Anda di halaman 1dari 17

PEDOMAN

UPAYA PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMTAN PASIEN


DI RUMAH SAKIT SATITI PRIMA HUSADA
2019

RUMAH SAKIT UMUM SATITI PRIMA HUSADA


DS.BALESONO-NGUNUT TULUNGAGUNG
TELP (0355) 591637

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses, outcome
secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di
rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Satiti Prima Husada
sudah diawali dengan penilaian akreditasi rumah sakit 16 pelayanan yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat struktur, input dan proses. Sumber daya manusia dan
fasilitas kesehatan di Rumah Sakit Umum Satiti Prima Husada begitu besar, sehingga
memerlukan pengukuran mutu terhadap indikator klinis, manajemen, dan sasaran keselamatan
pasien. Pada kegiatan ini rumah sakit harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang
ditetapkan. Rumah sakit dipicu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur
hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan rumah sakit yang
menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja rumah
sakit tidak dapat dikertahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output
yang baik pula. Indikator rumah sakit disusun bertujuan mengukur kinerja rumah sakit serta
nyata sesuai standar yang ditetapkan.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Terwujudnya pelayanan kesehatan dengan hati dan professional yang mengutamakan
mutu dan keselamatan pasien.

Tujuan Khusus
1. Meningkatkan mutu pelayanan klinis dan manajemen di seluruh unit rumah sakit secara
berkesinambungan.
2. Meningkatkan keselamatan pasien.
3. Terwujudnya sistem layanan patient centered care dan continuity of care.

2
BAB II
BATASAN OPERASIONAL

Pelayanan bermutu adalah tingkat pelayanan kesehatan untuk pasien dan masyarakat
meningkat sesuai outcome yang diharapkan dan konsisten dengan pengetahuan profesional
terkini.
Mutu adalah gambaran dari produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan bebas
dari kecacatan (Juran).
Indikator mutu adalah ukuran mutu dan keselamatan rumah sakit yang digambarkan dari
data yang dikumpulkan.
Indikator Area Klinis adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai perubahan
dalam bidang klinis.
Indikator Area Manajemen adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan dalam bidang manajemen.
Indikator Keselamatan Pasien adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan dalam keselamatan pasien.
Evaluasi mutu dilakukan terhadap data indikator dengan menggunakan pendekatan
sistem (struktur, proses, output, dan outcome). Proses peningkatan mutu ini berjalan dengan
alur PDCA (Plan-Do-Check-Action). Evaluasi mutu ini dilaksanakan setiap 3 bulan oleh
komite mutu dan keselamatan pasien rumah sakit dan wajib diketahui oleh seluruh staf rumah
sakit.

3
BAB III
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari pelaksanaan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
Rumah Sakit Umum Satiti Prima Husada antara lain:
1. Pengelolaan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
2. Pemilihan, pengumpulan, validasi, analisis, dan evaluasi data indikator mutu
prioritas rumah sakit dan indikator mutu unit
3. Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien
4. Monitoring kinerja staf klinis
5. Pengukuran budaya keselamatan
6. Pencapaian dan mempertahankan perbaikan
7. Manajemen risiko
8. Monitoring kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

4
BAB IV
TATA LAKSANA
A. Penetapan Layanan Prioritas

Layanan prioritas adalah layanan yang dipilih oleh rumah sakit untuk menjadi prioritas
dalam peningkatan mutu rumah sakit. Rumah sakit secara tipikal mempunyai lebih banyak
kesempatan untuk pengukuran dan peningkatan dari pada membereskan/menyelesaikan urusan
sumber daya manusia atau yang lain. Oleh karena itu, diperlukan fokus dan prioritas pada
penilaian mutu dan kegiatan peningkatan rumah sakit. Layanan yang dipilih merupakan
layanan yang kritikal, risiko tinggi, cenderung bermasalah yang langsung terkait dengan mutu
asuhan dan keamanan lingkungan. Dalam menetapkan prioritas, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu besarnya risiko pelayanan, besarnya masalah yang terjadi, pertimbangan
biaya, persepsi pemberi pelayanan asuhan, dan bisa tidaknya masalah tersebut diselesaikan.
Layanan yang menjadi prioritas juga harus bisa berdampak perbaikan pada seluruh unit-unit
pelayanan secara menyeluruh.
Dasar pemilihan layanan prioritas harus mempertimbangkan:
1. Visi Misi RS & Rencana strategis RS
2. Data permasalahan RS
3. System & proses yang bervariasi dalam penerapan layanan
4. System pelayanan klinis yang kompleks & perlu efisiensi
5. Memiliki dampak perbaikan system yang menyeluruh

Dalam menentukan layanan prioritas terdapat banyak cara. Secara sederhana dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu kualitatif (non- skoring) dan kuantitatif (skoring). Pemilihan area
prioritas menggunakan teknik kualitatif (non- skoring) memiliki kelemahan dalam menentukan
siapa yang ikut dalam penentuan peringkat prioritas, penentuan dapat sangat subyektif, dan cara
ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang berbeda dan tidak untuk menentukan
prioritas atas dasar fakta. Proses brainstorming ini dapat dilakukan dengan cara musyawarah
untuk mencapai kemufakatan namun tetap bersadarkan data-data yang ada. Proses
brainstorming ini melibatkan direktur beserta seluruh kepala bidang. Fokus perbaikan praktik
klinis melibatkan komite medis dan kelompok staf medis terkait.
Cara penentuan layanan prioritas yang kedua adalah dengan cara kuantitatif (skoring).
Pada cara ini pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score (nilai) untuk berbagai
parameter, yaitu:
1. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah
2. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase)
3. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of unmeet need)

5
4. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social benefit)
5. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical feasibility)
6. Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah (resources
availibility)
Berdasarkan parameter di atas, maka metode yang digunakan dalam teknik skoring ini adalah
metode Bryant. Kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan skoring dengan menggunakan
metode Bryant ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Kriteria metode Bryant

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi

Prevalence Besarnya masalah yang dihadapi

Seriousness Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh suatu masalah dalam


RS dan dilihat dari besarnya angka kesakitan dan angka
kematian, data IKP akibat masalah kesehatan tersebut

Manageability Kemampuan untuk mengelola dan berkaitan dengan sumber


Daya

Community concern Sikap dan perasaan masyarakat terhadap masalah kesehatan


Tersebut

Kemudian parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari
prioritasnya diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan adalah satu sampai lima
yang ditulis dari arah kiri ke kanan untuk tiap masalah. Kemudian dengan penjumlahan dari
arah atas ke bawah untuk masing-masing masalah dihitung nilai skor akhirnya. Masalah
dengan nilai tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas masalah. Tetapi metode ini juga
memiliki kelemahan, yaitu hasil yang didapat dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga
sulit untuk menentukan prioritas masalah yang akan diambil. Selain itu, adanya parameter
community concern yang kadang sulit dilakukan penilaian juga menyebabkan metode
inikadang tidak dapat dilakukan.
Area perbaikan yang memiliki jumlah skor tertinggi dipilih menjadi layanan prioritas.
Penetapan nilai dari setiap parameter di setiap area perbaikan dilakukan melalui sebuah rapat

6
yang direktur, tim PMKP, pejabat struktural, seluruh kepala unit, komite medis, komite
keperawatan, tim PPI, dan tim K3RS

B. Indikator Prioritas Rumah Sakit


Indikator prioritas adalah indikator dari setiap unit yang dianggap sebagai indikator
yang penting dan dapat berpengaruh pada mutu rumah sakit, sehingga diambil sebagai
indikator prioritas rumah sakit. Pemilihan indikator prioritas harus berdasarkan layanan
prioritas yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengumpulan data dan analisa awal dilakukan
oleh unit, tetapi analisa indikator prioritas dilakukan bersama oleh unit dan PMKP Rumah
Sakit Umum Satiti Prima Husada.
Indikator prioritas rumah sakit dipilih dengan melakukan skoring ataupun
brainstorming. Proses pemilihan indikator mutu baik melalui brainstorming ataupun skoring
ditentukan dalam rapat yang dihadiri oleh direktur, para kepala bidang, KMKP, dan seluruh
pejabat struktural serta wakil dari setiap unit di Rumah Sakit Umum Satiti Prima Husada.

C. Indikator Mutu Unit Kerja


Indikator mutu unit kerja adalah indikator mutu yang dilakukan pengukuran setiap bulan
di setiap unit untuk menilai mutu dan kinerja unit tersebut. Kriteria indikator yang ideal
menurut WHO adalah spesifik dan mampu memberikan gambaran perubahan ukuran yang
jelas pada suatu jenis kegiatan tertentu, sahih / valid sehingga dapat dipakai untuk mengukur
aspek yang akan dinilai, dapat dipercaya (reliable) sehingga mampu menunjukkan hasil yang
benar pada penilaian yang dilakukan secara berulang kali, artinya komponen indikatornya
tetap, dan sensitif peka untuk digunakan sebagai bahan pengukur. Selain itu, pemilihan
indikator juga mengutamakan kepentingan dan kemudahan tersedianya data. Karena alasan
tersebut, maka indikator unit yang digunakan di Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang adalah
standar pelayanan minimal rumah sakit yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan.
Selain dari standar pelayanan minimal rumah sakit, indikator mutu unit kerja dapat
berasal dari:
1. Indikator mutu wajib nasional
2. Indikator mutu prioritas rumah sakit yang terkait unit kerja
3. Indikator mutu pelayanan yang dikontrakkan
4. Evaluasi kepatuhan DPJP terhadap PPK
5. Data OPPE - FPPE

7
D. Pembuatan Kamus Indikator
Kamus indikator adalah panduan dan definisi detail dari setiap indikator yang akan
dilakukan pengukuran. Kamus indikator ini bertujuan untuk menuntun dan menjadi pegangan
pengumpul data dalam melakukan pengukuran indikator. Kamus indikator berisi hal- hal
berikut ini:
a) judul indikator;
b) definisi operasional;
c) tujuan dan dimensi mutu;
d) dasar pemikiran/alasan pemilihan indicator;
e) numerator, denominator, dan formula pengukuran;
f) metodologi pengumpulan data;
g) cakupan data;
h) frekuensi pengumpulan data;
i) frekuensi analisis data;
j) metodologi analisis data;
k) sumber data;
l) penanggung jawab pengumpul data; dan
m) publikasi data.

E. Pengumpulan Data Indikator Mutu


Pelaksanaan pengumpulan data indikator mutu dilakukan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data indikator mutu unit kerja dilakukan oleh penanggung jawab mutu
di setiap unit kerja. Dilakukan berkala sesuai dengan profil indikator mutu. Untuk
surveillan harian dimasukkan ke dalam SISMADAK.
2. Data yang dikumpulkan berasal dari data indikator mutu prioritas rumah sakit, data
indikator mutu unit, dan data indikator mutut wajib nasional.
3. Setelah data indikator mutu unit kerja terkumpul, evaluasi data dan rencana tindak
lanjut dilakukan oleh kepala unit kerja bersama dengan kepala bagian dalam suatu
rapat bulanan.
4. Hasil evaluasi dan rencana tindak lanjut dilaporkan kepada direktur dan tim PMKP
dalam laporan bulanan unit kerja.

F. Validasi Data Indikator Mutu


Validasi data adalah alat penting untuk memahami mutu data dan untuk menetapkan
tingkat kepercayaan (confidence level) para pengambil keputusan terhadap data itu sendiri.
Validasi data menjadi salah satu langkah dalam proses menetapkan prioritas penilaian,

8
memilih apa yang harus dinilai, memilih dan mengetes indikator, mengumpulkan data,
validasi data, serta menggunakan data untuk peningkatan.
Keabsahan dan ketepercayaan pengukuran adalah inti dari semua perbaikan dalam
program peningkatan mutu. Proses validasi data secara internal perlu dilakukan karena
program mutu dianggap valid jika data yang dikumpulkan sudah sesuai, benar, dan
bermanfaat .
Data yang harus divalidasi antara lain, yaitu:
1. merupakan pengukuran area klinik baru;
2. bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual ke elektronik sehingga
sumber data berubah;
3. bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui web site rumah sakit atau media lain;
4. bila ada perubahan pengukuran;
5. bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui sebabnya ;
6. bila ada perubahan subjek data seperti perubahan umur rata-rata pasien,
7. protokol riset diubah, panduan praktik klinik baru diberlakukan, serta
8. terdapat teknologi dan metodologi pengobatan baru.

Proses validasi data mencakup, namun tidak terbatas sebagai berikut:


1. mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam proses
pengumpulan data sebelumnya (data asli);
2. menggunakan sampel tercatat, kasus, dan data lainnya yang sahih secara statistik.
Sampel 100% hanya dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus, atau data lainnya
sangat kecil jumlahnya;
3. membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang;
4. menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan dengan
total jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90% adalah patokan
yang baik;
5. jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama dengan catatan alasannya
(misalnya data tidak jelas definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi;
6. koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan

Pelaksanaan validasi indikator mutu dilaksanakan sebagai berikut:


1. Setelah data indikator mutu terkumpul, selanjutnya dilakukan validasi oleh kepala unit
ataupun oleh PMKP. Validasi dilakukan pada sampel data yang sama, dengan cara
yang sama (menggunakan kamus/profil indikator yang sama), namun oleh orang yang
berbeda.
9
2. Jika data valid, maka data dapat digunakan untuk evaluasi, Jika data tidak valid, maka
data tidak dapat digunakan untuk evaluasi dan dilakukan pengambilan data ulang.
3. Evaluasi dan penyusunan rencana tindak lanjut dilakkan oleh kepala unit kerja
bersama dengan kepala bagian dan tim PMKP. Hasil evaluasi dan rencana tindak
lanjut dipalporkan kepada direktur.

G. Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan mutu serta
keselamatan pasien untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen rumah sakit. Untuk
mencapai simpulan dan membuat keputusan maka data harus digabungkan, dianalisis, dan
diubah menjadi informasi yang berguna. Analisis data melibatkan individu di dalam PMKP
yang memahami manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode
pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil analisis
data harus dilaporkan kepada para pimpinan yang bertanggung jawab akan proses atau hasil
yang diukur dan yang mampu menindaklanjuti. Dengan demikian, data menyediakan masukan
berkesinambungan yang membantu individu itu mengambil keputusan dan terus-menerus
memperbaiki proses klinis serta manajerial.
Pengertian terhadap teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data,
khususnya dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan
perbaikan. Run charts, diagram kontrol (control charts), histogram, dan diagram Pareto adalah
contoh metode statistik yang sangat berguna untuk memahami pola dan variasi dalam
pelayanan kesehatan. Di Rumah Sakit Umum Satiti Prima Husada metode stastistik yang
digunakan adalah dengan menggunakan Run Chart.
Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data harus
dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung pada kegiatan program tersebut
dan area yang diukur serta frekuensi pengukuran.
Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan rumah sakit dalam empat hal:
1) dengan rumah sakit tersebut sendiri dari waktu ke waktu, misalnya dari bulan ke bulan atau
dari tahun ke tahun;
2) dengan rumah sakit sejenis seperti melalui database referensi;
3) dengan standar-standar seperti yang ditentukan oleh badan akreditasi atau organisasi
profesional ataupun standar-standar yang ditentukan oleh undangundang atau peraturan;
4) dengan praktik-praktik yang diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best
practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines
(panduan praktik klinik).
Di Rumah Sakit Umum Satiti Prima Husada metode analisis yang digunakan adalah
terutama membandingkan dari waktu ke waktu dan membandingkan dengan standar yang
10
telah ditetapkan. Walaupun tidak menutup kemungkinan menambahkan perbandingan-
perbandingan yang lain.

H. Evaluasi Data Indikator Mutu


Evaluasi data indikator menggunakan pendekatan sistem, yaitu dengan mengamati
struktur, proses, output, dan outcome.
Alur evaluasi mutu digambarkan pada diagram berikut. Setiap hasil analisa data
indikator, dilakukan PDCA dan follow up. Setiap peningkatan yang terjadi akan dikembalikan
ke siklus PDCA untuk proses penyusunan rencana peningkatan berikutnya sehingga dapat
menghasilkan sebuah produk peningkatan mutu.

Gambar 2. Alur Plan-Do-Check-Action

Plan Do Check
Action

Follow-up
Corrective

Action

Improvement

1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan


Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Direktur Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang atau
oleh Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.. Penetapan sasaran didasarkan pada data
pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan
maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan
yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.


2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional,
11
berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya.
Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.

3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do


Metode untuk mencapai tujuan dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami
oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami standar
kerja dan program yang ditetapkan.

4. Melaksanakan pekerjaan →Do


Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi
masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja
yang telah ditetapkan.

5. Memeriksa akibat pelaksanaan →Check


Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti
standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada
karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan,
metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan
maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul
dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.

6. Mengambil tindakan yang tepat →Action


Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi
penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.

H. Pemberian Feedback Hasil Analisis Data Indikator Mutu


Hasil capaian indikator mutu masing-masing unit dapat disampaikan pada rapat rutin
masing-masing unit kerja.

12
Untuk feedback hasil capaian indikator mutu dan analisa dari Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien dilakukan pada rapat KMKP dengan unit kerja berupa sosialisasi capaian
indikator mutu dan analisa hasil capaian indikator mutu.

I. Publikasi Data Indikator Mutu


Data indikator mutu yang akan dipublikasikan harus benar-benar valid setelah
melewati tahap validasi data mutu sesuai prosedur validasi data. Selanjutnya juga harus
disetujui oleh Direktur untuk dipublikasikan.
Publikasi data indikator mutu bisa dilakukan melalui media resmi rumah sakit, antara
lain:
1. Bulletin
2. Website
3. Media sosial lain
4. Papan pengumuman

J. Alur Sistem Manajemen Data Indikator Mutu


Alur pelaporan data indikator mutu adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan indikator mutu
2. Pengumpulan data indikator mutu
3. Analisis data indikator mutu
4. Validasi data indikator mutu
5. Feedback hasil analisis data indikator mutu
6. Publikasi data indikator mutu

I. Pelaporan dan Monitoring Insiden Keselamatan Pasien

13
1. Apabila terjadi suatu insiden di rumah sakit, wajib segera ditindak lanjuti
(dicegah/ ditangani) untuk mengurangi dampak/ akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindak lanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi formulir
laporan insiden (baik secara online atau offline) pada akhir jam kerja/ shift (paling
lambat 2x24 jam). Jangan menunda laporan. Pelaporan insiden dapat dilakukan oleh
siapa saja yang mengalami dan/atau mengetahui insiden.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan/laporkan kepada kepala unit kerja
dan/atau champion KPRS unit.
4. Kepala unit kerja dan champion KPRS unit akan memeriksa laporan dan
melakukan analisis matriks grading resiko terhadap insiden yang diaporkan.

14
5. Hasil analisis matriks grading resiko akan menentukan bandrisk dan menentukan
tindakan investigasi yang harus diambil
a. Band biru : investigasi sederhana oleh kepala unit kerja, waktu maksimal 1minggu
b. Band hijau : investigasi sederhana oleh kepala unit kerja, waktu maksimal 2
minggu
c. Band kuning : investigasi komprehensif menggunakan analisis akar masalah
(root cause analysis) oleh tim KPRS dan Manajemen Risiko, waktu maksimal 45
hari
d. Band merah : investigasi komprehensif menggunakan analisis akar masalah
(root cause analysis) oleh Tim KPRS dan Manajemen Risiko, waktu maksimal 45
hari
6. Analisis dilakukan untuk semua hal berikut ini:
a. semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi jika sesuai untuk rumah sakit
b. semua kejadian serius akibat efek samping obat jika sesuai dan sebagaimana
yang didefinisikan oleh rumah sakit
c. semua kesalahan pengobatan yang signifikan jika sesuai dan sebagaimana
yang didefinisikan oleh rumah sakit
d. semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis pascaoperasi
e. efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam
dan pemakaian anestesi
f. kejadian-kejadian lain; misalnya

 infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau wabah penyakit


menular
 kejadian ekstravasasi obat kemoterapi
7. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan
insiden dilaporkan ke tim KPRS dan Manajemen Risiko
8. Tim KPRS dan Manajemen Risiko akan menganalisis kembali hasil investigasi dan
laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan
dengan mengulang analisis matriks grading resiko pada insiden- insiden tertentu
9. Untuk band kuning dan merah, tim KPRS dan Manajemen Risiko akan
melakukan analisis akar masalah (root cause analysis)
10. Setelah melakukan analisis akar masalah (root cause analysis), tim KPRS dan
Manajemen Risiko akan membuat laporan dan rekomendasi untuk perbaikan serta

15
pembelajaran berupa petunjuk (safety alert) untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali.
11. Hasil analisis akar masalah (root cause analysis), rekomendasi, dan rencana kerja
dilaporkan kepada direktur
12. Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan umpan balik kepada unit
kerja terkait
13. Unit kerja membuat analisis dan trend kejadian di satuan kerjanya masing- masing
14. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim KPRS dan Manajemen Risiko
Laporan hasil analisis akar masalah (root cause analysis) yang terjadi pada
pasien dilaporkan oleh komite nasional keselamatan pasien (KNKP).

J. Monitoring Kinerja Staf Klinis


Kinerja staf klinis dievaluasi dan dimonitoring melalu beberapa hal, diantaranya:
1. OPPE - FPPE
2. Kepatuhan DPJP terhadap PPK – CP
3. Indikator kinerja sesuai dengan kelompok staf medis masing-masing
Evaluasi dilaksanakan secara berkala, yaitu 1 tahun sekali. Hasil evaluasi kinerja staf
klinis selanjutnya dilaporkan kepada KMKP untuk di analisis dan dilaporkan kepada direktur.

K. Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien


Budaya keselamatan pasien harus dievaluasi dan dimonitoring pelaksanaannya.
Pengukuran budaya keselamatan pasien dievaluasi dari:
1. Evaluasi capaian indikator sasaran keselamatan pasien.
Evaluasi capaian ISKP ini dilakukan setiap 3 bulan, sesuai dengan kamus
indikator SKP yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi dengan survey budaya aman & keselamatan pasien.
Survey ini dilaksanakan 1 tahun sekali.

L. Monitoring Kepatuhan DPJP terhadap PPK-CP


Kepatuhan DPJP terhadap PPK-CP dilaksanakan monitoring pengawasannya
dengan menggunakan form khusus yang telah dibuat. Hasilnya dikumpulkan dan dievaluasi
secara berkala sesuai dengan profil indikator mutu yang telah dibuat. Hasil tersebut
selanjutnya dilaporkan kepada PMKP untuk di analisis dan dilaporkan kepada direktur.

16
BAB IV
DOKUMEN

A. Kamus Indikator
B. Lembar Kerja Pengumpulan Data Indikator
C. Lembar Validasi Data
D. Laporan Mutu Triwulan
E. Laporan Bulanan Unit Kerja

17

Anda mungkin juga menyukai