Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Membentuk Generasi Muda Islami


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah : Seminar PAI

Dosen Pengampun : Tati Masliati, M.Ag

Disusun Oleh Kelompok 4 Kelas B2:

1. Sulhawati 2016202222
2. Neli Farida 2016202128
3. Asyati 2016202104
4. Romlah 2016202133

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SITUS BANTEN

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Generasi muda islami bukan hanya merupakan generasi penerus bangsa, tapi juga
penerus kehidupan di alam kekal nanti. Di tangan merekalah kelak nasib bangsa ini dan
kehidupan iniditentukan karena merekalah sosok pemimpin masa depan. Namun jika di lihat
pada realita yang ada. Banyak anak muda di masa sekarang yang secara perilaku telah
melakukan penyimpangan. Mulai dari tawuran, pencurian, perzinahan bahkan sampai
pembunuhan. Melihat kondisi realita kaum muda saat ini yang sudah semakin jauh dari nilai
agama.
Dalam membangun generasi muda islami menjadi lebih maju dan juga bisa membangun
karakter bangsanya sendiri itu tidaklah mudah, kita tentunya harus melihat kebelakang fakta-
fakta yang terjadi pada generasi muda muslim zaman ini, zaman dimana globalisasi,
westernisasi, bahkan liberalisasi menyelimuti kehidupan kaum muslimin sekarang.
Pada zaman sekarang ini, kita tidak bisa berharap banyak kepada generasi muda muslim.
Karena sangat sedikit atau minimnya kontribusi mereka pada kegiatan-kegiatan sosial apalagi
yang berbau Islami. Mengapa demikian? Hal itu disebabkan pada saat ini generasi muda muslim
sekarang sudah banyak yang terjerumus oleh lingkaran setan duniawi, sedangkan kepentingan
akhirat mereka lupakan. Sangat sulit rupanya membangun kembali akhlak para generasi muslim,
mereka perlu diluruskan kembali pada ajaran tauhid dan akidah mereka kepada Allah, agar
mereka tidak menghuni neraka di hari akhir nanti.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan generasi muda islami?
2.      Siapa saja pihak yang bertanggung jawab untuk membentuk generasi islami?
3.      Bagaimana langkah-langkah membentuk generasi muda islam secara umum?
C.     Tujuan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan generasi muda islami?
2.      Siapa saja pihak yang bertanggung jawab untuk membentuk generasi islami?
3.      Bagaimana langkah-langkah membentuk generasi muda islam secara umum?
BAB II
PEMBAHASAN

Sebagai upaya untuk menciptakan generasi muda yang islami maka harus kita mulai dari
pemahaman Aqidah Islam yang benar. Awal dari pemantapan aqidah ini adalah dengan menjiwai
dan mengaplikasikan kalimat syahadat yaitu “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib
disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.” Konsekuensi logis dari
kalimat syahadat ini adalah dengan mangaplikasikan ajaran islam dalam kehidupan keseharian
kita. Karena kalimat syahadat ini juga akan dimintai pertanggungjawaban kelak diakhirat.
Dalam membentuk generasi muda islami, dimulai dari pola perilaku yang didasari oleh
Aqidah Islam yang benar adalah dalam pola hidup Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.
Aqidah Islam yang kuat mejadikan akhlak mereka semakin mulia. Dan upaya awal dari
penanaman aqidah islam yang mantap dapat dilakukan dalam lingkup yang paling kecil yaitu
keluarga. Orang tua bisa memberikan suri tauladan yang baik kepada anak-anaknya tentang pola
hidup islami dan anak-anak pun diajarkan untuk bisa saling mengingatkan dalam kebaikan.

A.    Pengertian Generasi Muda Islami


Melihat kata "Generasi muda islami" yang terdiri dari tiga kata yang majemuk, kata yang
kedua adalah sifat atau keadaan kelompok individu itu masih berusia muda dalam kelompok usia
muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban, sejak dini telah diwarnai oleh
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan politik. Dan islami adalah bersifat
keislaman. Maka dalam keadaan seperti ini generasi muda dari suatu bangsa merupakan "Young
Citizen" yang memiliki akhlak sesuai dengan ajaran islam.
Pengertian generasi muda islami erat hubungannya dengan arti generasi muda sebagai
generasi penerus. Yang dimaksud "Generasi Muda Islami" secara pasti tidak terdapat satu
definisi yang dianggap paling tepat akan tetapi banyak pandangan yang mengartikannya
tergantung dari sudut mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka untuk pelaksanaan
suatu program pembinaan bahwa "Generasi Muda" ialah bagian suatu generasi yang berusia 0 –
30 tahun yang memiliki moral atau akhlak sesuai dengan ajaran islam.
B.     Pihak Yang Bertanggung Jawab Untuk Membentuk Generasi Islami
Terdapat 3 (tiga) pihak yang bertanggung jawab untuk melahirkan dan membentuk
generasi islami, yaitu sebagai berikut:
1.      Keluarga
Keluarga yang menjadi wadah pertama pembentukan generasi islami melalui ayah dan
ibu. Untuk membentuk karakter remaja islami yang cerdas, mandiri, tangguh, berakhlakul
karimah, amanah, dan tawaduk tidak hanya dilakukan melalui pendidikan formal seperti di
sekolah atau pesantren. Pendidikan dan penanaman nilai-nilai islami justru dimulai dari
lingkungan keluarga. Dalam hal ini orang tua memikul tanggung jawab dan peran utama
mendidik anak. Orang tualah yang menentukan mau dijadikan seperti apa dan diarahkan ke mana
jalan hidup anak.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  “Setiap (anak) yang dilahirkan (pasti)
dilahirkan di atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi atau Nasrani
atau Majusi” (HR. Abu Hurairah). Hadist ini menekankan pentingnya tugas orang tua dalam
mengawali pendidikan pada anaknya. Orang tua mesti mengenalkan Islam secara dini, karena
dengan memeluk agama Islam dan menjalankan syariat dengan benar akan menjadi benteng
sekaligus penyelamat bagi hidupnya, baik di dunia maupun di akherat.
2.      Masyarakat
Masyarakat yang menjadi lingkungan (al-bi‘ah) tempat generasi Islami itu tumbuh dan
hidup bersama anggota masyarakat lainnya.
3.      Tanggung Jawab Khilafah
Negara Khilafah bertanggung jawab untuk melahirkan generasi Islami itu melalui
penerapan Syariah Islam dalam segala aspek kehidupan, antara lain sebagai berikut.
a.       Menerapkan Sistem Pendidikan Formal
Sistem pendidikan merupakan metode utama dan langsung untuk melahirkan generasi
islami. Tujuan sistem pendidikan adalah untuk menghasilkan generasi yang berkepribadian
islami (syakhshiyah Islam), yang berbekal ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan, baik
ilmu keislaman (tsaqafah islam) maupun ilmu dalam cakupan sains dan teknologi. Negara
menerapkan sistem pendidikan ini melalui sekumpulan UU syariah (qanun syar’i) maupun UU
administrasi (qanun idari) yang terkait dengan pendidikan (Usus at-Ta’lim al-Manhaji, hlm. 9)
Sistem pendidikan dalam Negara Khilafah ada 2 (dua) macam. Pertama: sistem
pendidikan formal (at-ta’lim al-manhaji), yaitu sistem pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan
peraturan negara, baik diselenggarakan oleh negara maupun oleh swasta. Sistem pendidikan ini
dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (at-ta’lim
al-’aaliy). Kedua: sistem pendidikan non-formal (at-ta’lim ghayr al-manhaji), yaitu sistem
pendidikan yang tidak tunduk pada peraturan negara dalam hal pengaturan pendidikan, misalnya
pendidikan yang dilaksanakan di rumah, mesjid dan pesantren; juga berbagai forum seperti
seminar, konferensi, pelatihan/training, dan sebagainya.
Meskipun sistem pendidikan non-formal tak tunduk pada peraturan negara, Khilafah
tetap bertanggung jawab dan mengawasi materi yang diberikan, tidak berbeda dengan sistem
pendidikan formal. Negara berkewajiban mengawasi agar materi yang diberikan tetap berupa ide
yang lahir dari akidah Islam, seperti materi tauhid, fikih, tafsir, dan sebagainya; atau berupa ide
yang dibangun di atas akidah Islam, yaitu meski tidak lahir dari wahyu tetapi tetap tidak boleh
bertentangan dengan akidah, misalnya sains dan teknologi. Jika ada bagian sains dan teknologi
yang bertentangan dengan Aqidah, seperti teori Evolusi Darwin, negara akan melarang
pengajaran teori tersebut dalam berbagai lembaga pendidikan (Usus at-Ta’lim al-Manhaji, hlm.
9; Muqaddimah Ad Dustur, II/120).
Dengan demikian, negara akan menindak tegas sekolah atau lembaga pendidikan yang
mengajarkan ide-ide yang bertentangan dengan Islam, misalnya ilmu-ilmu sosial dari Barat,
seperti ekonomi, sosiologi, psikologi; juga berbagai ide dan filsafat Barat seperti sekularisme,
pluralisme, liberalisme, marxisme, eksistensialisme, utilitarianisme, pragmatisme, darwinisme,
dan sebagainya; kecuali jika materi-materi seperti itu diajarkan dalam level pendidikan tinggi
dan diajarkan bukan untuk diyakini, melainkan sekadar untuk diketahui serta dijelaskan
kekeliruandan pertentangannya dengan Islam (Muqaddimah Ad Dustur, II/168).
Beberapa Prinsip dalam Penyelenggaraan Pendidikan Formal oleh Daulah Khilafah
adalah Sebagai Berikut:
1)      Pendidikan untuk Semua
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah pendidikan. Besarnya perhatian
terhadap pendidikan ditunjukkan oleh Rasulullah ketika menetapkan tebusan bagi tawanan
perang Badar dengan mengajar membaca sepuluh anak Muslim. Berdasarkan segmen peserta
didik, saat ini terdapat dua jenis pendidikan, yakni pendidikan untuk kalangan orang berada dan
pendidikan untuk masyarakat umum.
Daulah Khilafah tidak akan menyelenggarakan pendidikan secara diskriminatif.
Pendidikan bebas bea yang bermutu dari tingkat dasar hingga menengah akan disediakan untuk
seluruh warga negara tanpa membedakan agama, mazhab, ras, suku bangsa maupun jenis
kelamin. Untuk pendidikan tinggi, Daulah Khilafah akan menyediakan sesuai kemampuan
2)      Membangun Kepribadian yang Islami
Dalam Daulah Khilafah, pendidikan akan diselenggarakan dengan dasar akidah Islam
yang tercermin pada penetapan arah pendidikan, penyusunan kurikulum, dan silabi serta menjadi
dasar dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).
Pendidikan harus diarahkan bagi terbentuknya kepribadian Islam anak didik dan
membina mereka agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqafah Islam.
Pendidikan juga harus menjadi media utama bagi dakwah dan menyiapkan anak didik agar kelak
menjadi kader umat yang akan ikut memajukan masyarakat Islam. Kebijakan pendidikan seperti
ini berlaku umum pada sekolah negeri maupun swasta. Allah SWT. berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar,keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. at-Tahrim [66]: 6)
3)      Meningkatkan Keahlian dalam Seluruh Bidang Kehidupan
Melalui pendidikan, Daulah Khilafah akan memastikan bahwa warga negaranya mampu
menguasai berbagai bidang keahlian yang diperlukan untuk kemajuan masyarakat. Secara garis
besar, seperti yang disebut oleh Imam Ghazali, ilmu pengetahuan dapat dikategorikan menjadi
dua, yakni ilmu kehidupan dan tsaqafah Islam.
Berkaitan dengan tsaqafah Islam, negara akan mendidik anak-anak agar dapat menguasai
tsaqafah Islam seperti fiqih, tafsir, ulumul Quran dan hadits dan lainnya. Berkaitan dengan ilmu
kehidupan, Daulah Khilafah akan mengarahkan agar putra-putri umat Islam unggul dalam
berbagai bidang pengetahuan dan teknologi seperti teknik mesin, ilmu kimia, fisika, kedokteran,
dan sebagainya. Rasulullah saw. mengatakan:
“Kalian lebih tahu urusan dunia kalian.” (Hr. Muslim) 
Dari sistem pendidikan yang bermutu tinggi di masa lalu lahir pribadi-pribadi istimewa yang
mampu menjadi pemimpin politik dan pemerintahan serta militer sepertAbu Bakar ra, Khalid bin
Walid ra, dan Shalahuddin al-Ayyubi. Pada saat yang sama, lahir pula sosok-sosok yang luar
biasa seperti Imam Abu Hanifah dan al-Khuwarizmi yang ahli dalam ilmu fikih maupun cabang
ilmu tsaqafah Islam yang lain
4)      Pendidikan Bahasa
Bahasa Arab memegang peranan penting dalam kehidupan umat Islam. Bahasa Arab
adalah bahasa al-Quran dan hadits; bahasa dalam ibadah shalat, juga bahasa internasional,
khususnya untuk dunia Islam. Seorang qadhi (hakim) tidak akan mungkin bisa berijtihad tanpa
memahami bahasa Arab. Maka, dalam Daulah Khilafah Bahasa Arab akan menjadi bahasa resmi
negara. Pengajaran bahasa Arab menjadi bagian dari kurikulum yang wajib diajarkan di sekolah-
sekolah baik negeri maupun swasta. Sementara, bahasa asing boleh diajarkan untuk kepentingan
dakwah dan demi melancarkan urusan umat Islam, di antaranya untuk menerjemahkan buku-
buku pengetahuan yang diperlukan oleh masyarakat.
5)      Metode Pengajaran yang digunakan Adalah Untuk Membangkitkan Kecerdasan dan
Memperbaiki Perilaku
Metode belajar mengajar harus dibuat sedemikian rupa agar mampu membangkitkan
kecerdasan dan mengubah perilaku yang buruk menjadi lebih baik. Metode belajar dengan cara
menghafal harus diterapkan secara tepat, karena metode ini bila salah penerapan bisa mengekang
kecerdasan anak didik karena kemampuan berfikir anak tidak terasah. Ketika mengajarkan
pemikiran-pemikiran yang terkait dengan pandangan hidup, para guru wajib menanamkan
pandangan hidup Islam dan menjadikan syariah Islam sebagai tolok ukur perbuatan, serta
menanamkan rasa suka dan benci sesuai sudut pandang Islam. Dengan cara ini diharapkan anak
didik akan dapat terdorong untuk berpikir dan bersikap sesuai dengan petunjuk wahyu. 
Sementara ketika mengajarkan pengetahuan-pengetahuan yang tidak terkait dengan
pandangan hidup tertentu, seperti ilmu fisika, matematika, kimia atau teknik, kedokteran, dan
ilmu lainnya, para guru mendorong anak didik mempelajarinya sebagai bagian dari ibadah dan
demi kemaslahatan umat serta dan keridhaan Allah SWT. Dalam al-Quran, Allah SWT.
Berfirman: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Qs.
al-Qashash [28]: 77)
6)      Pendidikan Tinggi
Ada karakter khusus dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berbeda dengan
jenjang pendidikan sebelumnya. Kalau jenjang pendidikan sebelumnya lebih bertujuan ke arah
membangun profil anak didik, maka pendidikan tinggi dalam Daulah Khilafah bertujuan:
 Melakukan Tarkiiz (penancapan) profil kepribadian Islam secara intensif agar mahasiswa
bisa menjadi PEMIMPIN dalam MEMANTAU & MENGATASI: Permasalahan mendasar
dan krusial masyarakat (qadhaya mashiriyah: permasalahan yang diharuskan atas kaum
Muslimin untuk menyelesaikannya dengan resiko hidup atau mati), Persoalan umum yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
 Mencetak para pemimpin umat yang benar-benar berkepribadian Islam, kompeten, dan siap
menerapkan Islam, melindungi dan mengembannya ke seluruh penjuru dunia.
 Menghasilkan himpunan ulama sekaligus ilmuwan dan para ahli di berbagai bidang, seperti
kedokteran, teknik, pertanian, guru, hakim atau ahli syariah dan bidang lain yang mampu
mengurus kemaslahatan hidup umat melalui penyusunan rancangan strategis jangka pendek
dan jangka panjang, yang siap dijalankan negara (Khilafah), dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan umat Islam.
 Mempersiapkan individu yang akan menjadi pelaksana praktis dan pengelola urusan umat:
para hakim (qadhi), dokter, insinyur, guru, dsb.
 Pendidikan tinggi juga diselenggarakan untuk tujuan menghasilkan peneliti yang mampu
melakukan inovasi di berbagai bidang yang memungkinkan umat ini mengelola hidupnya
secara mandiri.
 Di samping itu, pendidikan tinggi juga bertujuan membangun ketahanan negara dari
ancaman disintegrasi dan berbagai ancaman lain dari luar negeri.
b.      Menerapkan Syariah Islam Secara Umum
Negara bertanggung jawab menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam segala
aspek kehidupan, seperti dalam sistem pendidikan, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem
pergaulan (nizham ijtima’i), sistem pidana (nizham uqubat), dan sebagainya.
Penerapan syariah ini secara tidak langsung juga menjadi cara untuk membentuk generasi
yang islami. Misalkan, sistem pendidikan formal yang cuma-cuma kepada seluruh rakyat.
Kebijakan negara ini akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh rakyat,
termasuk anak-anak dan remaja, untuk menikmati pendidikan gratis dan berkualitas dari negara
(Muqaddimah Ad Dustur, II/173).
c.       Mewujudkan Lingkungan Islami
Negara Khilafah bertanggung jawab untuk mewujudkan lingkungan yang baik (al-bi‘ah
as-shalihah) bagi generasi muda umat Islam. Hal ini karena lingkungan berpengaruh besar
terhadap individu yang hidup di dalamnya. Lingkungan yang buruk dapat merusak individu-
individu yang baik, sebaliknya lingkungan yang baik dapat memperbaiki individu-individu yang
buruk. (Fathi Salim, Bina‘ an-Nafsiyah Al-Islamiyah wa Tanmiyatuha, hlm.13).
Negara melakukan tanggung jawabnya untuk membentuk lingkungan Islami ini dengan
mengawasi 2 (dua) hal. Pertama: kebiasan atau adat-istiadat yang berlaku di masyarakat (‘urf
‘am). Kedua: pendapat umum yang berkembang di masyarakat (ra`yu ‘am) (Fathi Salim, Bina`
an-Nafsiyah al-Islamiyah wa Tanmiyatuha, hlm. 22-23).
Maka dari itu, negara akan melarang berbagai kebiasaan yang bertentangan dengan Islam
yang merusak proses pembentukan generasi islami. Misalnya adanya geng-geng di lingkungan
kampung atau sekolah, termasuk geng motor yang marak belakangan ini. Negara juga akan
mengawasi dan menindak komunitas hobi, seperti perkumpulan musik, perkumpulan olah raga,
jika aktivitasnya bertentangan dengan syariah islam.
Negara juga akan melarang berbagai kafe, bar, klub, atau lokasi-lokasi wisata, seperti
hotel dan pantai; juga berbagai play station, warung internet (warnet) dan sebagainya yang
umumnya menjadi tempat kumpulnya anak muda jika di tempat-tempat tersebut terjadi
penyimpangan syariah, seperti membolos dari sekolah, beredarnya minuman keras, adanya
transaksi narkoba, aktivitas pacaran, dan semisalnya.
Negara pun akan melakukan pengaturan dan pengawasan media massa seperti koran,
majalah, buku, tabloid, televisi, situs internet, termasuk juga sarana-sarana hiburan seperti film
dan pertunjukan, berbagai media jaringan sosial seperti Facebook, Twitter, dan sebagainya.
Tujuan pengawasan ini agar semua sarana itu tidak menjadi wahana penyebarluasan dan
pembentukan opini umum yang dapat merusak pola pikir dan pola sikap generasi muda Islam
(Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Wasa’il al-I’lam fi ad-Dawlah al-Islamiyah, hlm. 6-7).
d.      Menerapkan Sanksi Hukum
Negara Khilafah akan memberlakukan sanksi-sanksi syariah (al-‘uqubat) yang tegas
sebagai upaya kuratif terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran syariah, baik sanksi itu
berupa hudud, jinayat, mukhalafat maupun ta’zir. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat,
hlm. 17-21).
Penerapan sanksi-sanksi hukum oleh negara ini juga merupakan upaya kuratif untuk
melahirkan generasi islami. Sebab, upaya preventif bisa jadi masih dilanggar juga. Maka dari itu,
maka hukum-hukum syariah yang bersifat kuratif ini akan memainkan perannya secara efektif.
Sebagai contoh, Islam telah mengharamkan zina; juga mengharamkan perbuatan-perbuatan yang
dapat menghantarkan zina, seperti khalwat (berduaan dengan lain jenis). Ini hukum preventif.
Namun, kalau hukum ini masih dilanggar juga, sanksi syariah sebagai hukum kuratif mau tak
mau akan diterapkan. Mereka yang berzina akan dijatuhi hukuman cambuk 100 kali cambukan
jika yang berzina bukan muhshan (QS an-Nur [24]: 2). Khalifah boleh menambah hukuman ini
dengan hukuman pengasingan (taghrib) selama satu tahun. Adapun jika yang berzina sudah
muhshan, hukumnya dirajam sampai mati, berdasar hadis-hadis Nabi saw. (Abdurrahman Al-
Maliki, Nizham al-‘Uqubat, hlm. 27-29). Contoh lain, Islam telah mengharamkan homoseksual.
Islam juga mengharamkan dua orang laki-laki tidur di bawah satu selimut. Ini hukum preventif.
Namun, kalau ada laki-laki yang tetap nekat melakukan perbuatan homoseksual, maka syariah
memberikan hukuman tegas sebagai hukum kuratif, yaitu menjatuhkan hukuman mati
(Abdurrahman Al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat, hlm. 40).
Demikianlah, negara Khilafah akan menerapkan sanksi-sanksi syariah (al-‘uqubat) ini
bagi siapa saja yang melanggar syariah Islam. Maka penerapan sanksi ini diyakini akan dapat
turut melahirkan generasi islami yang bermoral. Sebab, di balik sanksi-sanksi yang tegas itu
sebenarnya tersembunyi suatu hikmah yang baik, yaitu menimbulkan efek jera (zawajir) di
kalangan masyarakat luas, sehingga individu masyarakat (termasuk kaum mudanya) tidak berani
melakukan pelanggaran syariah, seperti berzina atau melakukan liwath (homoseksual).
C.     Langkah-Langkah Membentuk Generasi Muda Islam Secara Umum
Hal lain yang perlu ditekankan pada pembentukan generasi muda islami secara umum
adalah sebagai berikut.
1.      Penanaman sifat-sifat terpuji seperti: jujur, sabar, adil, bijaksana, amanah, rendah hati, welas
asih kepada sesama, suka menolong, peka terhadap lingkungan, dan bertoleransi atas perbedaan
yang ada. Muslim yang baik adalah pribadi yang tidak suka pada kekerasan, permusuhan,
dendam, kebencian, atau mengobarkan api konflik kepada orang lain, apalagi kepada sesama
muslim.
2.      Memahami Fungsi diri dalam kehidupan di dunia dan Akhirat.
3.      Memahami Islam secara Universal.
4.      Menjadikan seluruh diri dan kemampuan sebagai bentuk pengabdian kepada Agama, dan
lingkungan sekitar.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Masa muda adalah masa yang kuat dan penuh gejolak akan rasa ingin tahu, karena itulah
para remaja perlu pembinaan agar keingintahuan dan gejolak kaula muda dapat tersalur secara
positif dan bermakna sesuai dengan ajaran islam. 

Tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan negara Khilafah dalam upayanya untuk
melahirkan generasi Islami. Hanya dalam negara Khilafah sajalah, berbagai tanggung jawab
tersebut akan dapat dilaksanakan. Tanpa Khilafah, tak akan ada pihak yang bertanggung jawab
untuk melahirkan generasi Islami yang kita harapkan, kecuali institusi keluarga. Peranan
generasi muda adalah sangat penting, bahkan sangat menentukan bagi kelangsungan dan masa
depan umat dan bangsa.

Jadi, dalam membentuk generasi muda islami harus benar-benar didukung dengan
berbagai komponen dan kesadaran diri sendiri. Jika salah satu komponen tidak berjalan maka
tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan, dan segala sesuatu hal yang dilakukan dalam
kehidupan ini termasuk dalam membentuk generasi muda islam harus disesuaikan dengan ajaran
islam, pun harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengann lebih baik.

B.     Saran

Para orang tua harus menanamkan kepada anak mereka agar mereka memelihara,
menghargai, dan menghormati orang yang lebih tua, dan menjadi hamba Allah sesuai dengan
ajaran-Nya. Tanamkan pada diri masing-masing agar bisa menjadi pemuda yang islami. Pemuda
islami yang dimaksud adalah pemuda yang memelihara kejujuran, dapat dipercaya, disiplin,
tanggung jawab, tidak manja, mandiri, mematuhi seluruh perintah Allah swt dan menjauhi semua
larangan-Nya.

Solusi terbaik dalam membentuk generasi muda yang islami adalah dengan
tanggungjawab dari masing-masing pihak yang terkait dalam pembinaan generasi muda. Buatlah
berbagai kegiatan-kegiatan yang positif, seperti diadakan majelis taklim, pengajian Al-Qur'an
dan Al-Hadits, dan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Namun kegiatan itu semua
dibutuhkan peran serta pihak terkait dalam pendidikan demi kelancaran kegiatan-kegiatan
tersebut, mempersiapkan sarana dan prasarana, menjadi donatur dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Dhiyaa, Muhammad. 2011. Peranan Agama Islam dalam Pembentukan Karakter Generasi Muda.
[online]. http://muhammaddhiyaa.blogspot.com/2012/08/membangun-generasi-akhlak-pemuda-
muslim.html. 07 Maret 2015. 18: 00.
Mu’min, Achmad. 2013. Pentingnya Pembinaan Agama Islam Bagi Generasi Muda
[Online]. Http://Ppgaceh.Blogspot.Com/2013/05/Pentingnya-Pembinaan-Agama-Islam-
Bagi.Html. 07 Maret 2015. 18: 04.
Rosyidah, Faizatul. 2013. Melahirkan Generasi Islami Dengan Sistem Islam .
[online]. http://faizatulrosyidahblog.blogspot.com/2012/04/melahirkan-generasi-islami-
dengan.html. 07 Maret 2015. 18: 45.
Saleh, Ismail. 2014. Membangun Generasi Muda Islami
[online]. http://regional.kompasiana.com/2014/05/19/membangun-generasi-muda-islami-657699.html. 0
7 Maret 2015. 18:43.

Anda mungkin juga menyukai