Manajemen Lingkungan - Masalah Lingkungan - Permukiman Kumuh
Manajemen Lingkungan - Masalah Lingkungan - Permukiman Kumuh
Disusun oleh :
2
BAB I
PENDAHULUAN
Permukiman kumuh atau yang sering disebut dengan Slum Area merupakan
permasalahan yang sampai saat ini menjadi masalah utama yang dihadapi kota-kota besar,
tidak hanya di Indonesia tetapi juga terjadi di kota-kota besar lainnya di dunia. Menurut
publikasi World Bank (1999) lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian
yang terabaikan dari lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan
masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya ditunjukkan dengan kondisi
lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, sarana
dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedianya fasilitas pendidikan,
kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya kemasyarakatan yang memadai.
3
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu permukiman kumuh serta ciri-cirinya
2. Untuk mengetahui faktor terbentuknya permukiman kumuh serta akibat yang timbul
akibat adanya permukiman kumuh.
3. Untuk mengetahui proses terbentuknya permukiman kumuh.
4. Untuk mengetahui solusi yang cocok untuk mengatasi permukiman kumuh.
BAB IV KESIMPULAN
Dalam bab ini membahas solusi yang tepat untuk mengurangi permasalahan yang
dibahas, serta penjelasan singkat isi dari makalah ini.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Permukiman
Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman terdapat
pengertian-pengertian sebagai berikut:
Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan sarana
pembinaan keluarga.
1. Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
lingkungan.
2. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung
(kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
3. Rumah merupakan bagian yang tidak dapat dilihat sebagai hasil fisik yang rampung
semata, melainkan merupakan proses yang berkembang dan berkaitan dengan
mobilitas sosial-ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
5
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, (Pasal 1 Angka 13 UU
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Sedangkan
Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai
tempat hunian.
Selain itu menurut Laboratorium Perumahan ITS (1997), secara lebih terinci karakteristik
permukiman kumuh adalah sebagai berikut :
A. Kondisi Rumah
1. Struktur rumah :
− Kerangka rapuh, asal sambung, bahan sama bersifat semi permanen.
− Atap pelindung semi permanen dari bahan bekas (seng, plastic)
− Dinding rumah semi permanen, tidak tahan cuaca.
2. Kepadatan hunian/rumah : 3m2 sampai dengan 5m2 per orang.
3. Pemisahan fungsi ruang, hampir semua aktivitas anggota keluarga menjadi satu dan
sudah ada pemisahan jenis kelamin pada kamar tidur.
4. Ventilasi sangat terbatas dari atap atau dinding.
5. Separuh lantai rumah ada perkerasan plester, tegel, keramik bekas.
6. Kepadatan bangunan terbangun antara 70%-60%.
7. Tatanan bangunan ada sirkulasi tetapi kurang memenuhi syarat.
6
B. Ketersediaan Prasarana Dasar Lingkungan
1. Air bersih masih menggunakan sumur dangkal untuk mencuci, jika ada air PDAM
digunakan secara kolektif (membeli).
2. Sanitasi
· Tersedia MCK kolektif tapi tidak memenuhi rasio penggunaan.
· Sebagian kegiatan MCK dilakukan diruang terbuka (sungai, cubluk).
· Jarak sepitank dan resapan rumah kurang dari 8 m.
3. Sirkulasi
· Gang sempit, kendaraan roda dua tidak bisa bersimpangan langsung.
· Tidak dijangkau oleh kendaraan PMK.
4. Fasilitas sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan :
· Ada satu musholla/tempat ibadahkecil di setiap kampung.
· Sarana pendidikan hanya ada TK di tingkat kelurahan.
· Hanya ada salah satu sarana kesehatan (posyandu).
5. Sarana ekonomi
· Ada kios kecil, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh keluarga.
· Ada pedagang sayur keliling berlokasi di gang.
6. Ruang terbuka atau lahan terbuka di luar perumahan hanya 7% dari lahan perumahan.
7. Keadaan kawasan marjinal tapi dapat diperbaiki yang sifatnya hanya sebagai
penjelasan transisi.
C. Kerentanan Status Penduduk
1. Masih banyak pengangguran atau 50% ke atas penduduknya bekerja di sector
informal.
2. Hanya ada satu organisasi masyarakat seperti PKK, karang taruna, koperasi, dll.
D. Aspek Pendukung Lingkungan
1. Jenis lapangan kerja yang ada hanya bersifat untu bertahan hidup (sub sistem) dan
sulit ditinggalkan oleh masyarakatnya sehingga perlu upaya peningkatan kreatifitas
masyarakat dan perlu didukung oleh Pemerintah Daerah.
2. Tingkat partisipasi dan kreatifitas masyarakat yang terbatas hanya dalam
menyelesaikan masalah pribadi, sehingga perlu pendapingan dalam hal peningkatan
partisifasi, kreatifitas dan pengembangan individu masyarakat.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Selain dari urbanisasi, permukiman kumuh juga diakibatkan oleh ledakkan penduduk di
perkotaan seperti karena angka kelahiran yang tidak terkendali. Hal - hal tersebut
mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan
pemerintah maupun swasta dalam menyediakan sarana permukiman yang baru, sehingga
masyarakat tersebut akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh guna
mempertahankan hidupnya.
1. Munculnya permukiman kumuh diakibatkan oleh pertumbuhan kota yang tinggi akan
tetapi tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang cukup
2. Faktor selanjutnya yaitu keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan
membangun prasarana pada daerah perkembangan permukiman baru. Seiring dengan
kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat memecah bidang tanah dan
membangun permukiman tanpa didasari perencanaan tapak yang memadai. Hal ini
mengakibatkan bentuk dan tata letak kavling tanah menjadi tidak teratur dan tidak
dilengkapi prasarana untuk permukiman.
8
Kepadatan bangunan merupakan total seluruh bangunan di bagi luas wilayah (unit/ha). Ciri
kepadatan bangunan dapat diidentifikasi melalui jumlah bangunan yang tinggi, sesak dan
padat serta bangun terlihat dominan dikawasan hunian. Parameter kepadatan secara
kuantitatif mengacu pada jumlah populasi per hektar. Pada permukiman kumuh tingkat
kepadatan bangunan mencapai 250 atau lebih perhektarnya dan memiliki ukuran yang kecil-
kecil (Rindarjono, 2012:27).
2. Kondisi Drainase
Drainase adalah prasarana yang memiliki fungsi untuk menyalurkan air yang belebihan dari
suatu tempat ke badan air penerima. Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang
berfungsi mengelola atau mengendalikan air permukaan, sehingga tidak mengganggu
dan/atau merugikan masyarakat. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT//2014).
Karakteristik permukiman kumuh dapat dilihat dari kondisi drainase lingkungannya
(PERMEN PU NO 2 Tahun 2016).
Pada suatu permukiman , kebutuhan air bersih merupakan suatu kebutuhan yang harus
terlayani dengan baik dengan syarat harus aman dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan
yang ada. Jaringan air bersih perkotaan di Indonesia pada umumnya dilayani oleh PAM.
Berdasarkan standar (SNI 03-1733-2004), setiap 250 orang dapat menggunakan satu kran
umum. Kapasitas minimal 30 L/orang untuk setiap harinya.
Limbah dapat digolongkan menjadi 2 yakni limbah cair dan limbah padat. Limbah yang
bersumber dari air sisa buangan rumah tangga maupun limpahan air hujan yang tidak terserap
tanah disebut limbah cair. Pengelolaan limbah cair yang tepat harus dialirkan melalui sumur
resapan dan harus diperhatikan agar tidak mencemari sumber air bersih. Limbah padat
merupakan limbah yang berasal dari kakus dan harus dibuang ke dalam septic tank. Pada
sebuah permukiman, pembuangan limbah harus diatur dengan sebaik mungkin agar tidak
mencemari lingkungan, bila pencemaran terjadi maka bisa membuat permukiman tersebut
masuk ke dalam kategori permukiman kumuh.
5. Persampahan
9
Pada suatu permukiman sudah pasti akan menimbulkan suatu sampah yang berasal dari
barang buasangan sisa rumah tangga. Prosedur pengelolaan sampah dikerjakan menurut
tahapannya, mulai dari sampah dibuang ke tong sampah selanjutnya di angkut dengan
gerobak sampah ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) dan setelah itu
dipindahkan ke TPA. Dalam suatu permukiman yang kumuh, prorses tersebut sering
diabaikan sehingga banyak pembuangan sampah yah tidak teratur
6. Jaringan Jalan
Suatu kriteria Permukiman kumuh dapat dilihat dari jalan lingkungannya sebagaimana
lingkungan rumah tidak terlayani oleh jaringan jalan atau mutu permukaan jalan yang jelek.
Prasarana jalan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Jalan
memiliki fungsi utama agar memudahkan mobilitas kendaraan dan manusia. Fungsi penting
jalan adalah jalur untuk evakuasi darurat.
Faktor lainnya dalam menentukan permukiman kumuh yaitu ada pada faktor sosial,
ekonomi, dan budaya , yaitu :
1. Tingkat Pendidikan
Suatu tingkat Pendidikan masyarakat dapat menentukan bagaimana cara mereka hidup dan
berperilaku. Tingkat Pendidikan yang rendah akan mengakibatkan rendahnya pengetahuan
serta pemahaman masyarakat akan pentingnya rumah yang sehat. Kebanyakan yang ditemui
pada permukiman kumuh memiliki jenjang pendidikan serta keterampilan yang rendah.
Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh menurut Direktorat Jendral Pembangunan
daerah Departemen Dalam Negeri (Ditjen Bina Bangda Depdagri dalam Nursyahbani &
Pigawati, 2015:270) bahwa ciri-ciri dari permukiman kumuh yaitu sebagian besar
penduduknya berpendidikan rendah.
2. Migrasi Masuk
Migrasi merupakan kegiatan berpindah dari suatu daerah ke daerah lain dengan tujuan untuk
menetap ataupun tinggal sementara di daerah yang baru. Masyarakat migran yang baru
datang tanpa bekal dalam hal pengetahuan, keterampilan dan modal akan menempati ruang-
ruang terbuka yang ilegal yang secara umum dalam kondisi yang kumuh. Berdasarkan
karakteristik permukiman kumuh yang dikemukan oleh Sadyohutomo (2008:116) bahwa
penghuni permukiman kumuh umumnya berasal dari para migran luar daerah.
10
3. Pendapatan
4. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan dibagi menjadi 2 jenis yaitu pekerjaan sektor formal dan sektor informal. Pekerjaan
pada sektor formal yaitu pekerjaan yang bekerja di perusahaan sebagai pekerja yang terlatih
(skilled worker). Pekerjaan pada sektor informal yaitu jenis pekerjaan yang bertanggung
jawab atas perseorangan dan tidak memiliki badan hukum serta hanya berdasarkan
kesepakatan. Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh menurut Direktorat Jendral
Pembangunan daerah Departemen Dalam Negeri (Ditjen Bina Bangda Depdagri, 2006 dalam
Nursyahbani & Pigawati, 2015: 270) bahwa ciri-ciri dari permukiman kumuh yaitu sebagian
besar masyarakatnya berusaha atau bekerja pada sektor informal.
Extended family system adalah suatu system yang dianut oleh penghuni permukiman kumuh
dalam kebiasaan mereka yang saling tolong menolong untuk menampung family atau para
pendatang yang baru datang ke kota. Extended Family system ini merupakan proses
pemadatan permukiman secara internal yaitu dengan penambahan ruang tanpa menambah
luas bangunan tempat tinggal guna menampung anggota keluraga baru. Penambahan ruang
dilakukan dengan menambah sekat-sekat baru di dalam rumah. Berdasarkan karakteristik
permukiman kumuh yang dikemukakan oleh Ridlo (2001:24) , menyatakan bahwa penduduk
11
yang berada di permukiman kumuh masih memiliki perilaku kehidupan desa yang terjalin
dalam ikatan kekeluargaan yang erat.
1. Permukiman tidak layak huni atau membahayakan kehidupan penghuni baik berupa
keamanan maupun dari sisi kesehatan.
2. Permukiman yang memiliki lingkungan tidak memadai dengan tingkat kenyamanan dan
keamanan bangunan yang rendah. Dengan ciri-ciri, tidak sesuai dengan tata ruang (illegal),
kepadatan bangunan tinggi, kualitas banguanan rendah, serta sarana dan prasarana lingkungan
yang rendah.
Selain itu banyak kriteria berupa indikator mengenai permukiman kumuh, berikut ini merupakan
variabel dan indikator kekumuhan berdasarkan beberapa sumber.
12
Tabel 2.1
Variabel dan Indikator Permukiman Kumuh
No Variabel Sub Variabel Indikator Sumber Skor
13
No Variabel Sub Variabel Indikator Sumber Skor
Bappenas 2003
Tanah Sengketa 1
Untuk mengklasifikasikan hasil kegiatan penilaian berdasarkan kategori tersebut diatas maka
dilakukan penghitungan terhadap akumulasi bobot yang telah dilakukan dengan formula
sederhana sturgess yaitu:
Dari perhitungan diatas nantinya tingkat kekumuhan dapat dibagi menjadi 3 yaitu, permukiman
kumuh ringan, permukiman kumuh sedang, dan permukiman kumuh berat.
Kelurahan Taman Sari merupakan salah satu bagian wilayah pemerintahan Kota Bandung yang
terletak pada Kecamatan Bandung Wetan. Kelurahan Taman Sari memiliki luas 102 Ha. Secara
administratif, Kelurahan Taman Sari memiliki batas wilayah yaitu :
14
Utara : Kelurahan Babakana Siliwangi, Kecamatan Coblong
Selatan : Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung
Barat : Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan
Timur : Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong
Kawasan permukiman kumuh pada Kelurahan Tamansari termasuk dalam kategori kumuh berat.
Permasalahan utama yang menyebabkan kekumuhan tersebut antara lain terkait masalah fisik hunian,
sanitasi, drainase, jalan lingkungan, kepadatan penduduk yang tinggi, serta kepadatan bangunan.
(Dokumen Rencana Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Kota Bandung Tahun 2015).
Kawasan Permukiman kumuh ini berada pada sepanjang Sungai Cikapundung. Sungai
Cikapundung adalah salah satu sungai yang membelah Kota Bandung melewati 9 kecamatan yang
mencakup 13 kelurahan. Sungai Cikapudung merupakan saluran drainase primer di Kota Bandung.
Saluran drainase primer ditetapkan dalam rangka mengurangi genangan air dan mendukung
pengendalian banjir, terutama di kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan dan
jasa, dan kawasan pariwisata. Sisi kiri dan kanan sungai Cikapundung Kota Bandung memiliki
tanggul dan termasuk kedalam zona L2 (kawasan perlindungan setempat) yang merupakan sempadan
sungai bertanggul di dalam Kawasan Perkotaan yang ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter
dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45
Tahun 2018, Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung).
Salah satu peraturan tentang sungai yang menetapkan daerah sempadan sungai adalah Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai. Peraturan tersebut menjelaskan
daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk, sedangkan garis
sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. Garis sempadan sungai bertanggul di
dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 m (tiga meter) dari tepi luar kaki
tanggul sepanjang alur sungai 2. Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar
kegiatan perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai
termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.
Permasalahan turunan yang terjadi akibat dari adanya permukiman masyarakat Kelurahan
Tamansari di sempadan Sungai Cikapundung adalah pencemaran air sungai yang disebabkan oleh
pembuangan sampah maupun limbah rumah tangga ke dalam sungai tersebut. Pemukiman yang padat
serta tercemarnya air sungai, menandakan kerusakan lingkungan Sungai Cikapundung Kelurahan
Tamansari disebabkan oleh faktor manusia.
15
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Fenomena Permukiman Kumuh di Indonesia masih menjadi salah satu permasalahan umum
di Kota-kota besar. Wajah perkotaan masih menampilkan citra akan banyaknya lapangan pekerjaan,
jaminan sosial dan kehidupan yang layak bagi masyarakat perdesaan yang pada akhirnya terjadi
migrasi menuju perkotaan. Namun semua harapan masyarakat pudar setelah melihat dan merasakan
perbedaan yang tidak memenuhi harapan mereka. Munculnya Permukiman kumuh menjadi tanggung
jawab bersama dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus menjadi penegak keadilan dan pembuat
peraturan yang sesuai akan masyarakatnya, karena jika tidak ada tindakan yang sigap dan cepat, maka
permasalahan permukiman kumuh ini bukan lagi sekadar bagaimana permukiman yang padat tumbuh
di perkotaan, namun akan timbul permasalahan lain seperti permasalahan ruang, sosial, ekonomi,
hingga buruknya citra pemerintah setempat akan penanganan masalah yang tidak terselesaikan. Selain
itu, penyelesaian masalah ini menjadi tanggung jawab dan harus ditanamkan kepada masyarakat itu
sendiri, pada zaman yang sudah memanfaatkan teknologi ini, masyarakat diharapkan bisa
memanfaatkan sebaik mungkin mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa diakses siapa
saja, mengadu nasib di perkotaan bukan lagi satu-satunya cara untuk memperbaiki kualitas hidup
masyarakat khususnya di perdesaan. Masyarakat desa diharapkan menjadi masyarakat yang kreatif
dalam memanfaatkan potensi wilayahnya sendiri, sehingga tidak lagi memerlukan migrasi dengan
harapan adanya lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka di perkotaan. Dimulai dengan
membangun persepsi mengenai perkotaan hingga bagaimana cara mereka bisa memanfaatkan potensi
yang ada di desa mereka sehingga bisa mengefisiensikan waktu dan memanfaatkan sumber daya
secara maksimal.
Selain itu, adanya pihak ketiga seperti pihak swasta, diharapkan mampu menjadi fasilitator
dalam memenuhi keperluan masyarakat dan pemerintah dalam upaya menghentikan laju perpindahan
penduduk dan sebagai fasilitator di desa bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi dan
menyelesaikan permasalahan di desanya masing-masing dalam upaya memanfaatkan sumber daya
dan potensi desanya sehingga masyarakat tidak lagi mengharapkan kehidupan di perkotaan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17