Anda di halaman 1dari 6

Jarang Jumpa Rasa Rindu

Bagian 1

Harapan Tak Sesuai Khayalan.

Matahari yang bersinar dengan cerahnya di hari ini, tak pernah berjanji
untuk kembali terbit di esok hari. Hujan yang turun hari ini juga tidak pernah
menjanjikan akan turun esok hari. Sama seperti kehidupan, waktu tidak akan
pernah menjanjikan apa yang sudah dialami hari ini akan terulang dikemudian
hari. Segala hal yang telah kita lewati sejak lahir hingga bertemu penghujung
waktu, semua akan menjadi history.
Sebagian orang mengartikannya sebagai perasaan penuh keromantisan,
sebagian lagi mengartikannya sebagai penyebab perih. Kadang kala berada
pada satu titik penuh kerinduan. Rindu yang sudah mencapai puncaknya,
dalam kepala ini ada film yang terekam secara otomatis menayangkan
memori-memori lama.
Secara terhentak membuat perasaan sakit di lubuk hati yang berlebihan,
dengan raut wajah pucat pipinya pun basah. Kondisi ini yang membuat
emosional seseorang pun rapuh bahkan secara pembawaan prilaku yang
cemas sehinggan sulitnya mengkontrol diri. Setiap tempat yang telah
disinggahi pasti selalu mempunyai cerita, akan selalu ada cerita yang tertinggal,
menjadi kenangan, menjadi masalalu, menjadi kenangan. Lalu, perasaan yang
ingin kembali pada masalalu itu.
Hampa dalam bayang siang rindu membuat ingin menatap bintang,
bungkam dalam diam sang malam. Rindu membuat ingin bermain bersama
hujan, memejamkan mata, menengadahkan kepala, merentangkan tangan dan
berputar-putar dibawah air hujan. Tak perlu air untuk menangis, tak perlu
cahaya untuk bahagia dan tak perlu kegelapan hingga perasaan ini terlelap dari
rasa resah.
Alih-alih segera mengungkapkan rasa rindunya, memilih diam bahwa ia
bisa segera disembuhkan dari rindunya. Tapi rasa was-was apakah bisa hilang
begitu saja secara cepat, dekat padanya sudah berjalan waktu yang lama.
Hingga tidak sedikit orang percaya begitu saja, namun itu lah harapan yang
disia-siakan.
Namun bayangnya sulit untuk di lupakan, untuk meniadakan itu semua
dengan berbagai cara sudah di lakukan. Cangggung serta merana menjadi
analogi untuk menentukan itu semua, Khalayan bersamanya dapat merusak
keinginan ingin melupakannya, Bahkan hanya membendung rasa itu semua.
Perpaduan yang menyakitkan adalah ketika merindukan seseorang, tetapi yang
bisa lakukan hanyalah terdiam.
Melihat sesuatu kenangan bersamanya ataupun lembar gambar
dengannya, dalih ini yang membuat labil. Sementara dirinya sudah ntah
kemana, angan selalu mengingat raut wajah, senyum, canda, dan tawa.
Disampaikan juga kepada warna, waktu, sunyi dan setiap serpih rahasia Sampai
akhirnya tiba pada waktu dan tak kujumpai apapun lainnya Kecuali panggilan
mesra.
Waktu mempertemukan begitu cepat pun sebaliknya. Takdir
menentukan pada sebuah kepastian akan sebuah nyata, bahwa ini kisah jauh
untuk bersemayam dalam sudut hati ini. Hingga di pastikan rindu ini pun
terlampau dalam untuk mengungkapkan. Tak ada yang bisa di lakukan saat ini,
karena itu lah sudah ada pada jalani masing-masing.
Jikapun dalam memilih saat itu, sungguh sama sekali tak pernah
menyesal akan selanjutnya. Karena yakin takdir telah mengajarkan semua
tentang bersyukur dan ketabahan, karenanya dapat belajar pengalaman tanpa
hasrat yang kerap kali menggoda hawa nafsu.
Cumbu mesranya beda dengan orang-orang yang sebagai cinta pelarian,
dalam setiap langkah aktivitas masih terpampang jelas cara komunikasi dan
responsifnya yang di lakukan. Seandainya apa yang ingin saja dilakukan untuk
berharap mendapatkankan kepastian, tidak lagi-lagi merintih seperti keadaan
yang terjadi.
Bertahan dari rapuhnya hati, hingga tidak ada lagi firasat-firasat buruk
yang menghantam rasa gelisah hingga tak tau kapan terhenti. Keadaan sunyi
pun teringat dengan bayangnya, dan ramai pun terseok-seok dalam keadaan
murung melihat kondisi sekitar yang bahagia dengan pasangannya. Ya mungkin
mereka berada dititik kenyamaan dan di waktu terindah yang belum pernah
dialami.
Sebagaimana proses yang telah ditetapkan pada setiap orang memiliki
hubungan antara satu sama lain apa lagi terhadap lawan jenis, tak semudah
dipikirkan begitu mudah. Justru ada saja kesulitan dan kehancuran tanpa
dugaan yang tidak pernah terbayangi akan terjadi.
Lari dari persoalan kenyataan mungkin lebih baik untuk menjadi jalan
keluar, tapi bagaimana pun seorang lelaki yang lemah hanya bisa menerima
keadaan tersebut. Untuk menjadi seseorang yang kuat seperti ini yaa hanya
bisa berharap untuk tegar.
Bagaimana cara untuk mengikhlaskan sebuah pengorbanan yang sudah
dilakukan, bukannya tidak ihklas yang sudah dilakukan dengan mengungkitnya.
Selalu terpikir dalam benak seperti orang bodoh yang berjuang sepenuhnya,
namun itu semua tidak ada nilai yang berharga baginya.
Secara tekstual semua itu harus yakin bahwa apa yang dilakukan dengan
penuh senang hati tanpa pamrih, akan mendapatkan yang setimpal yang telah
diamalkan. Namun apa iya bisa mendapatkan sosok yang didambakan untuk
mengobati rasa sakit ini, bukan maksud mengharapkan adanya timbal balik
yang sudah dilakukan.
Mungkin caranya saja yang perlu diubah untuk menjadi mutahir, kalau
pikiran ini menerima dengan perasaan tenang. Tidak ada rasa gelisah yang
selalu menyelimuti, bangkit dari keadaan sudah lama dilakukan tanpa rasa-rasa
tidak karuhan yang ada. Untuk membangkitkannya pun sulit rasanya jika sudah
terpuruk, hanya saja bisa meratapi yang memilukan.
Tanpa ada ikhtisar seketika terhempas begitu saja dari kata-kata yang
sudah pernah didengar, berada di zona nyaman itu menyenangkan. Tak kecuali
bagi orang-orang yang belum siap menerima problem yang belom pernah
dialami, bahkan rasa takut itu selalu mengintai pada orang tersebut.
Hasad muncul di hati kecil untuk melampiaskan amarah yang dirasakan,
karena depresi yang menekan atas nestapa yang terjadi pada diri ini. Seperti
hama yang menebar penyakit-penyakit di hati, tidak dihiraukan rasa perasaan
yang diderita karena tidak sanggup mencari penawarnya.
Gejolak penderitaan yang telah dilakukan tanpa ada rasa iba, membuat
diri ini lupa untuk yang seharusnya diperbuat. Terlena pada dekap rindu
terkadang hadir secara tiba-tiba, tanpa isyarat mengingatnya tapi mengapa
rasa itu ada tidak diharapkan dan semestinya. Bersikap elegan tak menuntut
kemungkinan lebih terbiasa, justru mengkorbankan perasaan yang tersiksa.
Apa mungkin dirinya merasa tega yang sudah dilakukan, kalau pun
mengetahui yang tanpa rasa khilaf. Ada kala nya menyampaikan pernyataan
sikap yang seolah-olah mengusir secara halus ditambah sedikit membuat
gundah yang berkepanjangan hingga posesif tidak karuhan.
Masih teringat kata-kata manis yang seolah menandakan kesetiaan
bahkan janji tidak akan mengecewakaan, rasa penyesalan yang telah dilakukan
karena pilihan itu salah. Memberikan kepercayaan namun di sia-siakan, nista
yang telah dilakukan kepadanya bahwa menjadi bukti yang dilakukannya ingkar
janji kepada dirinya.
Berulang kali kau katakan selalu menyesal karena menuruti kata-
katanya, bagaikan hiptonis mata hati yang sulit dihindarkan. Muslihat
perlakuan kepadanya selalu berhasil membuat perasaan membelot kembali
pada dia, seperti tidak memiliki daya perasaan yang mampu menerima
pesakitan yang kasusnya sama.
Lalu buat apa membuat janji yang meyakinkan, tanpa di dasari itikad
yang kuat hingga tiada lagi ada kata-kata penyesalan. Sudah sering kali kau
lakukan pada diri ini sebagai tempat pelarian, dan selalu saja tidak dipikirkan
siapa yang lebih tepat memiliki dari kenyamanan menjalin hubungan.
Alasan yang sama membuat diri ini tak tega untuk menolak ajakan minta
maaf, kalau bukan rasa suka dan cinta ingin ada keseriusan yang tak
tergantikan. Membangun rasa keyakinan adanya chymistri antara komunikasi
janji yang tak terkecewakan, serta responsif yang sesuai yang telat disepakati
bersama.
Selalu saja hati ini mengalah demi pengertian yang mampu merubah
perasaan dirinya yang sudah sering disakiti oleh dia, berharap dirinya mampu
menekan semua perasaan pada dia agar bisa lepas dari tipu daya kata-kata
yang mampu melabuhi dirinya, dan siapa yang lebih pantas untuknya.
Memangnya sekuat apa kekuatan dan pengorbanan dia yang mampu
mengalahkan diri ini, apa karena waktu saling kenal dengan dia lebih lama dari
pada diri ini. Mengapa tidak membuka kesempatan orang lain seperti diri ini
untuk masuk meyakini yang semestinya kau dapati lebih dari dia, hingga kau
tau dengan pengorbanan tanpa rekayasa.
Presepsi dirinya selalu tampak bahwa diri ini layak menjadi orang yang
pantas dikorbankan, secara haluan tidak nampak rasa kesepakatan padanya ke
diri ini. Yang selalu teringin hanya dia seorang merentankan hati setelah tau
dengan kedekatannya pada diri ini.
Keterbatasan dan bukan siapa yang pantas, tidak bisa berbuat lebih
untuk menjelaskan bahwa di diri ini ada ajakan kata-kata berkomitmen. Bukan
lagi permainan suka-sukaan tanpa di dasari keseriusan dalam hati dan hanya
teruntai dari mulut, Itu lah yang sering tergambarkan oleh sekian orang yang
menjalin hubungan.
Kenapa dirinya sulit mempercayai keseriusan yang berupa komitmen
untuk membangun hubungan tanpa adanya unsur candaan seperti kanak-
kanak yang haluannya tidak mengarah ke masa depan, diri ini selalu berusaha
mengutarakan rasa di lubuk hati yang terdalam. Namun dari sikap dan
responsif yang tampak pada dirinya, menganggap yang dikatakan diri ini
hanyalah lelucon yang perlu diwaspadai.
Asumsinya begitu jauh dari perlakuan dan pengorbanan diri ini
tampakan, mustahil bagi orang-orang yang baru kenal untuk menyatakan kata-
kata “ini candaan”. Pendekataan ini sudah lama loh, bukan hitungan hari atau
mingguan bahkan bulanan. Diri ini sudah melakukan pendekatan secara
emosional pada dirinya sudah bertahun-tahun.
Walapun banyakan halangan yang dilaukannya pada diri ini, karena di
dasari rasa ingin ke jenjang yang lebih serius. Untuk mewaspadai firasat yang di
luar dari dugaan, apa ngga salahnya menggubris pernyataan sikap yang sering
dilakukan. Bukan menganggapnya ini hanya lah permainan perasaan untuk
mendapatkan perhatian, berasa ABG yang sedang bermain cinta-cintaan.
Tak masalah jika dirinya hanya menganggapnya belaka, sebagaimana
mungkin untuk bisa meluluhkan perasaan orang yang sulit itu adanya rasa
kepuasan batin. Bagaikan dilema yang penuh drama saat meyakinkan bahwa
siapa yang lebih pantas untuk dirinya, apakah dia apa diri ini.
Demi apa pun mengorbankan perasaan ini yang selalu saja mendapatkan
kenyataan yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Menerima tegar mungkin
belom waktunya, ada di waktu yang lain untuk meyakinkan dirinya. Sedikit
Egois merasakan pada diri ini, bagaimana pun juga ini pengorbanan berbagai
cara dan beberapa lamanya waktu.
Terbenak tidak ada hentinya merasakan penyesalan berulang kali, demi
mendapatkan sosok dirinya. Acuhkan segala resiko yang membuat diri ini
tersipu-sipu, selalu adanya dipikiran betapa bahagianya mendapatkan dirinya
yang sangat sulit ditaklukan.

Anda mungkin juga menyukai