Anda di halaman 1dari 87

B4.

1 Applied Anatomy of Visual


and Olfactory Organs
by Achilles 2019
CASE 1

EYE ANATOMY AND INFECTION


• Cavum Orbita
BASIC ANATOMY

• Palpebra
• Glandula Tarsalis
• Apparatus Lacrimalis
CAVUM ORBITA
Cavum Orbita = Pyramid Shape
(punya basis dan apex)
Dinding :
- Superior
- Medial
- Inferior
- Lateral
Margo
- Supraorbitalis
- Infraorbitalis
- Lateralis
- Medialis
Lapisan dari superficial ke profunda: PALPEBRA
- Cutis
- Subcutis
- Pars palpebralis m. orbicularis oculi
- Tarsus (skeleton of the eyelids) (pink)
- Septum Orbitale (orange)
- Conjunctiva palpebrae

Struktur lain
ligamentum palpebrale medial (hijau tua) et
laterale (biru)
Otot-otot:
m. orbicularis oculi pars palpebralis (biru)
m. levator palpebra (hijau)
m. tarsalis (tarsalis)
GLANDULA TARSALIS APPARATUS LACRIMALIS

1. Glandula Zeiss/ 1. Glandula


Glandula ciliaris Lacrimalis
2. Ductus
2. Glandula Moll Excretorius
3. Glandula Meibom/ Glandula
Glandula tarsalis Lacrimalis
3. Canaliculi
4. Glandula Accesoria Lacrimalis
(Krause dan 4. Ductus
Wolfring) Nasolacrimalis

Glandula Zeiss dan Moll terletak


lebih superficial dari tarsus.
Sedangkan glandula Meibom
terletak lebih profunda dari tarsus.
● Inflamasi
CLINICAL ○ Conjunctivitis
○ Episcleritis
CORRELATION ○ Scleritis
○ Keratitis
○ Endophthalmitis
○ Panophthalmitis
○ Uveitis
● Subconjunctival Hemorrhage
● Inflamasi Glandula
○ Blepharitis
○ Dacryoadenitis
○ Dacryocystitis
○ Hordeolum
○ Chalazion
● Conjunctival and Ciliary Injection
● Ectropion and Entropion
● Coloboma Iris and Coloboma
Palpebra
● Pterygium and Pinguecula
● Hyphema and Hypopyon
● Enophthalmos and Exophthalmos
● Herpes Zoster Ophtalmicus
● Ptosis and Horner Syndrome
CONJUNCTIVITIS EPISCLERITIS SCLERITIS

- Inflamasi pada - Inflamasi pada - Inflamasi pada


conjunctiva subconjunctival sclera
- Disebut juga red (dibawah - Ciri utamanya
eye atau pink eye conjunctiva diatas adalah adanya rasa
- Tidak nyeri, sekresi sclera) nyeri
air mata berlebih - Tampakan wedge
shape
KERATITIS ENDOPHTHALMITIS PANOPHTHALMITIS
- Inflamasi pada
- Inflamasi pada - Inflamasi pada seluruh lapisan
kornea intraocular mata (retina, choroid,
- Letak inflamasi (meliputi vitreous dan sclera)atau
tersentral dan aqueous inflamasi pada
- Menyebabkan humor) internal dan external
blurry vission - Adanya eksudat bola mata
pada vitreous dan (endophthalmitis +
aqueous humor periocular tissue
inflammation)
SUBCONJUNCTIVAL
HEMMORHAGE
Perdarahan akibat
cedera pada
kapiler-kapiler
conjunctiva atau
episclera yang
Inflamasi pada uvea terakumulasi pada
(iris, corpus ciliaris, dan bulbar conjunctiva.
choroid)

Uveitis anterior : Daya absorbsi pada


mengenai iris conjunctiva tidak sebaik
itu, maka darah
Uveitis intermediate terakumulasi.
mengenai corpus ciliaris
dan vitreous UVEITIS
Uveitis posterior :
mengenai retina dan
choroid
Panuveitis :
mengenai seluruh uvea.
BLEPHARITIS DACRYOADENITIS DACRYOCYSTITIS
- Inflamasi pada
- Inflamasi pada - Inflamasi pada ductus
palpebra (eyelid) glandula nasolacrimalis
- Biasanya akan ada lacrimalis biasanya disebabkan
“dandruff-like - Kemerahan dan karena adanya
flakes” pada cilia pembesaran pada obstruksi
(eyelash) bagian - Kemerahan dan
superotemporal pembesaran pada
dari orbita bagian inframedial
- “S-shaped” pada dari orbita
margo palpebra

-
Inflamasi akut pada
glandula-glandula
tarsalis
Inflamasi kronik yang
disebabkan karena
adanya blockage pada
Hordeolum internum CHALAZION glandula tarsalis
adalah inflamasi akut
pada glandula yang
berada lebih profunda
Tampakannya
dari tarsus yaitu
membentuk kista pada
glandula Meibom. HORDEOLUM palpebra

Hordeolum externum
adalah inflamasi akut
pada glandula yang
berada lebih superficial
dari tarsus yaitu
glandula Moll dan
Zeis.
CONJUNCTIVAL AND CILIARY
INJECTION
Conjunctival injection adalah kondisi
melebarnya a. conjunctiva posterior
yang menandakan adanya inflamasi
pada conjunctiva

Ciliary injection adalah kondisi


melebarnya a. ciliaris anterior yang
menandakan adanya inflamasi pada
kornea, iris, dan corpus ciliaris
ECTROPION COLOBOMA IRIS

palpebra inferior congenital defect yang


tertarik ke arah luar menyebabkan
perubahan tampakkan
pada pupil karena
conjunctiva jadi lebih adanya gap atau
terekspos dan air mata
cenderung akan mudah notch pada iris
jatuh

palpebra inferior congenital defect di


ertarik ke arah mana gagalnya
dalam terbentuk palpebra
secara sempurna
cilia (eyelash) menusuk yang mengakibatkan
dan bergesekan dengan adanya gap atau
cornea dan conjunctiva
notch pada palpebra.

ENTROPION COLOBOMA PALPEBRA


PTERYGIUM HYPHEMA
Penebalan fibrovaskular Terakumulasinya
pada conjunctival dan darah pada camera
subconjunctival yang oculi anterior (anterior
tumbuh membentuk dari lensa)
triangular dari arah
perlimbal ke cornea Darah akan
Penyebab utama : terakumulasi di bagian
overexposure UV (maka inferior karena
disebut Surfer’s Eye) dipengaruhi gravitasi

Tumbuhnya jaringan terakumulasinya pus


kekuningan yang pada camera oculi
merupakan deposit anterior (anterior dari
protein, lemak, atau lensa)
kalsium yang tumbuh
di conjunctiva

PINGUECULA HYPOPYON
ENOPHTHALMOS & EXOPHTHALMOS
Enophthalmos adalah kondisi di mana posisi orbita
akan menjorok lebih ke dalam pada cavitas orbita
Penyebab:
1. Fraktur pada inferior wall cavum orbita →
menyebabkan herniasi
2. Patologis sinus maxillaris
3. Reduksi extraorbital fat
4. Hipotrofi otot-otot extraoccular

Exophthalmos adalah kondisi di mana bola mata


protrusi dan menonjol karena meningkatnya
volume di dalam cavitas orbita
Penyebab
1. Thyroid Eye Disease
2. Grave’s Disease
HERPES ZOSTER OPHTHALMICUS PTOSIS & HORNER SYNDROME
Kondisi yang terjadi apabila reaktivasi Ptosis adalah kondisi di mana palpebra
virus terjadi pada ganglion trigeminus, superior turun dan tampak seperti
spesifiknya nervus opthalmicus yang mengantuk
menginervasi orbita dan periorbita
Penyebab :
Tampakan Klinis
- Neurogenic → Horner Syndrome
- Edema Palpebra - Myogenic
- Keratitis dan Uveitis - Mechanical
- Retina Necrosis - Aponeurotic
- Optic Neuritis
- Nerve Palsy
- Hutchinson Sign
CASE 2

VISUAL DEGENERATION
BASIC ANATOMY

● Tunica Bulbi
● Lensa
● Kompartemen bulbus oculi
● Nervus opticus
TUNICA FIBROSA TUNICA TUNICA NERVOSA
VASCULOSA

Tersusun atas: Tersusun atas: Tersusun atas:

● Sclera ● Choroid ● Retina


● Cornea ● Corpus ciliaris ● Discus opticus
(bagian dari retina)
● Iris
● Fovea centralis
(bagian dari retina)
Flow of Aqueous Humor

● Segmen anterior → aqueous humor untuk menutrisi


cornea dan lensa yang avascular. Keseimbangan
produksi dan outflow aqueous humor penting untuk
menjaga intraocular pressure

● Segmen posterior → vitreous humor untuk transmisi


cahaya dan fiksasi retina & lensa
⬅ LENSA

NERVUS
OPTICUS


CLINICAL
CORRELATION
Clinical conditions
● Glaucoma
● Cataracts
Clinical procedures
● Trabeculectomy
● Iridotomy & Iridectomy
● ICCE, ECCE, and
phacoemulsification
GLAUCOMA

IOP – intraocular pressure; LGN – lateral geniculate nucleus; ON – optic


nerve; RGC – retinal ganglion cell; SC – superior colliculus.
Open Angle Glaucoma Closed Angle Glaucoma

● Kronik, umum (90%)


● Jika terjadi secara akut,
● Penyumbatan progresif,
gejala langsung disadari
terjadi perlahan
(emergency) → IOP naik
● Manifestasi: hilang
mendadak
penglihatan perifer
● Grading lebar sudut
(progresif) diikuti oleh LP
menggunakan shaffer
sentral, perubahan discus
system
opticus, peningkatan IOP

➔ Primary open angle glaucoma


➔ Acute closed angle glaucoma
Underlying disease (-), peningkatan IOP (+)
Peningkatan IOP (+), visus (-), anterior chamber
➔ Normal tension glaucoma dangkal
Peningkatan IOP (-), perubahan discus opticus (+)
➔ Chronic closed angle glaucoma
➔ Congenital glaucoma Progresif, peripheral anterior synechiae
Trabeculodysgenesis → epiphora, photophobia,
➔ Secondary closed angle glaucoma
blepharospasm
Terkait dengan penyakit mata lainnya seperti
➔ Secondary open angle glaucoma angiogenesis yang abnormal akibat diabetes
Pseudoexfoliative glaucoma, pigmentary pada neovascular glaucoma
glaucoma, dll
Prosedur Klinis

Trabeculectomy

● Prosedur bedah untuk membuat jalur drainase aqueous


humor untuk menurunkan IOP

● Aqueous humor mengalir ke spatium subconjuctiva


sehingga membentuk “bleb”. Setelahnya, aqueous humor
dapat diabsorbsi oleh jaringan vaskular maupun lymphatic
sekitarnya.

● Trabeculectomy tidak memperbaiki visus pasien, hanya


bertujuan untuk mencegah perburukan akibat tingginya
IOP.
Prosedur Klinis

A
Iridotomy & Iridectomy

A. Peripheral Iridotomy B. Peripheral Iridectomy

Pembuatan lubang pada iris, umumnya Eksisi sebagian kecil iris perifer melalui
menggunakan laser. insisi limbus

Tujuannya agar aqueous humor dapat mengalir dari posterior chamber ke anterior
chamber. Apa bedanya dengan trabeculectomy?

Dilakukan pada pasien dengan closed angle glaucoma


CATARACT

Katarak adalah penyakit degeneratif yang menyebabkan


opasifikasi lensa yang paling umum terjadi pada lansia.
Proses ini terjadi secara progresif dan biasanya baru akan
mengganggu aktivitas pada usia 50 tahun ke atas akibat
katarak yang telah matur.
Manifestasi klinis:
Immature Mature
● Penurunan visus secara bertahap dan tanpa rasa nyeri
● Diplopia atau polyopia
● Sensitif terhadap sinar
● Gangguan penglihatan warna
● Myopic shift

Hypermature Morgagni
Metabolic disorder Galactosaemia, etc

CONGENITAL Causes Infeksi Intrauterina Rubella, CMV, toxoplasm, etc

Systemic disease Down & Edward syndrome

CATARACT Subscapular C. Under capsula lentis

Age Related C. Nuclear Sclerotic C. Yellow, gap nucleus-cortex

ACQUIRED Cortical C. Vacuolated, Wedge opacity

Christmas tree C. Needle like formation

Diabetes mellitus, myotonic


Cataract in
dystrophy, atopic dermatitis,
systemic disease neurofibromatosis type 2

Penetrating trauma, blunt trauma,


Traumatic C. electric shock, infrared radiation,
ionizing radiation
Prosedur Klinis

ICCE ECCE Phacoemulsification


CASE 3

VISUAL PATHWAY
BASIC ANATOMY

• Visual pathway
• Inervasi mata
• Inervasi parasimpatis
• Inervasi simpatis
VISUAL PATHWAY
Retina

N. Opticus

Chiasma opticum

Tractus opticus

Corpus
Geniculatum
Laterale
Radio optica /
Tractus
Geniculocalcarina
Korteks Visual
Primer
(Lobus Occipital)
INERVASI
PARASIMPATIS
N. Opticus (CN II) Nucleus pretectal

Nucleus Commissura
Edinger-Westphal posterior

N. Occulomotor
Ganglion ciliaris
(CN III)

Kontraksi
N. ciliaris brevis
m. sphincter pupil

Efek: Miosis pada kedua pupil


INERVASI SIMPATIS
Columna lateralis
Hypothalamus
medula spinalis
posterior
cervicalis

Truncus Ciliospinal center


sympathicus (C8-T2)

Ganglion
Plexus caroticus
cervicalis superior

Kontraksi
N. ciliaris longus
m. dilator pupil

Efek: Midriasis pada kedua pupil


CLINICAL
CORRELATION

• Visual field defect


• Anisocoria
• Horner syndrome
• Adie tonic Pupil
• Argyll Robertson Pupil
• Defek jaras aferen dan eferen
VISUAL FIELD DEFECT
Letak lesi:
a. CN II/retina salah satu mata
b. Chiasma opticum
c. Chiasma opticum bagian lateral
d. Tractus opticus salah satu sisi/radiatio
optica superior & inferior salah satu
sisi
e. Radiatio optica superior
f. Radiatio optica inferior
g. Korteks striatum/sekitarnya

NB: Apabila lesi pada chiasma opticum


lateral dextra dan sinistra → binasal
heteronymous hemianopsia
ANISOCORIA • Adanya perbedaan diameter pada
kedua pupil

• Evaluasi: pupillary light reflex, MRI, CT,


MRA

• Etiologi:
• Horner syndrome
• Adie Tonic pupil
• Argyll Robertson pupil
• Anisocoria fisiologis
• Perbedaan diameter kedua
pupil <1mm
• Disebabkan oleh ketidak-
seimbangan efek parasimpatis
dan simpatis
HORNER SYNDROME

● Disebut juga dengan oculosympathetic


palsy

● Diakibatkan oleh terganggunya sistem


saraf simpatis oleh lesi extracranial,
intracranial, atau intraorbital

● Manifestasi:
Ptosis
Anhidrosis
Miosis
Enophthalmos
Loss of ciliospinal reflex
Anisocoria
• Terganggunya sistem saraf ADIE TONIC PUPIL
parasimpatis menuju m. ciliaris
dan m. sphincter pupil oleh adanya
lesi pada ganglion ciliaris

• Manifestasi:
• Midriasis
• Reflek cahaya direk dan indirek
tidak ada atau lemah
• Reflek akomodasi dapat
mengakibatkan miosis lebih baik
dibandingkan reflek cahaya
• Dalam jangka lama dapat
menyebabkan pupil mengecil
“Little old Adie”
ARGYLL ROBERTSON PUPIL

• Diakibatkan oleh lesi mesencephalon


dorsal yang mengakibatkan
terganggunya reflek cahaya tetapi tidak
mengganggu reflek akomodasi yang
terletak lebih ventral

• Manifestasi:
• Pada keadaan normal ditemukan
pupil bilateral normal
• Pada saat diberi cahaya pupil
bilateral tidak miosis
• Pada saat akomodasi pupil bilateral
miosis
DEFEK AFEREN PUPIL

Kerusakan pada n. opticus/komponen afferen pada


jaras visual, maka akan terjadi:
- Kebutaan total mata ipsilateral lesi
- Refleks pupil direk:
- Mata ipsilateral lesi : negatif
- Mata kontralateral lesi : positif
- Refleks pupil indirek:
- Mata ipsilateral lesi : positif
- Mata kontralateral lesi : negatif

DEFEK EFEREN PUPIL

Kerusakan pada komponen motor → CN.III/ n.


Oculomotorius/nucleus Edinger-Westphal

- Refleks pupil direk:


- Mata ipsilateral lesi: negatif
- Mata kontralateral lesi: positif
- Refleks pupil indirek
- Mata ipsilateral lesi: negatif
- Mata kontralateral lesi: positif
CASE 4

STRABISMUS
BASIC ANATOMY

● Extraocular muscle
○ Inervasi otot ekstraokuler
○ Vaskularisasi otot ekstraokuler
● Supranuclear gaze control
● Gaze control center
Otot Fungsi Inervasi VASKULARISASI
M. Levator palpebrae Elevasi kelopak mata, CN. III Arteri: R. Muscularis a. opthalmica
superioris adduksi, medial Vena: V. Opthalmica superior et inferior → sinus
rotation bola mata cavernosus
M. Rectus superior (SR) Elevasi bola mata, CN. III
adduksi, medial
rotation bola mata
M. Rectus inferior (IR) Depresi bola mata, CN. III
adduksi, lateral
rotation bola mata
M. Rectus medial (MR) Adduksi bola mata CN. III
M. Rectus lateral (LR) Abduksi bola mata CN. III
M. Obliquus superior Abduksi, depresi, CN. IV
(SO) medial rotation bola
mata ●Keempat otot rectus ber-origo di annulus
M. Obliquus inferior (IO) Abduksi, elevasi, CN. III tendineus communis
lateral rotation bola ●SO ber-origo di medial annulus tendineus
mata communis
●IO ber-origo di lateral fossa lacrimalis
●Seluruh otot ekstraokuler ber-insersio di sclerae
bulbus oculi
● Pusatnya ada di ● Horizontal gaze:
brainstem, Paramedian Pontine
cerebellum, ganglia Reticular Formation
basal, dan cortex (PPRF), ipsilateral dari
cerebri. arah pandangan.
● Mempengaruhi output
final dari nucleus III,
GAZE ● Vertical gaze: Rostral

IV, dan VI. CONTROL Interstitial Medial


● Hasil gerakannya CENTER Longitudinal Fasciculus
berupa: (riMLF).
○ Horizontal eye ● Static tone of horizontal
movement gaze: Nuc. Prepositus
○ Vertical eye hypoglossi.
movement SUPRANUCLEAR ● Static tone of vertical
○ Vergence eye GAZE CONTROL gaze: Nuc. Interstitial of
movement Cajal
CLINICAL
CORRELATION

● Esophoria & Exophoria


● Esotropia
● Exotropia
● Hypertropia
● Amblyopia
● Thyroid Eye Disease
● External Ophthalmoplegia
-PHORIA

STRABISMUS
-Phoria -Tropia

Deviasi bola mata Mata juling

Tampak normal tanpa Tetap terlihat tanpa


cover test cover test

-TROPIA Esophoria (inward Esotropia (inward),


deviation) dan Exotropia (outward),
Exophoria (outward Hypertropia (upward),
deviation) dan Hypotropia
(downward)
ACCOMMO- NON-
DATIVE ACCOMMODATIVE
ESOTROPIA ESOTROPIA
a. Strabismus yang tidak bisa diperbaiki sudutnya dengan
a. Merupakan tipe strabismus yang paling kacamata.
sering terjadi. b. Terdapat beberapa jenis: early onset, microtropia,
b. Refractive accommodative esotropia convergence excess, dsb.
c. Terjadi akibat kelainan otot.
terjadi akibat respon fisiologis terhadap d. Infantile (congenital/ early onset esotropia: Esotropia
hypermetropia berlebihan, yaitu sekitar +2.00 idiopatik yang terjadi pada bayi normal hingga 6 bulan. Tidak
ー+7.00 D memiliki kelainan refraktif signifikan dan tidak ada limitasi
c. Non-refractive accommodative esotropia. gerakan okular. Sudutnya biasanya besar dan stabil, serta
tidak terdapat adanya cross-fixation.
EXOTROPIA

CONSTANT/EARLY CONVERGENCE
ONSET EXOTROPIA INSUFFICIENCY
a. Gangguan sensoris dan
a. Sering terjadi sejak lahir. neuromuscular yang menyebabkan
tidak cukupnya konvergensi.
b. Sudut besar dan menetap. b. Sering terjadi pada orang yang sering
c. Refraksi normal. menggunakan penglihatan jarak
dekat.
c. Berkurangnya titik dekat konvergensi
tanpa adanya heterophoria.
d. Secara tipikal akan menyebabkan
intermittent exotropia.

INTERMITTENT CONVERGENCE
EXOTROPIA PARALYSIS
a. Terdeteksi pada umur 2 tahun a. Pasien tidak bisa konvergensi
dengan adanya exophoria yang b. Akomodasi dan refleks pupil
berlanjut menjadi exotropia. normal saat pasien berusaha
b. Terjadi saat tidak fokus secara konvergensi.
visual ATAU saat kelelahan. c. Etiologi: trauma kepala, lesi
mesencephalon, toxic
c. Sudutnya bervariasi.
encephalopathy, atau encephalitis.
AMBLYOPIA
Kondisi yang disebabkan
● a.k.a. Mata Malas
oleh adanya kelemahan m.
● Adanya penurunan
rectus inferior (termasuk
visual acuity (VA), baik
salah satunya karena
unilateral atau bilateral.
adanya N. III palsy)
● Berkembang saat
maupun lesi di vertical
masih anak-anak (dari
gaze center (riMLF) akibat
bayi sampai 7 tahun).
trauma maupun
penekanan. HYPERTROPIA
THYROID EYE DISEASE EXTERNAL
OPTHALMOPLEGIA

● Suatu kondisi di mana otot mata, kelopak mata, kelenjar


air mata, dan jaringan lemak di belakang mata
meradang. Hal ini dapat menyebabkan mata dan kelopak Merupakan kondisi di mana terjadi kelumpuhan
mata menjadi merah, bengkak dan tidak nyaman dan otot-otot ekstraokular (ekstrinsik) yang
mata dapat terdorong ke depan (mata 'melotot''). menggerakkan mata.
● Terjadi akibat hyperthyroidism (Graves Disease)
CASE 5

EYE MOVEMENT DISORDERS


● Occulomotor Control

● Gaze Control
BASIC ANATOMY

○ Horizontal Gaze Control


○ Vertical Gaze Control

● Eye Movement
○ Vestibuloocular Reflex
○ Optokinetic Nystagmus
○ Saccadic System
○ Smooth Pursuit System
○ Vergence System
SUPRANUCLEAR Cortical Higher Center Frontal Eye Field, Generation dan planning
Supplementary Eye Field pergerakan mata

OCCULOMOTOR CONTROL
Cortex Extrastriate, Integrasi input spasial 3D
Parietal Cortex suatu objek dari area
visual primer/ cortex
striata (V1) dan
planning pergerakan
mata

Subcortical Area Colliculus superior Integrasi input visual dan


planning gerakan
saccadic mata

Cerebellum VOR, saccedes dan


pursuit movement,
vergence

Premotor Nuclei PPRF, ri-MLF, INC horizontal, vertical, dan


torsional gaze center

NUCLEAR Ocular Motor Nuclei Nuk. CN III, Nuk. CN. IV, final common pathway
Nuk. CN.VI untuk eye movement

INFRANUCLEAR Extraocular muscle m. rectus superior, m. rotasi bola mata


rectus inferior, m. rectus
medial, m. rectus lateral,
m. obliquus superior, m.
obliquus inferior
Horizontal Gaze Center VERTICAL GAZE
Gaze Center

riMLF Nuk. CN III riMLF Nuk. CN III


Nuk. CN VI CN.VI
m. rectus bilateral ipsilateral
PPRF ipsilateral lateral
ipsilateral
m. rectus inferior
MLF

m. rectus superior Nuk. CN IV ipsilateral


m. rectus medial Nuk. CN III dan m. obliquus ipsilateral
ipsilateral kontralateral inferior bilateral
CN.III
m. obliquus
superior
ipsilateral
VESTIBULO-OCCULAR OPTOKINETIC
REFLEX NYSTAGMUS

Tujuan : stabilisasi pandangan Tujuan : memfiksasi pandangan


saat kepala bergerak pada objek yang bergerak secara
persisten
Pathway :
input dari apparatus vestibular → Pathway : input visual → nervus
medial vestibular nuclei ipsilateral opticus → NOT → Nuk.
→ nuk. CN. VI vestibularis → Nuk. abducens
SMOOTH PURSUIT VERGENCE SYSTEM
SACCADIC SYSTEM SYSTEM
Tujuan : membawa benda dari
lapang padang perifer ke Tujuan : memfiksasi
pandangan pada target Tujuan : memfokuskan
sentral dengan rapid eye
movement yang bergerak lambat objek pada jarak tertentu

Pathway :
Pathway : FEF, MT, dan ● konvergen - benda
Horizontal saccade
FEF dan colliculus superior → MST → NRTP ipsilateral → mendekat
PPRF kontralateral → Nuk. CN VI cerebellum → Nuk. → disertai akomodasi
ipsilateral
vestibularis → Nuk. CN. VI dan miosis pupil
Vertical Saccade ● divergen - benda
FEF dan colliculus superior menjauh
bilateral → riMLF bilateral → Nuk.
CN III dan CN IV
Pathway :
Input visual → V1 → MT
dan MST → FEF →
colliculus superior dan
NRTP
EYE MOVEMENT DISORDER
1. Saccadic Dysfunction
● Dysmetric saccades → ketidaksimetrisan saccades
● Slow saccades → gerakan saccade lambat
● Saccadic intrusion → spontaneous saccade yang
menganggu fiksasi mata
● Ocular Motor Apraxia → hilangnya kemampuan untuk
saccade secara volunteer

1. Pursuit Dysfunction
● Unilateral paresis
● Bilateral paresis

1. Vergence Disorder
● Convergence insufficiency
● Convergence spasm
● Divergence insiffiency
CLINICAL
Saccadic Dysfunction
CORRELATION EYE MOVEMENT
Pursuit Dysfunction
DISORDER
Vergence Disorder

Early-Onset Nystagmus

NYSTAGMUS Gaze Evoked Nystagmus

Vestibular Nystagmus

Supranuclear Causes

Nuclear and Internuclear


DIPLOPIA
Causes

Infranuclear Causes
GAZE EVOKED
EARLY ONSET NYSTAGMUS NYSTAGMUS
terjadi saat pasien sedang maintain
● Sensory deficit (afferent) nystagmus fixation pada posisi mata eksentrik
○ akibat gangguan central vision pada awal
kehidupan
● Congenital motor (efferent) nystagmus
○ X linked inheritance
○ dapat diidentifikasi pada 2-3 bulan pertama
setelah lahir, selanjutnya tetap persisten
selama kehidupan
● Spasmus nutans
○ pendular horizontal nystagmus
○ disertai head nodding dan abnormal head
posture *slow phase : menarik mata ke
○ biasanya muncul pada infant, hilang sendiri kanan
pada usia 3 tahun
*fast phase : mengembalikan mata
ke kiri
VESTIBULAR
NYSTAGMUS
● Physiologic Vestibular Nystagmus
○ jerk nystagmus; slow phase berlawanan
dengan head movement dan fast phase
mengembalikan pandangan menjadi central
gaze
○ Px : oculocephalic maneuver, caloric test
(COWS → cold opposite, warm same-side)

● Pathologic Nystagmus
○ central nystagmus → gangguan pada CNS
hingga nuk. vestibularis
■ upbeat nystagmus
Upbeat nystagmus ■ downbeat nystagmus
■ periodic alternative nystagmus
○ peripheral nystagmus → gangguan pada
apparatus vestibular atau CN. VIII

Downbeat nystagmus
SUPRANUCLEAR Ocular Motor Apraxia hilangnya kemampuan melakukan
DIPLOPIA CAUSES saccades secara volunteer

Parinaud syndrome supranuclear saccadic gaze palsy,


convergence-retraction nystagmus,
Collier sign, Light-near dissociation

Lesi PPRF ipsilateral horizontal gaze palsy

Frontal Eye Field gangguan saccade kontralateral


Lesion dan gangguan smooth pursuit
ipsilateral

Colliculus Superior gangguan saccade kontralateral


Lesion

Skew Deviation vertical strabismus dengan torsion,


besar deviasinya dipengaruhi head
position

Lesi riMLF loss of vertical saccade dan vertical


gaze palsy

NUCLEAR DAN Lesi Nukleus CN. VI ipsilateral horizontal gaze palsy


INTERNUCLEAR
CAUSES Lesi MLF Internuclear ophthalmoplegia
CN. III PALSY CN. IV PALSY CN. VI PALSY

Sign : Sign : Sign :


● Ptosis ● Hypertropia dan ● Esotropia pada mata
● “Down and Out” eye extortion mata yang yang terganggu
● Abduksi normal terganggu ● Abduksi terbatas
● Adduksi, elevasi, ● Depresi terbatas ● Adduksi normal
depresi terbatas ● Vertikal diplopia ● Horizontal diplopia
● Dilatasi pupil
● Diplopia memburuk *mengurangi extorsi - head tilt away
saat melihat benda dari mata yang terganggu
dekat *mengurangi hypertropia - chin tuck
CAVERNOUS SINUS INTERNUCLEAR
SYNDROME OPHTHALMOPLEGIA (INO)

● Lesi pada sinus cavernosus → ● akibat adanya lesi pada MLF.


gangguan pada CN III, CN IV, dan Apabila lesi pada MLF + PPRF =
CN VI one and half syndrome
● Tampakan klinis : total ● unilateral INO → gangguan adduksi
ophthalmolegia, fixed dan dilated ipsilateral lesi + ataxic nystagmus
pupil kontralateral lesi
● Bilateral INO
● One and half syndrome
→ ipsilateral INO + ipsilateral gaze
palsy
* gerakan yang tersisa = abduksi
nystagmus mata kontralateral lesi
CASE 6

OLFACTORY ORGAN
BASIC ANATOMY

NASUS EXTRERNUS

SKELETON NASI

CAVITAS NASI
OLFACTORY ORGAN
VASCULATURE OF THE
NOSE

PARANASAL SINUSES
SKELETON BONY PART
NASI
Os. nasale

proc. nasalis os. frontal


● Radix nasi
● Dorsum nasi proc. frontalis os. maxillaris
● Apex nasi
● Nares / nostril / apertura
nasalis anterior CARTILAGINOUS PART
● alae nasi
● septum nasi 2 cartilago nasi lateralis

2 cartilago alaris major


NASUS 1 cartilago septi nasi
EXTERNUS cartilago alaris minor
CAVITAS NASI
BATAS - BATAS CAVITAS NASI

ATAP 3 bagian (Frontonasal,


ethmoidal, dan sphenoidal)

LANTAI Proc. palatina os. maxillaris dan


lamina horizontalis os. palatina

DINDING LATERAL Choncae nasalis

DINDING MEDIAL Septum nasi

Cavitas nasi : vestibulum nasi + cavitas nasi


propria
cavitas nasi propria dibagi menjadi :
• ⅔ inferior : regio respiratoria
• ⅓ superior : regio olfactoria
SEPTUM NASI CHONCAE NASALIS
• Lamina • Choncae nasalis
perpendicularis os.
ethmoidalis inferior
• Os. vomer • Choncae nasalis
• cartilago septi nasi media
• cartilago alaris • Choncae nasalis
major crus mediale superior
VASKULARISASI
MEATUS NASI
cavitas nasi :
• meatus nasi • a. ethmoidalis anterior et
inferior •
posterior
a. sphenopalatina
• meatus nasi • a. palatina major
• r. septalis a. labialis superior
media
Nasus externus
• meatus nasi
• a. ethmoidalis anterior
superior • r. septalis a. labialis superior
Sinus frontalis
SINUS PARANASAL
• Drainase : sinus frontalis → ductus
frontonasalis → infundibulum ethmoidalis →
hiatus semilunaris → meatus nasi media
• Vaskularisasi : a. ethmoidalis anterior dan a.
supraorbital
• Inervasi : N. supraorbital (cabang CN. V1)

Cellula ethmoidalis
• Drainase :
• cellula ethmoidalis anterior : meatus nasi
media melalui infundibulum ethmoidalis
• cellula ethmoidalis media : meatus nasi
media
• cellula ethmoidalis posterior : meatus nasi
superior
• Vaskularisasi : a. ethmoidalis anterior et
posterior, nasal branch of a. sphenopalatina
• Inervasi : n. ethmoidalis anterior et posterior
Sinus sphenoidalis SINUS PARANASAL
• Drainase : bermuara ke recessus
sphenoethmoidalis
• Vaskularisasi : a. ethmoidalis
posterior dan nasal branch of a.
sphenopalatina
• Inervasi : N. ethmoidalis posterior

Sinus maxillaris
• Drainase : ostium maxillaris →
hiatus semilunaris → meatus nasi
media
• Vaskularisasi : a. alveolaris
superior, a. infraorbitalis, a. palatina
major
• Inervasi : n. alveolaris superior, n.
infraorbitalis
CLINICAL ● Epistaxis Anterior and
CORRELATION Posterior
● CSF Rhinorrhea
● Nasal Fracture
● Septal Deviation
● Perdarahan terjadi ● Perdarahan terjadi
di plexus EPISTAXIS di plexus Woodruff
Kiesselbach
(Little’s area) POSTERIOR (a. sphenopalatina
● 90-95% kasus + a. ethmoidalis
epistaxis posterior)
● Etiologi : nose ● Perdarahan lebih
picking (most berat
common), fraktur ● Biasanya
hidung, corpus diasosiasikan
alienum, allergic dengan hipertensi
rhinitis, cuaca ● Tx : tampon
● Tx : Trotter’s
method, tampon posterior (tampon
anterior, EPISTAXIS Bellocq),
elektrokoagulasi, kauterisasi,
kauterisasi AgNO3 ANTERIOR embolisme, bedah
CSF RHINORRHEA

● Kondisi saat cerebrospinal fluid mengalami


kebocoran ke hidung dan sinus paranasal
● Etiologi :
○ Trauma (80-90%)
■ iatrogenik
■ non-iatrogenic
○ Kebocoran CSF spontan
● Lokasi kebocoran : cribriform plate (35%),
sphenoid sinus (26%), anterior ethmoid
sinus (18%), frontal sinus (10%)
● Gejala : Discharge yang jernih disertai gejala
nyeri yang tidak spesifik. Pasien juga bisa
mengalami perubahan status mental, seizure,
dan meningitis
● Diagnosis :
○ Beta-2 transferrin immunofixation (gold
standard)
○ Radiologis (xray, CT scan, dan MRI)
● umum terjadi pada kecelakaan mobil
dan olahraga yang melibatkan kontak

NASAL FRACTURE
fisik antar pemain
● dapat menyebabkan deformasi,
terutama jika akibat gaya dari arah
lateral
● pada kasus parah, disrupsi tulang dan
kartilago dapat menyebabkan hidung
bergeser
● Klasifikasi : Tipe I, Tipe II (IIA, IIAs, IIB,
IIBs), Tipe III

● Septum nasi terdeviasi atau bergeser ke


salah satu sisi
SEPTAL DEVIATION

● umum terjadi akibat trauma, terkadang


dapat terjadi akibat trauma persalinan
● Pada kasus yang parah dapat
menyebabkan obstruksi saluran napas
● Tx : Pendekatan bedah
CASE 7

OLFACTORY PATHWAY
BASIC ANATOMY

OLFACTORY PATHWAY
OLFACTORY PATHWAY
INNERVATION OF NASAL
CAVITY
OLFACTORY PATHWAY
odor

olfactory epithelium 1st order neuron

n. olfactorius (CN I)

bulbus olfaktorius

glomeruli olfaktorius
2nd order neuron
(mitral & tufted cells )

tractus olfactorius

trigonum olfactorius

stria olfactorius medialis stria olfactorius lateralis


INNERVATION OF NASAL
CAVITY
Inervasi dinding lateral cavitas nasi:
• Anterosuperior:
n. ethmoidalis anterior & n.
ethmoidalis posterior (CN V1)
• Posteroinferior:
n. palatina major

Inervasi dinding medial cavitas nasi


(septum nasi):
• Anterosuperior:
n. ethmoidalis anterior & n.
ethmoidalis posterior (CN V1)
• Posteroinferior:
n. nasopalatina
CLINICAL • Infeksi cavitas nasi
CORRELATION • Sinusitis
• Transiluminasi sinus
• Nasal polyp
• Olfactory disturbance
INFEKSI CAVITAS NASI

● Nasolabial triangle / danger area of the face


memiliki drainase:
v. facialis → v. ophthalmica superior et inferior
→ sinus cavernosus

● Route of infection:
○ Direct extension dari thrombophlebitis, sinus
thrombosis, atau erosi tulang
○ Ekstensi akibat dari kondisi anatomis,
trauma, atau defek post operatif.
SINUSITIS TRANSILUMINASI SINUS
TRANSILUMINASI SINUS FRONTALIS

• Sinus maxillaris menjadi tempat TRANSILUMINASI SINUS MAXILLARIS


yang paling sering/rawan untuk
terjadi infeksi
• Bisa diperiksa menggunakan
transiluminasi sinus atau palpasi
• Peradangan jinak dan pertumbuhan NASAL POLYP
yang bersifat hiperplastik dari
mukosa sinonasal.
• Etiologi: proses inflamatorik
maupun neoplastik, rinosinusitis
kronik, allergi.
• Gejala: rhinorrhea, obstruksi jalan
nafas, epistaksis, anosmia,
postnasal drip
• Komplikasi: obstructive sleep
apnea, asthma flare-up, mucocele,
irreversible anosmia.
Kuantitatif Kualitatif
Anosmia kehilangan total kemampuan penghidu Cacosmia Persepsi penghidu akan bau busuk
padahal tidak ada bau/aroma

Hiposmia kehilangan sebagian kemampuan Parosmia Mispersepsi penghidu (olfactory


penghidu illusion)
Hyperosmia penghidu lebih peka / menyengat dari
biasanya Phantosmia Persepsi penghidu padahal tidak ada
bau/aroma (olfactory hallucination)

OLFACTORY DISTURBANCE Olfactory hallucinations and delusions


• Lesi yang mengenai area olfactory lateral (lobus
• Kuantitatif temporal) dapat menyebabkan temporal lobe
• Kualitatif epilepsy yang ditandai dengan aroma yang tidak
sedap secara imajiner diiringi dengan gerakan
• Olfactory hallucinations and delusions involunter dari bibir dan lidah
• Olfactory agnosia
Olfactory agnosia
Ketidakmampuan seseorang untuk mengklasifikasi
odor, walaupun orang tersebut dapat mendeteksi
odor tersebut.
THANK YOU!

Anda mungkin juga menyukai