Laporan Kasus Abses Inguinal
Laporan Kasus Abses Inguinal
Abses Inguinal
Di susun oleh
Pembimbing
RSUD Cengkareng
Nama : Tn. AF
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen
Anamnesis
Keluhan utama
Pasien datang ke RSUD cengkareng dengan keluhan ada benjolan berisi nanah di sela paha kiri
sejak 1 minggu SMRS
Keluhan tambahan
Benjolan terasa nyeri, pegal, pasien kesulitan berjalan, sakit kepala, tidak nafsu makan
5 hari SMRS, pasien ke RS di periksa oleh dokter dikatakan bahwa benjolannya seperti bisul dan
sudah berisi nanah, bengkak disekitar benjolan dan kulit disekitarnya kemerahan. Nyeri tekan (+)
dan terasa panas. Pasien tidak nafsu makan dan kesulitas berjalan karena nyeri hebat pada
benjolan.
1 hari SMRS benjolan yang lainnya pecah. Tetapi terdapat benjolan sisa yang belum pecah dan
semakin nyeri sehingga dokter menyarankan pasien agar dilakukan tindakan bedah untuk
dikeluarkan nanah nya.
Ibu Kandung : DM
a. Penyakit terdahulu : DM
b. Trauma terdahulu : tidak ada
c. Operasi : tidak ada
d. Sistem saraf : tidak ada kelainan
e. Sistem kardiovaskular: tidak ada
f. Sistem gastrointestinal : tidak ada
g. Sistem urinarius : tidak ada
h. Sistem genitalis : tidak ada
i. Sistem musculoskeletal : tidak ada
Status Presens
1. Status umum
(Saat di IGD )
Kepala : bentuk bulat, warna rambut putih bercampur hitam beruban, alopesia (-), benjolan
(-)
Hidung : betuk simetris, septum deviasi (-), massa di rongga hidung (-), epistaksis (-),
hipertrofi konka (-), sekret (-)
Mulut/gigi : tidak tampak benjolan di rongga mulut, hipertrofi tonsil (-), sariawan (-),
hipertrofi papil lidah (-), karies gigi (+)
Dada : simetris kanan/kiri, vocal fremitus tidak melemah, pergerakan dada statis dan dinamis
saat bernapas, rektraksi sela iga (-), benjolan (-)
Abdomen : bentuk cembung, tidak tampak bekas operasi, tidak tampak tanda peradangan,
nyeri tekan (-), asites (-)
Ginjal : nyeri ketok CVA (-), ballottement (-), bimanual (-), ginjal tidak membesar
Genital : teraba benjolan multiple di inguinal sinistra berukuran 2x2 cm, batas tegas,
dasar pus, nyeri tekan (+), suhu teraba hangat, warna kulit kemerahan, udem (+)
Refleks : APR (+), KPR (+), refleks patologis : kaku kuduk (-), babinsky (-)
2. Status lokalis
Hb : 15 g/dL
Hematokrit : 43%
Leukosit : 11.600/µL
Trombosit : 414.000 /µL
SGPT : 24 U/L
Ureum : 20 mmol/dL
HbA1c : 9,3 %
Follow Up
S : tidak ada
O: kesadaran : CM
Nadi : 80x/menit
RR : 26x/menit
Suhu : 36,7˚c
P : - ganti perban
- insulin
- Cefixime tab
- Metronidazol
- Deculin
- Acarbose
- Asam mefenamat`
V. RESUME
Laki – laki umur 33 tahun dengan keluhan benjolan di lipat paha sebelah kiri 1 minggu SMRS..
Denjolan dirasakan timbul secara tiba-tiba dan terasa nyeri sehingga mengganggu aktivitas.
Benjolan semakin hari semakin nyeri, bernanah, teraba panas dan mengganggu aktivitas. Pasien
mengatakan mempunyai riwayat DM.
Pada Pemeriksaan fisik :
kesadaran : CM
Nadi : 80x/menit
RR : 26x/menit
Suhu : 36,7˚c
teraba benjolan multiple di inguinal sinistra berukuran 2x2 cm, batas tidak tegas,
dasar pus, nyeri tekan (+), suhu teraba hangat, warna kulit kemerahan, udem (+),
nyeri pada saat beraktifitas (+)
1. Darah lengkap
2. Kultur pus
3. Urinalisis
4. Foto rontgen regio pelvic
5. USG
IX. Pengobatan
1. Kompres hangat
2. Insisi dan Drainage abses
3. Antibiotik :
Metronidazole
Ranitidin
Ketorolac
X. Prognosis
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses)
yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas. Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai
dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Abses adalah kumpulan nanah
setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.1
Abses juga dapat dikatakan sebagai rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidak
normalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga tersebut
akibat proses radang dan kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri
dari sel yang telah cidera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel
darah putih dan jaringan yang nekrotik dan mencair.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan
nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat.
Abses bisa muncul di mana saja di bagian tubuh. Tempat yang paling umum yaitu di aksila,
daerah di sekitar anus dan vagina (abses kelenjar Bartholin), pangkal tulang belakang (abses
pilonidal), di sekitar gigi (abses gigi), dan di selangkangan Anda (inguinal). Peradangan di
sekitar folikel rambut juga dapat menyebabkan pembentukan abses, yang disebut bisul
(furunkel).
1. Infeksi microbial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi
mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler.
Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawiyang
secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada
hubungannya dengan dinding sel.2
2. Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan
tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
3. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet
atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan
yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab
infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung
mengakibatkan radang.
5. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen
dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian
jaringan, kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi.
Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.2
Orang dengan sistem kekebalan yang lemah akan lebih sering terjadinya abses. Mereka dengan
salah satu dari berikut ini semuanya berisiko mengalami abses yang lebih parah. Hal ini
disebabkan karena tubuh memiliki sistem kekebalan yang menurun sehingga tidak mampu untuk
menangkal infeksi. Berikut adalah kondisi-kondisi imunikompromis :
C. Gambaran Klinik
Manifestasi klinis pada Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis
juga terjadi pada abses. Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat
jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka,
warna merah jelas pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk, menggigil atau
demam (lebih dari 37,7˚c.)4
D. Patofisiologi
Kuman yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara
mengeluarkan toksin.4 Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi
yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada
hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila perubahan kondisi respons
imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak
jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang iritan dan korosif akan menyebabkan
kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus yang kuat untuk terjadi infeksi.3
Infeksi hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan
merupakan tanda pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat
dilatasi arteriol yang mensuplai daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke
mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan
suhu bersifat lokal. dapat terjadi secara sistemik akibat endogen pirogen yang dihasilkan
makrofag mempengaruhi termoregulasi pada temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas
meningkat dan terjadi hipertermi.5
Pada peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir
ke seluruh kapiler, kemudian aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir
mendekati dinding pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Lambatnya aliran darah yang
menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskuler, mengakibatkan
keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel darah tertinggal dalam
pembuluh darah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga
terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan bagian dari cairan
eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam
rongga Abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk
bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri
sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif
sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan menyebabkan berkurangnya gerak jaringan
sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas.3
Inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Bila penyebab
kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di fagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang
berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk Abses
atau bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat,
berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis
debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan
yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti
akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila
pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila
rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus
kekuningan sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi dapat
meningkatkan risiko penyebaran infeksi.5
E. Pathways
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari abses yaitu :
1. Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang
mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni kemerahan
(rubor), panas (color), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi.6
2. Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium lanjut
benjolan bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri, bengkak, berisi nanah
(pus).
3. Gambaran Klinis
a. Nyeri tekan
b. Nyeri local
c. Bengkak
d. Kenaikan suhu
e. Leukositosis
4. Tanda-tanda infeksi
a. Rubor ( kemerahan ).
b. Kolor (panas) menggigil atau demam ( lebih dari 37,7° C ).
c. Dolor ( nyeri ).
d. Tumor ( bengkak ) terdapat pus ( rabas ) bau membusuk.
e. Fungtio laesa.1
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:
1. Kultur : Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat yang
paling efektif.
2. Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukositosis (15.000 - 30.000)
mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar
3. Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
4. Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit,
PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia
hati/sirkulasi toksin/status syok.
5. Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok.
8. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein dan sel
darah merah.
9. Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara bebas di
dalam abdomen/organ pelvis.
H. Penatalaksanan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen atau
kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
utamanya apabila disebabkan oleh benda asing karena benda asing tersebut harus diambil.
Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil
absesnya, bersama dengan pemberian obat analgetik. Drainase, abses dengan menggunakan
pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah berkembang dari peradangan terasa yang
keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau didoxacillin sering digunakan. Dengan adanya
kemunculan stophylococcus aureus yang dapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut
menjadi tidak efekif.7
Apabila telah terjadi supurasi dan fluktuasi, lakukan insisi. Tindakan dalam melakukan insisi
adalah sebagai berikut:
1. Perlengkapan ; cairan antiseptic, alat dan anestesi, scalpel bermata nomor 11, kuret, kassa,
tampo, pembalut.
2. Tindakan dilakukan sesuai prinsip asepsis dan antisepsis
3. Tindakan anastesis:
4. Pada abses yang dalam, lakukan infiltrasi tepat di atas abses.
5. Bila letak abses di permukaan lakukan anestesi dengan etil klorida yang disemprotkansampai
terbentuk lapisan putih mirip salju.
6. Tusukan dan buat insisi lurus dengan scalpel kedalam abses di tempat yang mempunyai
fluktuasi maksima, bila rongga abses cukup besa dan kulit diatasnya mengalami nikrotik,
lakukan insisi silan kemudian lakukan atap abses dibuang dengan mengeksisi sudut-sudutnya.
Jika tidak ingin melakukan eksisi, sayatan harus cukup panjang agar luka terbuka lebar dan tidak
terlalu cepatmenutip kembali.
7. Keluarkan pus. Lokuli didalam abses dapat dirusak dengan jari, sedangkan membrannya dapat
dikeluarkandengan hati-hati dengan alat kuret.
8. Setelah pus dikeluarkan seluruhnya, rongga diisi tampondapat digunakan tampon berbentuk
pita yang bisa terbuat dari kasa yang telah dibasahi paraffin atau potongan sarung tangan steril.
Sisakan ujung pita diluar rongga. Tampon tidak boleh dijajalkan terlalu padat karena akan
menghalangi keluarnya eksudat dan menghambat obliterasi luka.
9. Tutup luka denga balutan yang menyerap cairan sebagai kompres basah dan memberikan
tekanan yang lebih dibandingkan biasanya. Kompres dengan larutan garam fisiologis atau
antseptikringan. Balutan diganti minimal sehari 3 kali.
10. Periksa 24-48 jam kemudian dan angkat tampon. Bila eksudat masih mengalir ulangi tindakan
ini tiap 48-72 jam sampai tanda-tanda penyembuhan mulai terlihat.
Komplikasi
Abses ini merupakan respon kekebalan tubuh terhadap infeksi yang muncul. Jika dirawat dengan
baik, akan muncul jaringan granulasi, fibrosis, dan jaringan parut. Namun jika tidak ditangani
secara baik, akan menyebabkan infeksi kronis, yakni menetapnya organisme pada jaringan yang
menyebabkan respon inflamasi kronis.7
Kesimpulan
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah
kavitas jaringan karena adanya proses infeksi(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (misalnya serpihan luka peluru atau jarum suntik). Proses ini merupakan
reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi kebagian
tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi
nanah.
Untuk menentukan dan memastikan itu abses dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan atau MRI
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh termasuk paru-paru,mulut,rektum, dan otot.
Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat didalam kulit terutama jika timbul di
wajah. Abses dapat diobati dngan cara pemberian antibiotic untuk penderita tahap awal, namun
apabila telah menjadi supurasi dan fluktuasi dapat dilakukan insisi.
Daftar pustaka
1. Rassner et all. 1995. Buku ajar dan Atlas Dermatologi. Ed.4. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC;1995.h.257
2. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.EGC. Jakarta. 2005.
3. Underwood, J.C.E. Patologi Umum dan Sistemik. Edisi 2.Prof. Dr. Sarjadi,editor. Jakarta:
ECG.1998.h.232-41.
4. Sjamsuhidajat R,Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2007.
5. Guyton, A.C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2008.
6. Guyton A.C. and J.E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.2007
7. Fitch et all. Abscess incision and drainage. Winston; N Engl J Med 2007;357;e20.