Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN ANALISIS

PERMASALAHAN GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH “WASTING”

Disusun guna memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah : Gizi Ibu dan Anak

Dosen Pengampu : Puji Lestari, S.K.M., M.P.H.

Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Anniffatul Mu’aliyah (1907026102)


2. Sephia Zahralatifa (1907026113)
3. Rikza Nazli Maulina (1907026114)

Gizi-6D

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2022
1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim,

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah
memberi kami kemudahan dalam menyelesaikan tugas laporan ini. Tanpa pertolongan-Nya tentu
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan dengan baik. Sholawat serta salam tetap
kita panjatkan kepada Nabi kita, Nabi Agung Muhammad SAW. yang kita tunggu syafaatnya di
akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT., atas limpahan nikmat sehatnya, baik
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggasaya dapat menyelesaikan laporan ini guna
memenuhi tugas dari mata kuliah Gizi Ibu dan Anak dengan judul “PERMASALAHAN GIZI
PADA ANAK USIA SEKOLAH “WASTING” ” dengan dosen pengampu Ibu Puji Lestari,
S.K.M., M.P.H.. Selain itu, saya mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada semua
pihak yang berperan dalam penyelesaian laporan ini sehingga tersusun rapi dan baik. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu kami mengharapkan kritik
serta saran yang membangun dari penilai dan pembaca untuk laporan ini, supaya laporan ini
nantinya dapat menjadi yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
laporan ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penilai dan pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Semarang, 1 Juni 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………….. 1


1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………. 2
1.3. Tujuan ………………………………………………………………………… 2
1.4. Manfaat …………………………………………………………………......... 2

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN ………………………………………………….. 3

2.1. Gambaran Umum …………………………………………………………….. 3


2.1.1. Masalah Gizi pada Anak Sekolah …………………………………….. 3
2.1.2. Definisi Wasting ……………………………………………………….
2.2. Kerangka Sebab Akibat ……………………………………………………....
2.3. Identifikasi Masalah ………………………………………………………….
2.3.1. Identifikasi Masalah …………………………………………………...
2.3.2. Analisis Data …………………………………………………………..
2.4. Pemecahan Masalah …………………………………………………………..
2.5. Rekomendasi Menu untuk Anak Sekolah …………………………………….

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………

3.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………


3.2. Saran …………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………

DOKUMENTASI …………………………………………………………………….

LAMPIRAN …………………………………………………………………………..

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Wasting (Kurus) merupakan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang
optimal, diukur berdasarkan IMT/U (indek massa tubuh menurut umur) untuk anak usia
sekolah dasar 6-12 tahun (BAPPENAS 2013). Permasalahan Wasting (kurus) masih
menjadi perhatian di dunia karena memiliki prevalensi yang masih tinggi khususnya di
negara dengan pendapatan menengah kebawah.
Di Indonesia pada tahun 2018 angka kejadian wasting sebanyak 10,2 %
mengalami kenaikan dari tahun 2017 (9,5 %). Angka ini masih diatas target nasional
yaitu 9,5 % (Riskesdas, 2018). Dari tahun 2017 ke tahun 2018, di Indonesia terdapat 5
provinsi yang mengalami kenaikan angka kejadian wasting tertinggi diantaranya Nusa
Tenggara Barat (5,8 %), Sumatra Selatan (3,6 %), Kalimantan Tengah (3,3 %),
Kalimantan Selatan (2,9 %), dan Jawa Timur (2,3 %). Menurut hasil riset Kemenkes
tahun 2018 prevalensi wasting di Jawa Timur (9,2 %) mengalami kenaikan dari tahun
2017 (7,9% ). Angka ini masih berada diatas target di Jawa Timur yaitu 9,14 %.
Beberapa faktor dari Wasting, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh
Prawesti (2018) faktor penyebab wasting dikelompokkan menjadi tiga yaitu faktor
langsung, tidak langsung, dan pokok. Faktor langsung yaitu asupan nutrisi dan penyakit
infeksi. Penyebab tidak langsung diantaranya ketahanan pangan dalam keluarga, pola
asuh, pelayanan kesehatan, dan lingkungan. Penyebab pokok yaitu tingkat ekonomi,
karakteristik keluarga, dan sosiodemografi. Sedangkan pada penelitian Afriyani (2016)
mengatakan penyebab masalah wasting adalah ketahanan pangan yang tidak memadai,
pola asuh, pelayanan kesehatan yang kurang memadai, pemberian ASI, berat badan
lahir Rendah (BBLR), kunjungan ANC, status pekerjaan ibu, dan tingkat pendidikan ibu.
Penyebab terjadinya wasting di setiap negara memiliki persamaan dan perbedaan.
Seperti faktor penyebab wasting di Indonesia, terdapat persamaan faktor yang menjadi
penyebab terjadinya wasting di Ethiopia yaitu durasi pemberian ASI eksklusif,
kemiskinan, pendidikan ibu, keluarga besar atau jumlah keluarga, morbiditas diare dan
saluran pernapasan, tidak tersedianya jamban (Derso, 2017).

4
1.2. Rumusan Masalah
1.1. Bagaimana permasalahan gizi pada anak sekolah di lingkungan sekitar tempat
tinggal penulis ?
1.2. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian masalah
gizi pada anak sekolahdi lingkungan sekitar tempat tinggal peulis ?
1.3. Tujuan
1.31. Mengidentifikasi dan menganalisis salah satu permasalahan gizi pada anak
sekolah yaitu wasting di lingkungan sekitar tempat tinggal penulis.
1.32. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian wastig pada anak
sekolah di lingkungan sekitar tempat tinggal penulis.
1.4. Manfaat
Manfaat dari hasil laporan analisis permasalahan gizi anak sekolah yang
dilaksanakan secara langsung dengan turun lapangan mengunjungi responden terkait
identifikasi masalah wasting pada anak sekolah diharapkan dapat menjadi refrensi dalam
menambah wawasan ilmu pengetahuan para pembaca. Baik dalam segi ilmu gizi ataupun
permasalahan kesehatan yang biasa terjadi pada anak sekolah. Laporan ini diharapkan
dapat menjadi acuan dan pembanding untuk pelaksanaan kegiatan turun lapangan
selanjutnya mengenai wasting pada masa anak sekolah.

5
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum


2.1.1. Masalah Gizi pada Anak Sekolah
Status gizi anak usia sekolah masih menjadi masalah yang
memprihatinkan. Secara nasional, prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak
umur 5-12 tahun adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2
persen kurus. (Riskesdas, 2013). Dampak yang ditimbulkan anemia gizi pada anak
adalah kesakitan, dan kematian meningkat, terhambatanya pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, motoric, mental dan kecerdasan anak, daya tangkap belajar
menurun, pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun, serta interaksi sosial kurang.
Gizi buruk pada anak usia muda membawa dampak anak mudah menderita salah
mental, sukar berkonsentrasi, rendah diri, dan prestasi belajar menjadi rendah.
Dari berbagai penelitian terbukti penderita gizi buruk terjadi hambatan terhadap
pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan (Istiany dan Ruslianti, 2013)
2.1.2. Definisi Wasting
2.1.2.1. Dampak
Dampak wasting pada anak adalah mengalami penurunan daya
ekspolasi terhadap lingkungannya, kurang bergaul dengan sesama anak,
kurang perasaan gembira, dan cenderung menjadi apatis (Pramudya &
Bardosono 2012). Dalam jangka panjang, anak tersebut akan mengalami
gangguan kognitif, penurunan prestasi belajar, gangguan tingkah laku,
bahkan peningkatan resiko kematian (Pramudya & Bardosono 2012).
Dampak tersebut akan merugikan bangsa dan dapat menyebabkan lost
generation jika dialami oleh banyak anak dan tidak dilakukan
penanggulangan terhadap penyakit tersebut. Di masa yang akan datang,
anak tersebut akan memiliki produktivitas yang kurang serta
meningkatkan morbiditas dan mortalitas anak di Indonesia.
Selanjutnya, anak wasting yang bertahan hidup meningkatkan
risiko tumbuh stunting. Penelitian terbaru yang mengumpulkan data dari

6
delapan studi longitudinal di Afrika, Asia dan Amerika Latin
menunjukkan anak yang mengalami wasting pada 17 bulan pertama
kehidupannya berisiko tinggi mengalami retardasi pertumbuhan linier
dan stunting pada usia 18-24 bulan, yang dapat mengakibatkan
konsekuensi yang merugikan dan sering tidak dapat dipulihkan, termasuk
perkembangan kognitif dan kemampuan belajar yang buruk,
berkurangnya massa tubuh tidak berlemak (otot, organ tubuh, dan
tulang), perawakan dewasa yang pendek, produktivitas rendah, dan
penghasilan berkurang.
Masalah wasting ini dipastikan dapat mengancam kesehatan jiwa,
baik dari segi gizi buruk atau kelaparan maupun dampak terhadap suatu
penyakit. Anak-anak yang menderita wasting memiliki kekebalan yang
lemah, menghambat perkembangan dan juga meningkatkan risiko
kematian, sehingga dibutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat
dan harus segera ditangani (urgent). Dimana diantara jumlah wasting
sebanyak 52 juta sebanyak 17 juta mengalami sangat kurus.
(UNICEF/WHO/World Bank Group, 2019).
(Insani, 2017) menjelaskan bahwa dampak wasting pada anak
adalah anak dapat mengalami penurunan daya eksplorasi terhadap
lingkungan disekitarnya, terjadi peningkatan frekuensi menangis, kurang
perasaan gembira dan cenderung menjad i apatis. Bahkan dalam jangka
panjang, anak tersebut akan mengalami gangguan kognitifnya, penurunan
prestasi belajar, gangguan tingkah laku, bahkan peningkatan risiko
kematian. Hal ini dibuktikan dari data (UNICEF/WHO/World Bank
Group, 2019) dijelaskan bahwa satu dari sepuluh balita dibawah lima
tahun mengalami peningkatan risiko kematian akibat wasting.
Gizi kurang pada anak dapat membuat anak menjadi kurus dan
pertumbuhan menjadi terhambat. Dampak gizi kurus pada anak dapat
menurunkan kecerdasan, produktifitas, kreatifitas, dan sangat
berpengaruh pada kualitas SDM. Dampak wasting yaitu mengalami
penurunan daya ekspolasi terhadap lingkungan, kurang bergaul, kurang

7
perasaan gembira dan cenderung menjadi apatis. Dampak jangka panjang
yaitu seperti mengalami gangguang kognitif, penurunan prestasi belajar,
gangguan tingkah laku, bahkan peningkatan risiko kematian.
Status gizi dan kesehatan siswa terhadap konsumsi pangan gizi
memberikan kontribusi yang sangat besar. Makanan berpengaruh
terhadap perkembangan otak. Kekurangan makanan yang mengandung
zat gizi yang dibutuhkan dalam periode yang berkepanjangan dapat
membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan anak dan
mengakibatkan perubahan metabolisme otak. Dengan demikian,
kemampuan dan fungsi otak menjadi tidak maksimal. Pada keadaan yang
lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan fisik
terganggu, badan menjadi lebih kecil dan diikuti pula dengan
mengecilnya ukuran otak. Keadaan tersebut akan membawa dampak dan
pengaruh buruk terhadap perkembangan kecerdasan anak-anak pada usia
dini (Marhamah et al., 2015). Apabila keadaan kurang gizi pada masa
balita terus berlanjut, maka dapat mempengaruhi kecerdasan, kapasitas
kerja, dan kondisi kesehatannya di usia selanjutnya (Miko & Al-
Rahmad, 2017).
2.1.2.2. Cara Mencegah Wasting
Berikut beberapa cara pencegahan wasting pada anak yang bisa
dilakukan.
1) Mencukupi kebutuhan gizi anak dengan memberinya makanan bergizi
seimbang.
2) Mencuci sayur dan buah menggunakan air bersih sebelum dimasak.
3) Melakukan imunisasi rutin sesuai jadwal.
4) Meningkatkan sanitasi dan kebersihan lingkungan.
5) Pantau berat badan anak menggunakan Kartu Menuju Sehat.
6) Jauhkan anak dari paparan asap rokok.
7) Membawa anak ke pelayanan kesehatan ketika sakit.
8) Memberi suplemen makanan, bila perlu.

8
2.2. Kerangka Sebab Akibat

GIZI KURANG
(Wasting)

Asupan Penyakit Ketahanan BBLR Pola Asuh Karakteristik


Sosiodemo
makan Infeksi pangan Keluarga
grafi
keluarga

Defisit Pola asuh Pelayanan


Kurang dari Nafsu simpanan saat dalam kesehatan Jumlah
Kurang dari - Jenis
kebutuhan makan gizi kandungan buruk anggota
kebutuhan kelamin
tubuh anak buruk - Usia keluarga >
tubuh
menurun - Tingkat 6 orang
Asi tidak
Lingkung Pendidikan
eksklusif
Pola asuh an kotor - Tingkat
Psikososial ekonomi
Tubuh Nutrisi tidak buruk rendah Gizi tidak
kekurangan gizi tercukupi Diare dan Pola makan
merata
infeksi tidak
teratur
Kebutuhan
gizi keluarga
tidak
terpenuhi

9
Tubuh anak menjadi wasting
Berdasarkan pohon sebab akibat diatas, terdapat beberapa penyebab/factor risiko
yang menjadi pemicu anak menjadi wasting, diantaranya adalah:

1. Asupan makan
Kekurangan gizi termasuk wasting dipengaruhi oleh faktor langsung, salah
satunya ialah asupan makanan yang tidak adekuat (UNICEF, 2015). Zat gizi yang
diperoleh tubuh dari asupan makan dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan
memelihara kesehatan (Hendrayati, Amir and Darmawati, 2013). Tingkat asupan zat
gizi makro yakni energi, karbohidrat, protein, dan lemak yang tidak adekuat terhadap
kebutuhan tubuh, dalam jangka panjang dapat mengakibatkan perubahan jaringan dan
massa tubuh, yang selanjutnya berefek pada penurunan berat badan (Barasi, 2007).
2. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang diderita anak, bersifat akut yang terjadi
setiap bulan atau kronik yang terjadi baik dalam satu minggu atau lebih secara terus
menerus. Penyakit infeksi dapat menurunkan nafsu makan anak, menyebabkan
kehilangan bahan makanan karena muntah/diare, dan gangguan penyerapan dalam
saluran pencernaan, sehingga dapat menyebabkan asupan nutrisi untuk tubuh berkurang.
Selain itu infeksidapat menghambat reaksi imunologis yang normal dengan
menghabiskan sumber energi di tubuh. Jika hal ini terjadi secara terus menerus
pertumbuhan dan perkembangan anak bisa terhambat serta kondisi fisik juga akan
mengalami pengurusan (wasting) (Prawesti, 2018).
3. Ketahanan Pangan Keluarga
Asupan makanan balita dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga.
Pendapatan suatu keluarga berdampak pada ketersediaan pangan dan kebiasaan
konsumsi anggota keluarga. Pendapatan juga berdampak pada besar dana yang
dialokasikan untuk pembelian makanan (Diniyyah and Nindya, 2017). Keluarga dengan
penghasilan yang sedikit lebih sulit memenuhi kebutuhan makan tiap anggota keluarga
(Afriyani and Malahayati, 2016).
4. BBLR
Berat lahir merupakan berat bayi yang ditimbang dalam waktu satu jam pertama
setelah dilahirkan. Secara normal berat bayi baru lahir berkisar antara 2.500- 4.000
gram. Bayi yang lahir lebih dari 4.000gram disebut bayi besar sedangkan bayi yang

10
lahir kurang dari 2.500gram disebut dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Kejadian
BBLR merusakan salah satu indikator kesehatan masyarakat karena memiliki hubungan
dengan angka kematian, kesakitan, dan kejadian gizi kurang di masa yang akan datang
(Septianasari, 2018).
5. Pola Asuh
Di Indonesia, anggota keluarga yang lebih banyak terlibat langsung dalam
merawat anak pada umumnya ialah ibu, maka status gizi anak lebih dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan ibu, dibandingkan tingkat pendidikan bapak. Ibu hamil denganstatus
gizi baik, maka kondisi calon anak akan baik pula., (Putri and Wahyono, 2013).
Pendidikan ibu akan berefek pada sikap ibu dalam merawat anaknya termasuk
pemeliharaan kesehatan dan pemilihan makanan bagi anak (Nurmaliza and Herlina,
2018). Pola asuh anak juga dipengaruhi oleh status pekerjaan ibu. Ibu yang sehari-hari
bekerja di luar rumah akan memangkas waktu yang ibu miliki dalam merawat dan
menjaga anaknya. (Amirah and Rifqi, 2019). Selain itu tingginya prevalensi gizi
kurang pada anak dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu buruknya kualitas dari
kuantitas konsumsi pangan sebagai akibat masih rendahnya ketahanan pangan keluarga,
buruknya pola asuh dan rendahnya akses pada fasilitas kesehatan (Hendrayati. dkk,
2013).
6. Sosiodemografi
Putri dan Miko Wahyono (2013) pada penelitiannya mengemukakan bahwa faktor
tidak langsung yang berhubungan dengan kejadian wasting di Indonesia antara lain
adalah kurangnya pendidikan ibu mengenai gizi dan pangan, pola asuh ibu yang kurang
baik, banyaknya jumlah anak dalam satu keluarga, tingkat ketahanan pangan yang
buruk, dan penghasilan rumah tangga yang sedikit.
7. Karakteristik keluarga
Pemenuhan kebutuhan makanan juga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga.
Apabila jumlah anggota meningkat, maka porsi makan masing-masing anggota keluarga
semakin menurun (Suyatman, Fatimah and Dharminto, 2017). Anggota keluarga yang
banyak, jika tidak ditunjang dengan penghasilan tinggi, maka berakibat pada pembagian
makanan anggota keluarga yang semakin sedikit (Huriah et al., 2014). Hal tersebut

11
mengakibatkan anak lebih berisiko mengalami kekurangan gizi (Suyatman, Fatimah
and Dharminto, 2017).
2.3. Identifikasi Masalah
2.3.1. Identifikasi Masalah
Secara global negara yang megalami masalah gizi terhadap gizi kurus
pada tahun 2011 yaitu Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika, sekurang-kurang 165
juta anak mengalami stunting dan 52 juta anak gizi kurus pada tahun 2011. Lebih
dari 200 juta anak di dunia di bawah 5 tahun gagal mencapai potensi dalam
perkembangan kognitif (Unicef Indonesia, 2012). Salah satu dari 117 negara
Indonesia termasuk yang mempunyai tiga masalah gizi tinggi pada balita yaitu
stunting, wasting dan overweight (Sukoco et al., 2015).
Di Indonesia pada tahun 2018 angka kejadian wasting sebanyak 10,2 %
mengalami kenaikan dari tahun 2017 (9,5 %). Angka ini masih diatas target
nasional yaitu 9,5 % (Riskesdas, 2018). Dari tahun 2017 ke tahun 2018, di
Indonesia terdapat 5 provinsi yang mengalami kenaikan angka kejadian wasting
tertinggi diantaranya Nusa Tenggara Barat (5,8 %), Sumatra Selatan (3,6 %),
Kalimantan Tengah (3,3 %), Kalimantan Selatan (2,9 %), dan Jawa Timur (2,3
%). Wasting masih menjadi masalah utama gizi kurang di Indonesia karena belum
memenuhi standar WHO yaitu sebesar 5% (WHO) dan belum mencapai target
RPJMN dan Renstra 2015-2019 yaitu 9,5%.
Anak-anak sekolah dasar merupakan salah satu kelompok yang rawan
mengalami gizi kurang. Keadaan gizi anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang
dibedakan menjadi sebab yang langsung dan tidak langsung. Sebab langsung
yaitu kecukupan makanan dan keadaan kesehatan anak. Sebab tak langsung yaitu
ketahanan makanan keluarga, pola asuh anak, serta sanitasi lingkungan. Faktor
tidak langsung antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan tentang gizi dan
tingkat pendidikan.
Gizi kurus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
memiliki dampak yang besar. Gizi kurus dapat meningkatkan resiko kesakitan
dan kematian pada anak. Anak yang gizi kurus sangat mudah terkena penyakit
infeksi. Apabila keadaan kurang gizi pada masa balita terus berlanjut, maka dapat

12
mempengaruhi kecerdasan, kapasitas kerja, dan kondisi kesehatannya di usia
selanjutnya (Miko & Al-Rahmad, 2017).
Status gizi dan kesehatan siswa terhadap konsumsi pangan gizi
memberikan kontribusi yang sangat besar. Makanan berpengaruh terhadap
perkembangan otak. Kekurangan makanan yang mengandung zat gizi yang
dibutuhkan dalam periode yang berkepanjangan dapat membawa pengaruh yang
tidak baik terhadap pertumbuhan anak dan mengakibatkan perubahan
metabolisme otak. Dengan demikian, kemampuan dan fungsi otak menjadi tidak
maksimal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi
menyebabkan pertumbuhan fisik terganggu, badan menjadi lebih kecil dan diikuti
pula dengan mengecilnya ukuran otak. Keadaan tersebut akan membawa dampak
dan pengaruh buruk terhadap perkembangan kecerdasan anak-anak pada usia dini
(Marhamah et al., 2015). Masalah gizi ini juga bisa terjadi pada semua kelompok
umur seperti anak- anak khususnya anak sekolah. Muncul permasalah ini pada
anak usia Sekolah Dasar (SD), yaitu terhambatnya pertumbuhan, menurunnya
kecerdasan, menurunnya daya tahan tubuh. Hal tersebut disebabkan karena
kurangnya pemenuhan gizi yang baik anak usia SD di Indonesia masih ada yang
mengalami gizi buruk terutama pada daerahdaerah pedesaan yang kurang
mendapat perhatian dari pemerintah (Sa’adah et al., 2014).
2.3.2. Analisis Data
 Hasil Analisis Masalah
Objek penelitian ini adalah anak sekolah. Pengambilan data dilakukan
melalui pengukuran antropometri dan pengisian kuesioner. Kuesioner
disebar langsung kepada ibu responden menggunakan lembar kuesioner.
Deskripsi responden yang menjadi target adalah anak rentang umur 6-12
tahun.
 Responden 1

No Responden Hasil Observasi


.
1 Nn. Sintia Umur : 7 tahun

13
Pendidikan : Kelas 1 SD
Berat Badan : 17 kg
Tinggi Badan : 119,5 cm
IMT : 11,9 kg/m2
Z-Score IMT/U : -2,33 SD (wasting -3 SD s.d. < -2 SD)
Kondisi Fisik : Mudah lelah
Pengasilan orangtua : <UMR
Pengetahuan Gizi Ibu Responden: Kurang memahami pentingnya
pemenuhan asupan gizi di masa anak-anak.
Berdasarkan hasil observasi, responden 1 ini mengalami wasting
karena responden memiliki nilai z-score -2,33 SD yang berarti nilai z-
scorenya dibawah nilai standard status gizi baik/normal yaitu -2 SD
s.d +1 SD. Selain itu responden 1 juga mengalami kondisi fisik mudah
lelah. Hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa responden
mengalami wasting disamping nilai z-score responden yang berada
dibawah standar.

Dari segi pengetahuan tentang gizi, ibu dari responden 1 kurang


memahami pentingnya pemenuhan asupan gizi di masa anak-anak
untuk mencegah masalah gizi pada anak (wasting dan lainnya) serta
mendukung pertumbuhan maupun perkembangan pada anak. Hal
tersebut berkemungkinan disebabkan karena tingkat pendidikan ibu
yang rendah, yakni hanya sampai pada jenjang SMP, dan factor
pendapatan orangtua yang kurang dari UMR dapat mempengaruhi
ketahanan pangan keluarga sehingga kebutuhan makan/gizi keluarag
khususnya sang anak kurang terpenuhi.

 Responden 2

No Responden Hasil Observasi


.
1 Nn. Umur : 6 tahun

14
Pendidikan :
Berat Badan : 15,75 kg
Tinggi Badan : 115 cm
IMT : 11,9 kg/m2
Z-Score IMT/U : -2,8 (wasting -3 SD s.d. < -2 SD)
Kondisi Fisik :
Pengasilan orangtua : <UMR
Pengetahuan Gizi Ibu Responden: Kurang memahami pentingnya
pemenuhan asupan gizi di masa anak-anak.
Berdasarkan hasil observasi, responden 2 ini mengalami
wasting karena responden memiliki nilai z-score -2,8 SD yang berarti
nilai z-scorenya dibawah nilai standard status gizi baik/normal yaitu -2
SD s.d +1 SD. Selain itu responden 2 juga mengalami kondisi fisik
mudah lelah. Hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa responden
mengalami wasting disamping nilai z-score responden yang berada
dibawah standar.
Dari segi pengetahuan tentang gizi, ibu dari responden 2
kurang memahami pentingnya pemenuhan asupan gizi di masa anak-
anak untuk mencegah masalah gizi pada anak (wasting dan lainnya)
serta mendukung pertumbuhan maupun perkembangan pada anak. Hal
tersebut berkemungkinan disebabkan karena tingkat pendidikan ibu
yang rendah, yakni hanya sampai pada jenjang SMK, dan factor
pendapatan orangtua yang kurang dari UMR dapat mempengaruhi
ketahanan pangan keluarga sehingga kebutuhan makan/gizi keluarga
khususnya sang anak kurang terpenuhi.
 Responden 3

No Responden Hasil Observasi


.
1 Nn. Umur : 8 tahun
Pendidikan :

15
Berat Badan : 22 kg
Tinggi Badan : 115 cm
IMT : 16,6 kg/m2
Z-Score IMT/U : 0,52 (normal -2 SD s.d. +1 SD)
Kondisi Fisik : Sehat
Pengasilan orangtua : >UMR
Pengetahuan Gizi Ibu Responden: Memahami pentingnya
pemenuhan asupan gizi di masa anak-anak.
Berdasarkan hasil observasi, responden 3 ini memiliki nilai z-score
0,52 SD yang berarti nilai z-scorenya termasuk nilai standard status
gizi baik/normal yaitu -2 SD s.d +1 SD. Selain itu responden 2 juga
mengalami kondisi fisik sehat. Hal tersebut dapat menjadi indikasi
bahwa responden yang memiliki IMT normal rentan mengalami
kondisi fisik yang mudah sakit.
Dari segi pengetahuan tentang gizi, ibu dari responden 3
memahami pentingnya pemenuhan asupan gizi di masa anak-anak
untuk mencegah masalah gizi pada anak (wasting dan lainnya) serta
mendukung pertumbuhan maupun perkembangan pada anak. Hal
tersebut berkemungkinan disebabkan karena tingkat pendidikan ibu
yang tinggi, yakni pada jenjang S1, dengan didukung oeh factor
pendapatan orangtua yang lebih dari dari UMR. Ibu dapat
menginovasi makanan keluarga sehingga kebutuhan makan/gizi
keluarag khususnya sang anak terpenuhi.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data diatas, diketahui bahwa terdapat 2


responden mengalami resiko wasting karena berdasarkan z-score
IMT/U hasil perhitungan berada diantara -3 SD s.d. < -2 SD. Terdapat
responden yang tidak mengalami wasting dikarenakan pola makan
sudah mencukupi kebutuhan gizi tertentu untuk anak sekolah. Peran
ibu sangat penting terutama factor pengetahuan orang tua guna

16
tercukupinya pola makan pada anak. Untuk factor penghasilan dapat
diatasi dengan penginovasian pengolahan bahan pangan untuk
konsumsi keluarga dengan pengetahuan ibu.

2.4. Pemecahan Masalah


Untuk dapat mengatasi dan mengobati wasting dapat dilakukan dengan pemberian
makanan tambahan hingga berat badanya meningkat menjadi normal sesuai dengan
tinggi badannya. Badan kurus disebabkan oleh defisit asupan energi yang terjadi secara
alamiah sehubungan dengan ketidaktahanan pangan serta kelaparan. Pola makan
merupakan cara yang ditempuh sesorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan
mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, budaya dan social. Pola
makan merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap status gizi. Pola makan
memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan berat badan. Anak sekolah dapat
tumbuh optimal apabila mendapatkan asupan makanan yang baik yaitu jumlah yang
cukup, bergizi dan seimbang. Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi balita
dalam satu hari yang beraneka ragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan
zat pengatur sesuai dengan kebutuhannya.
Program yang dilakukan pemerintah untuk menangani wasting antara lain adalah
Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yang merupakan salah satu sarana pendidikan dan pola
gizi kearah pola hidup sehat dan sadar gizi (Perilaku Gizi Seimbang) (Kodyat 2014).
Program ini bertujuan untuk menyediakan pedoman makan dan berperilaku sehat bagi
seluruh lapisan masyarakat berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku
hidup bersih, aktivitas fisik dan mempertahankan berat badan normal. Program tersebut
memiliki empat pilar yaitu (1) mengkonsumsi makanan yang beragam, (2) membiasakan
perilaku hidup bersih, (3) melakukan aktivitas fisik, dan (4) mempertahankan dan
memantau berat badan (Kemenkes 2014).
Mengkonsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dapat
memenuhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang. Makanan gizi
seimbang yaitu asupan nutrisi yang cukup secara kuantitas, kualitas, dan mengandung
berbagai zat gizi (energi, protein, vitamin, dan mineral) yang diperlukan tubuh untuk
tumbuh, menjaga kesehatan , dan melakukan aktivitas sehari-hari.

17
Program ini dapat dilakukan dengan Edukasi Tumpeng Gizi Seimbang di Sekolah.
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi
seseorang sehingga diharapkan melalui edukasi gizi seimbang ini, anak sekolah dasar
memahami bagaimana pola makan yang sehat. Mereka dapat mengatur pola makan
seimbang agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau
penyakit tidak menular (PTM) terkait gizi.
Penanganan wasting dapat dilakukan juga dengan penyuluhan dan konsultasi gizi
dilakukan secara rutin dan berkesinambungan. Konseling gizi merupakan suatu proses
komunikasi dua arah antar konselor dan klien untuk membantu klien mengenali dan
mengatasi masalah gizi. Konseling gizi dalam waktu relatif singkat dapat meningkatkan
pengetahuan gizi seorang ibu. Peningkatan pengetahuan subjek mempengaruhi ibu untuk
berusaha memberikan pola asuh yang lebih baik, terutama dalam hal memenuhi
kebutuhan gizi anak. Pola asuh merupakan suatu kesepakatan di dalam rumah tangga
dalam mengalokasikan waktu, perhatian, dan dukungan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan fisik, mental, dan sosial dalam rangka tumbuh kembang anak. Terdapat
beberapa teori yang membahas mengenai macam-macam pola asuh salah satu teori yang
sering diterapkan adalah teori dari Range (1997).
1. Pola Asuh Makan
Pola asuh makan yang baik pada anak disebabkan karena orang tua telah
mengajarkan kebiasaan makan yang baik sejak kecil. Sedini mungkin diajarkan
kepada anak tentang kebiasaan makan yang baik dapat terbawa sampai mereka
dewasa dan dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Untuk usia balita dapat
mengikuti pola asuh makan keluarga serta bentuk dan kebutuhannya harus diatur.
Orang tua cenderung mengatur pola asuh makan anaknya berdasarkan jenis dan
jumlah makanan yang dimakan, akan tetapi tidak memperhatikan jadwal makan.
Orang tua yang tidak membudayakan disiplin makan, anak cenderung menuruti
kemauan sendiri tanpa memperhatikan nilai gizi yang mereka makan (Sa’diya, 2015).
2. Pola Asuh Kebersihan Dan Kesehatan
a. Pola Asuh Kebersihan Pilar atau prinsip dari gizi seimbang adalah membiasakan
perilaku hidup bersih. Perilakumakan yang sehat perlu ditunjang oleh perilaku
hidup bersih dan sehat, khususnya terkait penanganan makanan secara higienis.

18
Mencuci tangan dengan sabun berguna untuk menghindari 18 penyebaran kuman
penyakit dan terbukti dapat menurunkan resiko diare sekitar 45 %.
b. Pola Asuh Kesehatan
Secara umum tujuan utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayan
preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran
masyarakat. Namun secara terbatas pelayanan kesehatan masyarakat juga
melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitative (pemulihan).
Strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah supaya anak tetap sehat adalah
dengan melakukan imunisasi lengkap kepada anak. Imunisasi merupakan domain
yang sangat penting untuk memiliki status gizi yang baik. Imunisasi yang lengkap
biasanya menghasilkan status gizi yang baik. Pemberian imunisasi terhadap anak
bertujuan agar anak tidak mudah terserang penyakit yang berbahaya dan
menjadikan anak lebih sehat, sehingga asupan makanan dapat masuk dan diserap
dengan baik. Nutrisi yang diserap oleh tubuh balita dimanfaatkan untuk
pertumbuhannya, sehingga menghasilkan status gizi yang baik.
Asupan zat gizi yang dimakan oleh anak sekolah sehari-hari tergantung pada
ibunya, sekolah dan lingkungan. Sehingga ibu dan sekolahan memiliki peran yang
penting terhadap perubahan masukan zat gizi pada anak sekolah. Perlunya
pengawasan Ibu dengan tingkat pengetahuan yang lebih baik kemungkinan besar
akan menerapkan pengetahuannya dalam mengasuh anaknya. Dan juga
pengawasan sekolah dengan lingkunganya terkait makanan-makanan di kantin
dan di lingkungan sekolah agar menyediakan makanan sesuai dengan zat gizi
yang diperlukan oleh anak sekolah.

Pengaturan Makanan untuk wasting

Aturan makan untuk anak yang mengalami wasting biasa sebagai berikut:

1. Berikan berbagai makanan dengan kandungan energi yang tinggi guna


mendukung kenaikan berat badan.
2. Berikan nutrisi lainnya seperti protein, vitamin, serta mineral, guna
mempercepat pembentukan jaringan baru.
3. Energi dari protein sekitar 12 hingga 15%

19
4. Energi dari lemak sekitar 30%
Sedangkan berbagai pilihan sumber makanan untuk anak dengan wasting, bisa
diperoleh dari:
1. Sumber makanan hewani seperti daging merah, daging ayam, ikan, susu, telur,
dan lainnya.
2. Serat dalam taraf sedang.
3. Rendah garam
2.5. Rekomendasi Menu untuk Anak Sekolah
Menu 1

Pagi Siang Malam


Nasi Nasi putih Nasi
Ayam Kecap Ikan asam manis Telur dadar
Tahu Bumbu Bali Sate tempe Perkedel thau
Cah Sayur Cah sayuran Sup sayuran
Susu Buah Buah

Selingan (10.00) Selingan (15.00) Selingan (21.00)


Kue basah Puding Buah Susu

Menu 2

Pagi Siang Malam


Roti tawar Nasi putih Nasi
Keju Daging empal Telur dadar
Meses Tahu goreng Perkedel thau
Jus Apel Cah sayuran Sup sayuran
Buah Buah
Selingan (10.00)
Pastel Selingan (15.00) Selingan (21.00)
Jus alpukat Susu

20
Menu 3

Pagi Siang Malam


Nasi Bento Nasi Nasi
Ayam ungkep Rawon daging Semur daging
Nugget Tempe Perkedel tempe Pepes tahu
Cah sayuran Buah jeruk Sup sayuran
Buah
Selingan (10.00) Selingan (15.00)
Buah Puding coklat Selingan (21.00)
Biskuit

21
BAB III

PENUTUP

3.3. Kesimpulan
2.3.1. Wasting (Kurus) merupakan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang
optimal, diukur berdasarkan IMT/U (indek massa tubuh menurut umur) untuk anak
usia sekolah dasar 6-12 tahun (BAPPENAS 2013). Permasalahan Wasting (kurus)
memiliki prevalensi yang masih tinggi khususnya di negara dengan pendapatan
menengah kebawah. Di Indonesia pada tahun 2018 angka kejadian wasting
sebanyak 10,2 % mengalami kenaikan dari tahun 2017 (9,5 %). Angka ini masih
diatas target nasional yaitu 9,5 % (Riskesdas, 2018). Beberapa faktor penyebab
wasting dikelompokkan menjadi tiga yaitu faktor langsung, tidak langsung, dan
pokok. Faktor langsung yaitu asupan nutrisi dan penyakit infeksi. Penyebab tidak
langsung diantaranya ketahanan pangan dalam keluarga, pola asuh, pelayanan
kesehatan, dan lingkungan. Penyebab pokok yaitu tingkat ekonomi, karakteristik
keluarga, dan sosiodemografi. Sedangkan pada penelitian Afriyani (2016)
mengatakan penyebab masalah wasting adalah ketahanan pangan yang tidak
memadai, pola asuh, pelayanan kesehatan yang kurang memadai, pemberian ASI,
berat badan lahir Rendah (BBLR), kunjungan ANC, status pekerjaan ibu, dan
tingkat pendidikan ibu.
2.3.2. Berdasarkan hasil analisis data diatas, diketahui bahwa terdapat 2 responden
mengalami resiko wasting karena berdasarkan z-score IMT/U hasil perhitungan
berada diantara -3 SD s.d. < -2 SD. Terdapat responden yang tidak mengalami
wasting dikarenakan pola makan sudah mencukupi kebutuhan gizi tertentu untuk
anak sekolah. Peran ibu sangat penting terutama factor pengetahuan orang tua guna

22
tercukupinya pola makan pada anak. Untuk factor penghasilan dapat diatasi dengan
penginovasian pengolahan bahan pangan untuk konsumsi keluarga dengan
pengetahuan ibu. Pola makan merupakan faktor yang berpengaruh langsung
terhadap status gizi. Pola makan memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan
berat badan. Anak sekolah dapat tumbuh optimal apabila mendapatkan asupan
makanan yang baik yaitu jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang.
3.4. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan laporan analisis ini
masih terdapat banyak kekurangan. Maka, kami perlu saran dan masukan dari pembaca
guna sebagai catatan dan perbaikan dalam penulisan laporan analisis di kemudian hari
menjadi lebih baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Amirah, A. N. and Rifqi, M. A. (2019) ‘Karakteristik, Pengetahuan Gizi Ibu dan Status Gizi
Balita (BB/TB) Usia 6-59 bulan’, Amerta Nutrition, 3(3), p. 189-193. doi:
10.20473/amnt.v3i3.2019.189-193.
Anzarkusuma, I. S., Mulyani, E. Y., Jus’at, I., & Angkasa, D. (2014). Status Gizi Berdasarkan
Pola Makan Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Rajeg Tangerang. Indonesian Journal
of Human Nutrition, 1(2), 135–148.
Barasi, M. (2007) Nutrition At A Glance. Terjemahan oleh: Hermin. Jakarta: Erlangga.
BAPPENAS. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
Diniyyah, S. R. and Nindya, T. S. (2017) ‘Asupan Energi, Protein dan Lemak dengan
Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci, Gresik’, Amerta
Nutrition, 1(4), p. 341-350. doi: 10.20473/amnt.v1i4.7139.
Hendrayati, Amir, A. and Darmawati (2013) ‘Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Wasting
pada Anak Balita di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng’, Media Gizi
Pangan, 15(1), pp. 56–61.
Huriah, T. et al. (2014) ‘Malnutrisi Akut Berat dan Determinannya pada Balita di Wilayah
Rural dan Urban
Insani HM. (2017). Indonesia Sehat Tanpa Wasting. Departemen Gizi Masyarakat. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Istiany, Ari dan Rusilanti. 2013. Gizi Terapan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Marhamah, M., Abzeni, A., & Juwita, J. (2015). Perilaku konsumsi dan status gizi anak
sekolah dasar di kota serang. Jurnal Matematika, Sains, Dan Teknologi, 15(2), 97–
105.
Menteri Kesehatan RI (2020) Peraturan Menteri Kesehatan RI No 2 Tahun 2020, Jakarta:

24
Kementerian Kesehatan RI.
Miko, A., & Al-Rahmad, A. H. (2017). Hubungan Berat dan Tinggi Badan Orang Tua dengan
Status Gizi Balita di Kabupaten Aceh Besar. Gizi Indonesia, 40(1), 21–34.
Nurmaliza and Herlina, S. (2018) ‘Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan Ibu terhadap
Status Gizi Balita’, KESMARS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Manajemen dan
Administrasi Rumah Sakit, 1(1), pp. 44–48. doi: doi.org/10.31539/kesmars.v1i1.171.
Pramudya AE, Bardosono S. Prevalensi anak beresiko Wasting dan faktor-faktor yang
berhubungan : Studi Cross sectional pada anak usia 3-9 tahun di pesantren tapak
sunan tahun 2011. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.
Riskesdas 2013 Dalam Angka. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
Sa’adah, R. H., Herman, R. B., & Sastri, S. (2014). Hubungan Status Gizi dengan Prestasi
Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri 01 Guguk Malintang Kota Padangpanjang.
Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3).
Soedarsono, A., & Sumarmi, S. (2021). Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Simomulyo Surabaya. Media Gizi Kesmas, 10(02).
237-245.
Sulistyoningsih H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Septianasari, F. T. (2018) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita’,
Jurnal Media Kesehatan, 8(2), pp. 190–197. doi: 10.33088/jmk.v8i2.283.
Suyatman, B., Fatimah, S. and Dharminto (2017) ‘Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada
Balita (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang)’,
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(4), pp.778–787.
UNICEF (2015) UNICEF’s approach to scaling up nutrition. New York: UNICEF.
Unicef/WHO/The World Bank (2019) Joint Child Malnutrition Estimates: Levels and Trends
in Child malnutrition 2018 Edition, Geneva: World Health Organization.

25
DOKUMENTASI

Responden I (Nn. Sintia)

Pengukuran BB Pengukran TB Pengisian


Kuisioner oleh
Ibu Responden

Kuisoner

26
Responden II (An. Galih Abidzar Maulana)

Pengisian Kuesioner
oleh Ibu Responden

Hasil Kuesioner

27
Responden III (An. Dennis Yudistira Putra Widodo)

Pengisian Kuesioner
oleh Ibu Responden

Hasil Kuesioner

28
LAMPIRAN

29
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai