PASKA KEMERDEKAAN RI
PERTEMUAN #02| Semester Genap | TA. 2021 – 2022 | Dewi Fadilasari, ST., MT.
ARSITEKTUR MASA KOLONIAL
RUNTUHNYA EMPIRE STYLE – ETIKA POLITIK – ARSITEKTUR INDIES
Sejarah Arsitektur Bagian Penting Pendidikan Arsitek
• Terdapat versi sejarah yang berbeda-beda untuk dijelajahi dari berbagai perspektif sosial,
budaya, negara dan sebagainya.
• Mempelajari sejarah arsitektur dapat meningkatkan pemahaman tentang diri dan
masyarakat di sekitar kita.
• Dengan memahami masa lalu, kita dapat memahami terbentuknya arsitektur, lingkungan,
dan bagaimana masyarakat berubah dari waktu ke waktu, juga konteks terkait sperti politik,
budaya dan moralitas.
• Jika kita memahami konteks, kita lebih mungkin untuk berempati terhadap keadaan,
mengatasi masalah lebih tepat, dan belajar dari kesalahan.
• Pada tingkat yang lebih akademis, belajar sejarah arsitektur bisa mengembangkan
keterampilan membaca, menulis, meneliti, memberi pendapat, dan menganalisis.
• Disyaratkan International Union of Arcihtecture (UIA) sebagai salah satu kompetensi arsitek
yang harus dipenuhi.
Modernisasi merupakan hasil dari modernisasi
Barat yang terjadi di era Kolonial Belanda.
Tidak untuk menambah kekuasaan, tapi untuk menaikkan penghormatan dan memajukan penduduk
pribumi.
Egoisme bukanlah prinsip dasar kebijakan kolonial kami, namun motivasi etika yang lebih tinggi.
Kekuasaan bukanlah dasar utama, namun misi moral dari masyarakat yang lebih-maju terhadap
negara- negara yang kurang maju yang sebenarnya bukan makhluk yang lebih rendah dibandingkan
orang-orang Barat-bekerja sama dalam satu organisme humanitas
(Idenburg, sebagaimana dikutip dalam Schmutzer 1977: 16-17)
• Etika Politik dilihat sebagai strategi yang inovatif untuk menjaga ketertiban dunia Hindia Belanda.
• Etika Politik mempunyai suatu misi untuk melindungi penduduk pribumi dari serbuan modernitas Barat
dan mengembangkan dunia Indonesia.
• Kebijakan ini bermaksud mendidik dan memajukan populasi Indies dengan memperkenalkan nilai-nilai
pendidikan Eropa modern dan pada saat yang sama mempromosikan peradaban "tradisional" dari
budaya Indonesia.
• Memasuki abad ke-20, komunitas bisnis Belanda merasakan pentingnya sumber daya koloni terutama
di luar Jawa yang perlu dikoordinasi di pusat-pusat pemerintahan di Pulau Jawa dan Sumatra.
• Sehingga perlunya penciptaan ruang yang aman dan damai bagi penduduk Eropa yang makin
meningkat jumlahnya. (Doorn 1983: 11).
• Semua in menunjukkan pentingnya memperkenalkan standar kehidupan bagi setiap penduduk, dari
komunikasi, keseiahteraan hingga kestabilan dan keamanan.
• Etika Politik juga merupakan akibat dari ketakutan terhadap meningkatnya organisasi dan Kelompok-
kelompok sosial politik yang mengembangkan berbagai aliran "nasionalisme" yang mengambil bentuk
anti kolonialisme, (Door 1983: 11)
• Misi arsitek sebagai intelektual pada sat itu adalah bagaimana merepresentasikan
tantangan-tantangan yang dicanangkan Etika Politik.
• Bagaimana menghasilkan suatu gaya arsitektur yang mampu menyatukan persepsi masyarakat
terhadap dunia baru?
• Bagaimana arsitektur berkait dengan sistem kolonialisme baru yang berupaya untuk tampil
lebih efisien, produktif, dan akhirnya lebih manusiawi.
• Dalam kapasitas inilah arsitektur berhadapan dengan politik.
BELANDA RAYA : MODERNISME YANG DIIMPOR
• Dengan menganggap bangunan lokal tidak sesuai dengan prinsip arsitektur, kelompok arsitek
Belanda ini menganggap bahwa Indies hanya bisa maju melalui pendekatan budaya arsitektur
Barat.
• Pendekatan ini berasumsi bahwa koloni selalu tetap berada" di belakang" dan juga "berbeda"
sehingga proses "modernisasi" bisa berjalan.
• Proses modernisasi ini akan mengangkat budaya lokal sementara yang tidak terangkap akan
punah karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
• Menurut kelompok ini, hasil akhir dari Etika Politik adalah terbentuknya suatu negara "Belanda
Tropis - suatu kesatuan dalam ranah politik dan nasional" (sebagaimana dikutip dalam Door
1983: 12).
BELANDA RAYA : MODERNISME YANG DIIMPOR
• Implikasi arsitektural dari "Belanda Tropis" lebih banyak direpresentasikan dalam sejumlah
besar varian bangunan-bangunan dengan referensi arsitektur yang dikembangkan di kota-kota
Eropa.
• Ekspansi arsitektural awal pada koloni ini untuk memenuhi kebutuhan akan bangunan-
bangunan publik, fasilitas-fasilitas komersial, dan perumahan.
• Para arsitek Belanda yang bekerja secara pribadi dan/atau bekerja di Departemen Pekerjaan
Umum di bawah pemerintahan kolonial, menyenangi gaya arsitektur barat dengan sedikit
modifikasi menurut persyaratan iklim.
• Gerakan arsitektur in kemudian menampilkan gaya"modernism internasional" dan "art deco"
sebagai perlawanan terhadap arsitektur klasik Eropa.
• Melalui gaya modern, gerakan ini menyatakan suatu konsep arsitektur sebagai ekspresi artistik
yang mampu melampaui ranah sosial dan politik.
Hotel Savoy Homann, Bandung – A. F. Albers
• Melalui perlawanan terhadap visi arsitektur Eropa yang berupaya untuk mengatasi
kebudayaan lokal, muncul Gerakan "arsitektur Indies.“
• Gerakan arsitektural yang singkat ini, aktif sekitar tahun 1920-1930-an, dikembangkan
secara sadar oleh sekelompok arsitek yang sejalan dengan intelektual Hindia Belanda
waktu itu, yang mengusulkan suatu ide "masyarakat Indies.“
• Menurut perspektif ini, Indies adalah paduan dari "suatu sintesis dari elemen-elemen
yang bukan khusus 'Indonesia' dan juga bukan khusus 'Belanda,' namun suatu
kombinasi di mana semua kelompok ikut berpartisipasi." (Doorn 1983: 12).
• Gerakan kultural ini berupaya untuk mewujudkan suatu masyarakat colonial "Indies“ yang
baru.
• Strategi budaya yang menyertai kelompok ini ialah, disatu sisi untuk melawan
nasionalisme pribumi yang ada dan, dalam sisi yang lain untuk menghindari provokasi
Belanda terhadap Indies (Door 1983: 11).
ARSITEKTUR INDIES: MODERNISME SINKRETIK
• Visi "arsitektur Indies“ menurut arsitek Belanda Henri Maclaine Pont, ialah
mempertemukan "barat dan timur tanpa saling menekan...”
• Aspirasi in juga dinyatakan oleh P. Berlage (1856-1934). Berlage menformulasikan
"arsitektur Indies" sebagai suatu sintesis dari dua elemen:
1. Elemen pertama adalah spirit modern yang melahirkan pengetahuan rasional dan
intelektual yang universal dan oleh karena itu abadi.
2. Elemen yang kedua adalah estetika spiritual yang spesitik dan oleh karena itu, dimana
pun akan berbeda.
• Bagi Berlage, tugas arsitektur adalah mengintegrasikan kedua elemen yang berbeda.
• Dua anggota Gerakan "arsitektur Indies" Henri Maclaine Pont dan Thomas Karsten
• Pont dan Karsten merupakan produk dari lingkungan intelektual Belanda yang menaruh
simpati dan tertarik dengan budaya-budaya Indonesia.
THOMAS KARSTEN DAN PEMINDAHAN OTORITAS
• Implikasi arsitektural dari Etika Politik dapat dilukiskan melalui salah satu karya terkenal
Thomas Karsten: Teater Rakyat di Semarang pada tahun 1920-an
• Perancangan teater tersebut berkaitan dengan keinginan untuk memamerkan budaya dan
seni Indies.
• Di sini kita akan melihat Teater Rakyat di Semarang sebagai bagian dari wacana arsitektur
Etika Politik untuk membangun bangunan berciri modern tanpa kehilangan identitas
lokalnya.
• Proyek ini bertujuan untuk mempopulerkan pertunjukan wayang kulit supaya ia menjadi
lebih "terkenal, bagus, dan lebih fantastik," (sebagaiman dikutip dalam Jessup 1982a)
• Fungsi sebuah teater modern mau diperkenalkan dalam struktur tradisional Jawa.
• Program rancangannya ialah bagaimana merestorasi "peradaban" Jawa dan
mengadaptasikannya ke dalam selera "modern."
THOMAS KARSTEN DAN PEMINDAHAN OTORITAS
• Konsep karya Karsten dalam mengkombinasikan paradigma Timur dan Barat bisa dilihat
sebagai suatu upaya untuk mengatasi Orientalisme, dimana budaya Timur dianggap statis.
• Pemikiran progresif dari " arsitektur Indies" menunjukkan kemampuan Timur untuk aktif.
• “Arsitektur Indies" menyajikan jalan tengah dalam upayanya mencari simbol perdamaian
dan pencerahan era baru kolonialisme.
HENRI MACLAINE PONT DAN RASIONALISASI TIPE-TIPE BANGUNAN JAWA
• Henri Maclaine Pot (rekan kerja Thomas Karsten) merasa terdorong untuk mempelajari
gaya, struktur dan dasar-dasar bangunan Jawa melalui suatu analisis yang mengambil
prinsip arsitektur modern.
• Selama a di Belanda, Maclaine Pont menerapkan studi matematik dan fisika terhadap
bangunan-bangunan Jawa dalam upaya meletakkan suatu landasan Teknik arsitektur
modern bagi bangunan Jawa.
• Pont menganalisis konstruksi pendapa dengan teori struktur modern.
• Menurut Pont, hasil analisis ilmiahnya, menunjukkan bahwa tradisi arsitektural lokal
sesuai dengan prinsip-prinsip arsitektur "modern." Hanya beberapa tindakan-tindakan
desain yang diperlukan dalam upaya untuk memasukkan bangunan lokal dalam katagori
arsitektur modern.
HENRI MACLAINE PONT DAN RASIONALISASI TIPE-TIPE BANGUNAN JAWA
HENRI MACLAINE PONT DAN RASIONALISASI TIPE-TIPE BANGUNAN JAWA
• Dari diagram kita bisa melihat suatu evolusi bangunan-bangunan di Jawa, dari suatu tipe
yang "sederhana" ke tipe yang lebih kompleks.
• Berdasarkan analisis teknis in arsitektur Jawa dianggap sebagai berkualitas untuk
memasuki era modern.
• Dalam penjelasan wan Sudradjat (1991: 171-2), studi Maclaine Pont meyakinkannya
bahwa "bangunan Jawa bisa memenuhi kebutuhan masa kini dan sesuai dengan cara
hidup orang Jawa, meskipun bangunan in belum memenuhi prinsip kesehatan modern,
persyaratan ekonomi dan konstruksi, namun melalui modifikasi arsitektural beberapa
penyesuaian dapat dibuat."
VISI-VISI MACLAINE PONT
Abidin Koesno. 2006. Dibalik Pascacolonial Arsitektur, Ruang Kota Dan Budaya Politik Di
Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.
———. 2012. Zaman Baru Generasi Modernis Sebuah Catatan Arsitektur. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Webinar PENGENALAN POLA DASAR ARSITEKTUR INDONESIA, LSAI.
Pembicara 1 : Yulia Nurliani Lukito (Universitas Indonesia)
Pembicara 2 : Mohammad Nanda Widyarta (Universitas Indonesia)