Anda di halaman 1dari 13

Tujuan :

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponin, triterpenoid


dan steroid dalam tanaman Sapindus rarak DC.

Tinjauan pustaka :

Obat herbal tradisional adalah obat herbal yang memenuhi kriteria definisi obat tradisional.
Obat tradisional yaitu bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian, ata campuran dari beberapa bahan yang secara turun temurun digunakan
untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan yang berlimpah dan mempunyai berbagai jenis yang
salah satunya diketahui dapat digunakan untuk insektisida nabati adalah buah lerak yang
mempunyai nama latin Sapindus rarak DC.

 Lerak ( Sapindus rarak DC )

Tanaman lerak (Sapindus rarak) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan
telah lama dikenal di Pulau Jawa. Buah leraktelah dikenal lama dan dipakai sebagai bahan
pencuci pakaian atau rambut. Walaupun penggunaannya sebagai bahan pencuci telah terdesak
oleh penggunaan detergen dari bahan kimia sintetik, senyawa aktif dalam buah lerak dapat
dimanfaatkan di bidang lain.

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Sapindus
Jenis : Sapindus rarak
(Laela, Isnaini,
Rufaida, & Sayogo, 2018)
 Morfologi

Tanaman lerak berbentuk pohon tinggi mencapai ± 42 m dan besar dengan diameter batang
± 1 m. Pohon lerak tumbuh di daerah temperate dan tropical. Ia bersifat evergreen atau
deciduous. Tata daun alternate atau bersilangan dan buahnya berbentuk drupe yang berisi satu
hingga tiga bakal biji(Solikhin, Alfajri, & Hasyim, 2011). Daun bentuknya bundar telur sampai
lanset. Perbungaan terdapat di ujung batang warna putih kekuningan. Bentuk buah bundar seperti
kelereng kalau sudah tua/masak warnanya coklat kehitaman, permukaan buah licin/mengkilat.
Bijinya bundar dan berwarna hitam. Antara buah dan biji terdapat daging buah berlendir sedikit
dan aromanya wangi. Tanaman lerak mulai berbuah pada umur 5 – 15 tahun, dan musim berbuah
pada awal musim hujan (November-Januari) yang menghasilkan buah sebanyak 10000–15000
biji/pohon.(Fajriaty et al., 2017).

 Kandungan Kimia

Buah lerak memiliki potensi menjadi bahan alternatif karena mengandung senyawa-senyawa
aktif seperti, saponin, alkaloid, tannin, kuinon, steroid dan fenol. Daging buah mengandung
triterpen, alkaloid, steroid, antrakinon, tanin, fenol, flavonoid, dan minyak atsiri. Selain itu kulit
buah, biji, kulit batang dan daun lerak mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan kulit buah
juga mengandung alkaloida dan polifenol. Kulit batang dan daun tanaman lerak mengandung
tanin. Senyawa aktif yang telah diketahui dari buah lerak adalah senyawa–senyawa dari
golongan saponin dan sesquiterpen(Laela et al., 2018).
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Saponin banyak
ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika
direaksikan dengan air dan dikocok, akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama(Laela et al.,
2018).

 Manfaat Buah Lerak


Dengan senyawa-senyawa yang dimiliki, buah lerak dapat digunakan untuk mencuci baju,
pembersih lantai, dan pembersih perabot rumah tangga. Bukan hanya itu saja, lerak juga dapat
dijadikan sebagai insektisida alami, dan air dari lerak dapat menghilangkan kutu pada hewan
peliharaan. Dengan kegunaan yang dimiliki, buah lerak yang dijadikan produk sabun lerak
merupakan produk alami yang lebih ramah lingkungan dibandingkan detergen. Detergen yang
biasa digunakan untuk mencuci pakaian terbuat dari bahan kimia,ditambah dengan bahan
pewarna, dan bahan pewangi. Limbah dari detergen dapat merusak lingkungan, detergen juga
memiliki efek terhadap kesehatan dimana kandungan senyawa yang tertinggal dalam pakaian
dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit(Pradigdo & Purbawati, 2021).
Biji lerak mengandung saponin, suatu alkaloid beracun, saponin inilah yang menghasilkan
busa dan berfungsi sebagai bahan pencuci, dan dapat pula dimanfaatkan sebagai pembersih
berbagai peralatan dapur, lantai, bahkan memandikan dan membersihkan binatang peliharaan.
Pencampuran ekstrak metanol buah lerak dengan ekstrak etil asetat daun kacang babi juga
berpotensi dalam mengendalikan hama yang sama. Penambahan ekstrak buah lerak juga
memberikan pengaruh nyata sebagai pelindung Ultraviolet bagi SlNPV untuk mengendalikan
hama Spodoptera litura. Kulit buah lerak dapat digunakan untuk mengurangi jerawat pada wajah
dan kudis. Buah lerak relatif mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional. Saat ini di pasaran
telah juga tersedia produk lerak cair dalam kemasan yang lebih praktis sehingga bisa langsung
dipakai(Pradigdo & Purbawati, 2021).

 Metode Ekstraksi

1. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin macerace yang berarti mengairi atau
melunakkan. Maserasi adalah salah satu dari metode ekstraksi cara dingin dengan cara
merendam simplisia tanaman dengan menggunakan pelarut di dalam wadah tertutup
selama kurun waktu tertentu dengan diselingi pengadukan dan dilakukan pada suhu
kamar(Leba, 2017).
Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat cair yang paling sederhana.
proses ekstraksi dilakukan merendam sampel pada suhu kamar menggunakan pelarut
yang sesuai sehingga dapat melarutkan analit dalam sampel. sampel biasanya direndam
selama 3 sampai 5 hari sambil diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan
analit. ekstraksi dilakukan berulang kali sehingga analit terekstraksi secara sempurna.
kelebihan ekstraksi ini adalah alat dan cara yang digunakan sangat sederhana dapat
digunakan untuk mengenali baik yang tahan terhadap pemanasan maupun yang tidak
tahan pemanasan. kelemahannya adalah menggunakan banyak pelarut (Leba, 2017).

2. Perkolasi
Perkolasi berasal dari kata percolare yang berarti penetesan. perkolasi merupakan
salah satu jenis ekstraksi padat cair dengan jalan mengalirkan pelarut secara perlahan
pada sampel dalam suatu perkolator. pada ekstraksi jenis ini pelarut ditambahkan secara
terus-menerus Jingga proses ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. pola
penambahan pelarut yang digunakan adalah menggunakan pola penetesan pelarut dari
bejana terpisah disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar atau dilakukan dengan
penambahan pelarut dalam jumlah besar secara berkala (Leba, 2017).

3. Sokletasi
Sokletasi adalah salah satu jenis ekstraksi menggunakan alat soklet pada ekstraksi
ini pelarut dan sampel ditempatkan secara terpisah. prinsipnya adalah ekstraksi dilakukan
secara terus-menerus menggunakan pelarut yang relatif sedikit. bila ekstraksi telah selesai
maka pelarut dapat diuapkan sehingga akan diperoleh ekstrak. biasanya pelarut yang
digunakan adalah pelarut pelarut yang mudah menguap atau menggunakan titik didih
yang rendah (Leba, 2017).

 Golongan senyawa Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid.

Glikosida berasal dari senyawa asetal dengan satu gugus hidroksi dari gula yang mengalami
kondensasi dengan gugus hidroksi dari komponen bukan gula.Sementara gugus hidroksi yang
kedua mengalami kondensasi di dalam molekul gula itu sendiri membentuk lingkaran oksida.Oleh
karena gula terdapat dalam dua konformasi, yaitu bentuk alfa dan bentuk beta maka bentuk
glikosidanya secara teoritis juga memiliki bentuk alfa dan bentuk beta.Namun, dalam tanaman
ternyata hanya glikosida bentuk beta saja yang terkandung di dalamnya. Hal ini didukung oleh
kenyataan bahwa elmulsin dan enzim alami lain hanya mampu menghidrolisis glikosida yang ada
pada bentuk beta.(Jurnal peternakan, 2017).
Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpenoid. Saponin
memiliki berbagai kelompok glikosil. Struktur saponin tersebut menyebabkan saponin bersifat
seperti sabun atau deterjen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan alami). Saponin steroid
tersusun atas inti steroid dengan molekul karbohidrat dan jika terhidrolisis menghasilkan suatu
aglikon yang dikenal saraponin. Saponin steroid terutama terdapat pada tanaman monokotil
seperti kelompok sansevieria (Agavaceae) gadung (dioscoreaceae) dan tanaman berbunga
(Liliacea). Saponin memiliki berbagai macam sifat biologis seperti kemampuan hemolitik
aktivitas antibakterial, antimolluska, aktivitas antivirus, aktivitas sitotoksik atau anti kanker efek
hipokolesterolemia dan antiprotozoa.(Jurnal peternakan, 2017)

 Kromatografi Lapis Tipis.

Istilah kromatografi, yang secara harfiah berarti "menulis dengan warna", pertama kali
diperkenalkan pada awal 1900-an untuk menggambarkan penggunaannya dalam memisahkan
pigmen tumbuhan. Dalam kromatografi, molekul dipisahkan dengan melarutkan campuran dalam
fase gerak (misalnya, buffer) dan melewatkannya melalui fase diam (misalnya, manik-manik
kromatografi). Mereka semua memiliki fase diam (padat, atau cair yang didukung pada padat) dan
fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-
komponen campuran dengannya. Komponen yang berbeda berjalan dengan laju yang berbeda.
Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran zat ke dalam komponennya. Semua bentuk
kromatografi bekerja dengan prinsip yang sama. Kromatografi lapis tipis (Th in-layer
chromatography/TLC) merupakan teknik kromatografi yang berguna untuk memisahkan senyawa
organik. Karena kesederhanaan dan kecepatan TLC, sering digunakan untuk memantau kemajuan
reaksi organic dan untuk memeriksa kemurnian produk. Kromatografi lapis tipis dilakukan
dengan menggunakan sepotong kaca, logam atau plastik kaku yang dilapisi lapisan tipis silika gel
atau alumina. Silika gel (atau alumina) adalah fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
juga sering mengandung zat yang berfluoresensi dalam sinar UV. Fase gerak adalah pelarut cair
yang cocok atau campuran pelarut.(Ninla Elmawati Falabiba et al., 2014)
Prosedur kerja :

A. Uji Buih
Prosedur Kerja :
a. Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukkan tabung reaksi, kemudian
ditambah air suling 10 ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30
detik.
b. Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil
selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm di atas permukaan
cairan.

Bagan alir

Ekstrak sebanyak 0.2 gram dimasukkan ke tabung reaksi

Tambahkan air suling 10 ml

Kocok kuat kuat selama 30 detik

Tes buih positif mengandung saponin bila buih stabil


selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm diatas
permukaan cairan
B. Reaksi warna

1. Preparasi Sampel

Prosedur Kerja :

0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi tiga bagian masing-
masing 5 ml, disebut sebagai larutan IIA, IIB, dan IIC.

Bagan alir

Timbang 0.5 mg ekstrak

Larutkan dalam etanol 15 ml

Bagi jadi 3 masing masing 5 ml

Larutan IIA, IIB, IIC

2. Uji Lieberman-Burchard

Prosedur Kerja :

1) Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml ditambah 3 tetes
asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang terjadi.
Kemudian kocok perlahan dan diamati terjadinya perubahan warna.
2) Terjadinya warna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid, warna merah ungu
menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning muda menunjukkan
adanya saponin triterpenoid/ steroid jenuh.
Bagan alir

Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB


sebanyak 5 ml + 3 tetes asam asetat anhidrat dan 5 tetes
H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang terjadi

Kocok perlahan dan amati perubahan warna

Terjadi warna hijau biru menunjukkan adanya


saponin steroid, warna merah ungu menunjukkan
adanya saponin triterpenoid dan warna kuning muda
menunjukkan adanya saponin triterpenoid/ steroid
jenuh

3. Uji Salkowski

Prosedur Kerja :

1) Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml ditambah 1-2 ml
H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi.
2) Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cicin warna merah.
Bagan alir

Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC


sebanyak 5 ml + 1-2 ml H2SO4 pekat melalui
dinding tabung reaksi
Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya
cincin warna merah

C. Kromatografi Lapis Tipis

1. Identifikasi sapogenin steroid/ triterpenoid

Prosedur Kerja :

1) Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5 ml HCl 2N, didihkan dan tutup dengan corong
berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis saponin.
2) Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa, kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml n-
heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml, totolkan pada plat KLT (cek
pada lampu UV 254).
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda : - Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan).
3) Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinnya warna merah ungu (ungu) untuk
anesaldehida asam sulfat

Bagan alir

Timbang ekstrak 0,5 gram + 5 ml HCl 2N, didihkan


dan tutup dengan corong berisi kapas basah selama
50 menit untuk menghidrolisis saponin

Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basah,


kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml n-heksana
sebanyak 2x, lalu uap kan sampai tinggal 0,5 ml,
totolkan pada plat KLT
Fase diam: Kiesel Gel 254
Fasegerak: n-heksana-etilasetat (4:1)
Penampak noda: Anisaldehida asam sulfat (dengan
pemanasan)

Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya


warna merah ungu (ungu) untuk anisaldehida asam
sulfat

2. Identifikasi terpenoid/ steroid bebassecara KLT

Prosedur Kerja :

1) Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes etanol, diaduk sampai larut, totolkan
pada fase diam.
2) Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan :
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
3) Adanya terpenoid/steroid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu
atau ungu, setelah dipanaskan di atas hotplate.
Bagan alir

Sediki ekstrak + beberapa tetes n-heksana 0,5-1 ml,


aduk

Totolkan pada fase diam

Fase diam: Kiesel Gel 254


Fasegerak: n-heksana-etilasetat (4:1)
Penampak noda: Anisaldehida asam sulfat (dengan
pemanasan)

Adanya terpenoid/ streroid ditunjukkan dengan


terjadinya warna merah ungu atau ungu, setelah
dipanaskan di atas hotplate
Daftar Pustaka

Fajriaty, I., Hariyanto, I. H., Saputra, I. R., & Silitonga, M. (2017). LAPIS TIPIS DARI
EKSTRAK ETANOL BUAH LERAK ( Sapindus Rarak ). Jurnal Pendidikan Informatika
Dan Sains, 6(2), 243–256.

Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 6, No. 2, Desember 2017, pp. 79-90 ISSN 2303– 1093

Laela, E., Isnaini, I., Rufaida, E. Y., & Sayogo, R. (2018). Efektivitas Sabun Alami Terhadap
Warna Batik. Dinamika Kerajinan Dan Batik: Majalah Ilmiah, 35(2), 119.
https://doi.org/10.22322/dkb.v35i2.4187

Leba, M. A. U. (2017). Buku Ajar: Ekstraksi dan Real Kromatografi. Deepublish.

Ninla Elmawati Falabiba, Anggaran, W., Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, A., Wiyono, B.
., Ninla Elmawati Falabiba, Zhang, Y. J., … Chen, X. (2014). Kromatografi Lapis Tipis
Metode Sederhana Dalam Analisis Kimia Tumbuhan Berkayu. Paper Knowledge . Toward
a Media History of Documents, 5(2), 40–51. Retrieved from
https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/6733/3. Kromatografi lapis tipis
%3B metode sederhana dalam analisis kimia tumbuhan
berkayu.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Pradigdo, S. F., & Purbawati, D. L. (2021). Pemanfaatan Teknologi Mesin Disk Mill Dalam
Pembuatan. 1, 40–43.

Anda mungkin juga menyukai