Anda di halaman 1dari 22

UJI HEDONIK

Oleh :

Nama : Muhammad Luthfi Khairul Anwar


NRP : 093020075
No. Meja : 15
Kelompok :C
Tanggal Percobaan : 14 Maret 2012
Asisten : Ahmad Gunardi Rahman

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2012
I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai : (1) latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan,
(3) Prinsip Percobaan, dan (4) Aplikasi dalam Bidang Pangan.

1.1. Latar Belakang


Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Uji kesukaan pada dasarnya
merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa
senang tidaknya terhadap sifat bahan yang dijuji. Dalam uji hedonik panelis
dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidak
sukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau
kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal suka dapat mempunyai
sklala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, agak suka. Diantara agak
tidak suka dan agak suka kadang-kadang ada tanggapan yang disebut sebagai
netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (Kartika, dkk., 1988).
Penganalisaan skala hedonik ditransformasikan menjadi sklala numerik
dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat
dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala hedonik itu sebenarnya uji
hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan.
Karena hal ini, maka uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai komoditi
sejenis atau produk pengembangan secara organoleptik (Kartika, dkk., 1988).
Pengujian terhadap suatu produk bahan pangan bermacam-macam.
Cara-cara pengujian ini dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, yaitu
kelompok pengujian pembedaan (difference test), kelompok pengujian pemilihan
(prefence test), kelompok pengujian skalar, dan kelompok pengujian deskripsi.
Jika dua pengujian pertama banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses,
dan penilaian hasil akhir, maka dua kelompok pengujian terakhir ini banyak
digunakan dalam pengawasan mutu (quality control) dari suatu produk makanan
(Soekarto, 1985).
Pengujian ini umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap
suatu bahan atau memproduksi reaksi konsumen terhadap sampel yang diujikan,
oleh karena itu panelis sebaiknya diambil dalam jumlah besar, yang memiliki
populasi masyarakat tertentu (Kartika, dkk., 1987).
Banyak produk baru yang memiliki kesamaan sifat dengan produk yang
sudah dikenal. Kadang-kadang diantara produk tersebut ingin diketahui mana
yang lebih disukai oleh konsumen. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
penerimaan konsumen (preference test). Yang termasuk ke dalam uji penerimaan
adalah uji kesukaan (hedonik). Uji penerimaan menyangkut penilaian sifat atau
kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Uji penerimaan
tidak dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran (Anonim, 2010).
Uji penerimaan menyangkut penilaian sifat atau kualitas suatu bahan yang
menyebabkan orang menyenanginya. Uji penerimaan tidak dapat untuk
meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Jadi apabila sudah diperoleh hasil
pengujian yang meyakinkan, tidak dapat dipastikan bahwa produk akan laku keras
di pasaran, sehingga harus digunakan pengujian yang lain dalam tindak lanjutnya,
misalnya uji konsumen (Anonim, 2010).
Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan
tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik (Anonim, 2010).
Dalam penganalisisan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik
dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat
dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala hedonik ini sebenarnya uji
hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan.
Karena hal ini, maka uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai komoditi
sejenis atau pengembangan produk secara organoleptik (Anonim, 2010).

1.2. Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan uji hedonik adalah untuk mengetahui apakah sifat sensoris
suatu komoditi atau produk pangan olahan dapat diterima masyarakat serta untuk
mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu komoditi atau produk pangan.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan uji hedonik adalah berdasarkan penilaian panelis terhadap
sifat organoleptik dengan penganalisaan tingkat kesukaan (skala hedonik).

1.4. Aplikasi dalam Bidang Pangan


Aplikasi dalam bidang pangan dari uji hedonik adalah untuk perusahaan
industri pangan dalam menilai sifat sensoris produknya dan untuk mengetahui
produk yang disenangi konsumen.
II BAHAN, ALAT, DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini membahas mengenai : (1) Bahan-Bahan yang Digunakan,


(2) Alat-Alat yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan.

2.1. Bahan-Bahan yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan uji hedonik adalah Bandrek
Cihanjuang (780), Pigeon (501), Haruman (764), dan Braga (234).

2.2. Alat-Alat yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan uji hedonic adalah sloki, sendok,
dan gelas.

2.3. Metode Percobaan


2.3.1. Deskripsi Percobaan
Sampel yang sudah dipersiapkan diatas meja diuji, kemudian diberikan
penilaian pada setiap kode sampel dengan salah satu angka yang sesuai, yaitu
untuk penilaian sangat tidak suka nilainya 1, agak tidak suka nilainya 2, tidak
suka nilainya 3, biasa nilainya 4, agak suka nilainya 5, suka nilainya 6, dan sangat
suka nilainya 7.
2.3.2. Analisis Perhitungan
Data asli

Uji kenormalan normal

Tidak normal anava

Transformasi x+0,5
Ciri-ciri data tidak normal :
1. 1 - 10
2. 1 – 30 % → tidak normal
70 – 100 % → tidak normal
Ciri-ciri data normal :
1. 30 – 70 %
Rumus-rumus :
( ∑ total )
2

FK = ∑ panelisx ∑ sampel
( ∑ S 1 ) +. ..+( ∑ S n )
2 2
−FK
JKS = ∑ panelis

( ∑ P1 ) +.. .+( ∑ P n )
2 2
−FK
JKP = ∑ sampel
( n 2 +n 2 +.. .+n 2 )−FK
JKT = 1 2 n

JKG = JKT – JKP – JKS


Tabel 1. Contoh Anava
Derajat Jumlah F tabel
Sumber Rata-rata
Bebas Kuadrat F hitung
Variansi JK 5% 1%
(dB) (JK)
Sampel ∑S–1 JKS JKS/dBS RJKS/RJKG *** ***
Panelis ∑P–1 JKP JKP/dBP RJKP/RJKG
Galat * JKG JKG/dBG
Total ** JKT
Keterangan :
* dBT = dBS - dBP
** ( ∑ S x ∑ P ) – 1
*** tabel distribusi F
Jika nilai F tabel tidak ada (dBG tidak tercantum) dilakukan interpolasi dengan
rumus :
Ketentuan :
1. Jika F hitung  F tabel pada taraf 5% dan 1%, maka diberi tanda ** (sangat
berbeda nyata)
2. Jika F hitung  F tabel pada taraf 5% tetapi F hitung  F tabel pada taraf 1%,
maka diberi tanda * (berbeda nyata)
3. Jika F hitung  F tabel pada taraf 5% dan 1%, maka diberi tanda tn (tidak
berbeda nyata).
Tabel 2. Uji Lanjut Duncan
SSR LSR Nilai Perlakuan Taraf
5% 1% Rata-rata 1 2 3 4 Nyata 5 %
- - - a
* -
-
-
1. Nilai rata-rata diurutkan dari data terkecil ke data terbesar.
2. Tentukan standar galat

RJK Galat
Sy =
 Panelis
3. Tentukan SSR 5%.
4. Tentukan LSR 5%
LSR = Sy x SSR
5. Bandingkan perlakuan dengan LSR 5%
6. Bertanda * jika perlakuan > LSR 5% dan bertanda tn jika perlakuan < LSR 5%
* = Selisih nilai rata-rata
7. Taraf nyata 5%
III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan Pembahasan

3.1. Hasil Pengamatan dan Pembahasan.


Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Terhadap Kekentalan Sampel Bandrek
Sampel Rata-Rata
Taraf Nyata
Merk Kode Data Asli
Hanjuang 780 1,95 a
Haruman 764 2,23 a
Pigeon 501 2,26 a
Braga 234 2,47 a
(Sumber : Kelompok C, 2012).

2.5

1.5
Column1
1

0.5

0
Hanjuang Haruman Pigeon Braga

Gambar 1. Diagram Batang Uji Hedonik Terhadap Kekentalan bandrek

Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
780 (Hanjuang) tdak berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman), 501 (Pigeon),
dan 234 (Braga). Sampel 764 (Haruman) tdak berbeda nyata dengan sampel 780
(Hanjuang), 501 (Pigeon), dan 234 (Braga). Sampel 501 (Pigeon) tdak berbeda
nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), dan 234 (Braga). Sampel
234 (Braga) tdak berbeda nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman),
dan 501 (Pigeon) dalam hal kekentalan.
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya
mengemukakan responnya yang berupa senang atau tidak senang terhadap sifat
bahan yang di uji. Pada pengujian ini stiap panelis diminta untuk mengemukakan
pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan sampel standar atau
sampel-sampel yang diuji sebelumnya. Oleh karena itu sebaiknya cara penyajian
secara berurutan, tidak disajikan bersama-sama (Kartika, dkk.,1987).
Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala
yang dikehendakinya. Dalam penganalisisan skala hedonik ditransformasi
menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan
data numerik ini dapat dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala hedonik
itu sebenarnya uji hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk
mengetahui perbedaan, Karena hal ini, maka uji hedonik paling sering digunakan
untuk menilai komoditi sejenis atau produk pengembangan secara organoleptik.
Jika uji pembedaan banyak digunakan dalam program pengembangan hasil-hasil
barui atau hasil bahan mentah maka uji hedonik banyak digunakan untuk menilai
hasil akhir produksi (Soekarto, 1985).
Uji penerimaan dalam interpretasi data, perlu membatasi diri. Uji
penerimaan tidak dapat digunakan untuk meramalkan penerimaan dalam
pemasaran. Jadi uji penerimaan dari suatu komoditi dengan hasil uji yang
meyakinkan tidak menjamin bahwa komoditi itu dengan sendirinya mudah
dipasarkan.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Terhadap Rasa Sampel Bandrek


Sampel Rata-Rata
Taraf Nyata
Merk Kode Data Asli

Hanjuang 780 2.04 -


Haruman 764 2.32 -
Pigeon 501 2.43 -
Braga 234 2.47 -
(Sumber : Kelompok C, 2012).
2.5

1.5
Column1
1

0.5

0
Hanjuang Haruman Pigeon Braga

Gambar 2. Diagram Batang Uji Hedonik Terhadap Rasa bandrek

Berdasarkan tabel Anava diketahui bahwa F hitung sampel < Ftabel pada
taraf 5% sehingga diberi tanda tn, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
Bandrek dengan kode 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), 501 (Pigeon), dan 234
(Braga) tidak berbeda nyata dalam hal rasa maka tidak perlu dilakukan uji lanjut
Duncan’s.
Uji penerimaan dalam interpretasi data, perlu membatasi diri. Uji
penerimaan tidak dapat digunakan untuk meramalkan penerimaan dalam
pemasaran. Jadi uji penerimaan dari suatu komoditi dengan hasil uji yang
meyakinkan tidak menjamin bahwa komoditi itu dengan sendirinya mudah
dipasarkan. Demikian juga uji penerimaan yang dilakukan secara ekstensif atau
tersebar luas di beberapa daerah tidak dapat digunakan untuk mengganti usaha
pemasaran. Dalam kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik)
dan uji mutu hedonik.
Kelompok uji penerimaan disebut acceptance test atau preference test. Uji
penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu
bahan yang menyebabkan orang menyenangi produk tersebut. Jadi uji penerimaan
lebih subyektif dibandingkan uji pembedaan. Karena sifatnya yang sangat
subyektif itu beberapa panelis yang ekstrim senang atau benci terhadap suatu
komoditi atau bahan, tidak lagi dapat digunakan untuk melakukan uji penerimaan
tetapi panelis eksrim ini mungkin masih dapat digunakan untuk menilai dengan
uji pembedaan.
Tanggapan senang atau suka sangat bersifat pribadi, karena itu kesan
seseorang tak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan suatu
komoditi. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi
atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Karena itu, tanggapan
senang atau suka harus pula diperolah darisekelompok orang yang dapat mewakili
pendapat umum atau mewakili suatu populasi masyarakat tertentu.meskipun
demikian dalam kondisi tertentu uji penerimaaan dari nsejumlah panelis terlatih
dapat digunakan sebagai petunjuk atau ramalan tanggapan penerimaan bagi
panelis tak terlatih dalam jumlah besar (Soekarto, 1985).

Pengujian organoleptik mempunyai macam-macam cara. Cara –cara


pengujian itu dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Cara pengujian yang
paling populer adalah kelompok pengujian pembedaan (difference tests) dan
kelompok pengujian pemilihan (preference tests). Di samping kedua kelompok
pengujian itu, dikenal juga pengujian skalar dan pengujian deskripsi. Jika kedua
pengujian pertama banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses, dan
penilaian hasil akhir, maka dua kelompok pengujian terakhir ini banyak
digunakan dalam pengawasan mutu (quality control). Di luar 4 kelompok
pengujian itu masih ada uji-uji sensorik lain, termasuk di sini adalah uji konsumen
(Soekarto, 1985).
Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Terhadap After Taste Sampel Bandrek
Sampel Rata-Rata
Taraf Nyata
Merk Kode Data Asli

Hanjuang 780 1.89 a


Haruman 764 2.5 b
Pigeon 501 2.54 b
Braga 234 2.55 b
(Sumber : Kelompok C, 2012).
3

2.5

1.5 Column1

0.5

0
Hanjuang Haruman Pigeon Braga

Gambar 3. Diagram Batang Uji Hedonik Terhadap After Taste Bandrek


Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
780 (Hanjuang) berbeda nyata dari sampel 764 (Haruman), 501 (Pigeon), dan 234
(Braga). Sampel 764 (Haruman) tidak berebda nyata dari sampel 501 (Pigeon) dan
234 (Braga), tetapi berbeda nyata dari sampel 780 (Hanjuang). Sampel 501
(Pigeon) tidak berebda nyata dari sampel 764 (Haruman) dan 234 (Braga), tetapi
berbeda nyata dari sampel 780 (Hanjuang). Sampel 234 (Braga) tidak berebda
nyata dari sampel 764 (Haruman) dan 501 (Pigeon), tetapi berbeda nyata dari
sampel 780 (Hanjuang) dalam hal after taste.
Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala
yang dikehendakinya. Dalam penganalisisan skala hedonik ditransformasi
menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan
data numerik ini dapat dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala hedonik
itu sebenarnya uji hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk
mengetahui perbedaan, Karena hal ini, maka uji hedonik paling sering digunakan
untuk menilai komoditi sejenis atau produk pengembangan secara organoleptik.
Jika uji pembedaan banyak digunakan dalam program pengembangan hasil-hasil
barui atau hasil bahan mentah maka uji hedonik banyak digunakan untuk menilai
hasil akhir produksi (Soekarto, 1985).
Penampilan sampel akan sangat mempengaruhi hasil pengujian. Pada
prinsipnya sampel harus disajikan sedemikian rupa sehingga panelis menilai
sampel berdasarkan sifat-sifat yang terkandung dalam sampel tersebut.
Keseragaman penampilan sampel dalam pengujian perlu diperhatikan.
Keseragaman dalam hal ini adalah keseragaman sifat-sifat selain yang sedang
dinilai, antara lain meliputi kuantitas sampel, wadah, sarana pengujian dan suhu
sampel. Ada beberapa hal yang dianjurkan dalam penyajian sampel, meliputi,
ukuran sampel, suhu sampel, kenampakan, cara penyampaian pada panelis,
jumlah sampel, pengkodean, sarana dan perintah kerja/penilaian
(Kartika, dkk., 1987).
1. Ukuran Sampel
Sampel dianjurkan disajikan secukupnya, tidak terlalu banyak atau terlalu
sedikit, kira-kira dapat dinilai 3 kali. Kecuali pada hal-hal khusus, misalnya
panelis diminta respon spontannya, hanya boleh menilai sekali. Jumlah sampel
1
yang berupa cairan kurang lebih 2 oz atau 16 ml, sedang untuk sampel yang
berupa padatan kurang lebih 1 oz atau 28 gram. Namun apabila sampelnya harus
dicicipi dapat disajikan sejumlah 2 kali lebih banyak. Tidak dibenarkan
menyajikan sampel terlalu banyak, misalnya seperti normalnya orang makan,
walaupun sebenarnya persediaan sampel cukup banyak (Kartika, dkk., 1987).
2. Suhu Sampel
Sedapat mungkin sampel disajikan pada suhu kamar, namun pada kasus-
kasus tertentu dapat menyimpang. Pada uji pembedaan suhu sampel diusahakan
sedemikian rupa sehingga panelis dapat membedakan secara optimum.
Ada anjuran untuk melakukan uji kesukaan, yaitu (1) Uji kesukaan terhadap
satu stimulus dapat disajikan 3 atau 4 sampel, maksimum 6 sampel dalam satu
session, (2) Uji kesukaan dengan metode pembandingan berpasangan maksimum
3 pasang sampel dalam satu session, (3) Uji kesukaan dengan metode ranking,
maksimum 6 sampel dalam satu session.
3. Pemberian Kode Sampel
Semua sampel yang disajikan harus diberi kode. Pemberian kode yang
dianjurkan menggunakan angka 3 digit, yang dapat diambil dari tabel random.
Dalam penggunaan tabel tersebut perlu diperiksa agar tidak terjadi duplikasi,
artinya tidak boleh ada 2 sampel yang kodenya sama. Pemberian kode bukan
dengan huruf, dengan tujuan untuk menghilangkan bias (Kartika, dkk., 1987).
4. Sarana/Alat
Secara umum dianjurkan sampel yang disajikan dalam wadah yang sama
ukuran serta warnanya. Alat harus bersih sehingga tidak memberikan perubahan
rasa atau bau sampel yang diuji. sarana pengujian yang lain walaupun tidak
kontak langsung dengan sampel, perlu dijaga kebersihannya (Kartika, dkk., 1987).
5. Kuesioner
Formulir instruksi kerja atau kuesioner berisi petunjuk apa yang harus
dikerjakan oleh panelis di dalam melakukan pengujian. Instruksi ini harus jelas,
namun tidak terlalu terinci. Penjelasan yang terlalu lengkap dapat menimbulkan
bias. Sebaliknya bila instruksi kurang jelas atau sulit ditangkap artinya, panelis
harus berfikir lama untuk menafsirkan instruksi, akan menurunkan konsentrasi
panelis terhadap penilaian. Dalam kondisi demikian, konsentrsasi panelis terbagi,
sebagian untuk menafsirkan perintah/instruksi, sebagian untuk menilai sampel.
Dalam formulir ini terdapat 3 bagian utama, yakni informasi, instruksi dan
respon panelis. Pada bagian informasi ditulis keterangan tentang nama panelis,
tanggal pengujian, nama/jenis sampel yang diuji. Dalam bagian instruksi ditulis
pemberian tugas dan cara-cara melakukan penilaian atau cara menyampaikan
respon. Bagian ini merupakan permintaan peneliti kepada panelis. Sebaiknya
digunakan bahasa yang sopan, singkat tetapi jelas. Bagian respon merupakan
bagian yang harus diisi oleh panelis dalam menyampaikan tanggapannya atas
sampel yang dinilai.
Penelitian dianjurkan merencanakan bagian ini dalam susunan yang
berurutan, mudah dibaca dan panelis mudah mengisinya. Pada bagian ini panelis
menuliskan tanggapannya, dapat dalam bentuk pemberian tanda tempat yang
tersedia (dalam kolom atau garis), dapt menuliskan angka yang sesuia dengan
ketentuan skala nilai yang ada. Kadang-kadang panelis meminta panelis untuk
memberi komentar tambahan secara tertulis (Kartika, dkk., 1987).

Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Terhadap Aroma Sampel Bandrek


Sampel Rata-Rata
Taraf Nyata
Merk Kode Data Asli

Hanjuang 780 2.08 a


Haruman 764 2.12 a
Pigeon 501 2.45 b
Braga 234 2.61 c
(Sumber : Kelompok C, 2012).

2.5

1.5 Column1

0.5

0
Hanjuang Haruman Pigeon Braga

Gambar 4. Diagram Batang Uji Hedonik Terhadap Aroma Bandrek

Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
780 (Hanjuang) tidak berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman), tetapi
berbeda nyata dengan sampel 501 (Pigeon) dan 234 (Braga). Sampel 764
(Haruman) tidak berbeda nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), tetapi berbeda
nyata dengan sampel 501 (Pigeon) dan 234 (Braga). Sampel 501 (Pigeon berbeda
nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), dan 234 (Braga). Sampel
234 (Braga) berbeda nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), dan
234 (Braga) dalam hal aroma.
Bandrék adalah minuman tradisional orang Sunda dari Jawa Barat, Indonesia
yang dikonsumsi untuk menaikkan kehangatan tubuh. Minuman ini biasanya
dihidangkan pada cuaca dingin, seperti di kala hujan ataupun malam hari. Bahan
dasar bandrék yang paling penting adalah jahe dan gula merah, tapi daerah-daerah
tertentu menambahkan rempah-rempah tersendiri untuk memperkuat efek hangat
yang diberikan bandrék, seperti serai, merica, pandan, telur ayam kampung, dan
sebagainya (Anonim, 2011).

Gambar 4. Bandrek

Tabel 5. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Terhadap Warna Sampel Bandrek


Sampel Rata-Rata
Taraf Nyata
Merk Kode Data Asli
Haruman 764 1.75 a
Pigeon 501 2.19 b
Hanjuang 780 2.19 b
Braga 234 2.62 c
(Sumber : Kelompok C, 2012).
3

2.5

1.5 Column1

0.5

0
Hanjuang Haruman Pigeon Braga

Gambar 6. Diagram Batang Uji Hedonik Terhadap Warna Bandrek

Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
764 (Haruman) berbeda nyata dengan sampel 501 (Pigeon), 780 (Hanjuang), dan
234 (Braga). Sampel 501 (Pigeon) tidak berbeda nyata dengan sampel 780
(Hanjuang), tetapi berebda nyata dengan sampel 764 (Haruman) dan 234 (Braga).
Sampel 780 (Hanjuang) tidak berbeda nyata dengan sampel 501 (Pigeon), tetapi
berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman) dan 234 (Braga). Sampel 234
(Braga) berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman), 501 (Pigeon), dan
Hanjuang (780) dalam hal warna.
Di balik rasanya yang pedas, jahe mengandung zat-zat yang berguna bagi 
tubuh manusia. Tak heran bila sejak lama dikenal ada wedang (minuman) jahe, 
permen jahe, atau bandrek (minuman yang mengandung jahe). Jahe juga banyak 
digunakan sebagai bumbu untuk berbagai jenis masakan atau kue.  Manfaat jahe,
berdasar sejumlah penelitian, antara lain:
 Merangsang pelepasan hormon adrenalin, memperlebar pembuluh darah, 
sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Tubuh pun menjadi lebih 
hangat, kerja jantung memompa darah lebih ringan. Akibatnya, tekanan 
darah menjadi turun.
 Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting. Pertama, protease 
yang berfungsi memecah protein. Kedua, lipase yang berfungsi memecah 
lemak. Kedua enzim ini membantu tubuh mencerna dan menyerap makanan.
 Jahe sekurangnya mengandung 19 komponen bio-aktif yang berguna bagi
tubuh. Komponen yang paling utama adalah gingerol yang bersifat 
antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah
tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung.
Gingerol diperkirakan juga membantu menurunkan kadar kolesterol.
 Memblok serotonin, yaitu senyawa kimia pembawa pesan. Senyawa
ini menyebabkan perut berkontraksi, sehigga timbul rasa mual. Misalnya
pada  orang yang mengalami mabuk perjalanan.  Jadi, untuk mencegah
mabuk perjalanan, ada baiknya minum wedang jahe  sebelum bepergian.
Caranya: pukul-pukul jahe segar sepanjang  ruas  jari,  masukkan dalam satu
gelas air panas. Beri madu secukupnya, lalu minum. Bisa juga menggunakan
sepertiga sendok teh jahe bubuk, atau kalau tahan, makan dua kerat jahe
mentah.
 Membuat lambung menjadi nyaman, dan membantu  mengeluarkan angin.
Bisa meringankan kram perut saat menstruasi atau kram akibat terlalu banyak
mengkonsumsi makanan berlemak.
 Membantu tubuh melawan pilek dan flu. Jahe mengandung antioksidan yang
membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di
dalam tubuh
 Jahe merupakan pereda rasa sakit yang alami dan dapat meredakan nyeri 
rematik, sakit kepala, dan migren. Caranya, minum wedang jahe 3 kali 
sehari. Bisa juga minum wedang ronde, mengulum permen jahe, atau
menambahkan jahe saat Anda membuat soto, semur, atau rendang
(Anonim, 2008).

IV KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini membahas mengenai : (1) Kesimpulan, dan (2) Saran.

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
780 (Hanjuang) tdak berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman), 501 (Pigeon),
dan 234 (Braga). Sampel 764 (Haruman) tdak berbeda nyata dengan sampel 780
(Hanjuang), 501 (Pigeon), dan 234 (Braga). Sampel 501 (Pigeon) tdak berbeda
nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), dan 234 (Braga). Sampel
234 (Braga) tdak berbeda nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman),
dan 501 (Pigeon) dalam hal kekentalan.
Berdasarkan tabel Anava diketahui bahwa F hitung sampel < Ftabel pada
taraf 5% sehingga diberi tanda tn, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
Bandrek dengan kode 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), 501 (Pigeon), dan 234
(Braga) tidak berbeda nyata dalam hal rasa maka tidak perlu dilakukan uji lanjut
Duncan’s.
Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
780 (Hanjuang) berbeda nyata dari sampel 764 (Haruman), 501 (Pigeon), dan 234
(Braga). Sampel 764 (Haruman) tidak berebda nyata dari sampel 501 (Pigeon) dan
234 (Braga), tetapi berbeda nyata dari sampel 780 (Hanjuang). Sampel 501
(Pigeon) tidak berebda nyata dari sampel 764 (Haruman) dan 234 (Braga), tetapi
berbeda nyata dari sampel 780 (Hanjuang). Sampel 234 (Braga) tidak berebda
nyata dari sampel 764 (Haruman) dan 501 (Pigeon), tetapi berbeda nyata dari
sampel 780 (Hanjuang) dalam hal after taste.
Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
780 (Hanjuang) tidak berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman), tetapi
berbeda nyata dengan sampel 501 (Pigeon) dan 234 (Braga). Sampel 764
(Haruman) tidak berbeda nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), tetapi berbeda
nyata dengan sampel 501 (Pigeon) dan 234 (Braga). Sampel 501 (Pigeon berbeda
nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), dan 234 (Braga). Sampel
234 (Braga) berbeda nyata dengan sampel 780 (Hanjuang), 764 (Haruman), dan
234 (Braga) dalam hal aroma.
Berdasarkan tabel hasil uji lanjut Duncan’s dapat disimpulkan bahwa sampel
764 (Haruman) berbeda nyata dengan sampel 501 (Pigeon), 780 (Hanjuang), dan
234 (Braga). Sampel 501 (Pigeon) tidak berbeda nyata dengan sampel 780
(Hanjuang), tetapi berebda nyata dengan sampel 764 (Haruman) dan 234 (Braga).
Sampel 780 (Hanjuang) tidak berbeda nyata dengan sampel 501 (Pigeon), tetapi
berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman) dan 234 (Braga). Sampel 234
(Braga) berbeda nyata dengan sampel 764 (Haruman), 501 (Pigeon), dan
Hanjuang (780) dalam hal warna.

4.2. Saran
Dalam melakukan percobaan ini harus diperhatikan dalam hal penyiapan
sampel perlu dihindari sengaja atau tidak sengaja yang menyebabkan ada rasa
yang berasal dari luar bahan yang akan diuji.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2008), Segelas Bandrek Panas Untuk Penghangat Badan,
www.eldrazit.multiply.com, Akses 20/3/2012.
Anonim, (2010), Uji Hedonik, www.scribd.com, Akses 20/03/2012.
Anonim, (2011), Bandrek, www.wikipedia.org, Akses 20/3/2012.
Kartika, Bambang, Hastuti, W. Supartono, (1987), Pedoman Uji Inderawi
Bahan Pangan, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta.
Soekarto, Soewarno T. Prof. Dr., (1985), Penilaian Organoleptik untuk
Industri Pangan dan Hasil Pertanian, Penerbit Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai