Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rambut merupakan adneksa kulit yang tumbuh pada hampir seluruh
permukaan kulit manusia kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Rambut sering
diartikan sebagai mahkota terutama untuk kaum wanita, sedangkan rambut bagi
pria dapat mempengaruhi rasa percaya diri. Rambut pada manusia merupakan
bagian penting yang berfungsi sebagai pelindung kepala dari sinar matahari,
sebagai pengatur suhu pada kepala dan sebagai penunjang penampilan. Semua
orang berharap memiliki rambut yang sehat sehingga mampu memberikan
perlindungan terhadap kepala dan memberikan penampilan yang menarik. Namun
keadaan dan kesehatan rambut setiap orang berbeda-beda karena adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor genetik
maupun faktor pengaruh lingkungan yang akhirnya dapat mempengaruhi
pertumbuhan rambut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Pertumbuhan rambut pada berbagai produk perawatan rambut dengan
keunggulan masing-masing telah banyak diproduksi sebagai pemicu pertumbuhan
rambut baik dengan bahan alam maupun kimia namun beberapa produk kimia
memberikan efek yang beragam dalam pemakaiannya (Khesia, 2012). Efek
negatif penggunaan produk kimia dapat dicegah dengan mengurangi penggunaan
produk kimia atau dapat beralih ke produk berbahan alami atau yang biasa disebut
produk herbal.
Pemanfaatan produk herbal sebagai obat tradisional belakangan ini terus
berkembang. Hal ini dikarenakan pertimbangan oleh industri farmasi, seperti
dalam hal produk-produk kimia yang banyak menimbulkan beberapa efek
samping bagi kesehatan karena adanya penggunaan unsur-unsur kimia yang ada
didalamnya. Karena beberapa kelebihan seperti terbukti tanpa efek samping, dapat
dikonsumsi oleh seluruh kalangan umur, dan berkhasiat menyembuhkan berbagai
macam penyakit, produk berbahan dasar herbal diyakini lebih aman dan cocok
untuk dikembangkan (Sari, 2006).

1
Salah satu bahan herbal yang cocok dikembangkan menjadi suatu sediaan
baru yakni tanaman rooibos (Aspalathus linearis). Tanaman rooibos (Aspalathus
linearis) akhir-akhir ini telah mendapatkan ketenaran karena manfaatnya yang
banyak untuk kesehatan. Beberapa manfaat yang dimaksud yakni seperti sifat
anti-penuaan, pengurangan risiko penyakit jantung, meningkatkan kesehatan kulit,
sebagai sumber antioksidan, dan meningkatkan kesehatan kulit kepala dan
meningkatkan pertumbuhan rambut.
Tanaman rooibos (Aspalathus linearis) kaya akan antioksidan, termasuk
flavonoid quercetin dan luteolin, yang telah terbukti bersifat anti-spasmodik dan
anti-inflamasi. Selain kaya akan antioksidan, tanaman rooibos (Aspalathus
linearis) juga kaya akan mikronutrien seperti seng, tembaga, kalium dan kalsium
yang sangat cocok untuk digunakan sebagai zat aktif dari berbagai produk sediaan
Skin Care karena bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan kulit, melawan
radikal bebas, dan menenangkan kulit dari aktivitas inflamasi dan iritasi atau
kemerahan (Marnewick,2011). Meskipun demikian, tanaman rooibos (Aspalathus
linearis) ini memiliki manfaat yang masih kurang dikembangkan yakni untuk
kesehatan rambut atau biasanya disebut dengan Hair Care seperti meningkatkan
pertumbuhan rambut, mencegah kerontokan rambut dan memperbaiki kondisi
rambut secara keseluruhan.
Secara keseluruhan tanaman rooibos (Aspalathus linearis) memiliki
banyak manfaat untuk rambut dan kulit kepala. Kandungan antioksidannya dapat
merangsang pertumbuhan rambut dengan menyebabkan relaksasi otot di
pembuluh darah di sekitar folikel rambut sehingga memfasilitasi
pasokan darah yang konstan dengan nutrisi ke sel-sel folikel rambut (Bassino
et al., 2016). Tanaman rooibos (Aspalathus linearis) juga diperkaya dengan
nutrien-nutrien seperti seng, tembaga, kalium dan kalsium, yang semuanya
bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan dan kekuatan rambut. Tidak hanya
itu, tanaman rooibos (Aspalathus linearis) telah terbukti selain meningkatkan
kepadatan rambut, kekuatan rambut, dan kecepatan pertumbuhan rambut,
Tanaman rooibos (Aspalathus linearis) juga memiliki sifat antimikroba yang
dapat meringankan banyak permasalahan kondisi dikulit kepala. Permasalahan-
2
permasalahan tersebut seperti gatal pada kulit kepala, ketombe, dan menjaga
kebersihan luka bila terdapat luka pada kulit kepala. (Bufolli et al., 2014).
Penelitian-penelitian terdahulu tentang manfaat tanaman rooibos
(Aspalathus linearis) banyak dilakukan dan membuktikan manfaat tanaman
rooibos (Aspalathus linearis) dalam meningkatkan pertumbuhan rambut,
kesehatan kulit kepala, dan antioksidan yang dapat membantu menguatkan rambut
guna mencegah kerontokan rambut.
Penelitian oleh Bramati, (2002), “Karakterisasi kuantitatif senyawa
flavanoid dalam teh daun rooibos (Aspalathus linearis)”. Pada penelitian ini,
Untuk menilai kemampuan antioksidan Rooibos secara keseluruhan, para peneliti
membandingkan aktivitas antioksidan ekstrak teh daun rooibos dengan ekstrak teh
hijau dan hitam dengan uji penangkal radikal DPPH serta metode pemutihan beta-
karoten. Semua teh menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat dengan kedua
metode. Dengan menggunakan metode DPPH, peringkat dari aktivitas antioksidan
tertinggi hingga terendah menggunakan esktrak Rooibos yang tidak difermentasi
(86,6%), Rooibos yang difermentasi (83,4%), dan teh hitam (81,7%).
Penelitian oleh Olawale dkk, (2015), “Rooibos (Aspalathus linearis) and
its Major Flavonoids Potential Against Oxidative Stress Induced Conditions.”
Pada penelitian ini telah mengkonfirmasi bahwa rooibos menunjukkan aktivitas
penghambatan peroksidasi antioksidan dan lipidin vitro dan in vivo. Ekstrak
rooibos yang difermentasi dan tidak difermentasi serta flavonoid rooibos
menunjukkan in vitro aktivitas antioksidan dengan mengais radikal bebas. Ekstrak
berair dari rooibos yang difermentasi menunjukkanin vitro penghambatan
peroksidasi lipid dalam membran sel menggunakan membran eritrosit kelinci,
mikrosom hati tikus dan homogenat hati tikus, sedangkan ekstrak metanol dari
rooibos yang difermentasi dan tidak difermentasi menghambat peroksidasi lipid
mikrosomal.
Penelitian oleh Laurie dkk, (2012), “Rooibos Tea: Research into
Antioxidant and Antimutagenic Properties.” Pada penelitian ini mengukur
frekuensi micronucleated reticulocytes (MNRET), yang merupakan sel dengan
DNA rusak yang dapat menyebabkan kerusakan barier kulit dan kanker. Hasil
3
yang didapatkan yakni dosis harian teh hijau tidak memberikan pengurangan yang
signifikan dengan MMC dibanding teh daun rooibos (Erickson, 2012).
Penelitian oleh E.Joubert (2011), “Rooibos (Aspalathus linearis) beyond
the farm gate: From herbal tea to potential phytopharmaceutical” .Dalam laporan
tahunan dewan teh daun rooibos 1985 tercatat bahwa: 'Teh daun rooibos
digunakan di luar negeri terutama karena nilai obatnya dan dengan demikian
menjadi populer sebagai obat daripada teh. Ini sampai batas tertentu yang utama
alasan mengapa potensi pemasaran luar negeri Teh daun rooibos adalah agak
terbatas.' Mengubah sikap konsumen dan fokus pada 'anti-penuaan' segera setelah
itu menempatkan rooibos dalam posisi untuk mengeksploitasi sifat-sifatnya yang
meningkatkan kesehatan, dan khususnya aktivitas antioksidan dalam pemasaran
(Wilson, 2005).
Penelitian oleh Piccinelli dkk (2004), “Phenolic constituents and
antioxidant activity of Wendita calysina leaves (Burrito), a folk Paraguayan tea.”
Bukti manfaat kesehatan dari Teh daun rooibos berkembang dari hari ke hari.
Manfaat kesehatan, terutama yang terkait dengan minum teh daun rooibos, paling
signifikan. Teh daun rooibos mengandung tingkat antioksidan yang sangat tinggi,
zat kuat yang melawan radikal bebas dalam aliran darah, menguatkan akar
rambut, dan menjaga tubuh tetap sehat dan kuat. Pengurangan insomnia, sakit
kepala tegang dan lekas marah adalah manfaat terkenal yang terkait dengan teh
daun rooibos. Sebagai teh tanpa kafein, peminum Rooibos telah menemukan
bahwa menikmati 'cuppa' sebelum tidur membantu untuk merilekskan mereka dan
mengurangi ketegangan, memungkinkan untuk tidur malam yang nyenyak.
Penelitian oleh Marnewick (2011), “Effects of rooibos (Aspalathus
linearis) on oxidative stress and biochemical parameters in adults at risk for
cardiovascular disease” penelitian ini menunjukkan bahwa asupan harian teh
herbal rooibos yang tidak difermentasi atau suplemen rooibos komersial yang
diturunkan dapat bermanfaat bagi kesehatan manusia dengan menyediakan kerja
hati dengan kapasitas antioksidan yang ditingkatkan untuk mengurangi kerusakan
yang disebabkan oleh racun (Marnewick,2011).

4
Penelitian oleh Astiningsih dkk (2021), “Formulasi Dan Evaluasi Sampo
Berbagai Herbal Penyubur Rambut” penelitian ini menunjukkan formulasi sampo
herbal menggunakan kombinasi sodium lauril sulfat (SLS) sebagai surfaktan
utama dan trietanolamin (TEA) sebagai surfaktan sekunder. Sodium lauril sulfat
(SLS) termasuk ke dalam surfaktan golongan anionik dan merupakan surfaktan
yang paling umum digunakan dalam formulasi sampo. Surfaktan golongan
anionik memiliki kemampuan membersihkan kotoran serta sebum yang sangat
baik dan membentuk busa yang lebih stabil dibandingkan dengan surfaktan
golongan lain.
Penelitian oleh Masyithoh dkk (2019), “Perbandingan Efektivitas Ekstrak
Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) Terhadap Pertumbuhan Sel Rambut.” penelitian
ini menunjukkan rambut merupakan tambahan pada kulit kepala yang
memberikan kehangatan, perlindungan dan keindahan. Rambut juga terdapat
diseluruh tubuh,kecuali telapak tangan, telapak kaki dan bibir.Semua jenis rambut
tumbuh dari akar rambut yang ada di dalam lapisan dermis dari kulit. Oleh karena
itu kulit kepala atau kulit bagian badan lainnya memiliki rambut. Rambut yang
tumbuhkeluar dari akar rambut itu ada 2 bagian menurut letaknya, yaitu bagian
yang ada di dalam kulit dan bagian yang ada di luar kulit. Rambut terbentuk dari
sel-sel yang terletak ditepi kandung akar. Cupak rambut atau kandung akar ialah,
bagian yang terbenam dan menyerupai pipa serta mengelilingi akar rambut. Jadi
bila rambut itu dicabut dia akan tumbuh kembali, karena papil dan kadung akar
akan tetap tertinggal di sana (Rostamailis, 2008)
Penelitian oleh Lia Suryati dkk (2016), “Formulasi Sampo Ekstrak Daun
Teh Hijau (Camellia sinensis var. assamica).” penelitian ini menunjukkan semakin
tinggi konsentrasi ekstrak daun teh hijau, maka pH semakin rendah. Hal ini
disebabkan oleh semakin tingginya kandungan polifenol yang bersifat asam
lemah,15 sehingga dapat menurunkan pH.
Penelitian oleh Nina Jusnita dkk (2017), “FORMULASI DAN UJI
STABILITAS FISIK SEDIAAN SHAMPO DARI EKSTRAK ETANOL DAUN
PARE (Momordica charantia Linn.)” penelitian ini menunjukkan salah satu faktor
5
yang dapat mempengaruhi viskositas shampo yaitu konsentrasi ekstrak yang
digunakan. Faktor lain yang mempengaruhi viskositas yaitu suhu. Pada suhu
rendah, viskositas akan lebih tinggi yang berarti viskositas berbanding terbalik
dengan suhu. Hal ini dikarenakan pada suhu rendah partikel dalam sediaan
shampo akan cenderung bergabung atau saling berdekatan membentuk struktur
ikatan yang lebih rapat, sehingga kekentalan shampo akan lebih meningkat.
Salah satu usaha dalam memanfaatkan tanaman rooibos (Aspalathus
Linearis) dalam hal meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan rambut yaitu
dengan membuat suatu sediaan Hair Care yang mudah dan aman. Ditinjau dari
karakteristik dan manfaat tanaman rooibos (Aspalathus linearis), peneliti
bertujuan untuk membuat bentuk sediaan sampo cair dengan menggunakan zat
aktif serbuk ekstrak kering tanaman rooibos (Aspalathus linearis) dalam hal ini
telah tersedia dalam suatu sediaan serbuk, yakni Rooibos Herbasec.
Serbuk Rooibos Herbasec memiliki banyak keuntungan disamping
bentuknya yang instan dan siap pakai, serbuk Rooibos Herbasec juga
memudahkan peneliti sebagai agen terapeutik untuk pemeliharaan  kondisi rambut
secara keseluruhan dan peningkat pertumbuhan rambut sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kepadatan rambut dan laju pertumbuhan rambut untuk mencapai
efek terapi yang diinginkan.
Sediaan sampo cair ini dibuat dengan pertimbangan karakterisasi dari
sediaan serbuk Rooibos Herbasec yang memiliki kelarutan yang baik didalam air,
penggunaan bahan tambahan yang memiliki viskositas yang tidak terlalu kental
yang dinilai akan mempermudah penggunaan dalam hal pendistribusian sediaan
sampo pada kulit kepala saat pemakaian.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang formulasi, evaluasi dan uji efektivitas sediaan sampo cair serbuk Rooibos
Herbasec untuk pemeliharaan kesehatan rambut dalam hal pertumbuhan dan
peningkatan kepadatan rambut secara in vivo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, beberapa rumusan masalah yang
diangkat adalah sebagai berikut :
6
1. Bagaimana cara formulasi dan evaluasi sediaan sampo cair serbuk
Rooibos Herbasec?
2. Apakah sediaan sampo cair serbuk Rooibos Herbasec efektif untuk
pemeliharaan kesehatan rambut dalam hal pertumbuhan dan peningkatan
kepadatan rambut?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui cara formulasi dan evaluasi dari sediaan sampo cair
serbuk Rooibos Herbasec.
2. Untuk menentukan efektivitas dari sediaan sampo cair serbuk Rooibos
Herbasec pada hewan uji.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yaitu :
1. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru
mengenai manfaat tanaman rooibos (Aspalathus linearis) untuk
pemeliharaan kesehatan rambut dalam hal pertumbuhan dan peningkatan
kepadatan rambut.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
masyarakat mengenai manfaat tanaman rooibos (Aspalathus linearis)
untuk pemeliharaan kesehatan rambut dalam hal pertumbuhan dan
peningkatan kepadatan rambut
3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan dan pengalaman dalam pembuatan sediaan sampo cair serbuk
Rooibos Herbasec.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Rooibos Herbasec

Gambar 2.1 Rooibos Herbasec


2.1.1 Deskripsi Rooibos Herbasec
Nama produk : Rooibos Herbasec
Penampilan produk : Karakteristik bubuk putih ke hijau muda-
an
Persentase susut pengeringan : maksimal 10%
Bakteri mesofilik aerobik : maksimal 1’000 cfu/g
Ragi dan jamur : maksimal 50 cfu/g
Escherichia coli : negatif
Kondisi tempat penyimpanan : suhu (4-25℃), kering, tertutup rapat pada
kemasan aslinya (tidak dipindahkan ke
wadah lain)
Ketahanan produk : 36 bulan setelah segel dibuka
2.1.2 Kandungan Kimia Tanaman rooibos (Aspalathus Linearis)
Minuman herbal yang terbuat dari tanaman rooibos (Aspalathus
linearis) secara alami bebas kafein dan rendah tanin jika dibandingkan
dengan Camellia sinensis. Kandungan tanin tanaman rooibos (Aspalathus
linearis) dilaporkan sekitar 3,2-4,4%. Tanaman rooibos (Aspalathus
linearis) unik dalam komposisi flavonoid monomernya, mengandung dua
8
senyawa unik, yaitu aspalathin dan aspalalinin. Aspalathin adalah
glukosida dihydrochalcone C-C-linked dan aspalalinin adalah
dihydrochalcone siklik, dan keduanya hanya diisolasi dari tanaman
rooibos (Aspalathus linearis) . Tanaman rooibos (Aspalathus linearis)
juga merupakan salah satu dari tiga sumber nothofagin yang diketahui,
sebuah glukosida 3-dehidroksidihidrokalkon (Marnewick,2011).
Flavonoid lain dalam tanaman rooibos (Aspalathus linearis)
termasuk C-C-linked -D-glucopyranosides seperti flavon orientin dan iso-
orientin serta vitexin dan isovitexin, keduanya analog flavon dari
nothofagin . Flavanon, dihydro-orientin dan dihydroiso-orientin serta
hemiphlorin juga telah diisolasi dari rooibos. Flavon lain yang diisolasi
dari tanaman rooibos (Aspalathus linearis) termasuk chrysoeriol , luteolin
dan luteolin-7-o-glucoside, sedangkan flavonols quercetin, quercetin-
3- orobinoside,hyperoside. Kehadiran asam fenolik, lignan dan kumarin,
esculentin serta monomer flavan-3-ol, (+)-catechin dan oligomer flavan-3-
ol, procyanidin B3 dan bis-fisetinidol- -cathechin, juga telah terdeteksi di
tanaman rooibos (Aspalathus linearis) (Marnewick,2011).

9
Gambar 2.2 Flavonoid Utama yang Telah Diidentifikasi dari Tanaman
Rooibos (A spalathus linearis) (Sumber : Laurie, 2012) 
Kandungan kimia tanaman rooibos (Aspalathus linearis) menurut
Bramati L. dkk (2002) :
Asam karboksilat fenolik asam 4-hidroksibenzoat, asam 3,4-
dihidroksibenzoat, asam 4-
hidroksi-3- metoksibenzoat, 4-
hidroksi-3, asam 5-
dimetoksibenzoat, asam 4-
coumaric, asam ferulat
Flavon glikosida orientin, iso-orientin, vitexin, iso-
vitexin (sifat antioksidan)
Glikosida dihidrokalkon Aspalathin, nothofagin
(antioksidan kuat)
Flavon, Flavonol dan CO luteolin, luteolin-7-0-glucoside,
Glikosida quercetin, isoquercetin & rutin

Glikosida flavonon dihydro-orientin, dihydro-iso-


orientin
Asam alfa hidroksi asam fenilpiruvat glukosida

Mineral besi, kalium, kalsium, tembaga,


seng, mangan, dan natrium
Tanin kira-kira. 3%; (+) – catechin,
procyanidin B-3, bis-fisetinidol-
catechin
Lain-lain Vitamin C, pinitol (non-fenolik)

2.1.3 Farmakologi Tanaman Rooibos (Aspalathus Linearis)


a. Antioksidan serbaguna
Radikal bebas (molekul tidak stabil yang kehilangan elektron)
dapat merusak DNA dalam sel, menyebabkan kanker, dan dapat
mengoksidasi kolesterol, menyebabkan penyumbatan pembuluh darah,
serangan jantung, dan stroke. Antioksidan dapat mengikat radikal
bebas sebelum radikal bebas menyebabkan kerusakan. Beberapa
10
antioksidan disebut polifenol karena zat ini mengandung cincin fenolik
dalam struktur kimianya. Polifenol banyak ditemukan pada tanaman
rooibos (Aspalathus linearis) mereka bertindak sebagai pigmen dan
tabir surya, sebagai penarik serangga dan penolak serangga, dan
sebagai antimikroba dan antioksidan.  Kelompok polifenol dibagi lagi
menjadi subkelompok seperti flavonoid dan asam fenolik. Polifenol
juga dapat diklasifikasikan sebagai  monomer (molekul yang
mengandung satu unit) atau polimer (molekul yang lebih besar
mengandung lebih dari satu unit). Penelitian laboratorium telah
menemukan bahwa tanaman rooibos (Aspalathus linearis)
mengandung antioksidan polifenol, termasuk flavonoid dan asam
fenolik, yang merupakan penangkal radikal bebas yang ampuh
(Laurie,2012).
b. Anti-inflamasi
Penelitian lain menunjukkan bahwa the tanaman rooibos
(Aspalathus linearis) menunjukkan sifat anti-virus dan anti-inflamasi
in vitro dan efektif melawan berbagai penyakit dermatologis in vivo
(bila diminum), termasuk jerawat, dermatitis atopik dan dalam satu
kasus perlindungan terhadap fotosensitisasi-17. Air tanaman rooibos
(Aspalathus linearis) sering digunakan untuk memandikan anak-anak
dengan kondisi alergi kulit di Klinik Alergi dan Asma di Rumah Sakit
Memorial Palang Merah di Cape Town (Laurie,2012).
c. Dapat mengurangi tingkat stress jika dikonsumsi secara oral
Para ilmuwan di Universitas Stellenbosch di tahun 2002
memberikan pencerahan baru tentang kepercayaan lama bahwa
secangkir tanaman rooibos (Aspalathus linearis) dapat membantu kita
untuk rileks dan mengatasi tekanan kehidupan sehari-hari dengan lebih
baik. Sebuah tim peneliti di departemen biokimia Universitas, yang
dipimpin oleh Profesor Amanda Swart, telah menghasilkan bukti
ilmiah bahwa tanaman rooibos (Aspalathus linearis) menurunkan
produksi kortisol oleh kelenjar adrenal tubuh manusia. Kortisol adalah
11
apa yang disebut 'hormon stres'. Menurunkan kadar kortisol juga
menurunkan efek respon stres tubuh. Mereka juga mampu menemukan
dua komponen langka di tanaman rooibos (Aspalathus linearis) – dua
flavonoid yang disebut aspalatin dan nothofagin – yang berkontribusi
pada efek penurun stres ini. Aspalathin belum ditemukan pada bahan
tanaman lain, sedangkan nothofagin memiliki distribusi yang sangat
terbatas di alam. (Joubert,2006).
d. Antihipertensi
Tanaman rooibos (Aspalathus linearis) telah terbukti mengurangi
hipertensi dalam beberapa kasus. Identitas senyawa dalam tanaman
rooibos (Aspalathus linearis) yang dikaitkan dengan pengurangan ini
tidak jelas. Namun, sebuah penelitian dalam edisi desember 2006 dari
JNS (Jurnal Nutrisi Eropa) menyajikan kemampuan menurunkan
tekanan darah dari ekstrak tanaman rooibos (Aspalathus linearis).
Selain menurunkan tekanan darah, tanaman rooibos (Aspalathus
linearis) terbukti mengurangi aktivitas enzim pengubah angiotensin.
Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman rooibos (Aspalathus linearis)
baik untuk kesehatan kardiovaskular secara keseluruhan (Hipertensi).
Para peneliti di Pakistan (Khan dan Gilani) menemukan bahwa
chrysoeriol (komponen bioaktif dalam tanaman rooibos) bertindak
efektif sebagai bronkodilator, dengan efek terkait pada penurunan
tekanan darah dan menghilangkan kejang. Aorta, trakea dan jaringan
lain dari kelinci dan marmut digunakan untuk menggambarkan efek
ini. Chrysoeriol dikenal dengan kemampuan antioksidan, anti-
inflamasi, antitumor, antimikroba, antivirus dan radikal bebasnya
(Joubert,2006).
e. Mencegah Kanker, Alergi, AIDS dan Infeksi lainnya
Temuan penelitian oleh Kunishhiro, Tai dan Yamamoto,
menyarankan bahwa tanaman rooibos (Aspalathus linearis) dapat
memfasilitasi produksi antibodi spesifik antigen melalui augmentasi
selektif generasi IL-2 in vitro (berlangsung dalam tabung reaksi) dan in
12
vivo (terjadi pada makhluk hidup). Secara kolektif, asupan mungkin
bernilai dalam profilaksis penyakit melibatkan cacat parah pada respon
imun Th1 seperti , alergi, AIDS, dan lainnya infeksi (Joubert,2006).

f. Mengobati Obesitas
Tanaman rooibos (Aspalathus linearis) mengandung pelengkap
polifenol yang kaya, termasuk flavonoid, yang dianggap sebagian
besar bertanggung jawab atas efek peningkatan kesehatannya,
termasuk memerangi obesitas. Data dari studi oleh Sanderson, et al.
menunjukkan bahwa air panas padatan terlarut dari rooibos yang
difermentasi menghambat adipogenesis (pembentukan lemak atau
jaringan lemak) dan mempengaruhi metabolisme adiposit,
menunjukkan potensinya dalam mencegah obesitas (Joubert,2006).
g. Menyehatkan Rambut dan Mempercepat Pertumbuhan Rambut
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh ahli tanaman rooibos
(Aspalathus linearis) untuk digunakan dalam aplikasi kosmetik, dan
dilakukan oleh laboratorium independen di Prancis, tanaman rooibos
(Aspalathus linearis) dianggap secara positif mempengaruhi
pertumbuhan rambut dan rambut. Dalam uji coba 90 hari, aksi losion
yang mengandung ekstrak teh daun rooibos (Aspalathus linearis)
spektrum luas dibandingkan dengan losion plasebo tanpa ekstrak teh
daun rooibos (Aspalathus linearis). 
Peserta uji coba adalah pria dan wanita sehat yang mengalami
kerontokan rambut. Pada akhir percobaan, menggunakan
videotrikogram yang mengukur kepadatan rambut dan kecepatan
pertumbuhan rambut, laboratorium mencatat bahwa peningkatan yang
signifikan dalam kecepatan pertumbuhan rambut telah terjadi pada
peserta yang menggunakan losion ekstrak the daun rooibos
(Aspalathus linearis). Para peserta selanjutnya diminta untuk mengisi
kuesioner. Ketika hasilnya dihitung, 67 persen menilai kerontokan
13
rambut mereka nol atau rendah, 78 persen melihat peningkatan rendah
hingga sedang (Bufolli,2014).

2.2 Rambut
2.2.1 Anatomi Rambut
Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada seluruh
tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku, dan bibir. Jenis rambut pada
manusia dapat digolongkan menjadi 2 jenis:
1. Rambut terminal, rambut kasar yang mengandung banyak pigmen, terdapat di
kepala, alis, bulu mata, ketiak, dan genitalia eksterna. Rambut terminal
diproduksi oleh folikel- folikel rambut besar yang ada di lapisan subkutis,
dengan diameter rambut > 0,03mm.
2. Rambut velus, rambut halus sedikit mengandung pigmen, terdapat hampir di
seluruh tubuh. Rambut velus di produksi oleh folikel-folikel rambut kecil
yang ada di lapisan dermis, dengan diameter rambut < 3mm.
Bagian-bagian rambut terbagi 3, yaitu :
a. Ujung Rambut
Ujung rambut berbentuk runcing, terdapat pada rambut yang baru saja
tumbuh.
b. Batang Rambut
Batang rambut merupakan bagian rambut yang berada di luar kulit berupa
benang halus terdiri dari keratin atau sel-sel tanduk.

14
Gambar 2.3 Anatomi Rambut (Sumber : Latifah, 2013)

Keterangan:
- Kutikula/kulit ari/selaput rambut
Kutikula adalah lapisan yang paling luar dari rambut yang terdiri
atas sel-sel tanduk yang gepeng atau pipih dan tersusun seperti sisik ikan.
Bagian bawah menutupi bagian di atasnya. Kutikula berfungsi untuk:
1. Melindungi bagian dalam batang rambut
2. Membuat rambut dapat ditarik memanjang dan bila dilepaskan
akan kembali pada posisi semula
3. Rambut dapat dikeriting dan dicat karena cairan obat keriting/cat
rambut dapat meresap dalam korteks rambut.
- Korteks/kulit rambut
Disusun oleh kumpulan benang halus yang terdiri dari keratin/sel
tanduk yang membentuk kumparan, tersusun secara memanjang, dan
mengandung melanin. Tiap helai benang yang halus disebut fibril. Fibril
terbentuk oleh molekul yang mengandung butiran pigmen melanin.
Granul-granul pigmen yang terdapat pada konteks ini akan memberikan
warna pada rambut. Pigmen rambut terdapat pada korteks.
- Medula/sumsum rambut
Medulla terletak pada lapisan paling dalam dari batang rambut
yang terdiri atas zat yang tersusun sangat renggang yang membentuk jala,
sehingga terdapat rongga yang berisi udara.
c. Akar Rambut
Akar rambut merupakan bagian rambut yang berada di dalam kulit dan
tertanam di dalam folikel/ kantung rambut. Bagian rambut yang tertanam/berada
di dalam kulit jangat. Akar rambut tertanam miring dalam lapisan dermis. Bagian-
bagian akar rambut dapat dilihat pada gambar :
15
Gambar 2.4 Anatomi Rambut (Sumber : Latifah, 2013)
Keterangan:
- Kantung rambut (folikel) : melindungi tunas rambut.
- Umbi rambut (bulb) : bulatan kecil, putih, bening yang mempunyai
hubungan dengan pembuluh halus syaraf dan pembuluh darah.
- Papil rambut : tempat pembuatan sel tunas dan sel pigmen melamin.
Membuat makanan dan semua kebutuhan pertumbuhan rambut.
- Otot penegak rambut : dapat menarik folikel rambut mengakibatkan
bulu-bulu halus menegak.
- Kelenjar lemak : menghasilkan minyak atau sebum.
2.2.2 Komposisi Kimia Rambut
Menurut Latifah F dan Tranggono RI (2013) komposisi kimia rambut diantaranya:
a. Rambut terutama tersusun dari salah satu zat protein yang disebut keratin.
b. Susunan kimia rambut;
- Carbon : 50,65%
- Hydrogen : 6,36%
- Nitrogen : 17,14%
16
- Belerang (sulfur) : 5,00%
- Oksigen : 20,85%

2.2.3 Proses Pertumbuhan Rambut

Gambar 2.5 Anatomi Rambut (Sumber : Latifah, 2013)


Sel-sel folikel rambut akan terus memperbarui diri. Siklus pertumbuhan
rambut terjadi secara bergantian antara fase anagen, fase katagen, dan fase
telogen. Ada juga fase pelepasan yang disebut eksogen (Cotsarelis dan
Botchkarev, 2012).
1. Fase Anagen
Pada fase ini sel-sel matriks akan bermitosis membentuk sel-sel baru dan
mendorong sel-sel yang lama ke atas. Terdapat 7 tahap pembentukan folikel
rambut pada fase ini, yaitu: (1) Pertumbuhan papilla dermal dan dimulainya
aktivitas mitosis dalam bibit folikel rambut; (2) sel-sel matriks umbi rambut
membungkus papilla dermal dan mulai berdiferensiasi; (3) Sel-sel matriks umbi
rambut menunjukkan diferensiasi ke dalam semua komponen folikel; (4)
Reaktivasi matriks melanosit; (5) batang rambut muncul dan mencabut rambut
telogen; (6) batang rambut muncul ke permukaan kulit; (7) Pertumbuhan stabil
(Cotsarelis dan Botchkarev, 2012).
2. Fase Katagen
17
Fase ini merupakan peralihan dari fase anagen ke fase telogen yang
ditandai dengan aktivitas mitosis sel-sel matriks yang berhenti dan apoptosis yang
terkoordinasi dengan baik. Produksi pigmen oleh melanosit berhenti sebelum
proliferasi sel matriks berhenti sehingga pada rambut telogen tampak tidak
terpigmentasi pada bagian akhir proksimal. Selubung perifolikular runtuh dan
membran vitreous menebal. Folikel bawah tertarik ke atas dengan papilla dermal.
Selubung perifolikular membentuk streamer berserat yang terdiri dari fibroblast,
pembuluh darah kecil, dan kolagen. Akhirnya, papilla dermal terletak tepat di
bawah tonjolan di bagian bawah isthmus.
3. Fase Telogen
Fase ini merupakan fase istirahat dari pertumbuhan folikel rambut yang
diawali dengan sel epitel yang memendek dan membentuk tunas kecil dari rambut
baru yang menyebabkan terdorongnya rambut lama keluar yang disebut dengan
proses eksogen. Eksogen adalah peristiwa lepasnya folikel rambut yang sangat
terkontrol dan berjangka waktu. Durasi terjadinya fase telogen ini yaitu antara 2-4
bulan. Sekitar 10-15% rambut kepala berada dalam fase ini (Cotsarelis dan
Botchkarev, 2012; Soepardiman dan Legiawati, 2018).
2.2.4 Fungsi Rambut
Rambut memiliki fungsi sebagai berikut (Shin,2016) :
- Melindungi kepala dari benturan dan sinar matahari
- Sebagai mahkota
- Membentuk bingkai dari wajah
- Menambah keindahan dan garis pada wajah
- Melindungi mata dari keringat
- Melindungi mata dari kotoran dan debu
- Membantu menguapkan keringat
2.3 Jenis-jenis Kulit Kepala dan Rambut
Jenis-jenis kulit kepala dan rambut menurut Fitryane (2011) :
1. Kulit kepala normal dan rambut normal

18
Kulit kepala normal diakibatkan oleh kelenjar palit yang bekerja dengan
normal. Kelenjar tersebut dapat menghasilkan sebum atom atau minyak untuk
melumasi kulit kepala dan rambut dengan normal.
Rambut normal mempunyai daya elastisitas 20% jika diraba lembut dan
halus, bercahaya, dan mudah ditata.
2. Kulit kepala dan rambut kering
Kulit kepala kering diakibatkan oleh kelenjar palit yang kurang bekerja,
sehingga kurang menghasilkan sebum untuk melumasi kulit kepala dan rambut.
Rambut kering mempunya ciri-ciri jika kita pegang akan bersuara,
penampilan gersang dan kaku, warna pirang/kemerahan/cahaya pudar, rambut
tipis, rapuh, ujung berbelah, dan sering di tumbuhi ketombe atau sindap.
3. Kulit kepala dan rambut berminyak
Kulit kepala berminya diseabkan oleh kelenjar palit yang berlebihan dalam
menghasilkan sebumrambut yang berminyak di tandai oleh rambut yang tumbh
lebat, tingkat elastisitasnya mencapai 40%-50%, selalu basah dan lengket, serta
sering ditumbuhi ketombe
2.4 Sampo
2.4.1 Definisi Sampo
Shampoo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
keramas rambut, sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih,
dan sedapat mungkin menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau. Dan
merupakan produk perawatan rambut yang digunakan untuk menghilangkan
minyak, debu, serpihan kulit, dan kotoran lain dari rambut (Chandran,2013).
Kata shampoo berasal dari bahasa Hindi champo, bentuk imperatif dari
champna, "memijat". Di Indonesia dulu shampoo dibuat dari merang yang
dibakar menjadi abu dan dicampur dengan air (Faizatun,2008).
Shampoo adalah suatu zat yang terdiri dari surfaktan, pelembut,
pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna untuk membersihkan
kotoran yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat, sehingga rambut
akan kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata (Chandran,2013).
2.4.2 Syarat Sampo
19
Sebuah formulasi shampoo yang baik mempunyai kemampuan khusus
yang dapat meminimalisasi iritasi mata, mengontrol ketombe (dandruff) serta
dapat memperbaiki struktur rambut secara keseluruhan (Faizatun,2008).
Preparat shampoo harus meninggalkan kesan harum pada rambut, lembut
dan mudah diatur, memiliki performance yang baik (warna dan viskositas yang
baik) harga yang murah dan terjangkau. Secara spesifik suatu shampoo harus
(Faizatun,2008) :
1. Mudah larut dalam air, walapun air sadah tanpa mengalami
pengendapan
2. Memiliki daya bersih yang baik tanpa terlalu banyak menghilangkan
minyak dari kulit kepala
3. Menjadikan rambut halus, lembut serta mudah disisir
4. Cepat bebusa dan mudah dibilas serta tidak menimbulkan iritasi jika
kontak dengan mata
5. Memiliki pH yang baik netral maupun sedikit basa
6. Tidak iritasi pada tangan dan kulit kepala
7. Memiliki performa yang baik
Antidandruff shampoo merupakan shampooyang ditujukan untuk
mengontrol sel kulit mati dikulit kepala, formulasinya hamper sama seperti
shampoo lain tetapi ditambahkan bahan aktif seperti senium sulfide, zinc
pirythion, sulfur (Kumar,2010).
Shampoo bila dicampur dengan air, dapat melarutkan minyak alami yang
dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut. Setelah mencuci rambut dengan
shampoo, biasanya digunakan produk conditioner agar rambut mudah ditata
kembali (Kumar,2010).
Shampoo untuk bayi dibuat sedemikian rupa sehingga tidak perih di mata.
Shampoo untuk binatang juga dapat mengandung insektisida untuk membunuh
kutu. Beberapa shampoo manusia tidak dapat digunakan untuk binatang karena
mengandung seng (misalnya shampoo anti ketombe). Logam ini tidak beracun
bagi manusia, namun berbahaya bagi binatang (Maldovan,2012).

20
Pada awalnya shampoo dibuat dari berbagai jenis bahan yang diperoleh
dari sumber alam, seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, sari abu merang
( sekam padi). Shampoo yang menggunakan bahan alam sudah banyak
ditinggalkan, dan diganti dengan shampo yang dibuat dari detergen.
Agar shampo berfungsi sebagaimana disebutkan diatas, shampoo harus memiliki
sifat sebagai berikut :
1. Shampoo harus dapat membentuk busa yang berlebih, yang terbentuk
dengan cepat, lembut dan mudah dihilangkan dengan membilas
dengan air.
2. Shampoo harus mempunyai sifat detergensi yang baik tetapi tidak
berlebihan, karena jika tidak kulit kepala menjadi kering.
3. Shampoo harus dapat menghilangkan segala kotoran pada rambut,
tetapi dapat mengganti lemak natural yang ikut tercuci dengan zat
lipid yang ada didalam komposisi shampo. Kotoran rambut yang
dimaksud tentunya sangat kompleks yaitu : sekret dari kulit, sel kulit
yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh lingkungan dan sisa sediaan
kosmetik.
4. Tidak mengiritasi kulit kepala dan juga mata.
5. Shampoo harus tetap stabil. Shampo yang dibuat transparan tidak
boleh menjadi keruh dalam penyimpanan. Viskositas dan pHnya juga
harus tetap konstan, shampo harus tidak terpengaruh oleh wadahnya
ataupun jasadrenik dan dapat mempertahankan bau parfum yang
ditambahkan kedalamnya.
Detergen yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan shampo
memiliki sifat fisikokimia tersendiri yang umumnya tidak sepenuhnya searah
dengan ciri sifat yang dikehendaki untuk shampo. Umumnya, detergen dapat
melarutkan lemak dan daya pembersihnya kuat, sehingga jika digunakan untuk
keramas rambut, lemak rambut dapat hilang, rambut menjadi kering, kusam dan
mudah menjadi kusut, menyebabkan sukar diatur (Maldovan,2012).
Sifat detergen yang terutama dikehendaki untuk shampo adalah
kemampuan membangkitkan busa. Jenis detergen yang paling lazim diedarkan
21
tergolong alkil sulfat, terutama laurilsulfat, juga alkohol monohidrat dengan rantai
C10 – 18. Sifat detergen ini tergantung pada panjang rantai alkohol lemak yang
digunakan. Homolog rendah seperti C12 ( lauril ) dan C14 ( miristil ) memiliki
sifat yang lebih baik dibandingkan dengan homolog yang lebih tinggi seperti C16
( palmitil ) dan C18 ( stearil ) dalam hal memberikan busa dan basah dengan sifat
pembersih yang baik, meskipun suhu rendah. Detergen alkilsulfat yang dibuat dari
alkohol lemak, kelarutannya menurun dengan meningkatnya homolog rantai
karbonnya, sehingga shampo yang dibuat dari detergen alkilsulfat dengan atom
C16-18 tidak dapat disimpan pada suhu rendah. Kelarutan detergen alkilsulfat
dalam air berkurang, sehingga tidak begitu berbusa, lagipula detergen ini
dipengaruhi oleh efek air sadah.
Detergen alkilsulfat dengan alkohol lemak dengan rantai karbon kurang dari 10
seperti C8 ( kaprilil ) dan C10 ( kapril ) lebih condong menunjukkan sifat iritasi
(Maldovan,2012).
Detergen alkilsulfat dengan rantai karbon 12 – 14 adalah noniritan,
memberikan cukup busa pada suhu kamar, dan tidak mudah rusak dalam
penyimpanan.
Trietanolamina ( TEA ) laurilsulfat dianggap paling luas dapat diterima
untuk digunakan dalam pembuatan shampo, disamping itu dalam penyimpanan
tetap stabil.
Amonium alkilsulfat, meskipun memiliki keaktifan pembersih yang
sedang, tetapi jarang digunakan untuk pembuatan shampo, karena suhu padatnya
tinggi. Biasanya senyawa ini digunakan sebagai campuran detergen seperti
nampak pada amonium monoetanolamina atau amonium trietanolamina
alkilsulfat. Shampo dengan formulasi tersebut memiliki pembersih dan pembusa
yang baik, rambut yang dikeramas dengan shampo ini masih mudah diatur.
Di samping itu detergen yang digunakan untuk pembuatan shampo, harus
memiliki sifat berikut :
1. Harus bebas reaksi iritasi dan toksik, terutama pada kulit dan mata atau
mukosa tertentu.

22
2. Tidak boleh memberikan bau tidak enak, atau bau yang tidak mungkin
ditutupi dengan baik.
3. Warnanya tidak boleh menyolok
2.4.3 Jenis-jenis Sampo
1. Shampo bubuk (Dry Shampoo)
Sebagai dasar shampo digunakan sabun bubuk, sedangkan zat pengencer
biasanya digunakan natrium karbonat, natrium bikarbonat, natrium
seskuikarbonat, dinatrium fosfat, atau boraks.

2. Shampo emulsi
Shampo ini mudah dituang, karena konsistensinya tidak begitu kental.
Tergantung dari jenis zat tambahan yang digunakan, shampo ini diedarkan dengan
berbagai nama seperti shampo lanolin, shampo telur, shampo protein, shampo
brendi, shampo lemon, shampo susu atau bahkan shampo strawberry.
3. Shampo krim atau pasta (Creme paste Shampoo)
Sebagai bahan dasar digunakan natrium alkilsulfat dari jenis alkohol rantai
sedang yang dapat memberikan konsistensi kuat. Untuk membuat shampo pasta
dapat digunakan malam seperti setilalkohol sebagai pengental. Dan sebagai
pemantap busa dapat digunakan dietanolamida minyak kelapa atau
isopropanolamida laurat.
4. Shampo larutan (Liquid Shampoo)
Merupakan larutan jernih. Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi
shampo ini meliputi viskosita, warna keharuman, pembentukan dan stabilitas
busa, dan pemgawetan.
2.4.4 Komponen Sampo
Menurut Kurniawan (2009), komponen shampo adalah sebagai berikut :
1. Surfaktan
Surfaktan adalah bahan aktif dalam shampo, berupa detergen pembersih
sintesis dan cocok untuk kondisi rambut pemakai. Detergen bekerja dengan cara
menurunkan tegangan permukaan cairan karna bersifat ambifilik, sehingga dapat
melarutkan kotoran yang melekat pada permukaan rambut
23
2. Pelembut
Pelembut membuat rambut mudah disisir dan diatur oleh karena dapat
menurunkan friksi antara rambut, menkilapkan rambut dan memperbaiki keadaan
rambut yang rusak akibat oversshampoed, overdried, overbrushed, overcomded,
keriting, pewarna pemutih, atau steiling yang menyebabkan kerusakan pada
rambut.
3. Pembentuk Busa
Dalam shampo pembentuk busa adalah bahan surfaktan yang
masingmasing berbeda daya pembuat busanya. Busa yang terbentuk lajim diberi
penguat yang menstabilkan busa akar lebih lama terjadi, misalnya dengan
menambahkan Deal, alkanolamid, atau aminoksida.
4. Pemisah Logam
Pemisah logam dibutuhkan keberadaannya untuk mengikat logam berat,
yang terdapat dalam air pencuci rambut.
5. Warna dan Bau
Bahan yang ditambahkan kenyamanan bagi pemakai, seperti penambahan
parfum.
6. Pengawet
Larutan atau bahan dari pemilihan pengawet yang tepat dari daftar yang
mungkin termasuk pormaldehid, propil, metil, butyl, hidkrooksibenzoad, penil
merkuri asetat.
7. Pengatur pH
Bahan yang ditambahkan untuk menetralisasi basa yang terjadi dalam
penyampoan, misalnya asam sitrat.
2.5 Preformulasi
2.5.1 Aquades
Aquadest atau Air suling merupakan cairan yang memiliki rumus struktur
H2O dan berfungsi sebagai pelarut, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
memiliki rasa. Aquadest diperoleh dengan cara melakukan proses penyulingan
(DepKes RI, 1979).

24
Gambar 2.4 Struktur Kimia Aquadest (Rowe et al., 2009)
2.5.2 Carbopol 940
Carbopol (carbomer) adalah polimer sintetik asam akrilat dengan berat
molekul besar yang mempunyai ikatan silang dengan alil sukrosa atau sebuah alil
eter dari pentaerythritol. Carbopol memiliki kemampuan thickening paling baik
pada viskositas yang tinggi, serta pada formulasi gel topikal hidroalkoholik
carbopol menghasilkan warna yang jernih (Rowe, dkk., 2009).
Pemakaian carbopol dalam formula ini adalah sebagai gelling agent yang
merupakan pembentuk gel, komponen ini sangat berpengaruh pada sifat fisik gel.
Gelling agent harus bersifat aman, tidak bereaksi dengan komponen penyusun gel
lain dan inert. Carbopol 940 dipilih karena bahan ini merupakan gelling agent
yang sangat umum digunakan, perbedaan carbopol 934 dan carpobol 940 terletak
pada viskositasnya, carbopol 940 pada kosentrasi 0,5% memiliki viskositas
40.000-60.000 mPas, sedangkan carbopol 934 memiliki viskositas 30.500-39.400
mPas (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Asam Stearat (Rowe et al., 2009)


2.5.3 Metil paraben
Metil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik,
produk makanan, dan berbagai jenis formulasi farmasi. Metil paraben sering
dikombinasikan dengan paraben-paraben lainnya sebagai pengawet antimikroba.
Popil paraben dengan kombinasi metil paraben mempunyai konsentrasi propil
paraben 0,02 % sedangkan metil paraben 0,18 % sebagai pengawet pada berbagai
jenis sediaan parenteral dalam formulasi farmasi (Arthur H. Kibbe, 2000).

25
Gambar 2.4 Struktur Kimia Metil Paraben (Rowe et al., 2009)

2.5.5 Natrium EDTA


Dinatrium Edta merupakan serbuk hablur putih, tidak berbau, serta
memiliki rasa yang sedikit asam, larut dalam 11 bagian air, sukar larut dalam
etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Dinatrium
edta biasanya digunakan sebagai pengkhelat dalam suatu formulasi (Dirjen POM,
1979 ; Rowe, 2006)

Gambar 2.4 Struktur Kimia Natrium EDTA (Rowe et al., 2009)


2.5.4 Natrium Lauryl Sulfat
Natrium Lauryl Sulfat (NLS) merupakan serbuk hablur, kecil, berwarna
putih atau kuning muda dan memiliki bau yang khas serta mudah larut dalam air
dan dapat membentuk opalesen. Natrium Lauryl Sulfat dapat stabil dalam kondisi
penyimpanan normal. Namun, dalam larutan dengan kondisi ekstrim yaitu pada
pH 2,5 atau dibawah dapat menyebabkan NLS mengalami hidrolisis menjadi
lauril alkohol dan natrium bisulfat (Dirjen POM,1995).

26
Gambar 2.4 Struktur Kimia Natrium Lauryl Sulfat (Rowe et al., 2009)
2.5.6 Propilen Glikol
Propilen glikol (C3H8O2) merupakan cairan bening, tidak berwarna, kental,
praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang sedikit tajam menyerupai
gliserin. Propilenglikol larut dalam 6 bagian eter, tidak larut dengan minyak
mineral ringan atau fixed oil, tetapi akan melarutkan beberapa minyak esensial
(Rowe et al., 2009).
Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan
pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral. Pelarut
ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan,
seperti kortikosteroid, fenol, obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid,
dan banyak anestesi lokal. Propilenglikol biasa digunakan sebagai pengawet
antimikroba, desinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, dan zat penstabil.
Konsentrasi propilenglikol yang biasa digunakan sebagai humektan adalah 15%
(Rowe et al., 2009).

Gambar 2.10 Struktur Propilenglikol (Rowe, 2009)


2.6 Kajian Penelitian yang Relevan
2.6.1 Penelitian Bramati L, Minoggio M, Gardana C, Simonetti P, Mauri P,
Pietta P. 2002 Karakterisasi kuantitatif senyawa flavanoid dalam teh daun
rooibos (Aspalathus linearis) oleh LC-UV/DAD. J Agric Food Chem
Untuk menilai kemampuan antioksidan Rooibos secara keseluruhan, para
peneliti membandingkan aktivitas antioksidan ekstrak teh daun rooibos dengan
ekstrak teh hijau dan hitam dengan uji penangkal radikal DPPH serta metode
27
pemutihan beta-karoten. Semua teh menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat
dengan kedua metode. Dengan menggunakan metode DPPH, peringkat dari
aktivitas antioksidan tertinggi hingga terendah adalah teh hijau (hambatan 90,8%),
Rooibos yang tidak difermentasi (86,6%), Rooibos yang difermentasi (83,4%),
dan teh hitam (81,7%). Teh hijau secara signifikan lebih tinggi dari yang lain (P
<0,05), tetapi tiga teh lainnya tidak berbeda satu sama lain secara signifikan
sehubungan dengan penghambatan DPPH. Menggunakan metode pemutihan beta-
karoten, peringkatnya adalah teh hijau, teh hitam, rooibos yang difermentasi, dan
rooibos yang tidak difermentasi. Peringkat relatif bervariasi menurut jenis
pengujian karena zat yang akan diuji akan memiliki reaktivitas yang berbeda
terhadap berbagai oksidator yang digunakan. Tes ini hanya mengukur kemampuan
antioksidan zat di luar tubuh dan tidak memberikan data apakah antioksidan
diserap oleh tubuh dan efektif setelah makanan dikonsumsi. (Bramati dkk, 2002).
2.6.2 Penelitian Olawale R. Ajuwon, Jeanine L. Marnewick and Lester M.
Davids. 2015. Rooibos (Aspalathus linearis) and its Major Flavonoids —
Potential Against Oxidative Stress-Induced Conditions.
Stres oksidatif telah terlibat dalam patogenesis banyak kondisi penyakit
seperti kanker, penyakit kardiovaskular, aterosklerosis, hipertensi, cedera
iskemia/reperfusi, diabetes mellitus, gangguan neurodegeneratif (penyakit
Alzheimer dan Parkinson), rheumatoid arthritis dan penuaan.  Rooibos adalah
sumber kuat fitokimia unik dan bermanfaat, yang dianggap berkontribusi pada
manfaat kesehatannya. Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa rooibos
menunjukkan aktivitas penghambatan peroksidasi antioksidan dan lipidin
vitro dan in vivo. Ekstrak rooibos yang difermentasi dan tidak difermentasi serta
flavonoid rooibos menunjukkanin vitroaktivitas antioksidan dengan mengais
radikal bebas. Ekstrak berair dari rooibos yang difermentasi menunjukkanin vitro
penghambatan peroksidasi lipid dalam membran sel menggunakan membran
eritrosit kelinci, mikrosom hati tikus dan homogenat hati tikus, sedangkan ekstrak
metanol dari rooibos yang difermentasi dan tidak difermentasi menghambat
peroksidasi lipid microsomal (Olawale dkk, 2015).

28
2.6.3 Penelitian Laurie Erickson. 2012. Rooibos Tea: Research into
Antioxidant and Antimutagenic Properties
Dalam bagian in vivo dari penelitian ini, tikus diberi teh dosis oral dan
suntikan B(a)P atau MMC. Para peneliti mengukur frekuensi micronucleated
reticulocytes (MNRET), yang merupakan sel dengan DNA rusak yang dapat
menyebabkan kerusakan barier kulit dan kanker. Dalam satu percobaan, satu dosis
teh oral (1 ml teh hijau 0,2 persen atau teh daun rooibos 0,1 persen) diberikan 6
jam sebelum injeksi MMC dan jumlah MNRET dihitung pada 24, 48, dan 72 jam
setelahnya. MMC. Teh daun rooibos dan teh hijau memberikan penghambatan
frekuensi MNRET yang serupa. Setelah 48 jam, teh daun rooibos mengurangi
kadar MNRET sekitar 38 persen, dan teh hijau mengurangi kadarnya sekitar 34
persen. Ketika tikus menerima dosis tunggal teh baik setelah mutagen atau 24 jam
sebelum mutagen, baik teh hijau maupun teh daun rooibos tidak mengurangi
frekuensi MNRET. Ketika teh diberikan sebagai satu dosis oral setiap hari selama
28 hari dan kemudian mutagen disuntikkan pada hari ke 29, teh daun rooibos dan
teh hijau mengurangi frekuensi MNRET yang disebabkan oleh B(a)P. Dosis
harian teh hijau 0,2 persen mengurangi MNRET sekitar 49 persen 48 jam setelah
paparan B(a)P, dan dosis harian teh daun rooibos 0,1 persen mengurangi MNRET
sekitar 62 persen. dosis harian teh hijau tidak memberikan pengurangan yang
signifikan dengan MMC dibanding teh daun rooibos (Erickson, 2012).

2.6.4 Penelitian E.Joubert.2011. Rooibos (Aspalathus linearis) beyond the


farm gate: From herbal tea to potential phytopharmaceutical
Rooibos dihargai sebagai teh herbal bebas kafein, meskipun sedikit
alkaloid sparteine telah dilaporkan (Van Wyk dan Verdoorn,2003). Meskipun
terkenal sebagai teh rendah tanin, sekitar 50% dari padatan larut air panas adalah
zat seperti tanin (Joubert et al.,2008). Jika dibandingkan dengan teh hitam
(Camellia sinensis), rooibos mengandung lebih sedikit tanin (Beltran,2011).
Sangat sedikit informasi tersedia pada struktur tanin dari teh daun rooibos, tetapi
dimer, procyanindin B3, trimer, bisfisetinidol-(4β,6:4β,8)-catechin, dan pentamer
telah diidentifikasi (Ferreira et al., 1995).

29
Dalam Laporan Tahunan Dewan Teh daun rooibos 1985 tercatat bahwa:
'Teh daun rooibos digunakan di luar negeri terutama karena nilai obatnya dan
dengan demikian menjadi populer sebagai obat daripada teh. Ini sampai batas
tertentu yang utama alasan mengapa potensi pemasaran luar negeri Teh daun
rooibos adalah agak terbatas.' Mengubah sikap konsumen dan fokus pada 'anti-
penuaan' segera setelah itu menempatkan rooibos dalam posisi untuk
mengeksploitasi sifat-sifatnya yang meningkatkan kesehatan, dan khususnya
aktivitas antioksidan dalam pemasaran (Wilson, 2005).
2.6.5 Penelitian Piccinelli, A.L., De Simone, F., Passi, S., Rastrelli, L., 2004.
Phenolic constituents and antioxidant activity of Wendita calysina leaves
(Burrito), a folk Paraguayan tea. Journal of Agricultural and Food Chemistry
52, 5863–5868.
Bukti manfaat kesehatan dari Teh daun rooibos berkembang dari hari ke
hari. Manfaat kesehatan, terutama yang terkait dengan minum teh daun rooibos,
paling signifikan. Teh daun rooibos mengandung tingkat antioksidan yang sangat
tinggi, zat kuat yang melawan radikal bebas dalam aliran darah dan menjaga
tubuh tetap sehat dan kuat. Pengurangan insomnia, sakit kepala tegang dan lekas
marah adalah manfaat terkenal yang terkait dengan teh daun rooibos. Sebagai teh
tanpa kafein, peminum Rooibos telah menemukan bahwa menikmati 'cuppa'
sebelum tidur membantu untuk merilekskan mereka dan mengurangi ketegangan,
memungkinkan untuk tidur malam yang nyenyak. Dengan membantu
menormalkan kebiasaan tidur peminum teh, Rooibos sering mengurangi sakit
kepala dan lekas marah. Meskipun hanya didukung oleh bukti anekdot, bantuan
dari kolik dan kram perut pada bayi adalah manfaat terkenal yang diterima
sepenuhnya oleh masyarakat Afrika Selatan pada umumnya. Penelitian (tidak
disponsori oleh CANSA) menunjukkan bahwa enam cangkir teh daun rooibos per
hari meningkatkan glutathione sebesar 100%. Teh daun rooibos, unik di Afrika
Selatan, dikonsumsi oleh jutaan orang setiap hari dan dapat memainkan peran
penting dalam mencegah kanker. Hubungan paling penting yang ditemukan
dengan kanker adalah pengamatan bahwa tikus yang diberi teh daun rooibos
sebagai satu-satunya sumber cairan menunjukkan peningkatan 500% dalam
30
antioksidan utama, glutathione di hati. Dibuat di dalam tubuh, glutathione tidak
dapat dikonsumsi sebagai suplemen karena dihancurkan di usus. Ada banyak
bukti bahwa glutathione melawan kanker. (Piccinelli,2004)
2.6.6 Penelitian Marnewick, J.L., Rautenbach, F., Venter, I., Neethling, H.,
Blackhurst, D.M., Wolmarans, P., Macharia, M., 2011. Effects of rooibos
(Aspalathus linearis) on oxidative stress and biochemical parameters in adults
at risk for cardiovascular disease. Journal of Ethnopharmacology 133, 46–52
konsentrasi yang lebih tinggi dari kandungan polifenol total dalam
suplemen rooibos turunan yang mungkin telah menjelaskan kapasitas antioksidan
radikal oksigen hati yang lebih tinggi secara signifikan dan tren penurunan status
peroksidasi lipid di t- Tikus yang diberi perlakuan BHP. Tikus yang mengonsumsi
teh herbal rooibos yang tidak difermentasi juga menunjukkan status antioksidan
hati yang meningkat secara signifikan, sedangkan tikus yang mengonsumsi
rooibos yang difermentasi tidak. Korelasi yang signifikan antara SOD, ORAC,
dan TEAC juga ditemukan pada hati tikus yang mengonsumsi teh herbal rooibos
yang difermentasi. Penggunaan beberapa metodologi untuk menilai status
oksidatif menunjukkan hasil yang akan terlewatkan jika hanya pengujian tunggal
yang digunakan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa asupan harian teh
herbal rooibos yang tidak difermentasi atau suplemen rooibos komersial yang
diturunkan dapat bermanfaat bagi kesehatan manusia dengan menyediakan hati
dengan kapasitas antioksidan yang ditingkatkan untuk mengurangi kerusakan
yang disebabkan oleh racun (Marnewick,2011).
2.6.7 Penelitian Astiningsih Diah Pravitasari, Dolih Gozali, Rini Hendriani,
Resmi Mustarichie. 2021. Formulasi Dan Evaluasi Sampo Berbagai Herbal
Penyubur Rambut
Formulasi sampo herbal ini menggunakan kombinasi sodium lauril sulfat
(SLS) sebagai surfaktan utama dan trietanolamin (TEA) sebagai surfaktan
sekunder. Sodium lauril sulfat (SLS) termasuk ke dalam surfaktan golongan
anionik dan merupakan surfaktan yang paling umum digunakan dalam formulasi
sampo. Surfaktan golongan anionik memiliki kemampuan membersihkan kotoran

31
serta sebum yang sangat baik dan membentuk busa yang lebih stabil dibandingkan
dengan surfaktan golongan lain.
Walaupun surfaktan golongan anionik memiliki kemampuan membentuk
busa dan kemampuan membersihkan yang baik, tetapi surfaktan golongan anionik
berpotensi meningkatkan muatan negatif pada rambut. Peningkatan muatan
negatif pada rambut akan menyebabkan peningkatan gesekan antar rambut
sehingga rambut menjadi kusut bahkan rusak18 . Untuk meminimalisir kerusakan
yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan surfaktan anionik, surfaktan golongan
amfoterik atau nonionik ditambahkan sebagai surfaktan sekunder. Selain
meminimalisir kerusakan rambut, penambahan surfaktan sekunder pun
memberikan keuntungan, yaitu melembutkan rambut
2.6.8 Penelitian Masyithoh PL, Utomo AW, Mahati E, Muniroh M.
2019.Perbandingan Efektivitas Ekstrak Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.)
Terhadap Pertumbuhan Sel Rambut. J Kedokt Diponegoro.;8(4):1263–9.
Rambut merupakan tambahan pada kulit kepala yang memberikan
kehangatan, perlindungan dan keindahan. Rambut juga terdapat diseluruh
tubuh,kecuali telapak tangan, telapak kaki dan bibir.Semua jenis rambut tumbuh
dari akar rambut yang ada di dalam lapisan dermis dari kulit. Oleh karena itu kulit
kepala atau kulit bagian badan lainnya memiliki rambut. Rambut yang
tumbuhkeluar dari akar rambut itu ada 2 bagian menurut letaknya, yaitu bagian
yang ada di dalam kulit dan bagian yang ada di luar kulit. Rambut terbentuk dari
sel-sel yang terletak ditepi kandung akar. Cupak rambut atau kandung akar ialah,
bagian yang terbenam dan menyerupai pipa serta mengelilingi akar rambut. Jadi
bila rambut itu dicabut dia akan tumbuh kembali, karena papil dan kadung akar
akan tetap tertinggal di sana (Rostamailis, 2008)
2.6.9 Penelitian Lia Suryati, Nyi M. Saptarini. 2016. Formulasi Sampo
Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis var. assamica). Volume 3
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun teh hijau, maka pH semakin
rendah. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya kandungan polifenol yang
bersifat asam lemah,15 sehingga dapat menurunkan pH. Pada formula D, E, dan F
ditambahkan mentol memberikan efek mendinginkan karena l-mentol langsung
32
berinteraksi dengan reseptor dingin pada tubuh, dan mengurangi rasa gatal.14
Penambahan mentol menyebabkan penurunan pH karena mentol termasuk
golongan fenol yang bersifat asam lemah,14 sehingga sampo yang ditambahkan
mentol memiliki pH lebih rendah dibandingkan dengan sampo yang hanya
mengandung ekstrak daun teh hijau.
2.6.10 Penelitian Nina Jusnita, Riska Arguar Syah. 2017. FORMULASI DAN
UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN SHAMPO DARI EKSTRAK ETANOL
DAUN PARE (Momordica charantia Linn.) Indonesia Natural Research
Pharmaceutical Journal. Vol. 2, No. 1
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi viskositas shampo yaitu
konsentrasi ekstrak daun pare yang digunakan. Viskositas sediaan shampo
menurun dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak daun pare, hal ini karenakan
ekstrak daun pare memiliki kadar air yang tinggi yaitu 9,04%. Faktor lain yang
mempengaruhi viskositas yaitu suhu. Pada suhu rendah, viskositas akan lebih
tinggi yang berarti viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Hal ini
dikarenakan pada suhu rendah partikel dalam sediaan shampo akan cenderung
bergabung atau saling berdekatan membentuk struktur ikatan yang lebih rapat,
sehingga kekentalan shampo ekstrak daun pare akan lebih meningkat.

33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi dan
Laboratorium Farmakologi & Toksikologi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga
dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian dimulai pada Januari
2022.
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium untuk
memformulasi, mengevaluasi, dan uji efektivitas pemeliharaan kesehatan rambut
dalam hal pertumbuhan dan peningkatan kepadatan rambut pada kelinci
(Oryctolagus cuniculus).
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan antara lain batang pengaduk, gelas ukur (pyrex),
gelas kimia (pyrex), pipet mikro, sendok tanduk, spatula, stopwatch, timbangan
analitik (chyo), Thinky Homogenizer (ARM-310), wadah sampo.
3.3.2 Bahan

34
Bahan yang digunakan antara lain serbuk ekstrak tanaman rooibos
(Aspalathus linearis), aquadest, carbopol, jasmine oil, metil paraben, Na-EDTA,
Natrium Lauril Sulfat, dan propilen glikol.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pembuatan Sampo Cair Rooibos Herbasec
Pembuatan sampo diawali dengan pembuatan 4 larutan yakni larutan
A,B,C dan D. Larutan A dibuat dengan mendispersikan karbopol kedalam air
panas (60-70ºC) didalam lupang kemudian didiamkan selama 10 menit sambil
ditutup dengan aluminium foil. Larutan B dibuat dengan melarutkan metil
paraben kedalam propilen glikol dalam gelas kimia pertama. Larutan C dibuat
dengan melarutkan Na-EDTA dengan aquades dalam gelas kimia kedua. Larutan
D dibuat dengan melarutkan NLS dengan air hangat dalam gelas kimia ketiga.
Larutan B,C,dan D kemudian dimasukkan kedalam lumpang yang berisi larutan A
untuk ditambahkan zat aktif yakni serbuk Rooibos Herbasec dan jasmine oil
secukupnya sebagai pengaroma. Campuran tersebut dimasukkan kedalam alat
Thinky Homogenizer (ARM-310) untuk dihomogenkan selama 2 menit dan
dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan viskositas yang baik. Setelah
homogen, campuran dikeluarkan dari Thinky Homogenizer (ARM-310) dan
dipindahkan ke wadah sampo yang sudah disiapkan.
Tabel 3.4.1 Formulasi Sampo Cair Rooibos Herbasec
Konsentrasi
Bahan Fungsi
F1 F2 F3
Serbuk Rooibos
Zat aktif 0,25% 0,5% 1%
Herbasec
Propilen glikol Humektan 10% 10% 10%
Na-Lauryl Sulfat Pembusa 10% 10% 10%
Na-EDTA Sequestrant 0,1% 0,1% 0,1%
Metil Paraben Pengawet 0,01% 0,01% 0,01%
Carbopol Gelling Agent 2,5% 2,5% 2,5%
Jasmine oil Pengaroma qs Qs qs
ad 50 ad 50 ad 50
Aquadest Pelarut
mL mL ml
3.4.2 Evaluasi
3.4.2.1 Sifat Fisik Sampo

35
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis ini dilakukan dengan cara 2 gram sampo diletakkan pada
gelas beaker dengan melihat wujud, warna, aroma, dan rasa.
2. Uji Viskositas
100 gram sampo dimasukkan dalam beaker gelas 100 ml kemudian diukur
kekentalannya menggunakan viskometer Brookfield.
3. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan cara 2 gram sampo dilarutkan dengan
air lalu dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.
4. Uji Tinggi Busa
Uji stabilitas busa dilakukan dengan cara memasukkan sampo sebanyak 1
ml ke dalam gelas ukur 250 ml ditambahkan air secara perlahan hingga
mencukupi 100 ml. Dilakukan pengocokan ke kanan dan kiri selama 10
kali. Jalankan stopwatch ketika pengocokan dihentikan. Lalu diukur
volume busa dalam gelas ukur dalam beberapa kurun waktu.
5. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara sediaan sampo yang dihasilkan
dioleskan pada kaca objek kemudian diamati bagian-bagian yang tidak
tercampurkan dengan baik.
6. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan dengan meletakkan 2 g sediaan sampo dipusat
antara lempeng cawan petri dimana lempeng bagian atas dibebani dengan
anak timbang seberat 25 g diatasnya. Permukaan yang dihasilkan dengan
meningkatkan beban merupakan karakteristik daya sebar.
3.4.2.2 Uji Pertumbuhan Rambut
1. Penyiapan Hewan Uji
Rambut pada bagian punggung kelinci dicukur menggunakan gunting dan
pisau cukur. Kemudian pada punggung kelinci 1 dibuat kotak perlakuan
sebanyak 6 buah dengan masing-masing luas kotak 9 cm2 (3 cm x 3 cm)
dan setiap kotak diberi jarak 1 cm. Pada punggung kelinci 2 dibuat kotak
perlakuan sebanyak 3 buah dengan masing-masing luas kotak 9 cm2 (3 cm
36
x 3 cm) dan setiap kotak diberi jarak 1 cm. Pada punggung kelinci 3 dibuat
kotak perlakuan sebanyak 6 buah dengan masing-masing luas kotak 9 cm 2
(3 cm x 3 cm) dan setiap kotak diberi jarak 1 cm. kotak perlakuan diberi
batas menggunakan spidol permanen untuk membedakan antara letak
perlakuan yang satu dengan yang lainnya. Letak perlakuan dapat dilihat
pada gambar 2.11.
Kelinci 1 Kelinci 2 Kelinci 3

Gambar 2.11 Perlakuan Hewan Uji


2. Cara Perlakuan
Pengolesan dilakukan 1 minggu 3 kali selama 30 hari, dengan di bilas
menggunakan aquades terlebih dahulu sebelum dioleskan ekstrak agar
tidak ada ekstrak sebelumnya yang masi menempel. Pada kotak K +
punggung kelinci diolesi sampo pasaran, kotak K - diolesi aquadest, kotak
F1 diolesi sampo cair Rooibos Herbasec konsentrasi 0,5%, kotak F2
diolesi sampo cair Rooibos Herbasec konsentrasi 1%, dan pada kotak F3
diolesi cair Rooibos Herbasec konsentrasi 2%.
3. Penentuan Panjang Rambut
Pengukuran rata-rata panjang rambut kelinci dilakukan dengan mengambil
5 helai sampel rambut dari setiap kotak perlakuan yang dilakukan pada
hari ke-10, 20, dan 30 (panjang rambut kelinci setelah diolesi dengan
masing-masing perlakuan). Kemudian setiap helai dari 5 sampel rambut
pada masing-masing kotak ini diukur panjangnya menggunakan jangka
sorong.
3.4.2.3 Uji Statistik

37
Data yang diperoleh dari hasil pengujian sifat fisik dan stabilitas sediaan
sampo kemudian dianalisis secara statistik menggunakan One Way ANOVA
dengan taraf kepercayaan 95%. Metode One Way ANOVA digunakan untuk
mengetahui adanya pengaruh variasi konsentrasi serbuk Rooibos Herbasec
terhadap masing-masing uji dilihat dari nilai signifikan pada output.

DAFTAR PUSTAKA

Astiningsih Diah Pravitasari, Dolih Gozali, Rini Hendriani, Resmi Mustarichie.


2021. Formulasi Dan Evaluasi Sampo Berbagai Herbal Penyubur
Rambut
Bassino, E., Antoniotti, S., Gasparri, F., & Munaron, L. (2016). Effects of
flavonoid derivatives on human microvascular endothelial cells. Natural
Product Research, 30(24), 2831–2834.
Beltrán-Debón, R., Rull, A., Rodríguez-Sanabria, F., Iswaldi, I., Herranz-López,
M., Aragonès, G., Camps, J., Alonso-Villaverde, C., Menéndez, J.A.,
Micol, V., Segura-Carretero, A., Joven, J., 2011. Continuous
administration of polyphenols from aqueous rooibos (Aspalathus linearis)
extract ameliorates dietary-induced metabolic disturbances in
hyperlipidemic mice. Phytomedicine 18, 414–424

38
Bramati L, Minoggio M, Gardana C, Simonetti P, Mauri P, Pietta P. Quantitative
characterization of flavanoid compounds in Rooibos tea (Aspalathus
linearis) by LC-UV/DAD. J Agric Food Chem 2002;50(20):5513-9.
Bufolli, B., Rodella, L. F., Rinaldi, F., Labanca, M., Sorbellini, E., Trink, A., et al.
(2014). The human hair: From anatomy to physiology. Int J
Dermatol;53:331-41.
Chandran, S., Vipin, K.V., Augusthy, A.R., Lindumol, K.V., Shirwaikar, A. 2013,
development and evaluation of antidandruff shampoo based on natural
sources, Journal of Pharmacy and Phytotherapeutics: p. 10- 13
Cotsarelis G., Botchkarev V. ST. Biology of Hair Follicles. In: Coldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paler AS, Leffell DJ WK, editor. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th ed. McGraw Hill; 2012. p. 960–
72.
Dahlgren, R. 1980. A revised system of classification of angiospermae. Bot J.
Linn. Soc.80 : 91- 124.
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Ed. IV, Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 4-7, 162, 166, 515, 771,
1087.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi 3. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Erickson, Laurie. 2012. Rooibos Tea: Research into Antioxidant and
Antimutagenic Properties. American Botanical Council, 6200 Manor Rd,
Austin
Faizatun, Kartiningsih dan Liliyana. 2008. Formulasi Sediaan Sampo Ekstrak
Chamomile dengan Hidroksi Propil Metil Selulosa sebagai Pengental.
Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila. Jakarta .Vol 6. Jakarta. Hal 15-
22.
Ferreira, D., Marais, C., Steenkamp, J.A., Joubert, E., 1995. Rooibos tea as a
likely health food supplement. Proceedings of Recent Development of
Technologies on Fundamental Foods for Health. Korean Society of Food
Science and Technology, Seoul, Korea, pp. 73–88.
39
Fitryane, Rannie. 2011. Kiat Cantik dan Menarik. Bandung: Yrama Widya
Joubert E, D. de Beer . Rooibos (Aspalathus linearis) beyond the farm gate: From
herbal tea to potential phytopharmaceutical. Food Chem. South African
Journal of Botani. 1997;60(1):73-7.
Joubert E. & Schulz H., 2006, ‘Production and quality aspects of rooibos tea and
related products – A review’, Journal of Applied Botany and Food
Quality 80, 138–144. 
Joubert, E., De Beer, D., Manley, M., 2008. Variation in major polyphenols of
rooibos (Aspalathus linearis) and honeybush (Cyclopia subternata).
Abstract book of the 4th World Congress On Medicinal And Aromatic
Plants (Congress of the International Council for Medicinal and Aromatic
Plants), 9–14 November Cape Town, South Africa, p. 87.
Khesia, G.N. 2012.Uji Stabilitas Fisik dan Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut
Tikus Putihdari Sediaan Hair Tonic yang Mengandung Ekstrak Etanol
Daun Pare (Momordica charantia Linn.). Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Jakarta.
Kibbe, Arthur H., 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipients. American
Pharmaceutical Association, Washington, 87, 433.
Kumar, A., Mali, R. R. 2010, Evaluation of Prepared Shampoo Formulations and
to Compare Formulated Shampoo with Marketed Shampoos.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research,
Vol. III.
Kurniawan, D.W., Sulaiman, S.T.N., 2009, Teknologi Sediaan Farmasi, Graha
Ilmu, Yogyakarta, hal. 7-84, 91-102.
Latifah F dan Tranggono RI, 2013, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta; Hal. 11, 90-93, 167.
Laurie Erickson. 2012. Rooibos Tea: Research into Antioxidant and
Antimutagenic Properties. American Botanical Council
Lia Suryati, Nyi M. Saptarini. 2016. Formulasi Sampo Ekstrak Daun Teh Hijau
(Camellia sinensis var. assamica). Volume 3

40
Maldovan, M. and Parauan, S. 2012. Cosmetic Evaluation of Some Commercial
Shampoo. Departement of Dermopharmacy and Cosmetic, Faculty of
Pharmacy, University of Medisine and Pharmacy. Vol. 85. Cluju Napoja.
P.378-383
Marnewick J.L., Rautenbach F., Venter I., Neethling H., Blackwurst D.M.,
Wolmarans P. et al. , 2011, ‘Effects of rooibos (Aspalathuslinearis) on
oxidative stress and biochemical parameters in adults at risk for
cardiovascular disease’, Journal of Ethnopharmacology 133, 46–52.
Marnewick, J.L., Rautenbach, F., Venter, I., Neethling, H., Blackhurst, D.M.,
Wolmarans, P., Macharia, M., 2011. Effects of rooibos (Aspalathus
linearis) on oxidative stress and biochemical parameters in adults at risk
for cardiovascular disease. Journal of Ethnopharmacology 133, 46–52
Masyithoh PL, Utomo AW, Mahati E, Muniroh M. 2019.Perbandingan
Efektivitas Ekstrak Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) Terhadap
Pertumbuhan Sel Rambut. J Kedokt Diponegoro.;8(4):1263–9.
Nina Jusnita, Riska Arguar Syah. 2017. FORMULASI DAN UJI STABILITAS
FISIK SEDIAAN SHAMPO DARI EKSTRAK ETANOL DAUN PARE
(Momordica charantia Linn.) Indonesia Natural Research Pharmaceutical
Journal. Vol. 2, No. 1
Olawale R. Ajuwon, Jeanine L. Marnewick and Lester M. Davids. 2015. Rooibos
(Aspalathus linearis) and its Major Flavonoids — Potential Against
Oxidative Stress-Induced Conditions.
Piccinelli, A.L., De Simone, F., Passi, S., Rastrelli, L., 2004. Phenolic
constituents and antioxidant activity of Wendita calysina leaves
(Burrito), a folk Paraguayan tea. Journal of Agricultural and Food
Chemistry 52, 5863–5868.
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.

41
Sari, K., 2006,. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan
keamanannya. 3 (1) : hal 1-2
Shin H, Choi SJ, Cho AR et al., 2016, Acute Stress-Induced Changes in Follicular
Dermal Papilla Cells and Mobilization of Mast Cells: Implications for
hair Growth,, Ann Dermatology, Vol. 28, No. 5, pp. 600-605
Soepardiman L, Legiawati L, 2018, Kelainan Rambut. Dalam Menaldi et al.,
Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. 7, Badan Penerbit FK UI,
Jakarta, pp. 359-364.
Tranggono RI dan Latifah F, 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta; Hal. 11, 90-93, 167.
Van Heerden, F.R., Van Wyk, B.-E., Viljoen, A.M., Steenkamp, P.A., 2003.
Phenolic variation in wild populations of Aspalathus linearis (rooibos
tea). Biochemical Systematics and Ecology 31, 885–895.
Wilson, N.L.W., 2005. Cape Natural Tea Products and the U.S. market: rooibos
rebels ready to raid. Review of Agricultural Economics 27, 139–148

42

Anda mungkin juga menyukai