Anda di halaman 1dari 36

ARSITEKTUR INDONESIA

PASKA KEMERDEKAAN RI
PERTEMUAN #02| Semester Genap | TA. 2021 – 2022 | Dewi Fadilasari, ST., MT.
ARSITEKTUR MASA KOLONIAL
RUNTUHNYA EMPIRE STYLE – ETIKA POLITIK – ARSITEKTUR INDIES
Sejarah Arsitektur Bagian Penting Pendidikan Arsitek
• Terdapat versi sejarah yang berbeda-beda untuk dijelajahi dari berbagai perspektif sosial,
budaya, negara dan sebagainya.
• Mempelajari sejarah arsitektur dapat meningkatkan pemahaman tentang diri dan
masyarakat di sekitar kita.
• Dengan memahami masa lalu, kita dapat memahami terbentuknya arsitektur, lingkungan,
dan bagaimana masyarakat berubah dari waktu ke waktu, juga konteks terkait sperti politik,
budaya dan moralitas.
• Jika kita memahami konteks, kita lebih mungkin untuk berempati terhadap keadaan,
mengatasi masalah lebih tepat, dan belajar dari kesalahan.
• Pada tingkat yang lebih akademis, belajar sejarah arsitektur bisa mengembangkan
keterampilan membaca, menulis, meneliti, memberi pendapat, dan menganalisis.
• Disyaratkan International Union of Arcihtecture (UIA) sebagai salah satu kompetensi arsitek
yang harus dipenuhi.
Modernisasi merupakan hasil dari modernisasi
Barat yang terjadi di era Kolonial Belanda.

Kota Modern di Indonesia muncul sebagai kota


yang direncanakan mengikuti teori kota modern
dan oleh arsitek Belanda yang kompeten
(Thomas Karsten, MacLaine Pont)
JADI APAKAH ARSITEKTUR
INDONESIA ITU HASIL DARI
BUDAYA BARAT…???
Menurut Josef Prijotomo :
• Arsitektur Indonesia adalah arsitektur yang
berkembang sejak 1945
• Antara 1800-1945 ➔ arsitektur colonial
• Pra-1800 ➔ arsitektur Nusantara
Sekitar 1905. P.A.J.
Moojen (lulusan
Antwerpen) mengkritik
arsitektur Neo-klasik/
gaya imperial (Empire
Style)di indonesia sebagai
imitasi Neo-Hellenisme
yang tanpa
jiwa dan mati. la
mengusulkan adanya
bagian arsitektur di BOW
untuk meningkatkan
standar bangunan publik.
Moojen merancang Kunstkring tahun 1914
digerbang masuk permukiman Eropa yaitu
Menteng. Moojen membuat kanopi beton
melengkung di atas jendela-jendela, membuat
selasar, untuk beradaptasi dengan iklim tropis.
Henri Maclaine Pont mulai memasukkan
pertimbangan iklim untuk karyanva.
• Arsitek-arsitek yang datang ke Hindia Belanda di awal abad ke-20 menyatu dalam suatu
keinginan untuk tidak lagi menghadirkan wajah arsitektur Empire Style yang mendominasi
bangunan-bangunan pemerintah.
• Arsitek-arsitek Belanda di Indonesia dilanda wabah pembaharuan menantang dominasi
bahasa arsitektur neo-klasik.
• Bagi mereka, gaya arsitektur neo-klasik dengan pilar-pilar Yunani in hanya menampilkan wajah
Eropa yang baku, kaku, dan angkuh, dan ini tidak sesuai dengan zaman baru.
• Sikap pembaharuan ini sesuai dengan reformasi "politik etis“ yang dicanangkan pemerintah
Hindi Belanda.
• "Empire Style" mulai dianggap sebagai simbol masa lalu yang tidak sesuai dengan "politik etis“
yang liberal.
• Penantangan terhadap pilar Yunani bisa juga dilihat sebagai kebangkitan kaum teknokrat
(engineers) di tengah kekuasaan birokrat yang pada umumnya menyukai gaya bangunan
"Empire Style".
• Pemboikotan terhadap "Empire Style" ini ditandai dengan menghilangnya pilar-pilar Yunani
dari gudang kreatifitas arsitek generasi abad ke-20. Sejak awal abad ke-20, bangunan-
bangunan umum dengan “Empire Style" berkurang jumlahnva.
Namun, langgam Empire ini tidaklah hilang.
la hanya tidak lagi memonopoli bangunan
public, tapi tetap digandrungi oleh priyayi
berpangkat, kalangan swasta, dan bahkan
penduduk kampung.
Bila sebelumnya "Empire Style" tampil pada
bangunan-bangunan resmi, seperti
gedung pemerintahan, sekolah dan hotel, maka
pada awal abad ke-20, pilar-pilar Yunani
menjalani kehidupan yang berbeda.
Pada 1930an, misalnya, pengusaha rokok Liem
Seng Kee di Surabaya sudah merasa bebas
"membalut" kolom Yunani Dorik dengan rokok
Jie Sam Soe-nya.
PASAR GAMBIR BATAVIA – LAPANGAN MERDEKA

ARSITEKTUR PADA PAMERAN KOLONIAL


Arsitektur menjadi alat mentransfer dan memodifikasi
ide modernitas di Hindia Belanda. Representasi
arsitektur non-permanen pada pameran kolonial
menjadi perwujudan hubungan kolonial yang
mendorong imajinasi kehidupan modern oleh
masyarakat lokal.

NEGOSIASI RUANG KOLONIAL


Mempertanyakan peran tunggal Belanda dalam
memperkenalkan teknologi dan modernitas menuju
debat yang lebih interaktif tentang arsitektur Indonesia
dalam kondisi kolonial. Upaya Belanda menyebarkan
teknologi dan modernitas menciptakan arsitektur unik
namun peran masyarakat lokal penting yaitu
menciptakan localized modernity.
PASAR GAMBIR BATAVIA – LAPANGAN MERDEKA

PARTISIPASI DALAM MODERNITY


Budaya modern di Hindia Belanda merupakan hasil
localized modernity dan terbentuk melalui partisipasi
publik dalam budaya modern dan menjadi bagian dari
cultural citizenship. Pengunjung kelas menengah Indies
bisa merasakan'kesamaan' dengan kaum Belanda
walau sementara.

EKSPERIMEN ARSITEKTUR & BUDAYA


Pasar Gambir sebagai eksperimen aristektur, sosial dan
budaya yang membantu membentuk budaya modern.
Arsitektur hibrid pada Pasar Gambir menjadi media
yang menyebarkan budaya modern serta bembantu
menegosiasikan ruang budaya dan posisi sosial.
PAMERAN KOLONIAL INTERNASIONAL DAN ETIKA POLITIK BELANDA

Pada Eksibisi Kolonial Internasional di


Paris pada tahun 1931, delegasi
Belanda menyajikan gaya (style)
kolonial yang khas dengan melakukan
eksibisi arsitektur, budaya dan seni
Indies, Menurut delegasi Belanda, yang
membuat praksis kolonial Belanda
berbeda dari negara-negara Eropa
lainnya, adalah "studi yang cermat dan
pemahaman yang mendalam terhadap
kompleksitas budaya-budaya lokal"
(Gouda 1995: 220).
PAMERAN KOLONIAL INTERNASIONAL DAN ETIKA POLITIK BELANDA
• Pavilion Belanda dikagumi oleh jurnalis Prancis sebagai bangunan yang paling menarik dari seluruh
eksibisi.
• Pavilion in dinyatakan sebagai metafora kebanggaan Belanda dalam kemampuannya meng-
harmonis-kan perbedaan politik, budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Frances
Gouda (1995: 194).
• Belanda menyajikan karya yang menunjukkan sintesis antara Timur dan Barat-suatu inovasi dan
kreativitas yang banyak dipuji pengunjung.
• Suatu jurnal kolonial melaporkan bahwa struktur monumental Pavilion Belanda menunjukkan
"komposisi dari berbagai gaya (style) arsitektur yang berbeda yang saling dihubungkan dengan motif-
motif bangunan Belanda; sehingga kita melihat hasil karya sintesis yang menunjukkan hubungan
harmonis antara Belanda dari masyarakat Kepulauan Indonesa" (sebagaimana dikutip dalam Gouda
195: 20).
• Pavilion Belanda itu memadukan gaya candi Hindu dari Bali, gaya atap rumah Minangkabau dari
Sumatra dan motif Jawa dengan batu-batuan dari Borneo sehingga mirip suatu "kolase modernis."
Clifford (1988: 13)
• Kolase itu ingin menunjukkan otoritas kolonial yang mengkombinasikan keragaman budaya-budaya
Netherlands Indies dalam suatu politik yang kompak secara keseluruhan (Gouda 1995:210-11).
• Sensitivitas" terhadap budaya Indonesia mengiringi implementasi Etika Politik Belanda di Indonesia
pada pergantian abad dua puluh (Ricklefs 1993: 151-62).
• Kebijakan in berdasarkan pertimbangan etis dan keinginan untuk menarik keuntungan secara lebih
efisien.
• Terperangkap di antara kebutuhan untuk kemajuan ekonomi dan kewajiban "moral“ untuk menjaga
'humanitas," Menteri Koloni yang baru, A.W.F Idenburg, mendeklarasikan misi baru kolonialisme
Belanda pada tahun 1901:

Tidak untuk menambah kekuasaan, tapi untuk menaikkan penghormatan dan memajukan penduduk
pribumi.
Egoisme bukanlah prinsip dasar kebijakan kolonial kami, namun motivasi etika yang lebih tinggi.
Kekuasaan bukanlah dasar utama, namun misi moral dari masyarakat yang lebih-maju terhadap
negara- negara yang kurang maju yang sebenarnya bukan makhluk yang lebih rendah dibandingkan
orang-orang Barat-bekerja sama dalam satu organisme humanitas
(Idenburg, sebagaimana dikutip dalam Schmutzer 1977: 16-17)
• Etika Politik dilihat sebagai strategi yang inovatif untuk menjaga ketertiban dunia Hindia Belanda.
• Etika Politik mempunyai suatu misi untuk melindungi penduduk pribumi dari serbuan modernitas Barat
dan mengembangkan dunia Indonesia.
• Kebijakan ini bermaksud mendidik dan memajukan populasi Indies dengan memperkenalkan nilai-nilai
pendidikan Eropa modern dan pada saat yang sama mempromosikan peradaban "tradisional" dari
budaya Indonesia.
• Memasuki abad ke-20, komunitas bisnis Belanda merasakan pentingnya sumber daya koloni terutama
di luar Jawa yang perlu dikoordinasi di pusat-pusat pemerintahan di Pulau Jawa dan Sumatra.
• Sehingga perlunya penciptaan ruang yang aman dan damai bagi penduduk Eropa yang makin
meningkat jumlahnya. (Doorn 1983: 11).
• Semua in menunjukkan pentingnya memperkenalkan standar kehidupan bagi setiap penduduk, dari
komunikasi, keseiahteraan hingga kestabilan dan keamanan.
• Etika Politik juga merupakan akibat dari ketakutan terhadap meningkatnya organisasi dan Kelompok-
kelompok sosial politik yang mengembangkan berbagai aliran "nasionalisme" yang mengambil bentuk
anti kolonialisme, (Door 1983: 11)
• Misi arsitek sebagai intelektual pada sat itu adalah bagaimana merepresentasikan
tantangan-tantangan yang dicanangkan Etika Politik.
• Bagaimana menghasilkan suatu gaya arsitektur yang mampu menyatukan persepsi masyarakat
terhadap dunia baru?
• Bagaimana arsitektur berkait dengan sistem kolonialisme baru yang berupaya untuk tampil
lebih efisien, produktif, dan akhirnya lebih manusiawi.
• Dalam kapasitas inilah arsitektur berhadapan dengan politik.
BELANDA RAYA : MODERNISME YANG DIIMPOR

• Dengan menganggap bangunan lokal tidak sesuai dengan prinsip arsitektur, kelompok arsitek
Belanda ini menganggap bahwa Indies hanya bisa maju melalui pendekatan budaya arsitektur
Barat.
• Pendekatan ini berasumsi bahwa koloni selalu tetap berada" di belakang" dan juga "berbeda"
sehingga proses "modernisasi" bisa berjalan.
• Proses modernisasi ini akan mengangkat budaya lokal sementara yang tidak terangkap akan
punah karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
• Menurut kelompok ini, hasil akhir dari Etika Politik adalah terbentuknya suatu negara "Belanda
Tropis - suatu kesatuan dalam ranah politik dan nasional" (sebagaimana dikutip dalam Door
1983: 12).
BELANDA RAYA : MODERNISME YANG DIIMPOR

• Implikasi arsitektural dari "Belanda Tropis" lebih banyak direpresentasikan dalam sejumlah
besar varian bangunan-bangunan dengan referensi arsitektur yang dikembangkan di kota-kota
Eropa.
• Ekspansi arsitektural awal pada koloni ini untuk memenuhi kebutuhan akan bangunan-
bangunan publik, fasilitas-fasilitas komersial, dan perumahan.
• Para arsitek Belanda yang bekerja secara pribadi dan/atau bekerja di Departemen Pekerjaan
Umum di bawah pemerintahan kolonial, menyenangi gaya arsitektur barat dengan sedikit
modifikasi menurut persyaratan iklim.
• Gerakan arsitektur in kemudian menampilkan gaya"modernism internasional" dan "art deco"
sebagai perlawanan terhadap arsitektur klasik Eropa.
• Melalui gaya modern, gerakan ini menyatakan suatu konsep arsitektur sebagai ekspresi artistik
yang mampu melampaui ranah sosial dan politik.
Hotel Savoy Homann, Bandung – A. F. Albers

Vila Isola, Bandung – C. P. Wolff Schoemaker


ARSITEKTUR INDIES: MODERNISME SINKRETIK

• Melalui perlawanan terhadap visi arsitektur Eropa yang berupaya untuk mengatasi
kebudayaan lokal, muncul Gerakan "arsitektur Indies.“
• Gerakan arsitektural yang singkat ini, aktif sekitar tahun 1920-1930-an, dikembangkan
secara sadar oleh sekelompok arsitek yang sejalan dengan intelektual Hindia Belanda
waktu itu, yang mengusulkan suatu ide "masyarakat Indies.“
• Menurut perspektif ini, Indies adalah paduan dari "suatu sintesis dari elemen-elemen
yang bukan khusus 'Indonesia' dan juga bukan khusus 'Belanda,' namun suatu
kombinasi di mana semua kelompok ikut berpartisipasi." (Doorn 1983: 12).
• Gerakan kultural ini berupaya untuk mewujudkan suatu masyarakat colonial "Indies“ yang
baru.
• Strategi budaya yang menyertai kelompok ini ialah, disatu sisi untuk melawan
nasionalisme pribumi yang ada dan, dalam sisi yang lain untuk menghindari provokasi
Belanda terhadap Indies (Door 1983: 11).
ARSITEKTUR INDIES: MODERNISME SINKRETIK

• Visi "arsitektur Indies“ menurut arsitek Belanda Henri Maclaine Pont, ialah
mempertemukan "barat dan timur tanpa saling menekan...”
• Aspirasi in juga dinyatakan oleh P. Berlage (1856-1934). Berlage menformulasikan
"arsitektur Indies" sebagai suatu sintesis dari dua elemen:
1. Elemen pertama adalah spirit modern yang melahirkan pengetahuan rasional dan
intelektual yang universal dan oleh karena itu abadi.
2. Elemen yang kedua adalah estetika spiritual yang spesitik dan oleh karena itu, dimana
pun akan berbeda.
• Bagi Berlage, tugas arsitektur adalah mengintegrasikan kedua elemen yang berbeda.
• Dua anggota Gerakan "arsitektur Indies" Henri Maclaine Pont dan Thomas Karsten
• Pont dan Karsten merupakan produk dari lingkungan intelektual Belanda yang menaruh
simpati dan tertarik dengan budaya-budaya Indonesia.
THOMAS KARSTEN DAN PEMINDAHAN OTORITAS

• Implikasi arsitektural dari Etika Politik dapat dilukiskan melalui salah satu karya terkenal
Thomas Karsten: Teater Rakyat di Semarang pada tahun 1920-an
• Perancangan teater tersebut berkaitan dengan keinginan untuk memamerkan budaya dan
seni Indies.
• Di sini kita akan melihat Teater Rakyat di Semarang sebagai bagian dari wacana arsitektur
Etika Politik untuk membangun bangunan berciri modern tanpa kehilangan identitas
lokalnya.
• Proyek ini bertujuan untuk mempopulerkan pertunjukan wayang kulit supaya ia menjadi
lebih "terkenal, bagus, dan lebih fantastik," (sebagaiman dikutip dalam Jessup 1982a)
• Fungsi sebuah teater modern mau diperkenalkan dalam struktur tradisional Jawa.
• Program rancangannya ialah bagaimana merestorasi "peradaban" Jawa dan
mengadaptasikannya ke dalam selera "modern."
THOMAS KARSTEN DAN PEMINDAHAN OTORITAS

Ada dua operasi yang dilakukan Karsten.

1. Karsten mendesain Teater Rakyat dengan mengambil bentuk"pendapa" dan menata


ruang di dalamnya tanpa mengikut sertakan "pringgitan" dan "dalem.“ Pemisahan
"pendapa" dari tubuh rumah Jawa bisa dilihat sebagai tindakan simbolis pelepasan
pertunjukan Jawa in dari patron kebangsawanan. "Pendapa" harus berdiri sendiri
sebagai "teater" publik.
2. Mengubah sudut pandang dari dua sisi menjadi pandangan satu arah ke panggung.

• Konsep karya Karsten dalam mengkombinasikan paradigma Timur dan Barat bisa dilihat
sebagai suatu upaya untuk mengatasi Orientalisme, dimana budaya Timur dianggap statis.
• Pemikiran progresif dari " arsitektur Indies" menunjukkan kemampuan Timur untuk aktif.
• “Arsitektur Indies" menyajikan jalan tengah dalam upayanya mencari simbol perdamaian
dan pencerahan era baru kolonialisme.
HENRI MACLAINE PONT DAN RASIONALISASI TIPE-TIPE BANGUNAN JAWA

• Henri Maclaine Pot (rekan kerja Thomas Karsten) merasa terdorong untuk mempelajari
gaya, struktur dan dasar-dasar bangunan Jawa melalui suatu analisis yang mengambil
prinsip arsitektur modern.
• Selama a di Belanda, Maclaine Pont menerapkan studi matematik dan fisika terhadap
bangunan-bangunan Jawa dalam upaya meletakkan suatu landasan Teknik arsitektur
modern bagi bangunan Jawa.
• Pont menganalisis konstruksi pendapa dengan teori struktur modern.
• Menurut Pont, hasil analisis ilmiahnya, menunjukkan bahwa tradisi arsitektural lokal
sesuai dengan prinsip-prinsip arsitektur "modern." Hanya beberapa tindakan-tindakan
desain yang diperlukan dalam upaya untuk memasukkan bangunan lokal dalam katagori
arsitektur modern.
HENRI MACLAINE PONT DAN RASIONALISASI TIPE-TIPE BANGUNAN JAWA
HENRI MACLAINE PONT DAN RASIONALISASI TIPE-TIPE BANGUNAN JAWA

• Dari diagram kita bisa melihat suatu evolusi bangunan-bangunan di Jawa, dari suatu tipe
yang "sederhana" ke tipe yang lebih kompleks.
• Berdasarkan analisis teknis in arsitektur Jawa dianggap sebagai berkualitas untuk
memasuki era modern.
• Dalam penjelasan wan Sudradjat (1991: 171-2), studi Maclaine Pont meyakinkannya
bahwa "bangunan Jawa bisa memenuhi kebutuhan masa kini dan sesuai dengan cara
hidup orang Jawa, meskipun bangunan in belum memenuhi prinsip kesehatan modern,
persyaratan ekonomi dan konstruksi, namun melalui modifikasi arsitektural beberapa
penyesuaian dapat dibuat."
VISI-VISI MACLAINE PONT

Maclaine Pont mempunyai dua misi dalam eksperimen-eksperimen arsitekturnya.


1. Pertama adalah upaya untuk mengembangkan dunia arsitektur secara umum
2. Kedua mencari arsitektur yang sesuai di koloni untuk membangun citra masyarakat
Jawa.

• "Arsitektur Indies" nya Pont mengutamakan tanda-tanda yang terlihat (elemen-elemen


formal dari bangunan itu sendiri).
• Teknik ini direpresentasikan dengan baik dalam karya Bandoeng Technische Hoogeschool
(Sekolah Teknik Bandung), sekarang Institut Teknologi Bandung
BANDOENG TECHNISCHE HOOGESCHOOL
• Satu dari aspek yang terpenting dari Etika Politik ialah peningkatan Pendidikan orang Indonesia
• Bandoeng Technische Hoogeschool (ITB) dibangun tahun 1920 di Kota Bandung.
• Untuk bangunan in Henri Maclaine Pont menghasilkan "arsitektur Indies“.
• Maclaine Pot diberi kesempatan memformulasikan rasionalisasi arsitektural bangunan lokal.
• Di tangan Pont dan di bawah dukungan Etika Politik, bangunan itu merupakan institusi modern yang
secara sadar dirancang untuk memamerkan idiom arsitektur local, yang menghormati, melestarikan,
memodernkan dan mengintegrasikan berbagai budaya-budaya setempat dari pulau-pulau di Indonesia.
• Elemen-elemen tradisional ini merupakan bagian sentral dari program perancangan kampus itu.
Bangunan tersebut mengkombinasikan bentuk atap daerah dan bahan-bahan lokal yang didesain
menurut iklim setempat.
• Maclaine Pont memilih beberapa elemen-elemen arsitektural lokal yang dianggap mampu untuk
diterjemahkan "secara luas dan relevan bagi keseluruhan umat manusia" (seperti dikutip dalam Jessup
1985: 144).
• Universitas tersebut disponsori oleh industrialis-industrialis dan didirikan untuk membina tenaga
insinyur Indonesia.
BANDOENG TECHNISCHE HOOGESCHOOL
• Bentuk arsitektur ITB jelas tidak memberi wajah "Eropa.“
• Tampak dan interiornya dilengkapi dengan karya seni dan kerajinan local yang disajikan
menurut prinsip konstruksi modern.
• Pelekukan dan lapisan atap yang didukung oleh struktur lengkung sebenarnya adalah suatu
konstruksi dengan teknologi tinggi yang pada saat it tidak bisa diwujudkan dalam standar
rumah daerah.
• Detil-detil dan sambungan-sambungan kayu, jendela-jendela dan pintu-pintu yang
berornamen, dinding-dinding dengan batu ekspose dan kolom-kolom dikomposis sedemikian
rupa sehingga terasa suatu lingkungan yang mendekati ekspresi alamiah dan sesuai dengan
bahasa lokal.
• Elemen-elemen bangunan dari berbagai daerah itu bisa dikombinasikan secara menyatu
menurut prinsip komposisi arsitektur ala Pont.
• ITB disajikan untuk memamerkan secara visual budaya bangunan local, arsitektur daerah di
angkat menurut pemikiran struktur arsitektur modern.
BANDOENG TECHNISCHE HOOGESCHOOL
• Bentuk arsitektur ITB jelas tidak memberi wajah "Eropa.“
• Tampak dan interiornya dilengkapi dengan karya seni dan kerajinan local yang disajikan
menurut prinsip konstruksi modern.
• Pelekukan dan lapisan atap yang didukung oleh struktur lengkung sebenarnya adalah suatu
konstruksi dengan teknologi tinggi yang pada saat it tidak bisa diwujudkan dalam standar
rumah daerah.
• Detil-detil dan sambungan-sambungan kayu, jendela-jendela dan pintu-pintu yang
berornamen, dinding-dinding dengan batu ekspose dan kolom-kolom dikomposis sedemikian
rupa sehingga terasa suatu lingkungan yang mendekati ekspresi alamiah dan sesuai dengan
bahasa lokal.
• Elemen-elemen bangunan dari berbagai daerah itu bisa dikombinasikan secara menyatu
menurut prinsip komposisi arsitektur ala Pont.
• ITB disajikan untuk memamerkan secara visual budaya bangunan local, arsitektur daerah di
angkat menurut pemikiran struktur arsitektur modern.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Koesno. 2006. Dibalik Pascacolonial Arsitektur, Ruang Kota Dan Budaya Politik Di
Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.
———. 2012. Zaman Baru Generasi Modernis Sebuah Catatan Arsitektur. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Webinar PENGENALAN POLA DASAR ARSITEKTUR INDONESIA, LSAI.
Pembicara 1 : Yulia Nurliani Lukito (Universitas Indonesia)
Pembicara 2 : Mohammad Nanda Widyarta (Universitas Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai