PROPOSAL SKRIPSI
BATUSANGKAR
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
B. Identifikasi Masalah....................................................................................10
C. Batasan Masalah.........................................................................................11
D. Perumusan Masalah....................................................................................11
E. Tujuan Penelitian........................................................................................11
G. Definisi Operasional...................................................................................13
A. Perilaku Prososial........................................................................................14
B. Ekstrakulikuler kepramukaan.....................................................................22
2. Tujuan ekstrakurikuler............................................................................24
3. Kegiatan kepramukaan............................................................................25
4. Tujuan kepramukaan...............................................................................26
5. Fungsi kepramukaan................................................................................27
6. Metode kepramukaan..............................................................................28
E. Kerangka Pikir............................................................................................32
F. Hipotesis......................................................................................................33
A. Jenis Penelitian............................................................................................34
1. Populasi...................................................................................................35
2. Sampel.....................................................................................................36
D. Pengembangan Instrumen...........................................................................37
1. Validitas...................................................................................................42
2. Reliabilitas...............................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
organ-organ reproduksi (Sarwono, 2012). Pada saat yang sama,
perkembangan moral remaja juga tengah berada di tingkatan
konvensional, yaitu suatu tingkatan yang ditandai dengan adanya
kecenderungan tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma yang ada
dalam masyarakat perlu dijadikan acuan dalam hidupnya (Kohlberg,
dalam Ali & Asrori, 2012).
Agustiani (2009) menyatakan bahwa adanya pertumbuhan dan
perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam diri remaja
menyebabkan meningkatnya kebutuhan-kebutuhan remaja. Menurut
Sa’id (2015) kebutuhan- kebutuhan pada remaja tersebut antara lain:
kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan untuk dihargai,
dipahami, diterima oleh teman-teman sebaya, serta memperoleh
bimbingan dan falsafah hidup yang utuh. Agustiani (2009) juga
mengatakan bahwa kondisi meningkatnya kebutuhan remaja, tentunya
memunculkan tugas-tugas baru yang harus diselesaikan dan dicapai oleh
seorang remaja yang sering disebut dengan tugas-tugas perkembangan.
Menurut Hurlock (2004), beberapa tugas perkembangan yang
penting pada masa remaja yaitu mampu menerima keadaan fisiknya,
mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, mampu
membina hubungan baik dengan anggota kelompok, mencapai
kemandirian emosional, mengembangkan konsep dan keterampilan
intelektual, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang
dewasa, serta mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang
diperlukan untuk memasuki dunia dewasa. Diharapkan tugas-tugas
perkembangan tersebut terpenuhi sehingga remaja dapat memenuhi
kebutuhan- kebutuhan yang diperlukannya dan siap untuk memasuki
masa dewasa (Agustiani, 2009).
Havighurst (dalam Ali & Asrori, 2012) mengungkapkan bahwa
jika remaja berhasil menuntaskan tugas- tugas perkembangan, maka akan
menimbulkan fase bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Dengan tuntasnya tugas-tugas
3
perkembangannya, remaja akan merasa bahwa dirinya mampu
mengembangkan kemampuan-kemampuan seperti menerima keadaan
diri, mengembangkan otonomi, mengembangkan hubungan yang positif
terhadap orang lain, menguasai lingkungan sesuai dengan
kebutuhannya, mengembangkan tujuan hidup, serta merealisasikan
pertumbuhan diri. Apabila kemampuan-kemampuan tersebut berhasil
dikembangkan oleh remaja, maka dapat dikatakan bahwa remaja telah
mencapai kesejahteraan psikologis dalam kehidupannya. Perilaku positif
yang mendukung pertumbuhan diri remaja, misalnya dengan remaja
memiliki tingkah laku sosial yang bertanggung jawab (Agustiani, 2009).
Salah satu perilaku positif di lingkungan sosial yang bertanggung jawab,
serta perlu dikembangkan pada masa remaja yaitu perilaku prososial.
Remaja perlu untuk mengeksplorasi sisi positif dari perilaku moral
seperti perilaku prososial (Santrock, 2007).
Di dalam kehidupan sehari-hari sering tidak disadari bahwa
terdapat perilaku tolong menolong atau membantu individu lain atau bisa
juga disebut dengan perilaku prososial. Perilaku perososial merupakan
suatu tindakan menolong orang lain tanpa harus mengharapkan
keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan
mungkin akan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong
(Baron, 2005).
Bandura dengan teori social kognitifnya mengungkapkan bahwa
intensi dan proses evaluasi diri memainkan peran yang penting dalam
pengaturan diri. Penggunaan representasi kognitif membuat individu
dapat mengantisipasi perilaku yang keluar dan bertindak dengan cara
yang diharapkan. Individu juga menyusun tujuan untuk dirinya dan
mengevaluasi secara negative jika mereka tidak konsisten antara
representasi kognitif dengan perilaku yang sesuai (Wulandari, 2012).
Menurut teori social kognitif (Wulandari, 2012) individu
mendapatkan standar internal dan aturan dengan mengintimidasi model
dan memahami penjelasan perilaku moraldari orang-orang yang
4
mensosialisasikan nilai. Reaksi orang lain ini pada tingkah laku individu
membantu untuk memahami signifikansi sosialnya. Oleh karena itu
perkembangan moral termasuk perilaku prososial, dipandang sebagai
hasil interaksi antara tekanan social dan perubahan kapasitas kognitif
individu.
Bandura menjelaskan (dalam Wulandari, 2012) bahwa perilaku
manusia dalam konteks interaksi akan terjadi proses timbal balik yang
berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan lingkungan. Kondisi
lingkungan sangat berpengaruh pada pola belajar karena sebagian besar
manusia belajar dari pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah
laku orang lain. Bandura mengungkapkan bahwa perilaku seseorang
adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. Dapat
disimpulkan juga bahwa perilaku prososial adalah hasil interaksi faktor
kognitif dan lingkungann.
Dalam Rahman (2014) terdapat beberapa perspektif yang bisa
dipakai untuk menjelaskan perilaku menolong yakni: 1) perspektif
evolusionis, yakni: perspektif evolusionis menjelaskan bahwa perilaku
menolong bersifat genetik. Secara genetik, manusia dapat dianggap
memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain. 2) perspektif belajar
social, yakni: Prilaku menolong bisa juga dijelaskan dengan
menggunakan perspektif belajar sosial (social learning). Perspektif
belajar sosial menjelaskan bahwa prilaku menolong dapat di peroleh dari
proses belajar dari pengalaman dan pengamatan bahwa menolong dapat
menguntungkan. 3) perspektif social-kultural, yakni: Perspektif sosial-
kultural menjelaskan bahwa prilaku menolong lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor kultural. 4) perspektif social-kognitif, yakni: Perspektif ini
memandang bahwa prilaku prososial merupakan hasil dari pertimbangan
kognitif.
Perilaku prososial merupakansuatu tindakan menolong orang lain
tanpa harus mengharapkan keuntungan langsung pada orang yang
melakukan tindakan tersebut, dan mungkin akan melibatkan suatu resiko
5
lebih tinggi dari pada kelompok control. Aspek dari perilaku prososial
yang diujikan dalam penelitiannya adalah perilaku menolong, berbagi,
dan memberi penguatan, mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
orang lain. Rata-rata dari aspek tersebut untuk kelompok eksperimen
lebih tinggi dari kelompok control. Sedangkan perilaku jujur dan
bekerjasama menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua kelompok.
Beberapa jenis kegiatan pramuka yang sering diikuti oleh siswa
seperti: berkemah dan menjelajah yang memerlukan kerja kelompok dan
saling membantu antar sesama. Berdasarkan hal tersebut maka dapat
diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara perilaku prososial dengan
ekstrakurikuler kepramukaan, karena ekstrakurikuler kepramukaan dapat
membina siswa agar memiliki sifat saling menolong, kerjasama, berbudi
pekerti luhur, meniliki sifat jujur, inisiatif tinggi, saling berbagi, dan
peduli terhadap orang lain (Ni`mah, 2017).
Saat siswa di sekolah terdapat sebagian siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan dan sebagian lagi tidak mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan. Gambaran menurunnya perilaku prososial
dikalangan masyarakat dan sekolah didukung dengan fenomena yang
banyak ditemui yaitu sikap acuh terhadap sesama, hilangnya kepedulian,
kurangnya tindakan menolong, kurangnya kerjasama di sekolah dan
masyarakat. Informasi yang didapatkan dari hasil wawancara yang
dilakukan pada tanggal 17 Mei 2021 dengan seorang siswa berinisial DA
kelas X IPK 1 yang menyatakan bahwa masih banyak siswa yang
memiliki perilaku kerjasama, kepedulian dan prososialnya yang masih
rendah, contohnya 1) saat melakukan piket harian, jika siswa telah selesai
mengerjakan tugasnya dia langsung pulang dan tidak mau membantu
temannya yang lain. 2) siswa bersikap acuh dan tidak peduli dengan
temannya yang tidak masuk kelas. 3) jika siswa ingin menolong, maka
dia akan melihat orang yang akan ditolongnya terlebih dahulu artinya dia
memilih-milih saat menolong orang lain. 4) saat guru membutuhkan
bantuan dan memangil salah seorang siswa, siswa tersebut cenderung
10
menyuruh temannya dan jika dia mau menolong dia akan terlihat
terpaksa melakukannya.
Dari hasil wawancara dengan HA siswa kelas XII MIA 3 yang
dilakukan pada tanggal 19 Mei 2021 perihal siswa yang berperilaku
prososial, diperoleh hasil wawancaranya bahwa siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan cenderung dapat bersikap peduli
dibandingkan dengan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan,
contohnya 1) saat melakukan kegiatan gotong-royong dan guru
membutuhkan bantuan maka siswa yang mengikuti ekstrakurikuler
pramuka cenderung memiliki inisiatif untuk membantunya dan saat ada
yang kesusahan ketika melakukan sesuatu, mereka cenderung
menanyakan “apakah ada yang bisa di bantu?” 2) saat hendak memulai
pembelajaran dan papan tulis tidak bersih, maka mereka cenderung
berinisiatif untuk membersihkannya.
Berdasarkan permasalahan dan semua pemaparan di atas, maka
peneliti perlu melakukan penelitian mengenai perilaku prososial.
Dengan mengungkap perilaku prososial maka diharapkan banyak orang
dapat memahami perilaku prososialnya agar dapat menambah
pengetahuan mengenai perilaku prososial. Maka peneliti tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang “Perbedaan Perilaku Prososial Siswa Yang
Mengikuti Dan Yang Tidak Mengikuti Ekstrakurikuler Kepramukaan Di
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Payakumbuh”.
B. Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, ditemukan beberapa
masalah diantaranya sebagai berikut:
1. Ekstrakurikuler kepramukaan dapat mempengaruhi perilaku prososial
siswa
2. Perilaku prososial siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan masih rendah
11
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar masalah yang diteliti
tidak meluas, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sesuai dengan judul penelitian ini yang
membahas perbedaan perilaku prososial siswa yang mengikuti dan yang
tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan di Madrasah Aliyah Negeri
1 Kota Payakumbuh.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasasn masalah diatas, rumusan masalahnya adalah:
1. Seberapa besarkah perilaku prososial siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan?
2. Seberapa besarkah perilaku prososial siswa yang tidak mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan?
3. Adakah perbedaan perilaku prososial siswa yang mengikuti dan
yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan?
E. Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh hal yang mendalam
dan memberikan bukti yang empiris mengenai perbedaan perilaku
prososial siswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulisan
proposal penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan:
1. Mengetahui tentang perilaku prososial siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan
2. Mengetahui tentang perilaku prososial siswa yang tidak mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan
12
A. Perilaku Prososial
14
15
a. Self-again
Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari
kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan,
pujian, atau takut dikucilkan.
b. Personal Values And Norms
Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan
oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-
nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial,
21
B. Ekstrakulikuler kepramukaan
2. Tujuan ekstrakurikuler
Wiyani (2013) menjelaskan tujuan kegiatan ekstrakurikuler yaitu
sebagai berikut:
a. Meningkatkan kompetensi siswa dalam aspek kognitif, afektif,
dan sikomotorik.
b. Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan
pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif.
c. Memacu kemampuan mandiri, percaya diri, dan kreativitas siswa.
d. Memperdalam dan memperluas pengetahuan siswa.
e. Meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
f. Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
g. Membina budi pekerti yang luhur.
Dari penjelasan di atas maka tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler
kepramukaan adalah untuk mengembangkan kepribadian, bakat, minat
dan kemampuan siswa yang lebih luas, meningkatkan kepercayaan
diri dan keaktifan siswa dalam meningkatkan kopetensi dalam aspek
kognitif, afektif dan sikomotorik.
25
3. Kegiatan kepramukaan
Dalam UU No.12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka,
disebutkan bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk
mengembangkan potensi diri serta memiliki akhlak mulia,
pengendalian diri, dan kecakapan hidup bagi setiap warga negara demi
tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pewujudan dari potensi diri
sebagai hak asasi manusia dilakukan dalam berbagai upaya
penyelenggaraan pendidikan antara lain seperti kegiatan pramuka.
Gerakan pramuka selaku penyelenggara pendidikan kepramukaan
mempunyai peran besar dalam pembentukan kepribadian generasi
muda sehingga memiliki pengendalian diri dan kecakapan hidup
dalam menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, serta global.
Kegiatan kepramukaan merupakan suatu jenis bimbingan atau
pendidikan yang berguna untuk membina hubungan sosial, pribadi
dan akhlak bagi siswa. Kepramukaan bukanlah ilmu yang harus
dipelajari secara tekun, bukan pula suatu kumpulan dari ajaran-ajaran
dan naskah-naskah buku. Menurut Azrul Azwar (2011) kegiatan
ekstrakurikuler kepramukaan adalah Proses pendidikan yang praktis,
di luar pendidikan sekolah dan di luar lingkungan keluarga yang
dilakukan di alam terbuka dalam bentuk kegiatan yang menantang,
menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, dengan menerapkan
Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran
akhirnya adalah terbentuknya watak, kepribadian, dan akhlak mulia.
Prinsip Dasar Kepramukaan adalah asas yang mendasari kegiatan
kepramukaan dalam upaya membina watak peserta didik. Prinsip
Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan merupakan ciri khas
yang membedakan kepramukaan dengan pendidikan lainnya (Ni`mah,
2017). Salah satu dari metode kepramukaan adalah kegiatan yang
menantang dan menarik, serta didalamnya mengandung pendidikan
yang sesuai dengan perkembangan rohani dan jasmani peserta didik.
26
4. Tujuan kepramukaan
Tujuan kepramukaan menurut Rahmatika (2015) yaitu:
a. Memiliki kepribadian yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia,
berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur bangsa,berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani.
27
5. Fungsi kepramukaan
Menurut Azwar (2012) Kepramukaan mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Kegiatan menarik bagi anak atau pemuda
Kegiatan menarik berarti kegiatan pramuka harus menyenangkan
dan mendidik. Permainan yang dilaksanakan dalam kegiatan
pramuka harus mempunyai tujuan, aturan permainan, membentuk
watak dan kepribadian siswa.
b. Pengabdian bagi orang dewasa
Kepramukaan bagi orang dewasa bukan lagi permainan, akan
tetapi suatu tugas yang memerlukan keiklasan, kerelaan, dan
pengabdian. Berkewajiban secara sukarela membaktikan dirinya
demi suksesnya pencapaian organisasi.
c. Alat bagi masyarakat dan organisasi Kepramukaan merupakan
alat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
28
6. Metode kepramukaan
Metode kepramukaan merupakan kegiatan-kegiatan kepramukaan
yang dikembangkan secara interaktif. Metode kepramukaan
merupakan salah satu cara belajar interaktif progresif, menurut Qoni
dan Ilyas (2012) menyatakan bahwa belajar interaktif proyektif dapat
diperoleh melalui:
a. Pengamalan kode kehormatan pramuka.
b. Belajar sambil melakukan
c. Sistem beregu
d. Kegiatan dialam terbuka yang menantang dan menarik serta
mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
rohani dan jasmani
e. Kemitraan dengan anggota dewasa dalam setiap kegiatan
f. Sistem tanda kecakapan
g. Sistem satuan terpisah untuk putra dan putri
h. Siasan dasar
F. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian
yang diperoleh melalui kajian teoritik berupa analisis deduktif yang masih
bersifat kesimpulan sementara. Kesimpulan sementara yang berupa
hipotesis ini boleh jadi teruji maupun tidak teruji secara empirik pada
populasi yang akan diteliti. Oleh karena itu, rumusan hipotesis masih
berupa ungkapan keyakinan teoritis, belum keyakinan spesifik untuk latar
penelitian, yang pada hakikatnya masih akan diteliti dan diuji
kebenarannya.
Adapun hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah :
1. Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara perilaku prososial
siswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ektrakurikuler
kepramukaan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Payakumbuh.
2. Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara perilaku prososial siswa
yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ektrakurikuler kepramukaan
di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Payakumbuh.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan angka-angka
yang dimulai dari tahap pengumpulan data sampai tahap analisis data
(Sugiyono, 2012). Sedangkan menurut Margono (2010) penelitian
kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang
menggunakan data yang berupa angka sebagai alat menemukan keterangan
mengenai apa yang ingin kita ketahui. Penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian fenomena
serta hubungan- hubungannya.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian komparatif. Penelitian
komparatif adalah penelitian yang akan membandingkan dua variable,
menurut Sudjud dalam Suharsimi (2006) penelitian komparasi akan dapat
menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang
benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik
terhadap orang lain, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur
kerja. Penelitian komparasi juga dapat membandingkan kesamaan
pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau negara,
terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa, atau ide-ide. Dalam hal ini yang
dibandingkan adalah prososial siswa yang mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan.
34
35
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan selama lebih kurang 3 bulan,
yang di mulai dari 20 Oktober 2021 sampai dengan 20 Desember
2021.
IPK 2 37
IPA 1 27
IPA 2 27
IPS 1 32
XI IPS 2 32 212
IPK 1 31
IPK 2 31
IPK 3 32
IPA 1 25
IPA 2 25
IPA 3 24
XII IPS 1 36 232
IPS 2 35
IPK 1 30
IPK 2 30
IPK3 27
TOTAL 669
2. Sampel
Menurut Azwar (2016) Mengatakan Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi
memiliki jumlah yang besar sehingga peneliti menggunakan sampel
dari populasi tersebut. Suatu penelitian tidak selalu perlu meneliti
semua anggota populasi, karena disamping memakan biaya yang besar
juga membutuhkan waktu yang lama. Jadi penelitian hanya dilakukan
terhadap sampel dari populasi dan tidak pada keseluruhan populasi.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah judgement sampling (sampling pertimbangan) adalah teknik
penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang
ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan
tujuan atau masalah penelitian (Sugiyono, 2010).
Menurut Arikunto (2006) menjelaskan apabila subjek kurang dari
100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
populasi. Akan tetapi jika jumlah subjek besar, dapat diambil antara
10-15% atau 15-25% atau lebih.
37
Keterangan:
n=Besaran Sampel
N=Besaran Populasi
e=Nilai kritis (batas Ketelitian) yang diinginkan (persen
kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan penarikan sampel)
D. Definisi Operasional
Definisi operasional bertujuan untuk menjelaskan makna dari
variabel yang sedang diteliti. Penelitian ini terdiri dari dua variabel yakni
variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat (Dependent
Variable). Variabel bebas (X) adalah ekstrakurikuler kepramukaan,
sedangkan variabel terikat (Y) adalah perilaku prososial. Untuk
mempermudah dan menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam
memahami judul penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan sebagai
berikut:
• Perilaku Prososial
Menurut Mussen (2002) menjelaskan perilaku prososial merupakan
suatu tindakan menolong, kerjasama, berbagi, atau bentuk ungkapan
empati dari seorang individu terhadap individu lain yang
38
membutuhkan, bantuan yang diberikan merupakan kegiatan sukarela
yang dilakukan si penolong mencakup aspek-aspek dari perilaku
prososial antara lain berbagi, kerjasama, menyumbang, menolong,
kejujuran, kedermawana, mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
orang lain.
• Ekstrakurikuler Kepramukaan
Ekstrakurikuler kepramukaan adalah Proses pendidikan yang praktis,
di luar pendidikan sekolah dan di luar lingkungan keluarga yang
dilakukan di alam terbuka dalam bentuk kegiatan yang menantang,
menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, dengan menerapkan
Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran
akhirnya adalah terbentuknya watak, kepribadian, dan akhlak mulia
melakukan
sesuatu
seperti apa
adanya
b. Tidak 39, 49 7, 20 4
berbuat
curang
5. Berderama a. Kesediaan 6, 16, 27, 31, 50 6
untuk 38
memberikan
sukarela
sebagian
barang
miliknya
kepada orang
yang
membutuhka
n
6. Mempertimbangkan a. Memberi 5, 40, 28, 43 5
hak dan Kewajiban sarana bagi 3
Orang Lain orang lain
untuk
mendapatkan
kemudahan
dalam segala
urusan
b. Memiliki 36, 41, 18, 29, 19, 4 8
kepedulian 17, 30
terhadap
orang lain
dengan
mengindahka
n dan
menghirauka
n masalah
orang lain
Total 28 22 50
1. Validitas
Validitas menurut Sugiyono (2012) merupakan derajat
ketepatan data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang
dapat dilaporkan oleh peneliti. Sedangkan Arikunto (2006)
mengungkapkan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan instrumen.
Untuk mendapatkan instrumen yang dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur maka instrumen harus valid dan reliable.
41
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstruksi, yang mana menurut Sugiyono (2007) bahwa untuk
menguji validitas konstruksi, maka dapat digunakan pendapat dari
para ahli (judgment experts). Dalam hal ini setelah instrument
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan
berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan
para ahli. Panel expert yang berasal dari Dosen yang sudah ahli dalam
bidang pengukuran dan penyusunan tes psikologi.
Panel expert dari dosen ahli akan diminta untuk memberikan
penilaian terhadap kelayakan aitem-aitem, dan kesesuaian isi aitem
sebagai jabaran dari indikator keperilakuan atribut yang diukur
Sugiyono (2007). Penilaian dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara memberikan angka 1 yaitu untuk aitem yang sangat tidak relevan,
angka 2 untuk aitem yang tidak relevan, angka 3 untuk aitem yang
cukup relevan, angka 4 untuk aitem yang relevan, dan 5 untuk aitem
yang sangat relevan. Hasil dari penilaian panel expert ini kemudian
dianalisis dengan menggunakan formula Aiken’s V.
Nilai Aiken’s V berkisar antara 0 sampai 1. Aitem yang layak
digunakan yaitu aitem yang memiliki nilai Aiken’s V di atas 0,5,
artinya nilai aitem-aitem yang berada di bawah 0,5 tidak relevan dan
tidak layak digunakan Sugiyono (2007).
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu ketetepan tes apabila diberikan
kepada subjek yang sama untuk mengetahui ketetapan ini pada
dasarnya dilihat kesejajarannya (Arikunto,2006). Instrumen yang
reliable apabila digunakan beberapa kali akan tetap memberikan data
yang sama.
Pengujian reliabilitas dimulai dengan menguji validitas
42
terlebih dahulu. Jadi jika sebuah pertanyaan tidak valid, maka
pertanyaan tersebut dibuang. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid
kemudian baru secara bersama diukur reliabilitasnya. Reliabilitas
dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angka berada dalam
rentang 0 hingga 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati
angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien
yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah
reliabilitas. .Koefisien Alpha Cronbach yang diharapkan dalam
sebuah alat ukur minimal adalah 0,6-0,9 (Azwar, 2011).
Teknik yang digunakan untuk menentukan relibilitas skala
dalam penelitian ini adalah teknik analisis varians dari Alpha
Cronbach, alasan digunakan formula Alpha Cronbach adalah karena
hasil reliabilitas yang diperoleh dapat lebih cermat dan mendekati
hasil sebenarnya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
bantuan komputer program SPSS (Statistical Package for Social
Science) versi 20.0 for windows (Azwar, 2011).
Namun, sebelum dilakukan uji reliabililitas skala, terlebih
dahulu aitem tiap skala akan dipilih berdasarkan indeks daya
diskriminasi atau daya beda aitem. Hal ini untuk mengetahui bahwa
aitem yang bersangkutan memang berfungsi sama seperti fungsi skala.
selanjutnya dilakukan uji coba instrumen untuk menguji setiap butir
instrumen. Pengujian daya diskriminasi atau daya beda aitem ini dapat
dikoreksi menggunakan teknik Part Whole dari Pearson yaitu melalui
pengujian terhadap korelasi antar tiap aitem corrected item total
correlation (CITC) dengan skor total nilai jawaban sebagai kriteria
(Azwar, 2011).
Nilai CITC dinyatakan memenuhi daya beda yaitu aitem yang
memiliki nilai 0,3 ke atas, jika jumlah aitem yang lolos belum sesuai
dengan yang diinginkan, nilai CITC dapat diturunkan menjadi 0,25,
menurunkan batas kriteria di bawah 0,2 sangat tidak disarankan.
Jika koefisien korelasinya atau CITC rendah mendekati nol berarti
fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur tes dan daya
bedanya tidak baik. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas skala
menggunakan koefisien Alpha Cronbach (Azwar, 2011). Koefisien
Alpha Cronbach yang diharapkan dalam skala penelitian ini minimal
adalah 0,7.
Pada uji reliabilitas pertama didapatlah nilai Alpha cronbach
43
sebesar 0,930 dengan jumlah aitem 61
Pada table diatas didapat hasil Alpha Cronbach diatas 0,7 yang
artinya cukup reliable.
No Aitem SS S TS STS