Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

POTENSI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN


AGROPOLITAN DI DESA BATANG KECAMATAN
BONTOTIRO KABUPATEN BULUKUMBA

Oleh :

KASMILAWATI

60800118027

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah memberikan nikmat kesehatan, salam serta shalawat bagi
Nabi Muhammad SAW. Sehingga hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Dengan judul “Pengaruh Pengembangan Kawasan
Agropolitan Di Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba”.

Dengan selesainya proposal penelitian ini saya telah berupaya semaksimal


mungkin namun saya menyadari masih banyak kekurangan baik dalam segi isi
maupun penulisan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca demi sempurnanya proposal penelitian ini. Oleh
Karena itu pada kesempatan kali ini saya meyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Irsyadi Siradjuddin, S.P, M.Si selaku dosen pengampu mata


kuliah Workshop PWK Terpadu
2. Ibu Henny Haerany G, Dr., S.T., M.T selaku dosen pengampu mata
kuliah Workshop PWK Terpadu

Saya berharap, semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat terutama


dalam hal menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca. Saya menyadari
bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna. Mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila pada proposal penelitian ini masih banyak kesalahan
didalamnya. Sekian dan terima kasih.

Bulukumba, 9 Mei 2021

Kasmilawati

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Kasmilawati

Nim : 60800118027

Jurusan : Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota

Fakultas : Sains Dan Teknologi

Judul Proposal : Potensi Wilayah Dalam Pengembangan Kawasan


Agropolitan Di Desa Batang Kecamatan Bontotiro
Kabupaten Bulukumba

Mengetahui :

Dosen Mata Kuliah Workshop PWK Terpadu

Henny Haerany G, Dr., S.T.,M.T Irsyadi Sirajuddin, S.P.,M.Si

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................4
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian..........................................................4
D. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................4
E. Sistematika Laporan............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pengembangan Kawasan...................................................6
B. Pengertian Umum...............................................................................7
C. Kerangka Pikir Penelitian................................................................15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................16
B. Jenis dan Sumber Data......................................................................16
C. Metode Pengumpulan Data...............................................................17
D. Populasi dan Sampel Penelitian........................................................17
E. Variabel Penelitian............................................................................18
F. Analisis Data.....................................................................................18
G. Definisi Operasional.........................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Bartik dalam Saragih (2018), pengembangan potensi


ekonomi lokal dilakukan melalui peningkatan dalam kapasitas ekonomi
lokal untuk menciptakan kesejahteraan bagi penduduk lokal. Peningkatan
yang dimaksud akan terjadi apabila sumber daya lokal, seperti tenaga kerja
dan lahan, dimanfaatkan dengan lebih produktif. Oleh karena itu,
pemerintah membuat kebijakan mengenai peningkatan produksi dan
produktivitas pertanian.

Sektor pertanian terus memberikan kontribusi positif untuk


perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat melalui besaran Produk Domestik
Bruto (PDB) yang mengalami peningkatan dari sebesar Rp 1,058,245.30
pada tahun 2011 hingga mencapai sebesar Rp 1,600,399.3 pada tahun
2015 (BPS, 2016). Keberadaan sektor pertanian dapat memberikan
pengaruh terhadap pengembangan wilayah (Mc Douglass dan Friedman
dalam Saragih, 2015)

Tujuan pengembangan pertanian yang dapat dicapai secara sektoral


mencakup hasil produksi, pendapatan, dan lapangan kerja (Adisasmita,
2005). Pada Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, pemberdayaan masyarakat perdesaan ditujukan
diantaranya untuk mempertahankan kawasan lahan abadi pertanian pangan
untuk ketahanan pangan. Menurut Saragih ( 2015) Tujuan ini hendak
dicapai melalui penataan ruang kawasan perdesaan yang dapat berbentuk
kawasan pertanian dan dapat dilakukan di tingkat kecamatan dan
perdesaan.

Pertanian adalah proses produksi yang didasarkan pada


pertumbuhan tanaman dan termasuk industri primer yang di dalamnya

1
terdapat pengorganisasian sumber daya tanah, air, mineral, serta modal
dalam berbagai bentuk pengelolaan, mulai dari tenaga kerja untuk
memproduksi dan memasarkan berbagai barang yang diperlukan oleh
manusia. ( Hanafie, 2010)

Pada dasarnya pengembangan kawasan pedesaan diarahkan untuk


melakukan pemberdayaan masyarakat, mempertahankan kawasan lahan
abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan dan penjagaan
keseimbangan pembangunan. Tujuan ini hendak dicapai dengan kebijakan
penataan ruang kawasan pedesaan yang dapat berbentuk kawasan
agropolitan. (Saragih, 201 5)
Dalam Q.S Al – Baqarah/2 : 22 Allah berfirman:

‫ َز َل ِم َن‬M‫ٓا ًء ۪ َّو اَ ۡن‬MMَ‫ َمٓا َء بِن‬M ‫الس‬ ً ‫ض فِ َر‬


َّ ‫ا َّو‬M ‫اش‬ َ ‫ل لَ ُک ُم ااۡل َ ۡر‬M َ M‫لَّ ِذ ۡی َج َع‬
‫ َدادًا‬M‫وا ہّٰلِل ِ اَ ۡن‬Mۡ Mُ‫ت ِر ۡزقًا لَّ ُکمۡ ۚ فَاَل تَ ۡج َعل‬
ِ ‫ال َّس َمٓا ِء َمٓا ًء فَا َ ۡخ َر َج بِ ٖہ ِم َن الثَّ َم ٰر‬
ُ َ‫َّو اَ ۡنتُمۡ تَ ۡعل‬
ۡ ‫مو‬

Terjemahnya :

“Dialah yang menjadikan bumiَ sebagai hamparan bagimu dan langit


sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah, padahal kamu mengetahui”

Allah SWT menghasilkan dengan hujan itu buah-buahan sebagai


bagian dari rezeki kamu, sama dengan kata air, kata rezekipun berbentuk
Nakirah, yang dalam ayat ini mengandung makna sebagian. Jika demikian,
sumber rezeki bukan hanya buah-buahan yang tumbuh akibat hujan, tetapi
masih banyak lainnya yang terhampar di bumi ini (Tafsir Al Misbah:122)4
.

2
Artinya bahwa langit dan bumi telah Allah ciptakan untuk kita jaga
dan manfaatkan sebagaimana mestinya. Dan mencari rezeky dari
hamparan bumi, sama halnya dengan kawasan agropolitan yang jika
dikembangkan tentu memberi pengaruh terhadap masyarakat.

Permasalahan yang muncul dalam upaya pengembangan kawasan


agropolitan adalah kesenjangan antara kebijakan strategis, penerapannya
di lapangan dan berkurangnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat perdesaan. Padahal kita ketahui bahwasanya daerah perdesaan
memiliki potensi yang produktif. Sehingga Pengembangan agropolitan
menjadi suatu tantangan dalam menghadapi pengembangan suatu wilayah
dengan mengupayakan terjadinya peningkatan struktur perekonomian
yang lebih berimbang pada peningkatan sector pertanian, sarana dan
prasarana penunjang kegiatan agropolitan.

Kabupaten Bulukumba sebagai salah satu kabupaten di Provinsi


Sulawesi Selatan yang memiliki kawasan pertanian yang sangat potensial
untuk dijadikan sebagai kawasan agropolitan. Hal ini dimungkinkan
karena didukung potensi sumber daya alam pertanian yang dikelola secara
optimal dan pemanfaatan itu diharapkan dapat diterapkan secara bijaksana
dengan memperhatikan kelestarian Sumber Daya Alam (SDA).

Komoditas tinggi sector pertanian di Kabupaten Bulukumba


mengalami kendala dalam mengembangkan wilayahnya. Hal ini
berdampak pada kemajuan Kabupaten Bulukumba. Apabila dilihat lebih
lanjut, Kabupaten ini memiliki potensi yang cukup tinggi, namun tidak
didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Dengan
tidak adanya fasilitas penunjang ini tentunya akan menurunkan kualitas
pertanian di Kabupaten Bulukumba.

Kabupaten Bulukumba terdiri dari 10 Kecamatan, salah satunya


Kecamatan Bontotiro. Kecamatan Bontotiro memiliki 13 desa/kelurahan
dengan luas wilayah 78,34 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 21.390

3
jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 9.198 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 12.192 jiwa

Penetapan Kecamatan Bontotiro sebagai pengembangan Kawasan


agropolitan berdasarkan pada luas wilayah Kecamatan Bontotiro sebesar
7.834 ha. Selain itu terdapat lahan pengembangan berbagai sektor meliputi
sektor perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan dan lain sebagainya,
memiliki komoditas unggulan serta sebagian besar masyarakatnya bermata
pencaharian utama di sektor pertanian. Komoditas yang menjadi unggulan
di Kecamatan Bontotiro adalah pertanian.

Dilihat dari penggunaan lahannya, hal tersebut belum mampu


terealisasi secara maksimal karena sarana dan prasarana penunjang untuk
mendukung pengembangaan kawasan agropolitan di Kecamatan Bontotiro
belum memadai dan kondisi akses atau jaringan jalan menuju kawasan
agropolitan tersebut. Begitupun dengan moda transportasinya yang belum
memadai di daerah tersebut sehingga produk di daerah ini belum
terdistribusi secara maksimal ke daerah lainnya utamanya ke pusat kota
Bulukumba sebagai pusat kegiatan wilayah.

Untuk membantu menunjang pengembangan kawasan agropolitan


di Kecamatan Bontotiro juga dibutuhkan kerjasama dari pemangku
kepentingan dan kerjasama masyarakat. Agar tercipta pengembangan
kawasan agropolitan yang menyeluruh, terintegritasi dan berkelanjutan.
Dari uraian diatas penulis dapat mengangkat judul penelitian " Potensi
Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Batang Kecamatan
Bontotiro Kabupaten Bulukumba".

Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Bontotiro ini


dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian, sarana prasarana pertanian
dan meningkatkan perekonomian masyarakat di perdesaan khususnya
masyarakat di Desa Batang Kecamatan Bontotiro.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa potensi wilayah Di Desa Batang Kecamatan Bontotiro
Kabupaten Bulukumba dalam pengembangan kawasan
agropolitan?
2. Bagaimana strategi pengembangan kawasan agropolitan di Desa
Batang Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apa saja potensi yang terdapat di Desa Batang
Kecamatan Bontotiro dalam pengembangan kawasan agropolitan
b. Untuk mengetahui bagaimana strategi dalam pengembangan
kawasan agropolitan di Desa Batang Kecamatan Bontotiro
Kabupaten Bulukumba.
2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu memberi


pengetahuan mengenai implementasi kebijakan kebijakan
pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Bontotiro serta
menambah pengetahuan mengenai pengaruh pengembangan kawasan
agropolitan di Desa Batang Kecamatan Bontotiro dan dapat dijadikan
bahan pertimbangan dan acuan pada penelitian selanjutnya dengan
topik yang sama.

D. Ruang Lingkup Penelitian


Dalam studi penelitian ini, ruang lingkup yang digunakan meliputi
ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup materi
bertujuan untuk membatasi lingkup wilayah kajian, sedangkan ruang
lingkup materi bertujuan untuk membatasi materi pembahasan.
1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah atau lokasi studi yang dijadikan objek
penelitian terletak di Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba
Provinsi Sulawesi Selatan yang terdiri dari 13 desa/kelurahan yaitu

5
Desa Caramming, Desa Pakubalaho, Desa Tritiro, Desa Ekatiro, Desa
Buhung Bundang, Desa Dwi Tiro, Desa Bonto Bulaeng, Desa Batang,
Desa Tamalanrea, Desa Bonto Tangnga, Desa Bonto Marannu, Desa
Bonto Barua, Desa Lamanda.
2. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dari penelitian ini yaitu membahas tentang
dampak yang akan ditimbulkan dengan adanya pengembangan
Kawasan agropolitan, dan implementasi kebijakan yang diberikan oleh
pemerintah dengan adanya pengembangan Kawasan agropolitan di
Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba.
E. Sistematika Laporan
Gambaran mengenai isi dari keseluruhan dari penelitian ini yang
terdiri dari rangkuman sub bab dari bab 1-3
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, dan ruang lingkup
penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan pengertian pengembangan kawasan,


pengertian Kajian Penelitian Terdahulu, dan Kerangka
Penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang lokasi dan waktu penelitian, jenis
dan sumber data, metode pengumpulan data, populasi dan
sampel, variabel penelitian, analisis data, dan definisi
operasional.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengembangan Kawasan


Pembangunan dan pengembangan (development) dilakukan untuk
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan dan
pengembangan itu dapat merupakan pembangunan fisik atau
pengembangan fisik, dan dapat merupakan pembangunan social dan
ekonomi atau pengembangan social ekonomi. (Jayadinata, T.Johara,
43:1992)
Pengembangan (development) mengandung pengertian pemekaran
(kuantitatif) dan perbaikian (kualitatif), sedangkan pengertian Kawasan,
wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya; ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang
batas sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki
ciri tertentu/spesifik (Kamus Tata Ruang, 51:1997)
Pengembangan kawasan atau wilayah mengandung pengertian arti
yang luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya yang
dilakukan untuk memperbaiki taraf kesejahteraan hidup pada suatu
wilayah tertentu. Tujuan pengembangan kawasan mengandung dua sisi
yang saling berkaitan. Disisi social ekonomis, pengembangan wilayah
adalah upaya memberikan atau meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
misalnya penciptaan pusatpusat produksi, memberikan kemudahan
prasarana dan pelayanan logistik, dan sebagainya.
Disisi lain secara ekologis pengembangan kawasan/wilayah juga
bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari
campur tangan manusia terhadap lingkungan. Alasan mengapa diperlukan
upaya pengembangan pada suatu daerah tertentu, biasanya terkait dengan
masalah ketidakseimbangan demografi, tingginyabiaya produksi,

7
penurunan taraf hidup masyarakat, ketertinggalan pembangunan, atau
adanya kebutuhan yang sangat mendesak (T.Fernandes, 24:2000)
Kebijakan pembangunan yang direncanakan secara jelas dan
terperinci dengan dasar peran aktif masyarakat serta dukungan dari pihak
aparat pelaksana yang baik merupakan suatu awal dari keberhasilan
perencana pembangunan yang akan dicapai. Kebijakan dan strategi yang
diterapkan haruslah bersifat menyeluruh dan terpadu antara sumberdaya
alam dan sumberdaya manusia. Kebijakan tersebut bertujuan untuk
mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan perairan. Selain itu,
pemanfaatan perairan adalah sebagai sarana dan media peragangan antar
wilayah maupun antar negara bagi kepentingan bangsa dan negara serta
mewujudkan pertahanan dan keamanan di wilayah perairan di Indonesia
(Sumdiningrat, 1999).
B. Pengertian Umum
1. Pengertian Agropolitan
Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang
karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melaya-
ni, mendorong kegiatan pembangunan pertanian atau agrobisnis
(Manik et al., 2013). Agropolitan dapat diartikan sebagai upaya
pengembangan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang
karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang diharapkan dapat
melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian
(agribisnis) di wilayah sekitarnya. Kawasan agropolitan adalah
kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah
pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis.
Kawasan Agropolitan, terdiri dari kota pertanian dan desa-desa
sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan Batasan yang
tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih

8
ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Kawasan
Agropolitan adalah kawasan terpilih dari Kawasan agribisnis atau
sentra produksi pertanian terpilih di mana pada kawasan tersebut
terdapat kota pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan
agribisnis yang melayani, mendorong, dan memacu pembangunan
pertanian kawasan dan wilayah-wilayah sekitarnya.
Kawasan Agropolitan, terdiri dari kota pertanian dan desa-desa
sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang
tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih
ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada.
2. Pengembangan Kawasan Agropolitan
Pengembangan Kawasan Agropolitan, adalah pembangunan
ekonomi berbasis pertanian di kawasan agribisnis, yang dirancang dan
dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada
untuk mendorong berkembangnya usaha agribisnis yang berdaya
saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang
digerakan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah.
Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana penunjang
kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi,
dalam proses produksi, maupun setelah proses produksi. Upaya
tersebut dilakukan melalui pengaturan lokasi permukiman penduduk,
lokasi kegiatan produksi, lokasi pusat pelayanan, dan peletakan
jaringan prasarana.
Dengan kata lain, pengembangan agropolitan merupakan suatu
upaya memperpendek jarak antara masyarakat di kawasan sentra
pertanian dengan pusat-pusat pelayanan konvensional (yang
berkembang tanpa orientasi kuat pada pengembangan kegiatan
pertanian. Dengan demikian pusat-pusat pelayanan baru ini
(agropolitan) adalah pusat pelayanan dengan cakupan pelayanan
terbatas dan lebih berorientasi pada pelayanan kebutuhan masyarakat

9
pertanian. Menurut Estiadi (2008), konsep agropolitan adalah sebuah
pendekatan pengembangan suatu kawasan pertanian perdesaan yang
mampu memberikan berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
Masyarakat di kawasan produksi pertanian di sekitarnya, baik
pelayanan yang berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi,
maupun pelayanan sosial ekonomi.
Pendekatan agropolitan menggambarkan bahwa pembangunan
perdesaan secara beriringan dapat dilakukan dengan pembangunan
wilayah perkotaan pada tingkat lokal. Dalam konteks pengembangan
agropolitan terdapat tiga issu utama yang perlu mendapat perhatian,
yaitu: (1) akses terhadap lahan pertanian dan penyediaan pengairan; (2)
desentralisasi politik dan wewenang administrasi dari tingkat pusat dan
tingkat lokal; (3) perubahan paradigma/kebijakan pembangunan
nasional untuk lebih mendukung diversifikasi produk pertanian.
Melihat kota-kota sebagai site utama untuk fungsi-fungsi politik dan
administrasi, pendekatan pengembangan agropolitan di banyak negara
lebih cocok dilakukan di skala kabupaten.
3. Sistem Kawasan Agropolitan
Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta
kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di
kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pen- dekatan pengembangan
kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini
telah mengakibatkan terjadinya urban bias yaitu pengembangan kawasan
perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk mening- katkan kawasan
kesejahteraan masyarakat perdesaan justru berakibat sebaliknya yaitu
tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan. (Basuki, 2012)
Kawasan Sentra produksi pangan (agropolitan) bias terdiri atas :
1) Kawasan lahan pertanian (hinterland) berupa kawasan
pengolahan dan kegiatan pertanian yang mencakup kegiatan
pembersihan, budidaya pengelolaan pertanian. Penentuan
hinterland berupa kecamatan/desa didasarkan atas jarak

10
capai/radius keterikatan, ketergantungan kecamatan/desa pada
kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) di bidang ekonomi
dan pelayanan lainnya.
2) Kawasan pemukiman merupakan kawasan tempat bermukimnya
para petani dan penduduk kawasan sentra produksi pangan
(agropolitan).
3) Kawasan pengolahan dan indsutri merupakan kawasan tempat
penyelesaian dan pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan
dan dikirim keterminal agribisnis atau pasar kemudian
diperdagangkan. Dikawasan pengolahan bias berdiri pergudangan
dan industry yang mengolah langsung hasil pertanian menjadi
produk jadi.
4) Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum yang terdiri dari
pasar kawasan perdagangan, lembaga keuangan, terminal
agribisnis dan pusat pelayanan umum lainnya.
5) Keterkaitan antara kawasan sentra produksi pangan
(agropolitan) dengan kawasan lainnya, misalnya kawasan
permukiman, kawsan industry, dan kawasan konservasi alam.
4. Manfaat, Ciri-ciri dan Persyaratan Pembangunan Kawasan
Agropolitan
1) Manfaat Pembangunan Kawasan Agropolitan Manfaat yang
diperoleh melalui pembangunan kawasan agropolitan adalah
terciptnya wawasan agribisnis dan budaya industri (industrial
culture) pada masyarakat:
a) Berkembangnya kegiatan off-farm yang berupa
aktivitasaktivitas pasca panen, pengolahan, pemasaran dan
jasa-jasa.
b) Tumbuhnya industri-industri di pedesaan sehingga dapat
menciptakan nuansa perkotaan di desa.
c) Bertambahnya lapangan kerja.

11
d) Berkurangnya arus urbanisasi dan meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan
produktivitas dan nilai tambah.
2) Ciri-ciri Kawasan Agropolitan, suatu Kawasan agropolitan yang
sedang berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Sebagian besar masyarakat di kawasn tersebut
memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian
(agribisnis).
b) Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut di dominasi
oleh kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk di
dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian,
perdagangan hasil-hasil pertania (termasuk perdagangan
untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu
(sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa
pelayanan.
c) Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland
(daerahdaerah sekitarnya) di kawasan agropolitan bersifat
interdpendensi/ timbal balik yang harmonis dan saling
membutuhkan, di mana kawasan pertanian
mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk
olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota
menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha
budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana
pertanian, modal, teknologi, informasi pengelolahan hasil
dan penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk
pertanian. d) Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan
mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada
di kawasan agropolitan tidak jauh berbeda dengan di kota.
3) Persyaratan Kawasan Agropolitan, suatu wilayah dapat
dikembangkan menjadi suatu Kawasan agropolitan bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

12
a) Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang
sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang
dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (selanjutnya
disebut komoditi andalan) serta berpotensi atau telah
berkembang diverivikasi usaha dari komoditi andalannya.
b) Memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang
memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan
usaha agribisnis.
c) Pasar, baik pasar untuk hasil pertanian, pasar sarana
pertanian, alat dan mesin pertanian, maupun pasar jasa
pelayanan termasuk pasar lelang, gudang tempat
penyimpanan dan pemprosesan hasil pertanian sebelum di
pasarkan.
d) Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan)
sebagai sumber modal untuk kegiatan agribisnis.
e) Memiliki kelembagaan petani (kelompok,koperasi dan
assosiasi) yang dinamis dan terbuka pada inovasi baru,
yang harus berfungsi pula sebagai sentra pembelajaran dan
pengembangan agribisnis (SPPA).
f) Balai penyuluhan pertanian (BPP) yang berfungsi
sebagai klinik konsultasi agribisnis (KKA) yakni sebagai
sumber informasi agribisnis.
g) Percobaan/pengkajian teknologi agribisnis untuk
mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk
daerah kawasan agropolitan.
h) Jaringan jalan yang memadai dan aksesbilitas dengan
daerah lainnya serta sarana irigasi yang mendukung usaha
pertanian (agribisnis) yang efisien.
5. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Kawasan Agropolitan
Tujuan pengembangan Kawasan agropolitan adalah sebagai
berikut:

13
1) Jangka Panjang Meningkatkan pendapatan dan kesajahteraan
masyarakat khususnya petani di kawasan agropolitan melalui
sinergitas lembaga terkait.
2) Jangka Menengah
a) Menumbuh kembangkan kelembagaan usaha ekonomi
petani (on-farm dan off farm) yang efektif dan efisem dan
berdaya saing tinggi.
b) Menumbuh kembangkan sarana dan prasarana umum
dan sosial yang mendukung kelancaran usaha ekonomi
masyarakat.
c) Menciptkan iklim usaha ekonomi yang mampu
mendoron pertumbuhan dan perkembangan usaha
masyarakat di kawasan agropolitan.
d) Menumbuh kembangkan hubungan senergitas antara
pelaku agribisnis yang bergerak pada industri hulu, tengah
dan hilir.
e) Menciptakan suasana partisipatif dan transparan antara
petani, stakeholder dan pemerintah dalam rangka
mengembangkan usaha agribisnis yang unggu, lestari dan
berdaya saing.
3) Jangka Pendek Tersusunnya dokumen hasil identifikasi kawasan
agribisnis yang unggul mengembangkan kooditas pertanian sebagai
basis pengembangan agropolitan. Sasaran Pengembangan
Agropolitan Sasaran pengembangan kawasan agropolitan adalah
untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi
menjadi kawasan agropolitan, meliputi :
a) Pemberdayaan masyarakat melalui pelaku agribisnis agar
mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi
pertanian serta produk- produk olahan pertanian yang
dilakukan dengan mengembangkan sistem dan usaha

14
agribisnis yang efisien dan menguntungkan serta
berwawasan lingkungan.
b) Penguatan kelembagaan petani.
c) Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan
terpadu.
d) Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan
investasi.
e) Peningkatan sarana dan prasarana meliputi jaringan jalan
termasuk jaringan jalan tani (farm road) irigasi, pasar, air
bersih, pemanfaatan air limbah, dan sampah.
f) Peningkatan sarana prasarana kesejahteraan sosial
meliputi pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan sarana
prasarana umum lainnya seperti listrik, telekomunikasi dan
lain sebagainya.
C. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pertama adalah berjudul
Pengembangan Kawasan Agropolitan yang ditulis oleh Agus Tri
Basuki. Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi
yang memenuhi persyaratan
agropolitan nasional dan daerah, dan membuat rencana
pengembangan agropolitan. Imogiri merupakan kabupaten yang
memiliki potensi di bidang pertanian, peternakan, pertanian,
kehutanan, dan perikanan budidaya. Namun perkembangan zaman
sekarang telah menimbulkan kesenjangan antara perkotaan dan
pedesaan serta bias perkotaan. Kondisi ini ditunjukkan dengan
tingkat urbanisasi yang relatif tinggi dan berdampak pada sektor
pertanian. Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif strategi
pembangunan pedesaan, salah satunya melalui pengembangan
agropolitan. Pada divisi Pengembangan Strategis Kasawan
Agropolitan (KSA) kecamatan Imogiri dibagi menjadi 4

15
KSA. KSA adalah fungsi kelembagaan mengembangkan usaha tani
on/off farm yang efektif, efisien, dan berdaya saing.

Penelitian terdahulu yang kedua berjudul Analisis


Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia
untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus
Kecamatan Dekat Perbatasan Kabupaten Bengkayang) yang ditulis
oleh Nfn Thamrin, Surjono H. Sutjahjo, Catur Herison, Supiandi
Sabiham. Abstrak : Pemerintah Kabupaten Bengkayang
menetapkan wilayah perbatasan sebagai salah satu program
pengembangan kawasan agropolitan. Untuk itu, perlu dikaji tingkat
keberlanjutan wilayah perbatasan sebagai kawasan pengembangan
agropolitan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks dan
status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang
dari lima dimensi keberlanjutan. Analisis menggunakan metode
Multi-Domensional Scaling (MDS) yang disebut Rap-
BENGKAWAN dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk indeks dan
status keberlanjutan. Untuk mengetahui atribut yang sensitif
berpengaruh terhadap indeks dan statuskeberlanjutan dan pengaruh
galat, dilakukan analisis Laverage dan Monte Carlo. Hasil analisis
menunjukkan bahwa dimensi ekologi berada pada status kurang
berkelanjutan (40,37%), dimensi ekonomi cukup berkelanjutan
(66,54%), dimensi sosial-budaya cukup berkelanjutan (67,07%),
dimensi infrastruktur dan teknologi tidak berkelanjutan (24,49%),
dan dimensi hukum dan kelembagaan cukup berkelanjutan
(60,10%). Dari 47 atribut yang dianalisis, 22 atribut yang perlu
segera ditangani karena sensitif berpengaruh terhadap peningkatan
indeks dan status keberlanjutan dengan tingkat galat (error) yang
sangat kecil pada taraf kepercayaan 95%.

Penelitian terdahulu yang ketiga berjudul Potensi Wilayah


Dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Toba

16
Samosir yang ditulis oleh Damiana Simanjuntak dan Sirojuzilam.
Kesimpulan : Penelitian tentang potensi wilayah dalam
pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Toba Samosir
dapat ditentukan beberapa kesimpulan yaitu: 1. Berdasarkan hasil
perhitungan alat analisis potensi wilayah yaitu indeks Location
Quotient dan analisis shift share dari kedua alat analisis
menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan
dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh
dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor pertanian
dan sektor industri. 2. Strategi pengembangan kawasan agropolitan
di Kabupaten Toba Samosir berdasarkan analisis SWOT adalah:
(a)mengembangkan sektor potensial yaitu sektor pertanian dan
sektor industri, dimana sektor pertanian didukung oleh sektor
industri dalam pengembangan agropolitan, (b)membenahi
permodalan dan pendidikan pertanian dengan cara menjalin
hubungan dengan pihak swasta dalam berinvestasi,
(c)memanfaatkan kewenangan pemerintah untuk mengoptimalkan
sumberdaya yang ada dengan membuat kebijakan untuk
mengembangkan potensi pertanian,(d)pemanfaatan lahan secara
optimal melalui pengembangan komoditas pertanian,
(d)membenahi sarana dan prasana dan mengadakan pelatihan atau
penyuluhan pada masyarakat tentang teknologi pertanian serta
pemasaran.

17
Kerangka Pikir Penelitian

Grafik 1. Kerangka Pikir Penelitian

Pengembangan Kawasan

Agropolitan

Potensi Wilayah Strategi Pengembangan

Pengembangan
Daerah

18
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Desa Batang Kecamatan Bontotiro Kabupaten
Bulukumba. Waktu penelitian ini mencakup persiapan penelitian, tahap
pelaksanaan penelitian yang berlangsung dari tanggal 4 Mei sampai
dengan 19 juni. dan tahap penyusunan laporan hingga persentasi.
B. Jenis dan Sumber data
Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, terdiri dari
data primer dan data sekunder sebagai berikut:
1. Jenis Data
Ada dua pendekatan yang sering digunakan oleh peneliti dalam
melakukan penelitian yaitu, pendekatan kuantitatif dan pendekatan
kualitatif. Perbedaan antara kedua pendekatan tersebut dapat dilihat
dari aksioma (pandangan dasar) tentang sifat realitas, perbedaan dalam
proses penelitian, dan perbedaan dalam karakteristik penelitian (Saleh,
2017) .
Pendekatan penelitian kualitatif lahir sebagai reaksi terhadap
metode penelitian kuantitatif yang jauh lebih dulu ada dan dianggap
bersifat mekanistis, tidak mampu membongkar masalah secara
mendalam, kurang menempatkan manusia sebagai makhluk
berkesadaran dan intensional dalam bertindak, memandang segala
persoalan kehidupan dalam hubungan kausalitas dan saling terkait,
bertumpu hanya pada realitas yang tampak (empirik) dan tidak melihat
sesuatu di balik yang tampak. (Saleh, 2017)
2. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui observasi
lapangan dan kuisioner terkait kondisi eksisting dengan narasumber
seperti instansi pemerintah maupun masyarakat di Kecamatan
Bontotiro Kabupaten Bulukumba. Adapun data yang dibutuhkan,

19
yaitu:
a. Kondisi fisik geografi wilayah penelitian.
b. Kondisi dan jumlah eksisting sarana dan prasarana penunjang
Kawasan agropolitan di Desa Batang Kecamatan Bontotiro.
c. Data aspirasi dan tanggapan masyarakat di wilayah penelitian
menyangkut social, budaya serta ekonomi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait


dengan kebutuhan yang diperlukan. Adapun data sekunder yang
diperlukan, yaitu:

a. Gambaran umum Kabupaten Bulukumba, yang meliputi data luas


wilayah, batas administrasi serta pembagian batas administrasi
Kabupaten Bulukumba yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Kabupaten Bulukumba.
b. RTRW Kabupaten Bulukumba dalam Perda Kabupaten
Bulukumba Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bulukumba Tahun 2012-2032.
c. Gambaran Umum Kecamatan Bontotiro, meliputi batas wilayah
administrasi, luas wilayah, pembagian wilayah adminstrasi, aspek
fisik dasar: topografi, geologi dan jenis tanah, klimatologi, dan
penggunaan lahanm demografi, prasarana jalan, kondisi
permukiman, dan system persampahan. Data tersebut diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS).
d. Tinjauan kebijakan pemerintah terkait tata ruang Kecamatan
Bontotiro berupa Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Wawancara Metode ini dilakukan dengan cara melakukan
wawancara dan diskusi langsung kepada pemerintah setempat,

20
tokoh masyarakat, dan instansi terkait dalam rangka mendapatkan
data penting tentang lokasi penelitian.
b. Metode Observasi Merupakan survey langsung ke lapangan
melalui kegiatan pengamatan, penelitian, dan pengambilan data
atau informasi terhadap aspek-aspek yang berkaitan langsung
maupun tidak langsung terhadap pengembangan Kawasan
agropolitan.
c. Kuisioner
Sebaran angket (kuesioner), yaitu cara pengumpulan data dengan
jalan membuat daftar pertanyaan tertulis kepada responden untuk
diisi sendiri oleh responden secara tertulis pula.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat berada di lokasi penelitian, sedangkan Sampel penelitian yaitu
seluruh masyarakat yang tinggal di Desa Batang Kecamatan Bontotiro
Kabupaten Bulukumba.
E. Variabel Penelitian
a. Variabel independent (bebas)
Variabel inependen/variabel utama pada penelitian ini yaitu pengaruh
pengembangan kawasan agropolitan di kecamatan bontotiro kabupaten
Bulukumba.
b. Variabel dependent (terikat)
Variabel dependen pada penelitian ini adalah perubahan dari
pengembangan kawasan agropolitan di kecamatan bontotiro.
F. Analisis Data
Analisis yang dipakai dalam penelitian ini, dilakukan untuk
kemungkinan dapat menjawab rumusan masalah yang ada, dan Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Metode Analisis Location Quotient (LQ)
Dalam Penataan Ruang untuk pembangunan
wilayah, Metode LQ digunakan untuk mengetahui tingkat

21
spesialisasi sketor-sektor pada wilayah studi, atau sector-sektor
apa saja yang merupakan sector basis atau sector unggulan.
Dalam studi ini, analisis LQ digunakan untuk mengetahui
komoditas pertanian unggulan Kawasan Agropolitan
Bulukumba. Analisis sektor basis dengan pendekatan LQ untuk
mengetahui potensi spesialisasi suatu daerah terhadap aktivitas
ekonomi utama atau untuk mengetahui sektor unggulanya.
2. Metode Shift Share
Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui perubahan
dan pergeseran sektor pada perekonomian wilayah Desa
Batang Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba. Hasil
analisis shift share ini juga mampu menunjukkan keunggulan
kompetitif wilayah Kecamatan Bontotiro melalui kinerja sektor
dalam PDRB dibandingkan Sulawesi Selatan. Kemudian
dilakukan analisis terhadap penyimpangan berdasarkan
perbandingan tersebut. Jika penyimpangan positif maka
wilayah tersebut mempunyai keunggulan kompetitif. Data yang
digunakan untuk analisis shift-share ini adalah PDRB
Kecamatan Bontotiro dan Kabupaten Bulukumba berdasarkan
lapangan usaha atas dasar harga berlaku.
G. Definisi Operasional
1. Komoditas pertanian adalah berbagai produk hasil pertanian yang di
dalamnya terbagi menjadi dua, yaitu hasil pertanian dan juga hasil
perhutanan, komoditas pertanian meliputi gandum, kedelai, beras,
gula, kopi, garam, dll.
2. Pengembangan adalah upaya untuk memacu perkembangan social
ekonomi, mengurangi kesenjangan wilayah dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
3. Kawasan adalah wilayah atau ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan

22
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri
tertentu (spesifik/khusus) dengan fungsi utama lindung dan budi daya.
4. Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembanga
untuk memacu berkembangnya agrobisnis di wilayah sekitar.
5. Potensi adalah sebuah kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia
yang sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi lebih baik.
6. Komoditi unggulan adalah komoditi andalan yang layak untuk
diusahakan karena memberikan keuntungan bagi petani
7. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang
dilakukan manusia untuk menghasilkan pangan dan tanaman lainnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agriculture, F. C., Development, A., & Regency, J. (2018). Pengembangan


Kawasan Pertanian Berbasis Tanaman Pangan di Kecamatan Wuluhan ,
Kabupaten Jember. Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Tanaman
Pangan Di Kecamatan Wuluhan , Kabupaten Jember, 2(3), 209–217.
Basuki, A. (2012). Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jurnal Ekonomi & Studi
Pembangunan, 13(1), 53–71. https://doi.org/10.18196/jesp.13.1.1291
Manik, T. R., Adrianto, D. W., Subagiyo, A., & Seroja, K. A. (2013). Kajian
pengembangan kawasan agropolitan seroja kabupaten lumajang. Kajian
Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja Kabupaten Lumajang, 5(2008),
65–79.
Saleh, S. (2017). Penerbit Pustaka Ramadhan, Bandung. 180.

24

Anda mungkin juga menyukai