Anda di halaman 1dari 9

STRUKTUR BIROKRASI DALAM SEKOLAH DAN

HUBUNGAN OTORITAS DI SEKOLAH

KELOMPOK 5 MPI 4

Anis Tasya Ananda

NIM : 862312021077

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI BONE

(IAIN BONE)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah 
mata kuliah Admistrasi Pendidikan yang berjudul “Struktur Birokrasi dalam Sekolah dan
Hubungan Otoritas di Sekolah”.
Shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Yang mana
beliau telah memberikan kita petunjuk kepada jalan yang benar.
Tak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku Dosen kami dalam
pembelajaran mata kuliah Adminmistrasi Pendidikan, juga kepada semua teman-teman yang
telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran yang konstruktif  guna kesempurnaan
makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan hanya kepada
Allah-lah kita berlindung dan mengharapkan taufiq serta hidayahnya. Amin Ya Rabbal Almin....
Wallahul Muwafieq ilaa Aqwamith Thorieq
 Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Watampone, 18 Mei 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR                                                                                        i
DAFTAR ISI                                                                                                        ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                    1
A.    Latar Belakang Masalah                                                                             1
B.     Rumusan Masalah                                                                                      2
C.     Tujuan Penulisan                                                                                        2

BAB II PEMBAHASAN                                                                                     3
A.    Struktur Birokrasi Dalam Sekolah                                                              3
B.     Hubungan Otoritas di Sekolah                                                                       5

BAB IV PENUTUP                                                                                             8
A.    Simpulan                                                                                                     8
B.     Saran                                                                                                           9
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana strukur birokrasi dalam sekolah ?
2.      Apa hubungan otoritas di sekolah?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui struktur birokrasi dalam sekolah.
2.      Untuk mengetahui hubungan otoritas di sekolah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Birokrasi Dalam Sekolah

Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu
organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang
berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya
administratif maupun militer .

Birokrasi merupakan rasional efesiensi organisasi yang setiap anggotanya hanya bertanggung
jawab pada tugas yang dipegangnya dan dia mampu (kompeten) untuk melakukannya.

Sekolah adalah organisasi yang memiliki banyak karakteristik dari organisasi birokratis. Model
birokrasi adalah model organisasi yang banyak dijadikan pegangan oleh para administrator
sekolah. Berpijak dari sini akan dikaji perilaku sekolah.

Struktur otoritas yang monokratis dalam organisasi birokrasi menyebutkan bahwa setiap
bawahan memiliki keahlian lebih rendah dari pimpinan. Asumsi ini tidak berlaku pada organisasi
sekolah juga organisasi profesional lainnya. Orang-orang profesional sering memiliki tingkat
kompetensi dan keahlian yang lebih tinggi dari pimpinannya. Keadaan inilah yang menyebabkan
sering terjadinya ketegangan antara guru dan administrator. Untuk mempelajari birokrasi sekolah
dikenal dengan School Organizational Inventory (SOI).

Kharakteristik-kharakteristik birokrasi sekolah dibedakan menjadi dua, yaitu kharakteristik


birokrasi termasuk di dalamnya hirarkhi otoritas (kekuasaan), nperaturan bagi pemegang jabatan,
prosedur spesifikasi, dan impersonalitas; sedang lainnya termasuk dalam kharasteristik
profesional, yaitu spesialisasi dan kompetensi teknis.

Adapun hubungan antara kharasteristik birokrasi dengan kharasteristik profesional sebagai


berikut:

1. Tipe I adalah suatu organisasi sekolah di mana profesionalisasi dan birokratisasi terjadi
saling melengkapi; keduanya sama-sama tinggi.
2. Tipe II adalah suatu organisasi sekolah di mana profesionalisasi rendah, sedang
birokratisasi tinggi. Oleh sebab itu, otoritas di dasarkan pada kedudukan dalam organisasi
atau hirarkhi. Kegiatan didasarkan pada pemenuhan terhadap peraturan dan pengarahan,
sehingga tipe ini disebut authotarian.
3. Tipe III adalah suatu organisasi sekolah di mana profesionalisasi tinggi dan birokratisasi
rendah. Tipe ini memberi penekanan pada pembuatan keputusan didasarkan atas andil
dari administrator dan profesional. Staff dipandang sebagai profesional yang memiliki
keahlian dan kompetensi untuk membuat keputusan organisasi yang penting. Peraturan
dan prosedur merupakan acuan pelaksanaan demi keseragaman. Tipe ini disebut sebagai
profesional.
4. Tipe IV adalah suatu organisasi sekolah di mana profesionalisasi dan birokrasi rendah.
Kegiatan sehari-harinya diwarnai dengan kebingunngan dan konflik. Tipe ini disebut
dengan kekacauan.

B. Hubungan Otoritas di Sekolah

Otoritas memiliki definisi secara bahasa sebagai kekuatan atau wewenang untuk memberikan
perintah dan mampu membuat pihak lain mematuhinya. Dalam konteks kajian sekolah ini
otoritas mengarah kepada kekuatan hirearkis dalam relasi guru dan siswa. Kekuatan yang
didasarkan pada struktur hirearkis di sekolah juga dimaksudkan sebagai bentuk kontrol terhadap
siswa (Deutsch. 2008). Seperti yang dituliskan di atas, Metz menuliskan bahwa otoritas paling
tidak merupakan antara tiga aspek yaitu superordinat, subordinat dan moral order. Ketiga aspek
tersebut memiliki hubungan yang lekat satu sama lain. Pihak superordinat memiliki kekuatan
lebih untuk memberikan perintah tertentu kepada subordinatnya. Secara singkat, dalam hirearki
di sekolah, guru sebagai superordinat, siswa sebagai subordinat dan nilai moral sebagai moral
order. guru memiliki kuasa tertentu dalam relasinya dengan siswa untuk penanaman nilai moral
di sekolah.

Konsepsi mengenai otoritas dimu-lai dengan kajian Weber (1958: Pg.79) yang kemudian
ditambahkan oleh Metz kepada 4 (empat) model otoritas yaitu:

1. Traditional authority yang merupakan wewenang yang didasarkan kepada peran tertentu
yang diyakini memiliki wewenang untuk memberikan perintah. Contoh sederhana adalah
peran sebagai orang tua atau kepala keluarga. Dalam konteks di Sekolah, Peran guru
dipercaya sebagai orang tua kedua bagi siswa menjadi legitimasi kewenangan
memberikan perintah kepada siswa.
2. Charismatic authority, model kedua ini merupakan otoritas yang muncul karena
kemampuan guru membangun ikatan emosional dengan Siswa. Ikatan emosi ini dapat
muncul saat guru mampu menunjukkan passion dan komitmen dalam mengajar dan
menjalankan perannya sebagai seorang pengajar tanpa mengandalkan peraturan resmi
atau konvensi yang berlaku di sekolah. Weber menuturkan bahwa otoritas ini merupakan
otoritas yang timbul dari pembawaan diri seseorang (personality).
3. Legal-rational authority, otoritas ini didukung olehaturandan kebijakan Praktek Otorissi
di Sekolah (Studi Etnografi Otoritas Gurudi MI Al Wathoniyah 19, Jakarta) Forum
Ilmiah Volume 10 Nomor 1, Januari 2013 136 yang didasarkan pada nilai-nilai rasional.
Memberikan orang-orang diposisi peringkat yang lebih tinggi dalam birokrasi
kelembagaan hak untuk mengeluarkan dan menegakkan perintah, yang meliputi kekuatan
menggunakan hadiah dan hukuman. Ketaatan atas otoritas model ini adalah pemenuhan
peraturan dan kewajiban.
4. Professional authority, model keempat ini merupakan otoritas yang juga timbul karena
kemampuan pribadi. Berbeda dengan model otoritas kedua, otoritas profesional timbul
karena penguasaan guru terhadap materi keilmuan dan kemampuan mengajar. Keahlian
terhadap pengetahuan menjadi legitimasi terhadap otoritas model ini.

Dari keempat model otoritas di atas, kesemuanya memiliki benang merah yang sama, yaitu
pemilik otoritas diharuskan memiliki kemampuan diri atau instrumen diri yang mampu membuat
subordinat percaya bahwa guru sebagai superordinat memiliki legitimasi terhadap otoritasnya.
Pembagian otoritas seperti dituliskan di atas juga diperlukan untuk mencermati bagaimana peran
guru dan respon siswa atas peran guru berupa penolakan atau penerimaan otoritas.

Maka, otoritas dibangun, atau dihancurkan dalam proses interaksi antara guru dan siswa. Dalam
interaksi guru dan siswa, ada beberapa catatan yang dituliskan oleh Pace mengenai dimensi-
dimensi yang mendukung “keberhasilan” otoritas. yaitu kualitas komunikasi, kesepakatan,
compatibility mental dan diri guru serta trust kedua belah pihak. Bahkan, Terrence J. Lovat
menuliskan bahwa guru sebagai agen yang menanamkan nilai kepada siswanya, seharusnya
memiliki beberapa etiket yang mendasari perilaku guru dalam proses mengajar yaitu otonomi,
keadilan, dan efisiensi. Singkat kata, Lovat menekankan Konsistensi antara teori dan aksi, ide
dan teori bagi para guru dalam interaksinya dengan siswa di kelas. Jadi kiranya, otoritas
merupakan hal yang dinamis dan berproses terus menerus.
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1. Struktur birokrasi dalam sekolah: hirarkhi otoritas (kekuasaan), peraturan bagi pemegang
jabatan, prosedur spesifikasi, dan impersonalitas; sedang lainnya termasuk dalam
kharasteristik profesional, yaitu spesialisasi dan kompetensi teknis.
2. Otoritas guru dipengaruhi paling tidak oleh dua hal, yaitu inkonsistensi perilaku guru dalam
menegakkan disiplin yang digunakan untuk mengontrol siswa serta pengaruhpengaruh yang
didapatkan siswaInteraksi guru dan siswa yang digambarkan dalam memperlihatkan
bagaimana sebenarnya otoritas guru itu bernegosiasi, seperti yang telah dibahas oleh Metz
(1978), Alpert (2009), Pace & Hemmings (2007), bahwa otoritas mampu menghasilkan
ketaatan dari siswa ketika ada beliefs antara guru dan siswa. Yaitu kepercayaan siswa atas
kemampuan guru menjadi kawan dan pembimbing dalam proses belajar.

B.     Saran

Dengan eksistensi makalah kami menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi
kesempuarnaan makalah ini. Karena kami sadar makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Hamalik Oemar. Kurikulum dan pembelajaran. Cet.  XIII; Jakarta: PT Bumi Aksara. 2013.


Sutaryadi. Administrasi Pendidikan. Cet. I; Surabaya: Usaha Nasional. 1990.
http://wawansuand.blogspot.com.
http://www.facebook.com.
http://yudi-wiratama.blogspot.com.

Anda mungkin juga menyukai