MATERI KULIAH
CORPORATE GOVERNANCE
5), Price Waterhouse Coopers / KAP PWh (dalam Indra Surya dan Ivan
Yustiavandana, 2006; 27) mengemukakan mengenai corporate governance
sebagai berikut:
“Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang
efektif.
Dibanding melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai
proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk
mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam
mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
stakeholders”.
6), Pengertian governance menurut Azhar Kasim yang dikutip oleh Imam S.
Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002; 5): “ Governance adalah proses
pengelolaan berbagai bidang kehidupan (sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya) dalam suatu negara serta penggunaan sumber daya (alam,
keuangan, manusia) dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.”
7), Menurut Bank Dunia (World Bank) yang dikutip oleh Iman dan Amin
(2002; 4), pengertian corporate governance adalah :
“Kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi
yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara
efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang, yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar
secara keseluruhan”.
Teori Dasar
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship
theory dan agency theory (Chinn,2000; Shaw,2003).
Ada 4 (empat) komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate
governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability,
dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan
prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa
kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan.
Dalam corporate governance selalu ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan,
a. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas, lengkap, dan
tertulis ?
b. Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan dengan
konsisten atau tidak ?
Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada good corporate
governance dalam suatu perusahaan ?
Dewasa ini, corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi
pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta
sudah merupakan tuntutan masyarakat.
Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban, baik itu semua tindakan
bisnis, tindakan dalam mengelola system olahraga bahkan juga tindakan dalam
berperang.
Bagi Indonesia, good corporate governance dewasa ini merupakan salah satu
persyaratan yang diminta oleh lembaga IMF yang harus diusahakan oleh
Pemerintah Indonesia.
Adapun Implementasi teori pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik
menyangkut dua aspek yang saling berkaitan satu dengan yang lain terdiri dari
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras
bersifat teknis mencakup pembentukan atau perubahan struktur dan sistem
organisasi, adapun software bersifat psikososial mencakup perubahan
paradigma, visi, misi, nilai (values), sikap (attitude), etika perilaku (behavioral
ethics).
Structure
Strategy System
Shared Values
Skills Style
Staff
Model ini terdiri 2 (dua) aspek sebagai dasar atau pondasi untuk menetapkan
mekanisme corporate governance sebagai sebuah sistem, dengan aspek :
1. Perangkat Keras (Hard Component)
Elemen_Corporate_Governance
Tidak ada model yang baku mengenai corporate governance, karena bisa
sangat berbeda antara satu perusahaan/organisasi dengan organisasi yang
lain, tergantung dari jenis perusahaan/organisasi, besar kecilnya dan
budaya perusahaan/organisasi.
Di sisi bagian yang ekstrim, ada jenis perusahaan publik di mana sistem
corporate governancenya sangat dipengaruhi oleh peraturan yang ketat,
sedangkan di lembaga keagamaan, sangat dipengaruhi oleh kepercayaan
dan tradisi.
Namun ada semacam aturan atau elemen umum yang perlu dikembangkan
oleh setiap bagian organisasi atau perusahaan yaitu sebagai berikut.
Corporate governance merupakan satu Konsep Baru yang sampai saat ini
belum tercapai kesepakatan bersama dalam mengartikannya. Para ahli
baik ahli ilmu hukum dan ahli ilmu ekonomi, organisasi internasional
maupun badan-badan yang dibentuk dibeberapa negara, serta k o m i t e -
komite yang memfokuskan dalam menelaah corporate
governance dan memiliki pandangan yang berbeda-beda
m e n g e n a i h a k i k a t corporate governance sebagai berikut :
Pemerintah Indonesia pada tahun 2000 mendirikan satu lembaga khusus yang
bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi,
Keuangan dan Industri Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Tugas pokok
KNKCG merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional
mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang
corporate governance di Indonesia.
Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum GCG di tahun 2001,
pedoman Corporate Governance bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman
Komisaris Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif.
Pada Pedoman GCG tahun 2001 hal-hal yang dikedepankan adalah mengenai
pengungkapan dan transparansi, sedangkan hal -hal yang disempurnakan pada
Pedoman Umum GCG tahun 2006 adalah :
Prinsip tersebut menurut OECD yang dikutip oleh Iman dan Amin (2002)
mencakup :
Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham
(the right of shareholders).
Hak-hak para pemegang saham harus diberi informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut
berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai
perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut
memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan
informasi yang pentingserta melarang pembagian untuk pihak
sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).
Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan (the role of
share holders) Peranan pemegang saham harus diakui
sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif
antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam
menciptakan kekayaan (modal kerja), lapangan kerja dan
perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.
Keterbukaan dan transparansi (Disclosure and transparency).
Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta
transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja
perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan
(stakeholders)
Akuntabilitas dewan komisaris ( The responbilities of the board)
Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan
manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para
pemegang saham.
1. Transparansi (Transparancy)
Menurut Iman dan Amin (2002; 16), dalam hal ini, kerangka kerja
corporate governance harus memastikan pengungkapan yang tepat waktu dan
akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan
perusahaan mencakup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola
perusahaan.
Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting
perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
4. Kemandirian (Independency)
Menurut Iman dan Amin (2002; 8), kemandirian adalah sebagai keadaan
dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak
sesuai dengan mekanisme korporasi
Menurut Zarkasyi (2008; 40), untuk melancarkan pelaksanaan prinsip
GCG perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
olehpihak-lain.
Prinsip ini memastikan bahwa masing-masing organ perusahaan melaksanakan
fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan melempar tanggung
jawab antara satu dengan yang lain, sehingga terwujud sistem pengendalian
internal yang efektif dan perusahaan dapat terhindar dari berbagai macam
masalah dengan begitu aktivitas perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan
dinamis.
5. Kewajaran ( Fairness)
Menurut Daniri (2005; 12), secara sederhana kesetaraan kewajaran sebagai
perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya.
Prinsip fairness ini harus menjamin adanya perlakuan yang setara (adil)
terhadap semua pihak terkait, terutama pemegang saham minoritas maupun
asing.
Khusus bagi BUMN akan dapat membantu bagi APBN terutama dari hasil
privatisasi-BUMN/swastanisasi.
Manfaat penerapan corporate governance, menurut Iman S Tunggal dan Amin
W Tunggal (2002; 9-10), yaitu:
Konsep good corporate governance baru popular di Asia. Konsep ini relatif
berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru
dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam
kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika
Utara) mempraktekkan pada tahun 1999. Mengingat kawasan Asia dan Amerika
Latin yang diyakini muncul, karena kegagalan penerapan GCG.
REGULASI
PEMERINTAHAN PELANGGAN
PUSAT - DAERAH PEMASOK
PEMEGANG SAHAM
BOD
CORSEC AUDIT INTERNAL
KARYAWAN
KOMUNITAS
MASYARAKAT KADIN
CSR Serikat tng.kerja PWI, NGO
Struktur kepemilikan dan kinerja perusahaan
Struktur kepemilikan merupakan metode alternatif dalam memitigasi masalah
agensi antara prinsipal dan agen. Sifat kepemilikan dalam suatu perusahaan
merupakan dimensi penting bagi struktur governance dan dipergunakan sebagai
alat monitoring perusahaan oleh karena mampu mempengaruhi kinerja.
Struktur kepemilikan dapat berupa konsentrasi kepemilikan dalam mana
kepemilikan saham terbesar yang dimiliki oleh investor, kepemilikan keluarga,
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.
Konflik kepentingan yang ada dalam suatu perusahaan dapat diatasi jika
kepemilikan terkonsentrasi pada pemegang saham terbesar. Lebih lanjut,
pemegang saham terbesar lebih mampu memanfaatkan kekuatan voting mereka
untuk mempengaruhi perilaku manajemen, sebagaimana yang dikemukakan
bahwa konsentrasi tinggi atas kepemilikan saham dapat meminimalisasi biaya
agensi karena berfungsi sebagai pengganti proteksi hukum.
Dinyatakan lebih lanjut bahwa meskipun tanpa institusi legal yang kuat,
investor dominan dominan memiliki alat dan dorongan untuk memantau
manajemen dalam mengambil suatu kebijakan. Namun mengenai hubungan
pemegang saham subtanstial dengan kinerja masih terlihat beragam.
Adanya hubungan positif antara konsentrasi kepemilikan dan profitabilitas.
Kepemilikan terbesar menunjukkan peran penting pemegang dalam perusahaan
dan bagaimana nilai perusahaan berkorelasi positif dengan peningkatan nilai
pemegang saham terbesar. Namun menunjukkan hasil yang tidak siginifikan
atau hanya menunjukkan hubungan yang lemah atas hubungan keduanya.
Menurut UU No. 19, Tahun 2003 Tentang BUMN, privatisasi adalah penjualan
saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam
rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi
negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat.
Struktur kepemilikan pada BUMN sebagai akibat dari adanya privatisasi dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu (1) kepemilikan pemerintah dan (2)
kepemilikan non pemerintah yang terdiri dari kepemilikan manajemen,
kepemilikan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan publik.
Implikasi pertama dari privatisasi BUMN adalah terjadinya perubahan
komposisi kepemilikan BUMN yang menyebabkan BUMN perlu melakukan
redefinisi misi dan tujuan perusahaan.
Prediksi bahwa BUMN akan lebih fokus pada pencapaian profit, sehingga
manfaat privatisasi untuk peningkatan efisiensi operasi dapat diperoleh, jika
pemerintah mulai melepas kepemilikan BUMNnya dan menyerahkannya pada
swasta. Jika kepemilikan pemerintah pada BUMN masih mayoritas, maka
biasanya BUMN akan menunda untuk melakukan restrukturisasi dan
pengurangan karyawannya. Ini yang menyebabkan BUMN tidak efisien.
Pengaruh privatisasi pada kinerja keuangan BUMN bahwa efisiensi yang sangat
signifikan pada BUMN sesudah privatisasi hanya terjadi bila kepemilikan
pemerintah pada BUMN semakin berkurang.
Sesuai keterkaitan dengan pelaksanaan Good Corporate Governance, menurut
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor: Kep-117/M-
MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan
Usaha Milik Negara, maka ditetapkan bahwa “Corporate Governance adalah
suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika, sedangkan stakeholders adalah pihak-pihak
yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak
langsung yaitu pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas,
direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur, dan pihak berkepentingan
lainnya. Prinsip prinsip Good Corporate Governance dikemukakan pula oleh
National Committee Governance (NCG ; 2006). Prinsip-prinsip NCG hampir
sama dengan yang diungkapkan oleh Menteri Negara BUMN melalui keputusan
Menteri BUMN No 117/M-MBU/2002.
UNSUR & KLASIFIKASI “STAKEHOLDER”
No . St akeholder K la sifika si
A. Tindakan Derivatif
Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang saham dapat mengambil alih untuk
mewakili urusan perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia
menganggap Direksi dan atau Komisaris telah lalai dalam kewajibannya
terhadap perseroan.
1. Hak Menggugat
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan
melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan
perseroan, bila tindakan perseroan merugikan kepentingannya (ps. 54 UUPT)
Untuk dapat menjadi tim yang solid, para anggota dewan komisaris harus
mempunyai kepercayaan yang tinggi antara satu anggota dewan dengan
yang lainnya. Budaya kritis juga diperlukan sekali dalam dewan guna
mengontrol dan mencegah timbulnya Kecurangan (FRAUD), namun
demikian budaya kritis yang dimaksud adalah budaya kritis yang tidak
menuduh dan menghakimi, melainkan budaya kritis yang membangun.
Untuk dapat mewujudkan budaya kritis yang membangun, ada beberapa hal
yang harus dilakukan anggota dewan komisaris, antara lain:
a. Terlibat dalam konflik yang konstruktif
b. Menghindari konflik yang desduktrif
c. Bekerja bersama sebagai sebuah tim
d. Mengetahui level keterlibatan dalam strategi yang pantas
e. Menyampaikan keputusan dengan lengkap dan menyeluruh
Selain itu, para anggota dewan komisaris juga diharuskan memahami betul
bagaimana Board Cooperation Rules (Kesepakatan Kerjasama Dewan) agar
kinerja dewan semakin optimal.
Adapun Board Cooperation Rules tersebut adalah sebagai berikut:
Berikut ini merupakan salah satu contoh struktur dewan dalam Good
Corporate Governance.
Pimpinan tertinggi dalam GCG adalah Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), dibawahnya adalah Sekretaris Perusahaan, Dewan Komisaris dan
juga Direksi. Dewan Komisaris memiliki beberapa komite untuk dapat
mengawasi jalanya perusahaan, yaitu Komite Audit, Komite Nominasi &
Remunerasi, Komite Manajemen Resiko dan juga Komite GCG.
Ketua dari masing-masing komite harus independen (tidak terlibat konflik
kepentingan), harus mempunyai skill yang mumpuni dan berpengalaman
sebagai bukti rekam jejaknya di bidang yang sama. Sedangkan Direksi
bertugas untuk mengelola operasional perusahaan.
Komisaris Independen
Untuk memastikan bahwa Dewan Komisaris telah melakukan pengawasan
terhadap kinerja para direktur, sehingga tercapai tata kelola perusahaan yang
baik pada perusahaan terbuka (Tbk). Maka keberadaan komisaris independen
sebagai motor pengawasan dipandang perlu. Keberadaan komisaris independen
menjadi penting karena dalam praktik sering ditemukan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan pada perusahaan publik. Dengan adanya
komisaris independen maka diharapkan kepentingan pemegang saham
minoritas, dan kepentingan pemangku kepentingan yang lain dapat terlindungi.
Dalam perusahaan swasta tertutup (belum menjual saham di bursa efek), maka
tugas pengawasan terhadap para direktur dilakukan langsung oleh para
pemegang saham yang otomatis adalah para komisaris. Namun seiring dengan
majunya pasar modal di Indonesia dan banyak perusahaan berbondong-bondong
memanfaatkan dana masyarakat yang ada di bursa efek, maka fungsi
pengawasan terhadap perusahaan publik perlu semakin diperkuat.
Menurut undang-undang perseroan terbatas, pada hakikatnya semua komisaris
harus bersikap independen semata-mata demi kepentingan perusahaan, terlepas
dari pengaruh berbagai pihak yang mungkin berbenturan dengan kepentingan
perusahaan. Indonesian Society of Independent Commissioners juga
mengeluarkan pedoman tentang komisaris independen ini.
Tanggung Jawab
Berkaitan dengan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
maka tugasnya komisaris independen adalah :
Kriteria Formal
Pedoman Perilaku
a. Menjaga agar tidak terjadi benturan kepentingan, dan jika keadaan tersebut
tidak dapat dihindari harus diungkapkan secara wajar dan terbuka.
b. Mematuhi semua peraturan perundangan yang berlaku, termasuk dengan
tidak melibatkan diri pada transaksi saham yang melibatkan orang dalam
(insider trading) untuk memperoleh keuntungan pribadi.
c. Tidak mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan perusahaan selain gaji
dan tunjangan yang diterima sebagai komisaris perusahaan.
d. Menjunjung tinggi integritas dan kejujuran sebagai nilai yang tertinggi.
f. Mempertimbangkan semua hal secara obyektif, profesional dan independen
demi kepentingan perusahaan dengan tidak melupakan kepentingan pemangku
kepentingan (stakeholders).
g. Melaksanakan tugas secara amanah.
h. Mendorong penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance).
i. Menghormati keputusan organ perusahaan: Rapat Umum Pemegang Saham,
Dewan Komisaris dan Direksi sesuai dengan fungsi masing-masing.
j. Berorientasi untuk memberikan nilai tambah kepada perusahaan.
k. Menjaga informasi perusahaan yang bersifat rahasia.
VII. KOMITE AUDIT DAN PERAN AUDIT INTERNAL
Efektifitas kerja komite audit dapat melakukan sinergi dengan audit internal
untuk lebih meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan. Dapat
juga melakukan audit khusus dengan pihak eksternal jika akan
mengungkapkan terjadinya praktik kecurangan yang signifikan di
perusahaan.
PERAN AUDITOR
1. Auditor Eksternal
Auditor Eksternal bertanggungjawab memberikan pendapat terhadap
laporan keuangan perusahaan. Laporan Auditor Independen adalah ekspresi
dari opini profesional mereka mengenai laporan keuangan. Meskipun
laporan keuangan adalah tanggung jawab dari manajemen, auditor
independent bertanggungjawab untuk menilai kewajaran pernyataan
manajemen dalam laporan melalui laporan audit mereka.
2. Auditor Internal
Dalam rangka pelaksanaan GCG, Auditor Internal melaksanakan fungsi
sebagai berikut :
a. Bertanggungjawab kepada Direktur Utama dan mempunyai akses dengan
Komite Audit.
b. Memonitor pelaksanaan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur
perusahaan.
c. Menelaah kinerja korporat melalui mekanisme audit keuangan dan
operasional.
d. Memelihara dan mengamankan aktiva perusahaan dan menangani faktor
risiko secara baik.
e. Melaksanakan fungsi konsultan dan memastikan pelaksanaan GCG.
3. Stakeholder lainnya
Efektivitas Komite Audit terhadap Penerapan Prinsip-prinsip G CG
Komite audit pada suatu perusahaan jika menjalankan tugasnya secara
efektif, maka penerapan prinsip-prinsip GCG di perusahaan akan baik pula.
Jika perusahaan mampu menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik,
maka GCG perusahaan akan meningkat.
Perlunya keberadaan komite audit didasarkan atas keputusan Menteri
BUMN No. Kep- 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada BUMN dalam pasal 14 (1) menyatakan bahwa
komisaris/ dewan pengawas BUMN memiliki keharusan membentuk komite
audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris/
dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Fenomena yang ada
menyatakan bahwa keberadaan komite audit dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya diragukan keefektifannya dikarenakan pelaksanaan Good
corporate Governance dinilai masih belum optimal (Dahlan Iskan, 2013).
Hal ini menandakan bahwa sebagian komite audit pada BUMN belum
memiliki dedikasi dan komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya. Hasil
penelitian ini didukung oleh Gusnardi (2008) dalam penelitiannya yang
menjelaskan pengaruh komite audit terhadap Good Corporate Governance
dengan besar pengaruh sebesar 38%, yang berarti komite audit
berpengaruh terhadap pelaksanaan Good Corporate Governance. Samuel
Kilika (2013) mengungkapkan bahwa untuk mendorong implementasi
mengenai prinsipprinsip GCG, maka komite audit merupakan kunci untuk
mencapai corporate governance yang efektif.
Disamping itu Ikatan Komite Audit Indonesia (2010) memaparkan bahwa
salah satu unsur kelembagaan dalam konsep Good Corporate Governance
yang diharapkan mampu memberikan kontribusi tinggi dalam level
penerapannya adalah Komite Audit. Artinya, jika komite audit bekerja
secara efektif, maka perusahaan mampu menerapkan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance secara optimal.
Pengaruh Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil dari nilai korelasi
antara prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan kualitas
laporan keuangan adalah sebesar 0,872. Mengacu pada pedoman
interpretasi koefisien korelasi menurut Sugiyono (2010), nilai korelasi
sebesar 0,872 termasuk dalam kategori hubungan yang “ sangat kuat”. Hasil
dari koefisien determinasi menunjukkan bahwa prinsip-prinsip GCG
memberikan pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan adalah sebesar
76,1% dengan arah positif. Sedangkan sisanya 33,9% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa jika prinsip-prinsip GCG diterapkan secara optimal
maka akan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas baik.
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Badan Usaha Milik
Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara
konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan
operasionalnya. Prinsip-prinsip GCG yang dimaksud yakni transparansi
(transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), kemandirian (independency) dan kewajaran (fairness).
Namun fenomena yang ada, belum semua BUMN menerapkan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance seperti yang telah ditetapkan dalam
peraturan. Badan Pemeriksa Keuangan/ BPK (2013), mengungkapkan bahwa
pelaksanaan Good Corporate Governance dinilai belum optimal dilihat dari
kinerja BUMN yang belum efisien. Tetapi ada juga sebagian besar BUMN
sudah menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik, namun belum optimal.
Karena belum semua BUMN dapat menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan
baik. Untuk itu, semua BUMN perlu meningkatkan upaya penerapan prinsip-
prinsip GCG ini supaya mampu menghasilkan informasi keuangan yang
berkualitas.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh efektivitas komite audit
terhadap penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan
implikasinya pada
kualitas laporan keuangan pada contoh 3 perusahaan BUMN dengan
kesimpulan sebagai berikut :
Efektivitas komite audit berpengaruh positif terhadap pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governace .
Dengan demikian efektivitas komite audit yang tinggi akan meningkatkan
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governace. Penerapan prinsip-
prinsip Good Corporate Governaceyang baik, akan menciptakan tata kelola
perusahaan yang baik.
Adapun penyebab Good Corporate Governace yang belum terlaksana secara
optimal antara lain disebabkan oleh efektivitas komite audit yang belum
baik. Ini dapat dilihat dari faktor-faktor pendorong efektivitas komite audit
yang masih belum optimal.
Hal ini ditunjukkan dengan: 1) Keandalan, kemampuan dan independensi
dari audit internal yang masih kurang 2) Dedikasi dan komitmen dari setiap
anggota komite audit yang belum maksimal. 3) Kurangnya peran komite
audit dalam rekruitment anggota audit internal. 4) Kurangnya komunikasi
antara komite audit dengan dewan komisaris.
2. Prinsip- prinsip Good Corporate Governace berpengaruh terhadap
kualitas laporan keuangan.
Dengan demikian penerapan prinsip- prinsip Good Corporate Governace
yang baik akan menghasilkan kualitas informasi keuangan yang baik.
Informasi keuangan yang tidak berkualitas baik diantaranya disebabkan oleh
Good Corporate Governace yang belum baik artinya perusahaan belum
mampu menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara
optimal.
2. Faktor Internal
Faktor Internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG
yang berasal dari dalam perusahaan.
Beberapa faktor yang dimaksud antara lain :
Di luar 2 (dua) faktor internal, external di atas, aspek lain yang paling strategis
dalam mendukung penerapan GCG secara efektif sangat tergantung pada
kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan
organ. perusahaan. Jika berbagai prinsip dan aspek penting GCG dilanggar
suatu perusahaan, maka sudah dapat dipastikan perusahaan tersebut tidak
akan mampu bertahan lama dalam persaingan bisnis global dewasa ini, meski
perusahaan itu memiliki lingkungan kondusif bagi pertumbuhan bisnisnya.
Kreditur dalam hal ini contohnya Bank, bank harus dapat menilai apakah
perusahaan yang mengajukan permintaan kredit mampu mengembalikan
pinjaman atau tidak.
Kreditur akan menolak usulan kredit dari suatu perusahaan bila informasi
akuntansi perusahaan itu meragukan atau tidak menunjukkan perkembangan
yang positif
SKEMA MANFAAT CSR
Manfaat CSR :
1. Keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan, serta perusahaan
juga mendapatkan citra /image yang positif dari masyarakat luas
2. Perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap capital/modal
3. Perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia/human resources
yang berkualitas
4. Perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang
kritis dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko
Kendala Pelaksanaan CSR atau Bina Lingkungan :
1. Bantuan yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan peruntukannya
2. Penerima bantuan tidak merata karena beberapa daerah khususnya korban
bencana alam tidak semua mendapat bantuan secara merata
3. Daerah terpencil sering mengalami kendala keterlambatan pengiriman
bantuan
Kendala Program Kemitraan :
1. Tingkat kemacetan kredit dana bergulir masih cukup tinggi pada usaha kecil
2. Penggunaan dana sebagian tidak digunakan mengembangkan usaha tetapi
untuk keperluan konsumtif
3. Penerima dana penerima program kemitraan sebagian tidak tepat sasaran
atau double dari bank dan BUMN lain.
4. Masih ada anggapan pihak penerima dana bergulir merupakan hibah
sehingga tidak perlu dikembalikan atau diangsur pembayarannya
X. PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI
Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk
Laporan keuangan untuk tujuan umum termasuk laporan keuangan yang disajikan
terpisah atau yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan tahunan
atau prospectus.
Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang
posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan biasanya menyajikan
dan beban termasuk keuntungan dan kerugian serta arus kas. Informasi tersebut
beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan
membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada masa depan khusunya
dalam hal waktu dan kepastian yang diperoleh kas dan setara kas.
Agar hal tersebut dapat dicapai maka diperlukan suatu pengungkapan yang jelas
mengenai data akuntansi dan informasi lainnya yang relevan. Misalnya kepada siapa
informasi keuangan disajikan, apa yang perlu diungkapkan, tujuan pengungkapan dan
keuangan. Dalam kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) disebutkan bahwa pemakai laporan
Pengungkapan
Pengungkapan laporan keuangan dalam arti luas berarti penyampaian (release)
informasi.Sedangkan menurut para akuntansi memberi pengertian secara terbatas yaitu
penyampaian informasi keuangan tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan
biasanya laporan tahunan. Laporan tahunan (Annual Report) media utama
penyampaian informasi oleh manajemen kepada pihak-pihak di luar perusahaan.
Laporan tahunan mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada
pemegang saham, kreditor, dan stakeholders llainnya.Laporan tahunan merupakan
mencakup hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan
laporan pelengkap. Pengungkapan adalah informasi yang diberikan oleh perusahaan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai keadaan
perusahaan.Pengungkapan semua informasi didalamnya harus diungkapkan termasuk
informasi kuantitatif (seperti komponen persediaan dalam nilai mata uang), dan
komponen kualitatif (seperti tuntutan hukum). Menurut Securities and Exchange
Commission (SEC), setiap kejadian yang terjadi dengan tiba-tiba yang dapat
mempengaruhi posisi keuangan harus diungkapkan secara khusus (GAAP,1998:42)
untuk membantu para pengguna laporan tahunan.
Definisi pengungkapan (disclosure) menurut Siegel dan Shim (1994:147) adalah
pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan
sebagai catatan kaki atau tambahan.Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih
lengkap mengenai posisi keuangan, hasil operasi, dan kebijakan perusahaan.Informasi
penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam
laporan pemeriksaan.Semua materi harus disingkapkan termasuk informasi kuantitatif
maupun kualitatif yang sangat membantu pengguna laporan.
Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle) atau prinsip keterbukaan adalah
menyajikan semua informasi dalam laporan keuangan yang dapat memengaruhi
pemahaman pembaca.Penafsiran atas prinsip ini sangat subyektif dan berpotensi
menyebabkan terlalu banyak informasi yang disajikan.Oleh karena itu, prinsip
materialitas digunakan agar hanya mengungkapkan informasi tentang peristiwa yang
mungkin berdampak material terhadap posisi atau hasil keuangan entitas.
Kata disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan (Ghozali dan
Chariri, 2007).Bila dikaitkan dengan pengungkapan informasi, disclosure mengandung
pengertian bahwa pengungkapan informasi tersebut harus memberikan penjelasan yang
cukup dan bisa mewakili keadaan yang sebenarnya dalam perusahaan. Dengan
demikian, informasi harus lengkap, jelas, akurat, dan dapat dipercaya dengan
mencitrakan kondisi yang sedang dialami perusahaan, baik informasi keuangan maupun
non-keuangan, sehingga tidak ada pihak yang akan dirugikan.
Pengungkapan dapat mencakup hal-hal yang belum dapat dihitung secara tepat, seperti
sengketa pajak dengan Pemerintah atau litigasi dengan pihak lain. Pengungkapan
penuh juga berarti bahwa kita harus selalu melaporkan kebijakan akuntansi yang ada,
serta perubahan atas kebijakan tersebut (misalnya, perubahan metode penilaian aset
atau metode depresiasi), transaksi non-moneter yang terjadi, hubungan dengan pihak
afiliasi bisnis yang memiliki volume transaksi signifikan, jumlah aset diagunkan, jumlah
kerugian material yang disebabkan oleh biaya yang lebih rendah dari nilai pasar, uraian
tentang kewajiban penghentian pengoperasian aset, fakta dan keadaan yang
menyebabkan penurunan goodwill/niat baik, dll.
Perusahaan besar umumnya menjadi sorotan banyak pihak, baik dari masyarakat
secara umum maupun pemerintah, perusahaan dengan ukuran yang lebih besar relatif
lebih diawasi oleh lembaga-lembaga pemerintah, sehingga mereka berupaya
menyajikan pengungkapan yang lebih baik untuk dapat meminimalisasi tekanan-
tekanan pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan besar tersebut dituntut untuk
mengungkapkan informasi yang lebih banyak daripada perusahaan kecil.
Informasi itu sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada
pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat
melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.Perusahaan besar berkemungkinan
memperoleh keuntungan-keuntungan dengan mengungkapkan informasi yang memadai
dalam laporan tahunan, misalnya kemudahan untuk memasarkan saham dan
kemudahan memperoleh dana dari pasar modal. Sedangkan perusahaan kecil
umumnya sulit untuk mendapatkan dana dari pasar modal, mengingat pembatasan
ukuran aset bila terjun ke bursa, sehingga perusahaan kecil tidak dapat menikmati
keuntungan dari pengungkapan informasi yang memadai.
Adapun yang menjadi tujuan dari pengungkapan dinyatakan sebagai berikut :
1. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan memberikan pengukuran yang relevan
atas hal-hal tersebut di luar pengukuran yang digunakan dalam laporan keuangan.
2. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan untuk memberikan pengukuran yang
bermanfaat.
3. Untuk memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditor menilai
resiko dan potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui.
4. Untuk memberikan informasi penting yang memungkinkan para pengguna laporan
keuangan untuk melakukan perbandingan dalam satu tahun dan diantara beberapa
tahun.
5. Untuk memberikan informasi mengenai arus kas atau keluar dari masa depan.
6. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.
1. Manfaat bagi kepentingan perusahaan adalah dapat diperoleh biaya modal yang
lebih rendah yang berkaitan dengan berkurangnya resiko informasi bagi investor dan
kreditur. Dengan demikian investor dan kreditor bersedia membeli sekuritas dengan
harga tinggi, akibat dari harga sekuritas yang tinggi tersebut biaya modal
perusahaan menjadi rendah.
2. Bagi investor pengungkapan bermanfaat untuk mengurangi resiko informasi berupa
pengurangan kesalahan pembuatan keputusan investasi. Sehingga investor menjadi
lebih percaya kepada perusahaan yang memberikan pengungkapan secara lengkap,
akibatnya sekuritas perusahaan menjadi lebih menarik bagi banyak investor dan
harganya akan naik.
3. Bagi kepentingan Nasional, yaitu berupa adanya biaya modal perusahaan yang
rendah dan berkurangnya risiko informasi yang dihadapi investor. Dengan
diperolehnya biaya modal yang lebih rendah oleh perusahaan, pertumbuhan
ekonomi dapat meningkat, kesempatan kerja meluas, dan pada akhirnya standar
kehidupan secara nasional akan meningkat pula. Dengan berkurangnya resiko
informasi yang dihadapi investor, pasar modal menjadi likuid. Likuiditas pasar modal
ini diperlukan oleh perekonomian nasional karena dapat membantu alokasi modal
secara efektif.
Prinsip ini memiliki 2 aspek, yaitu komunikasi publik oleh pemerintah dan hak
masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika
pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik
adalah titik awal dari transparansi. Komunikasi publik menuntut usaha
Afirmatif/kelompok yang disetujui dari pemerintah untuk membuka dan
mendiseminasi/menerima informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi
harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-
informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan
data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk
membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusan –
keputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap
kebijakan tersebut.
Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai sebuah
kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai informasi
yang relevan juga sebagai penjaga/“watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan
perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat
melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah
maupun pengaruh kepentingan bisnis.
Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat,
toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan preferensi publik.
Menurut Mardiasmo (2004:30), transparansi berarti keterbukaan (openness) pemerintah
dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya
publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Menurut Hari Sabarno
(2007:38) transparansi merupakan salah satu aspek mendasar bagi terwujudnya
penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Perwujudan tata pemerintahan yang baik
mensyaratkan adanya keterbukaan, keterlibatan, dan kemudahan akses bagi
masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemerintah. Keterbukaan dan
kemudahan informasi penyelenggaran pemerintahan memberikan pengaruh untuk
mewujudkan berbagai indikator lainnya.
Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat
dalam dua hal yaitu Salah satu wujud pertanggung jawaban pemerintah kepada rakyat,
dan Upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dan mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Salah satu yang menjadi persoalan bangsa pada akhir masa orde baru adalah
merebaknya kasus-kasus korupsi yang berkembang sejak awal masa rezim
kekuasaannya. Korupsi sebagai tindakan baik dilakukan individu maupun lembaga yang
secara langsung merugikan Negara, merupakan salah satu yang harus dihindari dalam
upaya menuju cita-cita good governance. Selain merugikan Negara, korupsi bisa
menghambat efektivitas dalam efisiensi proses birokrasi dan pembangunan sebagai ciri
utama good governance.
Salah satu sebab daripada terjadinya transparansi antara lain adalah kurangnya
transparansi dari tiap kegiatan yang dilakukan baik oleh individu maupun organisasi di
dalam pemerintahan.
A. Prinsip Dasar
1. Pengendalian kecurangan adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan
yang baik dan sebaiknya diintegrasikan ke dalam proses
perencanaan strategis dan bisnis perusahaan.
Kecenderungan timbulnya kecurangan dan dampaknya pada
tujuan dan sasaran perusahaan harus dinilai secara cermat.
2. Pengendalian kecurangan harus dipahami dan diterima
oleh seluruh insan perusahaan/instansi sebagai suatu
kebijakan perusahaan yang melandasi kerangka berpikir dan
bertindak dalam pengelolaan fungsi, tugas dan tanggung
jawab masing-masing agar sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan internal perusahaan.
3. Perencanaan pengendalian kecurangan harus
dipertimbangkan pada saat penyusunan kebijakan-
kebijakan perusahaan yang baru dikembangkan atau jika ada
perubahan signifikan pada kebijakan atau cara kebijakan
akandilaksanakan.
Perencanaan pengendalian kecurangan harus juga
mempertimbangkan risiko-risiko kecurangan dilingkungan
internal dan eksternal perusahaan.
4. Pelaksanaan pengendalian kecurangan membutuhkan
keahlian khusus, terutama dalam konteks yang semakin
kompleks. Pengendalian kecurangan dapat dilakukan dengan
efektif bila unit kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian
intern memiliki keahlian, pengetahuan dan pengalaman yang
dibutuhkan.
5. Insan perusahaan/intansi harus sedapat mungkin
menghindari terjadinya benturan kepentingan agar
dapat menghindari terjadinya setiap kecurangan
dalam melaksanakan tugas perusahaan.
6. Perusahaan melakukan penilaian dan pengukuran mengenai
efektifitas pengendalian kecurangan secara berkala paling
tidak satu kali dalam tiga tahun.
7. Penilaian dan pengukuran efektifitas pengendalian
kecurangan dilakukan oleh instansi/lembaga/perusahaan
independen yang memiliki kompetensi, Satuan
Pengawasan Intern/Badan pengawas merupakan mitra
kerja terhadap penilai independen, sedangkan tindak-
lanjut rekomendasi penilaian independen dilaksanakan oleh
unit kerja.
8. Insan Perusahaan/instansi harus menunjukkan komitmen,
integritas dan profesionalisme dengan menerapkan
kebijakan pengendalian kecurangan yang efektif.
B. Jenis Kecurangan
Kecurangan dapat dibagi dalam 4 (empat) jenis, yaitu:
1. Penyimpangan aset perusahaan (Asset Missappropriation),
merupakan bentuk penyalahgunaan, pencurian aset perusahaan
instansi dan pengeluaran biaya secara curang oleh Insan perusa–
haan/instansi dan pihak lain yang mudah dideteksi karena sifat-
nya yang dapat diukur.
2. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud),
merupakan tindakan yang dilakukan oleh insan perusahaan/
instansi untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya
dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering)
dalam bentuk salah saji material laporan keuangan untuk
memperoleh keuntungan.
3. KORUPSI (Corruption), merupakan tindakan yang melawan
hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau badan lain
yang merugikan perekonomian Negara atau dikenal KKN.
Korupsi umumnya diklasifikasi dalam 3 (tiga) bentuk utama, yaitu:
a. GRATIFIKASI merupakan suatu kondisi dapat
mempengaruhi pertimbangan pribadi dan/atau dapat
menyingkirkan profesionalisme dan integritas insan
perusahaan/instansi dalam melaksanakan tugas, sehingga akan
berimplikasi pada pencapaian kinerja dan citra perusahaan/
instansi dalam jangka panjang.
GRATIFIKASI adalah pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Gratifikasi yang tidak dianggap suap terkait kedinasan
berupa kegiatan resmi kedinasan seperti seminar,
workshop, konferensi, pelatihan, study banding, kegiatan
yang umum berupa pemberian cinderamata, sertifikat,
plakat bukan dalam bentuk uang dengan batas nilai
maksimum 1 juta per orang/100 US dollar per orang.
Adapun kegiatan resmi kedinasan lain dalam bentuk
hidangan, sajian, jamuan berupa makanan minuman yang
berlaku umum. Regulasi gratifikasi diatur pada undang-
undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas
undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Gratifikasi kategori yang termasuk melawan hukum
contohnya penerimaan hadiah, misalkan barang, uang,
fasilitas enternainment, voucher, akomodasi dari
stakeholder yang diketahui diduga diberikan karena
kewenangan yang berhubungan dengan jabatan penerima.
Adapun segala bentuk pemberian bingkisan dalam
perayaan hari besar keagamaan dari stakeholder termasuk
gratifikasi.
b. SUAP adalah setiap orang yang memberi atau menjanjikan
sesuatu kepada Insan perusahaan/instansi dengan maksud
supaya Insan perusahaan/instansi tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya,atau memberi sesuatu
kepada insan perusahaan/pegawai atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
Setiap gratifikasi dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya.
c. KONFLIK KEPENTINGAN/Konflik Interest adalah situasi
dimana insan perusahaan/instansi mempunyai kepentingan
pribadi atau kepentingan lainnya selain kepentingan
perusahaan sehingga mempengaruhi pengambilan
keputusan atau kualitas kinerja yang seharusnya sehingga
mengakibatkan perusahaan tidak memperoleh hasil terbaik.
d. Disamping itu termasuk dalam pengertian KORUPSI adalah:
a. Penerimaan yang tidak sah.
b. Persekongkolan.
c. Penggelapan.
d. Pungutan liar.
e. Mark-up
f. Pemerasan secara ekonomi
5) Pemantauan (monitoring)
Melakukan pemantauan untuk memastikan sistem
pengendalian intern dilaksanakan dengan kualitas yang
baik, dengan melakukan identifikasi masalah,
penyusunan strategi, evaluasi dan tindaklanjut
rekomendasi.
2. Pendektesian Kecurangan (Fraud Detection)
Dalam mendeteksi kecurangan perlu dilakukan pemeriksaan
kecurangan (fraud auditing). Perencanaan tahapan audit
kecurangan disusun dengan tujuan untuk menemukan
kecurangan dan memberikan respon atas risiko kecurangan.
Proses penilaian mencakup juga evaluasi kemungkinan
(likelihood) terjadinya kecurangan dan pengaruhnya (impact)
terhadap perusahaan jika kecurangan tersebut terjadi.
Dalam mendeteksi kecurangan, perusahaan/instansi harus
memperhatikan empat faktor yang dapat menghambat, yaitu
karakteristik terjadinya kecurangan, standar audit,
lingkungan kerja audit serta metode dan prosedur audit.
Persoalan keuangan Jiwasraya telah terjadi sejak awal 2000-an. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru mencuat. Jika dirunut,
permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an. Berikut kronologi kasus Jiwasraya:
2006: Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya
tercatat negatif Rp3,29 triliun.
2010-2012: Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp1,3
triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta menyatakan
metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah. Sebab,
keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki
keuntungan ekonomis.
Karenanya, pada Mei 2012, Isa menolak permohonan perpanjangan reasuransi. Laporan
keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan angka yang wajar
Pada 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada 18 Desember 2012. JS
Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (bancassurance).
Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran menawarkan bunga tinggi, yakni 9 persen
hingga 13 persen.
2014: Di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya menggelontorkan sponsor untuk klub
sepakbola asal Inggris, Manchester City.
2017: Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan Jiwasraya pada 2017
positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun.
Selain itu, perseroan meraup laba Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016.
Perlu diketahui, sepanjang 2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena
penjualan produk JS Saving Plan dengan periode pencairan setiap tahun.
2018: Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan surat pengesahan
cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.
Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan
Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium
kebobrokan direksi lama
Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur utama Jiwasraya.
Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan
kepada Kementerian BUMN.
Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP)
PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan
interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.
Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi
gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigasi
terhadap Jiwasraya.
Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan
mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar
Rp802 miliar.
Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko sebagai Direktur Utama
menggantikan Asmawi Syam.
Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi
rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar
Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun.
Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk
JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar Rp15,75 triliun.
Sidang sengketa pemegang saham PT Sumalindo Lestari Jaya kembali digelar di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/10/2013). Sidang kali ini mengagendakan mendengarkan
keterangan saksi ahli dari pihak tergugat, Doktor Fulgensius Jimmy yang pakar dalam bidang
Hukum Usaha.
Fulgensius Jimmy mengatakan pemegang saham minoritas memiliki hak untuk menggugat
keputusan yang dibuat pemegang saham mayoritas. Jika pemegang saham minoritas mencukupi
sepersepuluh dari persentase kepemilikan saham, sebagaimana diatur dalam UU no 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
"Jika ada indikasi pelanggaran yang dilakukan pemegang saham mayoritas yang bersifat pidana
maupun perdata, jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat, maka pemegang
saham minoritas berhak untuk mengajukan gugatan," kata Fulgensius yang juga dosen
Universitas Parahyangan dan Tarumanegara di PN Jakarta Selatan, Kamis 10 Oktober 2013.
Penjelasan Fulgensius yang menjadi saksi ahli itu justru memperkuat dan menguntungkan
gugatan yang dilakukan penggugat karena memberikan alasan legal yang sangat jelas akan hak
dan kewenangan pemegang saham minoritas dalam konteks sengketa terhadap pemegang saham
mayoritas.
"Ketika ketentuan pasal 3 ayat 2 UU No. 40 tahun 2007 terpenuhi maka pemegang saham dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi melebihi kepemilikan sahamnya," jelas
Agustinus.
Pengacara penggugat lainnya, Danggur Konrandus berpendapat direksi bertanggung jawab penuh
terhadap semua kebijakan dan keputusan perusahaan, baik pidana maupun perdata. Pemegang
saham mayoritas yang mendukung direksi juga ikut bertanggung jawab secara tidak langsung.
Bahkan, ada fakta material yg disembunyikan oleh direksi dan komisaris pada waktu divestasi
saham dan tidak dibahas dalam RUPS.
"Pemegang saham mayoritas yang mendukung direksi juga ikut bertanggung jawab secara tidak
langsung," tegas Danggur.
Gugatan perdata pemegang saham publik PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI) Tbk, dilayangkan
pemegang saham publik, Deddy Hartawan Jamin kepada 11 tergugat yaitu PT SULI, Amir
Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro, Kadaryanto,
Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, PT Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa Penilai Publik
Benny, Desmar dan Rekan.
Gugatan diajukan karena pemilik saham minoritas SULI merasa dirugikan dan dipermainkan oleh
manajemen SULI yang dimiliki saham mayoritasnya oleh Putera Sampoerna dan Hasan Sunarko.
Manajemen PT SULI dianggap mengabaikan asas-asas good coorporate governance, selain juga
dianggap banyak mengabaikan keputusan hukum yang sudah berlaku sehingga merugikan banyak
pihak.
h. Praktik Kecurangan
Kebutuhan akan pengelolaan bisnis yang sehat dan bebas dari praktik
kecurangan melatarbelakangi usaha Perusahaan untuk menyusun,
menetapkan dan menerapkan kebijakan pengendalian kecurangan
yang terintegrasi dengan kebijakan lainnya sebagai syarat utama
dalam mencapai visi, misi perusahaan.
Dinamika kebutuhan tersebut digali melalui penilaian kecurangan yang
ada dalam perusahaan, sehingga penyusunan kebijakan pengendalian
kecurangan menjadi solusi yang efektif dalam memberikan dampak
atas pencapaian kinerja perusahaan.
Jika diamati kecurangan yang banyak terjadi dalam banyak bidang
tidak terlepas dari adanya keinginan untuk mengambil hak orang
lain dan mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok lalu
menjadi pembenaran bahwa kecurangan merupakan hal biasa yang
boleh dilakukan dan adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan.
Prinsip dasar pengendalian kecurangan di perusahaan/instansi, adalah:
3. Pencegahan terjadinya kecurangan di perusahaan/instansi
akan lebih baik jika dilaksanakan sejak dini karena
menyelesaikan kecurangan yang telah terjadi akan
mengeluarkan biaya jauh lebih besar untuk memulihkannya.
4. Untuk melakukan pencegahan kecurangan, setidaknya ada
tiga upaya yang harus dilakukan perusahaan yaitu
membangun individu yang memiliki integritas, moral dan
etika yang tinggi, membangun sistem pendukung kinerja
yang terintegrasi dan terstruktur serta membangun sistem
monitoring yang efektif dan efisien.
5. Diagnosis kecurangan sebaiknya tidak dianalisis secara
terpisah dari bisnis perusahaan/instansi, tetapi sebaiknya
dianggap sebagai suatu aspek dari proses penilaian risiko
yang lebih besar.
6. Jika perusahaan mengalami perubahan dalam struktur,
perusahaan harus melakukan diagnosis kecurangan
sehubungan dengan fungsi-fungsi yang berubah. Hal ini
termasuk perubahan pada model pemberian layanan,
penyediaan informasi dan jasa secara online.
7. Upaya pencegahan terjadinya kecurangan hanya dapat
dicapai, bila pada setiap insan perusahaan/instansi terdapat
komitmen yang tinggi untuk melakukan peningkatan nilai,
budaya, sistem dan perilaku untuk menghindari terjadinya
kecurangan atau potensi kecurangan yang dapat merugikan
Perusahaan.
8. Insan Perusahaan/instansi bertanggung jawab penuh baik
secara individu maupun secara perusahaan/instansi untuk
memastikan bahwa pedoman pengendalian kecurangan
telah diimplementasikan ke dalam tugas pokok, fungsi dan
tanggung jawab masing-masing.
Praktik Kecurangan Aset
Penyalahgunaan (misappropriation) aset adalah kecurangan yang
melibatkan pencurian aset perusahaan/instansi yang dapat
digolongkan ke dalam “Kecurangan Kas” dan ‘Kecurangan Aset”,
serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent
disbursement) yang biasanya dilakukan Insan perusahaan/instansi.
1. Pelaku Kecurangan Aset
Pelaku kecurangan dalam pengelolaan aset perusahaan/instansi
berasal dari:
a. Internal
Kecurangan pengelolaan aset perusahaan/instansi yang
berasal dari internal perusahaan dilakukan dengan cara,
antara lain:
2. Melakukan pencurian uang sebelum uang secara fisik
masuk ke rekening perusahaan atau dicatat didalam
pembukuan
3. Melakukan pencurian uang melalui pengeluaran yang
tidak sah dan pemalsuan dokumen pengeluaran.
4. Melakukan pencurian uang melalui pemalsuan cek dengan
memalsukan tanda tangan otorisator.
5. Melakukan pencurian uang setelah secara fisik dicatat di
dalam pembukuan dengan menerima pembayaran kembali
atas pengembalian/pembatalan transaksi pembelian.
6. Tidak mencatat pendapatan dan menyembunyikan penagihan
piutang.
7. Penggunaan kartu kredit perusahaan yang
berlebihan sehingga penggunaannya menimbulkan peluang
bagi kepentingan pribadi.
8. Penggunaan aset perusahaan yang tidak sesuai dengan
ketentuan.
9. Biaya perjalanan dinas yang berlebihan.
b. Eksternal
Kecurangan pengelolaan aset perusahaan/instansi yang
berasal dari eksternal perusahaan/instansi dilakukan dengan
cara, antara lain:
1) Penyalahgunaan aset perusahaan/instansi untuk
kepentingan pribadi ataupun golongan.
2) Pencurian aset atau harta perusahaan/instansi.
santunan.
1. Pelaku Kecurangan Pembayaran Santunan
Pelaku kecurangan dalam proses pembayaran santunan berasal
dari:
I. Internal Perusahaan
Kecurangan dalam proses pembayaran santunan yang
berasal dari internal perusahaan dilakukan dengan cara,
antara lain:
a. Membuat dan/atau ikut membantu dalam proses
pengajuan klaim fiktif korban kecelakaan lalulintas dan
penumpang umum.
b. Merubah status kecelakaan lalulintas dan penumpang
umum yang diajukan oleh peserta dari kecelakaan
dengan luka ringan/ berat menjadi kecelakaan dengan
kematian.
c. Memperoleh imbalan dari peserta atas upaya pegawai
dalam mempercepat proses pembayaran santunan.
d. Penyelesaian santunan peserta yang tidak dilakukan
berdasarkan mekanisme dan ketentuan yang telah
ditetapkan karena adanya hubungan yang baik dengan
Insan perusahaan/instansi.
e. Dengan sengaja ikut membantu pencairan
pembayaran santunan yang diterima oleh peserta.
f. Melaksanakan pemalsuan cek dengan cara
memalsukan tanda tangan otorisator.
b. Eksternal Perusahaan
Kecurangan penerimaan underwriting yang berasal dari
eksternal perusahaan dilakukan dengan cara antara lain:
a. Tidak melakukan pencatatan iuran wajib yang telah
diterima dari setiap penumpang dengan sebenarnya.
b. Tidak menyetorkan iuran wajib yang telah diterima dari
setiap penumpang kepada perusahaan.
c. Melakukan pencatatan penerimaan iuran wajib
sebagai pendapatan perusahaan, bukan sebagai
hutang yang harus disetorkan kepada Perusahaan.
d. Terjadinya perbedaan daftar penumpang yang membayar
iuran wajib dengan jumlah iuran wajib yang diterima.
2. Indikasi/Gejala Kecurangan Penerimaan Underwriting
Indikasi/gejala kecurangan dalam proses penerimaan underwriting,
antara lain:
a. Sering terlambatnya penyetoran iuran wajib yang
telah dikutip dari setiap penumpang oleh pengelola/
operator kendaraan bermotor dan penumpang umum
kepada Perusahaan.
b. Meningkatnya piutang iuran wajib
c. Menurunnya penerimaan iuran wajib oleh Perusahaan.
3. Pencegahan Kecurangan Penerimaan Underwriting
Dalam upaya perusahaan untuk mengatasi terjadinya
kecurangan, pada umumnya perusahaan melakukan
pengendalian melalui :
a. Perencanaan pendapatan underwriting yang bertujuan
untuk mempersiapkan anggaran dari pendapatan
underwriting sesuai kebutuhan perusahaan.
b. Rekonsiliasi bukti-bukti penerimaan underwriting dengan
catatan akuntansi.
c. Konfirmasi kepada pengelola/operator kendaraan
bermotor untuk memastikan iuran yang diterima.
d. Pengendalian pendapatan underwriting dengan cara
memantau realisasi pendapatan underwriting dengan
anggaran, sehingga dapat diketahui pendapatan
underwriting yang dibawah anggaran.
e. Memantau umur piutang yang dilakukan oleh pegawai
lain dari pegawai yang menerima pembayaran
underwriting.
e. Kerjasama dengan pihak perbankan dalam penyetoran
iuran wajib.
f. Peningkatan kompetensi Insan perusahaan/instansi
secara berkelanjutan melalui pendidikan teknis
pendapatan underwriting.
f. Sanksi secara konsisten Insan Jasa Raharja yang terbukti
melakukan kecurangan penerimaan pendapatan
underwriting.
j. Rotasi/transfer pegawai pendapatan underwriting secara
berkelanjutan sebagai upaya untuk menghilangkan
terjadinya kolusi dan nepotisme dalam pendapatan
underwriting.
Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate
Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga
ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci
sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang,
sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di Pada
tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena
Tahap_Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 (tiga) langkah utama sebagai berikut :
Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan
manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek
seperti:
Auditor TI merupakan salah satu peran yang dapat mendukung tata kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Dalam hal ini dibutuhkan
ahli bidang Audit TI yang memiliki kompetensi sesuai dengan standar
Internasional.
CISA (Certified Information System Auditor) adalah sertifikasi untuk auditor
Sistem Informasi yang diakui di tingkat Internasional yang disponsori oleh ISACA.
ITGID telah menandatangani MOU dengan ISACA. IT Governance Indonesia
(Member Of Proxsis Consulting Group) telah menandatangani Surat Perjanjian
Kerjasama Penyelenggaraan ISACA Certification Review Course 2016, antara
Proxsis dengan ISACA Chapter Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa materi serta
trainer untuk training CISA yang diselenggarakan oleh ITGID adalah ISACA Official.
Penerapan tata kelola yang baik ( GCG ) pada BUMN harus berpedoman pada
Permen BUMN No : Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 dengan tetap
memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku, serta anggaran dasar BUMN:
b. Pelaksanaan Penilaian
a. Penilaian BUMN Bersih pada PT AAA (contoh) dilakukan
melalui penilaian persepsi dan penelitian terhadap dokumen
aplikasi beserta pendukungnya.
b. Penilaian persepsi dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada responden eksternal dan internal sesuai dengan 13
indikator penilaian BUMN Bersih.
c. Selanjutnya data persepsi responden eksternal dan internal
ditabulasikan untuk memperoleh skor persepsi.
Bobot skor persepsi untuk responden eksternal dan internal
masing-masing sebesar 70% dan 30%.
c.Indikator Penilaian
Kriteria 1 :Komitmen untuk melaksanakan Board Manual bagi Direksi dan
Dewan Komisaris serta Code of conduct bagi seluruh insan perusahaan yang
bersih dan bebas dari gratifikasi, fraud dan KKN
4 Bagaimana upaya Direksi untuk mendorong tindak lanjut temuan hasil audit
auditor internal dan eksternal dilaksanakan tepat waktu.
5 Uraikan pemanfaatan fasilitas perusahaan oleh Direksi.
a. Mengutamakan keselamatan
b. Memenuhi kenyamanan
Nilai Rata-Rata
Nilai Rata-Rata
Tiap Pernyataan
Tiap Pernyataan
30 % Skor Akhir
70 %
e. Kualifikasi “BUMN Bersih”
Cukup
5.00 - 7.50
Berkomitmen
Upaya Internal atau
Dokumen Aplikasi
Kurang
2,50 - 5.00
Berkomitmen
Tidak
s.d 2.50
Berkomitmen
106
Balanced Scorecard (BSC) dan Variabel Pengukurannya
Balance Scorecard (BSC) ini merupakan kartu berimbang yang digunakan
sebagai media untuk mengukur aktivitas operasional yang dilakukan sebuah
perusahaan. Dengan menggunakan Balance Scorecard perusahaan menjadi
lebih tahu sejauh mana pergerakan dan perkembangan yang telah dicapai.
Balance Scorecard juga bisa membantu perusahaan untuk memberikan
pandangan menyeluruh mengenai kinerja dari perusahaan.
Balance Scorecard ini hanya diciptakan untuk mengatasi problem tentang
kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif dan berfokus pada perspektif
keuangan serta perspektif non keuangan juga.
107
Perspektif_Konsumen
Tingkatan kedua dalam pengukuran kinerja BSC adalah pengukuran terkait
dengan konsumen. Ukuran kinerja terkait konsumen yang digunakan adalah
denganpangsapasar deposit nasabah.
Modifikasi pengukuran tersebut dengan menghitung jumlah penjualan pada satu
perusahaan dibagi dengan total penjualan masing-masing sektor dan bukan total
keseluruhan penjualan seluruh perusahaan, dengan tujuan untuk
mendapatkannilai pangsa pasar per masing-masing sub sektor sesuai dengan
spesifikasi industri.
Perspektif Proses Bisnis Internal
Level ketiga dalam pengukuran kinerja BSC adalah berkaitan dengan proses
bisnis internal, yang dalam hal ini menunjukkan seberapa sukses perusahaan
dalam meningkatkan kinerja operasional internal manajemen, sebagai contoh:
waktu yang diperlukan dalam menghasilkan produk dan biaya yang harus
dikeluarkan untuk operasional dan biaya lain seperti pajak dan depresiasi.
Proses bisnis internal berkaitan dengan efisiensi perusahaan dalam menjalankan
aktivitasnya oleh karenanya pengukuran proses bisnis internal dihitung dengan
membagi pendapatan operasional dengan biaya operasionalnya.
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Tingkatan terakhir dalam pengukuran BSC adalah terkait dengan pertumbuhan
dan pembelajaran, yang menggambarkan sejauh mana perusahaan tumbuh
dalam kapasitas yang sejalan dengan pembelajarannya dan menggunakan
pengukuran perspektif ini
dengan cara menghitung logaritma natural hasil dari proporsi total laba operasi
dengan jumlah karyawan. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
dikombinasikan ke dalam faktor komposit tunggal untuk menilai kinerja
perusahaan secara keseluruhan dari berbagai perspektif yaitu keuangan,
konsumen, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran.
Perspektif keuangan menggunakan proksi ROA, perspektif konsumen dengan
melihat pangsa pasar perusahaan, perspektif proses bisnis internal diukur
dengan efisiensi perusahaan dan pespektif pertumbuhan dan pembelajaran
diukur dengan produktivitas karyawan..
Pengukuran variabel kontrol
Mengendalikan faktor-faktor spesifik yang secara signifikan dapat menjelaskan
variasi kinerja perusahaan. Oleh karena sebelumnya dilakukan pada perusahaan
108
perbankan maka perlu melakukan beberapa modifikasi terhadap variabel kontrol
ini.
Risiko perbankan, yang terdiri dari likuiditas dan solvabilitas yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendek dan jangka panjang. Umunya menggunakan rasio Loan to Deposit Ratio
(LDR), Non Performing Loan (NPL) dan Capital Adequacy Ration (CAR)
untuk mengukur resiko perbankan.
Estimasi Persamaan Kualitas Governance dan Kinerja Perusahaan
Untuk mengetahui adanya hubungan yang positif antara corporate governance
dan kinerja perusahaan, maka digunakan model regresi OLS untuk melihat
pengaruh corporate governance terhadap kinerja balanced scorecard, yang
dalam hal ini masing-masing variabel menggunakan indeks komposit
multidimensi yang dihasilkan dari analisis faktor menggunakan analisis
komponen utama.
Ada 2 (dua) model dalam pengujiannya, dalam mana model pertama adalah
bertujuan untuk menguji variabel kinerja sebagai variabel dependen, dengan
model persamaan sebagai berikut
Model 1 : Kinerja = ƒ (kualitas CG, variabel kontrol)
Model 2 :
Kinerja = ƒ (Ukuran Dewan Direksi, Komposisi Komisaris Independen,
Keahlian Dewan Komisaris, Intensitas Pertemuan Dewan Komisaris,
Konsentrasi Kepemilikan, Kepemilikan Institusional, Ukuran Komite Audit,
Keahlian Komite Audit, Intensitas Pertemuan Komite Audit, variabel kontrol).
109