Isi Makalah MSP
Isi Makalah MSP
Dosen Pembimbing :
Rusmida Jun Harapan H., SE.,M.Si (0230066801)
Disusun Oleh :
Ikromahayanti (2001120511.P)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Sistem Pengendalian
Manajemen Sektor Publik. Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik oleh
karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
mengucapkan limpah terima kasih kepada ibu dosen mata kuliah Sistem
Pengendalian Manajemen Sektor Publik, orang tua, serta teman-teman yang
sudah berkontribusi membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................................ 2
BAB II ISI.......................................................................................................... 3
A. Pengendalian Tindakan..................................................................................................... 3
B. Pengendalian Tindakan dan Masalah Pengendalian.......................................................... 6
C. Pencegahan Versus Deteksi............................................................................................... 6
D. Kondisi Menentukan Efektivitas Pengendalian Tindakan................................................ 7
E. Pengendalian Personel....................................................................................................... 9
F. Pengendalian Budaya........................................................................................................ 11
G. Pengendalian Personel/Budaya dan Masalah Pengendalian............................................. 15
H. Efektivitas Pengendalian Personel/Budaya....................................................................... 15
I. Studi Kasus....................................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP........................................................................................... 21
A. Kesimpulan........................................................................................................................ 21
B. Saran.................................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 22
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian hasil bukan hanya satu-satunya bentuk
pengendalian. Perusahaan dapat menambah atau mengganti
pengendalian hasil dengan bentuk pengendalian lainnya dengan tujuan
untuk membuat karyawan bertindak sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan.
Salah satu jenis pengendalian, pengendalian tindakan, ialah
memastikan karyawan melakukan (atau tidak melakukan) tindakan
tertentu yang dinilai dapat menguntungkan (merugikan) perusahaan.
Meskipun peengendalian tindakan lazim digunakan dalam perusahaan,
tetapi wujud pengendalian ini tidak selalu efektif untuk setiap situasi.
Pengendalian tindakan hanya tepat digunakan ketika manajer
mengetahui tindakan apa yang diinginkan (tidak diinginkan) dan bisa
memastikan bahwa tindakan yang diinginkan (tidak diinginkan)
tersebut terjadi (tidak terjadi).
Kedua, pengendalian personel, didesain untuk membuat karyawan
dapat melakukan tugas yang diinginkan dengan memuaskan secara
mandiri karena mereka adalah karyawan yang berpengalaman, jujur,
dan pekerja keras. Melakukan tugas dengan baik juga dapat
menimbulkan rasa realisasi-diri dan kepuasan pada karyawan.
Terakhir, pengendalian budaya diciptakan guna membentuk
norma perilaku perusahaan dan guna mendorong karyawan untuk
memantau dan memengaruhi perilaku antara satu karyawan dan
karyawan lain.
Pengendalian tindakan, personel, dan budaya adalah bagian dari
setiap SPM. Pada beberapa perusahaan, pengendalian-pengendalian ini
sangat penting sehingga mereka disebut sebagai bentuk pengendalian
yang dominan.
2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Pengendalian Tindakan?
2. Bagaimana dengan pengendalian tindakan dan masalah pengendalian?
3. Bagaimana tindakan pencegahaan versus deteksi dilakukan?
4. Bagaimana kondisi yang menentukan efektivitas pengendalian
tindakan?
5. Apa yang dimaksud dengan Pengendalian Personel?
6. Apa yang dimaksud dengan Pengendalian Budaya?
7. Bagaimana dengan pengendalian personel/budaya dan masalah
pengendalian?
8. Bagaimana efektivitas pengendalian personel/budaya?
9. Bagaimana dengan studi kasus yang berkaitan dengan materi ini?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu Pengendalian Tindakan.
2. Untuk memahami bagaimana pengendalian tindakan dan masalah
pengendalian.
3. Untuk mengetahui tindakan pencegahan versus deteksi.
4. Untuk memahami kondisi yang menentukan efektivitas pengendalian
tindakan.
5. Untuk mengetahui apa itu Pengendalian Personel.
6. Untuk mengetahui apa itu Pengendalian Budaya.
7. Untuk memahami pengendalian personel/budaya dan masalah
pengendalian.
8. Untuk memahami kondisi yang menentukan efektivitas pengendalian
personel/budaya.
9. Untuk memahami studi kasus yang berkaitan dengan materi ini.
1
BAB II
ISI
A. PENGENDALIAN TINDAKAN
Pengendalian tindakan adalah bentuk paling langsung dari
pengendalian manajemen karena meliputi pengambilan langkah-
langkah tertentu untuk memastikan karyawan bertindak sesuai dengan
keinginan perusahaan dengan membuat tindakan karyawan sendiri
sebagai fokus pengendalian. Pengendalian tindakan memiliki 4 bentuk
dasar, yaitu ;
1. Pembatasan Perilaku
Pembatasan perilaku merupakan sebuah bentuk pengendalian
tindakan yang bersigat “negatif” atau “memaksa”. Pembatasan
dapat diterapkan secara fisik atau administratif. Sebagian besar
perusahaan menggunakan beragam bentuk pembatasan fisik,
termasuk mengunci meja, memasang kata sandi untuk komputer,
dan membatasi akses karyawan ke area-area tertentu. Beberapa
pembatasan perilaku menggunakan peralatan yang canggih dan
seringkali mahal.
Pembatasan administratif, dapat pula digunakan untuk
membatasi kemampuan karyawan untuk melksanakan seluruh atau
hanya sebagian porsi dari tugas maupun tindakan tertentu. Suatu
bentuk umum dari pengendalian administratif mencakup
pembatasan otoritas dlam pengambilan keputusan. Bentuk umum
lainnya dari pemgendalian administratif biasnya merujuk pada
pemisahan tugas. Hal ini meliputi memecah tugas yang diperlukan
untuk menyelesaikan pekerjaan yang perlu penanganan khusus,
sehingga tidak memungkinkan seseorang, atau setidaknya
menylitkan seseorang, untuk menyelesaikan tugas tertentu seorang
diri.
2
Pemisahan tugas adalah salah satu syarat dasar pengendalian
internal, yaitu suatu istilah yang berorientasi pada pengendalian
yang digunakan oleh mereka yang bekerja di bidang auditing.
Akan tetapi, efektifitas dari pemisahan tugas ini dikatakan
terbatas, sebab pemisahan tugas tidak dapat menghilangkan
kemungkinan terjadinya kolusi secara menyeluruh, seperti diantara
mereka yang bertugas menerima cek dan yang bertanggung jawab
terhadap entri pembayaran.
Pengendalia internal yang tidak memadai akan meningkatkan
resiko terjadinya penipuan dan kesalahan tindakan. Terkadang
pembatasan fisik dan administratif dapat dikombinasikan dengan
suatu istilah yang disebut sebagai poka-yokes yang dirancang
untuk membuat suatu proses atau sistem menjadi foolproof. Poka-
yokes adalah tahapan yang dibangun ke dalam sebuah proses
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari urutan tahap yang
benar, yakni suatu tindakan tertentu harus diselesaikan terlebih
dahulu sebelum lanjut ke tahap berikutnya.
2. Penilaian Pratindakan
Penilaian pertindakan mencakup adanya penyelidikan kritis
terhadap rencana tindakan dari para karyawan yang
dikendalikan. Penilaian dapat menyetujui atau tidak tindakan
yang diajukan, meminta dilakukannya modifikasi atau perubahan,
maupun meminta agar perencanaannya dirancang lebih saksama
lagi sebelum memberikan persetujuan akhir. Bentuk umum dari
penilaian pertindakan berlangsung selama proses perencanaan dan
penganggaran yang ditandai oleh berbgai level penilaian terhadap
tindakan dan anggaran yang direncanakan pada level organisasi
yang lebih tinggi.
3. Akuntabilitas Tindakan
Akuntabilitas tindakan ialah meminta karyawan untuk
1
bertanggungjawab atas tindakan yang mereka lakukan. Agar bisa
diterapkan dengan baik, pengendalian akuntabilitas tindakan
membutuhkan hal-hal berikut :
2
akan diperhatikan dan diberi imbalan atau hukuman.
4. Redundansi
Redundansi meliputi penguasaan lebih banyak karyawan untuk
melakukan suatu tugas debandingkan jumlah yang sesungguhnya
dibutuhkan, atau setidaknya menyediakan karyawan cadangan,
juga dapat dikatakan sebagai pengendalian tindakan sebab hal ini
dapat meningkatkan keungkinan akan terselesaikannya tugas
dengan memuaskan, redundansi biasa terjadi di fasilitas komputer,
fungsi keamanan, dan operasi-operasi penting lainnya. Namun,
redundansia jarang dipakai diarea kerja lain karena biayanya yang
mahal. Terlebih, penugasan lebih dari satu orang karyawan untuk
tugas yang sama biasanya menimbulkan konflik, frustrasu,
dan/atau rasa bosan.
B. PENGENDALIAN TINDAKAN DAN MASALAH
PENGENDALIAN
Pengendalian tindakan dapat berjalan baik karena, Sama halnya
dengan tipe pengendalian lain, pengendalian tindakan berhubungan
dengan satu atau lebih dari tiga masalah dasar pengendalian.
1
Pembatasan perilaku mulanya efektif untuk menghilangkan
masalah motivational. Karena penilaian ini sering melibatkan
komunikasi kepada karyawan mengenai hal apa saja yang diinginkan
oleh perusahaan, maka penilaian ini pun dapat membantu meringankan
kurangnya pengarahan dalam perusahaan. Penilaian ini juga dapat
memberikan motivasi, sebab ancaman yang dilaksanakannya terhadap
penilaian tindakan karyawan biasanya menuntut adanya perhatian
ekstra dalam persiapan proposal biaya, anggaran atau perencanaan
tindakan. Penilaian ini dapat mencegah terjadinya kesalahan maupun
tindakan merugikan lainnya.
Pengendalian akuntabilitas tindakan dapat pula berhubungan
dengan semua masalah pengendalian. Rincian mengenai tindakan yang
diinginkan dapat membantu mengarahkan dan mengurangi ragam
pembatasan perorangan akibat keterampilan atau pengalaman yang
tidak mencukupi. Adanya imbalan dan hukuman membantu memberi
motivasi.
Penerapan redundansi relatif terbatas. Redundansi awalnya
efektif dalam membantu menyelesaikan tugas khusus jika terdapat
keraguan mengenai apakah karyawan yang ditugaskan untuk
pekerjaan tersebut benar-benar termotivasi untuk melakukan pekerjaan
secara memuaskan, ataukah ia memang mampu untuk melakukannya.
1
Tabel 3.2 Contoh pengendalian tindakan yang diklasifikasikan berdasarkan
tujuan
Tipe pengendalian Tujuan pengendalian
Pencegahan Deteksi
tindakan
Pembatasan perilaku Mengunci aset berharga Tidak tersedia
membagi tugas
Penilaian pratindakan Persetujuan biaya penilaian Tidak tersedia
anggaran
Akuntabilitas Kebijakan pro spesifikasi terkait Audit internal yang
tindakan dengan harapan dan imbalan dan berorientasi pada kebutuhan
hukuman rekonsiliasi kas penilaian
rekan kerja
Redundansi Menugaskan banyak orang untuk Tidak tersedia
satu tugas penting
2
mengetahui tindakan apa yang diinginkan ialah dengan
mendapatkan informasi dari orang lain, khususnya untuk
keputusan strategis.
2. Kemampuan untuk memastikan bahwa tindakan yang
diinginkan sudah dilakukan
Mengetahui bahwa tindakan yang diinginkan ternyata tidak
memadai untuk memastikan pengendalian yang baik; perusahaan
harus mampu memastikan atau mengobservasi bahwa tindakan
yang diinginkan sudah dilakukan. Kemampuan ini bervariasi di
antara pengendalian tindakan yang berbeda.
Pelacakan tindakan sering memberikan tantangan signifikan
yang harus dihadapi dalam membuat pengendalian akuntanbilitas
tindakan berjalan efektif. Biasanya beberapa tindakan dapat
dilacak meskipun ketika tindakan karyawan tidak dapat di
observasi langsung. Tetapi, pelacakan ini tidak selalu efektif.
Kriteria yang harus dipakai untuk menilai apakah pelacakan
tindakan sudah berlangsung efektif terdiri atas ketepatan,
objektivitas, ketepatan waktu, dan kemampuan memahami. Jika
beberapa kualitas pengukuran ini tidak dapat dicapai,
pengendalian akuntanbilitas tindakan tidak akan efektif dalam
membangkitkan perilaku yang diinginkan.
E. PENGENDALIAN PERSONEL
Pengendalian personel membangun kecenderungan alami karyawan
untuk mengendalikan atau memotivasi diri mereka sendiri.
Pengendalian personel memiliki tiga tujuan. Pertama, beberapa
pengendalian personel membantu mengklarifikasikan harapan.
Pengendalian ini membantu memastikan bahwa tiap karyawan
memahami apa yang diinginkan perusahaan. Kedua, beberapa
pengendalian personel membantu memastikan bahwa tiap karyawan
mampu melakukan pekerjaan dengan baik; bahwa mereka mempunyai
1
kemampuan (seperti pengalaman, kepandaian) dan sumber daya
(seperti informasi dan waktu) yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan. Ketiga, beberapa pengendalian personel meningkatkan
kemungkinan bahwa tiap karyawan akan terlibat dalam self-
monitoring. Self-monitoring terbilang efektif sebab kebanyakan orang
memiliki hati nurani yang membimbing mereka untuk melakukan hal
yang baik dan mampu melahirkan perasaan positif akan rasa hormat
kepada diri sendiri (self-respect) dan kepuasan saat mereka melakukan
pekerjaan dengan baik serta menyaksikan keberhasilan perusahaan.
Self-monitoring telah didiskusikan dalam literatur manajemen dengan
berbagai label, termasuk motivasi intrinsik dan loyalitas.
Pengendalian personel dapat diimplementasikan melalui (1) seleksi
dan penempatan,
(2) pelatihan, dan (3) desain pekerjaan dan resourcing. Dengan kata
lain, menemukan orang yang tepat untuk melakukan pekerjaan
tertentu, melatih mereka, dan memberikan mereka lingkungan kerja
yang baik serta sumber daya yang dibutuhkan, cenderung dapat
meningkatkan kemungkinan akan dilakukannya pekerjaan dengan
baik.
1. Seleksi dan penempatan
Perusahaan mencurahkan seluruh waktu dan upaya untuk
menyeleksi dan menempatkan karyawan. Sebuah literatur
mempelajari dan menjelaskan cara terbaik untuk mencapainya.
Umumnya isi dalam literatur tersebut menjelaskan peramal-
peramal kesuksesan yang mungkin, seperti pendidikan,
pengalaman, keberhasilan masa lalu, dan kepribadian serta
keterampilan sosial.
Seleksi karyawan sering meliputi pengecekan referensi
terhadap karyawan baru, yang dalam beberapa tahun terakhir telah
ditingkatkan oleh banyak perusahaan sebagai respons terhadap
meningkatnya kekhawatiran akan keamanan tempat kerja.
2
Semakin banyak teknik seleksi karyawan yang canggih telah
dikembangkan dan digunakan. Beberapa perusahaan telah
memilih untuk menganalisis tulisan tangan dari karyawan yang
potensial atau menggunakan tes poligraf sebagai upaya untuk
menyingkirkan karyawan yang rawan bekerja dengan buruk.
Perusahaan-perusahaan yang mengharuskan calon karyawan untuk
menempuh wawancara yang sangat lama dengan perusahaan
penyedia jasa sumber daya manusia yang ada di luar perusahaan,
atau untuk mengikuti tes tertulis, maupun keduanya. Walau
evaluasi ini terbilang mahal, tapi biaya dan kerugiannya jauh lebih
kecil dibandingkan kerugian yang akan ditanggung perusahaan bila
mempekerjakan karyawan yang “kurang sesuai” dengan
perusahaan.
2. Pelatihan
Pelatihan adalah cara umum lainnya untuk meningkatkan
kemungkinan karyawan melakukan pekerjaan dengan baik.
Pelatihan dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai
tindakan atau hasil seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan
dan cara terbaik untuk melaksanakan suatu tugas. Pelatihan dapat
juga memberi dampak motivasional yang positif sebab karyawan
dapat diberikan rasa profesionalisme yang lebih besar, dan mereka
sering kali lebih terpancing untuk melakukan pekerjaan dengan
baik jika pekerjaan tersebut mereka pahami.
Banyak perusahaan menggunakan program pelatihan formal,
seperti dalam pengaturan ruang kelas, untuk meningkatkan
keterampilan personel mereka dan juga tidak sedikit pelatihan yang
dilakukan secara informal, misalnya dengan mengadakan
pendampingan karyawan. Melalui pendampingan, “anda akan
memperoleh wawasan (dari) waktu tatap muka langsung bahwa
tidak ada yang tidak bisa diberikan oleh laporan penelitian pasar
kepada anda, dan jika mentor sedang beruntung, (dia) mungkin
1
saja akan mempelajari satu atau dua hal lain (sekaligus).
F. PENGENDALIAN BUDAYA
Pengendalian budaya didesain untuk mendukung pemantauan bersama
(mutual monitoring). Sebuah tekanan kuat dari suatu kelompok
terhadap individu yang menyimpang dari norma dan nilai
kelompok. Pada beberapa budaya kolektif seperti Jepang, insentif
untuk menghindari segala sesuatu yang dapat mempermalukan diri
sendiri dan keluarga merupakan hal yang terpenting. Demikian hanya
beberapa Negara, terutama di Asia Tenggara, kesepakatan bisnis
2
kadang disetujui hanya dengan persetujuan verbal. Dalam contoh ini
kewajiban social dan moral yang dominan lebih kuat dibandingkan
kontrak secara legal. Pengendalian yang kuat yang ditimbulkan oleh
proses pemantauan bersama juga terdapat dalam perusahan tunggal.
Pengendalian budaya akan bekerja paling efektif jika anggota
kelompok memiliki keterkaitan social atau emosional antara satu sama
lain.
Budaya dibangun atas tradisi, norma, kepercayaan, nilai, ideologi,
sikap dan cara berperilaku bersama. Norma budaya mirip sekali
dengan peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur perilaku
karyawan. Budaya relatif tetap dari waktu ke waktu, meski tujuan dan
strategi beradaptasi seperlunya terhadap perubahan kondisi bisnis.
Dalam kasus ini budaya perusahaan yang kuat dan fungsional
memengaruhi karyawan untuk bekerja sama dalam modal yang
sinergis. Namun hal ini juga menunjukan bahwa meski pengarahan
dan kekompakan memberikan manfaat tertentu, budaya yang kuat
terkadang dapat menjadi sumber terjadinya inersia yang dapat
mengalangi perubahan dan adaptasi yang diperlukan dalam
lingkungan yang bekerja cepat.
Budaya perusahaan dapat dibentuk dalam banyak cara, baik
lewat kita maupun contoh meliputi kode etik, penghargaan kelompok,
transfer atas perusahaan, pengaturan fisik, dan social, tone at the top.
1. Kode Etik
Kebanyakan perusahan dengan ukuran diatas minimal berupaya
untuk membentuk budaya perusahaan mereka melalui kode
tingkah laku, kode etika, kredo perusahaan, atau pernyataan misi,
visi, ataupun filosofi manajemen. Dokumen tertulis yang formal
tersebut memberikan pernyataan umum akan nilai perusahan,
komitmen kepada pemegang kepentingan, dan keinginan pihak
manajemen mengenai bagaimana seharusnya perusahaan
berfungsi. Kode didesain untuk membantu karyawan memahami
1
perilaku apa yang diharapkan meski tidak ada peraturan yang
spesifik; itupun kodenya. Kode ini dapat meliputi pesan penting
mengenai dedikasi terhadap kualitas maupun kepuasan pelanggan
perlakuan yang adil pada karyawan dan pelanggan, keamanan
karyawan inovasi, pengambilan resiko, ketataan pada prinsip etis,
komunikasi yang terbuka, dan kesediaan untuk berubah. Bentuk
kode tingkah laku dapat bervariasi antara perusahaan. Selain
pernyataan kebijakan umum, yang dielaborasi seperlunya oleh
hampir semua kode tingkah laku, beberapa kode memberikan
panduan untuk isu tertentu, jika panduan yang demikian
disertakan, maka rincian perilaku akan dapat menunjukan bentuk
pengendalian akuntabilitas tindakan karena karyawan yang
melanggar akan mendapat teguran.
Bukti terbaru mengindikasikan bahwa mayoritas (86%) dari 200
perusahaan fortune global memiliki kode bisnis; yaitu angka
adopsi kode telah meningkat dua kali lipat selama 10 tahun
terakhir; dan kode etik lama sedang diperbaharui. Rincinya, 2/3
dari perusahaan yang telah memiliki kode etik selama lebih dari 3
tahun telah memperbaharui kode etiknya dalam tiga tahun terakhir.
Survei juga mengindikasikan bahwa tiga dorongan paling utama
dari adopsi kode etik ialah untuk mengikuti persyaratan hukum.
Untuk menciptakan budaya perusahaan bersama, dan untuk
melindungi atau memperbaiki reputasi perusahaan. Nilai-nilai
yang paling umun dikutip dan ditanamkan dalam kode etik ialah
integritas, kerja sama, rasa hormat inovasi, dan fokus pada klien.
Kode etik paling sering ditunjukan pada karyawan, tanggug jawab
perusahaan terhadap pemegang saham hanya dibicarkan hanya
dibicarakan dalam porsi kurang dari setengah bahasa kode lebih
dari 70% membicarakan tanggung jawab karyawan terkait dengan
informasi rahasia, keakuratan laporan (penipuan), perlindungan
terhadap properti perusahaan dan terkait pula dengan pemberian
2
hadiah dan hiburan. Mayoritas kode etika berisikan kombinasi
dari prinsip dan peraturan yaitu 13% dari kode berlandaskan pada
prinsip 35% berlandaskan pada peraturan dan 52% lainnya adalah
gabungan keduanya.
2. Imbalan kelompok
Penyediaan imbalan atau insentif yamg didasarkan pada
pencapaian kolektif juga mendukung pengendalian budaya.
Rencana insentif yang berdasarkan pada pencapaian kolektif
tersebut bisa berwujud dalam berbagai bentuk. Contoh umumnya
adalah bonus, pembagian laba,(profit-sharing) atau pembagian
keuntungan (gain- sharing) yang menberikan kompensasi
berdasarkan pada kinerja perusahaan atau entitas secara
keseluruhan (ahli-ahli secara individu ) berkenang dengan
keuntungan atau reduksi biaya (cost reductions) mendorong
adanya kepemilikan yang besar oleh karyawan terhadap saham
perusahaan, dengan komunikasi perusahaan yang efektif untuk
membuat karyawan tetap antusias dan mendapat informasi, yang
memengaruhi semua karyawan untuk berpikir layaknya pemilik.
Menurut Sarah MCarteney-fry, anggota parlemen dari All Party
Parliamentery terdapat kenaikan suku bunga dalam bisnis yang
dimiliki oleh karyawan secara substansial atau mayoritas,
perusahaan yang dimiliki bersama tampak mahir dalam mengelola
inovasi dan perubahan serta didukung oleh tingginya keterlibatan
karyawan yang produktif. Bukti menunjukan bahwa perencanan
insentif yang didasarkan pada kelompok menciptakan budaya
kepemilikan dan keterlibatan terdapat keuntungan bersama antara
perusahaan dan karyawan. Khususnya, sebuah kajian dari 70 studi
selama lebih dari 25 tahun menemukan bahwa baik kepemilikan
karyawan maupun program pembagian laba mampu meningkatkan
produktif mengenai karyawan, kinerja perusahan, dan tingkat
ketahanan perusahaan.
1
Bukti lain dari keberhasilan imbalan kelompok berasal dari
pekerjaan yang menggambarkan pengalaman perusahaan dengan
program yang dikenal sebagi open book management (OBM) yaitu
ketika imbalan kelompok merupakan unsur penting. Tujuan dari
OBM:
2
I.STUDI KASUS
1
1. PERUSAHAAN
2
utama yang di alih dayakan (Outsource) ialah konstruksi.
Pengawas konstruksi di RBH mengawasi para pemimpin.
2. AKUISISI LAHAN
Sifat permintaan;
Lokasi;
Hak;
Infrastruktur;
Desain produk;
1
Gambaran pasar;
Pertimbangan lingkungan;
Biaya pengembangan;
Informasi sekolah;
Evaluasi risiko;dan,
Proyeksi keuangan.
Banyak dari proposal yang terperinci tersebut yang terdiri atas 100
atau lebih halaman dan seringkali menyertakan peta lengkap,
sketsa produk, dan kutipan dari laporan konsultan.
2
3. LOKASI PLATINUM POINTE
1
perusahaan konsultan ditugaskan untuk menyiapkan laporan
mengenai proyeksi dari biaya kebutuhan untuk mengembangkan
tempat. Perusahaan konsultan yang satu lagi ditugaskan untuk
menyiapkan studi pemasaran yang memberikan perkiraan angka
mengenai penetapan harga dan absorption yang didasarkan pada
analisis terhadap penawaran dan peramal kompetitif dari trend
pasar dalam area geografis.
2
mendetail tersebut. Modifikasi apa yang harus mereka lakukan
untuk menurunkan IRR yang dibutuhkan atau untuk meningkatkan
IRR yang ter proyeksi guna memastikan bahwa proyek akan
disetujui?
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam materi ini, saya memberikan penjelasan tentang tipe
pengendalian yang paling langsung, pengendalian tindakan, yang
memiliki sejumlah bentuk yang berbeda, yaitu pembatasan perilaku,
penilaian pratindakan, akuntabilitas tindakan, dan redundansi.
Pengendalian tindakan merupakan tipe pengendalian manajemen
paling langsung sebab pengendalian tindakan memastikan perilaku
tepat yang ditampilkan oleh orang-orang yang harus diandalkan oleh
perusahaan dengan berfokus langsung pada tindakan mereka. Kami
juga menjelaskan pengendalian personel dan budaya, yakni
manajer mendorong salah satu atau kedua kekuatan positif yang
biasanya terdapat dalam perusahaan, yaitu pemantauan diri dan
pemantauan bersama. Kekuatan-kekuatan ini dapat ditingkatkan
dengan berbagai cara, termasuk seleksi dan penempatan personel yang
efektif, pelatihan, desain pekerjaan dan penyediaan sumber daya
yang dibutuhkan, kode etik, imbalan kelompok, transfer
antarperusahaan. Pengaturan fisik dan sosial, dan tone
at the top.
Pengendalian budaya dan personel, yang terkadang merujuk
pada pengendalian yang lunak, menjadi kajian yang lebih penting
akhir-akhir ini. Perusahaan sudah menjadi lebih baik. Manajer
memiliki rentang kendali yang lebih luas, dan mengelaborasi hierarki
serta sistem pengendalian tindakan (birokrasi) telah dicopot dan
digantikan dengan karyawan yang berdaya. Dalam lingkungan ini,
nilai bersama perusahaan telah menjadi alat yang lebih penting untuk
memastikan bahwa setiap orang bertindak sesuai dengan kepentingan
terbaik perusahaan.
2
B. Saran
Bagi para pembaca agar lebih memahami dengan benar mengenai
materi tentang pengendalian tindakan, personel, dan budaya sehingga
dapat bermanfaat bagi kelangsungan manajemen pengendalian dalam
perusahaan.
1
DAFTAR PUSTAKA
Merchant, Kenneth dan Wim A. Van der Stede. (2014). Sistem Pengendalian
Manajemen
➢ Dikutip pada Selasa, 04 Mei 2021 Pukul 14.39 WITA
Merchant, Kenneth dan Wim A. Van der Stede. (2014). Sistem Pengendalian
Manajemen
➢ Dikutip pada Senin, 10 Mei 2021 Pukul 10.57 WITA