Anda di halaman 1dari 4

Matius 5.

31-32

Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 1-14, Surabaya: Momentum, 2014 (hal 201-
202)

Bila seorang laki-laki menceraikan istrinya karena sudah tidak menyukainya lagi atau karena alasan
apa saja kecuali perbuatan zina, ini merupakan pelanggaran terhadap perintah ke-7 meskipun
perceraian demikian sudah sangat diizinkan dan biasa dilakukan di kalangan orang Yahudi sebab
perceraian tersebut membuka pintu bagi perzinahan (ay.31-32). Disini kita perhatikan:

 Bagaimana kaitan masalah ini dengan perceraian titik telah difirmankan (Kristus tidak
berkata seperti semula, kamu telah mendengar pulau yang difirmankan kepada nenek
moyang kita,” sebab ini bukanlah sebuah peraturan seperti perintah-perintahnya, sekalipun
orang farisi memahaminya demikian (19:7) Melainkan hanyalah suatu izin). Siapa yang
menceraikan istrinya harus mengurus surat cerai adanya, jangan biarkan dia melakukan
secara lisan ketika ia sedang bernafsu l, tetapi biarlah ia melakukannya dengan sengaja
melalui sarana tertulis yang sah dan ditegaskan oleh beberapa saksi. Bila ia hendak
membubarkan ikatan pernikahan itu, biarlah ia melakukannya dengan sungguh”. Dengan
demikian hukum taurat dalam mencegah terjadinya perceraian yang gegabah dan terburu-
buru. Mungkin juga, pada mulanya ketika catatan tertulis belum begitu umum bagi orang
Yahudi, Hal ini menyebabkan perceraian jarang terjadi. Namun seiring dengan berjalannya
waktu, hal ini menjadi sangat umum titik petunjuk mengenai cara melaksanakannya pada
saat ada alasan yang dianggap tepat kemudian ditafsirkan sebagai izin dengan alasan apa
saja (19:3).
 Bagaimana perkara ini di ralat dan diubah oleh juru selamat kita. Ia mengembalikan
peraturan pernikahan sesuai dengan tujuannya yang mula-mula “keduanya itu akan menjadi
satu daging “,Tidak mudah dipisahkan, dan oleh sebab itu perceraian tidak diperbolehkan,
kecuali terjadi perzinahan yang merusak perjanjian pernikahan itu. Tetapi orang yang
menyingkirkan istrinya karena alasan lain menjadikan istrinya berzinah, demikian pula orang
yang akan menikahinya setelah perempuan itu diceraikan seperti itu. Perhatikanlah, orang-
orang yang membawa orang lain ke dalam pencobaan hingga berbuat dosa, membuat diri
mereka sendiri bersalah karena dosa mereka itu, dan mereka harus bertanggung jawab atas
nya. 0 inilah yang antara lain disebut sebagai bergaul dengan orang berzinah (Mzm. 50:18)

Markus 10:9

William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari: Injil Markus, Jakarta, Gunung Mulia: 2012, (hal
391-398).

Hukum Yahudi mengenai perceraian bersumber pada Ulangan 24:1. Ayat ini menjadi dasar bagi
semua pokok mengenai perceraian titik bunyinya adalah apabila seseorang mengambil seorang
perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu
sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya
ke tangan perempuan itu sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya.”

 pada masa hidupnya susah, kaum perempuan menjadi ragu-ragu untuk menikah karena
perkawinan sangat tidak aman. Ketika Yesus berbicara sebagaimana biasa, ya berbicara
tentang topik yang sangat panas dan ia membela kaum perempuan dengan berupaya
menempatkan kembali perkawinan pada kedudukan yang sebenarnya. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan disini titik Yesus mengikuti peraturan Mus aku mah lalu ia
mengatakan bahwa Musa memberikan izin bagi perceraian “justru karena ketegaran hati
mu.” ada dua kemungkinan untuk hal ini titik pertama bisa saja Musa mengizinkan
Karena itulah yang terbaik yang dapat diharapkan dari orang-orang yang ia beri surat
pengesahan. Kedua bisa juga Musa mengizinkannya sebagai upaya untuk mengendalikan
situasi yang semakin merosot. Dengan kata lain hukum ini pada mulanya sebetulnya
bukanlah pemberian izin bagi perceraian, melainkan sebagai upaya untuk
mengendalikan perceraian, menekan perceraian dengan suatu hukum, dan menjadikan
perceraian itu lebih sulit.
 Dalam Injil Markus, larangan untuk bercerai dan kawin lagi yang disampaikan oleh Yesus
adalah mutlak. Dalam Matius 19: 3-9 ditunjukkan bahwa Yesus sepertinya melarang
mutlak perkawinan kembali tetapi mengizinkan perceraian atas satu alasan, yakni
perzinahan. Hampir pasti, versi Injil Matius lah yang benar dan sebetulnya senada
tersirat juga dalam Injil Markus dalam hukum agama Yahudi berzina memang mutlak
membubarkan sebuah perkawinan. Kenyataannya ketidakpastian memang
membubarkan ikatan perkawinan. Sekali melakukan perzinahan kesatuan telah
dihancurkan dan perceraian hanyalah membuktikan fakta ini.

Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Injil Markus, Surabaya: Momentum, 2011 (hal 216-218)

Musa mengatakan bahwa

 Bilang laki-laki dan perempuan ini menurut peraturan alqomah bersatu dalam satu ikatan
pernikahan yang kudus, hukumnya adalah bahwa seorang pria harus meninggalkan ayah dan
ibunya dan bersatu dengan istrinya (ay. 7). Yang tidak hanya menunjukkan kedekatan dan
hubungan mereka tetapi juga keabadiannya. Laki-laki tersebut harus sedemikian dekatnya
dengan istrinya sehingga tidak dapat dipisahkan. Hasil dari hubungan ini adalah bahwa
walaupun mereka itu dua, mereka kini sudah menjadi satu, menjadi satu daging (ay 8).
Persatuan diantara mereka merubah persatuan paling intim yang pernah ada, dan seperti
yang diutarakan Dr. Hammond merupakan hal yang suci dan tidak boleh dinodai.
 Allah sendiri yang telah mempersatukan mereka ia bukan saja, sebagai pencipta,
memperlengkapi mereka untuk saling menghibur dan menolong tetapi juga dalam hikmat
dan kebaikan ku telah menyatakan mereka yang bersatu itu untuk hidup bersama dalam
kasih sampai maut memisahkan mereka. Pernikahan bukanlah penemuan manusia tetapi
merupakan lembaga ilahi karena itu harus diperhatikan dengan segala kesalahan dan lebih
dari itu karena pernikahan itu merupakan kiasan yang penuh misteri mengenai kesatuan
yang tak terpisahkan antara Kristus dan gerejaNya. Dapat disimpulkan bahwa laki-lakitidka
boleh menjauhkan diri dari istrinya, karena Allah telah mendekatkan mereka sedemikian
rupa. Ikatan yang telah diikat oleh Allah Sendiri tidak boleh dilepaskan begitu saja. Seorang
laki-laki yang bermaksud menceraikan istrinya karena pelanggaran apa saja sebaiknya
memikirkan nasibnya sendiri, jika alam perlakukan dia dengan cara yang sama (Yes. 50:1,
Yer. 3:1).
 Kristus menambahkan menjaga seorang perempuan menceraikan suaminya, melarikan diri
dari suaminya, meninggalkan suaminya dengan persetujuan, dan menikah dengan laki-laki
lain, perempuan itu berbuat zinah (ay.12), dan tidak ada alasan apapun baginya untuk
mengatakan bahwa ia melakukannya dengan persetujuan dari suaminya. Nikmat dan
anugerah, kekudusan Dan kasih yang memerintah di dalam hati, akan membuat perintah
perintah tersebut menjadi ringan walaupun menurut pemikiran daging mungkin merupakan
kok yang berat.

Korintus 7:10-11

V.C. Pfitzner, Ulasan atas 1 Korintus: Kesatuan dalam kepelbagaian, Jakarta Gunung Mulia, 2011
( hal 114-117)

Dalam hukum Yahudi hanya suami lah yang mempunyai hak untuk menciptakan perceraian. Namun
demikian, dan suami sama-sama berada dalam perkawinan Kristen sang istri sekurang-kurangnya
menurut teori harus mempunyai hak yang sama untuk meninggalkan suaminyap sebagaimana
suaminya juga berhak untuk meninggalkannya. Kembali dalam ayat 16 Paulus menyebutkan istri
sebelum suami. Sebagian orang menganggap bahwa Paulus melakukan hal ini karena kebanyakan
orang Kristen yang menikah di Jemaat ini adalah perempuan tetapi hal ini tidak pasti. Juga menarik
bila kita mencatat bahwa syarat untuk bercerai ditetapkan secara spesifik untuk perempuan namun
demikian hal inipun berlaku pula bagi laki-laki. Paulus tahu bahwa perkawinan dapat pecah, tetapi
dalam situasi tersebut pun kehendak tuhan jelas. Bila istri meninggalkan suami nya apapun
alasannya, baiklah Ia tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Secara khusus tak
satupun perkawinan yang boleh diceraikan dengan alasan bahwa salah satu pasangan, atau
keduanya adalah Kristen. Kehendak tuhan ialah bahwa perkawinan tetap tinggal sebagai tatanan
ilahi sejak permulaan nya. Menjadi Kristen tidak pernah dapat dijadikan alasan untuk menceraikan
sebuah perkawinan. Seorang saudara dan pasangannya yang bukan Kristen bila perempuan itu mau
hidup bersama-sama dengan dia. Hal yang sama juga berlaku bagi seorang istri Kristen dan dengan
suami yang tidak percaya perempuan maupun laki-laki sama-sama dimintai pertanggungjawabannya
dalam melestarikan perkawinan mereka bahkan dengan orang-orang yang tidak percaya. Barangkali
beberapa perceraian telah terjadi di Korintus, atau mengancam akan terjadi karena seorang suami
atau istri yang tidak percaya memberikan tekanan khusus kepada pasangannya yang Kristen.
Jawaban Paulus jelas: tak Seorang Kristen pun yang boleh berusaha atau melakukan langkah-langkah
untuk bercerai dengan alasan-alasan keagamaan. Perkawinan tetap merupakan tatanan Allah yang
baik bahkan dengan pasangan yang tidak percaya bahkan perkawinan-perkawinan sekular antara
dua non-kristen termasuk dalam tatanan ini.

Dean Anderson, Tafsiran Perjanjian Baru: surat 1 Korintus membereskan Jemaat Urban yang muda,
Surabaya: Monentum, 2018 ( Hal 144-145)

Peringatan Yesus, bahwa menikahi orang yang telah bercerai pada intinya adalah perbuatan zina
diterapkan Paulus di sini dalam larangan untuk menikah lagi jikalau orang bercerai. Yang penting
disini ialah menginisiasi situasi bahwa perceraian sipil tidak secara otomatis diterima Allah sebagai
perceraian yang resmi. Sebab itu di mata Allah, pernikahan untuk kedua kali sebenarnya merupakan
kelakuan berzinah. Jika salah satu dari pasangan suami istri telah meninggal, maka perkawinan untuk
kedua kali diperbolehkan (bdj. 7:8- 9:39). Dua aspek nasihat Paulus sangat menarik. Pertama yang
mencolok bahwa dia tidak menuntut supaya pasangan orang percaya setelah bercerai mengambil
kembali istri yang sudah ditalak. Perdamaian dan rujuk hanya di singgung sebagai kemungkinan yang
baik.
Akibat perceraian

Bila terjadi perceraian, yang paling menyedihkan, yang paling menderita ialah anak-anak mereka
karena mereka harus berpisah satu dengan yang lain dan dari salah satu orang tua mereka. Karena
itulah yang paling menentukan ciptakan hati Tuhan tentang hati anak-anak itu. ( J. Wesley Brill,
Tafsiran Surat Korintus Pertama. Bandung: Kalam Hidup, 2003 Hal 140-141)

Pernikahan bukanlah penemuan manusia tetapi merupakan lembaga ilahi karena itu harus
diperhatikan dengan segala kesalahan dan lebih dari itu karena pernikahan itu merupakan kiasan
yang penuh misteri mengenai kesatuan yang tak terpisahkan antara Kristus dan gerejaNya. Dapat
disimpulkan bahwa laki-lakitidka boleh menjauhkan diri dari istrinya, karena Allah telah
mendekatkan mereka sedemikian rupa. Ikatan yang telah diikat oleh Allah Sendiri tidak boleh
dilepaskan begitu saja.

Perceraian tidak diperbolehkan, kecuali terjadi perzinahan yang merusak perjanjian pernikahan
itu.

Anda mungkin juga menyukai