van der Walss (Ruhendi et al.

2007). Santoso et al. (2016) menyatakan bahwa semakin banyak

partikel perekat yang bereaksi dengan kayu pada proses perekatan,

akan semakin meningkatkan kete-guhan rekatnya. Pengujian

keteguhan rekat bertujuan untuk mengetahui kualitas hasil perekatan

pada semua contoh uji kayu lapis yang diteliti. Nilai keteguhan rekat

rata-rata kayu lapis dari setiap jenis kayu kemudian dibandingkan

dengan standar tertentu sehingga dapat diketahui apakah memenuhi

syarat atau tidaknya nilai keteguhan rekat tersebut.

Nilai keteguhan rekat kelima jenis kayu lapis yang diteliti berkisar

-rata

keteguhan rekat tertinggi adalah kayu lapis punak, Keteguhan rekat

kelima jenis kayu lapis yang diteliti memenuhi Standar Nasional


12
Indonesia yang mempersyaratkan bahwa nilai keteguhan rekat kayu

lapis minimum 7 kg/cm2 (SNI 2000). Nilai keteguhan rekat kelima jenis

kayu lapis berada di atas rata-rata keteguhan rekat kayu lapis tusam

yang menggunakan perekat fenol formaldehida masingmasing dengan

dan kayu lapis tusam yang menggunakan perekat yang sama dengan

al. 1998). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa jenis kayu

berpengaruh nyata pada keteguhan rekat kayu lapis pada selang

kepercayaan 95% (Tabel 4). Hasil uji beda lanjutan menunjukkan

terdapat perbedaan nyata antara keteguhan rekat kayu lapis punak

dibandingkan dengan keempat jenis kayu lainnya (Tabel 3). Selain

faktor jenis kayu, keteguhan rekat dipengaruhi juga oleh kualitas bahan

perekat (dan campuran ekstendernya), proses pelaburan, bobot labur

(Arsad 2011), dan zat ekstraktif kayu (Iskandar 1990).

2.3 Metode Taguchi

Taguchi, G. 1949, mencetuskan metode Taguchi yang bertujuan untuk

memperbaiki kualitas produk dan proses. Bukan hanya itu, metode

tersebut juga bertujuan untuk menekan biaya dan resources seminimal

mungkin .

Metode Taguchi menggunakan matriks khusus yang disebut Matriks

Ortogonal atau Orthogonanl Array (OA). Matriks standar ini merupakan

langkah untuk menentukan jumlah eksperimen minimal. Bagian

terpenting dari Matriks Ortogonal terletak pada pemilihan kombinasi level

variabel-variabel input masing-masing eksperimen.

13
terpenting dari Matriks Ortogonal terletak pada pemilihan kombinasi level

variabel-variabel input masing-masing eksperimen.

Karakteristik kualitas adalah hasil suatu proses yang berkaitan

dengan kualitas produk yang mellui proses tersebut. Menurut Taguchi

karakteristik kualitas yang terukur dapat dibagi menjadi tiga kategori :

1. Nominal is the best

Karakteristik kualitas yang menuju suatu nilai target yang tepat pada

suatu nilai tertentu.

2. Smaller the better

Pencapaian karakteristik apabila semakin kecil (mendekati nol; nol

adalah nilai ideal dalam hal ini) semakin baik.

3. Larger the better

Pencapaian karakteristik kualitas semakin besar semakin baik (tak

terhingga sebagai ilia idealnya)

Langkah-langkah pelaksanaan percobaan Taguchi Menurut

Soejanto [ tahap terpenting perencanaan percobaan meliputi :

1. Merumuskan / mendefinisikan masalah yang akan diselidiki dalam

eksperimen

2. Tujuan yang melandasi eksperimen harus dapat menjawab apa

yang telah dinyatakan pada perumusan masalah, yaitu mencari

sebab yang menjadi akibat pada masalah yang kita amati.

Pencarian ini lakukan secara sistematis.

3. Penentuan Variabel tak bebas, yang perubahannya tergantung pada

variabelvariabel lain.

4. Identifikasi Faktor-faktor (Variabel Bebas) menggunakan diagram

sebab-akibat.

14
5. Pemisahan Faktor Kontrol dan Faktor Gangguan

6. Penentuan Jumlah Level dan Nilai Level Faktor, hal tersebut

penting artinya untuk ketelitian hasil eksperimen dan ongkos

pelaksanaan eksperimen.

7. Perhitungan Derajat Kebebasan Dof untuk faktor A = nA – 1 Dof

untuk interaksi faktor A dan B = (nA – 1).(nB – 1) Jumlah total Dof =

(nA – 1).(nB – 1) + (nA – 1).(nB – 1) (1)

8. Pemilihan matriks orthogonal yang sesuai, tergantung dari nilai

faktor dan interaksi yang diharapkan dan nilai level dari tiap-tiap

faktor.

9. Penempatan Kolom untuk Faktor dan Interaksi ke dalam Matriks

Ortogonal

10. Persiapan dan Pelaksanaan Percobaan Pelaksanaan eksperimen

meliputi penentuan jumlah replikasi eksperimen dan randomisasi

pelaksanaan eksperimen.

11. Analisis Variansi Taguchi Untuk analisis varians dua arah adalah

data eksperimen yang terdiri dari dua faktor atau lebih dan dua

level atau lebih.

2.3.1 Matriks Ortogonal.

Matriks ortogonal merupakan salah satu bentuk khusus dari jenis-

jenis matriks. Suatu matriks dikatakan ortogonal ketika vektor-vektor

nya mempunyai hasil kali titik sama dengan 0. Pada makalah ini akan

dibuktikan sifat-sifat matriks ortogonal dan transformasi ortogonal, dan

bagaimana keduanya terkait. Karena transformasi linier dapat

diwakilkan oleh matriks, oleh karena itu jika suatu transformasi

liniernya ortogonal, maka suatu matriksnya juga ortogonal. Disebut

15
ortogonal karena level-level dari faktor berimbang dan dapat

dipisahkan dari pengaruh faktor lain dalam eksperimen.

Agar dapat menentukan matriks ortogonal yang sesuai dengan

eksperimen perlu dilakukan prosedur berikut ini:

a. Defenisikan Jumlah Faktor Dan Levelnya

Tahap pendefenisian jumlah faktor dan levelnya dilakukan

melalui pengamatan terhadap parameter-parameter yang terdapat

dalam suatu proses produksi atau suatu mesin proses produksi.

Dari parameter-parameter yang diketahui, dilakukan penentuan

level pengamatan untuk tiap faktor yang ada sehingga

memudahkan dalam melakukan pengamatan.

b. Tentukan Derajad Kebebasan

Derajad kebebasan adalah sebuah konsep yang

mendeskripsikan seberapa besar eksperimen yang harusnya

dilakukan dan seberapa banyak informasi yang didapatkan dari

eksperimen tersebut. Bentuk persamaan umum dari derajad

kebebasan matriks ortgonal (Ortoghonal Array), biasa ditulis VOA.

Suatu angka pada derajad kebebasan menunjukkan banyak

perbandingan yang dapat dilakukan pada sekelompok data. Dalam

lingkup percobaan defenisi ini diterjemahkan jumlah perbandingan

antara faktor (efek utama) atau level interaksi yang dibuat untuk

menemukan level mana yang lebih baik dan secara khusus

seberapa baiknya level tersebut.

VOA = (Banyaknya eksperimen – 1)

Vfl = (Banyaknya Level – 1)

16
Dan untuk mengetahui derajad kebebasan dari sebuah matriks

eksperimen atau total derajad kebebasan adalah:

Total Vfl = (Banyaknya Faktor) . (Vfl)

Dimana:

Vfl : Derajad bebas dari tiap Faktor

VOA : Derajad Bebas dari matriks orthogonal

c. Memilih Matriks Ortogonal

Dalam memilih matriks ortogonal yang cocok atau sesuai

diperlukan suatu persamaan dari matriks ortogonal tersebut

yang mempersentasikan jumlah faktor, jumlah level, dan jumlah

pengamatan yang akan dilakukan. Sehingga untuk menentukan

matriks ortogonal VOA ≥ Vfl.. Bentuk umum dari model matriks

ortogonal adalah:

La ( b ) c

Dimana:

L = Rancangan bujursangkar latin

a = Banyaknya baris / eksperimen

b = Banyaknya level

c = Banyaknya kolom / faktor

Pada umumnya desain ekseperimen taguchi dibagi menjadi tiga

tahap utama yang mencakup semua pendekatan eksperimen. Tiga

tahap tersebut adalah (Soejanto, 2009) :

1. . Tahap Perencanaan

Tahap Perencanaan adalah tahap yang terpenting, kadangkala

informasi yang diperoleh akan positif dan juga negatif. Infomasi

yang positif merupakan indikasi dari faktor-faktor dan level-level

17
manakah yang akan mengarah kepada peningkatan performansi

produk/proses. Tahap Perencanaan meliputi (Soejanto, 2009)

Pemilihan Matrik Orthogonal Pemilihan Matriks Orthogonal

yang sesuai tergantung dari nilai faktor dan interaksi yang

diharapkan dari nilai level dari tiap tiap faktor. Penentuan ini akan

mempengaruhi total jumlah derajat kebebasan yang berguna untuk

menentukan jenis matriks orthogonal yang dipilih.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap Pelaksanaan merupakan tahap terpenting berikutnya

ketika hasilhasil pengujian dikumpulkan. Jika eksperimen

terencana dan terlaksana secara baik, analisa akan jauh lebih

mudah dilakukan dan akan menghasilkan informasi positif tentang

faktor dan level (Soejanto, 2009).

3. Tahap Analisa

Tahap Analisa merupakan tahap yang kepentingannya paling

kecil dalam kaitannya dengan apakah eksperimen memperoleh

hasil yang positif. Namun fase ini paling bersifat statistik. Karena

keterlibatan statistiknya paling besar, tahap analisa merupakan

tahap yang paling kurang dimengerti oleh ahli produk atau proses.

2.3.2 Rasio Signal To Noise (S/N)

Rasio Signal To Noise (S/N ) ukuran yang digunakan dalam sains dan

teknik yang membandingkan tingkat sinyal yang diinginkan dengan tingkat

kebisingan latar belakang. SNR didefinisikan sebagai rasio daya sinyal

terhadap daya noise, yang sering dinyatakan dalam desibel.

18
2.3.3 Analisis Varians

Analisis varians adalah suatu metode analisis statistika yang

termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Dalam literatur Indonesia

metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis

ragam, sidik ragam, dan analisis variansi. Ia merupakan pengembangan

dari masalah Behrens-Fisher, sehingga uji-F juga dipakai dalam

pengambilan keputusan. Dengan melakukan model analisis varian terdiri

dari cara perhitungan berikut ini:

Analisis variansi adalah suatu prosedur untuk uji perbedaan mean

beberapa populasi (lebih dari dua).

1. Hipotesis ANOVA satu arah

H0 : μ1= μ 2 = μ 3 = … = μ k

– Seluruh mean populasi adalah sama

– Tidak ada efek treatment ( tidak ada keragaman mean dalam grup )

H1 : tidak seluruhnya mean populasi adalah sama

– Terdapat sebuah efek treatment

– Tidak seluruh mean populasi berbeda ( beberapa pasang mungkin

sama )

2. Jumlah kuadrat (Sum of square)


Jumlah kuadrat faktor A sebagai berikut:

 KA  A2  T2
  
i

 i1  Ai 
n N
SSA =

Dimana :
KA = jumlah level faktor A
Ai= level ke i faktor A
nAi = jumlah percobaan level ke I faktor A

19
T = jumlah seluruh nilai data
N = banyak data keseluruhan
3. Variasi total

variasi jumlah kuadrat

Keterangan:

SSW/SSE= jumlah kuadrat dalam

K= levels of treatment (jumlah populasi)

ni = ukuran sampel dari poplasi

xij = pengukuran ke-j dari populsi ke-i

x = mean keseluruha ( dari seluruh nilai data )

4. Jumlah Kuadrat total

SST =
y 2

5. Jumlah kuadrat karena rata-rata (mean).



2
Sm = n . y

a. Jumlah kuadrat error

SSe = SST - SSm - SSfaktor

20
6. Uji F Uji hipotesa F dilakukan dengan cara membandingkan variansi

yang disebabkan masing-masing faktor dan variansi error. Variansi error

adalah variansi setiap individu dalam pengamatan yang timbul karena

faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan. Dalam hal ini:

varianse karena perlakuan  var ianse karena error


Fsumber = varianse karena error

Nilai Fsumber tersebut dibandingkan dengan nilai F dari tabel pada harga

a tertentu dengan derajad kebebasan ((k-l).(N-k)). Di mana k adalah

jumlah level suatu faktor dan N adalah jumlah total perlakuan.

7. Strategi Pooling Up

Dalam analisis varian juga dilakukan strategi pooling Up yang

dirancang untuk mengestimasi variansi error pada analisis varian.

Sehingga estimasi yang dihasilkan akan lebih baik karena strategi ini

akan mengakumulasi beberapa variansi yang error dari beberapa

faktor yang kurang berarti.

2.3.4 Persen Kontribusi.

Persentase kontribusi adalah sebuah fungsi dari jumlah kuadrat

(sum of square) untuk setiap item yang signifikan. Persentase kontribusi

mengindikasikan kekuatan relatif dari sebuah faktor atau interaksi untuk

mengurangi keragaman. Jika taraf faktor atau interaksi dikontrol dengan

tepat, maka keragaman total dapat dikurangi dengan menggunakan

jumlah yang diindikasikan melalui persentase kontribusi (Ross, 1996).

Rumus perhitungan persen kontribusi

21
Dengan =
SS’A = jumlah kuadrat murni untuk faktor A

SSA = jumlah kuadrat dari faktor A

MS eror = mean squares error

Db a = derajat bebas faktor A

SST = jumlah kuadrat total

P = Persen kontribusi

2.3.5 Eksperimen Konfirmasi.

Tahap ini dilakukan dengan eksperimen konfirmasi. Eksperimen

konfirmasi dilakukan untuk membuktikan performansi yang diramalkan

yaitu kondisi optimal untuk level faktor-faktor dalam eksperimen. Jika

hasil eksperimen konfirmasi membuktikan performansi yang diramalkan,

maka kondisi optimum dapat diterapkan dalam proses. Jika sebaliknya,

maka desain eksperimen seharusnya dievaluasi lagi dan eksperimen

tambahan yang diperlukan. Jumlah sampel atau replikasi dalam

eksperimen konfirmasi yaitu r diambil sejumlah 10 sampel. Keputusan

kondisi optimal dapat diterima atau tidak yaitu membandingkan rata-rata

nilai estimasi dan rata-rata hasil eksperimen konfirmasi dengan masing-

masing level kepercayaan.

2.4 Studi Terdahulu Tentang Kayu lapis dan Metode Taguchi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor- faktor yang

berpengaruh terhadap kualitas kayu lapis, mengetahui komposisi bahan

baku sehingga didapat kualitas kayu lapis yang optimal, mengetahui

kegunaan fungsi kerugian Taguchi untuk menurunkan kerugian biaya

produksi. Dari identifikasi faktor terkontrol diperoleh faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kuat tekan kayu lapis yaitu tanah, pasir, sekam dan

air. Percobaan dilakukan dengan tiga taraf faktor yang berbeda. Dari hasil

22
Selanjutnya Dalam penelitian ini, material bangunan yang digunakan

sebagai sampel untuk menguji keberadaan radon adalah kayu lapis karena

merupakan salah satu material utama yang digunakan sebagai penyusun

bangunan yang bahan bakunya terbuat dari tanah liat (Romadhona, 2007).

Dimana diketahui bahwa dalam tanah diperkirakan mengandung gas radon

yang dapat membahayakan kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan

pengukuran konsentrasi radon yang terkandung di dalam kayu lapis tersebut

(Safitri dkk., 2009) Penelitian ini bertujuan mengamati apakah tingkat

konsentrasi radon tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan dan apakah

masih berada pada ambang normal. Pengukuran konsentrasi radon ini

dilakukan dengan membandingkan kayu lapis sebelum dan sesudah

pembakaran.

Pengukuran konsentrasi radon dilakukan pada satu wadah pengukuran

yang berukuran 40cm x 26cm x 22cm, didalamnya terdapat alat monitor

radon model 1027 Profetional Countinue Radon Monitor. Wadah tersebut

ditutup rapat sehingga kedap udara, hal ini dilakukan untuk menghindari

masuknya udara luar yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

Pengukuran dilakukan dengan metode jangka pendek yaitu pengukuran

yang dilakukan dalam waktu 12 jam dimulai pukul 06.00-18.00 WIB dan

pembacaan data cacahan pada jam 18.00 WIB dan sebaliknya. Perlakuan

pengukuran yang sama untuk keseluruh sampel. Data-data yang diperoleh

adalah nilai rata-rata konsentrasi radon pada waktu pengukuran pagi hingga

malam hari dan sebaliknya.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pengambilan Data

Adapun data yang diambil dari tugas ini adalah data variabel yang

ada jurnal yang berjudul “ANALISIS SALURAN DISTRIBUSI KAYU (STUDI

KASUS DI CV. KARYA ABADI, MANADO)

3.2 Tahap Penelitian

3.2.1 Material

Material Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain:

a. Pohon cemara, sebagai bahan dasar pembuatan kayu lapis

3.2.2 Pembuatan Kayu lapis

Pembuatan kayu lapis dilakukan melalui tahapan sebagai berikut.

a) Venir ukuran 40 cm x 40 cm dikeringkan dalam oven hingga

mencapai kadar air 10%. b) Permukaan venir dilaburi dengan

campuran perekat dengan bobot labur 170 g/m2 . c) Venir yang telah

dilaburi perekat kemudian disusun dengan arah serat saling

bersilangan tegak lurus, dengan jumlah lapisan lima (multipleks). d)

Multipleks 5 lapis dikempa dingin selama 10 menit, setelah itu dikempa

panas pada suhu 110ºC selama 7 menit dengan tekanan spesifik

sebesar 10 kg/cm2 .

3.2.3 Penentuan Orthogonal Array

Array Orthogonal merupakan suatu deretan angka disusun

berdasarkan baris dan kolom. Kolom diatur sebagai parameter dalam

eksperimen yang bisa diubah. Sedangkan Baris diatur sebagai variasi

24
dari parameter tersebut atau dinamakan sebagai level faktor. Level-

level dari faktor parameter tersebut dalam kondisi seimbang dan bisa

diuraikan dari pengaruh faktor parameter yang lain, sehingga array

tersebut dikatakan orthogonal. Oleh karena itu, matriks berimbang dari

beberapa faktor dan level disebut Array Orthogonal. Sehingga adanya

pengaruh suatu faktor atau level akan terpisah (confounded) dari faktor

atau level lainnya (Utomo, Katolik, & Mandala, n.d.). Oleh karena pada

setiap level dari suatu parameter yang memiliki jumlah level yang

sama sehingga kondisi ini disebut orthogonal array (Efmi, Hari Adianto,

& Zaini, 2015). Syarat pemilihan matriks ortogonal yaitu jumlah nilai

eksperimen sama atau lebih dari jumlah derajat kebebasan penelitian.

Dalam perhitungan derajat kebebasan faktor dan level diperoleh:

(Banyaknya faktor) x (banyaknya level–1)= 4 x (2-1)= 4

Dengan Ortogonal Array dapat ditentukan tata letak

eksperimennya, sehingga tidak semua variasi parameter dilakukan,

percobaannya dapat dikurangi sehingga lebih efisien biaya, waktu

dan materi (Wuryandari, Widiharih, & Anggraini, 2012). Pada

penelitian atau percobaan, Matriks orthogonal disesuaikan

berdasarkan derajat kebebasan pada matriks standar orthogonal.

Dimana nilainya lebih besar atau bisa sama dengan perhitungan

derajat kebebasan. Oleh karena itu, pada penelitian ini

menggunakan orthogonal array L8(24 ), dimana L menunjukkan

suatu bentuk rancangan bujur sangkar latin. Angka 8 menunjukkan

jumlah baris atau banyaknya percobaan. Angka 2 menunjukkan

jumlah level atau variasi faktor kendali sedangkan angka 4

menunjukkan jumlah kolom atau banyaknya parameter yang diatur.

25
Berdasarkan pengaturan pada desain eksperimen Taguchi

menggunakan Orthogonal Array dimana dalam penelitian ini

melakukan percobaan sebanyak 8 kali, dengan pengaturan pada 4

parameter faktor yang dikendalikan dan memvariasikan faktor-faktor

tersebut menjadi 2 level. Sehingga bentuk Orthogonal Array

ditunjukkan seperti pada Tabel 3.1

Tabel 3.2 Orthogonal Array L8 (24 )

FAKTOR
EKSPERIMEN

1 1 1 1 1
2 1 1 2 2
3 1 2 1 2
4 1 2 2 1
5 2 1 1 2
6 2 `1 2 1
7 2 2 1 1
8 2 2 2 2

26
3.3 Flowchart

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

LANDASAN TEORI

PENGUMPULAN DATA
Standar produk
-Standar Nasional Indonesia
-SI
-Standar Perusahaan

PENGOLAHAN DATA
a. Perhitungan R
b. Perhitungan BKA
c. Perhitungan X
d. Perhitungan CP
e. Perhitungan CPK

Analisa Hasil Pembahasan


-Grafik R, X
-CP,CPK

Kesimpulan Dan Saran

Gambar 3.1 Flowchart

27
BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data

PT. Kayu Lapis Indonesia adalah perusahaan pembuatan produk kayu

lapis (plywood). Berdasarkan permintaan pelanggan ditetapkan spesifikasi

ketebalan kayu lapis 2,40 mm ± 0,05 mm. Untuk mengetahui kemampuan

proses dan mengendalikan proses tersebut, maka bagian QC melakukan

pengukuran terhadap 20 contoh (sampel) dengan ukuran masing-masing 5

unit (n = 5) sebagai berikut:

Hasil Pengukuran (n=5) mm


Sampel
X1 X2 X3 X4 X5
1 2.38 2.45 2.40 2.35 2.42
2 2.39 2.40 2.43 2.34 2.40
3 2.40 2.37 2.36 2.36 2.35
4 2.39 2.35 2.37 2.39 2.38
5 2.38 2.42 2.39 2.35 2.41
6 2.41 2.38 2.37 2.42 2.42
7 2.36 2.38 2.35 2.38 2.37
8 2.39 2.39 2.36 2.41 2.36
9 2.35 2.38 2.37 2.37 2.39
10 2.43 2.39 2.36 2.42 2.37
11 2.39 2.36 2.42 2.39 2.36
12 2.38 2.35 2.33 2.35 2.39
13 2.42 2.37 2.40 2.43 2.41
14 2.36 2.38 2.38 2.36 2.36
15 2.45 2.43 2.42 2.45 2.35
16 2.36 2.42 2.42 2.45 2.37
17 2.38 2.43 2.37 2.39 2.38
18 2.40 2.35 2.39 2.35 2.39
19 2.39 2.45 2.44 2.38 2.37
20 2.35 2.41 2.45 2.47 2.35

28
Pada perusahaan PT. Kayu Lapis Indonesia yang membuat produk kayu

lapis dengan proses tertentu ingin mengetahui apakah proses produksinya

berjalan dengan baik. Untuk itu tiap hari diambil sampel 500 buah dan dicatat

jumlah yang cacat selama 20 hari berturut-turut, diperoleh data sebagai

berikut:

Besar Total Besar Total


Hari Hari
Sampel Cacat Sampel Cacat
1 400 1 11 400 18
2 400 1 12 400 6
3 400 3 13 400 9
4 400 7 14 400 11
5 400 8 15 400 15
6 400 10 16 400 8
7 400 5 17 400 3
8 400 13 18 400 6
9 400 0 19 400 7
10 400 19 20 400 4

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Grafik Pengendali untuk Variabel

Hasil Pengukuran (n=5) mm


Sampel 𝚺𝐱𝐢 R
X1 X2 X3 X4 X5
1 2.38 2.45 2.4 2.35 2.42 2.4 0.1
2 2.39 2.4 2.43 2.34 2.4 2.4 0.09
3 2.4 2.37 2.36 2.36 2.35 2.37 0.05
4 2.39 2.35 2.37 2.39 2.38 2.38 0.04
5 2.38 2.42 2.39 2.35 2.41 2.39 0.07
6 2.41 2.38 2.37 2.42 2.42 2.40 0.05
7 2.36 2.38 2.35 2.38 2.37 2.37 0.03
8 2.39 2.39 2.36 2.41 2.36 2.38 0.05
9 2.35 2.38 2.37 2.37 2.39 2.37 0.04
10 2.43 2.39 2.36 2.42 2.37 2.39 0.07
11 2.39 2.36 2.42 2.39 2.36 2.38 0.06
12 2.38 2.35 2.33 2.35 2.39 2.36 0.06
13 2.42 2.37 2.4 2.43 2.41 2.41 0.06
14 2.36 2.38 2.38 2.36 2.36 2.37 0.02
15 2.45 2.43 2.42 2.45 2.35 2.44 0.03
16 2.36 2.42 2.42 2.45 2.37 2.40 0.09
17 2.38 2.43 2.37 2.39 2.38 2.39 0.06
18 2.4 2.35 2.39 2.35 2.39 2.38 0.05
19 2.39 2.45 2.44 2.38 2.37 2.41 0.08
20 2.35 2.41 2.45 2.47 2.35 2.41 0.12
TOTAL 47.8 1.29

29
1. Menghitung Rata-Rata x̅

Σxi 47,8
x̅ = = = 2,39
𝑛 20

ΣR 1,29
𝑅̅ = = = 0,065
𝑛 20

N 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D3 0 0 0 0 0 0,08 0,14 0,18 0,22
D4 3,27 2,57 2,28 2,11 2 1,92 1,86 1,82 1,78
A2 1,88 1,02 0,73 0,58 0,48 0,42 0,37 0,34 0,31

2. Menghitung Batas Pengendalian

 Untuk Grafik R

BKB = 𝐷3 𝑅̅ = 0 x 0,065 =0

BKA = 𝐷4 𝑅̅ = 2,11 x 0,065 = 0,14

BKA = 0.13

0.13

0.11

0.5

0.1

0.09 BK = 0.065

0.07

0.05

0.03

0.01

0 BKB = 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Karna pada grafik pengendali R tidak terdapat titik yang


melebihi batas control, maka data yang diperoleh sudah presisi.
Jadi dapat dilanjutkan dengan membuat grafik pengendali 𝑥̅ .
 Untuk Grafik x̅

BKB = 𝑥̅ − 𝐴2 𝑅̅ = 2,39 – 0,58 (0,065) = 2,35


BKA = 𝑥̅ + 𝐴2 𝑅̅ = 2,39 + 0,58 (0,065) = 2,43
BKA = 2.43
2.43

2.39 BK = 2.39

2.37

2.35

0 BKB = 2.35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

30
Karna pada grafik pengendali x
̅ tidak terdapat titik yang
melebihi batas control, maka dapat dikatakan bahwa data yang
diperoleh sudah akurasi.
4.2.2 Grafik Pengendali untuk Atribut

Besar Total
Hari % Cacat
Sampel Cacat
1 400 1 0.3%
2 400 1 0.3%
3 400 3 0.8%
4 400 7 1.8%
5 400 8 2.0%
6 400 10 2.5%
7 400 5 1.3%
8 400 13 3.3%
9 400 0 0.0%
10 400 19 4.8%
11 400 18 4.5%
12 400 6 1.5%
13 400 9 2.3%
14 400 11 2.8%
15 400 15 3.8%
16 400 8 2.0%
17 400 3 0.8%
18 400 6 1.5%
19 400 7 1.8%
20 400 4 1.0%
TOTAL 8000 154 39%

1. Hitung 𝑃̅

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡


̅
P = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎

154
̅
P = 8000 = 0,0193 atau 1,9%

2. Hitung Batas Pengendalian

̅
P (1 − ̅
P)
𝐵𝐾𝐵 = ̅
P − 3√
𝑛

0,0193 (1 − 0,0193)
= 0,0193 − 3√ = −0,0206 (𝑑𝑖𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝 𝑛𝑜𝑙)
400

31
̅
P (1 − ̅
P)
𝐵𝐾𝐴 = ̅
P + 3√
𝑛

0,0193 (1 − 0,0193)
= 0,0193 + 3√ = 0,0208 (2,1%)
400

3. Gambar Grafik P

2 BKA = 2.1%
BK= 1.9%
1.8

1.6

1.4

1.2

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Dari grafik diatas dianalisa untuk melihat ada tidaknya titik berada diluar

batas kontrol / pengendalian. Dapat dilihat bahwa terdapat titik yang

berada diluar batas yaitu pada hari ke 6, 8, 10, 11, 13, 14, dan 15 maka

dapat disimpulkan bahwa proses tersebut tidak terkendali secara

statistik. Sehingga perlu dibuat grafik yang baru dengan mengeluarkan

titik tsb.

Besar Total %
Hari
Sampel Cacat Cacat
1 400 1 0.3%
2 400 1 0.3%
3 400 3 0.8%
4 400 7 1.8%
5 400 8 2.0%
7 400 5 1.3%
9 400 0 0.0%
12 400 6 1.5%
16 400 8 2.0%

32
17 400 3 0.8%
18 400 6 1.5%
19 400 7 1.8%
20 400 4 1.0%
TOTAL 5200 59 15%
1. Hitung 𝑃̅

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡


̅
P = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎

59
̅
P = 5200 = 0,0113 atau 1,1%

2. Hitung Batas Pengendalian

̅
P (1 − ̅
P)
𝐵𝐾𝐵 = ̅
P − 3√
𝑛

0,0113 (1 − 0,0113)
= 0,0113 − 3√ = −0,0158 (𝑑𝑖𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝 𝑛𝑜𝑙)
400

̅ (1 − P
P ̅)
̅ + 3√
𝐵𝐾𝐴 = P
𝑛

0,0113 (1 − 0,0113)
= 0,0113 + 3√ = 0,0160 (1,6%)
400

3. Gambar Grafik P

1.6 BKA = 1.6%

1.4

1.2

1 BK = 1.1%

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Dari grafik diatas dianalisa untuk melihat ada tidaknya titik berada

diluar batas kontrol / pengendalian. Dapat dilihat bahwa terdapat titik

yang berada diluar batas yaitu pada hari ke 4, 5, 9, dan 12 maka dapat

disimpulkan bahwa proses tersebut tidak terkendali secara statistik.

Sehingga perlu dibuat grafik yang baru dengan mengeluarkan titik tsb.

33
Besar Total %
Hari
Sampel Cacat Cacat
1 400 1 0.3%
2 400 1 0.3%
3 400 3 0.8%
7 400 5 1.3%
9 400 0 0.0%
12 400 6 1.5%
17 400 3 0.8%
18 400 6 1.5%
20 400 4 1.0%
TOTAL 3600 29 7%

1. Hitung 𝑃̅

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡


̅
P=
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎

29
̅
P= = 0,0081 atau 0,8 %
3600

2. Hitung Batas Pengendalian

̅
P (1 − ̅
P)
𝐵𝐾𝐵 = ̅
P − 3√
𝑛

0,0081(1 − 0,0081)
= 0,0081 − 3√ = −0,0134 (𝑑𝑖𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝 𝑛𝑜𝑙)
400

̅
P (1 − ̅
P)
̅ + 3√
𝐵𝐾𝐴 = P
𝑛

0,0081 (1 − 0,0081)
= 0,0081 + 3√ = 0,0135 (1,4%)
400

3. Gambar Grafik P

1.4 BKA = 1.4%

1.2

1 BK = 0.8%

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9

34
Dari grafik diatas dianalisa untuk melihat ada tidaknya titik berada

diluar batas kontrol / pengendalian. Dapat dilihat bahwa terdapat titik

yang berada diluar batas yaitu pada hari ke 6 dan 8 maka dapat

disimpulkan bahwa proses tersebut tidak terkendali secara statistik.

Sehingga perlu dibuat grafik yang baru dengan mengeluarkan titik tsb.

Besar Total %
Hari
Sampel Cacat Cacat
1 400 1 0.3%
2 400 1 0.3%
3 400 3 0.8%
7 400 5 1.3%
9 400 0 0.0%
17 400 3 0.8%
20 400 4 1.0%
TOTAL 2800 17 4%

1. Hitung 𝑃̅

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡


̅
P = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎

17
̅
P = 2800 = 0,0061 atau 0,6 %

2. Hitung Batas Pengendalian

̅
P (1 − ̅
P)
̅ − 3√
𝐵𝐾𝐵 = P
𝑛

0,0061(1 − 0,0061)
= 0,0061 − 3√ = −0,0117 (𝑑𝑖𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝 𝑛𝑜𝑙)
400

̅ (1 − P
P ̅)
̅ + 3√
𝐵𝐾𝐴 = P
𝑛

0,0061 (1 − 0,0061)
= 0,0061 + 3√ = 0,0117 (1,2%)
400

35
3. Gambar Grafik P

1.2 BKA = 1.2%

0.8

0.6 BK = 0.6%

0.4

0.2

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7

Dari grafik diatas dianalisa untuk melihat ada tidaknya titik berada diluar

batas kontrol / pengendalian. Dapat dilihat bahwa terdapat titik yang

berada diluar batas yaitu pada hari ke 4 maka dapat disimpulkan bahwa

proses tersebut tidak terkendali secara statistik. Sehingga perlu dibuat

grafik yang baru dengan mengeluarkan titik tsb.

Besar Total %
Hari
Sampel Cacat Cacat
1 400 1 0.3%
2 400 1 0.3%
3 400 3 0.8%
9 400 0 0.0%
17 400 3 0.8%
20 400 4 1.0%
TOTAL 2400 12 3%

1. Hitung 𝑃̅

̅ = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡


P 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎

̅ = 12 = 0,005 atau 0,5 %


P 2400

2. Hitung Batas Pengendalian

̅ (1 − P
P ̅)
̅ − 3√
𝐵𝐾𝐵 = P
𝑛

36
0,005(1 − 0,005)
= 0,005 − 3√ = −0,0105 (𝑑𝑖𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝 𝑛𝑜𝑙)
400

̅
P (1 − ̅
P)
̅ + 3√
𝐵𝐾𝐴 = P
𝑛

0,005 (1 − 0,005)
= 0,005 + 3√ = 0,0105 (1,1%)
400

3. Gambar Grafik P

1 BKA = 1.1%

0.7

0.5 BK = 0.5%

0.3

0.1

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6

Dari grafik diatas dianalisa untuk melihat ada atau tidaknya titik yang

berada diluar batas kontrol / pengendalian. Karna sudah tidak ada titik

yang berada diluar batas kontrol maka dapat disimpulkan bahwa proses

sudah terkendali secara statistic.

4.2.3 Analisis Proses Kemampuan

BKA = 2.43
2.43

2.39 BK = 2.39

2.37

2.35

0 BKB = 2.35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Pada proses sebelumnya (Peta 𝑥̅ ) mempunyai BAS = 2,43 mm BBS =

2,35 mm , rata-rata dari proses berdasarkan data pengamatan = 2,39 mm

dan deviasi standar = 1,56 mm.

37
Dik :

USL=BAS = 2,43 mm

LSL=BBS = 2,35 mm

µ = rata – rata = 2,39 mm

σ = deviasi standar = 1,56 mm

Penyelesaian :

𝑈𝑆𝐿 − 𝜇 2,43 − 2,39


Cpu = = = 0,0085
3𝜎𝑥 3(1,56)

𝜇 − 𝐿𝑆𝐿 2,39 − 2,35


Cpl = = = 0,0085
3𝜎𝑥 3(1,56)

Karena Cpu dan Cpl memiliki hasil yang sama, maka pilih salah satunya.

Cpu = 0,0085 > 0 terlihat bahwa variabilitas proses kecil tetapi akurasi dari

proses kurang

Cpk = min. (Cpl, Cpu)

Cpk < 1, maka natural tolerance akan lebih besar dari pada engineering

tolerance . Dalam hal ini proses dapat dikatakan kurang baik, karena

banyak produk yang kualitasnya diluar batas spesifikasi.

Grafik

BBS Cp < 1 BAS

38
BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisa Grafik Pengendali dan Analisis Kemampuan Proses

5.1.1 Grafik Pengendali Variabel

A. Untuk Peta R

BKA = 0.13

0.13

0.11

0.5

0.1

0.09 BK = 0.065

0.07

0.05

0.03

0.01

0 BKB = 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Dapat dilihat pada grafik diatas yaitu setelah dilakukan proses


perhitungan ternyata tidak terdapat titik yang melebihi batas
control, maka data yang diperoleh dinyatakan presisi. Jadi
dapat dilanjutkan dengan membuat grafik pengendali 𝑥̅ .
B. Untuk Peta 𝑥̅

BKA = 2.43
2.43

2.39 BK = 2.39

2.37

2.35

0 BKB = 2.35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Setelah dilakukan proses perhitungan, dapat dilihat bahwa


pada grafik diatas tidak terdapat titik yang melebihi batas
control, maka dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh
sudah akurasi.

39
5.1.2 Grafik Pengendali Atribut

2 BKA = 2.1%
BK= 1.9%
1.8

1.6

1.4

1.2

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Dari grafik diatas dianalisa untuk melihat ada tidaknya titik berada

diluar batas kontrol / pengendalian. Dapat dilihat bahwa terdapat

titik yang berada diluar batas yaitu pada hari ke 6, 8, 10, 11, 13,

14, dan 15 maka dapat disimpulkan bahwa proses tersebut tidak

terkendali secara statistik. Sehingga perlu dibuat grafik 2 dengan

mengeluarkan titik tsb.

1.6 BKA = 1.6%

1.4

1.2

1 BK = 1.1%

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Setelah dilakukan eliminasi dapat dilihat bahwa masih terdapat

titik yang berada diluar batas yaitu pada hari ke 4, 5, 9, dan 12

maka dapat disimpulkan bahwa proses tersebut belum terkendali

secara statistik. Sehingga perlu dibuat grafik 3 dengan

mengeluarkan titik tsb.

40
1.4 BKA = 1.4%

1.2

1 BK = 0.8%

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Setelah dilakukan eliminasi kedua dapat dilihat bahwa masih

terdapat titik yang berada diluar batas yaitu pada hari ke 6 dan 8

maka dapat disimpulkan bahwa proses tersebut belum terkendali

secara statistik. Sehingga perlu dibuat grafik ke 4dengan

mengeluarkan titik tsb.

1.2 BKA = 1.2%

0.8

0.6 BK = 0.6%

0.4

0.2

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6 7

Setelah dilakukan eliminasi ke tiga dapat dilihat bahwa masih

terdapat titik yang berada diluar batas yaitu pada hari ke 4 maka

dapat disimpulkan bahwa proses tersebut belum terkendali secara

statistik. Sehingga perlu dibuat grafik ke 5 dengan mengeluarkan

titik tsb.

1 BKA = 1.1%

0.7

0.5 BK = 0.5%

0.3

0.1

0 BKB = 0%
1 2 3 4 5 6

41
Setelah dilakukan eliminasi ke empat dapat dilihat pada grafik

diatas sudah tidak ada lagi titik yang berada diluar batas control,

maka dapat disimpulkan bahwa proses tersebut sudah terkendali

secara statistik.

5.1.3 Analisis Kemampuan Proses

Pada proses sebelumnya yaitu analisa grafik pengendali

variabel (Peta 𝑥̅ ) mempunyai BAS = 2,43 mm BBS = 2,35 mm ,

rata-rata dari proses berdasarkan data pengamatan = 2,39 mm

dan deviasi standar = 1,56 mm.

Cpu dan Cpl memiliki hasil yang sama yaitu 0,0085, maka pilih

salah satunya.

Cpu = 0,0085 > 0 terlihat bahwa variabilitas proses kecil tetapi

akurasi dari proses kurang

Cpk = min. (Cpl, Cpu)

Cpk < 1, maka natural tolerance akan lebih besar dari pada

engineering tolerance. Dalam hal ini proses dapat dikatakan

kurang baik, karena banyak produk yang kualitasnya diluar batas

spesifikasi.

BBS Cp < 1 BAS

42
BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

1. Tugas ini dikerjakan dan diolah untuk mengetahui level kualitas produksi

dari PT. Kayu Lapis Indonesia.

2. Dari tugas ini, kami sapat mengetahui apakah proses produksi pada PT.

Kayu Lapis Indonesia sudah berjalan dengan baik atau tidak.

3. Kami dapat mengetahui variabel apa yang paling banyak menyebabkan

cacat produk yang diproduksi oleh PT. Kayu Lapis Indonesia.

43
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, S. A. Y. U. et al. (2017) ‘KONTINU DENGAN METODE DMAIC ( Studi

Kasus : Produksi Kayu Lapis di Perusahaan “ X ” ) TUGAS AKHIR

KONTINU DENGAN METODE DMAIC ( Studi Kasus : Produksi Kayu Lapis

di Perusahaan “ X ” )’.

Karundeng, T. N., Mandey, S. L. and Sumarauw, J. S. B. (2018) ‘Analisis Saluran

Distribusi Kayu (Studi Kasus Di Cv. Karya Abadi, Manado)’, Jurnal EMBA:

Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 6(3), pp. 1748–

1757.

Matematika, P. and Muhammadiyah, U. (2017) ‘PENINGKATAN KUALITAS

STATISTIK PRODUK SECARA KONTINU DENGAN METODE DMAIC (

STUDI KASUS : PRODUKSI KAYU LAPIS )’.

Purnomo H. 2004. Pengantar TeknikIndustri. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Supono J, Widodo T. 2015. Penerapan Metode Line Balancing Untuk

Peningkatan Produktivitas Pada Jalur Lintasan CPLG EXTENSION di PT.

ABC. Jurnal Teknik 4 (1):10-23.

Supriadi, A., Trisatya, D. R. and Sulastiningsih, I. M. (2020) ‘Sifat Kayu Lapis

yang Dibuat dari Lima Jenis Kayu Asal Riau’, Jurnal Ilmu Pertanian

Indonesia, 25(4), pp. 657–663. doi: 10.18343/jipi.25.4.657.

Wignjosoebroto S. 2008. Ergonomi, Studi Gerak Waktu Teknik Analisis Untuk

Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya : Guna Widya.

Anda mungkin juga menyukai