Anda di halaman 1dari 46

REFARAT JANUARI 2022

SAMPUL
SIFILIS

DISUSUN OLEH :

Sandika Dwi Putra


N 111 21001

Pembimbing Klink
dr. Diany Nurdin, Sp. KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Sandika Dwi Putra


No. Stambuk : N 111 21001
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Referat : Sifilis
Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD Undata Palu
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Januari 2022

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Diany Nurdin, Sp.KK, M.Kes Sandika Dwi Putra


198207102009022002 N 111 21001

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan Masalah...................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................6
A. Definisi..................................................................................................................6
B. Epidemiologi.........................................................................................................6
C. Etiologi..................................................................................................................8
D. Patogenesis..........................................................................................................10
E. Gambaran Klinis................................................................................................10
F. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................20
G. Diagnosis ..............................................................................................................29
H. Diagnosis Banding..............................................................................................30
I. Tatalaksana.........................................................................................................35
J. Prognosis.............................................................................................................37
BAB III...........................................................................................................................42
PENUTUP.......................................................................................................................42
A. Kesimpulan.........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit infeksi yang
penularannya terutama melalui hubungan seksual. Infeksi Menular Seksual
(IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.
World Health Organization memperkirakan terdapat lebih dari 340 juta kasus
baru dari IMS yang dapat diobati seperti sifilis, gonorrhea, klamidia
trakomatis dan trikomonas vaginalis yang terjadi setiap tahun di dunia,
terutama pada pria dan wanita berusia 15- 49 tahun9.
Sifilis merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik yang disebabkan
oleh Treponema palidum. Penularan sifilis melalui hubungan seksual.
Penularan juga dapat terjadi secara vertikal dari ibu kepada janin dalam
kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan
yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan1.
Sifilis merupakan salah satu IMS (infeksi menular seksual) yang
menimbulkan kondisi cukup parah misalnya infeksi otak (neurosifilis),
kecacatan tubuh (guma). Pada populasi ibu hamil yang terinfeksi sifilis, bila
tidak diobati dengan adekuat, akan menyebabkan 67% kehamilan berakhir
dengan abortus, lahir mati, atau infeksi neonatus (sifilis kongenital).
Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana dan terapi efektif
dengan biaya yang sangat terjangkau, sifilis masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang meluas di berbagai negara di dunia. Bahkan sifilis
masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di
banyak negara.2

4
Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang.
World Health Organization (WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus baru
terjadi di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean.
Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey Terpadu dan
Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI terjadi
peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun 2007. Di
provinsi Lampung khususnya di kota Bandar Lampung jumlah kasus infeksi
menular seksual termasuk sifilis tahun 2012 sebesar 3.153 kasus dengan
penderita wanita sebanyak 2.942 kasus dan pria sebesar 419 kasus, merupakan
jumlah kasus terbanyak dibanding kota-kota lain di provinsi Lampung.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui perkembangan terkini dari
penyakit sifilis.1

B. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan refarat ini bertujuan untuk mengetahui prinsip diagnosis dan
penatalaksanaan penyakit sifilis

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete,
Treponema pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi
menular seksual.Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia
yang disebabkan oleh treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis (telah
eradikasi), frambusia (T. pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika
Selatan)2.
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis
kongenital(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan)dan sifilis
yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau jarum suntik
dan produk darah yang tercemar)2.

B. Epidemiologi
Sifilis merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum (T. pallidum) subspesies pallidum. Prevalensi global
sifilis pada tahun 2018 dilaporkan sebesar 1,6/1000 populasi laki-laki dewasa
dan 1,7/1000 pada perempuan dewasa3.
Insiden sifilis pada kehamilan menurut Center for Disease Control and
Prevention (CDC) di Amerika Serikat tahun 2015 sebesar 1,8 kasus per
100.000 perempuan hamil. tahun 2015 sebesar 1,8 kasus per 100.000
penduduk pada kelompok usia reproduksi, yaitu antara usia 15-44 tahun.
Peningkatan ini dilaporkan terjadi di semua wilayah dan pada semua ras
maupun etnik. Insiden sifilis kongenital di Amerika Serikat tahun 2015 juga
meningkat sebesar 27,5% dibanding tahun 2014, yaitu sebesar 11,6 kasus per
100.000 bayi lahir hidup. Data dari Direktorat Jenderal Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit Menular Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

6
(Dirjen P2P Kemenkes RI) terdapat 3.295 perempuan dengan diagnosis sifilis
pada kehamilan dari 39.660 perempuan hamil yang melakukan skrining saat
antenatal care (ANC) di Indonesia tahun 2017. Tercatat 2 pasien dengan
diagnosis sifilis pada kehamilan dan 1 pasien sifilis kongenital di RS Dr. Moh
Hoesin Palembang dalam 3 bulan terakhir .4
Laporan World Health Organization (WHO) menyebutkan pada tahun
2018 menyebutkan diperkirakan terdapat 6 juta kasus baru sifilis di seluruh
dunia. Prevalensi sifilis pada populasi kunci menurut laporan WHO pada
2018 adalah 3,2% (0-35,2%) pada wanita pekerja seks dan 6% (0-36,7%)
pada LSL(lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki). Di Indonesia,
menurut laporan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku tahun 2011 menyatakan
bahwa prevalensi sifilis adalah 25%. Pada kelompok wanita penjaja seks
langsung prevalensi sifilis adalah 10%, pada LSL sebesar 9%, pada penghuni
lapas sebesar 5%, pada pria berisiko tinggi sebesar 4%, pada wanita penjaja
seks tidak langsung sebesar 3% dan pada pengguna narkoba suntik sebesar
3%.4
Studi CDC di Amerika pada tahun 2018 menyatakan bahwa insiden sifilis
primer dan sekunder pada remaja perempuan dan dewasa muda usia 15-24
tahun adalah 7,2 kasus per 100.000 perempuan. Kejadiannya pada laki-laki
usia yang sama lebih tinggi yakni 28,2 kasus per 100.000 laki-laki.4,5
Laporan subdivisi Infeksi Menular Seksual (IMS) Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Sanglah Denpasar pada Januari 2019-Juni 2020 mencatat 36
kasus baru sifilis, dan 4 diantaranya adalah remaja7.
Menurut World Health Organization, remaja merupakan usia transisi
yakni usia 10-19 tahun, sedangkan usia pemuda adalah usia 15-24 tahun.
Sedangkan di Indonesia, usia remaja menurut peraturan Menteri kesehatan RI
nomor 25 tahun 2014 adalah usia 10-18 tahun. Definisi remaja yang lain
adalah menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
yakni usia remaja adalah usia 10-24 tahun dan belum menikah. Menurut

7
sensus penduduk, kelompok usia 10-19 tahun diperkirakan sebanyak 18% dari
seluruh total populasi. Populasi ini merupakan populasi yang memiliki risiko
tinggi untuk mengalami berbagai masalah kesehatan termasuk seks bebas dan
kehamilan pada remaja.7

C. Etiologi
Treponema pallidum merupakan spesies Treponema dari famili Spirochaeta,
ordo Spirochaetales1.
Tabel 1. Taksonomi dari Treponema palidum.

Treponema pallidum berbentuk spiral, Gram negatif dengan panjang kisaran


11 µm dengan diameter antara 0,09 – 0,18 µm. Terdapat dua lapisan,
sitoplasma merupakan lapisan dalam mengandung mesosom, vakuol ribosom
dan bahan nukleoid, lapisan luar yaitu bahan mukoid.1

8
Gambar 1. Potongan melintang Treponema pallidum, tampak PF=
Periplasmic flagella dan OS= Outer sheth1.

Gambar 2. Treponema pallidum Menggunakan Mikroskop Elektron10


Treponema pallidum merupakaan salah satu bakteri yang patogen
terhadap manusia (parasit obligat intraselular) dan sampai saat ini tidak dapat
dikultur secara invitro. Dahulu Treponema pallidum dianggap sebagai bakteri
anaerob obligat, sekarang telah diketahui bahwa Treponema pallidum
merupakan organisme mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam
konsentrasi rendah (20%). Kuman ini dapat mati jika terpapar dengan
oksigen, antiseptik, sabun, pemanasan, pengeringan sinar matahari dan
penyimpanan di refrigerator. Bakteri ini berkembang biak dengan pembelahan

9
melintang dan menjadi sangat invasif, patogen persisten dengan aktivitas
toksigenik yang kecil dan tidak mampu bertahan hidup diluar tubuh host
mamalia.10

D. Patogenesis
Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi yang infeksius.
T.pallidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang
mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah berada beberapa
jam melalui pembuluh darah, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda-tanda
klinis dan serologis belum jelas. Sekitar 3 minggu (10-90 hari) setelah
T.pallidum masuk, muncul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul
selama 1-6 minggu, kemudian ulkus menghilang. Tes serologis untuk sifilis
masih non- reaktif pada saat ulkus muncul pertama kali; baru akan reaktif 1-4
minggu berikutnya. Enam minggu kemudian (2 minggu-6 bulan) timbul lesi
di area tubuh di sifilis sekunder.8
Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit
yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa
jam, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serolois belum
jelas. Kisaran satu minggu setelah terinfeksi Treponema palidum, ditempat
masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu
hingga lima minggu, kemudian menghilang.1
Sifilis kongenital Patogenesis infeksi sifilis pada ibu dan janin melibatkan
sistem imun alami dan adaptif. Sebagai respons pertahanan tubuh terhadap
komponen patogen, sel epitel yang merupakan sawar fisik dapat terpicu
memproduksi sitokin proinflamasi dan kemokin. Hal ini berfungsi untuk
kemoatraktan antigen presenting cells (APC) dan ekspresi toll-like receptor
(TLR) sehingga memperkuat sinyal proinflamasi tubuh.4

10
Berbeda dengan bakteri gram negatif lain, T. pallidum tidak mengandung
banyak lipopolisakarida (LPS) sehingga tidak mampu mengaktifasi sel
melalui toll-like receptor 4 (TLR4). Penelitian menunjukkan kandungan lipid
pada lipoprotein treponema bertindak untuk aktifasi sel melalui heterodimer
TLR1/TLR2. Karena lipoprotein tersebut tidak berada di permukaan sel T.
pallidum, sistem imun tubuh tidak mampu mendeteksi keberadaan bakteri
tersebut dan memberikan kesempatan bagi T. pallidum untuk mereplikasi diri
dan diseminasi.4
Respons imun humoral dimulai dari pembentukan antibodi IgM sekitar 2
minggu setelah infeksi diikuti antibodi IgG 2 minggu setelah IgM dibentuk.
Antibodi IgM selain IgG terus diproduksi selama proses infeksi dan
menyebabkan pembentukan formasi kompleks imun. Titer antibodi mencapai
puncak saat terjadi infeksi diseminata, yaitu ketika stadium sifilis sekunder. T.
pallidum subsp. pallidum merupakan satu-satunya subspesies treponema
patogen yang dapat melintasi sirkulasi plasenta dari ibu ke janin. 1 Penelitian
biomolekular sel endotel vena umbilikus manusia telah membuktikan T.
pallidum menembus sel endotel melalui intercellular junction plasenta.
Temuan biomolekular ini didukung penelitian histopatologik yang
menemukan perubahan khas plasenta terhadap invasi spirokaeta di plasenta
sebagai rute utama penularan dari ibu ke janin. Pendapat lain mengemukakan
T. pallidum dapat terlebih dahulu melintasi membran janin dan menginfeksi
cairan ketuban sehingga memperoleh akses ke sirkulasi jani.4

11
Gambar3. Perjalanan Stadium pada sifilis13
E. Gambaran klinis
1. Sifilis stadium primer1
Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia
kisaran tiga minggu setelah kontak seksual. Papul membesar dengan
ukuran 0,5 – 1,5 cm kemudian mengalami ulserasi, membentuk ulkus.
Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm , tidak nyeri, dasar
ulkus bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi dapat juga
multipel. Hampir sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah
bening inguinal medial unilateral atau bilateral. 1
Chancre sífilis primer sering terjadi pada genitalia, perineal, atau
anus dikarenakan penularan paling sering melalui hubungan seksual, tetapi
bagian tubuh yang lain dapat juga terkena.1
Ulkus jarang terlihat pada genitalia eksterna wanita, karena lesi
sering pada vagina atau serviks. Dengan menggunakan spekulum, akan
terlihat lesi di serviks berupa erosi atau ulserasi yang dalam. Tanpa
pengobatan lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 3 sampai 6
pekan. Diagnosis banding sifilis primer yaitu ulkus mole yang disebabkan
Haemophilus ducreyi, limfogranuloma venereum, trauma pada penis, fixed
drug eruption, herpes genitalis1.

12
Gambar 4. (A dan B) Chancre pada penis

Gambar 5. Chancre pada bibir


2. Sifilis Sekunder
Manifestasi akan timbul pada beberapa minggu atau bulan, muncul
gejala sistemik berupa demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit
kepala, adenopati, dan lesi kulit atau mukosa. Lesi sekunder yang terjadi
merupakan manifestasi penyebaran Treponema pallidum secara
hematogen dan limfogen.1
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada
kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris, dapat
berupa makula, papula, folikulitis, papuloskuamosa, dan pustul, jarang
disertai keluhan gatal. Lesi dapat ditemukan di trunkus dan ekstermitas,
termasuk telapak tangan dan kaki. Papul biasanya merah atau coklat
kemerahan, diskret, diameter 0,5 – 2 cm, umumnya berskuama tetapi
kadang licin. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital.1

13
Gambar 6. Papul keratosis psoriasiformis multipel pada palmar,
Sifilis sekunder

3. Sifilis Laten
Sifilis laten yaitu apabila pasien dengan riwayat sifilis dan
pemeriksaan serologis reaktif yang belum mendapat terapi sifilis dan tanpa
gejala atau tanda klinis. Sifilis laten terbagi menjadi dini dan lanjut,
dengan batasan waktu kisaran satu tahun. Dalam perjalanan penyakit
sifilis akan melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur
hidup. Tetapi bukan bearti penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab
dapat berjalan menjadi sifilis tersier.1

Gambar 7. Guma sifilis yang ulser dan soliter14


4. Tersier Sifilis
tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu neurosifilis, sifilis
kardiovaskular, dan sifilis benigna lanjut. Pada perjalanan penyakit
neurosifilis dapat asimptomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk
murni. Pada semua jenis neurosifilis, terjadi perubahan berupa endarteritis

14
obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa
yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala saat pemeriksaan.1
a. Sifilis kardiovaskular
disebabkan terutama karena nekrosis aorta yang berlanjut ke
katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau
aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini
telah lanjut, akan sangat mudah dikenal.1

Gambar 8. Sifilis kardiovaskular. Gambaran radiologi menunjukkan


dilatasi aorta dengan kalsifikasi linear di dinding aorta asenden (kiri).
Aneurisma aorta asenden (ditunjukkan huruf A) (kanan)6.
b. Sifilis benigna
lanjut atau gumma merupakan proses inflamasi proliferasi
granulomatosa yang dapat menyebabkan destruksi pada jaringan yang
terkena. Disebut benigna sebab jarang menyebabkan kematian kecuali
bila menyerang jaringan otak. Gumma mungkin terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas infeksi Treponema palidum. Lesi sebagian besar
terjadi di kulit dan tulang. Lesi pada kulit biasanya soliter atau
multipel, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran, destruktif dan
bersifat kronis, penyembuhan di bagian sentral dan meluas ke perifer.
Lesi pada tulang biasanya berupa periostitis disertai pembentukan
tulang atau osteitis gummatosa disertai kerusakan tulang. Gejala khas
ialah pembengkakan dan sakit. Lokasi terutama pada tulang kepala,

15
tibia, dan klavikula. Pemeriksaan serologis biasanya reaktif dengan
titer tinggi.1
c. Neurosifilis
Akibat pengobatan sifilis dengan penisilin, kini jarang ditemukan
neurosifilis. Neurosifilis lebih sering terjadi pada orang berkulit putih
daripada orang kulit berwarna, juga lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita. Infeksi terjadi pada stadium dini. Sebagian besar
kasus tidak memberi gejala, setelah ber tahun-tahun baru memberi
gejala. Pada sejumlah 20-37% kasus terdapat kelainan pada likuor
serebrospinalis, sebagian kecil di antaranya de-ngan kelainan
meningeal.5
Guma Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat
perluasan dari tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan
menekan paren- kim otak. Guma dapat solitar atau multipel pada
verteks atau dasar otak. Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan
dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya berupa udema
papil akibat peninggian tekanan intrakranial, paralisis nervus kranial,
atau hemiplegia5

16
Tabel 2. Gejala dan tanda Sifilis pada dewasa2.

5. Sifilis Kongenital
Sifilis merupakan penyakit dengan manifestasi klinis lebih disebabkan
oleh respons imunologik dan inflamasi dibanding efek sitotoksik langsung
dari T. pallidum itu sendiri. Penelitian membuktikan perlu jumlah bakteri
dalam jumlah cukup besar di dalam sel untuk menimbulkan efek langsung
sitotoksisitas T.pallidum dan bakteri ini tidak mengekspresikan toksin di
dalam tubuh manusia. Indurasi pada lesi primer (ulkus durum) disebabkan
infilitrasi sel limfosit dan makrofag dalam jumlah cukup besar. Destruksi
jaringan disebabkan oleh proliferasi endotel di pembuluh darah kapiler dan
oklusi lumen menyebabkan nekrosis jaringan lokal. Hal ini mirip pada sifilis

17
kongenital, dimana efek pada janin tidak terlihat sampai janin memiliki
respons imun cukup untuk merespons keberadaan bakteri T. pallidum.4
Penelitian eksperimental biomolekular menunjukkan infiltrasi sel T
terjadi setelah hari ke-3 infeksi dan terus bertambah seiring dengan
meningkatnya jumlah T. pallidum dalam tubuh.4 Makrofag kemudian akan
menginfiltrasi dan jumlah bakteri treponema dalam jaringan akan terus
menurun signifikan (bacterial clearance). Penurunan jumlah bakteri signifikan
setelah infiltrasi dihubungkan dengan kemampuan makrofag untuk fagositosis
dan opsonisasi bakteri T. pallidum. Hal ini menunjukkan bahwa komponen
utama dari bacterial clearance dan fase resolusi adalah fagositosis makrofag
terhadap bakteri treponema.4
Sifilis kongenital terjadi karena infeksi T. pallidum melalui transplasenta
sehingga menginvasi sistem retikuloendotelial janin dan menyebabkan
spirokaetamia (penyebaran diseminata). Organisme masuk hematogen
kemudian menginvasi organ lain seperti kulit, membran mukosa, tulang, dan
sistem saraf pusat. Bakteri T. pallidum akan melekat pada sel endotel
sehingga terjadi destruksi dan nekrosis jaringan lokal akibat proliferasi
endotel kapiler dan oklusi lumen pembuluh darah. Keterlibatan infeksi awal
janin dimulai dengan keterlibatan plasenta dan berlanjut menjadi disfungsi
hati, infeksi cairan ketuban, kelainan hematologik, dan gagal organ pada
stadium lanjut.4

18
Gambar 9. Transmisi sifilis dalam kehamilan
Awalnya, teori mengatakan penularan sifilis ibu hamil ke janin tidak
akan terjadi sebelum usia kehamilan 18 pekan. Namun, teori ini disangkal
oleh beberapa penelitian mikroskopik elektron dengan menemukan T.
pallidum pada pewarnaan perak dan teknik imunofluoresen dari lapisan sel
Langerhans janin yang mengalami abortus spontan pada kehamilan 9-10
pekan. Penelitian lain menemukan spirokaeta dalam cairan ketuban pada usia
kehamilan 16 pekan. Hal ini membuktikan bahwa T. pallidum dapat
memperoleh akses ke kompartemen janin di awal kehamilan asal janin
memiliki respons imun cukup untuk merespons keberadaan bakteri T.
pallidum. 4
Tidak semua neonatus yang lahir dari ibu terinfeksi sifilis akan
mengalami sifilis kongenital. Risiko sifilis kongenital berhubungan langsung
dengan stadium sifilis maternal selama kehamilan dan durasi paparan janin
dalam rahim. Risiko lebih tinggi terjadi selama stadium awal infeksi. Infeksi
T. pallidum sangat tinggi selama 4 tahun pertama setelah terinfeksi dan
kemudian menurun selama stadium sifilis akhir. Perempuan hamil dengan
infeksi sifilis awal (primer dan sekunder) yang tidak mendapatkan pengobatan

19
adekuat menularkan infeksi ke janin sebesar 50-60% sedangkan pada infeksi
lanjut (laten atau tersier) sebesar 10-20%. Bakteri Treponema pallidum dapat
melewati plasenta sejak usia gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi janin
meningkat seiring usia gestasi.4
Infeksi sifilis dapat terjadi transplasenta selama kehamilan atau pada
waktu kelahiran melalui kontak bayi baru lahir dengan lesi genital. Laktasi
tidak dapat menularkan infeksi ke janin kecuali terdapat lesi di payudara. Saat
ini diyakini bahwa transmisi sifilis dari ibu hamil ke janin dapat terjadi sampai
janin memiliki respons imun cukup, yaitu pada trimester pertama dengan
risiko infeksi janin meningkat seiring usia gestasi.4
Sifilis pada kehamilan yang tidak mendapat terapi adekuat
menyebabkan keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati,
atau sifilis kongenital. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, para ahli
melaporkan bahwa ada dua skenario untuk menilai risiko janin terhadap sifilis
kongenital. Pertama, terjadi ketika seorang perempuan terinfeksi sifilis
kemudian hamil, atau kedua terjadi infeksi sifilis ketika perempuan tersebut
sudah hamil. Keadaan kedua cenderung terkait dengan dampak lebih buruk
dikaitkan dengan spirokaetamia sehingga kemungkinan penularan ke janin
lebih tinggi.4
Manifestasi klinis sifilis kongenital lanjut dapat berupa keratitis
interstisialis, gigi Hutchinson, gigi mulberry, gangguan nervus VIII sehingga
mengakibatkan tuli, neurosifilis, skeloris pada tulang menyerupai pedang
(saber sign), perforasi palatum durum dan septum nasi akibat destruksi dari
gumma (saddle nose), penonjolan tulang frontal, fisura di sekitar rongga mulut
dan hidung disertai ragaden (sifilis rinitis infantil).4

20
Tabel 4. Gejala dan tanda sifilis kongenital2.

Gambar 10. Ruam eksematous di mulut

Gambar 11. Lesi mukokutaneus pada sifilis kongenital


F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis sifilis yaitu :
PEMERIKSAAN SEROLOGI3

21
Pemeriksaan serologi dilakukan apabila pasien telah menghasilkan
antibodi terhadap T. pallidum. Pemeriksaan serologi terdiri dari non-
treponema dan treponema. Pemeriksaan serologi non-treponema antara lain
Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin
(RPR). Pemeriksaan serologi treponema dapat menentukan antibodi spesifik,
antara lain Treponema pallidum haemagglutination assay (TPHA) dan
Treponema Pallidum Rapid (TP Rapid).3
Pemeriksaan Serologi Non-Treponema
1. Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
Pemeriksaan VDRL memberikan hasil reaktif pada 4-5 minggu setelah
infeksi. Prinsip VDRL adalah mengukur antibodi IgM dan IgG terhadap
materi lipoidal yang merupakan produk sel inang yang rusak. Pemeriksaan
VDRL merupakan pemeriksaan slide microflocculation menggunakan
antigen terdiri dari kardiolipin 0,03%, lesitin + 0,21% dan kolesterol
0,9%. Spesimen dapat berupa serum tanpa antikoagulan atau cairan
serebrospinal Pemeriksaan VDRL terdiri dari pemeriksaan kualitatif
dengan hasil pembacaan reaktif, reaktif lemah, dan non-reaktif, serta
pemeriksaan kuantitatif yaitu dalam bentuk.3
titer, misalnya 1:2, 1:4, 1:8, 1:16, dan seterusnya. Pemeriksaan VDRL
kualitatif sebagai tahap awal sebelum dilanjutkan pemeriksaan kuantitatif.
Pemeriksaan VDRL kuantitatif dengan pengenceran serum serial
bertujuan untuk mengevaluasi hasil pengobatan.3
Hasil pemeriksaan VDRL reaktif harus digabung dengan pemeriksaan
treponema reaktif lainnya. Hasil VDRL reaktif dapat bermakna infeksi
baru atau lama dengan treponema patogen, meskipun hasil positif palsu
biologi dapat terjadi. Hasil VDRL nonreaktif tanpa disertai gejala klinis
sifilis dapat berarti pasien tidak terinfeksi sifilis atau pasien telah
mendapat pengobatan yang efektif, sedangkan hasil VDRL non-reaktif

22
disertai gejala klinis dapat berarti sifilis primer dini atau fenomena
prozone pada sifilis sekunder.3
2. Rapid Plasma Reagin (RPR)
Pemeriksaan RPR merupakan pemeriksaan makroskopis
menggunakan kartu flocculation non-treponema. Antigen dibuat dari
modifikasi suspensi antigen VDRL terdiri dari choline chloride, EDTA,
dan partikel charcoal. Antigen RPR dicampur serum atau plasma yang
tidak dipanaskan di atas kartu yang dilapisi plastik.3
Prinsip pemeriksaan RPR adalah mengukur antibodi IgM dan IgG
terhadap materi lipoidal yang dihasilkan dari kerusakan sel inang. Jika di
dalam sampel ditemukan antibodi, maka akan berikatan dengan partikel
lemak dari antigen membentuk gumpalan. Partikel charchoal beraglutinasi
dengan antibodi dan akan terlihat seperti gumpalan di atas kartu putih.
Apabila antibodi tidak ditemukan dalam sampel, maka akan terlihat
campuran berwarna abu-abu.3
Sampel untuk pemeriksaan RPR dapat berupa serum ataupun plasma
EDTA. Pemeriksaan RPR dapat secara kualitatif dan kuantitatif.
Pemeriksaan kualitatif yaitu serum atau plasma diletakkan di atas kartu
pemeriksaan (18-mm circle of the RPR test card) kemudian ditetesi
suspensi antigen yang sudah stabil. Kartu pemeriksaan kemudian diputar
selama 8 menit dengan kecepatan 100 rpm. Antibodi antikardiolipin
menyebabkan penggumpalan atau butiran-butiran kasar pada spesimen.1
Pemeriksaan RPR kuantitatif dilakukan dengan pengenceran spesimen
serum dengan hasil non-reaktif (sedikit butiran) pada pemeriksaan
kualitatif. Pada uji kuantitatif, RPR selalu memberikan hasil positif
dengan titer lebih dari sama dengan 1:16. Tingginya kadar antibodi RPR
berkaitan dengan aktivitas infeksi sifilis. Hasil pemeriksaan RPR
kuantitatif digunakan untuk memantau dan mengevaluasi aktivitas
penyakit.3

23
Hasil RPR reaktif dapat bermakna infeksi baru atau lama dengan
patogen treponema, meskipun hasil reaksi positif palsu dapat pula terjadi.
Hasil reaksi positif palsu dapat disebabkan oleh kesalahan laboratorium
dan serum antibodi yang tidak ada hubungannya dengan sifilis (akibat
faktor infeksi lain dan non-infeksi). Hasil RPR non-reaktif tanpa gejala
klinis sifilis berarti tidak terinfeksi atau penderita telah mendapatkan
pengobatan yang efektif. Apabila hasil RPR non-reaktif disertai gejala
klinis dapat berarti sifilis primer dini atau reaksi prozone pada sifilis
sekunder.3
Pemeriksaan Treponema
Pemeriksaan treponema digunakan untuk mengukur kadar antibodi
spesifik yang timbul sebagai respons terhadap komponen antigen T. pallidum.
Indikasi utama adalah mengonfirmasi hasil positif pemeriksaan nontreponema
dan tidak dapat untuk memantau hasil terapi. Pemeriksaan treponema yang
sering dilakukan adalah TPHA dan TP Rapid.3
1. Treponema Pallidum Haemagglutination Assay (TPHA)
Pemeriksaan TPHA menerapkan teknik hemaglutinasi tidak langsung
(indirek hemaglutinasi) untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap T.
pallidum. Pemeriksaan memakai sel darah merah unggas/domba yang
dilapisi komponen T. pallidum. Prinsip TPHA adalah adanya antibodi T.
pallidum akan bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada
eritrosit unggas/domba, sehingga terbentuk aglutinasi dari eritrosit
tersebut.3
Pemeriksaan TPHA di awali dengan metode kualitatif. Tahapan
pemeriksaan adalah:
(1) serum diencerkan dengan larutan pengencer (diluents) yang
mengandung koloni treponema Reiter non-patogenik sehingga seluruh
antibodi terserap,

24
(2) serum diteteskan pada lempeng mikrotiter dan pada tes sel yaitu
eritrosit-eritrosit tersensitisasi kuman mati spesies T. pallidum (galur
Nichols).3
Setelah diinkubasikan selama 45-60 menit, amati derajat aglutinasi.
Hasil positif ditandai gumpalan-gumpalan eritrosit dengan gambaran
seperti permadani, hasil negatif menunjukan adanya titik merah di tengah
dasar sumur.3

Gambar 12. Hasil sampel yang menunjukan hasil aglutinasi positif


dilanjutkan ke uji semi kuantitatif.
Pemeriksaan TPHA semi kuantitatif dilakukan dengan cara: setelah
semua komponen kit dan sampel dikondisikan suhu kamar, semua reagen
dihomogenkan perlahan. Sumur mikrotitrasi disiapkan dan diberi label no.
1 sampai 8. Pengenceran sampel dibuat di sumur berbeda dengan sumur
mikrotitrasi dengan mencampur 190 µL diluent dan 10 µL sampel. Sumur
no. 1 dikosongkan, pada sumur no. 2 – 8 ditambahkan 25 µL diluent.
Sumur no. 1 dan 2 ditambahkan 25 µL sampel yang telah diencerkan.
Campuran sumur 2 dipipet 25 µL ditambahkan pada sumur 3, lalu
dihomogenkan seterusnya sampai sumur 8. Campuran sumur 8 dipipet 25
µL dan dibuang. Kontrol sel 75 µL ditambahkan pada sumur no. 1,
dihomogenkan. Tes sel 75 µL ditambahkan pada sumur no. 2-8,
dihomogenkan. Setelah sumur diinkubasikan selama 45-60 menit baca

25
aglutinasi dan tentukan titernya. Titer dibaca berdasarkan pengenceran
tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi. Sumur 1 merupakan titer
kontrol sel, sumur 2 titer 1:80, sumur 3 titer 1:160, sumur 4 titer 1:320,
sumur 5 titer 1:640, sumur 6 titer 1:1280, sumur 7 titer 1:2560, dan sumur
8 titer 1:5120.3
Pemeriksaan TPHA secara teknis, pembacaan hasilnya mudah, cukup
spesifik, sensitif, serta hasil menunjukkan reaktif cukup dini. Faktor yang
memengaruhi hasil antara lain waktu pembacaan kurang dari 1 jam dapat
memberikan hasil positif palsu karena hemaglutinasi belum terbentuk
sempurna. Serum lisis juga dapat menyebabkan positif palsu.3
2. Treponema Pallidum Rapid (TP Rapid)
TP Rapid termasuk pemeriksaan spesifik treponema, mendeteksi
antibodi spesifik berbagai spesies treponema, sehingga tidak dapat
membedakan infeksi aktif dan non-aktif sifilis (terapi berhasil), serta tidak
dapat dipakai menilai hasil pengobatan. Keuntungan TP Rapid adalah
mudah, relatif singkat (10- 15 menit), spesimen berupa serum, plasma atau
whole blood, tidak memerlukan alat khusus, laboratorium khusus, ataupun
tenaga terampil dan dapat disimpan dalam suhu ruangan. Faktor yang
memengaruhi hasil adalah saat pembacaan karena pembacaan >20 menit
memberikan hasil positif palsu.TP Rapid dapat digunakan sebagai
pengganti TPHA dalam rangkaian pemeriksaan dengan RPR. Penggunaan
TP Rapid harus didahului pemeriksaan RPR, jika hasil positif dilanjutkan
pemeriksaan titer RPR untuk menentukan diagnosis.3

26
Gambar 13. Pemeriksaan TP Rapid. A. Reaktif, B. Non Reaktif.

Tabel 3. Interprestasi hasil tes serologis sifilis dan tindakan2.

27
Gambar 14. Algoritma sifilis.6
Keterangan: BPG: Benzatin penisilin G/Benzatin benzil penisilin G
(BBPG), PP: Penisilin prokain/prokain benzil penisilin, CSS: cairan
serebrospinal, IM: Intramuskuler, PO: Per oral, SC: Sub Cutan, IV:
Intravena. a: beberapa klinisi akan mengobati pasien sifilis yang memiliki
gejala neurologis sebagai neurosifilis meskipun hasil tes diagnostik CSS
negative.6

28
G. Diagnisis
Anamnesis
Terdapat gejala demam, ruam, malaise, sakit kepala lesi mukokutan,
limfadenopati yang nyeri pada penekanan, nyeri tenggorokan, malaise, dan
myalgia.6
Pemeriksaan fisik
Stadium I
Timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum yang mempunyai sifat khusus.
Sifat- sifat ulkus terebut:
- Tidak nyeri (indolen)
- Sekitar ulkus teraba keras (indurasi)
- Dasar ulkus bersih dan berwarna merah seperti lak Soliter (biasanya hanya
1-2 ulkus)
- Lokasi ulkus ini pada laki-laki biasanya terdapat pada preputium, ulkus
koronarius, batang penis dan skrotum. Pada wanita di labium mayora dan
minora, klitoris dan bisa juga pada serviks. Ulkus bisa terdapat ekstra
genital misalnya pada anus, rektum, bibir, mulut, lidah, tonsil, jari, dan
payudara.11
Stadium II
Lesi sekunder timbul 4-10 minggu setelah timbulnya lesi primer.
1. Lesi dikulit berbentuk macam-macam:
- roseolae syphilitica merupakan makula yang pertama timbul
- papulo-sirsiner: papulae yang timbul kemudian yang menyusun diri
menjadi setengah lingkaran atau satu lingkaran penuh.
- Korona veneris; gerombolan papulae yang trdapat di dahi/muka.
- Kondilomata lata (bila 1 lesi: kondiloma latum) banyak papula yang tebal
berwarna putih ke abu-abuan, basah, berbentuk bulat/bulat lonjong,
terdapat didaerah yang lembab seperti: genetal, perineum, anus, aksila.

29
- Bila lesi-lesi di atas menyembuh mungkin meninggalkan bekas berupa
makula hipopigmentasi disebut lekoderma sifilitika.11
2. Lesi pada mukosa mulut:
- mucous patch/muqous plaque.
- Ulkus (snail track ulcer): ulkus yang melingkar seperti jalannya siput,
didapatkan pada palatum atau mukosa pipi.
3. Lesi di kepala rambut
4. Pembesaran getah bening generalisata dengan sifat-sifat: soliter, tidak
nyeri dan tidak saling melekat.11

Latent Syphilis Pada fase ini tidak ada gejala klinis tetapi pemeriksaan
serologisnya positif.11

Stadium III

Berupa gumma. Dimulai dengan timbulnya granuloma di dalam jaringan


(otot, tulang, dsb) yang kemudian memecah kepermukaan membemtuk ulkus
yang dalam dengan dasar tertutup pus. Tepi ulkus meninggi dan keras
dindingnya curam (seperti dilubangi). Proses gumma juga terjadi pada laring,
paru, gastrointestinal, hepar dan testis. Pada kardiovaskuler, sifilis IIl
menyebabkan miockarditis, gangguan katup jantung dan aneurisma aorta.11

H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah palmoplantar psoriasis. Palmoplantar psoriasis
merupakan penyakit non infeksi, yang merupakan salah satu manifestasi klinis
dari psoriasis. Penyakit ini terutama terjadi pada telapak tangan dan kaki.
Manifestasi penyakit ini berupa lesi kemerahan berkonfluens tanpa bentuk
plak yang jelas. Pada beberapa kasus dapat ditemukan plak dengan skuama
pada telapak tangan dan kaki. Lesi yang terbentuk biasanya berwarna
kemerahan dan berbatas tegas7.

30
Diagnosis banding sifilis adalah pitiriasis rosea.Gambaran klinis pasien
pitiriasis rosea biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa usia 10-40 tahun.
Pasien biasanya mengalami demam, sefalgia, mialgia, malaise, dan hilangnya
nafsu makan. Pasien dengan pitiriasis rosea biasanya ditandai dengan adanya
lesi primer yang dikenal dengan herald patch. Lesi sekunder kemudian
biasanya akan timbul dalam 5 hingga 15 hari. Lesi kulit biasanya terjadi pada
lengan, leher, dada, perut, dan telapak tangan dan telapak kaki disertai gatal
dan berbentuk seperti cemara terbalik. Sampai saat ini belum diketahui
penyebabnya, namun studi menemukan bahwa pitiriasis rosea dihubungkan
dengan cuaca, virus dan penggunaan obat-obatan.7
1. Sifilis primer (SI)5
Stadium I Dasar diagnosis SI sebagai berikut. Pada anamnesis dapat
diketahui masa inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula
gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting
ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar, bulat/lonjong, teratur,
indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri jika
disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen,
tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik
setelah beberapa minggu bereaksi positif lemah. 5
Sebagai diagnosis banding dapat dikemuka- kan berbagai penyakit.
a. Herpes simpleks Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal nyeri,
lesi berupa vesikel di atas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika
telah pecah tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan
polisiklik, tidak terdapat indurasi.5

31
Gambar 15. Infeksi Virus Herpes Simplex, Gingivostomatitis primer11

b. Limfogranuloma venereum (L.G.V.) Afek primer pada L.G.V. tidak


khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan biasanya cepat
hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda
radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V.
disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia. 5

Gambar 16. Dupleks pada kedua lipat paha, tampak limfadenitis12


c. Ulkus mole Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari satu, disertai
tanda-tanda radang akut, terdapat pus dindingnya bergaung.
Haemophilus Ducrey positif. Jika terjadi limfadenitis regional juga
diser tai tanda-tanda radang akut, terjadi supuras serentak. Awalnya
kelainan kulit berupa papul, kemudian menjadi vesikopustul pada
tempat inokulasi, kemudian pecah menjadi ulkus. Ulkus berukuran
kecil, lunak saat diraba, tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan,
pinggiran tidak rata, dan dikelilingi halo yang eritematosa.5

32
Gambar 17. Ulkus multiple, berbatas tegas, dasar tertutup jaringan
granulosa dan terdapat secret.11

Gambar 18. Terdapat ulkus multiple, kulit sedkitar ukjus tampak


meradang tampak gambaran kissing ulcer.11

2. Sifilis skunder (SII)


Dasar diagnosis S Il sebagai berikut. S Il timbul enam sampai
delapan minggu sesudah SI. Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat
menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk membedakannya dengan
penyakit lain ada beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya
ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alat genital (S I) yang tidak
nyeri. 5
Klinis yang penting umumnya berupa kelain- an tidak gatal. Pada S II
dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki juga
dikenai. Pada S Il lambat terdapat kelainan setempat- setempat,

33
berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu, misalnya: arsinar,
polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes
serologik positif kuat pada I dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut. 5
Seperti telah diterangkan, sifilis dapat me- nyerupai berbagai
penyakit karena itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya se-
bagian yang akan diuraikan.
a. Erupsi obat alergik Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya
alergi karena obat yang dapat disertai demam. Kelainan kulit
bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema sehingga
mirip roseala pada S I. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis
biasanya tidak gatal. 5

Gambar 19. Erupsi obat alergi pada dorsum penis:


trimethoprim-sulfamethoxazole(11)
b. Pitiriasis rosea Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama
di pinggir dengan skuama halus, berben- tuk lonjong, lentikular,
susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak
disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II. 5

34
Gambar 20. Tampak makua eritematus, tertutup skuama tipis,
terdapat mother plaque.11

c. Kondiloma akuminatum Penyakit ini mirip kondiloma lata,


kedua-duanya berbentuk papul. Perbedaannya: pada kondiloma
akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing, sedangkan
papul pada kondiloma lata permukaannya datar serta eksudatif. 5

Gambar 21. Kondiloma akuminata pada mukosa bibir11


3. Sifilis tersies (SIII)
Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat
pada penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes
serologik pada S III dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang

35
penting ialah anamnesis, apakah penderita tersangka menderita SI atau S Il
dan pemeriksaan histopatologik.5
Mikosis dalam yang dapat menyerupai S II ialah sporotrikosis dan
aktinomikosis. Perbeda- annya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang
terletak sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada
pembiakan akan ditemu- kan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat
jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas infiltrat yang melunak
seperti guma S I. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan abdomen.
Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fistel multipel; pada pusnya
tampak butir-butir kekuningan yang disobut sullur granules. Pada biakan
akan tumbuh Actinomyces.5

Gambar 22. Sporotrikosis tipe limfangitis akut

I. Tatalaksana
1. Terapi13
Penisilin Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut
dapat menembus plasenta sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat
menyem- buhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.13
Kadar yang tinggi dalam serum tidak di- perlukan, asalkan jangan
kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus bertahan
dalam serum selama sepuluh sampai empat belas hari untuk sifilis dini dan
lanjut, dua puluh satu hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular.

36
Jika kadamya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh
empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.13
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh
empat jam, jadi bersifat kerja singkat.
b. Penislin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan
dalam serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per
oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cema kurang
dibandingkan dengan suntikan. 13
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-
masing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari,
dan yang ketiga biasanya setiap minggu. 13
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat
dalam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak
perlu di- suntk setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain
dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan. yakni tidak dianjurkan
untuk neuro- siflis karena sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga
yang dianjurkan ialah penisilin G prokain. dalam akua. Karena penisilin G
benzatin memberi rasa nyer pada tempat suntikan, ada penyelidik yang
tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi Demikian pula PAM
memberi rasa nyeri pada empat suntikan dan dapat mengakibatkan abses
jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan .13
Tentang cara pemberlan dan dosisnya dalam kepustakaan agak
berbeda-beda.

37
Sifilis Primer
1. Penisilin G benzatin dosis 4, juta unit secara IM(2,4 juta) dan
diberikan 1 kali seminggu
2. Penisiin G prokain, dosis total 6 juta unit, diberi 0,6 juta unit/hari
selama 10 hari
3. PAM(penisilin prokain +2% aluminium monostrerat. Dosis total 4,8
juta unit/kali 2 kali seminggu.13

Sifilis sekunder sama seperti sifilis primer

1. Penisilin G benzatin dosis 4, juta unit secara IM(2,4 juta) dan


diberikan 1 kali seminggu
2. Penisiin G prokain, dosis total 6 juta unit, diberi 0,6 juta unit/hari
selama 10 hari
3. PAM(penisilin prokain +2% aluminium monostrerat. Dosis total 4,8
juta unit/kali 2 kali seminggu.13

Sifilis laten

1. Penisilin G benzatin, dosis total 7,2 juta unit


2. Penisilin G prokain, dosis total 12 juta unit (0, jutaunit/hari)
3. PAM dosis total 7,2 juta unit (1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu).13

Sifilis tersier

1. Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit


2. Penisilin G prokain, dosis total 18 juta unit (0,6 juta unit/hari)
3. PAM, dosis tota 9,6 juta unit (1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu)
pemantauan serologic pada bulan 1, 3,6 dan 12 dan setiap 6 bulan
pada tahun ke-2.13
Pada siflis kardiovaskular terapi yang dianjukan lalah dengan
penisilin G benzatin 9,6 juta unit diberikan 3 kali 24 juta unit, dengan

38
interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjukan ialah penisilin
G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v.
setiap 4 juta selama 10-14 hari.13
Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya alkah penisilin G prokain
dalam akua 100.000-150.000 satuan/kgBB per hari, yang diberikan 500
unit/kgBB, i.m., setiap hari selama 10 hari.13
ANTIBIOTIK LAIN
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan
sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin. 13
Di bagian kami bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan
tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau eritromisin 4 x 500 mg/hari, atau
doksisiklin 2 x 100 mg/hari Lama pengobatan 15 hari bagi SI dan S Il dan
30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya
meragukan. Doksisiklin absorbisinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni
0-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat yang lain ialah
golongan sefalosporin, salnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 Juga
seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal Im, atau i.v. selama 15 hari.
Azitromicin juga dapat digunakan untuk S1 dan SII, dosisnya 500 mg per
hari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari.13

2. Terapi untuk ibu hamil4


Terapi adekuat untuk perempuan hamil dengan infeksi sifilis penting
untuk mengobati infeksi pada ibu, mencegah penularan ke janin, dan
menangani sifilis yang telah terjadi ke janin. Antibiotik penisilin benzatin
G (level of evidence and strength of recommendation 1A) merupakan
terapi pilihan utama untuk sifilis pada kehamilan. Terapi menurut CDC
dan Dirjen P2P Kemenkes RI adalah injeksi intramuskular penisilin
benzatin G 2,4 juta unit dosis tunggal untuk sifilis stadium primer,
sekunder, dan laten dini sedangkan dosis diulang 1 minggu kemudian

39
selama 3 minggu (total 7,2 juta unit) untuk sifilis laten lanjut, tersier, atau
tidak diketahui riwayat infeksi sebelumnya. Kadar treponemasid antibiotik
harus dicapai dalam serum dengan durasi 7-10 hari agar mencakup masa
replikasi yang berlangsung selama 30-33 jam. Sampai saat ini belum ada
laporan mengenai bakteri T. pallidum resisten terhadap penisilin.4
Alergi penisilin dilaporkan terjadi pada 5- 10% perempuan hamil.
Pada perempuan hamil dengan sifilis, penggunaan antibiotik lain tidak
direkomendasikan. Beberapa antibiotik lain telah dievaluasi untuk terapi
sifilis seperti doksisiklin (level of evidence and strength of
recommendation 3B) dan eritromisin (level of evidence and strength of
recommendation 5D). Doksisiklin kontraindikasi untuk perempuan hamil
sedangkan eritromisin kurang efektif karena tidak dapat menembus sawar
darah plasenta.4
Terapi rekomendasikan pada perempuan hamil dengan alergi
penisilin adalah desensitisasi penisilin. Desensitisasi penisilin merupakan
prosedur dimana pasien dipaparkan penisilin dengan dosis bertahap
hingga mencapai dosis efektif. Setelah itu pasien diberikan terapi penisilin
yang sesuai. Prosedur desensitisasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
terlatih dengan ketersediaan alat untuk menangani reaksi anafilatik.4

J. Prognosis
Pada sifilis dini yang diobati, angka pe- nyembuhan mencapal 95%
Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 har. Pembesaran kelenjar getah
bening akan menetap berminggu-minggu.13
Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S1 dan SIL. Kambuh klinis
umumnya terjadi setehun sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut,
tenggorok, dan regio perianal. Di samping itu dikenal pula kambuh serologik,
yang berarti TSS yang negatif menjadi positif atau yang telah positif menjadi

40
makin positif. Rupanya kambuh serologik ini mendahului kambuh klinis.
Kambuh klinis pada wanita juga dapat bermanifestasi pada bayi berupa sifilis
kongenital. 13
Pada sifilis laten lanjut prognosisnya baik, prognosis pada sifilis
gumatosa bergantung pada alat yang dikenal dan banyaknya kerusakan,
Dengan melihat hasil TS.S. pada sifilis lanjut sukar ditentukan prognosisnya.
TS.S. yang tetap positif lebih daripada 60%, meskipun telah mendapat terapi
yang adekuat. Umumnya titer skan menurun, jika meningkat menunjukkan
kambuh dan memerlukan terapi ulang. 13
Pada sifilis kardiovaskular, prognosisnya sukar ditentukan. Pada aortitis
tanpa komplikasi prognosisnya baik. Pada payah jantung prog- nosisnya
buruk. Aneurisma merupakan komplikasi karena sekonyong-konyong dapat
berat mengalami ruptur Meskipun demikian sebagian penderita dapat hidup
sampai 10 tahun atau lebih Prognosisnya pada wanita Jebih baik daripada
pria.13
Pada kelainan arteria koronaria, prognosis- nya bergantung pada derajat
penyempitan yang berhubungan dengan kerusakan miokardium. Pada setiap
stadium sifilis kardiovaskular pen- derita dapat meninggal secara mendadak
akibat oklusi muara arteria koronaria, ruptur aneurisma, atau kerusakan katup.
Prognosis neurosifilis bergantung pada tem- pat dan derajat kerusakan.5
Sel saraf yang telah rusak bersifat irreversibel. Prognosis neurosifilis pada
sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis
asimtomatik pada stadium lanjut prognosisnya juga baik, kurang daripada 1%
memerlukan terapi ulang. Pada kasus sifilis meningitis penyembuhan lebih
dari- pada 50%. Pada demensia paralitika ringan 50% menunjukkan
perbaikan. Pada tabes dorsalis hanya sebagian gejala akan menghilang,
sedang- kan yang lain menetap.5
Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut prognosisnya
bergantung pada ke- rusakan yang telah ada. Stigmata akan menetap,

41
misalnya keratitis interstisialis, ketulian nervus VIII, dan Clutton's joint.
Meskipun telah diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap
positif.5

42
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete,
Treponema pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi
menular seksual.Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia
yang disebabkan oleh treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis (telah
eradikasi), frambusia (T. pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika
Selatan).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis
kongenital(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan)dan sifilis
yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau jarum suntik
dan produk darah yang tercemar).
Laporan World Health Organization (WHO) menyebutkan pada tahun
2018 menyebutkan diperkirakan terdapat 6 juta kasus baru sifilis di seluruh
dunia. Prevalensi sifilis pada populasi kunci menurut laporan WHO pada
2018 adalah 3,2% (0-35,2%) pada wanita pekerja seks dan 6% (0-36,7%)
pada LSL(lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki).
Tidak semua neonatus yang lahir dari ibu terinfeksi sifilis akan
mengalami sifilis kongenital. Risiko sifilis kongenital berhubungan langsung
dengan stadium sifilis maternal selama kehamilan dan durasi paparan janin
dalam rahim. Risiko lebih tinggi terjadi selama stadium awal infeksi. Infeksi
T. pallidum sangat tinggi selama 4 tahun pertama setelah terinfeksi dan
kemudian menurun selama stadium sifilis akhir. Perempuan hamil dengan
infeksi sifilis awal (primer dan sekunder) yang tidak mendapatkan pengobatan
adekuat menularkan infeksi ke janin sebesar 50-60% sedangkan pada infeksi
lanjut (laten atau tersier) sebesar 10-20%. Bakteri Treponema pallidum dapat

43
melewati plasenta sejak usia gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi janin
meningkat seiring usia gestasi.
Infeksi sifilis dapat terjadi transplasenta selama kehamilan atau pada
waktu kelahiran melalui kontak bayi baru lahir dengan lesi genital. Laktasi
tidak dapat menularkan infeksi ke janin kecuali terdapat lesi di payudara. Saat
ini diyakini bahwa transmisi sifilis dari ibu hamil ke janin dapat terjadi sampai
janin memiliki respons imun cukup, yaitu pada trimester pertama dengan
risiko infeksi janin meningkat seiring usia gestasi.
Pemeriksaan serologi dilakukan apabila pasien telah menghasilkan
antibodi terhadap T. pallidum. Pemeriksaan serologi terdiri dari non-
treponema dan treponema. Pemeriksaan serologi non-treponema antara lain
Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin
(RPR). Pemeriksaan serologi treponema dapat menentukan antibodi spesifik,
antara lain Treponema pallidum haemagglutination assay (TPHA) dan
Treponema Pallidum Rapid (TP Rapid).

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryani,D.P.A., Sibero,H.T., SYPHILIS. Medical Faculty of Lampung


University, Journal majorty. Desember 2014;3(7):7-16
2. Daili,S.F.,Indriatmi,W., Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk Pengendalian
Sifilis Di Layanan Kesehatan Dasar. Kemenkes RI:2013
3. Aliwardani,A., Fatiharani,P., Rosita,F.,Ellistasari,E.Y., Pemeriksaan Serologi
untuk Diagnosis Sifilis. Jurnal Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Otober
2021;48(11):380-384
4. Darmawan,H.,Purwoko,I.H.,Devi,M., Sifilis Pada Kehamilan.Journal of
Medicine.2020;3(1):73-83
5. Djuanda.A., Ilmu penakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5,cetakan ke-5-
jakarta:FKUI 2010
6. Rinandari,U., Sari,E.Y.E., Terapi Sifilis Terkini. Jurnal Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. Juni 2020;47(9): 647-658
7. Priyadarshini,I.A.U.,Wijaya,E.,Puspawati,N.M.D., Sifilis sekunder pada
seorang remaja perempuan: laporan kasus. Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. September 2021;12(2):
728-735
8. Murlistyarini,S.,Prawitasari,S., Ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Edisi-
cetakan pertama:UB pres 2018
9. Kora,F.T., Dasuki,D., Ismail,D., pengetahuan tentang infeksi menular seksual
dengan perilaku seksual tidak aman pada remaja putri maluku tenggara barat
di daerah istimewa Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Reproduksi. April
2016;3(1): 50 – 59
10. Elfrida, Elvinawati. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan
Serologi. Jurnal Kesehatan Andalas, 2014: 3(3); 572-587
11. Soetomo., Penakit kulit dan kelamin. Edisi2-surabaya: Fk Utomo/RSUD 2010

45
12. Siregar., Saripati Penyakit kulit. Edisi2-jakarta: Atlas 2002
13. Menaldi,S.L., Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke7, cetakan ke7-jakarta;
FKUI.2018

46

Anda mungkin juga menyukai