Anda di halaman 1dari 20

ALQURAN DAN SEJARAH PENGUMPULANNYA

PERSPEKTIF RICHARD BELL

Makalah:

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Barat atas Alquran

Oleh:

Siti Masruroh E03219035

Vina Umdatun Najakhah E03219038

Wulan Mufida Lestari E03219039

Muhammad Abdul Aziz E73218053

Dosen Pengampu:

Dr. Fajrian Yazdajird Iwanebel, S.Th.L, M.Hum

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kami
rahmat dan hiyahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas matakuliah Kajian
Barat atas Alquran yang berjudul Alquran dan Sejarah Pengumpulannya Perspektif
Ricahard Bell.
Kami menyadari bahwa makalah yang penyusun tulis ini jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran demi membangun kesempurnaan makalah ini.
Dan kami berterimakasih kepada Bpk Dr. Fajrian Yazdajird Iwanebel,
S.Th.L, M.Hum selaku dosen pengampu matakuliah Kajian Barat atas Alquran. Tak
lupa, saya berterimakasih kepada banyak pihak yang telah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya
kepada kita semua, sehingga kita dapat bersyukut atas apa yang telah Allah SWT
berikan. Kurang lebihnya makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua,
amiin.

Surabaya, 30 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I .............................................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...............................................................................................1

BAB II ...........................................................................................................................2

PEMBAHASAN ............................................................................................................2

A. Biografi Richard Bell ...........................................................................................2

B. Penulisan Alquran ...............................................................................................2

C. Pengumpulan Alquran .........................................................................................5

D. Sejarah pengumpulan al-Qur'an ..........................................................................9

E. Pandangan Richard Bell atas pengumpulan al-QUr'an ........................................ 13

PENUTUP ................................................................................................................... 16

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kajian dan pemikiran tentang Alquran terus berkembang dari masa ke masa.
Objek kajian meliputi banyak aspek seperti makna dari ayat-ayat Alquran, tatanan
bahasanya dan bahkan susunan teks dari Alquran sendiri
Menurut Richard Bell permasalahan apakah Alquran yang berada ditangan
orang Islam saat ini mencakup seluruh pesan ilahi yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad atau tidak adalah masalah yang sulit dijawab. Memang pelik untuk
membuktikan ketidaklengkapannya dan kita tidak dapat memastikan bahwa ada
bagian Alquran yang telah hilang. Alquran sendiri berbicara tentang kemungkinan
Tuhan yang menyebabkan Muhammad melupakan beberapa bagian wahyu9 yang
terdapat dalam surat al-A’la ayat 6 dan 7
Richard Bell berpendapat bahwa bentuk revisi dalam Alquran juga berupa
tambahan-tambahan dan sisipan yang bertujuan untuk menyesuaikan suatu ayat
dengan ayat sebelumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Ricard Bell itu?
2. Bagaimana penulisan alquran perspektif Ricard Bell?
3. Bagaiman pengumpulan alquran perspektif Ricard Bell?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Richard Bell


Richard bell merupakan orientalis yang hidup pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20. Menurut beberapa sumber ia lahir pada tahun 1876. Richard
merupakan seorang guru besar dalam bahasa Arab di Universitas Edinburg. Richard
Bell mengawali karirnya sebagai sarjana Alquran lewat publikasi bahan-bahan
kuliah yang diberikannya di Edinburg University. 1
Richard Bell dikenal sebagai salah satu sarjana Alquran yang berpengaruh
dan memiliki murid-murid yang hebat diantaranya W. Montgomery Watt yang
merevisi buku Introduction to The Quran karya Richard Bell. Meskipun dalam buku
tersebut terdapat beberapa pemikiran Richard Bell yang tidak sejalan dengan Watt,
tapi ia menegaskan bahwa ia tidak mengubah apapun dan hanya menambahi
beberapa pengantar dan bibliografi. 2
B. Penulisan Alquran
Mengenai penulisan Al-Qur’an yang terjadi pada masa Rasulullah, Bell
telah membahas dengan sangat teliti dari mulai pra Islam sampai Al-Qur’an selesai
ditulis secara keseluruhan. Mengenai Arab pra Islam, Bell mengatakan bahwasanya
walaupun orang-orang awam Mekkah masih buta tulis menulis, namun bukti-bukti
arkeologis menunjukkan bahwa suatu bentuk tulisan telah dikenal di Arab selama
berabad-abad. 3Memang jelas kalau di sekitar Mekkah dan Madinah belum
ditemukan diskripsi kuat, namun Mekkah adalah kota niaga yang menggantungkan
eksistensinya pada perniagaan dan dalam hubungan dagang yang teratur dengan
beberapa daerah di mana tulis-menulis sudah umum, tentu saja para pedagang
Mekkah memerlukan beberapa catatan transaksinya.

1
Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Tafsir Kontekstual Al-Qur’an (Bandung:
Mizan, 1994), 102
2
W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Qur’an, ter. Taufik Adnan Amal (Jakarta: Rajawali
Pers, 1991), vi
3
Ibid.,48
2
Dengan begitu dapat dipastikan bahwa tulis menulis telah cukup dikenal
disana.4 Secara umum, umat Muslim sepakat bahwa ayat Alquran pada masa
rasulullah ditulis pada kertas kulit atau lontar, lempengan batu, daun palem, tulang
belikat, rusuk binatang, hamparan kulit dan lembaran papan. Akan tetapi, Bell
berpendapat bahwa riwayat demikian mungkin tidak otentik. Karena kemungkinan
besar riwayat tersebut disebarluaskan oleh orang-orang yang bermaksud
mengkontraskan kemiskinan relatif Muhammad saw dan sahabat-sahabatnya
dengan kemewahan materi di masa Umayyah dan masa awal Abbasiyyah. 5
Penulisan wahyu telah dilakukan oleh para sahabat sejak periode Makkah
hingga Madinah. Bukti bahwa pada periode Makkah wahyu telah ditulis adalah
cerita masuk islamnya Umar bin Khattab. Dalam kisah tersebut saat Umar dalam
perjalanan untuk membunuh Rasulullah, ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah.
Ia berkata kepada Umar “Umar, anda menipu diri sendiri. Anda kira keluarga Abdul
Manaf akan membiarkan anda merajalela begini setelah membunuh Muhammad
saw? Tidakkah lebih baik pulang saja ke rumah dan perbaiki keluargamu sendiri?” 6
Pada waktu itu Fatimah saudaranya dan Sa’id bin Zaid suami Fatimah telah masuk
Islam. sesudah mengetahui hal itu dari Nu’aim, umar cepat-cepat pulang dan
langsung menemui mereka. Di tempat itu ia mendengar ada orang yang
membacakan Alquran kepada mereka. Setelah mereka merasa ada yang mendekat,
orang yang membaca itu bersembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya.
Kemudian Umar berkata “saya mendengar suara bisik-bisik apa itu?”.
Karena mereka tidak menjawab, Umar membentak lagi dengan suara lantang “saya
sudah tau, kamu menjadi pengikut Muhammad saw dan penganut agamanya”
sambil memukul Sa’id. Fatimah yang berusaha hendak melindungi suaminya juga
mendapat pukulan keras. Kemudian keduanya berkata “ya, kami sudah masuk
Islam, sekarang lakukan apa saja”. Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat
ada darah dimuka saudaranya itu. Ketika itu juga timbul rasa iba dalam hatinya.
Dimintanya kepada saudaranya kitab yang mereka baca itu diserahkan kepadanya.

4
Ibid.,49
5
Ibid.,49
6
Muhammad saw Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad saw, ter. Ali Audah (Jakarta: PT.
Litera AntarNusa, 2006), 114
3
Setelah membacanya, wajahnya tiba-tiba berubah. Ia merasa menyesal sekali atas
perbuatannya itu. ada sesuatu yang luar biasa dan agung dirasakan, ada suatu seruan
yang luhur. Ia langsung menuju ke tempat Muhammad saw dan sahabat-sahabatnya
yang sedang berkumpul di Safa dan menyatakan dirinya masuk Islam. 7
Dalam kisah tersebut Umar membaca tulisan ayat Alquran, yang
menandakan bahwa pada periode Makkah, ayat Alquran telah ditulis. Akan tetapi
Bell mengatakan bahwa cerita tersebut masih diragukan dan belum pasti
kebenarannya. 8 Pada awal periode Madinah pun Bell berpendapat bahwa tidak
dapat dipastikan pada saat itu nabi Muhammad saw memiliki penulis wahyu. 9
Beberapa penulis wahyu pada periode Madinah yang disebutkan oleh Bell
diantaranya ‘Utsman, Mu’awwiyah, ‘Ubay bin Ka’ab, Zayd bin Tsabit dan ‘Abd
Allah ibn abi Sarh.
Ada kisah menarik yang dituturkan tentang sahabat yang terakhir ini.
Ketika itu, nabi tengah mendiktekan kepadanya bagian Alquran yang menjadi
sambungan dari bagian yang lain. Ia menyuruh Abi Sarh untuk menuliskanya.
Namun kejadian ini menimbulkan keraguan bagi Abi Sarh, dan belakangan ia
meninggalkan agama Islam dan kembali ke Mekkah. Pada waktu penaklukan
Mekkah, ia termauk seseorang yang dikucilkan kemudian dimaafkan atas campur
tangan ‘Utsman.10 Kisah ini diambil oleh Bell dari buku Geschichte des Qorans
karya Noldeke dan Schwally. Sedangkan menurut penuturan sejarawan Muslim,
Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh merupakan salah satu penulis wahyu pada periode
Makkah. Abi Sarh dituduh oleh beberapa kalangan sebagai pemalsu ayat-ayat
Alquran. Menurut al-‘Azami tuduhan ini sama sekali tidak berdasar. 11 Pada periode
Madinah, nama Abi Sarh tidak termasuk dalam daftar penulis wahyu. Berikut 65
penulis wahyu pada periode Madinah. Abban bin Sa’id, Abu Ummah, Abu Ayyub
al-Anshari, Abu Bakr al-Shiddiq, Abu Hudzaifah, Abu Sufyan, Abu Salamah, Abu
Abbas, Ubay bin Ka’ab, al-Arqam, Usaid bin alHudair, Aus, Buraidah, Bashir,

7
Ibid., 115
8
Watt, Pengantar Studi..., 57
9
Ibid., 54
10
Ibid.,57
11
M.M.al-‘Azami, Sejarah Teks Al-Qur’an: Dari Wahyu Sampai Kompilasi, ter. Sohirin Solihin,
dkk (Jakarta: Gema Insani, 2014), 66
4
Tsabit bin Qais, Ja’far bin Abi Thalib, Jahm bin Sa’d, Suhaim, Hatib, Hudzaifa,
Husain, Hanzala, Huwaitib, Khalid bin Sa’id, Khalid bin al-Walid, al-Zubair bin al-
Awwam, Zubair bin Amaan, Zaid bin Tsabit, Sa’ad bin al-Rabi’, Sa’ad bin Ubada,
Sa’id bin Said, Syurahbil bin Hasna, Thalha, Amir bin Fuhaira, Abbas, Abdullah
bin al-Arqam, Abdullah bin Abi Bakr, Abdullah bin Rawaha, Abdullah bin Zaid,
Abdullah bin Sa’ad, Abdullah bin Abdullah, Abdullah in Amr, ‘Utsman bin ‘Affan,
Uqba, al-A’la bin ‘Uqba, Ali bin Abi Thalib, ‘Umar bin Khattab, ‘Amr bin ‘Ash,
Muhammad saw bin Maslama, Mu’adz bin Jabal, Mu’awwiyah, Ma’n bin ‘Adi,
Mu’aqib bin Mughirah, Mundhir, Muhajir dan Yazid bin Abi Sufyan. 12
C. Pengumpulan Alquran
Masa pengumpulan alquran terjadi pada masa khulafa’ al-rasyidin tepat
setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Pengumpulan Alquran dimulai dari masa
pemerintahan Abu Bakr al-Shiddiq. Salah satu hadits yang menjelaskan tentang
permulaan pengumpulan alquran terdapat dalam hadits Shahih Bukhari, yang
artinya.
Diriwayatkan dari Musa bin Isma’il dari Ibrahim bin Sa’id, diriwayatkan
dari Ibn Syihab dari ‘Ubaid bin al-Sabbaq, sesungguhnya Zaid bin Tsabit r.a
berkata: “Abu Bakr memanggil saya setelah peristiwa al-Yamamah yang menelan
korban para sahabat sebagai syuhada. Kami melihat saat Umar bin al-Khattab
bersamanya. Abu Bakr mulai berkata, “Umar baru saja tiba menyampaikan
pendapat ini, “dalam pertempuran al-Yamamah telah menelan korban begitu besar
dari para penghafal Alquran, dan kami khawatir hal serupa akan terjadi dalam
peperangan lain. Sebagai akibat, kemungkinan sebagian Alquran akan musnah.
Oleh karena itu, kami berpendapat agar dikeluarkan perintah pengumpulan semua
Alquran”. Abu Bakr menambahkan “saya katakan kepada Umar, bagaimana
mungkin kami melakukan suatu tindakan yang Nabi Muhammad saw tidak pernah
melakukan? Umar menjawab ‘ini merupakan upaya terpuji terlepas dari segalanya’
dan ia tidak berhenti menjawab sikap keberatan kami sehingga Allah memberi
kedamaian untuk melaksanakan dan pada akhirnya kami memilih pendapat serupa.

12
Ibid., 67
5
Zaid anda seorang pemuda cerdik pandai, dan anda sudah terbiasa menulis wahyu
pada Nabi Muhammad saw, dan kami tidak melihat kelemahan pada diri anda.
Carilah semua Alquran agar dapat dirangkum seluruhnya. “demi Allah, jika
sekiranya mereka minta kami memindahkan sebuah gunung raksasa, hal itu akan
terasa lebih ringan dari apa yang mereka perintahkan kepada saya sekarang. Kami
bertanya kepada mereka, ‘kenapa kalian berpendapat melakukan sesuatu yang tidak
pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw?’ Abu Bakr dan Umar bersikeras
mengatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja dan malah akan membawa kebaikan.
Mereka tak henti-henti menenangkan rasa keberatan yang ada hingga akhirnya
Allah menenangkan kami melakukan tugas itu, seperti Allah menenangkan hati
Abu Bakr dan Umar. Maka aku mulai mengumpulkan Alquran dari tulang dan batu
serta dari hati atau hafalan para sahabat. Sampai aku menemukan akhir surat al-
Taubah dari Abi Khuzaimah al-Anshari dan tidak menemukan dari sahabat yang
lain sampai akhir surat Bara’ah, maka shuhuf itu dibawa oleh Abu Bakr sampai
wafat, kemudian di bawa oleh Hafsah binti Umar r.a” 13
Berdasarkan hadits diatas, Richard Bell memberikan 4 kritik atas
pengumpulan alquran pada masa khalifah Abu Bakar. Pertama, selain hadits diatas
terdapat beberapa hadits lain yang menjelaskan bahwa penggagas utama penyusun
alquran bukan umar melainkan Abu Bakr. Hadits diatas juga menjelaskan bahwa
wafatnya Rasulullah tidak ada catatan wahyu yang absah dan tidak ada ikhtiar untuk
menyusunnya. 14
Kedua, alasan untuk pengumpulan alquran yang sesuai dengan hadits diatas
adalah banyaknya para penghafal alquran yang wafat dalam peperangan al-
Yamamah. Menurut Ricard Bell daftar orang-orang yang tewas pada pertempuran
tersebut, hanya tercantum sedikit orang yang mungkin menghafal banyak bagian
alquran. Sebagian besar yang tewas adalah para pemeluk islam yang baru. 15
Ketiga, tentang kumpulan resmi alquran. “Kumpulan-kumpulan” Alquran
msh dipandang absah di berbagai daerah. Pertikaian yang mengarah pada resensi

13
Al-Azmi, Sejarah Teks Alquran…, 77
14
Watt, Pengantar Studi.., 62
15
Ibid., 63
6
Alquran di masa Utsman mungkin tidak akan timbul jika waktu itu sudah ada
naskah resmi di tangan khalifah yang bisa dijasikan rujukan.
Keempat, suhuf resmi yang dibawa oleh Hafsah binti Umar. Seperti telah
disebutkan dalam hadits diatas bahwasanya suhuf Alquran yang telah dikumpulkan
oleh Zaid bin Tsabit dibawa oleh Abu Bakr sampai ia wafat dan kemudian
diserahkan kepada Hafsah binti Umar. Ricard Bell berpendapat, meskipun pada saat
itu Umar bin Khattab sebagai khalifah, akan tetapi jika memang suhuf Alquran itu
merupakan dokumen resmi negara maka suatu hal yang mustahil apabila jatuh
ketangan orang lain di luar pemilikan resmi, sekalipun ke tangan putri khalifah. Jika
memang suhuf ditangan Hafsah adalah salinan, maka tidak mungkin merupakan
sebuah salinan resmi.
Pengumpulan Alquran selanjutnya terjadi pada masa pemerintahan khalifah
Utsman. Pada periode ini penyebab terjadinya pengumpulan kembali Alquran
adalah adanya perbedaan bacaan Alquran yang terjadi di beberapa wilayah.
Hudzaifah bin al-Yaman dari perbatasan Azerbaijan dan Armenia, yang telah
menyatukan kekuatan perang Irak dengan pasukan perang Suriah, pergi menemui
Utsman setelah melihat perbedaan dikalangan umat Islam di beberapa wilayah
dalam membaca Alquran. Perbedaan bacaan ini dapat menyebabkan perpecahan.
Pada tahun itu juga, yakni tahun 25 H Utsman menyelesaikan permasalahan
tersebut dengan membentuk panitia yang bertugas mengawasi pembuatan naskah
mushaf ini. Selain itu, ia juga menyiapkan suhuf yang disimpan oleh Hafsah binti
Umar untuk menggandakan naskah tersebut. Menurut beberapa laporan mushaf
tersebut digandakan menjadi empat, dan kemudian dikirim ke Kufah, Basrah,
Suriah serta Madinah beserta dengan Qura’. Beberapa sejarawan berpendapat
bahwa mushaf tersebut digandakan menjadi delapan atau sembilan. Kemudian
mushaf lain yang dimiliki oleh para sahabat selain mushaf resmi dibakar.
Pada periode Utsman ini, Ricahrd Bell mengkritik tentang mushaf yang
berada di Hafsah binti Umar. Ia mengatakan bahwa mayoritas berpendapat bahwa
tugas panitia yang diketuai Zaid bin Tsabit hanyalah untuk menyalin naskah yang
berada di Hafsah dengan dialek Quraisy. Akan tetapi nampaknya suhuf

7
Yang berada ditangan hafsah tidak memegang peranan penting dalam
penggandaan mushaf. Bukti dari pernyataan ini adalah cerita tentang khalifah
Marwan. Saat ia menjadi gubernur Madinah, ia menginginkan suhuf yang berada
ditangan Hafsah untuk dimusnahkan. Akhirnya setelah Hafsah meninggal, ia
meminta kepada saudara Hafsah untuk menyerahkan suhuf tersebut. Marwan
khawatir jika bacaan-bacaan tidak lazim dalam suhuf tersebut akan menyebabkan
perselisihan lebih lanjut dalam masyarakat
Secara keseluruhan, menurut Ricard Bell kisah ini tidak mungkin direka-
reka, karena secara tidak langsung cerita ini mengungkapkan bahwa suhuf yang
berada di tangan Hafsah tidak memadai sebagai basis untuk teks resmi Alquran.
Dengan demikian, secara keseluruhan tampak mustahil bahwa suhuf Hafsah sangat
penting kedudukannya dalam pengumpulan di masa Utsman
Selain tentang mushaf yang berada ditangan Hafsah, Ricard Bell juga
membahas mengenai pernyataan bahwa Utsman membakar seluruh mushaf selain
mushaf resmi Utsmani. Ia mengutip pendapat dari Arthur Jeffery bahwa selain
mushaf resmi Utsmani, terdapat 15 mushaf lain yang mempunyai beberapa bacaan
yang berbeda
Ricard Bell mengklaim bahwa mushaf non-resmi masih mendapatkan
tempat diantara umat Muslim pada masa itu. seperti mushaf ‘Abd Allah bin Mas’ud
yang dijunjung tinggi oleh orang Kufah dan mushaf ‘Ubay bin Ka’ab yang
digunakan disebagian besar daerah Siria.48 Ia juga berpendapat bahwa naskah non-
resmi ini digunakan acuan oleh sebagian besar tafsir Alquran seperti tafsir al-
Thabari dan tafsir al-Zamakhsyari.
Banyaknya versi mushaf yang beredar pada saat itu dan tidak adanya
pertentangan, maka menurut Richart Bell ini membuktikan bahwa adanya
perbedaan al-Qur’an dari sebelum Nabi wafat sampai pada saat al-Qur’an di
kumpulkan secara resmi pada masa Utsman selain perbedaan dalam cara membaca
saja. Ia juga menyimpulkan bagaimana bentuk al-Qur’an sebelumnya sudah jelas
bahwa al-Qur’an yang berada di tangan umat Muslim saat ini merupakan Mushaf
Utsmani

8
D. Sejarah Pengumpulan al-Qur’an
Mushaf yang ada sekarang ini ternyata telah melalui perjalanan panjang
yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun silam dan memounyai
latar belakang sejjarah menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan
al-Qur’an langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya
Q.S Al-Hijr 15:9 yang artinya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur’an), dan kamilah
yang akan menjaganya.”
Sejarah pengumpulan al-Qur’an memuat tentang penjelasan mengenai
proses transformasi teks al-Qur’an dari lisan menjadi tulisan atau dari bentuk
hafalan para sahabat ke mushaf yang di organisir oleh Abu Bakar dan Utsman ibn
Affan. Penjelasan ini dibutuhkan sebagai bagian dari argumen bahwa meski melalui
proses transformasi dari lisan ke tulisan agar kemurnian al-Quran tetap tejaga.
Pengumpulan al-Qur’an atau kodifikasi telah dimulai sejak zaman
Rasulullah SAW, bahkan telah dimulai sejak masa-masa awal turunnya al-Qur’an.
Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’andiwahyukan secara berangsur-angsur.
Setiap kali menerima wahyu Nabi SAW membacanya di hadapan pafra sahabat
karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan al-Qur’an kepada mereka.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Q.S. An-Nahl: 44
Pengumpulan al-Qur’an (Jam’ul Qur’an) merupakan suatu tahap penting
dalam sejarah al-Qur’an. Maka dari itu al-Qur’an tepelihara dari pemalsuan dan
persengketaan mengenai ayat-ayatnya sebagaimana tejadi pada ahli kitab, serta
tehindar dari kepunahan. Mengenai pemeliharaab al-Qur’an, Allah telah berjanji
dalam firman-Nya Q.S. Al- Hijr: 9

ِّ ‫إٍنَّا ن َْحنُ ن ََّز ْلنَا‬


َ‫الذ ْك َر َوإِّنَّا لَهُ لَ َح ِّفظُون‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr: 9)

9
Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, pengumpulan dan penyatuan al-
Qur’an dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengumpulan dalam dada (penghafalan) dan
penulisan. 16
1. Pengumpulan al-Qur’an dalam Konteks Hafalan pada Masa Rasulullah SAW
Pengumpulan dengan cara menghafal dilakukan oleh Rasulullah SAW dan
para Sahabat. Penghafalan ini sangat penting mengingat al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi yang Ummi (tidak bisa membaca dan menulis) yang diutus di
tengah kaum yang juga Ummi. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam Q.S.
Al-Jumu’ah: 2 yang artinya:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
(Q.S. Al-Jumu’ah:2)
Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan oleh Rasulullah
SAW, oleh karena itu ketika datang Wahyu Rasulullah SAW langsung
menghafal da memahaminya. Dengan demikian Rasulullah SAW merupakan
orang pertama yang menghafal al-Qur’an. Tindakan Rasulullah SAW
merupakan suru tauladan bagi para sahabatnya. Setelah menerima wahyu,
Rasulullah SAW mengumumkannya di hadapan para sahabat dan
memerintahkan mereka untuk menghafalnya. Ada beberapa riwayat yang
mengindikasikan bahwa para sahabat menghafal dan mempelajari lima ayat al-
Qur’an (sebagian meriwayatkan sepuluh ayat) setiap kali pertemuan. Mereka
merenungkan ayat-ayat tersebut dan berusaha mengimplementasikan ajaran-
ajaran yang terkandung di dalamnya sebelum meneruskan pada teks berikutnya.
Hal ini juga diduga sebagai awal mula tradisi Hifz (menghafal) yang terus
berlangsung hingga saat ini. 17 Selain itu secara kodrati bangsa Arab mempunyai
daya hafal yang kuat. Keadaan ini mereka gunakan untuk menulis berita-berita,

16
Muhammad Ismail Yusanto, et.al., Op Cit, 2002, cet. 1, hal. 43
17
Farid Esack, The Qur’an a Short Introduction/Samudera al-Qur’an, penerjemah: Nuril Hidayah,
(Jogjakarta: DIVA Press, 2007), Cet. 1, hlm. 151.
10
syair-syair, dan silsilah-silsilah dengan cacatan di dalam hati. Hal ini mereka
lakukan karena kebanyakan dari mereka adalah Ummi, situasi seperti ini juga
sekaligus menjadi bukti atas kemukjizatan dan keautentikan al-Qur’an.
Mengenai para penghafal al-quran pada masa Nabi ini, dalam kitab
shahihn -nya, Al-Bukhori telah mengemukakan tentang tujuh penghafal alquran
dengan tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas‟ud, Salim bin Ma‟qil
maula Abi Hudzaifah, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abu
Zaid bin Sakan dan Abu Ad-Darda’.
Penyebutan para penghafal yang berjumlah tujuh atau delapan orang di
atas, tidak berarti pembatasan, karena beberapa keterangan dalam kitab-kitab
sejarah dan Sunan menunjukkan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan al-
quran dan mereka memerintahkan anak-anak dan istri-istri mereka untuk
menghafalkannya. 18 Maksud dari penyebutan di atas adalah bahwa mereka itulah
yang hafal seluruh isi al-quran di luar kepala, dan selalu merujukkan hafalannya
di hadapan Rasulullah SAW, isnad-isnadnya sampai kepada kita. Sedangkan
para penghafal al-quran lainnya (yang berjumlah banyak) tidak memenuhi hal-
hal tersebut, terutama karena para sahabat telah tersebar di berbagai wilayah dan
sebagian mereka menghafal dari yang lain. Cukuplah sebagai bukti tentang hal
ini bahwa para sahabat yang terbunuh di Bi’ru Ma’unah semuanya disebut
Qurra’, jumlahnya tujuh puluh orang sebagaimana disebutkan dalam hadits
shahih. Menurut al-Qurtubi, ada tujuh puluh orang qari yang terbunuh pada
Perang Yamamah. Pada masa Nabi, dalam pertempuran di Bi’ru Ma’unah,
terbunuh juga sebanyak itu.19
2. Pengumpulan al-Qur’an dalam Konteks Penulisannya Pada Masa Rasulullah
SAW
Rasulullah SAW mengatakan para penulis wahyu al-Qur’an (asisten) dari
sahabat-sahabat tekemuka seperti sahabat Ali Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan
Zaid bin Tsabit. Bila ayat turun, beliau memerintahkan menulisnya dan

18
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi al-Qur’an/Syaikh Manna’ al-Qaththan,
Penerjemah: H. Annur Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Cet. 1, hal. 153.
19
Ibid, hlm. 154.
11
menunjukkan dimana tempat ayat tersebut dalam surah. Maka penulisan pada
lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati.
Sebagian sahabat yang menulis al-Qur’an atas inisiatif sendiri pada
pelepah kurma, lempengan batu, papan tipis, kulit atau daun kayu, pelana, dan
potongan tulang—elulang binatang. Zaid bin Tsabit berkata, “Kami menyusun
al-Qur’an dihadapan Rasulullah SAW pada kulit binatang.”. ini menunjukkan
betapa besarnya kesulitan yang dipikul oleh sahabat dalam penulisan al-Qur’an.
Alat-alat yang digunakan untuk tulis menulis tidak cukup tersedia bagi mereka
selain hanya sarana-sarana tersebut. Tetapi hikmahnya penulisan al-Qur’an ini
semakin menambah kuat hafalan mereka.
Kegiatan penulisan ini berdasarkan hadits Nabi SAW, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi:

)‫ (رواه مسلم‬.‫ال تمتبوا عني شيأ االالقرآن ومن كتب عني سوى القرآن فليمحه‬

Artinya: “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali


al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain al-Qur’an hendaklah
ia menghapusnya.”

Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu antara lain adalah
Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Mu’awiyah bin Abu
Sufyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin ‘Ash. Tulisan ayat-
ayat al-Qur’an ini ditulis oleh mereka disimpan dirumah Rasulullah SAW.
Merekapun masing-masing menulis untk disimpan sendiri. Walaupun demikian
tulisan-tulisan itu belum dikumpulkan dalam satu Mushaf (sebuah buku yang
terjilid seperti sekarang ini) melainkan masih berserakan. Az-Zarkasi berkata:
“Al-Qur’an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar tidak
berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu penulisannya dilakukan kemudian
sesudah al-Qur’an selesai semua yaitu dengan wafatnya Rasulullah.

12
Penulisan al-quran dilakukan sesuai tartib (urutan) ayat sebagaimana
ditunjukkan Nabi SAW sesuai perintah Allah SWT. Jadi, tartib ayat al-quran
adalah tauqifi (menurut ketentuan wahyu, bukan ijtihad). Artinya, susunan ayat
dan surah dalam al-quran sebagaimana terlihat sekarang dalam mushafmushaf
adalah sesuai dengan perintah dan wahyu dari Allah SWT melalui Rasulullah
SAW. Malaikat Jibril AS bila membawa sebuah atau beberapa ayat kepada Nabi,
ia berkata: “Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan
kepadamu untuk menempatkannya pada urutan kesekian suratnya.” Demikian
pula halnya Rasul memerintahkan kepada para sahabat, “Letakkanlah pada
urutan ini, setelah ayat yang berbunyi begini, sebelum ini.” Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Adalah Rasulullah S A W, jika turun kepadanya
satu surat, beliau memanggil para sebagian penulis wahyu. Beliau berkata,
“Letakkanlah surat ini di tempat yang disebut begini dan begini”. Proses
penulisan al-Quran seperti itu berlangsung terus sampai Rasulullah SAW wafat.
Ketika Rasulullah SAW wafat, al-Quran telah sempurna dihafal oleh para
sahabat dan lengkap tertulis di pelepah, kulit, kepingan batu, dan lain-lain. inilah
masa awal penulisan atau kodifikasi al-Quran, yaitu terjadi pada zaman Nabi.
Secara singkat faktor yang mendorong penulisan Al-Qur‟an pada masa
Nabi ialah Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para
sahabatnya dan Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna.
Hal ini karena hafalan para sahabat saja tidak cukup. Dan sebagian dari
mereka ada yang sudah wafat. Adapun pada masa Nabi ini penulisan al-Qur‟an
tidak ditulis pada satu tempat melainkan terpisah-pisah dengan alasan, Proses
penurunan Al-Qur’an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang
turun belakangan menasakh ayat sebelumnya dan Penyusunan ayat dan surat Al-
Qur‟an tidak sesuai dengan turunnya.

E. Pandangan Richard Bell atas pengumpulan al-Qur’an

Richard Bell dalam bukunya Introduction to the Qur’an menyatakan bahwa


surah-surah dalam Alquran cenderung disusun (dikonstruksi) daripada hanya
sekedar ditulis. Bell mengkritisi riwayat yang menganggap bahwa susunan surah

13
dalam Alquran tersusun begitu saja sebagaimana yang kita lihat di zaman sekarang
ini. Adanya riwayat-riwayat lain yang menyatakan bahwa Zaid bin Tsabit
menempatkan bagian-bagian tertentu ke dalam Alquran, bagi Richard Bell adalah
sebagai argumen penguat meskipun beberapa riwayat yang popular cenderung
menerima begitu saja bahwa surah-surah tersusun seperti sekarang.20 Disamping
semua itu usaha yang dilakukan oleh utsman untuk menjaga isi keaslian dan
kemurnian kitab suci al-quran dari penambahan dan juga penyimpangan zaman
dilakukan dengan baik dan hasilnya yang kita dapati sekarang. 21

Bell memberikan empat kritik atas pengumpulan Alquran pada masa


khalifah Abu Bakar. Pertama, terdapat beberapa hadis lain yang menjelaskan
bahwa penggagas utama penyusunan Alquran bukan Umar melainkan Abu Bakar.
Serta sampai wafatnya Rasulullah tidak ada catatan wahyu yang absah dan tidak
ada ikhtiar untuk menyusunnya.22

Kedua, dalam hadis di atas menyebutkan bahwa alasan untuk pengumpulan


Alquran adalah banyaknya para penghafal Alquran yang wafat dalam peperangan
al-Yamamah. Menurut Bell, dalam daftar orang-orang tewas pada pertempuran
tersebut, hanya tercantum sejumlah kecil orang yang mungkin menghafal banyak
bagian Alquran. Sebagian besar yang tewas adalah para pemeluk Islam yang baru.23

Ketiga, mengenai kumpulan resmi Alquran. Bentuk formal yang demikian


dapat diduga memiliki keabsahan formal yang di nisbatkan kepadanya, tetapi bukti
untuk hal ini tidak kita temukan. “Kumpulan-kumpulan” Alquran yang lain masih
tetap dipandang absah di berbagai daerah. Pertikaian yang mengarah pada resensi.
Alquran di masa Utsman mungkin tidak akan timbul jika waktu itu sudah ada
naskah resmi di tangan khalifah yang bisa dijasikan rujukan. 24

20
Mufti Labib Jalaluddin, “Teori Naskh dalam Pandangan William Montgomery Watt dan Richard
Bell,” Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir, Vol. 13, No. 2, 2019, hal. 124-125
21
Nasruddin, “Sejarah Penulisan Alquran (Kajian Antropologi Budaya), “Rihlah: Jurnal Sejarah Dan
Kebudayaan, Vol. 2, No. 1, Mei 2015, hal. 62-63
22
Nuril, Studi Kritis..., hal. 60
23
Ibid., hal. 62-64
24
Ibid.

14
Keempat, suhuf Alquran resmi yang dibawa oleh Hafsah binti Umar yang
telah dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit dibawa oleh Abu Bakar sampai ia wafat
dan kemudian diserahkan kepada Hafsah binti Umar. Bell berpendapat, meskipun
pada saat itu Umar bin Khattab sebagai khalifah akan tetapi jika memang suhuf
Alquran itu merupakan dokumen resmi negara maka suatu hal yang mustahil
apabila jatuh ketangan orang lain di luar pemilikan resmi, sekalipun ke tangan putri
khalifah. Jika memang suhuf ditangan Hafsah adalah salinan, maka tidak mungkin
merupakan sebuah salinan resmi. 25

Menurut Bell, penjelasan yang paling mungkin untuk kata jam’u


(mengumpulkan) adalah bacaan-bacaan yang aslinya diterima Nabi Muhammad
saw., secara terpisah-pisah sekarang diulangi baginya dalam kombinasi satu dengan
lainnya. Menurut Bell, kalau bismillah juga merupakan bagian dari teks aslinya, ini
bisa menjadi alasan untuk berpikir bahwa mulainya surah setidaknya bisa ditelusuri
sampai Nabi Muhammad. Lebih lagi, ragam yang besar dalam panjangnya surah
hampir tidak bisa dijelaskan dengan perbedaan pokok bahasan, rima atau bentuk
kriteria yang mungkin dipakai oleh para pengumpul. Dan ini mengisyaratkan bahwa
banyak dari Alquran disusun dalam surah sebelum para pengumpul memulai
pekerjaannya. Jadi, secara keseluruhan, menurut Bell mungkin sekali bahwa
sebagian besar dari pekerjaan “mengumpulkan” dilakukan oleh Nabi Muhammad
dengan bimbingan proses pewahyuan yang terus-menerus. 26

25
Ibid.
26
Ihsan, Teori Nasikh..., hal. 42
15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Richard Bell lahir pada tahun 1876. Ricard Bell merupakan seorang guru
besar Bahasa Arab di Universitas Edinbrug, beliau juga menjadi orientalis yang
hidup pada akhir abad ke 19 sampai awal abad ke 20. Ricard Bell dikenal sebagai
salah satu sarjana yang berpengaruh dan mempunya murid-murid yang hebat, salah
satunya ialah W. Montgomery Watt.
Mengenai penulisan Al-Qur’an yang terjadi pada masa Rasulullah, Bell
telah membahas dengan sangat teliti dari mulai pra Islam sampai Al-Qur’an selesai
ditulis secara keseluruhan. Mengenai Arab pra Islam, Bell mengatakan bahwasanya
walaupun orang-orang awam Mekkah masih buta tulis menulis, namun bukti-bukti
arkeologis menunjukkan bahwa suatu bentuk tulisan telah dikenal di Arab selama
berabad-abad. 27Memang jelas kalau di sekitar Mekkah dan Madinah belum
ditemukan diskripsi kuat, namun Mekkah adalah kota niaga yang menggantungkan
eksistensinya pada perniagaan dan dalam hubungan dagang yang teratur dengan
beberapa daerah di mana tulis-menulis sudah umum, tentu saja para pedagang
Mekkah memerlukan beberapa catatan transaksinya.
Dengan banyaknya versi mushaf yang beredar pada saat itu dan tidak
adanya pertentangan, maka menurut Bell ini membuktikan bahwa tidak adanya
perbedaan Alquran dari sebelum nabi wafat sampai pada saat Alquran dikumpulkan
secara resmi pada masa Utsman selain perbedaan dalam cara membaca saja. 50 Ia
juga menyimpulkan bagaimanapun bentuk Alquran sebelumnya, sudah jelas bahwa
Alquran yang berada ditangan umat Muslim saat ini merupakan mushaf Utsmani

27
Ibid.,48
16
DAFTAR PUSTAKA

Amal Taufik Adnan dan Samsu Rizal Panggabean, Tafsir Kontekstual Al-Qur’an
(Bandung: Mizan, 1994).
Haekal Muhammad saw Husain, Sejarah Hidup Muhammad saw, ter. Ali Audah
(Jakarta: PT. Litera AntarNusa, 2006).
M.M.al-‘Azami, Sejarah Teks Al-Qur’an: Dari Wahyu Sampai Kompilasi, ter.
Sohirin Solihin, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2014).
Watt W. Montgomery, Pengantar Studi al-Qur’an, ter. Taufik Adnan Amal (Jakarta:
Rajawali Pers, 1991).
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi al-Qur’an/Syaikh Manna’ al-
Qaththan, Penerjemah: H. Annur Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2006)
Farid Esack, The Qur’an a Short Introduction/Samudera al-Qur’an, penerjemah:
Nuril Hidayah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2007)
Mufti Labib Jalaluddin, “Teori Naskh dalam Pandangan William Montgomery
Watt dan Richard Bell,” Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir,
Vol. 13, No. 2, 2019
Nasruddin, “Sejarah Penulisan Alquran (Kajian Antropologi Budaya), “Rihlah:
Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan, Vol. 2, No. 1, Mei 2015

17

Anda mungkin juga menyukai