Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MIKOLOGI

SPOROTRIKOSIS

DISUSUN OLEH

TOTOK YULIANTO NIM. P27834016049


FERRY NIM. P27834016050
ENDAR PRATIWI NIM. P27834016051
NURUL FITRIYAH NIM. P27834016057
FLORENCE R LIKKO NIM. P27834016067

POLITEKNIK KEMENKES SURABAYA

PRODI D3 ANALIS KESEHATAN

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
tentang Penyakit Sporotrikosis .
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik dari pembaca sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Surabaya, 25 Nopember 2018

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sporotrikosis adalah infeksi subkutaneus dan sistemik yang disebabkan oleh


Sporothrix schenckii yang merupakan jamur dimorfik yang tumbuh dengan cepat.
Sporotrikosis merupakan infeksi jamur profunda yang kronis dan ditandai dengan
adanya pembesaran kelenjar getah bening serta lesi yang berupa nodul lunak dan
mudah pecah lalu membentuk ulkus yang indolen.

Siapapun dapat terinfeksi penyakit ini, tapi orang yang bekerja dengan
tanaman berduri, lumut sphagnum, atau bal jerami yang terkontaminasi dengan
jamur ini, berada pada resiko tinggi. Karenanya, infeksi lebih sering terjadi
diantara tukang kebun yang bekerja dengan mawar, lumut, jerami dan tanah. Hal
ini juga yang menyebabkan sporotrikosis memiliki sinonim sebagai rose
gardener’s disease.

Angka morbiditas dari sporotrikosis pada umumnya rendah meskipun terapi


yang diberikan dalam jangka panjang dan dapat memberikan efek samping yang
serius. Pada bentuk infeksi sistemik, penyakit ini dapat mengancam hidup
terutama pada orang-orang dengan immunocompromised. Oleh sebab itu,
dibutuhkan penanganan yang tepat bagi penderita sporotrikosis agar nantinya
dapat tercapai hasil pengobatan yang maksimal.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bgaimanakah etiologi dari sporotrikosis ?

2. Bagaimanakah epidemiologi dari sporotrikosis ?

3. Bagaimanakah gambaran klinis dan pathogenesis dari sporotrikosis ?


4. Bagaimanakah diagnosa laboratorium dari sporotrikosis ?

5. Bagaimanakah penatalaksanan dan pencegahan dari sporotrikosis ?

1.3. TUJUAN

1. Untuk mengetahui etiologi dari sporotrikosis

2. Untuk mengetahui epidemiologi dari sporotrikosis

3. Untuk mengetahui gambaran klinis dan pathogenesis dari sporotrikosis

4. Untuk mengetahui diagnosa laboratorium dari sporotrikosis

5. Untuk mengetahui penatalaksanan dan pencegahan dari sporotrikosis


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. ETIOLOGI

Sporotrikosis adalah infeksi kronik yang disebabkan oleh jamur Sporothrix


schenkii, yang termasuk dalam genus Sporotrichum. Jamur ini memiliki 2 bentuk
yaitu bentuk miselial dan bentuk ragi (yeast).

 Klasifikasi Kingdom: Fungi

 Division: Ascomycota

 Class: Euascomycetes

 Order: Ophiostomatales

 Family: Ophiostomataceae

 Genus: Sporothrix

 Species: S. schenckii

Bentuk miselial ditandai dengan adanya hifa ramping yang bersepta dan
bercabang yang mengandung konidiofor tipis yang pada ujungnya membentuk
vesikel kecil yang bergabung membentuk dentikel. Tiap dentikel menghasilkan
satu konidium dengan ukuran kira-kira 2-4 µm dan konidia ini ini membentuk
gambaran seperti bunga.
Gambar 2.1.Gambar konidiofor dan konidia dari jamur
Sporothrix schenkii

Sedangkan bentuk ragi dari jamur Sporothrix schenkii menunjukkan bentuk


spindle dan/atau oval dengan ukuran 2,5-5 µm dan menyerupai bentuk cerutu.
Biakan secara invitro dapat menunjukkan gambaran miselial pada suhu 25ºC,
sedangkan gambaran ragi dapat ditemukan pada biakan dengan temperatur 37ºC.

Gambar 2.2. Gambar bentuk ragi dari jamur


Sporothrix schenkii

2.2. EPIDEMIOLOGI
Sporothrix schenckii dapat dijumpai di seluruh dunia. Sporotrikosis terutama
dijumpai di negara tropis, dimana kelembaban dan temperatur yang tinggi
mendukung pertumbuhan jamur.

Infeksi muncul pada negara yang memiliki 2 musim dan beriklim tropis. Bisa

dijumpai di utara, selatan, tengah Amerika termasuk bagian selatan USA dan

Meksiko. Negara yang lain seperti Afrika, Eropa, Jepang dan Australia. Negara-

negara yang memiliki angka infeksi yang tinggi seperti : Meksiko, Brazil dan

Afrika Selatan. Bagaimanapun, kadang-kadang daerah yang hiperendemis

memiliki kasus yang luas, di USA infeksi paling banyak terjadi di bagian tengah

lembah sungai. Infeksi sekarang ini jarang dijumpai di Eropa. Di alam, jamur

tumbuh di daun sayur-sayuran busuk, kayu-kayu busuk, gigi tikus, paruh burung.

Meskipun biasanya kasus ini menyebabkan infeksi yang sporadis, sporotrikosis

mengenai kelompok pekerja yang terpapar langsung dengan organisme, tukang

kebun, pekerja hutan dan orang yang suka berekreasi dengan bersentuhan

langsung dengan tumbuh-tumbuhan tersebut. Organisme ini biasanya masuk ke

kulit melalui trauma luka.

2.3. GAMBARAN KLINIS DAN PATOGENESIS

Gejala awal dari sporotrikosis adalah bintil kulit bertekstur keras yang dapat
berwarna merah muda atau keunguan. Bintil tidak terasa sakit atau hanya terasa
sedikit nyeri ketika ditekan. Seiring waktu, bintil dapat pecah dan mengeluarkan
cairan bening. Jika tidak diobati, bintil ini dapat bersifat kronis dan kambuhan
hingga tahunan.

Pada awalnya, infeksi jamur ini didapat melalui inokulasi kutaneus. Gambaran
awal berupa kemerahan, nekrotik, dan papul noduler dari sporotrikosis kutaneus
biasanya muncul pada minggu 1-10 setelah penetrasi luka di kulit. Lesi ini
merupakan granuloma supuratif yang mengandung histiosit dan giuant cells,
dengan netrofil yang mengumpul ditengah dan dikelilingi oleh limfosit dan sel
plasma.

Infeksi dari jamur Sporothrix schenkii menyebar dari lesi awal ke sepanjang
saluran limfatik, membentuk rantai nodular yang indolen dan lesi ulserasi khas
dari limfokutaneus sporotrikosis. Jaringan lain dapat terlibat melalui perluasan
langsung dan melalui hematogen (lebih jarang). Tempat infeksi ekstra kutaneus
yang paling sering adalah tulang, sendi, sarung tendon dan bursae. Penyebaran
secara hematogen khususnya pada orang yang immunocompromised
menghasilkan infeksi kutaneus dan visceral yang luas termasuk meningitis.
Pada hampir kebanyakan kasus, infeksi jamur dapat menyerang kelenjar limpa.

Kebanyakan kasus Sporotrikosis didapat dari lingkungan, sebagai akibat dari


kontak antara kulit yang luka dengan spora jamur. Luka penetrasi dari tumbuhan
mati dan bahan lain seperti serpihan kayu, lumut sphagnum, duri atau rumput
kering sering menjadi sumber infeksi. Gigitan, garukan, cakaran dan sengatan dari
beragam binatang, burung dan serangga dapat juga menginokulasikan organisme
ke dalam luka melalui spora yang terbawa di permukaan tubuh. Jarang, inhalasi
menyebabkan penyakit dalam bentuk pulmonal.

Gambaran dan rangkaian dari sporotrikosis bergantung pada respon imun host
serta ukuran dan virulensi inokulum. Pada host yang sebelumnya tidak
terinokulasi, terjadi keterlibatan pembuluh limfe regional. Sedangkan dalam kasus
dengan host yang pernah terpapar dengan Sporothrix schenkii tidak terjadi
penyebaran pada pembuluh limfe dan terdapat fixed ulcer yang berada pada
tempat inokulum atau plaque yang granulomatous (terutama pada wajah).

Sporotrikosis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Limfokutaneus

Bentuk limfokutaneus adalah bentuk yang paling umum, sekitar 75% dari
seluruh kasus. Biasanya setelah masa inkubasi1-10 minggu atau lebih, lesi
berwarna ungu kemerahan, nekrotik, lesi nodular kutaneus mengikuti jalur
limfatik dan biasanya membentuk ulserasi.

Selain itu pada bentuk limfokutaneus tidak dijumpai adanya gejala sistemik.
Isolasi pada tempat lesi ini tumbuh baik pada temperatur 35ºC dan 37ºC.

Gambar 2.3. Sporotrikosis limfokutaneus, lesi ulserasi sepanjang sistem limfe

b. Fixed cutaneous

Gambar 2.4. fixed cutaneous sporotrichosis


Pada bentuk Fixed cutaneous sporotrichosis, yang terjadi pada 15% kasus,
infeksi menetap terlokalisir pada satu tempat, seperti wajah, dan granuloma yang
terbentuk dapat mengalami ulserasi.
Pada bentuk fixed cutaneous sporotrichosis, lesi primer berkembang dari
tempat implantasi jamur, biasanya pada tempat-tempat yang sering terekpos
seperti tungkai, tangan, dan jari. Umumnya pada saat awal lesi berupa nodul yang
tidak nyeri yang kemudian menjadi lunak dan pecah menjadi ulkus dengan
discharge yang serous ataupun purulen. Yang penting diingat bahwa, lesi tetap
terlokalisir di sekitar tempat implantasi awal dan tidak menyebar sepanjang
saluran limfe.

c. Disseminated

Infeksi disseminated seperti infeksi sporotrikosis visceral, Steoartikular,


meningeal, dan sporotrikosis pulmoner sering terjadi pada pasien dengan penyakit
penyerta seperti diabetes melitus, keganasan hematologi, alkoholisme,
penggunaan agen immunocompromised, penyakit paru menahun, dan infeksi HIV.
Sporotrikosis diseminata dapat menyebabkan kematian.

Gambar 2.5. Chronic cutaneus disseminated sporotrichosis


d. Ekstrakutaneus.

Bentuk ekstrakutaneus adalah bentuk yang jarang terjadi dan bentuk ini
biasanya berasal dari inhalasi konidia atau penyebaran secara hetogen yang
berasal dari inokulasi yang dalam. Penyakit osteoartikular dengan monoartritis
atau tenosinovitis sering ditenukan pada sporotrikosis ekstrakutaneus.

Sporotrikosis pulmoner terjadi pada laki-lakidengan penyakit paru dan


menyerupai tuberkulosis, dengan komplikasi fibrokavitari.Sporotrikosis
meningitis jarang terjadi, tapi pernah didapatkan pada pasien HIV dengan jumlah
CD4 <200 sel/ml.

2.4. DIAGNOSA LABORATORIUM

Sebagai organisme yang tidak terlihat secara khas oleh KOH atau pemeriksaan
histopatologi, kultur (pus atau jaringan) biasanya dibutuhkan untuk diagnosis
sporotrikosis secara tepat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa nanah,
aspirasi abses, jaringan ulkus, sputum dan bahan klinis lain. Hasil pemeriksaan
histopatologi dengan pengecatan konvensional (hematoxylineosin) tidak
memperlihatkan adanya spora jamur Sporothrix, tetapi paling baik ditunjukkan
dengan pewarnaan PAS, atau methenamine silver.

Pemeriksaan secara histopatologis bersifat diagnostik hanya jika ditemukan sel


jamur. Namun umumnya sel jamur juga sulit ditemukan dengan pewarnaan PAS
(Periodic Acid Schiff). Sel jamur merupakan ragi berbentuk bulat, lonjong, atau
menyerupai cerutu (cigar-shaped) dan dapat bertunas multiple. Secara
histopatologis, inflamasi supuratif dan granulomatous terlihat di dermis dan
subkutan. Sel jamur dapat ditemukan pula dalam mikroabses, makrofag atau sel
raksasa.

Kultur merupakan diagnosa acuan untuk sporotrikosis. Kultur dilakukan


denganagar sabouroud atau agar darah, pada suhu kamar untuk melihat fase
kapang. Perumbuhan jamur akan tampak dalam satu minggu, namun kadang-
kadang membutuhkan beberapa minggu. Koloni jamur tampak halus atau
verukosa, berwarna putih disertai aerial mycelium. Koloni kemudian akan
berwarna semakin gelap. Sel jamur tampak sebagai hifa tipis bercabang dengan
konidia piriformis. Inkubasi dilakukan pada suhu 35-37°C.

Kadang-kadang di dalam jaringan, sel jamur dikelilingi sebuah rumbai refraktil


eosinofil, badan asteroid yang merupakan karakteristik organisme, walaupun
gambaran yang sama dapatditemukan pada infeksi organisme lain (misalnya telur
Schistosoma).

Gambar 2.6. Sel jamur yang menyerupai cerutu pada pewarnaan PAS

Gambar 2.7. Jamur Sporothrix schenkiipada media agar Saboraund


2.3. PENATALAKSANAN DAN PENCEGAHAN

Sebagian besar kasus sporotrikosis adalah infeksi pada kulit dan jaringan
subkutan yang terlokalisir yang tidak membahayakan hidup dan dapat diobati
dengan pemberian obat anti jamur oral. Pengobatan terpilih untuk fixed cutaneus
atau sporotrikosis limfokutaneus adalah itrakonazole selama 3-6 bulan. Obat
pilihan untuk sporotrikosis osteoartikular juga itrakonazole, tapi terapi diteruskan
setidaknya selama 12 bulan.

Sporotrikosis pulmoner memberikan respons yang kurang terhadap


pengobatan. Infeksi yang berat memerlukan pengobatan dengan amfoterisin B;
untuk infeksi yang ringan sampai sedang dapat diobati dengan itrakonazole.
Bentuk disseminated dan meningitis jarang dan biasanya memerlukan pengobatan
dengan amfoterisin B. Pada pasien dengan AIDS kebanyakan dengan infeksi yang
luas dan membutuhkan terpi supresif seumur hidup dengan itrakonazole setelah
penggunaan amfoterisin B.

Sebagai tindakan pencegahan sarung tangan sebaiknya digunakan selama


menangani atau merawat hewan yangterinfeksi, khususnya kucing. Setelah sarung
tangan dilepaskan, tangan sebaiknya dicuci secara keseluruhan dan didesinfeksi
dengan menggunakan chlorhexidine, povidone iodine,atau cairan lain dengan
aktivitas antijamur. Pakaian pelindung seperti sarung tangan, baju lengan panjang,
dan celana panjang dapat menurunkan resiko terinfeksi ketika bekerja disemak
mawar, rumput kering, tanaman berduri atau bagian tanaman lainnya yang
dapatmenusuk kulit dimana tanaman ini berkaitan dengan insidens sporotrikosis.
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN

Sporotrikosis adalah infeksi jamur akut atau kronik yang disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, yang merupakan infeksi jamur profunda yang kronis.
Mikosis sistemik/profunda ialah penyakit jamur yang mengenai alat dalam.
Penyakit ini dapat terjadi karena jamur langsung masuk ke alat dalam.

Penyebaran secara hematogen khususnya pada orang yang


immunocompromised menghasilkan infeksi kutaneus dan visceral yang luas
termasuk meningitis.

3.2. SARAN

Pada umumnya infeksi terjadi karena jamur masuk ke dalam jaringan subkutis
melalui luka pada kulit oleh duri atau kayu lapuk. Oleh karena itu sebagai
pencegahan, penting untuk selalu menjaga kebersihan, serta berupaya
menggunakan alat pelindung pada saat melakukan pekerjaan dengan resiko
terinfeksi ketika bekerja disemak mawar, rumput kering, tanaman berduri atau
bagian tanaman lainnya yang dapatmenusuk kulit dimana tanaman ini berkaitan
dengan insidens sporotrikosis
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Francia. 2011. Sporotrichosis. https://www.scribd.com/doc/54299523


/SPOROTRICHOSIS. 25 Nopember 2018

Lintong, Poppy M. Sumolang, Inneke V. 2010. Sporotrikosis Limfokutan


Diagnosis Histopatologi Dan Sitologi. Jurnal Biomedik. 2(1).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/843/661. 25
Nopember 2018

Menaldi, Sri Linuwih SW, dkk.. Skin Infection: It's A Must Know Disease.
Universitas Brawijaya Press. 2016.

Sibero, Hendra Tarigan. 2014. Management of Sporotrikosis. Jurnal JUKE. 4(7).


http://download.portalgaruda.org/article.php?article=154488&val=5503&title=Ma
nagement%20of%20Sporotrikosis. 25 Nopember 2018.

Anda mungkin juga menyukai