FAKULTAS SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO (IAIN)
MANADO
2022
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………..3
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………4
1. Latar Belakang…………………………………………………………..4
2. Rumusan Masalah………………………………………………………..4
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………...5
A. Pengertian Pasar Modal………………………………………………….5
B. Pengertian dan Sejarah Uang…………………………………………….7
C. Konsep Uang dalam Islam………………………………………………10
D. Permintaan Dan Penawaran Uang Dalam Ekonomi Islam………………11
E. Pandangan Islam Mengenai Modal Dalam Islam………………………..13
F. Cara Pengembangan Bisnis Dalam Bingkai Islam……………………….14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………26
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban
perekonomian dunia.Posisi uang sangat strategisdalam satu sistem
ekonomi, dan sulit digantikan dengan variabellainnya. Bisa dikatakan
uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi.
Sepanjang sejarah keberadaannya,uang memainkan peran penting
dalam perjalanan kehidupan modern. Uang berhasil memudahkan dan
mempersingkat waktu transaksi pertukaran barangdengan uang.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah, maka peradabannya
pun semakin maju sehingga kegiatan dan transaksi antar sesama
manusia semakin beragam. Maka dari itu, diperlukan alat tukar yang dapat
diterima semua pihak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alat tukar ini
lah yang disebut dengan uang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pasar modal?
2. Pengertian uang dan sejarah uang ?
3. Bagaimana konsep uang dalam islam ?
4. Bagaimana permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam?
5. Bagaimana pandangan islam mengenai modal dalam islam?
6. Bagaimana cara pengembangan bisnis dalam bingkai islam?
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal
sendiri. Pasar modal merupakan juga pasar untuk untuk surat berharga jangka
panjang. Sedangkan, pasar uang merapakan pasar surat berharga jangka
pendek.
6
Net Profit Margin (NPM), Return On Assets
(ROA), dan lain-lain.1
1
Difi Dahliana and A Perkembangan Sistem Transaksi, “Sejarah Uang,” n.d.
7
nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa uang adalah
standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.
Menurut para ahli ekonomi kontemporer, uang didefinisikan dengan
benda-benda yang di setujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebsgsi standar nilai. Jadi uang
adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan
produksi dan jasa. Baik uang itu berasal dari emas, perak,tembaga, kulit,
kayu, batu, dan besi. Selama itu diterima masyarakat dan dianggap sebagai
uang.
2. Sejarah Uang
Masyarakat Mekkah pada masa jahiliyah telah melakukan
perdagangan dengan mempergunakan uang dari Roma dan Persia.
Menurut al-Balazuri seperti yang dikutip Muhammad Usman Syabir, uang
yang digunakan ketika itu adalah dinar Hercules, Bizantium, dan dirham
dinasti Sasanid Irak dan sebagian mata uang bangsa Himyar dan Yaman.
Ini berarti Bangsa Arab pada masa itu belum memiliki mata uang
tersendiri. Ketika diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad tidak
mengubah mata uang tersebut karena kesibukannya memperkuat
sendisendi agama Islam di jazirah Arab. Pada awal pemerintahannya,
Umar Ibn Khatab juga tidak melakukan perubahan mata uang ini karena
kesibukannya melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam. Barulah
tahun ke-18 H mulai dicetak dirham Islam yang masih mengikuti model
cetakan Sasanid berukiran Kisra dengan tambahan beberapa kalimat tauhid
dalam bentuk tulisan Kufi, seperti kalimat Alhamdulillah pada sebagian
dirham, dan kalimat Muhammad Rasulullah pada dirham yang lain, juga
kalimat Umar, kalimat Bismillah, Bismillahirabbi, pada dirham yang
lainnya. Malah pada masa ini juga sempat terpikir oleh Umar untuk
mencetak uang dari kulit unta. Namun, diurungkannya karena takut akan
terjadi kelangkaan unta. Percetakan uang dirham yang bertuliskan kalimat
8
Allahu Akbar, Bismillah, Barakah, Bismilahirabbi, Allah, Muhammad
dalam bentuk tulisan Albahlawiyah.
Pada Masa Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H), Khalifah
ke tiga dinasti Umaiyyah, dinar dan dirham Islami mulai dicetak dengan
model tersendiri yang tidak lagi ada lambang-lambang Bizantium dan
Persia pada tahun 76 H. Dinar yang dicetak setimbangan 22 karat dan
dirham setimbangan 15 karat. Tindakan yang dilakukan Abdul Malik ibn
Marwan ini ternyata mampu merealisasikan stabilitas politik dan ekonomi,
mengurangi pemalsuan, dan manipulasi terhadap uang. Kebijakan
pemerintah ini terus dilanjutkan kedua penggantinya, Yazid ibn Abdul
Malik dan Hisyam ibn Abdul Malik. Keadaan ini terus berlanjut pada
masa awal pemerintahan dinasti Abasiyah (132 H) yang mengikuti
model dinar Umaiyah dan tidak mengubah sedikitpun, kecuali pada
ukirannya.
Namun di akhir dinasti ini tepatnya pada masa
pemerintahan mulai dicampuri oleh para Mawali (pembantu dan orang-
orang Turki, mulai terjadi penurunan nilai bahan baku uang dan malah
dicampur dengan tembaga dalam proses percetakan mata uang yang
dilakukan penguasa dalam rangka meraup keuntungan dari percetakan
uang tersebut. Akibatnya, terjadi inflasi harga-harga melambung tinggi.
Namun, masyarakat masih menggunakan dirham-dirham tersebut dalam
interaksi perdagangan. Keadaan ini terus berlanjut sampai dinasti
Fatimiyah, kurs dinar terhadap dirham adalah 34 dirham. Padahal
selama ini kurs dan dirham adalah 1:10.
Percetakan uang tembaga (fulus) mulai dilakukan pada masa
Mamalik tepatnya masa khalifah al-Zhahir Barquq. Di masa ini mata uang
fulus menjadi mata uang utama, sedangkan percetakan dirham dihentikan,
karena ketika itu terjadi penjualan perak ke Eropa dan impor tembaga dari
Eropa semakin meningkat. Kemudian, terjadi peningkatan produksi pelana
kuda dan bejana dari perak. Akibat kebijakan ini, inflasi terus terjadi . Al-
Maqrizi menyikapi keadaan ini dengan menulis kitab Syuzur al-Nuqud Fi
9
Zikr al-Nuquq. Ia menyatakan, penyebab terjadinya inflasi adalah
pengukuhan sistem mata uang tembaga.2
2
Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam diTengah Krisis Ekonomi Global, terj. Ahmad Ikhrom dan
Dimyauddin, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h. 115-116.
10
mengendap kedalam kepemilikan seseorang (stock concept), uang tersebut
menjadi milik pribadi (private goods)
Md = Mdtrans + Md prec
11
Mazhab Mainstrem, landasan filosofis dari teori dasar permintaan
uang ini adalah islam mengarahkan sumber-sumber daya untuk
dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money
atau penimbunan kekayaan merupakan “kejahatan” penggunaan uang yang
harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur
merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Dues of idle cash
atau pajak atas aset produktif yang menganggur bertujuan untuk mengalokasikan
setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif. Pengenaan
kebijakan ini akan berdampak pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-
jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang
anggurkan maka permintaan terhadap aset ini akan berkurang.
Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai berikut, Ahmad yang memiliki
kekayaan berupa tanah dan kemudian tanah tersebut hanya dianggurkan saja
sehingga tidak ada nilai tambah kekayaannya, maka kebijakan yang dikenakan
terhadap Ahmad agar tanah tersebut memiliki nilai tambah adalah mendorong
Ahmad mendorong Ahmad untuk bersedia mengelola kekayaannya pada kegitan
yang produktif. Instrumen yang digunakan adalah pajak terhadap pengangguran
tanah tersebut. Sehingga Ahmad akan terkena risiko pembayaran pajak apabila
tanah miliknya tetap dianggurkan.
12
ini juga didukung oleh kesamaan dari nilai uang dengan nilai intrinsiknya
serta tidak adanya suatu institusi tertentu yang melakukan pencetakan uang
dan mengontrolnya.3
3
Choirunnisak Choirunnisak, Choiriyah Choiriyah, and Sapridah Sapridah, “Konsep Uang Dalam
Islam,” SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I 6, no. 4 (2019): 377–90,
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v6i4.13719.
13
dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik."
Secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed capital dan
circulating capital. Fixed capital seperti gedung-gedung, mesin-mesin atau
pabrik-pabrik, yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati tidak
berkurang eksistensi substansinya. Adapun circulating capital seperti:
bahan baku dan uang ketika manfaatnya dinikmati, substansinya juga
hilang. Perbedaan keduanya dalam syariah dapat kita lihat sebagai berikut.
Modal tetap pada umumnya dapat disewakan, tetapi tidak dapat
dipinjamkan (qardh). Sedangkan modal sirkulasi yang bersifat konsumtif
bisa dipinjamkan (qardh) tetapi tidak dapat disewakan. Hal itu karena
ijarah dalam Islam hanya dapat dilakukan pada benda-benda yang
memiliki karakteristik, substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau
sekaligus. Ketika sebuah barang disewakan, maka manfaat barang tersebut
dipisahkan dari yang empunya. Ia kini dinikmati oleh penyewa, namun
status kepemilikannya tetap pada si empunya. Ketika masa sewa berakhir,
barang itu dikembalikan kepada si empunya dalam keadaan seperti
sediakala.4
4
William N Loucks et al., “Konsep Uang Dan Modal Dalam Islam,” 2008.
14
pengambilan keputusan bisnisnya, pengembangan sangat diperlukan guna
mencapai tujuan bisnis. 5
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengembangan adalah
proses, cara, perbuatan mengembangkan. Sedangkan bisnis diartikan sebagai
usaha dagang, pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau
memberi manfaat Menurut Hughes dan Kapoor, bisnis merupakan suatu kegiatan
usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan (laba) atau menjual barang
dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Namun harus dipahami, bahwa praktek-praktek bisnis seharusnya dilakukan
setiap manusia, sesuai ajaran Islam yang telah ditentukan batas-batasnya. Oleh
karena itu, ajaran Islam yang mendasari cara mengembangkan usaha menurut
syariah,
antara lain:
1. Niat yang baik
Niat yang baik adalah pondasi dari amal perbuatan. Jika niatnya baik
usaha amalnya juga baik, sebaiknya jika niatnya rusak, maka amalnya juga rusak,
sebagaimana hadits Rasulullah berikut ini: “Sesungguhnya amalan itu tergantung
pada niatnya. Dan seseorang sesuai dengan apa yang ia niatkan”. (HR. Bukhari)
Apa yang dikatakan Rasulullah itu bukan hanya untuk urusan ibadah saja, tetapi
juga berlaku untuk urusan muamalah seperti kegiatan berwirausaha. Oleh karena
itu, semua wirausaha muslim dituntut agar aktivitas ekonomi yang ditekuninya
selalu berorientasi pada mencari ridha Allah semata, ebagaimana firman Allah
Q.S. Al-An‟am: 162-163 berikut.
15
Semakin berkualitas keikhlasan seseorang wirausaha muslim dalam
menghadirkan niat untuk semua aktivitasnya, maka pertolongan dan bantuan
Allah akan semakin mengalir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bantuan
Allah berjalan seiring dengan persiapan kita (niat) yang terkandung di dalam hati.
2. Berinteraksi dengan akhlak
Akhlak menempati posisi puncak dalam rancang bangun ekonomi Islam,
karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para nabi, yaitu untuk
menyempurnakan akhlak.
Beberapa akhlak dasar yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha muslim antara
lain:
a. Jujur
Dalam mengembangkan harta seorang wirausaha muslim harus
menjunjung tinggi kejujuran, karena kejujuran merupakan akhlak utama yang
merupakan sarana yang dapat memperbaiki kinerja bisnisnya, menghapus dosa,
dan bahkan dapat mengantarkannya masuk ke dalam surga, sebagaimana firman
Allah:
)70( يَا َ يُهَا الَّ ِذ ي َْن اَ َمنُو ا اتَّقُو ا هللاَ َو قُ ْو لُ ْو ا قَ ْو الً َس ِد ْيدًا
ْدƒَهُ فَقƒَيُصْ لِحْ لَ ُك ْم اَ ْع َما لَ ُك ْم َو يَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذ نُ ْو بَ ُك ْم َو َم ْن يُّ ِط ِع ا هللَ َو َر س ُْو ل
)71( فَا َز فَ ْو ًزا َع ِظ ْي ًما
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah Perkataan yang benar. niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-
amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan Barangsiapa mentaati
Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang
besar” (Q.S. Al-Ahzab: 70-71)
Begitu pentingnya kejujuran ini bagi profesi pedagang (termasuk
wirausaha atau bisnis) Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya: “Seorang
16
pedagang yang jujur akan bersama para nabi, orang-orang jujur, dan para
syuhada’ “.(HR. Bukhari)
Pencerminan dari sifat jujur ini dapat dilihat ketika seorang wirausaha
mempromosikan barang dagangannya. Apakah ia mempromosikan/menjelaskan
dengan sejujurnya atau keterangan/sumpah palsu yang dapat menyesatkan seperti
marak terjadi dalam iklan produk/jasa yang banyak ditayangkan lewat elevise.
Mayoritas iklan yang dimuat tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya
Bila kita jujur, kita akan hidup harmonis dengan Allah karena Allah adalah
yang maha jujur.
17
يَا َ يُهَا ا لَّ ِذ ي َْن اَ َمنُ ْو ا اَل تَ ُخ ْو نُ ْو ا هللَ َو ا ل َّر س ُْو َل َو تَ ُخ ْو
)27( نُ ْو اَ َمنَتِ ُك ْم َو اَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْو َن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.(QS. Al-Anfal:27)
Islam mengajarkan agar seorang wirausaha muslim selalu menghidupkan
mata hati mereka dengan selalu menegakkan sikap amanah. Dan dengan sikap
amanah itu pula mereka dapat menjaga hak-hak Allah dan hakhak manusia,
sehingga ia tidak lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Ia tidak menyepelekan atau tidak memperhatikan amanah yang
diamanatkan Allah kepadanya, karena ia sadar melanggarnya adalah suatu
malapetaka baginya. Sebagaimana diingatkan Rasulullah SAW dalam haditsnya:
“Tidaklah beriman seseorang yang tidak bisa amanah dan tidaklah dianggap
beragama orang yang tidak bisa memegang perjanjian”.(HR. Ahmad) Makna
amanah dalam berbisnis juga bisa dilihat dari ketika seorang penjual mengatakan
dengan terus terang mengenai cacat barang yang dijualnya kepada calon
pembelinya. Penjual yang jujur itu tidak khawatir barangnya tidak laku karena
cacatnya diketahui oleh calon pembeli. Ia sadar betul dengan apa yang dirasakan
dalam hatinya: “selayaknya seorang tidak ridha terhadap sesuatu yang menimpa
orang lain sebagaimana dia tak akan ridha bila hal itu menimpa dirinya”.
Oleh karena itu bagi seorang wirausaha muslim keuntungan satu rupiah
yang diberkahi Allah akan menjadi sebab kebahagiaannya di dunia dan akhirat
jauh lebih baik dari pada jutaan rupiah yang dicela dan dijauhkan dari berkah yang
akan menjadi sebab kehancuran pemiliknya di dunia dan akhirat.
c. Toleran
Sikap toleran akan memudahkan seseorang dalam menjalankan bisnisnya.
Ada beberapa manfaat yang didatangkan oleh sikap toleran dalam berbisnis,
diantaranya: mempermudah terjadinya transaksi, mempermudah hubungan dengan
calon pembeli, dan mempercepat perputaran modal. Allah berfirman:
18
ْد َوا ِنƒو َعلَى ا ِْال ْث ِم َوا ْل ُعƒْ ƒُ َو نƒَو تَ َعا َو نُ ْو ا َعلَى ا ْلبِ ِّر َو ا لتَّ ْق َو ى َو اَل تَ َع
)2( ب ِ َو تَّقُ ْو ا ا هللَ اِ َّن ا هللَ َش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا
Artinya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
(QS. Al-Maidah: 2)
Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya bersabda: “Allah akan
mencurahkan rahmat kepada orang yang toleran ketika menjual, toleran ketika
membeli, dan toleran ketika menagih hutang”.(HR Bukhari)
d. Menepati Janji
Islam adalah agama yang sangat menganjurkan penganutnya untuk
menepati janji dan semua bentuk komitmen yang telah disepakati dalam hubungan
muamalah antar manusia. Allah Berfirman QS. Al-Baqarah: 282:
ُيَا َ ُّيهَا ا لَّ ِذ ي َْن اَ َمنُ ْو ا اِ َذا تَ َد ايَ ْنتُ ْم بِ َد ي ٍْن اِ لَى اَ َج ٍل ُم َس ًّمى فَا ْكتُب ُْو ه
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-
Baqarah: 282).
Semua petunjuk yang diberikan Al-Quran dan Rasul dalam hadits itu
merupakan sarana yang akan membantu wirausaha muslim untuk merealisasikan
janji yang dibuatnya, sehingga akan terhindar dari kategori orang munafik yang
dibenci Allah.
3. Percaya pada takdir dan ridha
Seorang wirausaha muslim wajib mengimani/percaya pada takdir, baik
atau buruk. Tidak sempurna keimanan seseorang tanpa mengimani takdir
Allah. Setelah percaya dengan takdir, maka ia pun harus berdzikir dan bersyukur
bila menerima keuntungan dalam hartanya dan tidak akan bergembira secara
berlebihanlebihan, sebagaimana diingatkan Allah dalam firmannya:
19
kamu mendapat keberuntungan.”(QS. AlA‟raf:69)
Begitu pula jika sebaliknya, maka tetap ridha dan sabar menghadapi dan
menjalaninya, karena dalam setiap kejadian pasti ada hikmah yang tersembunyi.
4. Bersyukur
Wirausaha muslim adalah wirausaha yang selalu bersyukur kepada Allah.
Bersyukur merupakan konsekuensi logis dari bentuk rasa terimakasih kita atas
nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan selama ini, hal ini akan selalu
diingatnya, karena Allah sudah mengingatkannya dalam Al-Qur‟an:
َذا بِ ْيƒرْ تُ ْم اِ َّن َعƒƒ َد نَّ ُك ْم َو ِإَل ْن َك ْفƒ َكرْ تُ ْم اَل َ ِز ْيƒ ا َ َّذ َن َر بُّ ُك ْم ِإَل ْن َشƒ ََو اِ ْذ ت
)7(لَ َش ِد ْي ٌد
Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(QS.
Ibrahim:7)
Rasa syukur kepada Allah yang dimaksudkan di sini bukan hanya
diucapkan saja, tetapi juga harus diiringi dengan perbuatan terutama bagi yang
sudah berkecukupan dari hasil usahanya, yaitu dengan berzakat, berinfak, dan
bersedekah.
5. Kerja sebagai ibadah
Islam memposisikan bekerja sebagai kewajiban kedua setelah sholat. Oleh
karena itu apabila dilakukan dengan ikhlas, maka bekerja bernilai ibadah dan
mendapat pahala. Dengan bekerja kita tidak saja menghidupi diri kita sendiri,
tetapi juga menghidupi orang-orang yang ada dalam tanggungan kita bahkan bila
kita sudah berkecukupan dapat memberikan sebagian dari hasil kita untuk
menolong orang lain yang memerlukan.
6. Menjaga aturan syari‟ah
Islam memberikan keleluasaan kepada kita untuk menjalankan usaha
ekonomi, perdagangan atau bisnis apapun sepanjang bisnis (perdagangan) itu
tidak termasuk yang diharamkan oleh syariah Islam, sebagaimana hadits
20
rasulullah SAW berikut: “Sembilan dari sepuluh rezeki itu terdapat dalam usaha
berdagang dan sepersepuluhnya dalam usaha beternak”.(HR. Ibnu Manshurur)
Oleh karena itu agar wirausahawan merasa aman dalam menjalankan
bisnis (perdagangan) nya, maka ada baiknya kita ajak kembali untuk melihat
batasan-batasan syari‟ah yang berkenaan dengan praktik bisnis ini.
Pantangan moral bisnis yang harus dihindari:
a. Maysir
Kata maysir dalam bahasa arab berarti memperoleh sesuatu dengan sangat
mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Termasuk
dalam jenis maysir adalah bisnis yang dilakukan dengan sistem pertaruhan/judi.
Perilaku judi dalam proses maupun pengembangan bisnis dilarang secara tegas
oleh Al-Qur‟an, Allah berfirman QS. Al- Baqarah: 219.
21
ل اِآَّل اَ ْنƒ
ِ ƒب ِط َ ا ْلƒƒِيَا َ يُهَا ا لَّ ِذ ي َْن اَ َمنُ ْو ا اَل تَْأ ُكلُ ْو ا اَ ْم َوا لَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ب
ا َن بِ ُك ْم َرƒƒ ُك ْم اِ َّن ا هللَ َكƒ و اَ ْنفُ َسƒْ ƒُض ِّم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُل
ٍ راƒَ ƒَ ا َرةً َع ْن تƒتَ ُك ْو َن تِ َج
)29(ِح ْي ًما
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(QS. AnNisa‟: 29)
Dalam dunia bisnis, konsep zalim berkaitan erat dengan batil, yang
menyatakan bahwa memakan harta orang lain dengan cara yang batil adalah suatu
kezaliman. Mezalimi orang lain dalam ekonomi berarti merusak dan membunuh
kehidupannya. Oleh karena itu, Allah mengaitkan larangan memakan harta
dengan batil dengan larangan membunuh diri kamu. Maka, lakukanlah
perdagangan yang fair, tidak zalim, yang disebut Al- Qur‟an dengan istilah „an
taradin (suka sama suka).
c. Gharar (Penipuan)
Gharar pada arti asalnya adalah al-Khatar, yaitu sesuatu yang tidak
diketahui pasti benar atau tidaknya. Bisnis gharar adalah jual beli yang tidak
memenuhi perjanjian yang tidak dapat dipercaya, dalam keadaan bahaya, tidak
diketahui harganya, barangnya, kondisi, serta waktu memperolehnya. Dengan
demikian antara yang melakukan transaksi tidak mengetahui batas-batas hak yang
diperoleh melalui transaksi tersebut. Contoh jual beli yang mengandung gharar
adalah membeli ikan dalam kolam, membeli buah-buahan yang masih mentah di
pohon. Praktik gharar ini, tidak dibenarkan karena ada ketidakjelasan pada
kualitas, kuantitas, harga dan waktu.
d. Haram
Termasuk pula kemungkaran yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya
dalam perilaku bisnis adalah melakukan hal-hal yang diharamkan. Karena semua
22
yang dilarang itu berarti haram dan jika masih dikerjakan itu berdosa. Selain itu,
pada umumnya setiap pelarangan berarti perbuatan tersebut harmful (berbahaya)
ataupun materinya impurity (tidak suci atau najis)
e. Riba
Menurut Syaikh Muhammad Abduh dalam Hendi Suhendi menyatakan
bahwa riba merupakan penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang
yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena
pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Sesuatu yang mengandung riba, dilarang keras dalam Islam, karena akan
merugikan salah satu pihak, yaitu peminjam. Dengan itu Allah memperjelas
hukum riba dengan firmannya QS. Arrum: 39.
اƒƒس فَاَل يَرْ ب ُْوا ِع ْن َد ا هللِ َو َمِ َو َمآ اَ تَ ْيتُ ْم ِّم ْن ِّر بًا لِّيَرْ ب َُو ا فِي اَ ْم َو ا ِل ا لنَّا
)39(ك هُ ُم ْال ُم ْف ِعفُ ْو َن َ اَ تَ ْيتُ ْم ِّم ْن َز َكو ٍة تُ ِر ْي ُد ْو َن َو جْ هَ ا هللِ فَا ُ و َآل ِء
Artinya: “dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah
pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)” (QS. Arrum: 39).
f. Iktinaz atau Ikhtikar
Dalam ekonomi Islam, siapa pun boleh berbisnis. Namun demikian, dia
tidak boleh melakukan ikhtikar yaitu orang yang dengan sengaja membeli bahan
makanan yang dibutuhkan manusia, lalu ia menahannya dan bermaksud untuk
mendongkrak harga jualnya menimbun adalah orang yang berdosa: (H.R Muslim
dalam sahihnya).
g. Batil
Menurut An-Nadawi dalam Kuat Ismanto, batiladalah segala sesuatu yang
tidak dihalalkan syari‟ah, seperti riba, judi, korupsi, penipuan dan segala yang
diharamkan Allah. Mengenai batil ini, Allah berfirman QS. An-Nisa‟: 29.
23
ل اِآَّل اَ ْنƒ
ِ ƒب ِط َ ا ْلƒƒِيَا َ يُهَا ا لَّ ِذ ي َْن اَ َمنُ ْو ا اَل تَْأ ُكلُ ْو ا اَ ْم َوا لَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ب
ا َن بِ ُك ْم َرƒƒ ُك ْم اِ َّن ا هللَ َكƒ و اَ ْنفُ َسƒْ ƒُض ِّم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُل
ٍ راƒَ ƒَ ا َرةً َع ْن تƒتَ ُك ْو َن تِ َج
)29(ِح ْي ًما
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa‟:29)
Ayat di atas, sesungguhnya tidak hanya berisi tentang syarat sahnya
perdagangan, yaitu kerelaan para pihak (“an taradin), tetapi juga mengandung
makna dan interpretasi yang luas. Larangan memakan harta dengan cara yang
batil mengharuskan kita untuk mengetahui apa saja cakupan bisnis yang batil itu.
Memakan harta dengan batil ini mencakup dua pengertian, yaitu memakan
harta sendiri dan memakan harta orang lain. Memakan harta sendiri dengan cara
batil misalnya menggunakannya untuk kepentingan maksiat. Sedangkan memakan
harta orang lain dengan batil adalah memakan harta hasil riba, judi, kecurangan
dan kezaliman, juga termasuk memakan harta dari hasil perdagangan barang dan
jasa yang haram, misalnya khamr, babi, bangkai, pelacuran (mahr al-baghi),
tukang tenung, para normal, dukun (hilwan al-khanin) dan sebagainya.
Aktivitas terlarang yang harus dihindari:
a. Transaksi bisnis yang diharamkan Islam, seperti: minuman keras, narkoba, dan
pelacuran.
b. Memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal, seperti: menipu, riba
dan spekulasi.
c. Persaingan yang tidak adil, seperti monopoli
d. Pemalsuan dan penipuan, seperti: testimoni fiktif iklan yang tidak sesuai
dengan kenyataan, eksploitasi wanita dalam bisnis kosmetik dan perawatan tubuh.
7. Bersikap rendah hati dan menghindari kesombongan
24
Siapapun yang bergaul dengan kita-sebagai pembeli, pegawai, pemberi
kerja, dan sebagainya-tidak menyukai orang yang sombong karena ketika
disombongi, ia akan merasa direndahkan harga-dirinya.
َز ْن َعلَ ْي ِه ْم َو اƒ ْا ِم ْنهُ ْم َواَل تَحƒƒ ِه اَ ْز َو ا ًجƒ ِْك اِ لَى َما َمتَ ْعنَا ب
َ اَل تَ ُم َّد َّن َع ْينَي
)88(ك لِ ْل ُمْؤ ِمنِي َْن َ ْخفِضْ َجنَا َح
Artinya: “janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada
kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan
di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati
terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orangorang yang beriman”
(Al-Hijr: 88)
8. Selalu tepat waktu karena terlatih dalam shalat
اِ َذاƒƒَصلَو ةَ فَا ْذ ُكرُو ا هللاَ قِيَا ًما َّو قُع ُْودًا َّو َعلَى ُجنُ ْو بِ ُك ْم ف
َّ ض ْيتُ ُم ال َ َفَاِ َذ ا ق
ا َّم ْوƒƒً ْؤ ِمنِي َْن ِكتَبƒت َعلَى ْال ُمْ َا نƒƒلَو ةَ َكƒالص
َّ صلَو ةَ اِ َّن َّ اط َمْأ نَ ْنتُ ْم فَا َ قِ ْي ُموا ال
ْ
)103(قُ ْو تًا
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di
waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”. (QS. An-Nisa‟:103)
Kedisiplinan akan membuat kita selalu memperhitungkan waktu untuk
menyelesaikan pekerjaanpekerjaan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
Bila kita bisa selalu disiplin, siapapun yang berkepentingan dengan kita, termasuk
pelanggan, akan senang bekerjasama dengan kita karena mereka bisa membuat
perhitungan dengan baik dalam urusan mereka.6
BAB III
6
Buchari Alma & Donni Juni Priansa, Management Bisnis Syariah, Bandung; Alfabeta, 2009, h.
124.
25
PENUTUP
A. Kesimpulan
26
DAFTAR PUSTAKA
27