Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Tetanus
Sasaran : Keluarga Klien di Ruang Teratai
Tempat : Ruang Teratai RS. Serang – Banten
Hari – Tanggal : Senin / 11 Januari 2012

I. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM (TIU)


 Setelah mengikuti penyuluhan, keluarga dapat memahami tentang Tetanus
II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan :
 Keluarga dapat mengetahui tentang Tetanus
 Keluarga dapat mengetahui penyebab Tetanus
 Keluarga dapat mengetahui tanda dan gejala
 Keluarga dapat mengetahui komplikasi Tetanus
 Keluarga dapat mengetahui penatalaksanaan Tetanus

III. SASARAN
Keluarga pasien yang berada di ruang Teratai RS. Serang - Banten

IV. MATERI
1. Definisi
2. Penyebab
3. Tanda dan Gejala
4. Komplikasi
5. Penatalaksanaan

V. METODE
 Ceramah
 Diskusi / Tanya Jawab
VI. MEDIA
 Banner
 Flip Chart

VII. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
- Peserta hadir di tempat penyuluhan
- Penyelenggaraan penyuluhan diruang Teratai RS. Serang – Banten
- Pengorganisasian penyelenggaraan dilakukan setelah peserta penyuluhan diseleksi.
2. Evalusai proses
- Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
- Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
- Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
- Keluarga mengetahui tentang Definisi Tetanus
- Keluarga mengetahui tentang penyebab Tetanus
- Keluarga dapat mengetahui tentang tanda dan gejala Tetanus
- Keluarga mengerti dan mengetahui komplikasi Tetanus
- Keluarga mengetahui penatalaksanaan Tetanus
VII . KEGIATAN PENYULUHAN
NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAAN
PESERTA
1 2 Pembukaan
Menit - Membuka/ memulai kegiatan dengan - Menjawab
mengucapkan salam salam
- Memperkenalkan diri - Mendengarkan
- Menjelaskan tujuan dari penyuluhan - Mendengarkan
- Menyebutkan materi penyuluhan - Mendengarkan
- Bertanya kepada peserta apakah sudah mengerti &
tentang Tetanus Memperhatikan
- Menjawab
pertanyaan

2. 15 Pelaksanaan :
Menit - Menjelaskan tentang pengertian Tetanus - Mendengarkan
- Menjelaskan tentang penyebab - Mendengarkan
- Menjelaskan tanda dan gejala, penanganan, - Mendengarkan
penatalaksanaan, komplikasi - Mengajukan
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk pertanyaan
bertanya

3 10 Evaluasi :
Menit - Menanyakan kepada peserta tentang materi yang - Menjawab
telah diberikan dan reinforcement peserta kepada Pertanyaan
peserta yang dapat menjawab - Menjawab
- Menanyakan kembali apakah ada peserta yang pertanyaan
kurang jelas mengenai isi penyuluhan

4 3 Terminasi :
Menit - Mengucapkan terima kasih atas peran sertanya - Mendengarkan
- Mengucapkan salam penutup - Menjawab
salam
MATERI PENYULUHAN
“TETANUS”
I. Latar Belakang
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di
masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Tetanus merupakan penyakit
yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini disebabkan oleh eksotoksin yuang dihasilkan
oleh Clostridium tetani. Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos, yang diambil
dari kata teinein yang berarti teregang. Tetanus dikarakteristikan dengan kekakuan umum
dan kejang kompulsif pada otot-otot rangka. Kekakuan otot biasanya dimulai pada rahang
(lockjaw) dan leher dan kemudian menjadi umum. Penyakit ini merupakan penyakit yang
serius namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak
sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman
Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

II. TETANUS
A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran.
Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.

B. Etiologi
Bakteri an-aerob Clostridium tetani. Spora dari Clostridium tetani dapat hidup
selama bertahun-tahun di dalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetanus masuk ke
dalam tubuh manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dalam maupun luka yang
dangkal. Setelah proses persalinan, bisa terjadi infeksi pada rahim ibu dan pusar bayi
yang baru lahir (tetanus neonatorum). Yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala infeksi
adalah racun yang dihasilkan oleh bakteri, bukan bakterinya.)
C. Gejala
a. Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi, tetapi
bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi.Gejala yang
paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang.
b. Gejala lainnya berupa gelisah, gangguan menelan, sakit kepala, demam, nyeri
tenggorokan, menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.

c. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam membuka rahangnya (trismus).

d. Kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi penderita seperti menyeringai


dengan kedua alis yang terangkat.

e. Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan
kepala dan tumit penderita tertarik ke belakang sedangkan badannya melengkung
ke depan.

f. Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan sembelit dan
tertahannya air kemih.

g. Gangguan-gangguan yang ringan, seperti suara berisik, aliran angin atau


goncangan, bisa memicu kekejangan otot yang disertai nyeri dan keringat yang
berlebihan.

Selama kejang seluruh tubuh terjadi, penderita tidak dapat berbicara karena otot
dadanya kaku atau terjadi kejang tenggorokan. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan
pernafasan sehingga terjadi kekurangan oksigen.Biasanya tidak terjadi demam.
Laju pernafaan dan denyut jantung serta refleks-refleks biasanya
meningkat.Tetanus juga bisa terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang di
sekitar luka ini bisa menetap selama beberapa minggu.
D. Komplikasi

a. Kematian (sudden cardiac death)

Kasus fatal sering terjadi terutamanya pada pasien yang berusia lebih dari 60
tahun (18%) dan pasien yang tidak mendapat vaksinasi (22%). Kematian sering
diakibatkan oleh adanya produksi katekolamin yang berlebihan dan adanya efek
langsung tetanospasmin atau tetanolisin pada miokardium.

b. Obstruksi jalan napas

Pasien tetanus sering merasa nyeri hebat waktu mengalami kejang (spasme)
hingga terjadinya laringospasme (spasme pita suara) hingga menyebabkan
obstruksi dan gangguan pada jalan napas.

c. Fraktur

Fraktur pada tulang vertebra atau tulang panjang bisa terjadi karena kontraksi
yang berlebih atau kejang yang kuat.

d. Hiperaktifitas sistem saraf otonomik

Efek samping yang terjadi pada keadaan ini adalah dengan meningkatnya
tekanan darah (hipertensi) dan denyut jantung yang tidak normal.

e. Infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah sakit yang lama.

f. Infeksi sekunder

Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat pemasangan kateter, hospital-


acquired pneumonias dan ulkus dekubitus.
E. Penatalaksanaan Medis
Prinsip :

1. Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin


lebih lanjut.
2. Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat
dengan sistem saraf pusat).

3. Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem


saraf pusat.

Terapi umum :
1. Semua pasien disarankan untuk menjalani perawatan di ruang ICU yang tenang
supaya bisa dimonitor terus-menerus fungsi vitalnya. Pasien dengan tetanus
tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang khusus dengan peralatan intensif
yang memadai serta perawat yang terlatih untuk memantau fungsi vital dan
mengenali tanda aritmia. Hendaknya pasien berada di ruangan yang tenang
dengan maksud untuk meminimalisasi stimulus yang dapat memicu terjadinya
spasme.
2. Berikan cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi.
3. Debridement luka. Semua luka harus dibersihkan. Jaringan nekrotik dan benda-
benda asing harus dikeluarkan. Semua luka yang berpotensial harus
didebridement, abses harus diinsisi dan didrainase. Selama dilakukannya
manipulasi terhadap luka yang diduga menjadi sumber inkubasi tetanus ini, harus
diberikan hTIG dan terapi antibiotika. Juga penting diberikan obat-obatan
pengontrol spasme otot selama manipulasi luka.
Terapi khusus :
Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) : untuk menetralisir
tetanospasmin bebas. Antitoksin ini tidak mempuny6ai efek pada toksin yang telah terikat
pada jaringan saraf pada susunan saraf pusat ataupun sistem otonom. Toksin bebas
mungkin terdapat pada sekeliling luka tempat pertumbuhan C. tetani. Diberikan secepat
mungkin setelah diagnosis klinis tetanus ditegakkan. Dosis efektif yang
direkomendasikan adalah 3000-10.000 IT iv/im, dengan kadar puncak dalam darah
dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai pengobatan secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan
pada sekeliling luka. Di Indonesia umumnya masih memakai Anti Tetanus Serum,
termasuk juga di RSHS.
Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin
DOC : Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-14 hari, aktif
menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.
Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas karena bersifat GABA
enhancer.
Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan relaksasi otot.
Dosis pemberian berdasarkan derajat keparahan spasme otot. 
Pada orang dewasa :
Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
Spasme sedang : 5-10 mg i.v
Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan 10-15 mg/jam
Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular blocking agents
(vecuronium)
Tetanus Toxoid (Td 0,5 ml i.m) : untuk merangsang dibentuknya antibodi
terhadap eksotoksin bakteri. Td ini merupakan suatu eksotoksin yang telah didetoksikasi
dengan formaldehid dan diabsorbsi ke dalam garam aluminium. Antigen ini akan
menginduksi produksi antibody yang melawan eksotoksin.
ß-adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah
dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas simpatis, yakni
menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi
Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV) untuk
atasi gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien yang memerlukan
intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga direkomendasikan setelah
onset kejang umum yang pertama.
Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif mencegah tetanus, namun imunisasi
tetanus telah memperlihatkan sebagai salah satu yang paling efektif sebagai pencegahan
terhadap kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan penanganan luka yang baik diketahui
merupakan komponen yang penting dalam mencegah penyakit ini. Pada pasien dengan
tetanus, imunisasi aktif dengan Td harus mulai diberikan atau dilanjutkan sesegera
mungkin setelah kondisi pasien stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, Parry CM. 2009. Tetamus. J
Neurol, Neurosurg, and Psychia 69 (3): 292–301
Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11th ed. New
Jersey : Pearson Education.Hal. 233-245
(en) Schiavo G, Benfenati F, Poulain B, Rossetto O, Polverino DLP, DasGupta BR,
Montecucco C. 1992. Tetanus and botulinum-B neurotoxins block neurotransmitter
release by proteolytic cleavage of synaptobrevin. Nature 359 (6398): 832–5.

Anda mungkin juga menyukai