Anda di halaman 1dari 2

Pespektif Islam Hukum Kesehatan

◦ Dimensi sehat dilihat dari jasmani (fisik) dan rohani (mental)

◦ Nilai kesehatan dalam sebuah nikmat

Dalam pandangan Islam terutama kesehatan jasmani, sehat adalah sebuah kenikmatan (nikmat)
yang sangat besar. Saking nikmatnya bahkan bentuk2 kenikmatan lainnya tidak dapat dinikmati
tanpa nikmat kesehatan. Jadi nikmat kesehatan menjadi prasayarat agar kita dapat menikmati
kenikmatan-kenikmatan lainnya.

Contoh : ketika sakit kita tidak bisa menikmati nikmatnya rasa makanan atau minuman yang kita
makan

Karena begitu besarnya nilai kesehatan dalam sebuah kenikmatan maka kita diminta untuk menjaga
kesehatan. Kita diminta untuk memanfaatkan momentum ketika kita sehat.

◦ Dalam sebuah hadits kita dianjurkan memanfaatkan 5 perkara/momentum sebelum datang


5 musibah

1. Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu

2. Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu

3. Masa kayamu sebelum masa miskinmu

4. Masa luangmu sebelum masa sibukmu

5. Masa hidupmu sebelum datang matimu

◦ Cara mensyukuri nikmat sehat :

Selagi sehat maka gunakan nikmat sehat sebaik-baiknya, sehingga kita harus mensyukurinya.

Ada 2 cara mutlak untuk mensyukuri nikmat sehat yaitu :

1. Menjaga atau memelihara kesehatan  merupakan bagian dari bersyukur

Dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu : Penjelasan :


a. Mengonsumsi makanan yang halal dan toyib a. Halal  boleh dikonsumsi, diperoleh
b. Berolahraga dengan cara yang baik

c. Istirahat yang cukup Toyib  makanan yang baik

d. Menjaga kebersihan b. Murni olahraga (bulutangkis, lari)


atau dengan kegiatan bermanfaat spt
e. Mencegah dari tertular penyakit menyapu
f. Menjaga kesehatan dengan berobat jika kita sakit agar sembuh c. Tidak boleh begadang

d. Kebersihan tubuh (mandi, sikat gigi),


lingkungan, tempat
2. Menggunakan nikmat sehat tersebut untuk mengerjakan kebajikan

◦ Aspek hukum

Islam melarang setiap perbuatan yang bersifat merusak/menyakiti diri sendiri dan melarang segala
perbuatan yang bisa mengganggu/merusak kesehatan.

Contohnya :

◦ mengonsumsi miras  Islam tidak sekedar melarangnya saja namun melarangnya dengan
keras atau dengan sanksi pidana. Sehingga mengonsumsi miras merupakan tindak pidana (al
jarimah syurbu khamr)

◦ Dalam perkembangannya ulama juga menghukumi perbuatan yang sebelumnya perbuatan


itu dianggap biasa yaitu merokok

Terlepas dari pendapat ulama tentang rokok, ada pandangan jika rokok itu makruh (lebih baik
ditinggalkan, jika dilakukan tidak berdosa), adapula Muhammadiyah yang memandang bahwa
merokok itu haram, sedangkan NU ada yang berpendapat makruh ada juga yang mubah (boleh)

Pada kenyataannya (hukum positif di Indonesia), merokok menjadi sasaran legislasi (pengaturan
perundang-undangan) di Indonesia. Menurut UU, merokok di tempat tertentu (fasilitas publik
seperti bandara, institusi Pendidikan, RS, kantor pemerintahan, dll) dapat dikenai sanksi pidana yaitu
Pasal 199 ayat (2) UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai