Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Pembukuan Al-Quran Pasca Wafatnya Nabi


Disusun untuk memenuhi tugas :
Mata kuliah : Al-Quran dan Tafsir
Dosen pengampu : Bp. Wildan Nafi’i, M.Pd.I

Disusun oleh :
1. Septiani Hastinatu H.J (226121183)
2. Gandhi Putri S.N (226121190)
3. Marwa Affida Nur A (226121200)

S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Pembukuan Al-
Quran Pasca Wafatnya Nabi” ini dapat kami selesaikan. Makalah ini merupakan tugas
yang dapat memberikan bekal ilmu pengetahuan dan menambah wawasan mengenai
mata kuliah Al-Quran dan Tafsir.

Makalah ini disusun dengan tujuan supaya mahasiswa mampu memahami dengan benar
tentang bagaimana realisasi Pancasila yang baik dan untuk memenuhi tugas makalah
yang diampu oleh Bp. Wildan Nafi’i, M.Pd.I

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini dapat berjalan lancar atas dukungan
dari segala pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak terima kasih ke semua
pihak serta rekan-rekan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki sehingga
terdapat kekurangan dalam penyusunan tugas ini. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang dapat membangun dari pembaca.

Akhir kata, semoga makalah “Pembukuan Al-Quran Pasca Wafatnya Nabi”ini


bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 3 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................ii
Daftar isi.......................................................................................................iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Maksud dan Tujuan.............................................................................1
D.Metode penulis .......................................................................................
BAB 2 : PEMBAHASAN
A. .............................................................................................................5
BAB 3 : PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................8

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

I. Latar belakang
Kajian ilmu al-Quran sampai saat ini tidak berhenti begitu saja. Banyak pemikir
muslim yang terus-menerus menggali keilmuan al-quran. Hal ini menunjukkan bahwa al-
Quran adalah laboratorium hidup di kalangan para akademik. Sebab, Selain al-Quran sebagai
sumber pedoman agama Islam, al-Quran juga lahan basah bagi pemikir untuk mendapatkan
karya penelitian. Atau ibarat bola al-Quran telah ditendang kesana kemari hingga seluruh
pori-porinya telah terjamah oleh para peneliti namun akan terus tetap berputar dan tidak
kelihatan dari sisi mana pemikir itu menendang sisi al-Quran.
Ketika menyikap sejarah pembukuan al-Quran, dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad sampai oleh para sahabat dan tabi’in maka yang tidak bisa dipungkiri adalah
pembukuan al-Quran dilakukan berulang-ulang dan dilakukan oleh banyak orang. Hampir
setiap sahabat yang dekat dengan Nabi mempunyai riwayat al-Quran namun tak semuanya
mempunyai catatan. Ada sahabat yang hanya menghafalkannya ada pula yang disuruh
langsung oleh Rasulallāh untuk menulisnya. Perihal jumlah penulis al-quran pada masa
Rasulallah para ahli masih simpang siur. Meskipun ada 2 yang berhasil menghitung sahabat
yang menulis al-Quran sebanyak 44 sahabat.
Menurut para ahli Ulum al-Quran, ada tiga periode pengumpulan al-Quran. Pertama,
pengumpulan pada masa Rasulallāh. al-Quran telah ditulis di pelapah, daun dan kulit namun
belum dibukukan menjadi satu dan belum ada penataan urutan surat. Akan tetapi para sahabat
telah banyak yang menulis dan menghafalkannya. Kedua, pengumpulan pada masa Abu
Bakar ash-shidiq. Pengumpulan pada masa Abu Bakar Ash- siddiq atas permintaan sahabat
Umar bin al-Khatāb hanyalah pembukuan semata itu pun hanya sampai ahir surat Baqarah.
Belum ada penyeragaman tulisan apalagi penyeragaman bacaan. Pembukuan ini tetap
berlanjut sampai Abu Bakar, Hafsah binti Umar dan Umar bin Khatab meninggal. Ketiga,
pengumpulan dan penyeragaman pada masa Utsman bin Affan yang menghasilkan Mushaf
Utsmani.

II. Rumusan masalah :

1. Bagaimana pembukuan al-quran oleh para khalifah


2. Bagaimana penentuan urutan ayat dan surat dalam al-quran

III. Maksud dan tujuan :


1. Mengetahui bagaimana pembukuan al-quran dilakukan
2. Mengetahui bahaimana penentuan urutan ayat dan surat dalam al-quran.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pembukuan Al-Quran Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

1. Sejarah pembukuan al-quran


Ketika Rasulullah telah Wafat, al-Qur’an telah terkumpul di dada para
sahabat berupa hafalan serta telah dituliskan dalam lembaran-lembaran.
Namun al-Qur’an yang ditulis para sahabat tersebut masih berupa lembaran-
lembaran yang tercecer ditangan para sahabat atau dengan kata lain al-Qur’an
pada saat itu masih belum sepenuhnya terbukukan. Sehingga ketika terjadi
perang Yamamah yang terjadi setahun setelah wafatnya Nabi yang
menewaskan 70 Qari’ menimbulkan kegelisahan dihati ‘Umar bin Khattab
hingga kemudian mendesak Abu Bakar untuk segera membukukan al-Qur’an
mengingat para Qari’ telah banyak yang meninggal sedangkan al-Qur’an yang
tertulis masih berupa lembaran-lembaran yang tercecer.1

Atas desakan ‘Umar tersebut kemudian Abu Bakar berkenan untuk


memerintahkan pengumpulan tersebut walaupun pada awalnya beliau
menolaknya dengan alasan bahwa hal tersebut bukanlah perbuatan yang
dilakukan oleh Nabi, namun ‘Umar meyakinkannya dengan alasan bahwa
pembukuan tersebut adalah hal yang baik dan sangat penting. Setelah Abu
Bakar merasa yakin dengan keputusannya tersebut, maka diutuslah Zaid bin
Tsabit untuk mulai mengumpulkan al-Qur’an.2

Pemilihan Zaid sebagai orang yang ditugasi untuk mengumpulkan al-


Qur’an menurut beberapa Ahli Ilmu Qur’an didasarkan oleh beberapa alasan
diantaranya adalah Zaid adalah seorang yang cerdas, masih muda, dan tidak
memiliki sifat tercela, selain itu peranannya sebagai penulis wahyu dimasa
Rasulullah menjadi alasan yang mendasari pemilihannya.3

1
. Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013). Hal. 154.
2
. Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an, (Cairo : Dar at-Turats, tt). Hal. 233
3
. az-Zarqany, Ibid. Hal. 206

5
Dalam mengumpulkan al-Qur’an Zaid menggunakan metode yang
sangat teliti berdasarkan arahan yang diberikan oleh abu Bakar dan ‘Umar.
Selama pengumpulan tersebut, Zaid tidak serta-merta mengandalkan hafalan
yang dimilikinya, dan tidak juga dengan apa yang telah ditulisnya maupun
yang telah didengarkannya. Dalam pengumpulan tersebut, zaid menggunakan
dua rujukan utama, yaitu 4:

1. Berdasarkan ayat yang telah ditulis dihadapan Rasulullah dan telah


disaksikan langsung oleh beliau.
2. Ayat yang dihafal dan ditulis dalam lembaran dengan menyertakan dua
saksi yang adil yang menyaksikan bahwa ayat tersebut telah benar-benar
ditulis dihadapan Rasulullah.

Adapun yang dimaksud dengan disaksikan oleh dua orang adalah,


bahwa hal itu merupakan sesuatu yang ditulis sebagaimana bentuk yang
dengannya al-Qur’an telah diturunkan, atau bahwa yang ditulis itu memang
telah ditulis di depan Rasulullah saw. Tujuan dari penyertaan syarat tersebut
adalah agar al-Qur’an tersebut tidak ditulis dengan tulisan yang sama dengan
yang ditulis di depan Rasulullah saw.
Karena itu, kesaksian tersebut bukan kesaksian atas al-Qur’an, dan hal
tersebut tidak perlu diragukan. Mengingat jumlah para penghafal dan
pembacanya sangat banyak. Namun, kesaksian yang dimaksud di sini adalah
kesaksian atas tulisan yang ditulis di depan Nabi saw. Dengan cara itulah,
penulisan tersebut telah selesai dengan sempurna sehingga terkumpul dalam
lembaran yang diikat dengan benang, sebagaimana yang dijelaskan dalam
sebagian riwayat. Inilah peranan yang dimainkan oleh Zayd bin Tsâbit.

2. Kondisi pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Khalifah


Umar bin Khattab

4
. Ibid.

6
 Umar bin Khattab dikenal karena keberaniannya berijtihad atas apa yang
tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad. Melakukan penaklukan ke
wilayah yang jauh, Umar menyusun sistem administrasi negara, membuat
struktur pemerintahan, pemangku urusan urusan kemasyarakatan,
membuat pertahanan dan keamanan negara, baitul maal, sistem
perdagangan dan agraria, dan sebagainya.
 Di Masa Umar ini Persia dan Mesir berhasil ditaklukkan, serta Palestina
direbut dari kekaisaran romawi.
 Konsekuensi dari ekspansi wilayah ini adalah penyebaran ajaran
Muhammad pada masyarakat jajahan/taklukan, yang mengharuskan Umar
untuk mengutus para sahabat nabi yang lain untuk dikirim ke daerah-
daerah tersebut dan mengajarkan ajaran Nabi Muhammad di sana,
termasuk al-Qur'an.

B. Pembukuan AL-Quran Pada Masa Utsman bin Affan

Upaya pembukuan Al-Qur'an terus dilakukan pada masa Khalifah Utsman bin
Affan. Hal itu terungkap dalam karya Fariq Gasim Anuz dalam bukunya
Kepemimpinan dan Keteladanan Utsman bin Affan. Buku ini menceritakan
bagaimana Utsman dan para sahabatnya pertama kali membukukan Al-Qur'an
hingga akhirnya berbentuk mushaf Al-Qur'an.
Utsman bin Affan tidak serta-merta menyusun Al-Qur'an, melainkan
mempertimbangkan keadaan yang menyebabkannya, termasuk laporan Hudzaifah
mengenai perselisihan tentang Al-Qur'an di kalangan pengikutnya mengenai
perbedaan qira’at. Al-Quran ditulis dalam naskah sesuai dengan naskah asli yang
ditemukan di Hafsah sebagai upaya pembukuan pada masa Utsman bin Affan.
Saat itu, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair dan Said bin Hisyam yang
bertanggung jawab atas penulisan.

Selan-jutnya dijelaskan oleh Abdushabur Syahin sambil menambahkan bahwa


para sahabat menyaksikan perbedaan yang terjadi bukan lagi perbedaan dalam
ruang lingkup dispensasi tujuh huruf, sebagaimana yang dipelajari dari Nabi.

7
Akan tetapi sudah sampai pada tingkat kesalahan dalam periwayatan atau tata cara
baca. Yang jelas ini bukan faktor kesengajaan.5

Perbedaan ini menjadi semakin jelas pada waktu itu dengan keberadaan
mushaf-mushaf yang lain selain mushaf yang berada di tangan Hafsah binti Umar
setelah wafatnya Rasulullah SAW dalam jangka waktu yang lama sampai masa
kekhalifahan Usman bin Affan. Mushaf yang paling populer pada waktu itu
adalah Mushaf Ubay bin Ka’ab dan Mushaf Ibnu Mas’ud.6 Kedua tokoh ini
terkenal sebagai guru yang mengajar AlQur’an pada wilayah yang berbeda.

Perintah Usman untuk menjadikan naskah yang disimpan pada Hafsah


sebagai standar penulisan walaupun mereka sendiri adalah para penghafal
AlQur’an dengan alasan supaya penulisan-penulisan mushaf mesti meruju’ kepada
apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan juga yang telah dilakukan Umar Bin
Khathab. Abu Bakar sendiri meruju pada apa yang ditulis para sahabat atas
petunjuk Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat menghilangkan keraguan akan
AlQur’an itu sendiri. 786
Standar yang dipakai dalam penaskahan ulang AlQur’an
adalah suhuf yang disimpan di rumah Hafsah dan dikumpulkan secara resmi atau
atas instruksi khalifahan Abu Bakar Shidiq dan tetap dipakai hingga masa Umar
dan Usman.

Selanjutnya mushaf yang sudah dijadikan standar penulisan ini yaitu


mushaf yang dipinjam kepada Hafsah dikembalikan lagi oleh Usman ke tangan
Hafsah binti Umar dan tetap berada di tangan beliau sampai wafatnya.Pada tahun
65 H Marwan bin al-Hakam mencoba meminta kepada Hafsah untuk dibakar tapi
dia enggan memberikannya. Namun setelah beliau wafat, Marwan mengambil dan
membakarnya dengan alasan, “Saya melakukan ini karena melihat apa yang ada
pada shuhuf ini sudah ada pada mushaf al-Imam. Saya khawatir jika shuhuf ini
tetap berada di tengah-tengah umat, maka suatu saat masyarakat akan meragukan
shuhuf in9

5
.Abdushshabur syahin,loc.cit
6
Shubhi Salih, Ioc.cit
7
, h. 61
8
Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi
Ulumil Qur’an, ( Riyadh : t.tp, t.th.) h. 134
9
Ibid., h. 83

8
1. PEMBAKARAN MUSHAF SELAIN MUSHAF USMANI

Teks riwayat Bukhari memperlihatkan bahwa setelah selesai


pembukuan Al-Qur’an yang dilaksanakan oleh tim khusus, maka Usman bin
Affan mengambil kebijakan yang tidak populer pada waktu itu yaitu
membakar Mushaf yang lain selain mushaf resmi.

Kebijakan Usman untuk membuat naskah ulang dan menjadikan


mushaf yang belakangan disebut dengan Mushaf Usmani sebagai mushaf
resmi serta membakar selain mushaf resmi sangat beralasan dan merupakan
jasa besar bagi persatuan umat Islam dan bagi eksistensi Al-Qur’an itu sendiri,
karena kondisi umat Islam pada waktu itu berada pada posisi yang
mengkhawatirkan yaitu perbedaan, perpecahan bahkan sampai pada kondisi
kafir mengkafirkan. Jika hal ini dibiarkan oleh pemerintah pada waktu itu
tentu kerugian besar akan menimpa umat Islam.Pekerjaan ini dilakukan bukan
tanpa kritikan dari kalangan umat Islam sendiri bahkan belakangan menjadi
perdebatan. Hal ini tentunya dapat mengancam persatuan umat Islam,
sehingga menimbulkan keprihatinan di kalangan umat Islam itu sendiri antara
lain Usman bin Affan sebagai Khalifah, Ali bin abi Thalib, Huzaifah bin al-
Yaman dan Ubay bin Ka’ab.

Akhirnya mereka sepakat untuk membukukan Al-Qur’an. Usman bin


Affan memutuskan untuk menyatukan umat ini dengan mushaf resmi dengan
membentuk tim khusus yang bekerja membuat naskah Al-Qur’an yaitu Zaid
bin Tsabit dari kalangan Anshar, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash dan
Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam dari kalangan Muhaji-rin.

Yang dillakukan oleh Usman bukan datang dari keinginan Usman


sendiri dan dalam prosesnya tidak terlihat unsuR fanatisme ,akan tetapi atas
kesepakatan umat Islam ketika itu dan demi kesatuan dan mencegah
perpecahan di satu sisi serta memelihara Al-Qur’an di sisi lain.

9
10

Anda mungkin juga menyukai