Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH SISTEM INFORMASI

INTEGRASI TEKNOLOGI DALAM BIDANG KESEHATAN

DIABETES MELITUS

REVIEW JURNAL

OLEH :

LENI WIDIA

NIM : 2111412013153

Dosen Pembimbing : Ns. Dona Amelia, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMAD NATSIR BUKITTINGGI

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Integrasi Teknologi
Dalam Bidang Kesehatan “. ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Sistem
Informasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik
“Integrasi Teknologi Dalam Bidang Kesehatan “. Bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen Ns. Dona Amelia, M.Kep yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Bukittinggi, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
.............................................................................................................................................
ii

DAFTAR ISI
.............................................................................................................................................
iii

BAB I PENDAHULUAN
.............................................................................................................................................
1

A.Latar Belakang
.................................................................................................................................
1

B. Tujuan
.................................................................................................................................
1

C. Manfaat
.................................................................................................................................
1

BAB II ISI
.............................................................................................................................................
2...........................................................................................................................................

A.Review Jurnal “ Efektifitas Telenursing Terhadap Kadar Gula Darah


Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Kota Bengkulu “.
............................................................................................................................
2

B. Review Jurnal “ Pengaruh Diabetes Self Management Education ( DSME )


Berbasis Aplikasi Whats App Terhadap Self Efficacy Pada Pasien DM Tipe 2
Di Puskesmas Hamparan Perak “.

iii
............................................................................................................................
12

C. Review Jurnal “ Edukasi Diabetes Terhadap Penurunan Glukosa Darah Pada


Penderita Diabetes Melitus 2 “.
............................................................................................................................
26

D. Review Jurnal “ Implementasi Telehealth Pada Pasien Diabetes Melitus Saat


Pandemi Covid-19: Tinjauan Sistematis “.
............................................................................................................................
33

E. Review Jurnal “ Penerapan Telemedicine Terhadap Penyembuhan Luka Kaki


Diabetik Grade IV Paska Amputasi “.
............................................................................................................................
42

BAB III PEMBAHASAN


.............................................................................................................................................
43

Perbandingan Masing-Masing Jurnal


.................................................................................................................................
43

BAB IV PENUTUP
.............................................................................................................................................
54

A. Kesimpulan
.................................................................................................................................
60

B. Saran
.................................................................................................................................
60

iv
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi di dunia yang begitu cepat, termasuk di


Indonesia menyebabkan banyaknya negara-negara memanfaatkan kesempatan ini untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi di berbagai bidang termasuk bidang keseatan.

Pemanfaatan teknologi informasi saat sekarang ini tidak terlepas dari penggunaan
internet yang merupakan jaringan yang memiliki jangkauan terluas kepada semua orang
dengan memberikan informasi dan telah membuka kemungkinan yang besar serta
kemajuan dalam penelitian. Sehingga memperluas peluang bisnis di seluruh dunia (
Sekaran , 2006 ).

Media online sebagai bentuk kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi


sangat berperan besar dalam kehidupan manusia, salah satunya dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan warga dunia. Perkembangan yang begitu pesat, masyarakatpun
semakin menyadari bahwa teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satualat
yang pentingdalam mengatasi cepatnya pnyebaran informasi.

B. Tujuan

Masyarakat maupun anggota kesehatan dapat memberikan dan menerima informasi


secara detail dan cepat dengan bantuan teknologi.

C. Manfaat

1. Peningkatan kualitas pelayanan

2. Pemberdayaan pasien dan konsumen

3. Perluasan ruang lingkup pelayanan kesehatan

4. Peningkatan efisiensi atau penurunan biaya

1
BAB II

ISI

Telenursing merupakan penggunaan informasi teknologi jarak jauh untuk


menjangkau pasien guna memantau kondisi dan berinteraksi dengan mereka mengguakan
komputer, aksesor audio dan visual serta telepon. Telenursing ini ideal digunakan jika
memiliki ketersediaan fasilitas serta pasien mampu untuk mengaksesnya.

Telenursing dapat memudahkan akses petugas kesehatan yang berada pada daerah
terisolasi, sehingga dapat meningkatkan jumlah cakupan pelayanan keperawatan,
kemudian pasien juga dapat mengurangi biaya perawatan, waktu tunggu, serta
mengurangi kunjungan.

Telemedicine adalah bentukpengembanga teknologi yang mampu memudahkan


setiap pasien dalam melakukan konsultasi dengan setiap dokter tanpa harus bertatap atau
bertemu langsung dengan dokter.

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit atau ganggan metabolisme kronis dengan
multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme korbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufiensi fungsi insulin.
Insufisiensi insulin dapat disebabkan olen gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh
sel-sel beta langerhans kalenjar pangkreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-
sel tubuh terhadap insulin.( WHO,1999).

2
Jurnal telenursing dan telemedicine yang berhubungan dengan diabetes melitus :

A. Review jurnal “ Efektifitas Telenursing Terhadap Kadar Gula Darah Penyandang


Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Kota Bengkulu “.

JANUARI [MANUJU: MALAHAYATI NURSING JOURNAL, P- ISSN: 2655-2728


2020 E-ISSN: 2655-4712 VOLUME 2, NOMOR 1 JANUARI 2020] HAL 1-8

EFEKTIVITAS TELENURSING TERHADAP KADAR GULA DARAH


PENYANDANG DIABETES MELITUS TIPE 2
DI PUSKESMAS KOTA BENGKULU

Dita Amita1, Agus Riyanto2


1

Dosen Program Studi Keperawatan STIKes Bhakti Husada Bengkulu

Email : ditaamita.da@gmail.com 2

Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes Bhakti Husada Bengkulu Email :
agusriyanto105@gmail.com

ABSTRACT : THE IMPACT OF TELENURSING ON THE VALUE OF


BLOOD SUGAR ON MELLITUS TYPE 2 PATIENT IN HEALTH CENTER
IN BENGKULU CITY

Background :Diabetes management that is not done properly, can cause various complications.
interventions that nurses can take to achieve normal blood sugar levels and help regulate food and
exercise can be assisted by diabetic clients by utilizing the development and advancement of
information technology so as to provide optimal interventions by using telenursing.

Purpose:The purpose of this study was to determine the effect of telenursing on blood sugar levels
in type 2 Diabetes Mellitus clients in Bengkulu City Health Center.

Methods: Quantitative research type with quasi-experimental design of the pre and post test with
control group with a total sample of 14 respondents in each group.

Result: The results of this study have a significant effect of telenursing on fasting blood sugar levels
of patients (P = 0,000) and the intervention group is more significant than the control group.

Conclusion: Telenursing development in the field of nursing is very effective to be developed in nursing
services.

Keywords: Telenursing, Diabetes Mellitus

3
INTISARI : PENGARUH TELENURSING TERHADAP KADAR GULA
DARAH PENYANDANG DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS
KOTA BENGKULU

Pendahuluan: Pengelolaan diabetes yang tidak dilakukan dengan baik, dapat menimbulkan berbagai
komplikasi. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk mencapai kadar gula darah
normal dan membantu mengatur makanan dan olahraga dapat dilakukan pendampingan pada klien
diabetes dengan memanfaatkan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi sehingga dapat
memberikan intervensi yang seoptimal mungkin dengan cara menggunakan telenursing.

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh telenursing terhadap kadar gula darah pada klien Diabetes
Melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Bengkulu.

Metode: Desain quasi eksperimen pre and post test with control group dengan jumlah sampel 14
responden pada setiap kelompok.

Hasil Penelitian: Ada pengaruh yang signifikan telenursing terhadap kadar gula darah puasa pasien
(P=0,000). dan kelompok intervensi lebih signifikan dari kelompok kontrol.

Kesimpulan : Ada pengaruh telenursing terhadap kadar gula darah penyandang Diabetes Melitus tipe
2. Pengembangan telenursing di bidang keperawatan sangat efektif untuk dikembangkan pada
pelayanan keperawatan.

Kata Kunci : Telenursing; Diabetes Mellitus


penduduk berumur 15 tahun ke atas berdasarkan
PENDAHULUAN diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% dan 2,1%.
Perubahan gaya hidup dan social ekonomi akibatPrevalensi DM di Provinsi Bengkulu mencapai 0,9 %
dari urbanisasi dan moderenisasi terutama berdasarkan diagnosis dokter dan 1% berdasarkan
masysrakat yang tinggal di kota-kota besardiagnosis/gejala,
di hal ini juga mengancam bagi
Indonesia,menjadi penyebab masyarakat Bengkulu dalam penekanan angka
meningkatnya
kejadian DM (Kemenkes, 2014).
prevalensi degeneratif, seperti yang terjadi pada
angka kejadian Diabetes Melitus. International Pengelolaan diabetes yang tidak dilakukan dengan
Diabetes Federation (IDF, 2014) menyatakan jumlah
baik, dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
penyandang
Upaya pencegahan dapat dilakukan agar terhindar
dari komplikasi penyakit diabetes melitus yaitu
diabetes melitus diseluruh dunia sebanyak 366 dengan
juta dilakukannya penatalaksanaan diabetes
jiwa di tahun 2011 kemudian meningkat menjadi yang terdiri dari lima pilar yaitu pemantauan kadar
gula darah (monitoring), perencanaan makan (diet),
387 juta jiwa di tahun 2013, dan diperkirakan akan
bertambah menjadi 592 juta jiwa di tahun 2035. latihan jasmani (olahraga), pengobatan medis
dengan OHO atau insulin, dan penyuluhan
Indonesia saat ini menduduki urutan ke 7 (tujuh)
terbanyak dari 10 negara untuk penyandang (edukasi).
diabetes dan diprediksi akan terus meningkat
menjadi urutan ke 6 pada tahun 2035. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat
untuk mencapai kadar gula darah normal dan
Hasil Riset KesehatanDasar (Rsiskesdas) pada tahun
membantu mengatur makanan dan olahraga dapat
2013 melaporkan pravalensi DM di Indonesia pada

4
dilakukan pendampingan pada klien diabetes untuk memberikan gambaran, informasi,
dengan memanfaatkan perkembangan pengetahuan, dan serta wawasan tentang manfaat
kemajuan teknologi informasi sehingga dapat telenursing terhadap kadar gula darah pada klien
memberikan intervensi yang seoptimal mungkin diabetes melitus tipe 2 dan Dapat dijadikan sebagai
dengan cara menggunakan telenursing. bahan kajian dalam memanfaatkan teknologi
informasi yang ada dan mengembangkan ilmu
Penerapan telenursing di Indonesia sudah mulai
keperawatan dalam memberikan asuhan
banyak dikembangkan dalam dunia penelitian oleh
keperawatan terhadap klien diabetes melitus tipe 2
beberapa peneliti.
dengan menggunakan Telenursing.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati
(2018) dengan melakukan Telenursing untuk
meningkatkan dukungan keluarga pasien DM dalam METODE
menjalani terapi menyimpulkan bahwa telenursing
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini
berpengaruh terhadap kenaikan dukungan keluarga
adalah dengan desain quasi eksperimen pre and post
penderita DM yang sedang menjalani terapi di
test with control group. Penelitian yang di
Palembang, selanjutnya penelitian yang dihasilkan
oleh Ida Bagus dkk (2017) juga menunjukkan laksanakan adalah dengan memberikan perlakuan
ada
pada kelompok intervensi dengan tekhnik
pengaruh (p value = 0,000) dari telenursing terhadap
Telenursing yaitu memberikan informasi tentang
manajemen nutrisi pada pasien dengan penyakit
jadwal diet beserta jenis makanan yang bisa
kronis di Denpasar.
dikonsumsi,jadwal aktifitas fisik, dan jadwal minum
Penelitian Patimah, et al (2018) dengan judul “Effect
obat. Penerapan telenursing diterapkan
of menggunakan pesan melalui pesan endek di
Whatsapp grup. Pada kelompok kontrol yang
Telenursing and Diabetes SelfManagement
diberikan leaflet yang berisikan informasi yang
Education Towards Fasting Blood Glucose in type 2
sama.
diabetes mellitus” menyimpulkan hasil
penelitiannya bahwa ada telenursing lebih efektif
dalam mengontrol gula darah puasa pada pasien Teknik
DM pengambilan sampel menggunakan metode
dibandingkan dengan kelompok kontrol. non probability sampling dengan pendekatan
purposive sampling dengan jumlah sampel 14 orang
Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan
pada masing-masing kelompok intervensi dan
bahwa telenursing memberikan manfaat dan
kontrol. Adapun kriteria inklusi yaitu klien yang
berpengaruh dalam perawatan pasien. Perawatan
terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas
berbasis telenursing pada pasien DM sangat
Kota Bengkulu, klien yang bersedia menjadi
diperlukan untuk diterapkan di Bengkulu. Penelitian
responden, klien yang memiliki handphone yang
ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
dapat digunakan untuk menerima SMS, nomor HP
telenursing terhadap kadar gula darah pada klien
yang digunakan responden selalu dalam keadaan
Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Bengkulu.
aktif, klien bisa menulis dan membaca,dan lama
Adapun pentingnya penelitian ini dilakukan adalah
terdiagnosa diabetes 1-5 tahun.

5
Tabel 1. Alir Penelitian

Penetapan lokasi penelitian : Pemilihan asisten peneliti


dan penjelasan
Pemilihan responden yaitu pasien
dengan diagnose DM tipe II
pelaksanaan
sesuai kriteria inklusi Telenursing

Penilaian awal :
Pemilihan sampel dengan teknik
Kadar gula Sampel purposive sampling dan sesuai
darah Puasa Penelitian kriteria inklusi

1. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat
penelitian. Selanjutnya peneliti meminta kesediaan dan persetujuan responden untuk
mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent.
2. Peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner karakteristik responden.
3. Peneliti melakukan pengukuran awal ( pretest) jumlah kadar gula darah dengan
mengobservasi pada alat glucometer yang sudah terdapat angka dalam satuan mg/dl pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, kemudian mencatat pada lembar observasi.
4. Instrument yang sudah diisi selanjutnya dikumpulkan, diolah dan dianalisis.
5. Intervensi dilakukan selama 1 bulan.
6. Setelah dilakukan intervensi masing-masing kelompok dilakukan observasi post test pasca
intervensi termasuk kelompok kontrol.

Penilaian akhir: kadar gula darah puasa

Skor penilaian awal dan akhir dianalisa

Membandingkan perlakuan telenursing dengan


pemberian leaflet/brosur

6
HASIL
Tabel 1. Karakteristik pasien DM tipe 2 berdasarkan usia

Variabel Mean SD Min-mak 95% CI


Usia
Kelompok Intervensi Kelompok56,36
Kontrol 3,992 49-62 54,05-58,66
56,50 3.391 50-61 54,54-58.46

Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa rata-rata


tahun. Pada kelompok kontrol (brosur) rata-rata usia
usia responden pada kelompok intervensi responden 56,50 tahun dengan standar deviasi 3,391
(telenursing) 56,36 tahun dengan standar deviasitahun, usia termuda 50 tahun dan tertua 61 tahun.
3.992 tahun, usia termuda 49 tahun dan tertua 62
Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui bahwa
karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin pada kelompok intervensi dan kontrol

Rata-rata
Kontrol n Mean SD T 95% CI P value
Penurunan
Sebelum 14 209,93 44,787
23,311 -
32,357 7,727 0,000
14 177,57 48,108 41,403
memiliki proporsi yang sama, dengan jumlah
terbanyak perempuan yaitu 11 responden (78,6%)

7
Pada table 3. menunjukkan rata-rata skor kadar gula darah puasa pada kelompok kontrol sebelum dilakukan
intervensi dengan pemberian brosur adalah 209,93 mg/dl dengan standar deviasi 44,787. Sedangkan rata-rata
skor kadar gula darah puasa sesudah dilakukan intervensi dengan pemberian brosur adalah 177,57 mg/dl
dengan standar deviasi48,108. Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan kadar gula darah puasa sebelumdansesudahdilakukan intervensi
denganpemberian brosur.
Pada table 4. terlihat
Tabel 4. Analisis rata-rata penurunan kadar gula darah puasa pada kelmpok selisih penurunan gula
intervensi dan kontrol darah puasa antara
Kelompok n Mean SD t 95 % CI P Value kelompok intervensi
Kelompok 14 100,50 49 , 16 dan kontrol adalah
Intervensi - 97 ,43 – sebesar 68,24 point
- 4,942 0,000
Kelompok 14 32 , 36 15 , 67 ( - 38,86) dengan standar deviasi
Kontrol
13,49. Uji statistik
Selisih 68 , 24 13 , 49
didapatkan hasil nilai p
= 0,000 yang berarti ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok tersebut.

PEMBAHASAN
Hasil analisis menunjukan perbedaan selisih skor penurunan kadar gula darah puasa pada kelompok intervensi
yang dilakukan dengan telenursing rata-rata adalah 100,50 mg/dl dengan standar deviasi 49,16. Sedangkan pada
kelompok kontrol rata-ratanya adalah 32,36 mg/dl dengan standar deviasi 15,67. Selisih terlihat penurunan gula
darah puasa antara kelompok intervensi dan kontrol adalah sebesar 68,24 point dengan standar deviasi 13,49.
Uji statistik didapatkan hasil nilai p = 0,000 yang berarti ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok
tersebut.

Peningkatan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 seringkali terjadi dikarenakan monitor diet, aktivitas fisik,
minum obat kurang diperhatikan oleh pasien. Pasien sangat membutuhkan pendampingan dari perawat dalam
mendapatkan informasi yang akurat agar dapat meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Perawat
sebaiknya dapat aktif dalam memberikan pelayanan keperawatan dengan mengikuti perkembangan teknologi
telekomunikasi yaitu dalam bentuk telenursing.

Telenursing merupakan penggunaan teknologi informasi di bidang pelayanan keperawatan untuk dapat
memberikan informasi dan pelayanan keperawatan jarak jauh (Yulianti & Fitri, 2017). Telenursing juga
merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan yang efektif, karena dapat membuat klien lebih mudah
untuk mendapatkan informasi pelayanan keperawatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk merawat
dirinya sendiri (Suerni, 2011).

Telenursing berguna juga sebagai tempat untuk konsultasi tentang kesehatan, karena klien akan lebih memilih
cara ini dibandingkan dengan datang langsung berkunjung ke fasilitas kesehatan. Dengan pengembangan
telenursing di bidang keperawatan yang mencakup tentang program pendidikan kesehatan untuk klien dan
keluarga terutama tentang cara perawatan selama di rumah, maka akan meningkatkan kepuasan klien dan
keluarga tentang pelayanan keperawatan (Suerni,2011) Selama peneliti melakukan telenursing pada pasien DM
tipe 2, mereka sangat menyambut dengan baik saat pelaksanaan telenursing dilakukan, pasien merasa lebih
praktis dalam mendapat info tentang perawatan diri khususnya alam jadwal makan, diet yang dibutuhkan dalam
sehari-hari, serta peringatan dalam melakukan aktifitas fisik secara teratur dan jadwal minum obat.

7
Hasil yang didapatkan dalam penerapan telenursing pada pasien DM tipe 2 sangat berpengaruh terhadap hasil
kadar gula darah puasa, mereka menjadi terbiasa teratur dalam diet, minum obat dan aktifitas fisik.
Pendampingan perawat melalui telenursing memberikan pengaruh yang baik pada kesehatan pasien DM tipe 2.

Implementasi telenursing meningkatkan rasa aman perawat dan klien, efisiensi dan efektifitas waktu, biaya dan
kinerja, menurunkan jumlah kunjungan dan lama hari rawat. Implementasi telenursing berawal dari triase dan
perawatan dirumah.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dkk (2018) yang menerapkan
telenursing terhadap keluarga pasien Dm Tipe 2 dengan hasil bahwa telenursing berpengaruh terhadap kenaikan
nilai dukungan keluarga penderita DM Tipe 2 yang menjalankan terapi. Hasil penelitian Patimah, dkk (2018) juga
menunjukkan efektifitas dari telenursing terhadap kadar gula darah puas pada pasien DM Tipe 2.

KESIMPULAN
1. Ada pengaruh yang signifikan telenursing terhadap kadar gula darah pada penyandang Diabetes Melitus tipe
2
2. Ada pengaruh yang signifikan pemberian brosur (leaflet) terhadap kadar gula darah pada penyandang
Diabetes Melitus
tipe 2

3. Ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intevensi dan


kontrol

SARAN
Perlu untuk dikembangkan manajemen sistem informasi pada bidang keperawatan yaitu telenursing untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan pada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA). (2010). Diagnosis and management of type 2 diabetes mellitus in adults.
ICSI.
Canadian Nurse Assosiation (CNA), (2005). Nurse one, the Canadian nurse portal Ottawa. Diunduh di
www.cnaalic.ca pada tanggal 24 Maret 2016.

Duranni, H & Khoja (2009). A systematic review of the use of telehealth in asian countries. Journal of telemedicine
dan telecare. Vol 15. 175-181 diunduh di www.proquest.com pada tanggal 24 Maret 2016
Ernawati. (2013). Penatalaksanaan keperawatan diabetes melitus terpadu dengan penerapan teori keperawatan
self care orem. Jakarta. Mitra wacana media.
Ida bagus Gede Mustika, Ni Ketut Guru Prapti, dan Made Oka Ari Kamayani. (2017). Pengaruh Telenursing
Terhadap Manajemen Nutrisi Pada Pasien Dengan Penyakit Kronis Yang Pernah Dirawat Di Ruang Mawar
Dan Ruang Ratna Rsup Sanglah Denpasar. Jurnal Coping (Community of Publishing in Nursing). Vol 5 No 1
(2017): April 2017. Diunduh di https://ojs.unud.ac.id/index. php/coping/article/view/4120
8 pada 11 Maret 2019
International Diabetes Federation (IDF), (2014). IDF Diabetes Atlas, 6. Ed
Muharyani, (2011). Aplikasi short message service (SMS) dalam promosi kesehatan reprpoduksi di komunitas.
Jakarta. FKUI. Diakses di http://pkko.fik.ui.ac.id/files/ SIM_PUTRI.pdf pada tanggal 1 maret 2016.
8
Nurhidayah, (2010). Telenursing sebagai suatu solusi pemberian asuhan keperawatan pada masyarakat diera
teknologi informasi.
Diunduh di http://pkko.fik.ui.ac.id/files/ uts%20simikeu%20nurhidayah.pdf pada tanggal 25 februari 2016.

Nursalam. (2013). Metodologi penelitian ilmu keperawatan: pendekatan praktis. (Edisi 3). Jakarta : Salemba
Medika.
Patimah, Iin, et al. (2018). Effect ofTelenursing and Diabetes Self- Management Education Towards Fasting Blood
Glucose in type 2 diabetes mellitus. J. Kesehat. Holist., vol. 2, no. 2, pp. 1–12, 2018. Diunduh di
https://www.researchgate.net/profile/Andri_Nugraha4/publication/329862816_Effect_of_
Telenursing_and_Diabetes_SelfManagement_Education_Towards_Fasting_Blood_Glucose_i
n_type_2_diabetes_mellitus/links/5c1dc5eb458515a4c7efffdc/Effect-of-Telenursing-andDiabetes-Self-
ManagementEducation-Towards-FastingBlood-Glucose-in-type-2diabetes-mellitus.pdf

Rachmat, Mochamad. (2012). Buku ajar biostatistika: aplikasi pada penelitian kesehatan. Jakarta:EGC.
Rahmawati, Fuji. (2018). Upaya Meningkatkan Dukungan

Keluarga Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Dalam Menjalankan Terapi Melalui Telenursing. Jurnal

Keperawatan Sriwijaya (JKS). Vol 5, No 2 (2018). Diunduh di https://ejournal.unsri.ac.id/i


ndex.php/jk_sriwijaya/article
/view/7186 pada 10 Maret

2019
Riskesdas (2013). Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. Diakses di http://www.depkes.go.id/res
ources/download/general/Has il%20Riskesdas%202013.pdf pada tanggal 27 Maret 2016.
Smeltzer, S. C, Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cleever, K, H, (2008). Brunner & Suddarh’s Texbook of medical-surgical
nursing. (11 st ed). USA : Lippincoli Williams & Wilkins.
Soegondo, (2015). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta. FKUI.
Triwibowo (2013). Manajemen pelayanan keperawatan di rumah sakit. Jakarta. TIM.Yendi, Adwiyah
(2014)Pengaruh latihan jasmani senam diabetes melitus terhadap penurunan kadar gula darah penderita
diabetes melitus di wilayah kerja puskesmas Rasimah Ahmad Kota BukitTinggi.

9
TUJUAN : Efektifitas Telenursing Terhadap Kadar Gula Darah Penyandang Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Kota Bengkulu

PENULIS TUJUAN VALIDITAS HASIL PENELITIAN APPLICABILITY

Dita Untuk mengetahui Metode yang Ada pengaruh Ada pengaruh


Amita1, pengaruh telenursing digunakan Desain yang signifikan telenursing
terhadap kadar gula quasi eksperimen telenursing terhadap kadar
darah pada klien pre and post test terhadap kadar gula darah
Agus
Diabetes Melitus tipe 2 di with control group gula darah puasa penyandang
Riyanto2
Puskesmas Kota dengan jumalah pasien Diabetes
Bengkulu. sampel 14 (P=0,000).dan Melitus tipe 2.
responden pada kelompok Pengembangan
setiap kelompok. intervensi lebih telenursing di
signifikan dari bidang
kelompok kontrol. keperawatan
Teknik sangat efektif
Hasil analisis
pengambilan untuk
menunjukan
sampel dikembangkan
perbedaan selisih
menggunakan pada
skor penurunan
metode non pelayanan
kadar gula darah
probability keperawatan.
puasa pada
sampling dengan
kelompok intervensi Ada pengaruh
pendekatan
yang dilakukan yang signifikan
purposive
dengan telenursing pemberian
sampling dengan
rata-rata adalah brosur (leaflet)
jumlah sampel 14
100,50 mg/dl terhadap kadar
orang pada
dengan standar gula darah pada
masing-masing
deviasi 49,16. penyandang
kelompok
Sedangkan pada Diabetes
intervensi dan
kelompok kontrol Melitus tipe 2
kontrol.
rata-ratanya adalah Ada perbedaan
32,36 mg/dl dengan yang signifikan
antara kelompok
standar deviasi

10
15,67. Selisih intevensi dan
kontrol.
terlihat penurunan
gula darah puasa
antara kelompok
intervensi dan
kontrol adalah
sebesar 68,24 point
dengan standar
deviasi 13,49. Uji
statistik didapatkan
hasil nilai p = 0,000
yang berarti ada
perbedaan yang
signifikan pada
kedua kelompok
tersebut.

11
B. Review jurnal “ Pengaruh Diabetes Self Management Education ( DSME ) Berbasis
Aplikasi Whats App Terhadap Self Efficacy Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Hamparan
Perak “.

Jurnal Mutiara Ners, 128-139

PENGARUH DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION (DSME)


BERBASIS APLIKASI WHATSAPP TERHADAP SELF EFFICACY
PADA PASIEN DM TIPE 2 DI PUSKESMAS HAMPARAN PERAK

Agnes Silvina Marbun1, Rinco Siregar2, Karnirius Harefa3, Theresia Yuni Florensia Sinabutar4
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara Indonesia
Email : agnesmarbun82@gmail.com
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara Indonesia
Email : rincosiregar@gmail.com
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara Indonesia
Email : karniharefa74@gmail.com
Mahasiswa Program Studi Keperawatan, Universitas Sari Mutiara Indonesia
Email : resiaaasnb@gmail.com

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is one of the biggest health problems in the world because every year there is an
increase in cases. In addition to the increasing number, DM is also known to cause many complications which
are divided into two, namely acute complications and chronic complications. The emergence of complications
and leading to death in DM patients is due to the low self-efficacy and selfcare behavior of DM patients
themselves. Self-efficacy is an important factor that is defined as a patient's confidence in maintaining and
improving his medical condition. Seeing the importance of selfefficacy in the care of DM patients, increasing
patient self-efficacy is needed, namely through the Diabetes Self Management Education (DSME) program.
The purpose of this study was to determine the effect of the WhatsApp-based DSME application on the self-
efficacy of Type 2 DM patients. This type of research is a Quasy Experiment and the sampling technique used
in this study is purposive sampling (Non-Probability sampling). The research design used was Pre-Experiment
With Only one Group Pretest - Postest Design. The number of samples was 22 DM type 2 patients.
Demographic data collection through questionnaires distributed via google form. The statistical test used
was the Paired t test. The results of statistical tests found that there was an effect of WhatsApp-based DSME
on the selfefficacy of Type 2 DM patients, with a p value of 0.000 (p <0.05). This shows that there is an effect
of WhatsApp-based DSME on the self-efficacy of Type 2 DM patients at the Hamparan Perak Community
Health Center.
Keywords : Diabetes Mellitus, DSME, Whatsapp, Self Efficacy

128
DOI: https://doi.org/10.51544/jmn.v4i2.2071 Juli – Desember 2021, Vol.4 No.2

12
PENDAHULUAN itu sendiri. Self efficacy merupakan salah satu
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor penting yang didefinisikan sebagai
permasalahan kesehatan terbesar di dunia kepercayaan pasien dalam menjaga dan
meningkatkan kondisi medisnya, rendahnya self
dikarenakan setiap tahunnya terjadi
peningkatan kasus (Rahman, 2017). Indonesia efficacy berdampak pada rendahnya
merupakan negara ke-7 dari 10 besar negara keberhasilan perawatan diri pasien DM
yang diperkirakan memiliki jumlah penderita (Widyanata, 2018). Efikasi diri mempengaruhi
DM sebesar 5,4 juta pada tahun 2045 serta bagaimana seseorang berpikir, merasa,
memiliki angka kendali kadar gula darah yang memotivasi diri sendiri dan bertindak. Bandura
rendah (Sugiarta, 2020). dalam Kott menegaskan bahwa seseorang yang
memiliki efikasi diri yang kuat akan menetapkan
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 tujuan yang tinggi dan berpegang teguh pada
memperlihatkan peningkatan angka prevalensi tujuannya. Efikasi diri mendorong proses
Diabetes di Indonesia yang cukup signifikan, kontrol diri untuk mempertahankan perilaku
yaitu dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan
di tahun 2018, sehingga jumlah penderita di diri pada pasien DM (Prihatin dkk, 2019).
Indonesia mencapai lebih dari 16 juta orang
yang berisiko terkena penyakit lain, seperti ; Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
stroke, kebutaan, serangan jantung, gagal 50% pasien DM memiliki pengetahuan dan
ginjal bahkan dapat menyebabkan keterampilan perawatan diri yang rendah
kelumpuhan dan kematian. Prevalensi sebelum diberikan pendidikan diabetes.
penderita DM tertinggi terjadi pada usia 55-64 Pengetahuan yang rendah juga dapat
tahun yakni dengan 6,3 %. Provinsi dengan menyebabkan efikasi diri yang rendah dalam
prevalensi tertinggi yaitu DKI Jakarta perawatan DM (Prihatin, 2019). Kemudian,
(Riskesdas, 2018). penelitian yang dilakukan oleh Ngurah &
Prevalensi penderita DM di Provinsi Sumatera Sukmayanti (2014) mengatakan bahwa pasien
Utara berjumlah 202,872 jiwa di 33 dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
Kabupaten/ Kota. Prevalensi tertinggi terdapat memiliki efikasi diri dan perilaku perawatan diri
di Kabupaten Deli serdang dengan jumlah yang baik (Pramesthi & Purwanti, 2020). Efikasi
37,749 jiwa. Selanjutnya, prevalensi tertinggi diri yang dimiliki oleh individu akan
ke-2 terdapat di Kota Medan dengan jumlah mempengaruhi individu untuk mengambil
keputusan atas perilakunya (Rahman dkk, 2017).
37,010 jiwa (Profil Kesehatan SUMUT, 2018).
Melihat pentingnya self-efficacy dalam
Selain jumlah yang terus bertambah, DM juga
diketahui banyak menimbulkan komplikasi yang perawatan pasien DM maka peningkatan self-
dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan efficacy pasien sangat dibutuhkan. Berbagai
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi intervensi dilakukan untuk meningkatkan
ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, kepatuhan pasien dalam menjalankan perawatan
dan hipoglikemia, yang termasuk komplikasi mandiri pasien DM, dan untuk meningkatkan
kronik adalah makroangiopati, mikroangiopati self- efficacy pasien pada berbagai domain
perawatan diri. Salah satu intervensi yang dapat
dan neuropati. Banyaknya kasus dan masalah
komplikasi menempatkan kasus DM pada diberikan adalah pemberian edukasi dan
peringkat ketiga penyebab kematian tertinggi pelatihan bagi pasien (Banna, 2017). Efikasi diri
dapat memberikan pengaruh terhadap
penyakit tidak menular di Indonesia pada tahun
2016 ( Depkes, 2016). perubahan perilaku dengan mempengaruhi
Timbulnya komplikasi dan berujung kematian bagaimana seseorang berpikir, memotivasi diri ,
dan bertindak (Rahman dkk, 2017).
pada pasien DM ini dikarenakan rendahnya self
efficacy dan perilaku perawatan diri pasien DM

13
Menurut Sidani (2009) dalam pada akhirnya merupakan peningkatan kontrol
Widyanata (2018) salah satu intervensi perilaku gula darah (Widyanata, 2018).
yang dapat diterapkan pada pasien DM adalah
program Diabetes Self Management Education Salah satu teknologi keperawatan yang sedang
(DSME). DSME merupakan suatu proses berkembang adalah telehealth nursing atau
memberikan pengetahuan kepada pasien telenursing. Telenursing didefinisikan sebagai
mengenai aplikasi strategi perawatan secara praktik keperawatan jarak jauh menggunakan
mandiri untuk mengoptimalkan kontrol teknologi telekomunikasi Pada pelaksanaannya,
metabolik, mencegah komplikasi, dan telenursing dapat dilakukan menggunakan
memperbaiki kualitas hidup pasien DM (Ahdiah berbagai teknologi informasi dan komunikasi
& Arofiati, 2019). Diabetes Self Management seperti aplikasi di smartphone atau komputer
Education (DSME) merupakan upaya yang dapat dengan memanfaatkan koneksi internet, atau
dilakukan perawat untuk memberikan edukasi
bisa dimulai dengan peralatan sederhana seperti
secara berkelanjutan bagi klien DM (Mandasari
telepon yang sudah banyak dimiliki oleh
dkk, 2017).
Menurut Notoatmojo (2003) dalam melakukan masyarakat tetapi masih belum banyak
Edukasi, agar pesan-pesan kesehatan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelayanan
disampaikan lebih jelas dan masyarakat sasaran kesehatan atau keperawatan. Berdasarkan
dapat menerima pesan orang tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dkk
jelas dan tepat maka diperlukan media atau alat (2018) bahwa telenursing berpengaruh terhadap
bantu. Media tersebut dapat berupa Media kenaikan nilai dukungan keluarga penderita DM
cetak, media papan (billboard), dan media Tipe 2 dalam menjalankan terapi di wilayah kerja
elektronik. Strategi pengembangan media Puskesmas Indralaya.
promosi kesehatan dalam manajemen Menurut Higano (2014) Aplikasi web yang
pencegahan penyakit sudah banyak dilakukan. menawarkan program khusus untuk membantu
Menurut Emilia (2008), penekanan promosi dalam memenuhi kebutuhan pasien belum
kesehatan terletak pada upaya pendidikan banyak diteliti manfaatnya. Aplikasi semacam itu
kesehatan melalui media koran, radio, televisi, harus dirancang untuk memungkinkan individu
leaflet, newsletter, majalah, poster, brosur dan menyesuaikan program tertentu untuk
sebagainya (Widyanata, 2018). meningkatkan atau mempertahankan status
Saat ini, perkembangan teknologi dan kesehatannya (Widyanata, 2018). Berdasarkan
komunikasi terjadi sangat cepat. Perkembangan hasil penelitian Widyanata (2018) Kalender DM
teknologi informasi dan komunikasi memberi yang beliau rancang dengan berbasis android
dampak positif terhadap berbagai sendi memberikan umpan balik positif dan mendorong
kehidupan, termasuk bidang keperawatan orang untuk setiap hari melakukan program
(Rahmawati dkk, 2018). nutrisi, aktivitas dan kontrol gula darah secara
rutin. Edukasi dengan media elektronik ini telah
Menurut Tavsanli (2013), penggunaan teknologi meningkatkan persepsi self efficacy dan
dalam pengobatan Diabetes dapat meningkatkan perilaku manajemen diri yang baik
memfasilitasi peningkatan komunikasi antar yang dapat diihat dari perubahan nilai HbA1c
perawat dan pasien, pengumpulan data yang yang cenderung ke arah terkontrol.
andal, dan penyediaan kehidupan yang nyaman Berdasarkan data awal yang diperoleh di
bagi pasien. Media aplikatif berbasis teknologi Puskesmas Hamparan Perak jumlah penderita
mobile telah menunjukkan dapat meningkatkan DM Tipe 2 pada bulan Januari tahun 2020
komunikasi penyedia layanan, mudah diakses berjumlah 115 kasus, kemudian di bulan
oleh pasien, menyediakan pilihan yang tepat Februari menjadi 110 kasus, menyusul di bulan
untuk memfasilitasi proses pengelolaan Maret menjadi 85 kasus, dan terakhir di bulan
mandiri, kepatuhan terhadap pengobatan dan April menjadi 78 kasus dan berdasarkan

14
informasi dari pihak Puskesmas Hamparan DSME berbasis aplikasi WhatsApp terhadap Self
Perak, belum pernah dilakukan Diabetes Self efficacy pada pasien diabetes mellitus. Jika data
Management Education (DSME) berbasis berdistribusi normal maka menggunakan uji
aplikasi WhatsApp pada Pasien DM. Paired Ttest, jika data tidak berdistribusi normal
maka digunakan uji Wilcoxon Test. H0 ditolak
METODE PENELITIAN jika (p-value <0,05), artinya terdapat pengaruh
Desain penelitian Only one Group Pretest – yang signifikan antara satu variabel independen
Postest Design , Jenis penelitian ini digunakan terhadap variabel dependen dan Ha diterima.
untuk mengetahui adanya perbedaan Self Sebalikanya H0 diterima jika (p- value >0,05),
efficacy sebelum dan sesudah di berikan artinya tidak ada pengaruh yang signifikan
Diabetes Self Management Education (DSME) antara satu variabel independen terhadap
berbasis aplikasi WhatsApp di Puskesmas variabel dependen dan Ha di tolak.
Hamparan Perak Tahun 2020. Pada penelitian
ini populasinya adalah seluruh pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Hamparan Perak yang tercatat sebanyak 78
orang. Dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan tabel Cohen’s d, one sample
design untuk ekperimen dengan settingan
power 0.80 dan effect size 0.80 dimana α 0.05
maka didapat besar sampel 20 orang. Peneliti
juga mengantisipasi apabila ada responden
yang drop out dari sampel penelitian menjadi 22
orang.

Tekhnik yang digunakan untuk pengambilan


sampel digunakan dengan menggunakan teknik
purposive sampling sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dari
penelitian ini yaitu pasien sudah di diagnosa
Diabetes Melitus Tipe 2 oleh dokter, yang
berumur>45 tahun, pasien yang bersedia
mengikuti program Diabetes Self Managment
Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp.
Pasien memiliki dan mampu mengoperasikan
handphone ampu mematikan/menghidupkan
handphone, mampu membaca/membuka
notification dari aplikasi WhatsApp, mampu
membalas chat dari aplikasi WhatsApp) dan
memiliki kemampuan membaca dan menulis.
Pasien mampu melakukan aktivitas secara
mandiri. Analisa data menggunakan analisis
univariat dan bivariat. Analisa univariat
dimaksudkan untuk melihat gambaran
distribusi frekuensi dari tiap variabel. Analisa
bivariat dilakukan untuk menganalisis
hubungan antar variabel yang diteliti. Analisa ini
dapat diketahui pengaruh program intervensi

15
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Univariat
1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden DM Tipe 2 di Puskesmas Hamparan Perak
(n=22)

Karakteristik F %
Usia (Tahun)
45 – 55 Tahun 12 54.5
56 – 65 Tahun 10 45.5
Jenis Kelamin
Laki-laki 6 27.3
Perempuan 12 72.7
Pendidikan

SMP 11 50.0
SMA 11 50.0
Pekerjaan

Tidak Bekerja 17 77.3


Wiraswasta 1 4.5
Dll 4 18.2
Lama Menderita DM
≤ 1 Tahun 1 4.5
> 1 Tahun
21 95.5

2. Distribusi frekuensi sebelum intervensi


Tabel 2. Distribusi Frekuensi self efficacy penderita DM Tipe 2 di Puskesmas

N Min Max Mean Std.


Deviation
Pre test 22 42 59 49.77 4.545
Valid N 22
(listwise)
Hamparan Perak sebelum di berikan intervensi (n=22)

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa self efficacy penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Hamparan Perak
sebelum di berikan intervensi nilai minimum 42 dan nilai maksimum 59 dan standard devisiasi 4.545
3. Distribusi frekuensi sesudah intervensi Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa self efficacy penderita
DM Tipe 2 di Puskesmas Hamparan Perak setelah di berikan intervensi nilai minimum 64 dan nilai
maksimum 82 dan standard devisiasi 5.853.

16
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik Tabel 3 DM Tipe 2 di Puskesmas Hamparan Perak
sesudah Distribusi Frekuensi self efficacy penderita
responden berdasarkan usia, responden di berikan intervensi (n=22) terbanyak pada rentang usia 46 –
55 Tahun tahun sebanyak 12 responden (54,5 %). N Min Max Mean Std. Berdasarkan
jenis kelamin mayoritas Deviation adalah perempuan dengan jumlah 16 orang
Post test 22 64 82 73.45 5.853

(72,7%) dan berdasarkan pendidikan Valid N 22 berjumlah sama SMP (50%) dan SMA (listwise)

(50%) Karakteristik responden berdasarkan


pekerjaan, responden terbanyak adalah kategori
tidak bekerja sebanyak 17 orang (77,3%) dan lama
menderita DM paling banyak > 1 tahun sebanyak 21
orang (95,5%).

Analisa Bivariat
Analisa bivariat perbedaan self efficacy penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Hamparan Perak sebelum
dan sesudah diberikan intervensi Diabetes Self Management Education (DSME) berbasis aplikasi
WhatsApp.
Tabel 4. Uji Normalitas nilai self efficacy pre-test dan post-test penderita DM Tipe 2 di puskesmas
Hamparan perak 31 Agustus 2020 – 28 Juli 2020

a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Pretest .121 22 .200* .966 22 .625
Posttest .146 22 .200* .923 22 .086

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 4. dapat di lihat bahwa nilai pre-test dan post-test
menunjukkan sebaran data normal di lihat dari nilai p>0.05 sehingga uji yang digunakan adalah
Paired T-test.

Tabel 5. Pengaruh Diabetes Self Management


Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp terhadap self efficacy pasien DM Tipe 2 di
Puskesmas Hamparan Perak Tahun 2020
(n=22)

Self Efficacy pasien M SD t P-Value


DM Tipe 2

Sebelum diberikan 49.77 4.545 -18.627 .000


DSME berbasis
WhatsApp

17
Sesudah diberikan 73.45 5.853
DSME berbasis
WhatsApp

Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa hasil uji Paired T-test didapatkan nilai t = -18.627
dan di peroleh nilai p value = .000 (p<0,05), yang berarti ada pengaruh Diabetes Self Management
Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp terhadap self efficacy pasien DM Tipe 2 di Puskesmas
Hamparan Perak Tahun 2020.

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Berdasarkan karakteristik responden berdasarkan usia, responden terbanyak pada rentang usia 46 –
55 Tahun tahun sebanyak 12 responden (54,5 %) . Karakteristik responden berdasarkan usia paling
banyak responden memiliki rentang usia 46 – 55 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa semakin bertambahnya usia, kemampuan jaringan untuk mengambil glukosa darah semakin
menurun. Diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada orang berusia di atas 40 tahun daripada yang
lebih muda (Rondonuwu, R, Rompas, & Bataha, 2016). Hal ini juga disebabkan peningkatan gaya
hidup seseorang yang tidak terjaga dalam mengkonsumsi makanan dan kurangnya aktifitas dalam
kehidupan sehari-hari

(Alfiani, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian di atas, karakteristik pada jenis kelamin, responden terbanyak adalah
perempuan dengan jumlah 16 orang (72,7%) . Hal ini sesuai dengan pendapat Corwin (2009) Diabetes
melitus tipe II lebih banyak ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki. Pernyataan tersebut
didukung oleh diabetes gestasional yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
menyandang diabetes. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50%
wanita yang mengalami diabetes tipe ini akan kembali ke status non diabetes setelah persalinan
berakhir, namun risiko untuk mengalami diabetes tipe II lebih besar dari pada wanita hamil yang tidak
mengalami diabetes (Dolongseda, dkk, 2017). Hasil penelitian didapatkan data responden
berpendidikan SMP (50%) dan SMA (50%) memiliki jumlah yang sama. Penelitian yang di lakukan oleh
(Wardiyan, 2018). Frekuensi penderita diabetes melitus lebih banyak terjadi pada responden yang
berpendidikan dasar sampai menengah, artinya peningkatan kejadian diabetes juga didorong oleh
faktor tingkat pendidikan pasien. Tingkat pendidikan biasanya mampu mempengaruhi kemampuan
individu dalam menerima informasi.

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, responden terbanyak adalah kategori tidak


bekerja sebanyak 17 orang (77,3%). Berdasarkan data tersebut, sebagain responden adalah tidak
bekerja, artinya mayoritas responden kurang memiliki aktivitas fisik. Berdsarkan penelitian yang di
lakukan oleh (Dolongseda, 2018) Kurangnya aktivitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan
yang meyebabkan resistensi insulin pada diabetes melitus tipe II. individu yang aktif memiliki insulin
dan profil glukosa yang lebih baik dari pada individu yang tidak aktif. Mekanisme aktivitas fisik dalam
mencegah atau menghambat perkembangan diabetes melitus tipe II.

Data lama menderita DM paling banyak > 1 tahun sebanyak 21 orang (95,5%) Berdasarkan
hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa responden yang menderita diabetes melitus tipe II
dengan porposi terbanyak dalam rentang > 1 tahun. Pasien yang menderita diabetes mellitus dengan
jangka waktu lama lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, jika mampu mengatur distress
18
emosional dan memberikan perlindungan diri akan stress dan cemas dengan pengelolaan stress yang
baik. Sehingga dapat membantu dalam pencegahan dan pengelolaan DM

(Inggit, 2020).

1. Self efficacy pada pasien DM Tipe 2 sebelum diberikan Diabetes Self Management Education
(DSME)
berbasis aplikasi WhatsApp
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Hamparan Perak sebelum diberikan Diabetes Self
Management Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp diperoleh hasil bahwa nilai minimum self
efficacy pasien DM Tipe 2 yakni 42 dan nilai maksimum 59 (tabel

4.2). Hal ini dibuktikan dari hasil kuisioner DSMES yang telah diisi oleh responden. Kuesioner ini terdiri
dari 20 item dengan skala likert 1-5. Nilai 1 untuk jawaban tidak yakin, 2 untuk jawaban kurang yakin,
3 untuk jawaban cukup yakin, 4 untuk jawaban yakin, 5 untuk jawaban sangat yakin. Rentang nilai
efikasi diri adalah 20- 100.
Hasil penelitian berdasarkan tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa nilai rata- rata self efficacy pasien
DM tipe 2 sebelum diberi intervensi adalah 49.77. Berdasarkan hasil kuisioner DMSES yang telah diisi
oleh reponden juga menunjukkan mayoritas responden memilih nilai 2 (kurang yakin) dan nilai 3
(cukup yakin). Self efficacy dalam penelitian ini merupakan keyakinan pasien DM Tipe 2 dalam
melakukan perawatan diri. Menurut Bandura dalam (Herawati, 2015) proses terbentuknya efikasi diri
salah satunya dari kognitif atau pengetahuan. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan seseorang yang
berasal dari pikirannya. Kemudian pemikiran tersebut memberi arahan bagi tindakan yang dilakukan.
Hal ini di dukung hasil wawancara peneliti saat melakukan penelitian pada pasien penderita DM Tipe
2, sebagian besar responden kurang yakin dalam memilih makanan dari beragam makanan yang ada
dan tetap menjaga pola makan yang sehat, di buktikan dengan kuisioner (P5) yang telah diisi
responden.

Penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan responden mengenai pemilihan makanan/ diet


sehingga menyebabkan tidak terkontrolnya pengelolaan dalam perawatan diri. Hal tersebut
berdampak pada berat badan para responden yang tidak ideal.

Penelitian yang sama juga di ungkapkan oleh Prihatin, dkk (2019). Pengetahuan yang rendah dapat
menyebabkan efikasi diri yang rendah dalam perawatan DM Efikasi diri mempengaruhi bagaimana
seseorang berpikir, merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak. Efikasi diri mendorong proses
kontrol diri untuk mempertahankan perilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada
pasien.

Oleh karena itu, self efficacy sangat perlu di perhatikan oleh penderita DM Tipe 2 karena sangat
mempengaruhi perilaku dalam mengelola perawatan dirinya.
Perilaku yang diharapkan dapat dirubah oleh pasien DM adalah mengenai gaya hidup dan kebiasaan
yang dapat memperburuk kondisi pasien, diantaranya adalah pengaturan diet, aktifitas atau latihan
(olahraga) secara teratur, pemantauan gula darah, pengobatan, dan perawatan kaki (Banna, 2017).

Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan upaya yang dapat dilakukan
perawat untuk memberikan edukasi secara berkelanjutan bagi klien DM. Penelitian yang sama juga
di ungkapkan oleh Kurniawati, dkk (2019) bahwa DSME merupakan salah satu bentuk edukasi yang
efektif diberikan kepada pasien DM karena pemberian DSME dapat meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan perilaku pasien dalam melakukan perawatan mandiri. Dengan adanya pemberian DSME

19
pada pasien DM dalam penelitian tersebut, pasien memperoleh informasi terkait perawatan mandiri
DM. Pengetahuan, keterampilan, dan status psikologis pasien mengalami peningkatan, sehingga
pasien mulai melakukan perawatan mandiri terhadap penyakitnya.

2. Self efficacy pada pasien DM Tipe 2 sesudah diberikan Diabetes Self Management
Education (DSME)
berbasis aplikasi WhatsApp Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Hamparan Perak sesudah
diberikan Diabetes Self Management Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp diperoleh hasil
bahwa nilai minimum self efficacy pasien DM Tipe 2 yakni 64 dan nilai maksimum 82 (tabel 4.3). Hal
ini dibuktikan dari hasil kuisioner DMSES yang telah diisi oleh responden. Kuesioner ini terdiri dari 20
item dengan skala likert 1-5.
Hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkat self efficacy pada pasien DM Tipe 2 di Puskesmas
Hamparan Perak setelah di berikan Diabetes Self Management Education (DSME) berbasis aplikasi
WhatsApp. Komponen DSME yang diajarkan selama pemberian DSME kepada pasien DM dalam
penelitian ini adalah pengetahuan dasar tentang DM, pengaturan nutrisi/diet, olah raga atau latihan
fisik, perawatan kaki, senam kaki dan stress. Hal ini membuktikan bahwa Diabetes Self Management
Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp yang diberikan kepada responden efektif untuk
meningkat self efficacy penderita DM Tipe 2 dalam melakukan perawatan diri.
Penelitian Lari, dkk (2018) menunjukan hasil yang sama dengan penelitian ini. Pemberian
edukasi dengan menggunakan media elektonik yakni berupa CD berisi edukasi dan melalui SMS
dapat meningkatkan self efficacy secara signifikan. Menurut Bandura dalam (Herawati, 2015) proses
terbentuknya efikasi diri salah satunya dari kognitif atau pengetahuan. Dalam hal ini tindakan yang
dilakukan seseorang yang berasal dari pikirannya. Kemudian pemikiran tersebut memberi arahan
bagi tindakan yang dilakukan. Jika semakin tinggi pengetahuan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan
yang dimiliki akan memberikan konstribusi terhadap terbentuknya efikasi diri yang tinggi dan efikasi
diri yang tinggi tidak dapat lepas dari adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti pengalaman
individu sebelumnya, pengalaman orang lain yang sama, persuasi sosial maupun keadaan fisiologis
dan emosional.

Penelitian yang sama juga di ungkapkan oleh Kurniawati, dkk (2019) bahwa DSME merupakan
salah satu bentuk edukasi yang efektif diberikan kepada pasien DM karena pemberian DSME dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien dalam melakukan perawatan mandiri. Dengan
adanya pemberian DSME pada pasien DM dalam penelitian tersebut, pasien memperoleh informasi
terkait perawatan mandiri DM. Pengetahuan, keterampilan, dan status psikologis pasien mengalami
peningkatan, sehingga pasien mulai melakukan perawatan mandiri terhadap penyakitnya. Pada
pasien DM, efikasi diri merupakan keyakinan pasien dalam bertindak dan berperilaku sesuai dengan
harapan yang diinginkan oleh pasien maupun tenaga kesehatan. Efikasi diri dapat memberikan
pengaruh terhadap perubahan perilaku dengan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir,
memotivasi diri, dan bertindak. Efikasi diri yang dimiliki oleh individu akan mempengaruhi individu
untuk mengambil keputusan atas perilakunya (Rahaman, dkk. 2017).

Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Hatmawati (2017) Faktor utama yang
mempengaruhi perilaku seseorang adalah self efficacy, yaitu keyakinan seseorang tentang
kemampuannya sendiri untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan sehingga bisa mencapai
hasil yang diinginkan.

20
3. Perbedaan self efficacy pasien DM Tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan Diabetes Self
Management Education (DSME) berbasis aplikasi
WhatsApp
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pemberian Diabetes
Self Management Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp terhadap self efficacy pasien DM
Tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa alat telekomunikasi seperti aplikasi di smartphone dapat menjadi
media edukasi bagi para penderita DM Tipe 2. Selain itu, metode edukasi seperti ini dapat
mempermudah pasien DM Tipe 2 melakukan komunikasi jarak jauh guna melakukan perawatan diri
secara mandiri.

Penelitian Lari, dkk (2018) menunjukan hasil yang sama dengan penelitian ini. Pemberian edukasi
dengan menggunakan media elektonik yakni berupa CD berisi edukasi dan melalui SMS dapat
meningkatkan self efficacy secara signifikan. Menurut Bandura dalam (Herawati, 2015) proses
terbentuknya efikasi diri salah satunya dari kognitif atau pengetahuan. Dalam hal ini tindakan yang
dilakukan seseorang yang berasal dari pikirannya. Kemudian pemikiran tersebut memberi arahan bagi
tindakan yang dilakukan.Jika semakin tinggi pengetahuan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan yang
dimiliki akan memberikan konstribusi terhadap terbentuknya efikasi diri yang tinggi dan efikasi diri
yang tinggi tidak dapat lepas dari adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti pengalaman
individu sebelumnya, pengalaman orang lain yang sama, persuasi sosial maupun keadaan fisiologis
dan emosional.

Penelitian yang sama juga di ungkapkan oleh Prihatin, dkk (2019) . Pengetahuan yang rendah
dapat menyebabkan efikasi diri yang rendah dalam perawatan DM Efikasi diri mempengaruhi
bagaimana seseorang berpikir, merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak. Efikasi diri mendorong
proses kontrol diri untuk mempertahankan perilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan
diri pada pasien.
Pada pasien DM, efikasi diri merupakan keyakinan pasien dalam bertindak dan berperilaku
sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh pasien maupun tenaga kesehatan. Efikasi diri dapat
memberikan pengaruh terhadap perubahan perilaku dengan mempengaruhi bagaimana seseorang
berpikir, memotivasi diri, dan bertindak. Efikasi diri yang dimiliki oleh individu akan mempengaruhi
individu untuk mengambil keputusan atas perilakunya (Rahaman, dkk. 2017).

Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Hatmawati (2017) Faktor utama yang
mempengaruhi perilaku seseorang adalah self efficacy, yaitu keyakinan seseorang tentang
kemampuannya sendiri untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan sehingga bisa mencapai
hasil yang diinginkan .

Oleh karena itu, self efficacy sangat perlu di perhatikan oleh penderita DM Tipe 2 karena sangat
mempengaruhi perilaku dalam mengelola perawatan dirinya. Perilaku yang diharapkan dapat dirubah
oleh pasien DM adalah mengenai gaya hidup dan kebiasaan yang dapat memperburuk kondisi pasien,
diantaranya adalah pengaturan diet, aktifitas atau latihan (olahraga) secara teratur, pemantauan gula
darah, pengobatan, dan perawatan kaki (Banna, 2017).

Proses terbentuknya efikasi diri salah satunya dari kognitif atau pengetahuan. Pengetahuan dapat
di berikan kepada pasien DM Tipe 2 berupa edukasi kesehatan.

Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan upaya yang dapat dilakukan perawat untuk
memberikan edukasi secara berkelanjutan bagi klien DM. Penelitian yang sama juga di ungkapkan
oleh Kurniawati, dkk (2019) bahwa DSME merupakan salah satu bentuk edukasi yang efektif diberikan
kepada pasien DM karena pemberian DSME dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
21
pasien dalam melakukan perawatan mandiri. Dengan adanya pemberian DSME pada pasien DM
dalam penelitian tersebut, pasien memperoleh informasi terkait perawatan mandiri DM.
Pengetahuan, keterampilan, dan status psikologis pasien mengalami peningkatan, sehingga pasien
mulai melakukan perawatan mandiri terhadap penyakitnya.

Penelitian Kurniawati (2019) mengungkapkan bahwa DSME merupakan salah satu bentuk
pendidikan kesehatan terstruktur yang dapat diberikan pada penderita DM tipe 2 yang merupakan
elemen kunci dalam perawatan penderita DM dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil
perawatan penderita. Literature review yang di lakukan oleh Ahdiah (2019) memaparkan bahwa
DSME lebih sering diberikan dalam macam metode yaitu one-to-one, group based, dan tele-medicine.

Tele-medicine merupakan cara penyampaian DSME dengan menggunakan alat-alat


telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan kesehatan jarak jauh. Berdasarkan
literature review yang dilakukan oleh Ahdiah (2019) menjelaskan bahwa penelitian Tang, dkk (2014)
memberikan DSME melalui telepon oleh Peer Leader dan Community Health Worker selama 6 bulan
memberikan pengaruh signifikan terhadap manajemen diri penderita DM. Komponen DSME yang
diajarkan selama pemberian DSME kepada pasien DM dalam penelitian ini adalah pengetahuan dasar
tentang DM, pengaturan nutrisi/diet, olah raga atau latihan fisik, perawatan kaki, senam kaki dan
stress. Selama proses pemberian DSME, peneliti mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimiliki
pasien dan perawatan yang telah dilakukan. Peneliti juga mengeksplorasi perasaan dan keluhan yang
dirasakan pasien.

Komponen- komponen DSME yang diajarkan kepada pasien dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan pasien sekaligus memperbaiki perawatan yang dilakukan pasien yang kurang benar.

Dalam penelitian ini Diabetes Self Management Education (DSME) dilakukan berbasis aplikasi
WhatsApp. Aplikasi WhatsApp dapat dijadikan sebagai media edukasi, mengingat bahwa peran
telekomunikasi sangat memudahkan kehidupan masyarakat di era modern. Penyampaian DSME
dengan menggunakan alat-alat telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan
kesehatan jarak jauh. Berdasarkan literature review yang di lakukan oleh Ahdiah (2019) menjelaskan
bahwa penelitian Tang, dkk (2014) memberikan DSME melalui telepon oleh Peer Leader dan
Community Health Worker selama 6 bulan memberikan pengaruh signifikan terhadap manajemen
diri penderita DM.
Salah satu aplikasi yang dapat dijadikan media aplikatif untuk memberi edukasi pada
Smartphone yakni WhatsApp. WhatsApp Messenger merupakan aplikasi pesan lintas platform yang
memungkinkan kita bertukar pesan tanpa biaya SMS, karena WhatsApp Messenger menggunakan
paket data internet yang sama untukemail, browsing web, dan lain- lain. Aplikasi WhatsApp
Messenger menggunakan koneksi internet 3G, 4G atau WiFi untuk komunikasi data. Dengan
menggunakan WhatsApp, kita dapat melakukan obrolan online, berbagi file, bertukar foto, berbagi
video, dan lain-lain. Hal ini dapat dijadikan alasan mengapa pemberian Diabetes Self Management
Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp efektif meningkatkan self eficacy pasien DM Tipe 2.

KESIMPULAN DAN SARAN


Intervensi DSME selama 4 minggu dapat meningkatkan self efficacy pasien DM tipe 2 di
Puskesmas Hamparan Perak. Komponen DSME yang diajarkan selama pemberian DSME kepada pasien
DM dalam penelitian ini adalah pengetahuan dasar tentang DM, pengaturan nutrisi/diet, olah raga
atau latihan fisik, perawatan kaki, senam kaki dan stress. Selama proses pemberian DSME, peneliti
mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimiliki pasien dan perawatan yang telah dilakukan. Aplikasi
WhatsApp dapat meningkatkan komunikasi penyedia layanan, mudah diakses oleh pasien,

22
menyediakan pilihan yang tepat untuk memfasilitasi proses pengelolaan mandiri sehingga dapat
meningkatkan keyakinan diri pasien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri dengan baik.

Ada pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp terhadap
Self efficacy pada Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Hamparan Perak Tahun 2020 dengan P Value uji
paired t test p=0,000 (p<0.05).

Saran
Pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit diharapkan mampu menyediakan layanan
kesehatan jarak jauh denganmenggunakan teknologi modern sekarang, salah satunya melalui aplikasi
yang ada di smartphone sehingga tujuan dari edukasi tersebut dapat tercapai. Bagi tenaga kerja
khususnya perawat di harapkan mampu menerapkan DSME berbasis aplikasi WhatsApp sehingga
dapat mengedukasi pasien DM Tipe 2 dalam melakukan perawatan diri. Penelitian ini masih terbatas
pada pemberian Diabetes Self Management Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp, untuk itu
diperlukan penelitian lebih lanjut dengan penambahan variabel dan melibatkan unsur yang
berhubungan langsung self efficacy pasien DM.

DAFTAR PUSTAKA

Ahdiah, Nurul & Arofiati. 2019. Metode- Metode Penyampaian Diabetes Self Management Education
(DSME). 10(1).

Banna, T. 2017. Self-Efficacy Dalam Pelaksanaan Manajemen Diri (Self- Management) Pada Pasien
Diabetes Mellitus. 7 (2).
Damayanti, Santi. 2017. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.Yogyakarta: Nuha
Medika.

Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Dinas Kesehatan Sumatera Utara. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018.
Dolongseda, Vietryani Fehmi., M, Gresty., B, Yolanda. Hubungan Pola Aktivitas Fisik Dan Pola Makan
Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii Di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit
PancaranKasih Gmim Manado. Volume (5) Nomor (1).

Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. 4(5) IDF Diabetes Atlas. Eight Edition, 2017.

Hatmanti, Nety Nawarda. 2017. Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Quality Of Life Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Kebonsari Surabaya. 10(2).

Kurniawati, Trina., Huariah, T., Primanda, Y.2019.Pengaruh Diabetes Self Management ducation
(DSME) terhadap Self Management pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK) Vol
XII, No 1

Kristiyani, T. 2016. Self-Regulated Learning. Yogyakarta: Shanata Dharma University Press. Lari,
H.,Tahmasebi, R., & Noroozi, A. (2018). Diabetes & Metabolic Syndrome : Clinical esearch
& Reviews Effect of electronic education based on health promotion model on physical activity
in diabetic patients. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews, 12(1), 45–
50.

23
JUDUL: Pengaruh Diabetes Self Management Education ( DSME ) Berbasis Aplikasi Whats App
Terhadap Self Efficacy Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Hamparan Perak

PENULIS TUJUAN VALIDITAS HASIL PENELITIAN APPLICABILITY

Agnes Jenis Tekhnik yang Berdasarkan tabel 5 Intervensi DSME


Silvina penelitian ini digunakan untuk menunjukkan bahwa selama 4 minggu
Marbun1,
digunakan pengambilan sampel hasil uji Paired T-test dapat meningkatkan
untuk menggunakan teknik didapatkan nilai t = - self efficacy pasien
Rinco mengetahui purposive sampling 18.627 dan di peroleh DM tipe 2 di
Siregar2, adanya sesuai dengan nilai p value = .000 Puskesmas
perbedaan Self kriteria inklusi dan (p<0,05), yang berarti Hamparan Perak.
efficacy eksklusi. ada pengaruh Diabetes Komponen DSME
Karnirius
Harefa3, sebelum dan Self Management yang diajarkan
Desain penelitian
sesudah di Education (DSME) selama pemberian
Only one group
berikan berbasis aplikasi DSME kepada pasien
Theresia pretest-post test
Diabetes Self WhatsApp terhadap self DM dalam penelitian
Yuni
Florensia Management efficacy pasien DM Tipe ini adalah
Sinabutar4 Education 2 di Puskesmas pengetahuan dasar
(DSME) Hamparan Perak Tahun tentang DM,
berbasis 2020. dengan P Value uji pengaturan
aplikasi paired t test p=0,000 nutrisi/diet, olah
WhatsApp (p<0.05). raga atau latihan
fisik, perawatan kaki,
senam kaki dan
stress.

24
C. Rview Jurnal “Edukasi Diabetes Terhadap Penurunan Glukosa Darah Pada
Penderita Diabetes Melitus 2 “.

Journal of Telenursing (JOTING) Volume 3, Nomor 1, Juni 2021 e-ISSN: 2684-


8988 p-ISSN: 2684-8996
DOI: https://doi.org/10.31539/joting.v3i1.2111

EDUKASI DIABETES TERHADAP PENURUNAN


GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE
2

I Dewa Ayu Rismayanti1, I Made Sundayana2, Putu Agus Ariana3, Mochamad Heri4
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng1,2,3,4
i.dewa.ayu.rismayanti-2019@fkp.unair.ac.id1

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi diabetes terhadap kadar glukosa darah
pada pasien DM tipe 2. Desain penelitian yang digunakan adalah preeksperimental dengan one group
pre-post-test design. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah setelah
dilakukan intervensi berupa edukasi diabetes dengan p-value = 0,000. Kadar gula darah rata-rata
(mean) sebelum intervensi adalah sebesar 244,19 dan setelah intervensi sebesar 166,06. Simpulan,
pemberian edukasi diabetes sebagai salah satu penatalaksanaan diabetes dapat mempengaruhi
manajemen diri pasien DM tipe 2, salah satunya dengan monitoring gula darah. Keberhasilan
pemberian edukasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor pasien, pendidik atau
pemberi edukasi dan lamanya edukasi yang diberikan.
Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe 2, Edukasi, Glukosa Darah, Manajemen Diri

ABSTRACT
This study aims to determine the effect of diabetes education on blood glucose levels in type 2 DM
patients. The research design used was pre-experimental with one group pre-post-test design. The
results showed decreased blood glucose levels after intervention in diabetes education with a p-value
= 0.000. The mean blood sugar level before the intervention was 244.19 and after the intervention was
166.06. In conclusion, diabetes education as diabetes management can affect type 2 DM patients'
selfmanagement, one of which is by monitoring blood sugar. Providing education can be influenced by
several factors, such as patient factors, educators or education provider’s factors, and the length of the
education supplied.

Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus, Education, Blood Glucose, Self Management

PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan angka kejadian
yang selalu meningkat tiap tahunnya. Manajemen diri merupakan mekanisme utama untuk mencegah
terjadinya keparahan atau komplikasi lanjut yang dapat terjadi pada pasien DM. Namun, manajemen
diri pada pasien DM masih belum optimal yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya
25
pengetahuan dan kesalahan informasi tentang penyakit atau pengobatan (Pereira et al., 2019).
Masalah diabetes merupakan salah satu isu penting di Indonesia. Berdasarkan data International
Diabetes Federation tahun 2019, ada 463 juta orang dewasa (usia 2079 tahun) yang mengalami DM di
dunia pada tahun 2019 dan pada tahun 2045 angkanya diperkirakan akan meningkat menjadi 700 juta
(Cho et al., 2018). Insiden DM di Indonesia meningkat dari tahun 2013 sebesar 6,9% menjadi 10,9%
pada tahun 2018. Prevalensi DM di Provinsi Bali juga meningkat, mulai dari 1,3% pada tahun 2013 dan
meningkat menjadi 1,7% pada tahun 2018. Jumlah penderita DM tipe 2 di Kabupaten Buleleng cukup
tinggi yaitu mencapai 7.841 orang (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Kontrol gula darah merupakan kunci keberhasilan perawatan penderita DM (Luthfa, 2019). DM
merupakan penyakit kronis yang terjadi saat pankreas tidak mampu menghasilkan insulin (Hormon
yang berperan dalam regulasi gula darah) sehingga penderita DM akan mengalami peningkatan kadar
gula darah (Zamaa & Sainudin, 2019; Setyawati et al., 2020). Gula darah yang tidak terkontrol dengan
baik cenderung menyebabkan berbagai komplikasi, kecacatan hingga kematian (Forbes & Cooper,
2013). Edukasi merupakan salah satu dari empat pilar penatalaksanaan DM. Tujuan penatalaksanaan
berupa edukasi adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien DM tentang penyakit dan
manajemen pengobatan yang benar. Selain itu, kegiatan edukasi juga dapat meningkatkan promosi
hidup sehat di masyarakat (Hong et al., 2020).

Edukasi menjadi elemen penting dalam perawatan pasien DM, selain itu edukasi juga diperlukan bagi
pasien DM yang memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi. Salah satu pendekatan edukasi dalam
manajemen DM adalah Diabetes SelfManagement Education (DSME). Tujuan yang dicapai dalam
pelaksanaan DSME yaitu memberikan dukungan informasi dalam pengambilan keputusan, perilaku
perawatan diri, pemecahan masalah dan kerjasama aktif dengan tim kesehatan dan untuk
meningkatkan hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup (Bekele et al., 2020). Selain itu, DSME
membantu orang dengan pradiabetes dalam melaksanakan dan mempertahankan perilaku yang
diperlukan untuk mengelola kondisinya secara terusmenerus. DSME pada penderita DM merupakan
hal penting yang harus dilakukan. DSME adalah suatu proses edukasi yang berkelanjutan untuk
memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk perawatan diri
pasien DM (Rhinehart et al., 2017).

DSME diharapkan akan meningkatkan manajemen diri penderita DM dalam menjalankan pilar
manajemen DM yang lain baik terapi farmakologis maupun latihan fisik. Dalam DSME pemberian
edukasi memiliki standar kurikulum yang berisi penjelasan tentang penyakit, pola makan, aktivitas fisik,
pemantauan gula darah, pencegahan komplikasi hingga manajemen diri dalam melakukan perubahan
kesehatan dan perilaku (Bekele et al., 2021). Edukasi yang baik melalui DSME diharapkan akan
meningkatkan manajemen diri dari pasien DM terutama dalam melakukan kontrol gula darah (Funnell
et al., 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni et al., (2018) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan pemberian DSME/S terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2. DSME/S dapat meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan perawatan diri pasien dalam mengontrol gula darah dan mencegah
komplikasi yang bisa mempengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sari et al.,
(2018) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada pengetahuan kader sebelum dan
sesudah pelatihan, sedangkan ada perbedaan signifikan pada self-efficacy pada kader sebelum dan
sesudah pelatihan.

26
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian terdahulu, sejauh ini belum ada penelitian yang spesifik
meneliti tentang pemberian edukasi kesehatan Diabetes SelfManagement Education (DSME) terhadap
penurunan glukosa darah pasien DM tipe 2.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai pengaruh pemberian edukasi kesehatan
tersebut agar informasi yang ditemukan dapat digunakan sebagai acuan dalam penatalaksanaan
diabetes khususnya pada pasien DM tipe 2.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Desain dari penelitian ini adalah pra-
eksperimental dengan rancangan one group pre-posttest design yaitu mengungkapkan hubungan
sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Penelitian ini dilakukan di salah satu
Puskesmas di wilayah Buleleng Bali pada bulan Januari 2021. Besar sampel penelitian ini adalah 52
pasien DM dengan kriteria inklusi merupakan pasien DM tipe 2 dan telah menderita penyakit DM
selama 1-3 tahun terakhir. Pengambilan sampel menggunakan metode non-probability sampling yaitu
total sampling dimana jumlah sampel yang digunakan sama dengan jumlah populasi yang ada di
tempat penelitian tersebut.

Penelitian dimulai dengan melakukan pengukuran gula darah awal pada seluruh responden yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian edukasi. Edukasi diabetes yang dilakukan berpedoman pada
materi Diabetes Self-Management Education (DSME) yang dikemas dalam bentuk Satuan Acara
Penyuluhan (SAP). SAP digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan intervensi pemberian edukasi.
SAP dibagi menjadi 6 sesi dalam 6 minggu, setiap sesi dilakukan kurang lebih 60 menit dengan topik
yang diberikan pada tiap sesinya berbeda. Instrumen lain yang digunakan adalah SOP pengukuran
glukosa darah yang digunakan sebelum dan setelah intervensi edukasi selesai dilakukan. SOP terdiri
dari 5 tahapa yaitu tahap praorientasi, orientasi, kerja, terminasi dan dokumentasi.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Berikut ini merupakan hasil dari analisis deskriptif tiap variabel dan hasil uji statistik pengukuran gula
darah sebelum dan sesudah pemberian intervensi edukasi diabetes. Tabel 1 dan 2 menunjukkan
distribusi karakteristik responden penelitian.
Tabel. 1
Data Demografis Jenis Kelamin Responden Penelitian
Karakteristik Demografi Frekuensi Persentase
Kategori
Responden (f) (%)
Jenis Kelamin Laki-Laki 28 53,8
Perempuan 24 46,2
Total 52 100

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, diketahui mayoritas responden adalah laki-laki sebanyak 28
orang (53,8%) dan sisanya yaitu 24 orang berjenis kelamin perempuan (46,2%).
Tabel. 2
Data Demografis Usia Responden Penelitian
Karakteristik
N Min. Max. Mean SD
Demografi Responden
27
Usia 52 48 75 58,00 7,097
Berdasarkan karakteristik usia, diketahui usia termuda dari responden penelitian adalah 48 tahun dan
usia paling tua adalah 75 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 7,097.

Tabel. 3
Hasil Pengukuran Gula Darah Sebelum dan Sesudah Intervensi Edukasi Diabetes
Kategori Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pre-Test 244.19 52 51.34 7.12
Post-Test 166.06 52 35.63 4.94

Berdasarkan hasil pengukuran gula darah, diketahui rata-rata gula darah sebelum diberikan edukasi
adalah 244,19 dengan standar deviasi (SD) sebesar 51,34. Nilai ratarata gula darah mengalami
penurunan setelah dilakukan intervensi edukasi diabetes yaitu 166,06 dengan standar deviasi sebesar
35,63.

Tabel. 4
Hasil Uji Statistik Paired t-test
95% Confidence Interval of the Difference

Paired Std. Std. Error Sig.


ttest Mean Lower Upper t df (2tailed)
Deviation Mean
Pre-Test–
78.13 41.91 5.81 66.47 89.80 13.44 51 .000
Post-Test

Tabel 4 menunjukkan hasil uji paired t-test dari hasil pemeriksaan gula darah sebelum dan sesudah
pemberian edukasi diabetes. Data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara pemberian edukasi
diabetes terhadap penurunan glukosa darah pasien DM Tipe 2 dengan nilai signifikansi p = 0,000 dan
nilai rata-rata 78,13 dengan standar deviasi sebesar 41,91.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah laki-laki. Tingginya prevalensi dan
persentase kematian akibat diabetes mellitus menyebabkan perlunya penelusuran mengenai survei
penyakit diabetes mellitus agar angka morbiditas dan mortalitas disetiap tahunya dapat diminimalisir.
Jenis kelamin menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya DM. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Nababan et al., (2018) yang mendapatkan hasil bahwa variabel yang berhubungan
dengan kadar gula darah puasa adalah umur, riwayat keturunan, jenis kelamin dan pola makan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggraeni et al., (2018) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara Diabetes Mellitus Self Management Education dan dukungan terhadap kualitas
hidup pasien DM tipe 2. Laki-laki diketahui lebih dominan mengalami kondisi kadar gula darah tinggi
dibadingkan dengan wanita. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yosmar et al., (2018)
dengan hasil bahwa laki-laki lebih berpeluang terkena diabetes dibandingkan dengan perempuan. Hal
serupa juga disampaikan oleh International Diabetes Federation (IDF) bahwa penderita diabetes
berjenis kelamin laki-laki jumlahnya 14 juta lebih banyak dibandingkan penderita perempuan (Cho et
al., 2018).

Usia juga berpengaruh terhadap kejadian DM. Responden yang masuk dalam usia lansia awal atau
tergolong lansia akan lebih cenderung menderita DM. Hal ini disebabkan karena usia yang semakin tua
28
akan berpengaruh terhadap melambatnya kerja organ tubuh (Ang, 2020). Setiap orang pasti
mengalami proses degereratif oleh karena faktor bertambahnya usia. Proses degeneratif yang terjadi
diantaranya adalah penyusutan otot, penyusutan lemak sub kutan dan melambatnya kinerja organ-
organ tubuh. Usia berpengaruh terhadap peningkatan risiko DM, semakin tua usia seseorang akan
berdampak pada penurunan fleksibelitas dan kekuatan organ serta fungsinya dalam tubuh (Yosmar et
al., 2018).

Diabetes mellitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan
multietiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (Kretchy et al., 2020; Sartika et
al., 2020). Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defesiensi produksi insulin oleh
sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh
terhadap insulin (Yosmar et al., 2018; Andari et al., 2020). Salah satu dari 4 pilar penanganan DM
adalah pendidikan kesehatan. Perawat sebagai seorang edukator dan konselor bagi pasien dapat
memberikan bantuan kepada pasien dalam bentuk supportive educative system dengan memberikan
pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk memandirikan pasien dalam melakukan manajemen diri.

Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar gula darah pada pasien DM. Responden yang
mengalami penurunan kadar gula disebabkan karena responden sangat kooperatif dan bersungguh-
sungguh dalam mengikuti dan mendengarkan saat materi DSME dijelaskan. Menurut Hardika (2018)
DSME merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Pranata et al., (2020) edukasi pasien dan keluarga dengan menggunakan booklet memberikan
perubahan pada pengetahuan self-care DM.

SIMPULAN
Ada pengaruh pemberian intervensi edukasi diabetes berbasis DSME terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada pasien DM tipe 2. Sebagai salah satu penatalaksanaan diabetes, pemberian edukasi
ini dapat mempengaruhi manajemen diri pasien DM tipe 2, salah satunya dengan monitoring gula
darah. Keberhasilan pemberian edukasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor pasien,
pendidik atau pemberi edukasi dan lamanya edukasi yang diberikan.

SARAN
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar ataupun acuan dalam penatalaksanaan
diabetes khususnya pada pasien DM tipe 2. Edukasi diabetes dengan berpedoman pada DSME terbukti
memberikan pengaruh terhadap peningkatan manajemen diri pasien DM tipe 2 khususnya pada
kemampuan dalam monitoring gula darah. Tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memberikan
edukasi yang lebih masif dan optimal kepada pasien DM tipe 2 khususnya terkait penyakit, obat dan
manajemen diri, sehingga dapat menurunkan angka terjadinya komplikasi penyerta dan atau
kematian.

DAFTAR PUSTAKA
Andari, F., Vioneery, D., Panzilion, P., Nurhayati, N., & Padila, P. (2020). Penurunan

29
Tekanan Darah pada Lansia dengan Senam Ergonomis. Journal of Telenursing (JOTING), 2(1),81-90.
https://doi.org/10.31539/joting.v2i1.859 Ang, G. Y. (2020). Age of Onset of Diabetes and All-Cause
Mortality. Word Journal of Diabetes, 11(4), 90–149. http://dx.doi.org/10.4239/wjd.v11.i4.95

Anggraeni, A. F. N., Rondhianto, & Juliningrum, P. P. (2018). Pengaruh Diabetes SelfManagement


Education and Support (DSME/S) terhadap Kualitas Hidup pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. E-Jurnal
Pustaka Kesehatan, 6(3), 453–460. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/11688

Bekele, B. B., Negash, S., Bogale, B., Tesfaye, M., Getachew, D., Weldekidan, F., & Balcha, B. (2020).
The Effectiveness of Diabetes Self-Management Education (DSME) on Glycemic Control Among T2DM
Patients Randomized Control Trial: Systematic Review and Meta-Analysis Protocol. Journal of Diabetes
& Metabolic Disorders, 1631–1637. https://doi.org/10.1007/s40200-020-00584-3

Bekele, B. B., Negash, S., Bogale, B., Tesfaye, M., Getachew, D., Weldekidan, F., & Balcha, B. (2021).
Effect of Diabetes Self-Management Education (DSME) on Glycated Hemoglobin (HbA1c) Level among
Patients with T2DM: Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Diabetes
and Metabolic Syndrome: Clinical Research and Reviews, 15(10), 177-185
https://doi.org/10.1016/j.dsx.2020.12.030 Cho, N. H., Shaw, J. E., Karuranga, S., Huang, Y., Fernandes,
J. D. D. R., Ohlrogge, A. W., & Malanda, B. (2018). IDF Diabetes Atlas: Global Estimates of Diabetes
Prevalence for 2017 and Projections for 2045. Diabetes Research and Clinical Practice, 138, 271-281.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.02.023Forbes, J. M., & Cooper, M. E. (2013). Mechanisms of
Diabetic Complications.

Physiological Reviews, 93(1),137–188. https://doi.org/10.1152/physrev.00045.2011

Funnell, M. M., Brown, T. L., Childs, B. P., Haas, L. B., Hosey, G. M., Jensen, B., Maryniuk, M., Peyrot,
M., Piette, J. D., Reader, D., Siminerio, L. M., Weinger, K., & Weiss, M. A. (2012). National Standards
foDiabeteSelf-ManagemenEducation.DiabetesEducator,33(),599–614.
https://doi.org/10.1177/0145721707305880 Hardika, B. D. (2018). Penurunan Gula Darah pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe II Melalui Senam Kaki Diabetes. Medisains, 16(2), 60.
https://doi.org/10.30595/medisains.v16i2.2759 Hong, Y. R., Jo, A., Cardel, M., Huo, J., & Mainous, A.
G. (2020). Patient-Provider Communication with Teach-Back, Patient-Centered Diabetes Care, and
Diabetes Care Education. Patient Education and Counseling, 103(12), 2443-2450
https://doi.org/10.1016/j.pec.2020.05.029 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Profil
KesehatanIndonesiaTahun2018.https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilk
esehatan-indonesia/PROFIL_KESEHATAN_2018_1.pdf

Kretchy, I. A., Koduah, A., Ohene-Agyei, T., Boima, V., & Appiah, B. (2020). The Association between
Diabetes-Related Distress and Fear of Hypoglycaemia in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: A
Cross-Sectional Descriptive Study. Journal of Diabetes Research, 1-10.
https://doi.org/10.1155/2020/4760624

Luthfa, I. (2019). Implementasi Selfcare Activity Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas
Bangetayu Semarang. Buletin Penelitian Kesehatan, 47(1), 23-28.
https://doi.org/10.22435/bpk.v47i1.779

Nababan, B. B., Saraswati, L. D., & Muniroh, M. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kadar
Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal),6(1), 200–206.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/19866

30
Pereira, M. G., Pedras, S., Ferreira, G., & Machado, J. C. (2019). Family and Couple Variables Regarding
Adherence in Type 2 Diabetes Patients in the Initial Stages of the Disease. Journal of Marital and Family
Therapy, 45(1), 134–148. https://doi.org/10.1111/jmft.12281

Pranata, L., Indraryati, S., & Daeli, N. E. (2020). Perangkat Edukasi Pasien dan Keluarga dengan Media
Booklet (Study Kasus Self-Care Diabetes Melitus).

Jurnal Keperawatan Silampari, 4(1), 102–111. https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1599


Rhinehart, A. S., Condon, J. E., Beck, J., Reed, A. A., Mensing, C., Lavin-Tompkins, J.

M., MacLeod, J., Cypress, M., Francis, T., Fischl, A. H., Bollinger, S. T., Pope,

D. D., Butcher, M. K., Faulkner, P., Kolb, L. E., Maryniuk, M., Greenwood, D. A., Orzeck, E. A., Pulizzi, J.
L., & Blanton, L. (2017). 2017 National Standards for Diabetes Self-Management Education and
Support. Diabetes Spectrum, 30(4), 301–314. https://doi.org/10.2337/ds17-0067

Sari, C. W. M., & Yamin, A., & Sari, P. S. (2018). Edukasi Berbasis Masyarakat untuk Deteksi Dini
DiabetesMelitusTipe2.MediaKarya Kesehatan, 1(1), 29–38. https://doi.org/10.24198/mkk.v1i1.17127

Sartika, A., Betrianita, B., Andri, J., Padila, P., & Nugrah, A. (2020). Senam Lansia

Menurunkan Tekanan Darah pada Lansia. Journal of Telenursing (JOTING), 2(1),

11-20. https://doi.org/10.31539/joting.v2i1.1126

Setyawati, A., Ngo, T., Padila, P., & Andri, J. (2020). Obesity and Heredity for Diabetes Mellitus among
Elderly.JOSING: Journal of Nursing and Health, 1(1), 26-31. https://doi.org/10.31539/josing.v1i1.1149

Yosmar, R., Almasdy, D., & Rahma, F. (2018). Survei Risiko Penyakit Diabetes

Melitus Terhadap Kesehatan Masyarakat Kota Padang. Jurnal Sains Farmasi Dan Klinis, 5(2), 134–141.
http://dx.doi.org/10.25077/jsfk.5.2.134-141.2018

Zamaa, M. S., & Sainudin, S. (2019). Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan Kadar

Gula Darah Sewaktu pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II. Jambura Nursing Journal, 1(1), 11-18.
https://doi.org/10.37311/jnj.v1i1.2057

JUDUL: Edukasi Diabetes Terhadap Penurunan Glukosa Darah Pada Penderita


Diabetes Melitus 2

31
PENULIS TUJUAN VALIDASI HASIL APPLICABLITY
PENELITIAN

Dewa Ayu Untuk Desain Hasil penelitian Pemberian


Rismayanti1, mengetahui penelitian yang menunjukkan adanya edukasi diabetes
I Made pengaruh digunakan penurunan kadar sebagai salah satu
edukasi adalah glukosa darah setelah penatalaksanaan
Sundayana2,
diabetes preeksperimental dilakukan intervensi diabetes dapat
Putu Agus
terhadap dengan one berupa edukasi mempengaruhi
3
Ariana , kadar group pre-post- diabetes dengan p- manajemen diri
Mochamad glukosa test design value = 0,000. Kadar pasien DM tipe 2,

Heri4 darah pada gula darah rata-rata salah satunya


pasien DM (mean) sebelum dengan
tipe 2. intervensi adalah monitoring gula
sebesar 244,19 dan darah.
setelah intervensi Keberhasilan
sebesar 166,06. pemberian edukasi
dapat dipengaruhi
oleh beberapa
faktor, seperti
faktor pasien,
pendidik atau
pemberi edukasi
dan lamanya
edukasi yang
diberikan.

D. Review Jurnal “ Implementasi Telehealth Pada Pasien Diabetes Melitus Saat


Pandemi Covid-19: Tinjauan Sistematis “.

32
Implementasi Telehealth pada pasien Diabetes melitus saat pandemi Covid-
19: Tinjauan sistematis

Vidi Ahmad Raafi1, Saryono Saryono2, Yunita Sari3*


1,2,3Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Indonesia
*Coresponding Author: sasa.yunita@gmail.com

Abstrak
Pendahuluan: Banyak pasien Diabetes Mellitus (DM) yang tidak mendapatkan perawatan akibat dari
kebijakan rumah sakit yang melakukan pengurangan kunjungan dan konsultasi untuk menghindari
penularan Covid-19. Implementasi Telehealth sudah banyak dilakukan. Review ini bertujuan untuk
mengetahui model implementasi Telehealth pada pasien Diabetes Melitus saat pandemi Covid-19. Metode:
Pencarian artikel menggunakan database elektronik seperti Pubmed, Science direct, dan Google Scholar.
Pencarian artikel yang digunakan yaitu 5 tahun terakhir. Kata kunci yang digunakan diantaranya,
“Telehealth” AND “Diabetes Mellitus” AND “Pandemic Era” OR “Covid-19”. Hasil: Berdasarkan 6 artikel
yang didapatkan bahwa Telehealth merupakan implementasi yang dapat diterapkan pada masa Pandemi
Covid-19 khususnya pada penderita Diabetes Melitus. Telehealth mampu menggantikan metode konsultasi
tatap muka dengan mengurangi ketidakhadiran pasien (dari 21% menjadi 4%), dibandingkan sebelum
pandemi, dan mampu memenuhi kebutuhan fisik maupun psikis. Selama pandemi Covid-19, estimasi
waktu pelayanan kesehatan yang diberikan 75 menit berbeda saat sebelum pandemi (pasien membutuhkan
waktu 175 menit. Simpulan: sistem Telehealth sebagai solusi terbaik untuk merawat pasien DM dalam
mencegah tertularnya covid-19.

Kata kunci: Telehealth; Diabetes Melitus; covid-19; pandemic

Implementation of Telehealth on Diabetes melitus patients during Covid-19 pandemic: A


systematic review
Abstract
Introduction: Many Diabetes Mellitus patients was not receive nursing care because of the hospital policies to
prevent Covid-19 infection. Implementation of Telehealth has been done everywhere. This research aims to know
implementation of Telehealth model on Diabetes Mellitus patients during Covid-19 pandemic. Methods: Articles
search using electronic database such as Pubmed, Science direct, and Google Scholar. Articles used were articles
from the last 5 years. Keywords used were, “Telehealth OR Telemedicine OR Telecare”, AND Diabetes Mellitus OR
Diabetic”, AND “Covid-19 pandemic”. Results: According to 6 articles that obtained, Telehealth is an
implementation that could be applied during Covid-19 Pandemic, especially for Diabetes Mellitus patients.
Telehealth was able to replace face-to-face consultation methods by reducing absenteeism (from 21% to 4%),
compared to before the pandemic, and able to meet both physical and psychological needs. During the Covid-19
pandemic, the estimated time for health services provided was 75 minutes different than before (patients need
175 minutes). Conclusions: The telehealth system is the best solution for treating DM patients in preventing Covid-
19 infection.
Keywords: Telehealth, Diabates mellitus, Covid-19 pandemic How to cite: Raafi, V.A., Saryono, S, Sari, Y. (2021).
Implementasi Telehealth pada pasien Diabetes Mellitus saat pandemi Covid-19: Sistematic review. NURSCOPE:
Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 7 (1), 45-52

PENDAHULUAN

33
Saat ini penderita Diabetes Melitus (DM) tidak dapat menerima pelayanan seperti kontrol gula darah
atau mendapatkan edukasi mengenai terapi mengontrol kadar gula darah di pelayanan kesehatan,
seperti rumah sakit atau puskesmas karena pandemi Covid-19. Covid-19 merupakan penyakit akibat
infeksi virus baru bernama novel-virus corona-19 (N-Cov-19) yang menyerang sistem pernafasan dan
menyebabkan infeksi saluran nafas akut (SARS) (Erlina Burhan, et al., 2020). Status darurat kesehatan
masyarakat yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan dunia dengan melakukan pembatasan sosial dan
isolasi mandiri atau karantina (Ridlo, 2020). Hal ini berdampak terutama pada pasien DM yang tidak
dapat menerima perawatan di rumah sakit maupun puskesmas akibat kebijakan mengenai
pembatasan kunjungan ke fasilitas kesehatan.

Manajemen diri pada pasien DM merupakan upaya penting dalam mengontrol kadar gula darah dan
menekan komplikasi, baik mikro maupun makrovaskuler. Oleh karna itu, di era modernisasi ini perlu
adanya upaya dalam membantu pasien DM mengontrol kadar gula darahnya, seperti penggunaan
teknologi dalam meningkatkan manajemen kontrol gula darah, seperti metode Telehealth. Telehealth
merupakan metode pemberian asuhan keperawatan berbasis teknologi dimana metode ini berguna
untuk memperbaiki perawatan kesehatan secara jarak jauh. Metode ini merupakan metode
komunikasi yang bergantung pada faktor manusia, keuangan dan teknologi itu sendiri (Fadhila et al.,
2020). Telehealth bisa berbentuk telephone, mobile phone, penggunaan website, media sosial, dan
video interaktif dalam proses asuhan keperawatan jarak jauh.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa metode Telehealth mampu meningkatkan manajemen diri
serta kepatuhan pada pasien. Namun, penerapan Telehealth sebelum pandemi masih memiliki
beberapa kendala seperti adanya budaya ataupun kebiasaan masyarakat. Masyarakat kurang
memahami metode Telehealth dan lebih memilih untuk face to face dan menganggap edukasi secara
daring kurang dipercaya (Prakoso & Ellena, 2015). Selain itu, model Telehealth yang diterapkan pada
pasien DM hanya sebatas aplikasi smartphone yang berisi edukasi, jadwal terapi dan kontrol gula
darah, tidak terdapat menu konsultasi berupa video conference yang mana pasien harus datang ke
fasilitas kesehatan (Goyal et al., 2016). Tujuan dari review ini adalah untuk menganalisis model
implementasi telehealth pada pasien Diabetes Melitus saat pandemi Covid-19.

METODE Pencarian Artikel


Pencarian beberapa Literature dilakukan dengan menggunakan beberapa database, diantaranya
PubMed, Science Direct, dan Google Scholar dengan menggunakan kata kunci, “Telehealth OR
Telemedicine OR Telecare”, Diabetes Melitus OR Diabetic”, dan “Pandemi Covid-19”. Hasil dari
pencarian didapatkan artikel dengan rincian, PubMed (n=122), Science Direct (n=371), dan Google
Scholar (n=500).

Seleksi Studi
Artikel dianalisis dengan framework PICO (P: Patient With Diabetes Mellitus, I: Telehealth di era
Pandemi

Covid-19, C : -, O : Model implementasi Telehealth pada pasien diabetes mellitus saat pandemic
Covid19). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah, pasien penderita diabetes mellitus, semua
intervensi yang menggunakan model Telehealth (Text Online, Video Conference), Artikel dengan rentan
waktu publikasi tahun 2015 sampai dengan 2020 dan berbahasa international (Inggris). Sedangkan
kriteria eksklusinya adalah artikel penelitian yang tidak bias diakses, penelitian yang dilakukan tidak
saat pandemic Covid-19, dan tidak tersedia full text.
34
Data Ekstrasi dan Quality Assesment
Setelah menemukan berbagai artikel, 993 artikel kemudian dilakukan skrining judul dan diperoleh 50
artikel. Dari 50 artikel hanya terdapat 20 artikel yang membahas mengenai implementasi mengenai
implementasi Telehealth pada pasien Diabetes Melitus pada masa pandemi Covid-19. Terdapat 6
artikel diantaranya 2 artikel tidak bisa diakses oleh peneliti dan ada 4 artikel yang tidak berbahasa
international (Bahasa Inggris). Setelah melakukan telaah lebih lanjut, ditetapkan 6 artikel yang sesuai
dengan kriteria inklusi peneliti.

Keenam artikel di review dilakukan penilaian kualitas artikel sesuai dengan metode yang digunakan
dalam artikel tersebut. Untuk Metode Cross-Sectional artikel direview menggunakan Checklist For
Crosss Sectional Study dari Joanna Briggs Institute yang terdiri dari 8 item pertanyaan. Sedangkan
untuk penelitian Descriptive Study penilaian menggunakan Checklist For Prevalence Studies yang terdiri
dari 9 butir pertanyaan.

Gambar 1. Bagan proses seleksi artikel penelitian dengan Bagan Prisma

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pencarian literatur yang dilakukan di Google Scholar, PubMed dan Science Direct menemukan 6
artikel yang akan direview dari 993 artikel yang sesuai dengan kata kunci. Artikel berasal dari publikasi
untuk periode 2020 hingga 2021, terangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil review terhadap artikel terpilih


Design Penelitian,
Judul dan Penulis Keterbatasan
Sampel dan Teknik Hasil
Artikel Penelitian
Sampling
Sustainable Diabetes Peneliti menggunakan Sebanyak 1351 (86,5%) pasien Tidak adanya evaluasi
Care Services during design penelitian Cross- menggunakan metode seperti evaluasi kadar
COVID-19 Pandemic Sectional Telemedicine untuk menerima gula dalam darah
(Alromaihi et al., 2020). Sampel berjumlah 1972 perawatan mengenai DM dan pasien DM
Jenis: Artikel Publikasi penderita DM secara signifikan mengurangi Tidak dilakukan
Lokasi: Bahrain Penulis: yang angka ketidakhadiran hingga pengukuran kepuasan
Dalal Alromaihi, Naji diprogramkan mencapai 4% yang sebelum pasien terhadap
Alamuddin, Suby mendapatkan perawatan pandemi mencapai 20-30%. pelayanan Telemedicine
George Teknik Sampling
ISSN : 0168-8227 e- yang digunakan:
ISSN: 1872-8227 Purpose
Sampling
Telemonitoring type 1 Peneliti menggunakan Dari 321 pasien, sebanyak 237 Tidak mengambil
diabetes patients studi observarsi dalam (73,8%) pasien DM tipe 1 seluruh responden
during the COVID-19 penelitiannya melakukan konsultasi mengenai yang menderita DM di
pandemic in Brazil: was it Jumlah responden dalam penyakitnya melalui telepon, rumah sakit karena
useful? (Matheus et al., penelitian adalah metode ini mampu mengurangi tidak adanya follow up
2020). 321 pasien tatap muka dan mampu lebih lanjut dari peneliti
Jenis: Artikel Publikasi Diabetes Melitus Teknik mendeteksi berbagai kebutuhan
Lokasi: Brazil Penulis: Sampling
mengenai perawatan diri DM
Alessandra Saldanha de yang digunakan:
pada pasien diabetes melitus tipe
Mattos, et, al. ISSN : Purpose
1 di Brazil. Rata-rata skor
2359-3997 e-ISSN: Sampling
kepatuhan terhadap perawatan
2359-4249
diri DM dalam rentang 8-10 pada
seluruh kelompok umur
35
Managing New-Onset Peneliti menggunakan Telemedicine bermanfaat untuk Penelitian
Type 1 Diabetes During studi observarsi dalam meminimalkan paparan COVID-19 berupa laporan
the COVID-19 penelitiannya karena pasien dapat 2 kasus pada pasien
Jumlah responden dalam melakukannya di rumah DM
Pandemic: Challenges penelitian adalah masingmasing. Kunjungan via sehingga tidak
and Opportunities (Garg 2 pasien Diabetes virtual juga dapat menghemat ada luaran yang diukur
et al., 2020) Penulis: Melitus biaya, waktu, dan terhindar dari dalam penelitian
Satish K. Garg, David
ketidaknyamanan saat di tersebut
Rodbard, Irl B. Hirsch,
perjalanan menuju layanan
and Gregory P. Forlenza
kesehatan
ISSN : 1520-9156 e-
ISSN: 1557-8593
Managing gestational Peneliti menggunakan Sebagian besar responden Tidak dijelaskan secara
diabetes mellitus using studi Deskriptif dalam melaksanakan monitoring melalui rincikarakteristik
a smartphone penelitiannya aplikasi dengan melakukan responden dan lokasi
application with Respondenpada penelitian pengukuran gula darah kemudian penelitian
artificial intelligence ini adalah diunggah dalam aplikasi dengan
Design Penelitian,
Judul dan Penulis Keterbatasan
Sampel dan Teknik Hasil
Artikel Penelitian
Sampling
(SineDie) during the pasien dengan DM rata-rata ± 0,2 unggahan / 24 jam
COVID-19 pandemic: Gestasional sejumlah 20 (342 unggahan dalam 7 minggu).
Much more than just orang Berarti ± SD glukosa darah puasa
telemedicine(Albert et Teknik Samplingyang dan glukosa darah postprandial
al., 2020). digunakan: Purpose jam adalah 89 ± 12 mg / dL dan
Penulis : Sampling 122 ± 23 mg / dL (sarapan), 123 ±
Satish K. Garg, David 21 mg / dL (makan siang), 122 ±
Rodbard, Irl B. Hirsch, 22 mg / dL (makan malam).
and Gregory P.
Forlenza ISSN : 0168-
8227 e-ISSN: 1872-
8227
The coronavirus disease • Peneliti menggunakan Selama 14 hari responden Tidak ada instrument
2019 pandemic: design penelitian Cross- menjalani terapi melalui video untuk menilakecemasan
telemedicine in elderly Sectional conference dan dinyatakan tidak pada pasien.
patients with type 2 • Sampel berjumlah 86 terdapat gejala khas Covid-19
diabetes (Fatyga et al., orang penderita DM seperti (batuk, demam dan
2020) Penulis: berusia lebih dari 60 dispneu) 85% total responden
EdytaFatyga, Sylwia tahun
merasa cemas akibat dari situasi
Dziegielewska-Gesiak, Teknik Sampling yang
pandemi Covid-19. Selain itu
Aleksander Wierzgon, digunakan: Purpose
dengan metode video conference
Dorota Stoltny, Sampling
mampu mengurangi kecemasan
Malgorzata Muc- serta mengontrol kadar glikemi
Wierzgon ISSN : pada pasien DM berusia 60 tahun
00323772 e-ISSN: 1897-
9483

36
Bridging the Needs of Desain penelitian dalam Sistem Telehealth mampu Tidak ada Luaran yang
Adolescent Diabetes Care artikel ini ialah studi menghemat estimasi pelayanan diukur dalam penelitian
During COVID-19: deskriptif Responden perawatan pasien DM dirumah
A Nurse-Led Telehealth pada penelitian ini sakit saat pandemi Covid-19.
Initiative (Lim et al., 2020) sebanyak 300 responden Sistem ini juga memungkinkan
Penulis:Soo Ting Lim, yang sebelumnya aktif
untuk mempercepat proses
Fabian Yap, and Xinyi menerima pelayanan
pengiriman insulin secara
kesehatan di rumah
Chin, ISSN : 1054-1390 e- langsung, namun ada pula pilihan
sakit pusatDiabetesdi
ISSN: 1879-1972 pengiriman insulin ke rumah
Singapura.
secara tak langsung.

Telehalth/Telenursing merupakan metode pemberian asuhan keperawatan berbasis teknologi dimana


metode ini berguna untuk memperbaiki perawatan kesehatan secara jarak jauh. Metode ini
merupakan metode komunikasi yang bergantung pada faktor manusia, keuangan dan teknologi itu
sendiri (Fadhila et al., 2020) Telenursing bisa berbentuk telephone, mobile phone, penggunaan website,
media sosial, dan video interaktif dalam proses asuhan keperawatan jarak jauh (Lee et al., 2007).
model Telehealth yang diterapkan sebelum pandemic Covid-19 pada pasien DM hanya sebatas aplikasi
smartphone yang berisi edukasi, jadwal terapi dan kontrol gula darah, tidak terdapat menu konsultasi
berupa video conference yang mana pasien harus datang ke fasilitas kesehatan (Goyal et al., 2016).

Penelitian Alromaihi et al., (2020) menyatakan sebanyak 1351 (86,5%) pasien menggunakan metode
Telemedicine untuk menerima perawatan mengenai DM dan secara signifikan mengurangi angka
ketidakhadiran hingga mencapai 4% yang sebelum pandemi mencapai 20-30%. Metode Telehealth
membantu hubungan antara perawat dan juga pasien yang saling mendukung satu sama lain yang
membantu dalam proses konsultasi sehingga pasien menjadi interaktif melakukan konsultasi. Manfaat
Telehealth jika diterapkan pada pasien dengan Diabetes Melitus adalah menstabilkan kondisi pasien
terutama pada pasien kronik, mengkoordinasi kebutuhan medis bagi pasien, dan mencegah resiko
penularan Covid-19bagi pasien maupun tenaga kesehatan (Vidal-Alaball et al., 2020).

Pasien DM biasanya juga mengalami berbagai masalah psikososial yang ditambah dengan stres
psikologis akibat pandemi Covid-19, social distancing, lockdown, dan karantina yang menciptakan
situasi yang membuat penderita DM semakin resah. Prevalensi berbagai gangguan mental pada
penderita DM adalah sekitar 20-55%, tergantung pada variabel klinis dan sosio-demografis. Oleh
karena itu, hubungan yang saling mempengaruhi antara Covid-19, DM, dan masalah kesehatan mental
ini menciptakan situasi yang kompleks bagi penderita DM yang berujung mengalami kesulitan dalam
beradaptasi secara psikologis dengan situasi pandemi saat ini (Ridlo, 2020). Penyakit psikologis yang
biasanya dialami oleh penderita DM meliputi depresi, cemas, gangguan stres post-traumatic, serta
masalah-masalah seperti stigmatisasi, ketidakpercayaan pada medis, agresi, dan frustasi yang
meningkatkan ketika masa pandemi seperti peristiwa yang telah diamati sebelumnya pada SARS tahun
2003, Ebola pada tahun 2014, dan tahun diantara dua peristiwa tersebut yaitu penyakit kronis DM,
AIDS, dan tuberkulosis. Stres kronis dan gangguan kejiwaan seperti depresi dan cemas dapat
menyebabkan aktivasi sumbu HPA yang berkelanjutan, sehingga akan mengakibatkan terjadinya
hiperkortisolemia yang dapat menyebabkan obesitas sentral dan sindrom metabolik yang pada
akhirnya dapat meningkatkan risiko mengalami diabetes tipe II tiga kali lipat. Dengan demikian, dasar
kompleks dari Covid-19, DM, dan gangguan kejiwaan perlu mendapat perhatian (Singhai et al., 2020).

37
Menurut Singhai et al., (2020) lebih dari setengah responden pasien DM khawatir mengenai risiko
tertularnya Covid-19 yang semakin besar dan sepertiga partisipan khawatir mnegenai kesulitan dalam
mengelola diabetesnya apabila mereka tertular Covid-19. Kebijakan lockdown telah mempengaruhi
suplai injeksi insulin dan juga kurangnya dukungan tim perawatan diabetes, berkurangnya akses ke
layanan kesehatan, serta kurangnya dukungan sosial ini membuat orang lebih rentan mengalami stres
dan kecemasan.Selain itu, kecemasan atau ketakutan juga sering terjadi akibat episode hipoglikemik.
Hal ini berarti perlu dilakukannya identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol glikemik pada
penderita DM selama pandemi Covid-19 untuk membantu mengembangkan target intervensi
psikologis. Salah satu pengembangan intervensi tersebut adalah dengan Telemedicine yang dapat
meningkatkan kontrol glikemik dan mengurangi kecemasan pada pasien DM tipe II selama pandemi
Covid-19 (Fatyga et al., 2020)

Komponen utama dari layanan Telehealth meliputi (1) platform telekonsultasi; (2) platform
pembayaran; (3) tes laboratorium; dan (4) pengumpulan/pengiriman obat. Alur kerja dimulai dari
perawat atau Advanced Practice Nurse (APN) mengirimkan pesan teks untuk menginformasikan
konversi klinik ke layanan Telehealth. Setelah mendapat persetujuan secara lisan, APN akan
memberikan informasi kepada anak dan orangtua mengenai tes laboratorium darah HbA1c,
pengambilan/pemberian obat, dan pengiriman elektronik profil glukosa darah rumah yang tersedia.
Pasien diharuskan datang ke rumah sakit hanya untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Resep
obat telah diisi sebelumnya dan dikirim ke penerima secara elektronik melalui pengaturan sistem
peresepan closed-loop dengan apotek rumah sakit. Hal ini memungkinkan untuk mempercepat proses
pengiriman obat secara langsung, namun ada pula pilihan pengiriman obat ke rumah secara langsung.
Setelah hasil HbA1c keluar, panggilan audio kembali dilakukan (sekitar 20-30 menit) mencakup
langkah-langkah yang telah dilakukan tersebut, menangani titrasi insulin, dan masalah yang timbul dari
krisis Covid-19 (Lim et al., 2020).

SIMPULAN DAN SARAN


Penerapan Telehealth merupakan implementasi yang dapat diberikan pada pasien diabetes melitus
saat pandemi Covid-19. Perbedaan sistem Telehealth sebelum dan saat pandemi Covid-19 ialah saat
pandemi Covid-19, layanan konsultasi dilakukan menggunakan metode jarak jauh. Selain itu,
Telehealth berfokus untuk meminimalkan metode face to face dalam memberikan pelayanan
kebutuhan perawatan DM. Bagi pemberi pelayanan kesehatan baik sebagai tenaga di rumah sakit
maupun di masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan telehealth sebagai pilihan utama dalam
melakukan intervensi khususnya perawatan pada pasien DM saat pandemi Covid-19. Selain mampu
mencegah penularan Covid-19, metode Telehealth juga sangat praktis dan efisien serta biaya yang
relatif terjangkau.

DAFTAR PUSTAKA
Albert, L., Capel, I., García-Sáez, G., Martín-Redondo, P., Hernando, M. E., & Rigla, M. (2020). Managing
gestational diabetes mellitus using a smartphone application with artificial intelligence (SineDie)
during the COVID-19 pandemic: Much more than just telemedicine. Diabetes Research and Clinical
Practice, 169, 108396.

Alromaihi, D., Alamuddin, N., & George, S. (2020). Sustainable diabetes care services during COVID-19
pandemic. Diabetes Research and Clinical Practice, 166, 108298.
38
Erlina Burhan, Fathiyah Isbaniah, Agus Dwi Susanto , Tjandra Yoga Aditama, Soedarsono, Teguh Rahayu
Sartono, Yani Jane Sugiri, Rezki Tantular, Bintang YM Sinaga, R.R Diah Handayani, H. . (2020).
Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia (1st ed.). Perhimpunan Dokter
Spesialis Paru Indonesia.

Fadhila, R., Abdurrab, T. A.-J. K., & 2020, U. (2020). Penerapan Telenursing Dalam Pelayanan
Kesehatan: Literature Review. Jurnal.Univrab.Ac.Id, 3(2), 77–84.

Fatyga, E., Dzięgielewska-Gęsiak, S., Wierzgoń, A., Stołtny, D., & Muc-Wierzgoń, M. (2020). The
coronavirus disease 2019 pandemic: telemedicine in elderly patients with type 2 diabetes. In Polish
archives of internal medicine (Vol. 130, Issue 5, pp. 452–454).

Garg, S. K., Rodbard, D., Hirsch, I. B., & Forlenza, G. P. (2020). Managing New-Onset Type 1 Diabetes
During the COVID-19 Pandemic: Challenges and Opportunities. Diabetes Technology & Therapeutics,
22(6), 431–439. https://doi.org/10.1089/dia.2020.0161

Goyal, S., Morita, P., Lewis, G. F., Yu, C., Seto, E., & Cafazzo, J. A. (2016). The Systematic Design of a
Behavioural Mobile Health Application for the Self-Management of Type 2 Diabetes. Canadian Journal
of Diabetes, 40(1), 95–104.

Lee, R. G., Chen, K. C., Hsiao, C. C., & Tseng, C. L. (2007). A mobile care system with alert mechanism.
IEEE

Transactions on Information Technology in Biomedicine, 11(5), 507–

Lim, S. T., Yap, F., & Chin, X. (2020). Bridging the Needs of Adolescent Diabetes Care During COVID-19:
A Nurse-Led Telehealth Initiative. The Journal of Adolescent Health : Official Publication of the Society

for Adolescent Medicine, 67(4), 615–617.


Matheus, A. S. de M., Cabizuca, C. A., Tannus, L. R. M., Passos, A. C., Schmidt, A. C., Gouveia, A. T. de,
Pessoa, B. M. de A., Matheus, F. C., Yang, G. Y.-H., Divino, J. A. da S., Mathiles, J. A., Teixeira, J. L.,
Barroso, L. de S., Brito, M. B. da F. de, Suassuna, P. M., & Cobas, R. A. (2020). Telemonitoring type 1
diabetes patients during the COVID-19 pandemic in Brazil: was it useful? Archives of Endocrinology and
Metabolism, 28(77), 1–7.

Prakoso, D. A., & Ellena, N. (2015). Hasil Guna Edukasi Diabetes Menggunakan Telemedicine terhadap
Kepatuhan Minum Obat Diabetes Tipe 2 The Effectiveness of Diabetes EducationUsing Telemedicine
to Diabetician Type 2 Medication Compliance. Mutiara Medika, 15(1), 15–21.

Ridlo, I. A. (2020). Pandemi COVID-19 dan Tantangan Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia. INSAN
Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 5(2), 162.

39
Singhai, K., Kumar, M., Nebhinani, N., Rastogi, A., & Jude, E. (2020). Psychological adaptive difficulties
and their management during COVID-19 pandemic in people with diabetes mellitus. Elsevier, 14(7),
1604–1605.
Vidal-Alaball, J., Acosta-Roja, R., PastorHernández, N., SanchezLuque, U., Morrison, D., NarejosPérez,
S., Perez-Llano, J., Salvador Vèrges, A., & López Seguí, F. (2020). Telemedicine in the face of the COVID-
19 pandemic. Atencion Primaria, 52(6), 418–

JUDUL : Implementasi Telehealth Pada Pasien Diabetes Melitus Saat Pandemi


Covid-19: Tinjauan Sistematis

PENULIS TUJUAN VALIDASI HASIL APPLICABILITY


PENELITIAN

40
Vidi Untuk Metode: Berdasarkan 6 artikel Selama pandemi
Ahmad mengetahui Pencarian yang didapatkan Covid-19, estimasi
Raafi1, model artikel bahwa Telehealth waktu pelayanan
implementasi menggunakan merupakan kesehatan yang
Telehealth database implementasi yang diberikan 75 menit
Saryono pada pasien elektronik dapat diterapkan pada berbeda saat
2
Saryono , Diabetes seperti Pubmed, masa Pandemi Covid- sebelum pandemi
Melitus saat Science direct, 19 khususnya pada (pasien
pandemi dan Google penderita Diabetes membutuhkan
Yunita
Covid-19 Scholar. Melitus. Telehealth waktu 175 menit.
Sari3
Pencarian mampu menggantikan sistem Telehealth
artikel yang metode konsultasi sebagai solusi
digunakan yaitu tatap muka dengan terbaik untuk
5 tahun terakhir. mengurangi merawat pasien
ketidakhadiran pasien DM dalam
(dari 21% menjadi mencegah
4%), dibandingkan tertularnya covid-
sebelum pandemi, 19.
dan mampu
memenuhi kebutuhan
fisik maupun psikis.

E. Review Jurnal “ Penerapan Telemedicine Terhadap Penyembuhan Luka Kaki


Diabetik Grade IV Paska Amputasi “.

41
Journal of Telenursing (JOTING) Volume 3, Nomor 2, Desember 2021 e-
ISSN: 2684-8988 p-ISSN: 2684-8996
DOI: https://doi.org/10.31539/joting.v3i2.2938

PENERAPAN TELEMEDICINE TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA


KAKI
DIABETIK GRADE IV PASKA AMPUTASI

Nila Indrayati1, Debie Dahlia2, Riri Maria3

Universitas Indonesia1,2,3 nilaindrayati525@gmail.com1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses penyembuhan luka kaki diabetik yang dipantau
melaui telemedicine pada masa pandemi Corona virus desease-19. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah case report terhadap pasien berusia 64 tahun dengan riwayat luka kaki diabetik
grade IV paska amputasi jempol pada kaki kanan. Waktu yang diperlukan untuk melakukan
telemedicine sebagai media monitoring kondisi luka dan edukasi adalah sekitar 30 menit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan luka berhasil secara signifikan, dalam waktu satu bulan
sebanyak sepuluh kali penggantian balutan dengan durasi tiga hari sekali. Simpulan, telemedicine
berkontribusi positif terhadap upaya penyembuhan luka kaki diabetik.

Kata Kunci: Case Report, COVID-19, Luka Kaki Diabetik, Telemedicine

ABSTRACT

This study aims to describe the healing process of diabetic foot wounds monitored through telemedicine
during the Coronavirus disease-19 pandemic. The method used in this study was a case report of a 64-
year-old patient with a history of grade IV diabetic foot injuries after amputation of the thumb on the
right foot. The time needed to do telemedicine as a medium for monitoring wound conditions and
education is about 30 minutes. The results showed that wound healing was significantly successful,
within one month, as many as ten dressing changes with a duration of once every three days. In
conclusion, telemedicine contributes positively to efforts to heal diabetic foot wounds.

Keywords: Case Report, COVID-19, Diabetic Foot Sores, Telemedicine

PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) saat ini mempengaruhi sekitar 463 juta orang pada usia 20-79 tahun. Angka
prevalensi tersebut setara dengan 9,3 % dari total penduduk dunia pada usia yang sama. Jumlahnya
akan semakin meningkat menjadi 10,2% yang setara dengan 578 juta orang pada tahun 2030 dan
10,9% yang setara dengan 700 juta orang pada tahun 2045. Prevalensi pada perempuan sebesar 9%
dan 9,65% pada laki-laki (IDF, 2019).

42
Jumlah penderita DM di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018 menyebutkan, terjadi
peningkatan hampir pada semua provinsi kecuali di Nusa Tenggara Timur hanya sebesar 0,9% dan yang
tertinggi adalah di DKI Jakarta mencapai 3,4 %. Fakta lain menunjukkan bahwa rasio penderita DM yang
tinggal di wilayah perkotaan lebih tinggi prevalensinya dibanding di pedesaan, yaitu 1,89% : 1,01 %.
Hal ini dapat diasumsikan terkait dengan gaya hidup masyarakat perkotaan dan akses pelayanan
kesehatan yang lebih baik untuk deteksi kasus penyakit dibanding di pedesaan. Kondisi tersebut
tentunya akan menjadi persoalan yang serius karena efek dari DM inilah yang akan menimbulkan
berbagai komplikasi. Luka kaki diabetik (LKD) adalah salah satu penanda serius dalam kehidupan
seorang penderita DM. Gejala awal yang sering dikeluhkan yaitu nyeri pada kaki seperti rasa terbakar,
sering kesemutan dan penurunan sensasi kaki dari hasil test monofilamen, penurunan denyut nadi
melalui pemeriksaan Ankle Bracchial Pressure Index (ABPI), kaki teraba dingin, kulit menjadi kering,
adanya penebalan yang disebut callus dan kerusakan jaringan (Rayman et al., 2020).

Armstrong et al., (2020) memperkirakan bahwa sepertiga dari 500 juta penderita DM di seluruh dunia
akan beresiko terkena LKD, 17% memerlukan amputasi, 40% akan mengalami kekambuhan dalam 1
tahun, 65% dalam 5 tahun dan 90% dalam 10 tahun. Penderita DM berisiko sebesar 50% lebih tinggi
tertular Corona virus desease-19 (COVID-19) dan mengalami gejala yang buruk jika mereka mempunyai
penyakit komorbid lain. Hal inilah yang menyebabkan penderita DM tidak bisa leluasa mendatangi
fasilitas kesehatan, karena takut terpapar (Mukona & Zvinavashe, 2020). Pasien DM diketahui memiliki
peningkatan risiko infeksi, khususnya infeksi kulit (LKD), infeksi saluran genetalia dan kemih serta
infeksi saluran pernapasan. Beberapa faktor yang sering berkontribusi terhadap risiko infeksi, seperti
usia yang lebih tua, keadaan proinflamasi, hiperkoagulasi, hiperglikemia dan komorbiditas yang
mendasarinya (hipertensi, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal kronis dan obesitas). Infeksi COVID-
19 yang parah, sangat memerlukan pengobatan dengan steroid. Hal ini memiliki dampak negatif pada
DM itu sendiri, yang akan memicu semakin memburuknya hiperglikemia (Landstra, 2021).

Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penderita DM terbesar ke-7 di dunia, dengan adanya
kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kebiasaan Masyarakat (PPKM) dan social distancing,
menyebabkan 30,1 % dari 1.124 penderita DM tipe 2 di 34 provinsi, mengalami keterbatasan untuk
melakukan check up dan konsultasi ke fasilitas kesehatan. Jumlah pasien LKD diketahui sebesar 7,38 %
dari total responden (Kshanti, 2021). Kondisi luka dan status kesehatan pasien sering terjadi
perburukan karena adanya perubahan keseimbangan antara status metabolik, tingkat keparahan
penyakit arteri perifer, dan terapi anti inflamasi sistemik yang tidak adekuat, sehingga mempengaruhi
proses penyembuhan LKD paska amputasi minor (Grande et al., 2020).

Berbagai intervensi diupayakan untuk tetap meningkatkan kualitas manajemen perawatan LKD selama
pandemi COVID-19. Salah satunya adalah dengan pelayanan telemedicine sebagai alat untuk
memantau pasien di rumah. Layanan ini mempunyai banyak manfaat antara lain agar pasien dengan
mudah memberikan kabar kepada perawat tentang kondisi kesehatannya saat pemulihan ataupun
awal sakit, mengurangi beban untuk melakukan kunjungan rawat jalan dan membantu pasien atau
keluarganya ikut berpartisipasi aktif terutama dalam hal self-management sehingga mengurangi masa
lama perawatan di rumah sakit (Length of Stay) (Fasterholdt et al., 2018).

Konsep telemedicine bukanlah hal yang baru, meskipun kualitas layanan virtual ini tidak akan sama
seperti pertemuan langsung dan pemeriksaan fisik, tetapi telemedicine cocok untuk pasien penyakit
kronis contohnya DM dan komplikasinya. Beberapa penelitian telemedicine terbukti berdampak positif
pada kontrol glukosa, kepatuhan terapi dan penurunan biaya perawatan (Aberer et al., 2021). Aplikasi
telemedicine memiliki nilai tersendiri bagi perawat atupun pasien yaitu self care dalam merawat luka,

43
edukasi untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas perawatan, kesejahteraan dan otonomi pasien
(Hazenberg et al., 2020).

Beberapa penelitian randomized controlled trial melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam penyembuhan luka antara konsultasi telemedicine mingguan menggunakan video dan
pengobatan tatap muka dalam 12 minggu. 75% luka sembuh di kelompok telemedicine dan sebanyak
81% (P = 0,546) luka sembuh dalam perawatan tatap muka (Hazenberg et al., 2020). Armstrong et al.,
(2020) melaporkan kasus LKD paska amputasi pada masa pandemi COVID-19, yang dapat sembuh
secara signifikan dengan bantuan telemedicine untuk monitoring lukanya. Teknik debridement yang
digunakannya adalah biological debridement (maggot). Anggota keluarga yang sudah diberikan edukasi
pada saat kunjungan pertama kali di klinik dilatih oleh perawat spesialis agar mampu melakukan
perawatan luka secara mandiri. Aplikasi telemedicine yang interaktif berbasis web dan telepon seluler,
mempermudah konseling dan komunikasi antara pasien dan perawat. Pasien merasa puas karena
adanya integrasi antara telemedicine dan layanan rawat luka di poliklinik rawat jalan di bawah
pengawasan perawat spesialis setiap seminggu sekali (Iversen et al., 2020), sehingga menghemat
waktu dan pasien merasa aman walaupun dengan dukungan pengobatan jarak jauh oleh perawat yang
mempunyai keterampilan khusus.

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang besar di berbagai bidang termasuk kepada para pasien
LKD yang melakukan perawatan luka di poli rawat luka Klinik Raditya Medical Center Depok. Adanya
protokol untuk tetap berada di rumah (stay at home), kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kebiasaan
Masyarakat (PPKM) dan social distancing, untuk menekan penularan COVID-19, serta ancaman mudah
terpaparnya dan komplikasi yang semakin parah menimbulkan kekhawatiran para pasien DM untuk
mendatangi pusat pelayanan kesehatan yang rawan menjadi tempat penularan COVID19. Terpuruknya
kondisi ekonomi para pasien dan keluarganya akibat korban PHK dan resesi ekonomi global,
menyebabkan adanya keterbatasan biaya untuk perawatan lukanya dan terakhir adalah jumlah tenaga
perawat yang melakukan home visit terbatas, karena banyak perawat yang terpapar COVID-19. Data
Jumlah pasien LKD yang berkunjung ke klinik Raditya Medical Center ataupun yang harus dilakukan
home visit selalu bertambah sekitar 7-10% setiap tahunnya. Oleh karena itu pada studi ini, peneliti
memanfaatkan telemedicine sebagai alat untuk memonitoring pasien di klinik rawat luka RMC Depok.
Strategi pendekatan ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik agar tercapai
penyembuhan LKD secara optimal.

METODE PENELITIAN
Studi ini dilakukan dengan metode deskriptif case report dengan mengikuti guideline CARE checklist.
Penelitian ini melaporkan kasus pasien usia 64 tahun mempunyai riwayat DM type 2 sudah 20 tahun
dan komplikasi paska amputasi jempol kaki kanan karena luka kaki diabetik grade IV. Kronologi
kejadian luka pada awalnya mengalami lepuh dan sangat nyeri pada punggung kaki kanan, lalu diobati
dengan taburan obat tradisional selama 1 bulan dan tidak ada perbaikan. Jempol kaki kanan pasien
harus diamputasi pada tanggal 30-03-2021 karena sudah menghitam. Kondisi luka paska amputasi
tidak kunjung sembuh dan gula darah yang selalu tinggi di atas 200 mg/dl.

Pasien jarang kontrol ke klinik selama masa pandemi ini, dengan alasan khawatir terpapar COVID-19
dan pasien harus melakukan pemeriksaan swab Antigen Sar-cov-19 sehari sebelum kontrol ke rumah
sakit. Kebijakan dalam menerapkan protokol tersebut cukup memberatkan dari segi finansialnya yang
pada akhirnya luka dirawat seadanya dan hanya membeli obat rutin di apotik terdekat. Keluarga pasien

44
merasa khawatir atas kondisi luka pasien, sehingga berinisiatif menghubungi perawat luka agar
memperoleh solusi atas masalah luka yang tidak kunjung sembuh.

Hasil pengkajian tanggal 03-05-2021 dapat dilihat pada tabel 1 yang berisi data subyektif (S), data
obyektif (O), analisis (A) dan perencanaan (P). Prosedur awal pada saat di klinik adalah registrasi pasien
dilanjutkan dengan mengisi inform concern dan Foot Care Confidence Scale (tabel 2) yang dilakukan
oleh keluarga pasien. Langkah berikutnya adalah perawat melakukan pengkajian dan menuliskan SOAP
di lembar catatan perawat.

Tabel. 1
Hasil Pengkajian Pasien, 64 Tahun LKD Grade IV Paska Amputasi

Tanggal 03-05-2021

Kegiatan Pengkajian
Data Subyektif (S) Pasien merasa tidak nyaman karena luka berbau
dan sering merasa demam

Data Obyektif (O) Jempol kaki kanan sudah diamputasi, Kondisi luka
grade 4, nekrotik; 20%, granulasi 40 %, slough 40%,
maserasi (+), ukuran 12x3x0,5 cm, exudate :
purulen dan edema area pedis, adanya tunneling,
bau menyengat dalam jarak 1 meter, TD : 130/90
mmHg, GDS: 330 mg/dl, Suhu : 38,5º C, Lab : Hb :9
gr/dl, Leukosit: 18.000/ul, total score Bates Jensen :
52

Obat-obatan yang dikonsumsi : Metformin 500 mg

3x1,Glimepiride 2 mg 1x1, Sangobion 2x1,

Metronidazole 3x1, parasetamol 500 mg 3x1.

Analisis (A) Kerusakan integritas kulit dan jaringan


berhubungan dengan gangguan metabolik

Perencanaan (P) 1. TIME (Tissue management, Infection control,


Moisture balance,and Epithelial advancement)
concept.
2. DSME (Diabetic Self Management Education)
monitoring melalui Telemedicine

Proses penatalaksanaan keperawatan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2, yang terdiri dari TIME
consept, edukasi dan monitoring melalui media telemedicine. Perawatan luka dengan menggunakan
TIME consept, meliputi tissue management adalah tindakan menghilangkan jaringan mati dan
mengeluarkan benda asing yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh. Infection and inflammation control
adalah tindakan untuk mengontrol infeksi, membantu proses pelepasan biofilm di permukaan luka
serta mengatasi infeksi dengan pemberian topikal antimicrobial. Moisture balance adalah tindakan
untuk menjaga luka tetap lembab dengan menggunakan balutan yang menyerap luka dengan baik.
Epitelization support adalah tindakan untuk mempercepat proses penyembuhan luka antara lain

45
perbaikan nutrisi dan melindungi sekitar luka menggunakan hydrocolloid untuk mencegah maserasi.
Terapi tambahan untuk mempercepat penyembuhan luka yang bersifat adjuvant seperti : ozone terapi,
infra red dan electrical stimulation perlu dilakukan, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi finansial
pasien.

Tabel. 2
Penatalaksanaan Keperawatan

No Perencanaan Penatalaksanaan
Keperawatan Keperawatan

1 Wound care: T: Tissue management . Menghilangkan jaringan mati dan


mengeluarkan benda asing yang tidak sesuai dengan
TIME consept kondisi tubuh. Aplikasikan autolitik debridemen
mengoleskan zinc cream Metcovazine regular pada area
luka setebal 1-2 mm.

I: Infection and inflammation control. Manajemen kontrol


infeksi dilakukan dengan mencuci luka dengan sabun luka
dan acid water, Kompres PHMB dilakukan selama 15 menit
untuk membantu proses pelepasan biofilm di permukaan
luka serta mengatasi infeksi. Taburkan iodine cadexomer
(iodosorb) sebagai primary dressing
antimicrobial untuk mengatasi kolonisasi bakteri dan
mencegah terbentuknya biofilm kembali.

M: Moisture Balance, untuk menjaga luka tetap lembab


dengan menggunakan foam (Allevyn foam) untuk
menyerap eksudate.

E : Epitelization Support. Support nutrisi untuk


mempercepat proses penyembuhan luka, periwound
dilindungi menggunakan hydrocolloid untuk mencegah
maserasi.

2 DSME Edukasi pengetahuan DM, nutrisi, latihan fisik perawatan


kaki DM, dukungan psikososial, manajemen stress, dan
akses pasien terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.

3 Monitoring: 1. Pasien atau anggota keluarga mengisi inform concern


dan Foot Care Confidence Scale untuk menilai keyakinan
Telemedicine diri bahwa seseorang mempunyai kemampuan
melakukan praktek perawatan kaki secara mandiri.
2. Pasien atau anggota keluarga diberikan pengarahan
tentang cara mengganti balutan dan cara dokumentasi
luka karena setelah 3 hari berikutnya, penggantian
balutan dilakukan secara mandiri.
3. Pemberian link untuk monitoring dan konsultasi melalui
telemedicine dengan syarat dan ketentuan berlaku yang
telah disepakati bersama.
4. Aplikasi telemedicine membutuhkan waktu sekitar 1530
menit, menggunakan media videocall dan chat
whatsApp.

46
Pertemuan pertama dilakukan di klinik, agar pasien dan keluarganya diberikan arahan tentang diabetes
self management education (DSME) dan demonstrasi cara perawatan luka. Isi dari edukasi antara lain
seputar pengetahuan DM, nutrisi, latihan fisik, perawatan kaki, dukungan psikososial, manajemen
stress dan akses pasien terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Cara perawatan luka dimulai dari
teknik mencuci luka, melakukan dokumentasi foto luka, menilai luka, memberikan aplikasi autolitik
debridemen berupa zinc cream dan membalut luka (gambar 1a sampai 1c).

a b c

Gambar. 1
Proses Edukasi dan Demonstrasi Perawatan Luka pada saat Kunjungan Pertama di Klinik:
(a) Pencucian Luka; (b) Aplikasi Autolitik Debridement : Zinc Cream;
(c) Cara Membalut Luka

Penggantian balutan luka ke-2 dan seterusnya dilakukan secara mandiri oleh pasien dibantu anggota
keluarganya di rumah. Hal ini dilakukan karena pasien memaksa ingin pulang kampung ke Palembang
(gambar 2a dan 2b). Proses telemedicine antara perawat di klinik dan anggota keluarga di rumah
dilakukan melalui aplikasi video call dan chatting whats up, sehingga komunikasi tatap muka dapat
berjalan dua arah. Waktu yang dibutuhkan ketika melakukan telemedicine sekitar 10-30 menit.

a b c

47
Gambar. 2
Proses Monitoring (a) Telemedicine Melalui Aplikasi Video Call WhatsApp; (b) Follow up melalui
Chat WhatsApp; (c) Dokumentasi Luka

HASIL PENELITIAN
Hasil dari penatalaksanaan keperawatan pada pasien berusia 64 tahun yang mengalami delayed wound
healing LKD paska amputasi jempol kaki kanan dapat dilihat prosesnya pada gambar 1 dan 2. Proses
edukasi antara perawat dan pasien beserta keluarganya berjalan dengan baik pada saat pertemuan
pertama di klinik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan pasien dan keluarganya dalam melakukan
penggantian balutan luka secara mandiri dengan panduan perawat melalui telemedicine. Proses ini
pada awalnya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mengarahkan cara mencuci luka, menilai
luka, melakukan autolitik debridemen dan membalut luka sesuai dengan penatalaksanaan
keperawatan pada tabel 3.

Tabel. 3
Hasil Evaluasi Perkembangan Kondisi Luka dan Proses Telemedicine

Penggantian Kondisi luka Durasi


balutan ke- telemedicine

2 Nekrotik 20%, granulasi 40 %, slough 40%, maserasi (+), 30 menit


ukuran 12x3x0,5 cm, exudate : banyak, purulen dan
edema area pedis, bau berkurang, tunneling (-), total
score Bates Jensen : 50

6 Granulasi 50%, slough 30%, epitel 20%, ukuran : 8x3 cm, 20 menit
tunneling (-) maserasi (-), eksudate jumlah sedang, bau
(-) , edema (-), total score Bates Jensen: 40

10 Granulasi 30%, epitel 70%, eksudate minimal, ukuran 3x1 10 menit


cm, total score Bates Jensen: 15

Kondisi luka pada penggantian balutan yang ke-6, menunjukkan granulasi jaringan meningkat menjadi
50%, edema dan eksudat berkurang. Proses telemedicine yang dilakukan pada kondisi tersebut hanya
berlangsung selama 20 menit. Presentasi luka meningkat secara signifikan pada penggantian balutan
ke-10 dibuktikan oleh dasar luka granulasi 30%, epitel 70%, eksudate minimal, ukuran 3x1 cm, total
score Bates Jensen: 15. Pasien melaporkan penurunan rasa sakit dan keluhan yang dirasakan. Waktu
yang diperlukan untuk telemedicine adalah 10 menit. Kondisi luka sembuh secara seginifikan dalam
wakru 1 bulan dengan keseluruhan total penggantian balutan adalah 10 kali dengan durasi 3 hari sekali.

PEMBAHASAN
Pandemi COVID-19 membawa perubahan signifikan dalam sistem perawatan kesehatan dan praktik
klinis, termasuk pengobatan pasien DM yang mengalami komplikasi LKD. Beberapa rumah sakit ada
yang hanya berfokus pada penanganan darurat COVID-19 dan telah mengurangi aktivitas rawat inap
48
dan rawat jalan. Namun, pasien LKD sering memerlukan rawat inap karena adanya iskemia dan infeksi,
dan rujukan awal untuk mengurangi resiko amputasi dan kematian (Meloni et al., 2020). Pasien LKD
biasanya memiliki beberapa komorbiditas yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati selama masa
pandemi darurat ini karena risiko kematian yang sangat tinggi diamati pada pasien COVID-19 yang telah
menunjukkan lebih dari satu penyakit (Hoversten et al., 2020).

LKD merupakan komplikasi DM yang menjadi alasan paling umum untuk berobat ke rumah sakit atau
klinik. Pandemi COVID-19, terbukti menjadi salah satu faktor risiko terbesar terjadinya kematian pasien
dan terjadi peningkatan kejadian amputasi kaki menjadi sekitar 40% dari total tindakan amputasi
ekstremitas bawah non traumatis (Rayman et al., 2020). Tidak semua LKD terinfeksi, rekomendasi
untuk deteksi infeksi, perawatan luka, dan pengobatan diperbarui secara berkala oleh International
Working Group on the Diabetic Foot 2019. Menurut rekomendasi ini, setiap infeksi LKD dengan adanya
dua manifestasi sistemik terkait seperti suhu >38_C atau <36_C, denyut jantung >90 denyut/menit,
laju pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 <4,3 kPa (32 mm Hg), jumlah sel darah putih >12.000/mm3,
atau <4000/mm3, atau >10%, berarti menunjukkan infeksi berat atau Grade 4 (Kelahmetoglu et al.,
2020). Semua operator harus mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap pada saat pasien
kunjungan ke klinik. Pasien yang termasuk dalam jalur telemedicine ditindaklanjuti secara teratur
melalui telepon dan mengirimkan foto perkembangan lukanya (Meloni et al., 2020).

Penangan luka dan tingkat keparahan LKD perlu diklasifikasikan menurut fasttrack-pathway (FTP)
classification. Pasien dengan kondisi luka yang parah dengan komplikasi antara lain nekrosis, gangren
basah, abses, acute limb ischemia, demam dan sepsis membutuhkan revaskularisasi ekstremitas
bawah, intervensi bedah dan terapi antibiotik intravena di rumah sakit (Meloni et al., 2019). Pasien
LKD tanpa komplikasi (bukan iskemik, bukan terinfeksi dan superfisial) dapat dikelola melalui
telemedicine setelah evaluasi rawat jalan pertama.

Teknologi telemedicine kini telah banyak digunakan sebagai alternatif yang relevan untuk monitoring
penyakit kronis. Hal ini dikarenakan fasilitas layanan kesehatan menjadi lebih fleksibel dan adanya
kerjasama yang erat antar tingkat pelayanan kesehatan (Smith-Strøm et al., 2018). Telemedicine
memiliki beberapa keuntungan, antara lain: 1) pasien tidak perlu hadir secara fisik ke klinik sehingga
mengurangi paparan tertular virus; 2) jika ada kendala jarak geografis yang jauh antara klinik dan
pasien, telemedicine dapat menghemat perjalanan waktu dan biaya; 3) tenaga medis dapat
dibebaskan dari beban kerja yang terkait dengan kunjungan lapangan dan dapat melakukan konsultasi
dari klinik. Telemedicine memungkinkan perawat masih tetap bisa bekerja, walaupun dirinya tengah
terpapar COVID-19 dan disarankan untuk mengisolasi di rumah; 4) telemedicine adalah solusi pada
perawatan DM, karena dapat mengaktifkan akses yang lebih luas terhadap sistem kesehatan dan
perawatan spesialis (Aberer et al., 2021).

Perawatan luka pada pasien case report ini seharusnya dilakukan di klinik karena kondisi lukanya masih
infeksi, tetapi karena harus pulang kampung ke Palembang, akhirnya perawat dan keluarga membuat
kesepakatan untuk melakukan monitoring melalui telemedicine. Teknik komunikasi yang berpusat
pada kepentingan pasien adalah hal yang dinantikan, sehingga terjalin dengan baik hubungan
terapeutik antara perawat profesional dengan pasien. Pengembangan telenursing yang dilakukan oleh
Padila et al., (2018) perlu dijadikan contoh dimana tenaga kesehatan yang profesional bisa memantau
dari jarak jauh keadaan pasien di rumah. Pasien tentunya akan lebih memilih cara yang mudah dan
memuaskan seperti ini dibandingkan dengan datang langsung berkunjung ke fasilitas kesehatan karena
bisa bebas berkonsultasi tentang masalah kesehatan yang dihadapinya ataupun keluarganya.

49
Berbagai persiapan dilakukan untuk mendukung perawatan di rumah. Salah satunya adalah
penggunaan zinc cream sebagai autolitik debridement support karena lebih aman, mudah digunakan,
dapat diterapkan di mana saja oleh siapa saja tidak memerlukan kompetensi khusus dan tidak merusak
jaringan sehat. Kekurangannya adalah tidak bekerja dengan baik pada area yang menahan beban kaki,
fistula atau luka yang berdarah, iskemik dan tidak cocok untuk luka yang sangat basah. Teknik
debridemen yang menjadi gold standar untuk penanganan luka adalah surgical debridement (bedah),
tetapi ketika harus mempertimbangkan komorbiditas, status vaskular, tingkat infeksi, lokasi ulkus, dan
preferensi pasien, praktisi harus menggunakkan metode debridemen alternatif lain yang lebih sesuai
dibanding dengan pilihan surgical debridement. Teknik ini memiliki keterbatasan : tidak ideal untuk
pasien dengan status vaskular yang buruk, membutuhkan keterampilan khusus; untuk prosedur
tersebut diperlukan ruang operasi; dan memiliki potensi kerusakan besar pada dasar luka dengan
paparan tulang, jaringan sendi atau ligament (Hoversten et al., 2020).

Pengukuran luka pada penelitian ini menggunakan Bates Jensen Wound Assessment Tool (BWAT), yang
telah valid. Skala numerik yang digunakam untuk menilai karakteristik luka dari yang terbaik hingga
kemungkinan terburuk. Dua item yang tidak dinilai secara numerik adalah lokasi dan bentuk,
sedangkan 13 item lainnya yang diberi skor numerik antara lain ukuran, kedalaman, tepi, kerusakan
atau kantong, jaringan nekrotik, jenis, jumlah jaringan nekrotik, jenis eksudat, jumlah eksudat, warna
kulit sekitar, edema jaringan perifer, perifer indurasi jaringan, jaringan granulasi, dan epitelisasi. Item
yang diberi skor 1 menunjukkan yang terbaik untuk karakteristik tersebut dan 5 menunjukkan
terburuk. Penjumlahan dari semua item tersebut kemudian dapat diplot pada penggaris luka kontinum
untuk "melihat sekilas" proses penyembuhan atau degenerasi luka. Skor total berkisar dari 9
(penutupan luka) sampai 65 (degenerasi jaringan yang dalam). Penilaian harus dilakukan secara berkala
yaitu, setidaknya setiap minggu untuk mengevaluasi efektivitas intervensi (Bates-Jensen et al., 2019).

SIMPULAN
Telemedicine berkontribusi positif terhadap upaya penyembuhan LKD. Hal ini dapat dilihat dari
antusias perawat dan pasien yang merasa puas dengan keberhasilan penyembuhan luka yang
signifikan. Faktor kunci dari sisi perawat yang berkontribusi terhadap keberhasilan perawatan luka
yang aman adalah kesinambungan perawatan, tingkat kepercayaan, kompetensi di antara para
profesional kesehatan, kemampuan komunikasi terapeutik dan critical thinking dalam memutuskan
intervensi. Beberapa keterbatasan dalam monitoring penyembuhan luka melalui telemedicine
tergantung pada tingkat keparahan luka, tingkat kemandirian, pengetahuan pasien serta dukungan
keluarga dalam merawat luka.

SARAN
Perawat perlu melakukan penelitian yang lebih luas lagi terhadap berbagai jenis kasus luka agar
efektifitas penggunaan program telemedicine dapat tergambar dengan jelas melalui uji statistik. Peran
dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk menciptakan program dengan fitur yang menarik
dilengkapi dengan artificial intelligence. Hal ini bertujuan agar di masa mendatang program
telemedicine menjadi alternatif pilihan yang relevan dan fleksibel bagi pasien luka.

50
DAFTAR PUSTAKA
Aberer, F., Hochfellner, D. A., & Mader, J. K. (2021). Application of Telemedicine in Diabetes Care: The
Time is Now. Diabetes Therapy, 12(3), 629–639. https://doi.org/10.1007/s13300-020-00996-7

Armstrong, D. G., Swerdlow, M. A., Armstrong, A. A., Conte, M. S., Padula, W. V., & Bus, S. A. (2020).
Five Year Mortality and Direct Costs of Care for People with

Diabetic Foot Complications are Comparable to Cancer. Journal of Foot and Ankle Research,
13(1), 1-4. https://doi.org/10.1186/s13047-020-00383-2

Bates-Jensen, B., McCreath, H., Harputlu, D., & Patlan, A. (2019). Reliability of the Bates-Jensen Wound
Assessment Tool (BWAT) for Pressure Injury Assessment: The Pressure Ulcer Detection Study:
Reliability of BWAT with PrI. Wound Repair and Regeneration, 27(4), 386-395.
https://doi.org/10.1111/wrr.12714 Cyril P. Landstra and Eelco J. P. de Koning. (2021). COVID-19 and
Diabetes: Understanding the Interrelationship and Risks for a Severe Course. Frontiers in

Endocrinology, 12, 1–18. https://doi.org/10.3389/fendo.2021.649525

Fasterholdt, I., Gerstrøm, M., Rasmussen, B. S. B., Yderstræde, K. B., Kidholm, K., &

Pedersen, K. M. (2018). Cost-Effectiveness of Telemonitoring of Diabetic Foot Ulcer Patients.


Health Informatics Journal, 24(3), 245–258. https://doi.org/10.1177/1460458216663026

Grande, R., Fiori, G., Russo, G., Fioramonti, P., Campagnol, M., & di Marzo, L. (2020). A Multistage
Combined Approach to Promote Diabetic Wound Healing in

COVID-19 Era.International Wound Journal, 1-8. https://doi.org/10.1111/iwj.13476

Hazenberg, C. E. V. B., aan de Stegge, W. B., Van Baal, S. G., Moll, F. L., & Bus, S. A. (2020). Telehealth
and Telemedicine Applications for the Diabetic Foot: A Systematic Review. Diabetes/Metabolism
Research and Reviews, 36(3), 1-11.

https://doi.org/10.1002/dmrr.3247

Hoversten, K. P., Kiemele, L. J., Stolp, A. M., Takahashi, P. Y., & Verdoorn, B. P. (2020). Prevention,
Diagnosis, and Management of Chronic Wounds in Older Adults. Mayo Clinic
Proceedings,95(9), 2021–2034.https://doi.org/10.1016/j.mayocp.2019.10.014
International Diabetes Federation (IDF). (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019.

https://www.diabetesatlas.org/upload/resources/material/20200302_133351_IDF ATLAS9e-
final-web.pdf

Iversen, M. M., Igland, J., Smith-Strøm, H., Østbye, T., Tell, G. S., Skeie, S., Cooper, J. G., Peyrot, M., &
Graue, M. (2020). Effect of a Telemedicine Intervention for Diabetes-Related Foot Ulcers on
Health, Well-Being and Quality of Life: Secondary Outcomes from a Cluster Randomized
Controlled Trial (DiaFOTo).

BMC Endocrine Disorders, 20(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12902-02000637-x

Kelahmetoglu, O., Camlı, M. F., Kirazoglu, A., Erbayat, Y., Asgarzade, S., Durgun, U., Mehdizade, T.,
Yeniocak, A., Yildiz, K., Ergun, S. S., & Guneren, E. (2020). Recommendations for Management of
Diabetic Foot Ulcers during COVID-19 Outbreak. International Wound Journal, 17(5), 1424–1427.
https://doi.org/10.1111/iwj.13416

51
Meloni, M., Izzo, V., Giurato, L., Gandini, R., & Uccioli, L. (2020). Management of

Diabetic Persons With Foot Ulceration during COVID-19 Health Care Emergency: Effectiveness
of a New Triage Pathway. Diabetes Research and Clinical Practice, 165, 1-6.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2020.108245

Meloni, M., Izzo, V., Manu, C., Ahluwalia, R., Pedro Sánchez-Ríos, J., Lüdemann, C., Vouillarmet, J., Luis
Garcia-Klepzig, J., Rodriguez-Saenz De Buruaga, V., Iacopi,

E., Bouillet, B., Guillaumat, J., Luis Lazaro Martinez, J., & Van Acker, K. (2019). Fast-Track
Pathway: an Easy-to-Use Tool to Reduce Delayed Referral and Amputations in Diabetic Patients
with Foot Ulceration. The Diabetic Foot Journal, 22(2), 38–47. https://ttft.unfm.org/ttft/wp-
content/uploads/fast-trackpathway-easy-use-tool-reduce-delayed-referral-and-amputations-
diabetic-patientsfoot-ulceration.pdf

Mukona, D.M., & Zvinavashe, M. (2020). Self- Management of Diabetes Mellitus during the COVID-19
Pandemic: Recommendations for a Resource Limited Setting. Diabetes & Metabolic Syndrome:
Clinical Research & Reviews, 14(6),

1575-1578. https://doi.org/10.1016/j.dsx.2020.08.022

Padila, P., Lina, L. F., Febriawati, H., Agustina, B., & Yanuarti, R. (2018). Home Visit

Berbasis Sistem Informasi Manajemen Telenursing. Jurnal Keperawatan Silampari, 2(1), 217–235.
https://doi.org/10.31539/jks.v2i1.305

Rayman, G., Vas, P., Dhatariya, K., Driver, V., Hartemann, A., Londahl, M., Piaggesi, A., Apelqvist, J.,
Attinger, C., & Game, F. (2020). Guidelines on Use of Interventions to Enhance Healing of Chronic
Foot Ulcers in Diabetes (IWGDF 2019 Update). Diabetes/Metabolism Research and Reviews,
36(1), 1-14. https://doi.org/10.1002/dmrr.3283

Smith-Strøm, H., Igland, J., Østbye, T., Tell, G. S., Hausken, M. F., Graue, M., Skeie,

S., Cooper, J. G., & Iversen, M. M. (2018). The Effect of Telemedicine FollowUp Care on Diabetes-
Related Foot Ulcers: A Cluster-Randomized Controlled Non Inferiority Trial. Diabetes Care, 41(1),
96–103. https://doi.org/10.2337/dc17-1025

JUDUL : Penerapan Telemedicine Terhadap Penyembuhan Luka Kaki Diabetik


Grade IV Paska Amputasi

PENULIS TUJUAN VALIDASI HASIL APPLICABILITY


PENELITIAN

Nila untuk Metode yang penelitian Pasien melaporkan


penurunan rasa sakit
indrayati menggambarkan digunakan menunjukkan bahwa
dan keluhan yang
proses pada penyembuhan luka dirasakan. Waktu
yang diperlukan

52
Debie penyembuhan penelitian ini berhasil secara untuk telemedicine
adalah 10 menit.
dahlia luka kaki adalah case signifikan, dalam
Kondisi luka sembuh
diabetik yang report waktu satu bulan secara seginifikan
dipantau melaui terhadap sebanyak sepuluh dalam wakru 1 bulan
dengan keseluruhan
Riri maria telemedicine pasien berusia kali penggantian total penggantian
pada masa 64 tahun balutan dengan balutan adalah 10 kali
dengan durasi 3 hari
pandemi dengan durasi tiga hari sekali.
Corona virus riwayat luka sekali dalam 1
desease-19 kaki diabetik minggu
grade IV
paska
amputasi
jempol pada
kaki kanan.
Waktu yang
diperlukan
untuk
melakukan
telemedicine
sebagai media
monitoring
kondisi luka
dan edukasi
adalah sekitar
30 menit.

BAB III

PEMBAHASAN

53
Perbandingan Jurnal

1. Efektifitas Telenursing Terhadap Kadar Gula Darah Penyandang Diabetes Melitus Tipe
2 Di Puskesmas Kota Bengkulu .

a. Metode Penelitian

Metode yang digunakan Desain quasi eksperimen pre and post test with control group
dengan jumalah sampel 14 responden pada setiap kelompok.

Teknik pengambilan sampel menggunakan metode non probability sampling dengan


pendekatan purposive sampling dengan jumlah sampel 14 orang pada masing-masing
kelompok intervensi dan kontrol.

b. Responden

Pemilihan responden yaitu pasien dengan diagnosa Dm tipe II sesuai kriteria inklusi. Jumlah
sampel 14 orang pada masing-masing kelompok intervensi dan kontrol. Adapun kriteria
inklusi yaitu klien yang terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Bengkulu,
klien yang bersedia menjadi responden, klien yang memiliki handphone yang dapat
digunakan untuk menerima SMS, nomor HP yang digunakan responden selalu dalam
keadaan aktif, klien bisa menulis dan membaca,dan lama terdiagnosa diabetes 1-5 tahun.

c. Analisa Data
1. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat
penelitian. Selanjutnya peneliti meminta kesediaan dan persetujuan responden untuk
mengkuti penelitian dengan menandatangani informed consent
2. Peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner karakteristik responden.
3. Peneliti melakukan pengukuran awal ( pretest) jumlah kadar gula darah dengan
mengobservasi pada alat glukometer yang sudah terdapat angka dalam satuan mg/dl pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, kemudianmencatat pada lembar observasi.
4. Intervensi yang sudah diisi selanjutnya dikumpulkan, diolah dan dianalisa.
5. Intervensi dilakukan selama 1 bulan.
6. Setelah dilakukan intervensi masing-masing kelompok dilakukan observasi post test
pasca intervensi termasuk kelompok kontrol.
7. Penilaian akhir gula darah puasa
8. Kemudian skor awal dan akhr dianalisa

54
9. Terakhir membandingkan perlakuan telenursing dengan pemberian leaflet/brosur.

d. Hasil Penelitian

Ada pengaruh yang signifikan telenursing terhadap kadar gula darah puasa pasien
(P=0,000).dan kelompok intervensi lebih signifikan dari kelompok kontrol.

Hasil analisis menunjukan perbedaan selisih skor penurunan kadar gula darah puasa pada
kelompok intervensi yang dilakukan dengan telenursing rata-rata adalah 100,50 mg/dl
dengan standar deviasi 49,16. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-ratanya adalah 32,36
mg/dl dengan standar deviasi 15,67. Selisih terlihat penurunan gula darah puasa antara
kelompok intervensi dan kontrol adalah sebesar 68,24 point dengan standar deviasi 13,49.
Uji statistik didapatkan hasil nilai p = 0,000 yang berarti ada perbedaan yang signifikan
pada kedua kelompok tersebut.

2. Pengaruh Diabetes Self Management Education ( DSME ) Berbasis Aplikasi Whats App
Terhadap Self Efficacy Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Hamparan Perak

a. Metode Penelitian

Tekhnik yang digunakan untuk pengambilan sampel menggunakan teknik purposive


sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Desain penelitian Only one group pretest-post test

b. Responden

Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
wilayah kerja Puskesmas Hamparan Perak yang tercatat sebanyak 78 orang. Dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan tabel Cohen’s d, one sample design
untuk ekperimen dengan settingan power 0.80 dan effect size 0.80 dimana α 0.05 maka
didapat besar sampel 20 orang. Peneliti juga mengantisipasi apabila ada responden
yang drop out dari sampel penelitian menjadi 22 orang.

c. Analisa Data

55
Intervensi DSME selama 4 minggu dapat meningkatkan self efficacy pasien DM tipe 2
di Puskesmas Hamparan Perak. Komponen DSME yang diajarkan selama pemberian
DSME kepada pasien DM dalam penelitian ini adalah pengetahuan dasar tentang DM,
pengaturan nutrisi/diet, olah raga atau latihan fisik, perawatan kaki, senam kaki dan
stress.

d. Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa hasil uji Paired T-test didapatkan
nilai t = -18.627 dan di peroleh nilai p value = .000 (p<0,05), yang berarti ada
pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) berbasis aplikasi WhatsApp
terhadap self efficacy pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Hamparan Perak Tahun 2020.

3. Edukasi Diabetes Terhadap Penurunan Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus
2.

a. Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah preeksperimental dengan one group pre-post-
test design design yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan
satu kelompok subjek. Pengambilan sampel menggunakan metode non-probability
sampling yaitu total sampling dimana jumlah sampel yang digunakan sama dengan
jumlah populasi yang ada di tempat penelitian tersebut.

b. Responden

Penelitian ini dilakukan di salah satu Puskesmas di wilayah Buleleng Bali pada bulan
Januari 2021. Besar sampel penelitian ini adalah 52 pasien DM dengan kriteria inklusi
merupakan pasien DM tipe 2 dan telah menderita penyakit DM selama 1-3 tahun
terakhir

c. Analisa Data

Pemberian edukasi diabetes sebagai salah satu penatalaksanaan diabetes dapat


mempengaruhi manajemen diri pasien DM tipe 2, salah satunya dengan monitoring
gula darah. Keberhasilan pemberian edukasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
56
seperti faktor pasien, pendidik atau pemberi edukasi dan lamanya edukasi yang
diberikan.

d. Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah setelah dilakukan
intervensi berupa edukasi diabetes dengan p-value = 0,000. Kadar gula darah rata-rata
(mean) sebelum intervensi adalah sebesar 244,19 dan setelah intervensi sebesar 166,06.

4. Implementasi Telehealth Pada Pasien Diabetes Melitus Saat Pandemi Covid-19: Tinjauan
Sistematis.

a. Metode Penelitian

Metode pencarian artikel menggunakan database elektronik seperti Pubmed, Science


direct, dan Google Scholar. Pencarian artikel yang digunakan yaitu 5 tahun terakhir

b. Responden

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah, pasien penderita diabetes mellitus, semua
intervensi yang menggunakan model Telehealth (Text Online, Video Conference),
Artikel dengan rentan waktu publikasi tahun 2015 sampai dengan 2020 dan berbahasa
international (Inggris). Sedangkan kriteria eksklusinya adalah artikel penelitian yang
tidak bias diakses, penelitian yang dilakukan tidak saat pandemic Covid-19, dan tidak
tersedia full text.

Data Ekstrasi dan Quality Assesment


Setelah menemukan berbagai artikel, 993 artikel kemudian dilakukan skrining judul dan
diperoleh 50 artikel. Dari 50 artikel hanya terdapat 20 artikel yang membahas mengenai
implementasi mengenai implementasi Telehealth pada pasien Diabetes Melitus pada
masa pandemi Covid-19. Terdapat 6 artikel diantaranya 2 artikel tidak bisa diakses oleh
peneliti dan ada 4 artikel yang tidak berbahasa international (Bahasa Inggris). Setelah
melakukan telaah lebih lanjut, ditetapkan 6 artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi
peneliti.

c. Analisa Data

57
Selama pandemi Covid-19, estimasi waktu pelayanan kesehatan yang diberikan 75
menit berbeda saat sebelum pandemi (pasien membutuhkan waktu 175 menit. sistem
Telehealth sebagai solusi terbaik untuk merawat pasien DM dalam mencegah
tertularnya covid-19.

d. Hasil Penelitian

Berdasarkan 6 artikel yang didapatkan bahwa Telehealth merupakan implementasi yang


dapat diterapkan pada masa Pandemi Covid-19 khususnya pada penderita Diabetes
Melitus. Telehealth mampu menggantikan metode konsultasi tatap muka dengan
mengurangi ketidakhadiran pasien (dari 21% menjadi 4%), dibandingkan sebelum
pandemi, dan mampu memenuhi kebutuhan fisik maupun psikis

5. Penerapan Telemedicine Terhadap Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Grade IV Paska


Amputasi.

a. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah case report terhadap pasien berusia
64 tahun dengan riwayat luka kaki diabetik grade IV paska amputasi jempol pada kaki
kanan. Waktu yang diperlukan untuk melakukan telemedicine sebagai media monitoring
kondisi luka dan edukasi adalah sekitar 30 menit

b. Responden

pasien usia 64 tahun mempunyai riwayat DM type 2 sudah 20 tahun dan komplikasi
paska amputasi jempol kaki kanan karena luka kaki diabetik grade IV. Kronologi
kejadian luka pada awalnya mengalami lepuh dan sangat nyeri pada punggung kaki
kanan, lalu diobati dengan taburan obat tradisional selama 1 bulan dan tidak ada
perbaikan. Jempol kaki kanan pasien harus diamputasi pada tanggal 30-03-2021 karena
sudah menghitam. Kondisi luka paska amputasi tidak kunjung sembuh dan gula darah
yang selalu tinggi di atas 200 mg/dl.

Pasien jarang kontrol ke klinik selama masa pandemi ini, dengan alasan khawatir
terpapar COVID-19 dan pasien harus melakukan pemeriksaan swab Antigen Sar-cov-
19 sehari sebelum kontrol ke rumah sakit. Kebijakan dalam menerapkan protokol
58
tersebut cukup memberatkan dari segi finansialnya yang pada akhirnya luka dirawat
seadanya dan hanya membeli obat rutin di apotik terdekat. Keluarga pasien merasa
khawatir atas kondisi luka pasien, sehingga berinisiatif menghubungi perawat luka agar
memperoleh solusi atas masalah luka yang tidak kunjung sembuh.

c. Analisa Data

Telemedicine berkontribusi positif terhadap upaya penyembuhan LKD. Hal ini dapat
dilihat dari antusias perawat dan pasien yang merasa puas dengan keberhasilan
penyembuhan luka yang signifikan. Faktor kunci dari sisi perawat yang berkontribusi
terhadap keberhasilan perawatan luka yang aman adalah kesinambungan perawatan,
tingkat kepercayaan, kompetensi di antara para profesional kesehatan, kemampuan
komunikasi terapeutik dan critical thinking dalam memutuskan intervensi. Beberapa
keterbatasan dalam monitoring penyembuhan luka melalui telemedicine tergantung
pada tingkat keparahan luka, tingkat kemandirian, pengetahuan pasien serta dukungan
keluarga dalam merawat luka.

d. Hasil Penelitian

penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan luka berhasil secara signifikan, dalam


waktu satu bulan sebanyak sepuluh kali penggantian balutan dengan durasi tiga hari
sekalisda

BAB IV

PENUTUP

59
A. Kesimpulan

Teknologi dalam kesehatan mempunyai peran yang sangat penting, terutama


dalam memberikan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan. Seiring dengan
perkembagan teknologi dan informasi seakan telah membuat standar baru yang harus
dipenuhi. Hal tersebut membuat keperawatan di Indonesia menjadi tertantang untuk
terus mengembagkan kualitas pelayanan keperawatan yang berbasis teknoloi informasi.
Namun demikian , tidak dapat dipungkiri masih banyak kendala dalam penerapan
sistem informasi.

B. Saran

Pemerintah atau lembaga atau lembaga kesehatan hendaknya segera memenuhi


standar dan mutu layanan kesehatan di Indonesia, karena bila dibandingkan dengan
negara lain ini masih sempat tertinggal. Untuk membenahi ha tersebut maka harus
dibutuhkan solusi cerdas.

DAFTAR PUSTAKA

60
Wikipedia,”Peran Teknologi Dalam Kesehatan”

Choirun Nisa, yunita,”Peran Teknologi Dalam Kesehatan”

61

Anda mungkin juga menyukai