Anda di halaman 1dari 53

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA YANG

MENGIKUTI DAN YANG TIDAK MENGIKUTI


EKSTRAKURIKULER KEPRAMUKAAN DI MADRASAH
ALIYAH NEGERI 1 KOTA PAYAKUMBUH

PROPOSAL SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Study

Jurusan Psikologi Islam

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................v

DAFTAR TABEL...................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Identifikasi Masalah....................................................................................10

C. Batasan Masalah.........................................................................................11

D. Perumusan Masalah....................................................................................11

E. Tujuan Penelitian........................................................................................11

F. Manfaat dan Luaran Penelitian...................................................................12

G. Definisi Operasional...................................................................................13

BAB II LANDASAN TEORI................................................................................14

A. Perilaku Prososial........................................................................................14

1. Pengertian Perilaku Prososial..................................................................14

2. Aspek-aspek perilaku prososial...............................................................17

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial............................19

4. Dinamika prilaku prososial.....................................................................21

B. Ekstrakulikuler kepramukaan.....................................................................22

1. Pengertian ekstrakulikuler kepramukaan................................................22

2. Tujuan ekstrakurikuler............................................................................24

3. Kegiatan kepramukaan............................................................................25

4. Tujuan kepramukaan...............................................................................26
5. Fungsi kepramukaan................................................................................27

6. Metode kepramukaan..............................................................................28

C. Keterkaitan Perilaku Prososial Siswa dengan Ekstrakurikuler Kepramukaan


.................................................................................................................... 29

D. Kajiaan Penelitian Yang Relevan...............................................................30

E. Kerangka Pikir............................................................................................32

F. Hipotesis......................................................................................................33

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................34

A. Jenis Penelitian............................................................................................34

B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................35

C. Populasi dan Sampel...................................................................................35

1. Populasi...................................................................................................35

2. Sampel.....................................................................................................36

D. Pengembangan Instrumen...........................................................................37

E. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................39

1. Validitas...................................................................................................42

2. Reliabilitas...............................................................................................44

F. Teknik Analisis Data...................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia merupakan makhluk sosial. Menurut Sears dalam
Nuralifah (2015) sebagai makhluk sosial manusia yang dalam
kehidupannya senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain yang
dimulai dari lingkungan yang paling dekat dengannya, yakni keluarga,
teman sekolah, lingkungan sekitar bahkan sampai dengan orang yang
tidak pernah dikenalnya sama sekali. Segala hal yang dilakukan oleh
manusia tidak dapat terlepas dari individu lain karena pada dasarnya
individu hidup secara berdampingan dengan individu lainnya (Baron,
2005). Menurut Norman (dalam Nuralifah, 2015) sejak lahir manusia
telah diberi karunia potensi sosial, dimana setiap manusia mempunyai
kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya, selain itu juga merupakan
sarana untuk perkembangan dan pertumbuhan kepribadiannya, karena
pada hakikatnya manusia merupakan mahluk sosial yang memerlukan
kerjasama, empati, simpati, saling berbagi, dan saling membantu dengan
sesama.
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam kehidupan
manusia yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut
bersumber dari kedudukannya sebagai periode transisional antara masa
kanak-kanak dan dewasa (Agustiani, 2009). Peralihan pada masa remaja
ini melibatkan perubahan besar dalam berbagai aspek, seperti: aspek
fisik, kognitif, dan psikososial yang saling berkaitan. Perubahan yang
tampak jelas adalah terjadi pada pertumbuhan fisik yang disebabkan
karena pengaruh hormon yang menyebabkan tubuh anak mulai
mengalami pertumbuhan secara cepat dalam aspek tinggi dan berat
badan, perubahan proporsi dan bentuk tubuh hingga menjadi seperti
tubuh orang dewasa, dan disertai juga dengan tercapainya kematangan

1
2
organ-organ reproduksi (Sarwono, 2012). Pada saat yang sama,
perkembangan moral remaja juga tengah berada di tingkatan
konvensional, yaitu suatu tingkatan yang ditandai dengan adanya
kecenderungan tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma yang ada
dalam masyarakat perlu dijadikan acuan dalam hidupnya (Kohlberg,
dalam Ali & Asrori, 2012).
Agustiani (2009) menyatakan bahwa adanya pertumbuhan dan
perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam diri remaja
menyebabkan meningkatnya kebutuhan-kebutuhan remaja. Menurut
Sa’id (2015) kebutuhan- kebutuhan pada remaja tersebut antara lain:
kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan untuk dihargai,
dipahami, diterima oleh teman-teman sebaya, serta memperoleh
bimbingan dan falsafah hidup yang utuh. Agustiani (2009) juga
mengatakan bahwa kondisi meningkatnya kebutuhan remaja, tentunya
memunculkan tugas-tugas baru yang harus diselesaikan dan dicapai oleh
seorang remaja yang sering disebut dengan tugas-tugas perkembangan.
Menurut Hurlock (2004), beberapa tugas perkembangan yang
penting pada masa remaja yaitu mampu menerima keadaan fisiknya,
mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, mampu
membina hubungan baik dengan anggota kelompok, mencapai
kemandirian emosional, mengembangkan konsep dan keterampilan
intelektual, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang
dewasa, serta mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang
diperlukan untuk memasuki dunia dewasa. Diharapkan tugas-tugas
perkembangan tersebut terpenuhi sehingga remaja dapat memenuhi
kebutuhan- kebutuhan yang diperlukannya dan siap untuk memasuki
masa dewasa (Agustiani, 2009).
Havighurst (dalam Ali & Asrori, 2012) mengungkapkan bahwa
jika remaja berhasil menuntaskan tugas- tugas perkembangan, maka akan
menimbulkan fase bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Dengan tuntasnya tugas-tugas
3
perkembangannya, remaja akan merasa bahwa dirinya mampu
mengembangkan kemampuan-kemampuan seperti menerima keadaan
diri, mengembangkan otonomi, mengembangkan hubungan yang positif
terhadap orang lain, menguasai lingkungan sesuai dengan
kebutuhannya, mengembangkan tujuan hidup, serta merealisasikan
pertumbuhan diri. Apabila kemampuan-kemampuan tersebut berhasil
dikembangkan oleh remaja, maka dapat dikatakan bahwa remaja telah
mencapai kesejahteraan psikologis dalam kehidupannya. Perilaku positif
yang mendukung pertumbuhan diri remaja, misalnya dengan remaja
memiliki tingkah laku sosial yang bertanggung jawab (Agustiani, 2009).
Salah satu perilaku positif di lingkungan sosial yang bertanggung jawab,
serta perlu dikembangkan pada masa remaja yaitu perilaku prososial.
Remaja perlu untuk mengeksplorasi sisi positif dari perilaku moral
seperti perilaku prososial (Santrock, 2007).
Di dalam kehidupan sehari-hari sering tidak disadari bahwa
terdapat perilaku tolong menolong atau membantu individu lain atau bisa
juga disebut dengan perilaku prososial. Perilaku perososial merupakan
suatu tindakan menolong orang lain tanpa harus mengharapkan
keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan
mungkin akan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong
(Baron, 2005).
Bandura dengan teori social kognitifnya mengungkapkan bahwa
intensi dan proses evaluasi diri memainkan peran yang penting dalam
pengaturan diri. Penggunaan representasi kognitif membuat individu
dapat mengantisipasi perilaku yang keluar dan bertindak dengan cara
yang diharapkan. Individu juga menyusun tujuan untuk dirinya dan
mengevaluasi secara negative jika mereka tidak konsisten antara
representasi kognitif dengan perilaku yang sesuai (Wulandari, 2012).
Menurut teori social kognitif (Wulandari, 2012) individu
mendapatkan standar internal dan aturan dengan mengintimidasi model
dan memahami penjelasan perilaku moraldari orang-orang yang
4

mensosialisasikan nilai. Reaksi orang lain ini pada tingkah laku individu
membantu untuk memahami signifikansi sosialnya. Oleh karena itu
perkembangan moral termasuk perilaku prososial, dipandang sebagai
hasil interaksi antara tekanan social dan perubahan kapasitas kognitif
individu.
Bandura menjelaskan (dalam Wulandari, 2012) bahwa perilaku
manusia dalam konteks interaksi akan terjadi proses timbal balik yang
berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan lingkungan. Kondisi
lingkungan sangat berpengaruh pada pola belajar karena sebagian besar
manusia belajar dari pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah
laku orang lain. Bandura mengungkapkan bahwa perilaku seseorang
adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. Dapat
disimpulkan juga bahwa perilaku prososial adalah hasil interaksi faktor
kognitif dan lingkungann.
Dalam Rahman (2014) terdapat beberapa perspektif yang bisa
dipakai untuk menjelaskan perilaku menolong yakni: 1) perspektif
evolusionis, yakni: perspektif evolusionis menjelaskan bahwa perilaku
menolong bersifat genetik. Secara genetik, manusia dapat dianggap
memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain. 2) perspektif belajar
social, yakni: Prilaku menolong bisa juga dijelaskan dengan
menggunakan perspektif belajar sosial (social learning). Perspektif
belajar sosial menjelaskan bahwa prilaku menolong dapat di peroleh dari
proses belajar dari pengalaman dan pengamatan bahwa menolong dapat
menguntungkan. 3) perspektif social-kultural, yakni: Perspektif sosial-
kultural menjelaskan bahwa prilaku menolong lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor kultural. 4) perspektif social-kognitif, yakni: Perspektif ini
memandang bahwa prilaku prososial merupakan hasil dari pertimbangan
kognitif.
Perilaku prososial merupakansuatu tindakan menolong orang lain
tanpa harus mengharapkan keuntungan langsung pada orang yang
melakukan tindakan tersebut, dan mungkin akan melibatkan suatu resiko
5

bagi orang yang menolong (Baron, 2005). Sedangkan menurut Sears,


Freedman & Peplau dalam Dayakisni & Hudaniah (2009) menjelaskan
perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau
direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif
motif si penolong. Dayakisni & Hudaniah (2009) memberikan
kesimpulan mengenai perilaku prososial yakni segala bentuk perilaku
yang memberikan konsekuensi positif bagi si penerima, baik dalam
bentuk materi, fisik ataupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan
yang jelas bagi pemiliknya. Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan
maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah segala
bentuk perilaku yang dilakukan oleh seseorang untuk menolong orang
lain baik dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis tanpa
mengharapkan imbalan dari orang yang ditolong.
Menurut Mussen dalam Dayakisni & Hudaniah (2009) ada
beberapa aspek yang menjadi unsur dalam perilaku prososial antara lain:
berbagi (sharing), kerjasama (cooperation), menyumbang (donating)
menolong (helping), kejujuran (honesty), kedermawan (generousity) serta
mempertimangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Menurut Mussen
(dalam Hilmy, 2019) menyatakan bahwa aspek-aspek dari perilaku
prososial meliputi : 1) Berbagi, yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan
dengan orang lain dalam suasana suka dan duka, 2) Kerjasama, kesedian
untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan, 3)
Menolong, kesediaan untk menolong orang lain yang sedang berada
dalam kesulitan, 4) Bertindak jujur, yaitu kesediaan untuk melakukan
sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang, 5) Berderma, yaitu
kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya kepada
orang yang membutuhkan. Staub dalam Dayakisni & Hudaniah (2009)
menyatakan ada tiga indikator yang menjadi tindakan prososial yaitu:(1)
Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada
pihak pelaku, (2) Tindakan itu dilahirkan secara sukarela, (3) Tindakan
itu menghasilkan kebaikan.
6

Akan tetapi perilaku seperti ini dikalangan masyarakat dan


sekolah masih banyak mengalami kekurangan dan bahkan jarang
dilakukan, walaupun pada akhirnya kita juga membutuhkan bantuan
orang lain tanpa harus memberikan imbalan atau hadiah. Pentingnya
meningkatkan perilaku prososial pada siswa adalah agar siswa dapat
memiliki keterampilan social dan mempunyai sikap peduli antar
sesama biasanya siswa tersebut akan tumbuh menjadi dewasa yang tidak
antisosial.
Perilaku yang mucul dalam diri individu selalu ada yang
melatarbelakanginya, begitu juga saat seseorang melakukan perilaku
prososial. Staub dalam Dayakisni & Hudaniah berpendapat bahwa
terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang jika ingin melakukan
tindakan prososial yaitu: 1) Self-gain: harapan seseorang untuk
memperoleh dan menghindari kehilangan sesuatu yang dimiliki,
contohnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.
2) Personal values and norms: adanya nilai-nilai dan norma sosial yang
diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan
sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan
prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta
adanya norma timbal balik. 3) Empathy: kemampuan seseorang untuk
dapat merasakan perasaan atau pengalaman orang lain (Ni`mah, 2017).
Kegiatan kepramukaan dijadikan sebagai salah satu jenis
bimbingan atau pendidikan yang berguna untuk membina hubungan
social, pribadi dan akhlak bagi siswa. Kepramukaan bukan sebuah ilmu
yang harus di pelajari secara tekun dan bukan suatu kumpuulan dari
ajaran-ajaran dan naskah-naskah buku akan tetapi kegiatan kepramukaan
adalah (Azwar, 2011) Proses pendidikan yang praktis, di luar lingkungan
sekolah dan di luar lingkungan keluarga yang dilakukan di alam terbuka
dalam bentuk kegiatan yang menarik, menantang, menyenangkan, sehat,
teratur, terarah, dengan menerapkan Prinsip Dasar Kepramukaan dan
Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya adalah terbentuknya watak,
7

kepribadian, dan akhlak mulia.


Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan adalah prinsip yang
digunakan dalam pendidikan kepramukaan, hal itulah yang
membedakannya dengan gerakan pendidikan lainnya. Lord Baden-Powel
sebagai penemu sistem pendidikan kepanduan telah menyusun prinsip-
prinsip Dasar dan Metode kepanduan, setelah itu beliau menggunakannya
untuk membina generasi muda melalui pendidikan kepanduan. Beberapa
prinsip itu berdasarkan pada kegiatan anak atau remaja sehari-hari.
Prinsip Dasar dan Metode Kepanduan itu harus diterapkan secara
menyeluruh. Bila sebagian dari prinsip itu dihilangkan, maka organisasi
itu bukan lagi gerakan pendidikan kepanduan. Dalam Anggaran dasar
Gerakan Pramukan dinyatakan bahwa prinsip Dasar dan Metode
Kepramukaan bertumpu pada: 1) keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, 2) kepedulian terhadap bangsa dan tanah air, sesame
hidup dan alam seisinya, 3) kepedulian terhadap diri pribadinya,
4)ketaatan kepada Kode Kehormatan Pramuka (Yusuf, 2015).
Salah satu metode dalam kepramukaan adalah kegiatan
menantang dan menarik, serta mengandung pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan rohani dan jasmani peserta didik. Menurut Azwar
(2011) beberapa fungsi Kepramukaan yaitu: 1) Kegiatan menarik bagi
anak atau pemuda: Kegiatan menarik berarti kegiatan pramuka harus
menyenangkan dan mendidik. Oleh karena itu, kegiatan pramuka harus
mempunyai tujuan dan aturan permainan, bukan semata untuk hiburan. 2)
Pengabdian bagi orang dewasa: Bagi orang dewasa, kepramukaan bukan
lagi permainan, tetapi merupakan tugas yang memerlukan keikhlasan,
kerelaan, dan pengabdian. Orang dewasa mempunyai kewajiban untuk
secara sukarela membaktikan dirinya demi suksesnya pencapaian tujuan
organisasi. 3) Alat (means) bagi masyarakat dan organisasi:
Kepramukaan adalah alat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat setempat, dan bagi organisasi untuk mencapai tujuan
organisasinya.
8

Pendidikan kepramukaan biasanya diarahkan pada lima area


pengambangan pada diri peserta didiknya, lima area pengembangan
tersebut adalah pengembangan spiritual, pengembangan emosional,
pengembangan social, pengembangan intelektual dan pengembangan
fisik. Pengembangan yang erat dengan perilaku prososial adalah
pengembangan social karena pengembangan social berkaitan dengan
kepercayaan dan ketergantungan terhadap orang laun serta membangun
kemampuan untuk bekerja sama dan memimpin. Pengakuan bahwa
seorang remaja sebagai individu yang memerlukan individu, teman
ataupun lawan jenis adalah wadah belajar untuk mengungkapkan
perasaan dan eksistensi diri kepada orang lain dengan cara yang benar
dan santun. Tujuan pengembangan sosial adalah membantu siswa dalam
mengembangkan hubungan dengan teman, komunikasi, kemandirian,
kerjasama, kepemimpinan dan solidaritas (Ni`mah, 2017).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Maftuhatun Ni`mah (2017)
dengan judul “Hubungan Antara Keaktifan Mengikuti Kegiatan
Ekstrakurikuler Kepramukaan dengan Tingkat Perilaku Prososial Siswa
kelas VII di SMP Negeri 2 Randudongkal tahun pelajaran 2016/1017” di
dapat hasil bahwa keaktifan siswa yang mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler kepramukaan termasuk kategori tinggi dengan persentase
75,5%, perilaku prososial siswa yang aktif mengikuti kegiatan
kepramukaan berada pada kategori tinggi dengan persentase 72,00%, dan
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara siswa yang aktif
melakukan kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan dengan perilaku
prososial.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Noorwindhi Kartika Dewi dan
Sahat Saragih (2014) dengan judul “Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler
Kepramukaan Terhadap Perilaku Prososial Remaja Di SMP Santa Ursula
Jakarta” di dapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang sangat
signifikan antara perilaku prososial kelompok eksperimen dengan
kelompok control. Rata-rata perilaku prososial kelompok eksperimen
9

lebih tinggi dari pada kelompok control. Aspek dari perilaku prososial
yang diujikan dalam penelitiannya adalah perilaku menolong, berbagi,
dan memberi penguatan, mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
orang lain. Rata-rata dari aspek tersebut untuk kelompok eksperimen
lebih tinggi dari kelompok control. Sedangkan perilaku jujur dan
bekerjasama menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua kelompok.
Beberapa jenis kegiatan pramuka yang sering diikuti oleh siswa
seperti: berkemah dan menjelajah yang memerlukan kerja kelompok dan
saling membantu antar sesama. Berdasarkan hal tersebut maka dapat
diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara perilaku prososial dengan
ekstrakurikuler kepramukaan, karena ekstrakurikuler kepramukaan dapat
membina siswa agar memiliki sifat saling menolong, kerjasama, berbudi
pekerti luhur, meniliki sifat jujur, inisiatif tinggi, saling berbagi, dan
peduli terhadap orang lain (Ni`mah, 2017).
Saat siswa di sekolah terdapat sebagian siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan dan sebagian lagi tidak mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan. Gambaran menurunnya perilaku prososial
dikalangan masyarakat dan sekolah didukung dengan fenomena yang
banyak ditemui yaitu sikap acuh terhadap sesama, hilangnya kepedulian,
kurangnya tindakan menolong, kurangnya kerjasama di sekolah dan
masyarakat. Informasi yang didapatkan dari hasil wawancara yang
dilakukan pada tanggal 17 Mei 2021 dengan seorang siswa berinisial DA
kelas X IPK 1 yang menyatakan bahwa masih banyak siswa yang
memiliki perilaku kerjasama, kepedulian dan prososialnya yang masih
rendah, contohnya 1) saat melakukan piket harian, jika siswa telah selesai
mengerjakan tugasnya dia langsung pulang dan tidak mau membantu
temannya yang lain. 2) siswa bersikap acuh dan tidak peduli dengan
temannya yang tidak masuk kelas. 3) jika siswa ingin menolong, maka
dia akan melihat orang yang akan ditolongnya terlebih dahulu artinya dia
memilih-milih saat menolong orang lain. 4) saat guru membutuhkan
bantuan dan memangil salah seorang siswa, siswa tersebut cenderung
10

menyuruh temannya dan jika dia mau menolong dia akan terlihat
terpaksa melakukannya.
Dari hasil wawancara dengan HA siswa kelas XII MIA 3 yang
dilakukan pada tanggal 19 Mei 2021 perihal siswa yang berperilaku
prososial, diperoleh hasil wawancaranya bahwa siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan cenderung dapat bersikap peduli
dibandingkan dengan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan,
contohnya 1) saat melakukan kegiatan gotong-royong dan guru
membutuhkan bantuan maka siswa yang mengikuti ekstrakurikuler
pramuka cenderung memiliki inisiatif untuk membantunya dan saat ada
yang kesusahan ketika melakukan sesuatu, mereka cenderung
menanyakan “apakah ada yang bisa di bantu?” 2) saat hendak memulai
pembelajaran dan papan tulis tidak bersih, maka mereka cenderung
berinisiatif untuk membersihkannya.
Berdasarkan permasalahan dan semua pemaparan di atas, maka
peneliti perlu melakukan penelitian mengenai perilaku prososial.
Dengan mengungkap perilaku prososial maka diharapkan banyak orang
dapat memahami perilaku prososialnya agar dapat menambah
pengetahuan mengenai perilaku prososial. Maka peneliti tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang “Perbedaan Perilaku Prososial Siswa Yang
Mengikuti Dan Yang Tidak Mengikuti Ekstrakurikuler Kepramukaan Di
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Payakumbuh”.

B. Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, ditemukan beberapa
masalah diantaranya sebagai berikut:
1. Ekstrakurikuler kepramukaan dapat mempengaruhi perilaku prososial
siswa
2. Perilaku prososial siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan masih rendah
11

3. Masih rendah kepedulian siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler


kepramukaan
4. Perbedaan perilaku prososial yang mengikuti dan yang tidak mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar masalah yang diteliti
tidak meluas, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sesuai dengan judul penelitian ini yang
membahas perbedaan perilaku prososial siswa yang mengikuti dan yang
tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan di Madrasah Aliyah Negeri
1 Kota Payakumbuh.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasasn masalah diatas, rumusan masalahnya adalah:
1. Seberapa besarkah perilaku prososial siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan?
2. Seberapa besarkah perilaku prososial siswa yang tidak mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan?
3. Adakah perbedaan perilaku prososial siswa yang mengikuti dan
yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan?

E. Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh hal yang mendalam
dan memberikan bukti yang empiris mengenai perbedaan perilaku
prososial siswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulisan
proposal penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan:
1. Mengetahui tentang perilaku prososial siswa yang mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan
2. Mengetahui tentang perilaku prososial siswa yang tidak mengikuti
ekstrakurikuler kepramukaan
12

3. Mengetahui tentang perbedaan perilaku prososial siswa yang


mengikuti dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan

F. Manfaat dan Luaran Penelitian


1. Manfaat Penelitian
Penelitian proposal penelitian ini diharapkan dapat mempunyai
daya guna sebagai berikut:
a. Bagi Di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kota Payakumbuh
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan gambaran mengenai perilaku prososial siswa dan dapat
menjadi pertimbangan dalam penyusunan program ekstrakurikuler
dalam usaha meningkatkan perilaku prososial siswa.
b. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan gambaran kepada kepala sekolah dan guru mengenai perilaku
prososial siswa sehinggga dapat memberikan bimbingan yang
sesuai kepada siswanya.
c. Bagi penulis
Dari penelitian ini penulis dapat lebih memahami secara
mendalam mengenai perilaku prososial siswa dan mengetahui
perbedaan perilaku prososial siswa yang mengikuti dan yang tidak
mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan. serta untuk
pengembangan dan penerapan dari teori-teori yang diperoleh
selama mengikuti perkuliahan.
2. Luaran Penelitian
Luaran penelitian yang diharapkan oleh peniliti dari temuan
penelitian yang dilakukan adalah laporan penelitian berbentuk skripsi
yang disahkan oleh penguji dan lembaga serta artikel yang dimuat
dijurnal ilmiah nasional terakreditasi minimal sinta 5 dan sinta 6.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Perilaku Prososial

1. Pengertian Perilaku Prososial


Di dalam kehidupan sehari-hari sering tidak disadari bahwa
terdapat perilaku tolong menolong atau membantu individu lain atau
bisa juga disebut dengan perilaku prososial. Perilaku perososial
merupakan suatu tindakan menolong orang lain tanpa harus
mengharapkan keuntungan langsung pada orang yang melakukan
tindakan tersebut, dan mungkin akan melibatkan suatu resiko bagi
orang yang menolong (Baron, 2005).
Bandura dengan teori social kognitifnya mengungkapkan bahwa
intensi dan proses evaluasi diri memainkan peran yang penting dalam
pengaturan diir. Penggunaan representasi kognitif membuat individu
dapat mengantisipasi perilaku yang keluar dan bertindak dengan cara
yang diharapkan. Individu juga menyusun tujuan untuk dirinya dan
mengevaluasi secara negative jika mereka tidak konsisten antara
representasi kognitif dengan perilaku yang sesuai (Wulandari, 2012).
Menurut teori social kognitif (Wulandari, 2012) individu
mendapatkan standar internal dan aturan dengan mengintimidasi model
dan memahami penjelasan perilaku moraldari orang-orang yang
mensosialisasikan nilai. Reaksi orang lain ini pada tingkah laku
individu membantu untuk memahami signifikansi sosialnya. Oleh
karena itu perkembangan moral termasuk perilaku prososial,
dipandang sebagai hasil interaksi antara tekanan social dan perubahan
kapasitas kognitif individu.
Bandura menjelaskan (dalam Wulandari, 2012) bahwa perilaku
manusia dalam konteks interaksi akan terjadi proses timbal balik yang

14
15

berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan lingkungan. Kondisi


lingkungan sangat berpengaruh pada pola belajar karena sebagian
besar manusia belajar dari pengamatan secara selektif dan mengingat
tingkah laku orang lain. Bandura mengungkapkan bahwa perilaku
seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan
lingkungan. Dapat disimpulkan juga bahwa perilaku prososial adalah
hasil interaksi faktor kognitif dan lingkungann.
Dalam Rahman (2014) terdapat beberapa perspektif yang bisa
dipakai untuk menjelaskan perilaku menolong yakni: 1) perspektif
evolusionis, yakni: menjelaskan bahwa perilaku menolong bersifat
genetik. Secara genetik, manusia dapat dianggap memiliki
kecenderungan untuk menolong orang lain. 2) perspektif belajar social,
yakni: Prilaku menolong bisa juga dijelaskan dengan menggunakan
perspektif belajar sosial (social learning). Perspektif belajar sosial
menjelaskan bahwa prilaku menolong dapat di peroleh dari proses
belajar dari pengalaman dan pengamatan bahwa menolong dapat
menguntungkan. 3) perspektif social-kultural, yakni: Perspektif sosial-
kultural menjelaskan bahwa prilaku menolong lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor kultural. 4) perspektif social-kognitif, yakni:
Perspektif ini memandang bahwa prilaku prososial merupakan hasil
dari pertimbangan kognitif.
Perilaku perososial merupakansuatu tindakan menolong orang lain
tanpa harus mengharapkan keuntungan langsung pada orang yang
melakukan tindakan tersebut, dan mungkin akan melibatkan suatu
resiko bagi orang yang menolong (Baron, 2005). Sedangkan menurut
Sears, Freedman & Peplau dalam Dayakisni & Hudaniah (2009)
menjelaskan perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan yang
dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa
memperdulikan motif motif si penolong. Dayakisni & Hudaniah
(2009) memberikan kesimpulan mengenai perilaku prososial yakni
segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi si
16

penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis tetapi


tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya. Dari beberapa
definisi yang telah dipaparkan maka dapat diambil kesimpulan bahwa
perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan oleh
seseorang untuk menolong orang lain baik dalam bentuk materi, fisik
maupun psikologis tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang
ditolong.
Caprara dan Steca (2007) mengatakan bahwa perilaku prososial,
seperti peduli dan menolong, erat kaitannya dengan kemampuan untuk
mengendalikan emosi dan keinginan berinteraksi dengan orang lain.
Adapun keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, kebutuhan
komunikasi sosial, dan kebutuhan akan kasih sayang hanya dapat
terpenuhi dalam keadaan kolektif atau dalam kelompok.
Menurut Holander dalam Sarwono dan Meinarno (dalam wijayanti,
2019) Semua tindakan yang dilakukan untuk memberikan keuntungan
kepada orang lain merupakan perilaku menolong. Dalam perilaku
sosial, orang yang memberikan bantuan tidak mengharapkan timbal
balik yang menguntungkan bagi si penolong, hal ini karena ada
kesadaran diri yang ada dalam diri si penolong. Dalam tingkah laku
menolong yang lebih diutamakan adalah kepentingan orang lain
dibandingkan kepentingan diri sendiri, terutama dalam hal situasi
darurat. Namun, tidak semua tingkah laku menolong dapat mencapai
tujuannya. Hal ini disebabkan karena penolong tidak mengetahui
kesulitan korban yang sesungguhnya atau karena penolong tidak
mempunyai keterampilan yang dibutuhkan untuk menolong korban
sehingga berakibat fatal, baik bagi penolong maupun yang ditolong
Menurut (Wijayanti, 2019) Perilaku prososial dapat memberi
dampak untuk individu lain dalam kehidupan bersosialisasi terutama
dalam berinteraksi karena rasa percaya yang muncul dalam diri
individu. Perilaku prososial memiliki peranan penting di sepanjang
kehidupan, terutama dalam hal meningkatkan penerimaan akan
17

kebersamaan dan dukungan serta menjaga hubungan yang positif


dengan orang lain.
Desmita (2014) mengemukakakan bahwa “tingkah laku prososial
adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan atau membuat
kondisi fisik atau psikis orang lain yang lebih baik, yang dilakukan
atas dasar sukarela tanpa mengharapkan rewards eksternal, tingkah
laku tersebut meliputi membantu atau menolong, berbagi, dan
menyumbang”. Perilaku prososial merupakan tanggungjawab yang
diambil individu untuk meningkatkan toleransi hidup antar individu
dengan bersosialisasi dan saling berinteraksi satu sama lain.
Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian perilaku
prososial, dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku prososial
merupakan suatu tindakan menolong, kerjasama, berbagi, atau bentuk
ungkapan empati dari seorang individu terhadap individu lain yang
membutuhkan, bantuan yang diberikan merupakan kegiatan sukarela
yang dilakukan si penolong.

2. Aspek-aspek perilaku prososial


Menurut Mussen dalam Dayakisni dan Hudaniah (2009) perilaku
prososial memiliki beberapa aspek tindakan yang meliputi:
a. Sharing (berbagi) Yaitu kesediaan seseorang untuk memberikan
atau membagi perasaan kepada orang lain. Berbagi bisa di artikan
dengan membagi sesuatu bersama, berbagi pengalaman yakni dapat
memetik manfaat dari pengalaman yang lain. Dalam kegiatan
kepramukaan, terdapat aspek berbagi. Seperti kegiatan pada api
unggun. Bukan hanya hiburan yang terdapat di acara api unggun,
namun pada sesi terakhir diisi dengan berbagi pengalaman.
b. Cooperative (kerjasama) Yaitu kesediaan seseorang untuk
bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Kerjasama merupakan perwujudan dari interaksi sosial dalam
usaha mencapai tujuan bersama. Kegiatan berkemah dalam
18

kepramukaan menggandung unsur kerjasama, seperti ketika ingin


mendirikan tenda. Tenda akan berdiri apabila anggota pramuka
saling kerjasama.
c. Donating (menyumbang) Yaitu kesediaan seseorang untuk
memberikan baik material maupun non material kepada orang lain.
Menyumbang diartikan dengan pemberian sesuatu sebagai bantuan,
pemberian bantuan (menyokong) berupa tenaga dan pikiran.
d. Helping (menolong) Yaitu kesediaan bertindak seseorang untuk
dapat mengurangi beban orang lain dengan atau tidak
mengorbankan kepentingannya sendiri. Menolong merupakan
bantuan untuk meringankan beban, bantuan supaya dapat
melakukan sesuatu, melepaskan dari bahaya, dan meringankan
penderitaan. Dalam kegiatan kepramukaan seperti kegiatan hiking
di implementasikan saat ada anggota pramuka yang kelelahan,
secara otomatis anggota pramuka lain akan menolong secara
sukarela.
e. Honesty (kejujuran) Yaitu kesediaan seseorang untuk memberikan
atau mengatakan sesuatu sesuai keadaan yang sebenarnya. Jujur
dapat diartikan sebagai ketulusan hati, tidak berbohong, tidak
curang, tulus, dan ikhlas.
f. Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain, Yaitu
memberi sarana bagi orang lain untuk untuk mendapatkan
kemudahan dalam segala urusan. Hal tersebut berupa memiliki
kepedulian terhadap orang lain dengan mengindahkan dan
menghiraukan masalah orang lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
perilaku prososial merupakan segala bentuk tindakan yang mencakup
aspek-aspek darri perilaku prososial yakni aspek berbagi, kerjasama,
menyumbang, menolong, kejujuran dan mempertimbangkan hak dan
kesejahteraan orang lain, sehingga dari aspek tersebut dapat dilihat
19

adanya hubungan kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan dengan


perilaku prososial siswa yang dapat dilihat dari setiap aspeknya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial


Menurut Staub (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009) faktor yang
mendasari individu untuk berperilaku prososial adalah adanya nilai dan
norma dalam masyarakat, seperti kewajiban dalam menegakkan
kebenaran dan keadilan. Nilai dan norma tersebut dapat diperoleh
melalui ajaran agama dan lingkungan sosial.
Myer (2012) juga menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi
seseorang untuk melakukan perilaku prososial berdasarkan sifat dari
sang penolong, yaitu:
a. Sifat-sifat kepribadian
Para peneliti kepribadian menyatakan bahwa mereka
menemukan perbedaan individu dalam berperilaku prososial dan
memperlihatkan bahwa perbedaanperbedaan tersebut bertahan
sepanjang waktu.Para peneliti juga mengumpulkan petunjuk
tentang jaringan sifat yang menentukan tingkat kesediaan
seseorang untuk menolong dan kepribadian mempengaruhi
bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi-situasi tertentu.
b. Gender
Ketika dihadapkan pada situasi-situasi yang berpotensi
menimbulkan bahaya, para pria lebih sering memberikan
memberikan pertolongan. Sedangkan pada wanita, cenderung
memberikan pertolongan pada situasi-situasi yang aman seperti
menjadi sukarelawan.
c. Kepercayaan religious
Orang yang memiliki kepercayaan religius cenderung memiliki
sifat untuk menolong dalam jangka panjang.

Perilaku prososial yang muncul akan dipengaruhi oleh faktor


internal dan eksternal. Faktor internal individu berkaitan dengan
20

kognisi emosi yakni individu berperilaku sesuai anggapan dan


situasinya. Sedangkan faktor eksternal berpengaruh pada ganjaran
eksternal dan persetujuan sosial. Artinya factor ekternal berkaitan
dengan lingkungan sosial individu tersebut, dimana lingkungan yang
positif akan memberikan individu berkembang sesuai dengan
kemampuannya. Menurut Piliavin dalam Dayakisni & Hudaniah
(2009) ada tiga faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku
prososial yakni karakteristik situasional, karakteristik orang yang
melihat kejadian seperti: usia, gender, ras, dan kemampuan menolong
orang, karakteristik korban seperti: jenis kelamin, ras, daya tarik.

Perilaku prososial memiliki faktor penentu yaitu faktor biologis


maupun faktor lingkungan (Parke, 2009). Kedua faktor itu sama-sama
memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan terjadinya perilaku
prososial dalam diri seseorang. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi perilaku prososial terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
anak-anak memiliki pengalaman dalam lingkungan sosial dari
keluarga, teman sebaya, dan sekolah berperan dalam perilaku
prososial mereka (Kostelnik, 2009). Dengan kata lain, perilaku
prososial dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu.

Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku prososial menurut


Staub dalam Dayakisni (2009), yaitu:

a. Self-again
Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari
kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan,
pujian, atau takut dikucilkan.
b. Personal Values And Norms
Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan
oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-
nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial,
21

seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta


adanya norma timbal balik.
c. Empathy
Empati merupakan kemampuan seseorang untuk ikut
merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan
empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi
persyaratan untuk mampu melakukan empati, individu harus
memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa


perilaku prososial memiliki faktor penentu, faktor tersebut dapat
berupa faktor biologis dan faktor lingkungan, faktor lingkungan
meliputi lingkungan keluarga, teman sebaya, dan sekolah.

4. Dinamika prilaku prososial


Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2009) proses pengambilan
keputusan untuk menolong melalui beberapa fase yaitu:
a. Mendeteksi kejadian
Diawali dengan mendeteksi kejadian dan menaruh perhatian
berkaitan dengan waktu. Dalam tindakan prososial langkah
pertama yakni melihat ada sesuatu kebutuhan yang terjadi.
b. Menafsirkan kejadian
Mendeteksi kejadian apakah darurat atau tidak, dengan
berusaha mencari informasi tambahan untuk memastikan bahwa
kejadian itu memang darurat. Hal ini pemberi bantuan lah yang
memutuskan apakah bantuan perlu diberikan atau tidak.
c. Memutuskan apakah akan bertanggung jawab untuk intervensi
Setelah mengetahui kejadian tersebut darurat atau tidak,
selanjutnya adalah mempertimbangkan apakah kejadian itu
menuntut tanggung jawab pribadinya atau tidak. Pemberi bantuan
memungkinkan mengevaluasi sebuah imbalan atau pengorbanan
yang dikeluarkan dari tindakan menolong atau tidak menolong.
22

d. Memutuskan apa dan bagaimana melakukannya (menolong secara


langsung atau tidak)
Pada fase ini penolong mempertimbangkan tingkat
kemampuan atau kekuasaan serta pengorbanan menjadi penentu
bagi tindakan yang diambil. Penolong menentukan tipe bantuan
seperti apa yang diberikan dan kapan mengambil tindakan.
e. Melaksanakan tindakan pertolongan yang diberikan
Pemberian bantuan pada orang yang menurutnya pantas untuk
diberikan bantuan setelah melihat adanya kejadian darurat,
menafsirkan imbalan dan pengorbanan yang dikeluarkan dan
bagaimana menolongnya.

Berdasarkan penjabaran di atas, dijelaskan bahwa perilaku


prososial memiliki dinamika dalam mengambil keputusan untuk
membantu dan melakukan pertolongan kepada orang lain. Dalam
peneltian ini, dinamika perilaku prososial dikemas dalam kegiatan
kepramukaan.

B. Ekstrakulikuler kepramukaan

1. Pengertian ekstrakulikuler kepramukaan


Ekstrakurikuler merupakan (menurut Awaluddin, 2017) kegiatan
yang dilakukan guna memperluas wawasan serta peningkatan dan
penerapan nilai-nilai sikap. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler juga
merupakan salah satu cara menampung dan mengembangkan potensi
siswa yang tidak tersalurkan di sekolah. Ekstrakurikuler kepramukaan
merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan
program sekolah dan dapat menumbuhkembangkan keterampilan anak
didik.
Dalam proses pendidikan dikenal dengan dua kegiatan yang cukup
elementer. Kegiatan yang elementer tersebut yaitu kegiatan
intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler
23

adalah kegiatan pokok pendidikan yang di dalamnya terdapat proses


belajar mengajar antara siswa dan pendidik untuk mendalami materi-
materi ilmu pengetahuan. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan aspek-
aspek tertentu dari apa yang ditemukan pada kurikulum yang sedang
dijalankan, termasuk berhubungan dengan bagaimana penerapan
sesungguhnya dari ilmu pengetahuan yang dipelajari siswa sesuai
dengan tuntutan kebutuhan hidup mereka maupun lingkungan
sekitarnya (Wiyani, 2013).
Ekstrakurikuler pramuka untuk saat ini telah dimasukkan dalam
kurikulum 2013 sebagai ekstrakurikuler wajib, Gerakan Pramuka
dapat berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pengembangan
generasi muda adapun pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan,
kepetingan, dan perkembangan bangsa serta masyarakat Indonesia.
Nuh (2013) menuliskan,“bahwa dalam kurikulum 2013, kepramukaan
ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib dari sekolah dasar
(SD/MI) hingga sekolah menengah atas (SMA/SMK), dalam
pendidikan dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas”. Selain
itu, Ali (2013) menyatakan,“bahwa pramuka merupakan kegiatan
ekstrakurikuler wajib”. Tujuan ekstrakurikuler pramuka sebagai yang
tak terpisahkan untuk mewujudkan tujuan nasional, seperti yang
tercatum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu,“Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian
abadi, kemerdekaan dan keadilan sosial”. Kegiatan dari
ekstrakurikuler kepramukaan juga dapar memberikan bekal yang
sangat berharga bagi terciptanya generasi muda yang tangggu, hal
tersebut dikarenakan kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan mampu
mendidik dan membentuk kedisiplinan. Sikap disiplin sangat perlu
untuk terwujudnya suatu proses belajar yang baik. Disiplin merupakan
24

kunci sukses dan keberhasilan.Oleh karena itu ekstrakurikuler


pramuka sangat penting dilaksanakan agar siswa terbiasa terdidik
dengan sikap disiplin.
Jadi ekstrakurikuler kepramukaan adalah kegiatan belajar yang
dilakukan dibawah bimbingan sekolah yang mana waktu
pelaksanaanya di luar mata pelajaran yang bertujuan untuk membantu
peserta didik dalam pengembangan kepribadian, bakat, dan minat
serta kemampuan yang dimilikinya. Adapun karakter yang ingin
dicapai dari kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan adalah
terbentuknya kepribadian, watak, akhlak mulia dan memiliki
kecakapan hidup serta menjalankan sesuai dengan nilai-nilai yang
terdapat dalam kepramukaan.

2. Tujuan ekstrakurikuler
Wiyani (2013) menjelaskan tujuan kegiatan ekstrakurikuler yaitu
sebagai berikut:
a. Meningkatkan kompetensi siswa dalam aspek kognitif, afektif,
dan sikomotorik.
b. Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan
pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif.
c. Memacu kemampuan mandiri, percaya diri, dan kreativitas siswa.
d. Memperdalam dan memperluas pengetahuan siswa.
e. Meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
f. Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
g. Membina budi pekerti yang luhur.
Dari penjelasan di atas maka tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler
kepramukaan adalah untuk mengembangkan kepribadian, bakat, minat
dan kemampuan siswa yang lebih luas, meningkatkan kepercayaan
diri dan keaktifan siswa dalam meningkatkan kopetensi dalam aspek
kognitif, afektif dan sikomotorik.
25

3. Kegiatan kepramukaan
Dalam UU No.12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka,
disebutkan bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk
mengembangkan potensi diri serta memiliki akhlak mulia,
pengendalian diri, dan kecakapan hidup bagi setiap warga negara demi
tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pewujudan dari potensi diri
sebagai hak asasi manusia dilakukan dalam berbagai upaya
penyelenggaraan pendidikan antara lain seperti kegiatan pramuka.
Gerakan pramuka selaku penyelenggara pendidikan kepramukaan
mempunyai peran besar dalam pembentukan kepribadian generasi
muda sehingga memiliki pengendalian diri dan kecakapan hidup
dalam menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, serta global.
Kegiatan kepramukaan merupakan suatu jenis bimbingan atau
pendidikan yang berguna untuk membina hubungan sosial, pribadi
dan akhlak bagi siswa. Kepramukaan bukanlah ilmu yang harus
dipelajari secara tekun, bukan pula suatu kumpulan dari ajaran-ajaran
dan naskah-naskah buku. Menurut Azrul Azwar (2011) kegiatan
ekstrakurikuler kepramukaan adalah Proses pendidikan yang praktis,
di luar pendidikan sekolah dan di luar lingkungan keluarga yang
dilakukan di alam terbuka dalam bentuk kegiatan yang menantang,
menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, dengan menerapkan
Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran
akhirnya adalah terbentuknya watak, kepribadian, dan akhlak mulia.
Prinsip Dasar Kepramukaan adalah asas yang mendasari kegiatan
kepramukaan dalam upaya membina watak peserta didik. Prinsip
Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan merupakan ciri khas
yang membedakan kepramukaan dengan pendidikan lainnya (Ni`mah,
2017). Salah satu dari metode kepramukaan adalah kegiatan yang
menantang dan menarik, serta didalamnya mengandung pendidikan
yang sesuai dengan perkembangan rohani dan jasmani peserta didik.
26

Pendidikan kepramukaan diarahkan pada lima area pengembangan


diri peserta didik seperti area pengembangan spiritual, pengembangan
emosional, pengembangan sosial, pengembangan intelektual dan
pengembangan fisik (sesosif). Pengembangan sosial adalah
pengembangan pribadi yang berkaitan dengan kepercayaan dan
ketergantungan terhadap orang lain serta membangun kemampuan
untuk bekerjasama dan memimpin. Pengakuan individu sebagai
seorang remaja yang memerlukan individu lain atau teman ataupun
lawan jenis merupakan wadah belajar untuk mengungkapkan perasaan
dan eksistensi diri kepada orang lain dengan cara yang benar dan
santun. Tujuan pengembangan sosial adalah membantu Pramuka
Penggalang dalam mengembangkan hubungan dengan teman,
komunikasi, kemandirian, kerjasama, kepemimpinan dan solidaritas
(Ni`mah, 2017).
Jadi pengertian dari kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan yaitu
kegiatan program kurikuler pramuka yang kegiatannya di dalam dan
atau di luar lingkungan dengan alokasi waktu yang tidak ditetapkan di
kurikulum untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai
dengan kebutuhan, bakat dan minat yang dilaksanakan secara menarik
sesuai dengan prinsip dasar dan metode pramuka sehingga terbentuk
watak, akhlak serta budi pekerti luhur. Gerakan Pramuka memiliki
tujuan untuk mendidik anak-anak dan pemuda Indonesia dengan
prinsip-prinsip dasar metodik pendidikan kepanduan yang
pelaksanaannya diserasikan dengan situasi dan kondisi, kepentingan
dan perkembangan bangsa serta masyarakat Indonesia

4. Tujuan kepramukaan
Tujuan kepramukaan menurut Rahmatika (2015) yaitu:
a. Memiliki kepribadian yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia,
berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur bangsa,berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani.
27

b. Menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh


kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi
anggota masyarakat yang baik dan berguna, yang dapat
membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersamasama
bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara,
memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam
lingkungannya.

Jadi tujuan dari kepramukaan adalah untuk mendidik dan membina


kaum muda guna mengembangkan keimanan dan ketakwaan sehingga
menjadi warga Negara yang berjiwa pancasila setia dan patuh
terhadap NKRI serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan
berguna yang dapat membangun diri sebagai pribadi yang mandirii
serta bersikap bertanggung jawab dan memiliki kepedulian terhadap
sesama dan lingkungannya.

5. Fungsi kepramukaan
Menurut Azwar (2012) Kepramukaan mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Kegiatan menarik bagi anak atau pemuda
Kegiatan menarik berarti kegiatan pramuka harus menyenangkan
dan mendidik. Permainan yang dilaksanakan dalam kegiatan
pramuka harus mempunyai tujuan, aturan permainan, membentuk
watak dan kepribadian siswa.
b. Pengabdian bagi orang dewasa
Kepramukaan bagi orang dewasa bukan lagi permainan, akan
tetapi suatu tugas yang memerlukan keiklasan, kerelaan, dan
pengabdian. Berkewajiban secara sukarela membaktikan dirinya
demi suksesnya pencapaian organisasi.
c. Alat bagi masyarakat dan organisasi Kepramukaan merupakan
alat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
28

setempat, dan bagi organisasi untuk mencapai tujuan


organisasinya.

Jadi fungsi kepramukaan yaitu memberikan pengajaran kepada


orang dewasa bahwa kepramukaan bukan lagi permainan, tetapi
merupakan tugas yang memerlukan keikhlasan, kerelaan, dan
pengabdian, serta sebagai alat bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat setempat, dan bagi organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi.

6. Metode kepramukaan
Metode kepramukaan merupakan kegiatan-kegiatan kepramukaan
yang dikembangkan secara interaktif. Metode kepramukaan
merupakan salah satu cara belajar interaktif progresif, menurut Qoni
dan Ilyas (2012) menyatakan bahwa belajar interaktif proyektif dapat
diperoleh melalui:
a. Pengamalan kode kehormatan pramuka.
b. Belajar sambil melakukan
c. Sistem beregu
d. Kegiatan dialam terbuka yang menantang dan menarik serta
mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
rohani dan jasmani
e. Kemitraan dengan anggota dewasa dalam setiap kegiatan
f. Sistem tanda kecakapan
g. Sistem satuan terpisah untuk putra dan putri
h. Siasan dasar

Dapat dikatakan bahwa kepramukaan memiliki metode yang


berbeda dengan metode pendidikan pada umumnya. Metode
kepramukaan menekankan pada kegiatan yang aktif dan berlangsung
secara dua arah antara anggota dan juga Pembina
29

C. Perbedaaan Perilaku Prososial Siswa dengan Ekstrakurikuler


Kepramukaan dengan yang tidak mengikuti
Keterkaitan perilaku prososial dengan ekstrakurikuler
kepramukaan dapat dilihat dari salah satu Penelitian yang dilakukan oleh
Frista Kenangga (2014) yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Siswa dalam
Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Perilaku Prososial Siswa Sekolah
Dasar” di dapatkah hasil dari penelitiannya adalah hasil pengujian
hipotesisnya menunjukkan bahwa H0 ditolah dan Ha diterima karena
perilaku prososial pada siswa kelompok coba lebih tinggi dibandingkan
perilaku prososial pada siswa kelompok perbandingan, dengan arti bahwa
terdapat pengaruh signifikan pada siswa dalam ekstrakurikuler pramuka
terhadap perilaku prososial.

Perilaku merupakan sebuah tindakan, aktivitas, atau kegiatan


individu yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati
langsung oleh individu lain. Perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor
genetika, sikap, norma sosial, dan kontrol perilaku dari individu tersebut.
perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan oleh
seseorang untuk menolong orang lain baik dalam bentuk materi, fisik
maupun psikologis tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang ditolong
(Ni`mah, 2017).

Perilaku psososial memiliki beberapa aspek diantaranya berbagi


yakni kesediaan seseorang untuk memberikan atau membagi perasaan
kepada orang lain. Contohnya dalam kegiatan ekstrakurikuler
kepramukaan adalah kegiatan api unggun, pada kegiatan api unggun tidak
hanya kegiatan bermain akan tetapi di akhir kegiatan tersebut adanya diisi
dengan berbagi pengalaman dan curahan hati anggota pramuka (Ni`mah,
2017).

Pada aspek kerjasama yakni kesediaan seseorang untuk


bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Contooh
30

yang terdapat dalam kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan adalah


kegiatan berkemah yang mana kegiatan tersebut mengandung unsur
kerjasama terutama dalam proses pendirian tenda, tenda akan beridiri
apabila anggota kelompok saling bekerjasama. Aspek tolong menolong
juga terdapat dalam kegiatan berkemah yang mana saling membantu
dalam melakukan sesuatu. Aspek tolong menolong juga terdapat dalam
kegiatan hiking yakni saat ada anggota kelompok yang kelelahan secara
otomatis anggota lainnya memberikan pertolongan secara suka rela
(Ni`mah, 2017).

Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan menggunakan prinsip


dasar kepramukaan dan metode kepramukaan. Prinsip dasar dan metode
kepramukaan mendidik siswa untuk peduli sesama manusia, seperti
memiliki sikap kebersamaan, memperhatikan kepentingan bersama dan
berperilaku sopan. Selain itu, untuk menanamkan jiwa sosial siswa didik
melalui sistem beregu, dimana sistem beregu ini melatih siswa untuk
bekerjasama dalam kerukunan dan tolong-menolong. Hal ini ditujukan
agar siswa memiliki pengalaman adanya saling ketergantungan, membina
kerjasama, tolong menolong dan rasa memiliki. Sikap-sikap yang dibentuk
dalam kepramukaan tersebut termasuk dalam aspek perilaku prososial
seperti, tolong menolong, bekerjasama, berbagi, dermawan (Ni`mah,
2017).
Apabila siswa aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
kepramukaan, maka siswa tersebut dapat memiliki perilaku prososial yang
tinggi, begitupun sebaliknya. Contohnya: siswa yang selalu ikut kegiatan
kepramukaan maka sikap menolong, kejujuran, kerjasama, menyumbang,
berbagi, dermawannya tinggi (Ni`mah, 2017).

D. Kajiaan Penelitian Yang Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Maftuhatun Ni`mah pada tahun 2017
yang berjudul “Hubungan Antara Keaktifan Mengikuti Kegiatan
Ekstrakurikuler Kepramukaan dengan Tingkat Perilaku Prososial
31

Siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Randudongkal tahun pelajaran


2016/2017” menyebutkan hasil penelitiannya bahwa ada hubungan
yang signifikan dan positif antara keaktifan mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan dengan perilaku prososial siswa di SMP negeri 2
Randudongkal.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Maftuhatun Ni`mah adalah penelitian ini dilakukan di MAN 1 Kota
Payakumbuh sedangkan penelitian Ni`mah dilakukan di SMP Negeri 2
Randudongkal, penelitian ini menggunakan jenis penelitian komparatif
serta penelitian ini melihat perbedaan perilaku prososial siswa antara
siswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ni`mah
mellihat hubungan keaktifan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
kepramukaan dengan tingkat perilaku prososial.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Noorwindhi Kartika Dewi dan Sahat
Saragih pada tahun 2014 yang berjudul “Pengaruh Kegiatan
Ekstrakurikuler Kepramukaan Terhadap Perilaku Prososial Remaja Di
SMP Santa Ursula Jakarta” menyebutkan hasil dari penelitiannya
adalah terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok control, Aspek dari perilaku prososial
yang diujikan dalam penelitiannya adalah perilaku menolong, berbagi,
dan memberi penguatan, mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
orang lain. Rata-rata dari aspek tersebut untuk kelompok eksperimen
lebih tinggi dari kelompok control. Sedangkan perilaku jujur dan
bekerjasama menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua
kelompok.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Noorwindhi Kartika Dewi dan Sahat Saragih adalah penelitian ini
menggunakan jenis penelitian komparatif, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Noorwindhi adalah penelitian eksperimen, penelitian
ini dilakukan di MAN 1 Kota Payakumbuh, sedangkan penelitian yang
32

dilakukan oleh Noorwindhi dilakukan di SMP Santa Ursula Jakarta,


adalah penelitian eksperimen, penelitian ini dilakukan pada remaja
pertengahan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh remaja awal.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Frienta Kenangga pada tahun 2014
yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Siswa dalam Ekstrakurikuler
Pramuka Terhadap Perilaku Prososial Siswa Sekolah Dasar”
menyebutkan hasil dari penelitiannya adalah terdapat pengaruh yang
signifikan pada siswa dalam ekstrakurikuler pramuka terhadap perilaku
prososial karena perilaku prososial pada siswa kelompok coba lebih
tinggi dibandingkan perilaku prososial pada siswa kelompok
perbandingan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Frienta Kenangga adalah penelitian ini menggunakan jenis penelitian
komparatif, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Frienta adalah
penelitian eksperimen, penelitian ini dilakukan pada remaja
pertengahan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Frienta
dilakukan pada anak-anak.

E. Kerangka Konseptual Penelitian


Berdasarkan teori-teori tentang perilaku prososial dan
ekstrakurikuler kepramukaan serta dari beberapa peneitian terdahulu
menjelaskan bahwa adanya keterkaitan antara perilaku prososial dan
ekstrakurikuler kepramukaan. Dalam penelitian ini kerangka pikir dapat
digambarkan pada alur berikut:
33

Gambar II. 1 Kerangka Pikir

Kerangka pikir tersebut menjelaskan bahwa terdapat dua kelompok


penelitian yakni siswa yang mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan dan
siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan, dua kelompok
tersebut akan diukur perilaku prososialnya dan di lihat perbedaan perilaku
prososial siswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan.

F. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian
yang diperoleh melalui kajian teoritik berupa analisis deduktif yang masih
bersifat kesimpulan sementara. Kesimpulan sementara yang berupa
hipotesis ini boleh jadi teruji maupun tidak teruji secara empirik pada
populasi yang akan diteliti. Oleh karena itu, rumusan hipotesis masih
berupa ungkapan keyakinan teoritis, belum keyakinan spesifik untuk latar
penelitian, yang pada hakikatnya masih akan diteliti dan diuji
kebenarannya.
Adapun hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah :
1. Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara perilaku prososial
siswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ektrakurikuler
kepramukaan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Payakumbuh.
2. Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara perilaku prososial siswa
yang mengikuti dan yang tidak mengikuti ektrakurikuler kepramukaan
di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Payakumbuh.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan angka-angka
yang dimulai dari tahap pengumpulan data sampai tahap analisis data
(Sugiyono, 2012). Sedangkan menurut Margono (2010) penelitian
kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang
menggunakan data yang berupa angka sebagai alat menemukan keterangan
mengenai apa yang ingin kita ketahui. Penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian fenomena
serta hubungan- hubungannya.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian komparatif. Penelitian
komparatif adalah penelitian yang akan membandingkan dua variable,
menurut Sudjud dalam Suharsimi (2006) penelitian komparasi akan dapat
menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang
benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik
terhadap orang lain, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur
kerja. Penelitian komparasi juga dapat membandingkan kesamaan
pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau negara,
terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa, atau ide-ide. Dalam hal ini yang
dibandingkan adalah prososial siswa yang mengikuti ekstrakurikuler
kepramukaan dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan.

34
35

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota
Payakumbuh, di Kota Payakumbuh kelurahan Parambahan, Lamposi
Tigo Nagori.

2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan selama lebih kurang 3 bulan,
yang di mulai dari 20 Oktober 2021 sampai dengan 20 Desember
2021.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi menurut Azwar (2016) adalah seluruh kumpulan elemen
yang menunjukkan ciri-ciri tertentu yang dapat digunakan untuk
membuat kesimpulan. Populasi pada penelitian ini adalah siswa di
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Payakumbuh yang berjumlah 669
siswa, dalam penelitian ini mengambil satu karakteristik untuk
kelompok yang mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan adalah telah
mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan minimal 1 tahun, yang
termasuk pada karakteristik tersebut adalah siswa kelas XI dan XII
yang berjumlah 444 siswa, sedangkan yang tidak termasuk keppada
karakteristik tersebut adalah kelas X yang berjumlah 225 siswa, data
tersebut di ambil dari Bidang Tata Usaha Madrasah Aliyah Negeri 1
Kota Payakumbuh.

Tabel III. 1 Jumlah Populasi Penelitian


Kelas Jurusan Jumlah Total
IPA 1 30
IPA 2 28
IPA 3 27
X IPS 1 33 225
IPS 2 33
IPK 1 37
36

IPK 2 37
IPA 1 27
IPA 2 27
IPS 1 32
XI IPS 2 32 212
IPK 1 31
IPK 2 31
IPK 3 32
IPA 1 25
IPA 2 25
IPA 3 24
XII IPS 1 36 232
IPS 2 35
IPK 1 30
IPK 2 30
IPK3 27
TOTAL 669

2. Sampel
Menurut Azwar (2016) Mengatakan Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi
memiliki jumlah yang besar sehingga peneliti menggunakan sampel
dari populasi tersebut. Suatu penelitian tidak selalu perlu meneliti
semua anggota populasi, karena disamping memakan biaya yang besar
juga membutuhkan waktu yang lama. Jadi penelitian hanya dilakukan
terhadap sampel dari populasi dan tidak pada keseluruhan populasi.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah judgement sampling (sampling pertimbangan) adalah teknik
penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang
ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan
tujuan atau masalah penelitian (Sugiyono, 2010).
Menurut Arikunto (2006) menjelaskan apabila subjek kurang dari
100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
populasi. Akan tetapi jika jumlah subjek besar, dapat diambil antara
10-15% atau 15-25% atau lebih.
37

Karena hal tersebut penelitian ini mengambil 10% dari populasi.


Untuk pengambilan sampel dapat menggunakan rumus dari Slovin
(dalam Arikunto, 2006):

Keterangan:
n=Besaran Sampel
N=Besaran Populasi
e=Nilai kritis (batas Ketelitian) yang diinginkan (persen
kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan penarikan sampel)

Tabel III. 2 Perhitungan Sampel Penelitian


Jumlah populasi Perhitungan Sampel
669 669 86,99 = 86
1+669x0,01

Dari teknik perhitungan sampel dari slovin di dapat jumlah sampel


86 orang. Penelitian ini adalah perbandingan kelompok yang
mengikuti dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan
oleh karena itu jumlah sampel dibagi menjadi 2 kelompok. 43 orang
siswa yang mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan dan 43 orang yang
tidak mengikuti ekstrakurikuler kepramukaan.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional bertujuan untuk menjelaskan makna dari
variabel yang sedang diteliti. Penelitian ini terdiri dari dua variabel yakni
variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat (Dependent
Variable). Variabel bebas (X) adalah ekstrakurikuler kepramukaan,
sedangkan variabel terikat (Y) adalah perilaku prososial. Untuk
mempermudah dan menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam
memahami judul penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan sebagai
berikut:
• Perilaku Prososial
Menurut Mussen (2002) menjelaskan perilaku prososial merupakan
suatu tindakan menolong, kerjasama, berbagi, atau bentuk ungkapan
empati dari seorang individu terhadap individu lain yang
38
membutuhkan, bantuan yang diberikan merupakan kegiatan sukarela
yang dilakukan si penolong mencakup aspek-aspek dari perilaku
prososial antara lain berbagi, kerjasama, menyumbang, menolong,
kejujuran, kedermawana, mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
orang lain.
• Ekstrakurikuler Kepramukaan
Ekstrakurikuler kepramukaan adalah Proses pendidikan yang praktis,
di luar pendidikan sekolah dan di luar lingkungan keluarga yang
dilakukan di alam terbuka dalam bentuk kegiatan yang menantang,
menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, dengan menerapkan
Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran
akhirnya adalah terbentuknya watak, kepribadian, dan akhlak mulia

E. Pengembangan Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran
skala, dengan cara pengumpulan data dalam bentuk pernyataan yang
dikirim melalui google formulir. Skala yang digunakan dalam penelitian
ini adalah skala Likert, menurut Sugiyono (2016) skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok
orang tentang fenomena social. Dengan skala Likert, maka variable yang
akan diukur dijabarkan menjadi indicator variable. Kemudian indicator
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun aitem-aitem
instrument yang dapat berupa pertanyaan. Jawaban setiap aitem yang
menggunakan skala likert mempunyai gradasi seperti: sangat setuju (SS),
setuju (S), netral (N) tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). skor
dari pernyataan tersebut adalah sangat setuju 5, setuju 4, Netral 3 tidak
setuju 2, sangat tidak setuju 1.

Modifikasi skala Likert dimaksud untuk menghilangkan kelemahan


yang dikandung oleh skala lima tingkat (1) katagori tersebut memiliki arti
ganda, biasanya diartikan belum dapat memutuskan atau memberikan
jawaban, dapat diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau
bahkan ragu-ragu. (2) tersediannya jawaban ditengah itu menimbulkan
kecenderungan menjawab ke tengah. (3) maksud katagori SSS-TS-STS
adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah
setuju atau ke arah tidak setuju (Azwar, 2011).
Maka dalam penelitian ini menggunakan empat alternative
jawaban, yaitu: sangat setuju (SS), Setuju (S), tidak setuju (TS), dan
39
sangat tidak setuju (STS). Responden dapat memilih salah satu dari empat
alternative jawaban yang sesuai dengan keaadaan subjek.

Tabel III. 4 Kategori Jawaban dan Skoring Pada Skala

No Pernyataan positif Pernyataan negatif


Jawaban Nilai Jawaban Nilai
1 SS 4 SS 1
2 S 3 S 2
3 TS 2 TS 3
4 STS 1 STS 4

Pada teknik pengumpulan data adanya uji validitas dan reliabilitas


instrument agar instrument yang digunakan valid, yang artinya dapat
mengukur apa yang hendak diukur. Selain itu reliable dapat dipercaya
sehinggga dapat memberikan hasil yang konsisten pada beberapa kali
pengukuran (Arikunto, 2006).

Tabel III. 5 Blue Print Skala Perilaku Prososial


No Sub Variabel Indikator Nomor Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Berbagi a. Kesediaan 11, 45, 35, 1, 34, 24 8
untuk 23, 4
berbagi
perasaan
dengan orang
lain dalam
suasana suka
dan duka
. Kerja Sama a. Kesediaan 2, 46, 22, 10, 47 6
untuk 33
bekerjasama
dengan orang
lain demi
tercapainya
suatu tujuan
3. Menolong a. Kesediaan 9, 44, 21, 14, 25, 8, 2 8
untuk 32
menolong
orang lain
yang sedang
berada dalam
kesulitan
4. Bertindak Jujur a. Kesediaan 15, 26 37, 42, 48 5
untuk
40

melakukan
sesuatu
seperti apa
adanya
b. Tidak 39, 49 7, 20 4
berbuat
curang
5. Berderama a. Kesediaan 6, 16, 27, 31, 50 6
untuk 38
memberikan
sukarela
sebagian
barang
miliknya
kepada orang
yang
membutuhka
n
6. Mempertimbangkan a. Memberi 5, 40, 28, 43 5
hak dan Kewajiban sarana bagi 3
Orang Lain orang lain
untuk
mendapatkan
kemudahan
dalam segala
urusan
b. Memiliki 36, 41, 18, 29, 19, 4 8
kepedulian 17, 30
terhadap
orang lain
dengan
mengindahka
n dan
menghirauka
n masalah
orang lain
Total 28 22 50

1. Validitas
Validitas menurut Sugiyono (2012) merupakan derajat
ketepatan data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang
dapat dilaporkan oleh peneliti. Sedangkan Arikunto (2006)
mengungkapkan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan instrumen.
Untuk mendapatkan instrumen yang dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur maka instrumen harus valid dan reliable.
41
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstruksi, yang mana menurut Sugiyono (2007) bahwa untuk
menguji validitas konstruksi, maka dapat digunakan pendapat dari
para ahli (judgment experts). Dalam hal ini setelah instrument
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan
berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan
para ahli. Panel expert yang berasal dari Dosen yang sudah ahli dalam
bidang pengukuran dan penyusunan tes psikologi.
Panel expert dari dosen ahli akan diminta untuk memberikan
penilaian terhadap kelayakan aitem-aitem, dan kesesuaian isi aitem
sebagai jabaran dari indikator keperilakuan atribut yang diukur
Sugiyono (2007). Penilaian dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara memberikan angka 1 yaitu untuk aitem yang sangat tidak relevan,
angka 2 untuk aitem yang tidak relevan, angka 3 untuk aitem yang
cukup relevan, angka 4 untuk aitem yang relevan, dan 5 untuk aitem
yang sangat relevan. Hasil dari penilaian panel expert ini kemudian
dianalisis dengan menggunakan formula Aiken’s V.
Nilai Aiken’s V berkisar antara 0 sampai 1. Aitem yang layak
digunakan yaitu aitem yang memiliki nilai Aiken’s V di atas 0,5,
artinya nilai aitem-aitem yang berada di bawah 0,5 tidak relevan dan
tidak layak digunakan Sugiyono (2007).

Dari skor validasi judgment experts maka dihitung nilai Aiken V


dari skor tersebut, yang mana nilai Aiken V diatas 0,5 dinyatakan
layak digunakan untuk dilanjutkan kepada uji coba. Berdasarkan hasil
Aiken V dari 64 aitem adanya aitem yang dibawah 0,5 sebanyak 3
butir yaitu aitem 25 dengan nilai Aiken V 0,416667, aitem 27 dengan
nilai Aiken V 0,41667, dan aitem 46 dengan nilai Aiken V 0,416667.
Sehingga jumlah aitem yang layak digunakan untuk uji coba berjumlah
61 aitem.

2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu ketetepan tes apabila diberikan
kepada subjek yang sama untuk mengetahui ketetapan ini pada
dasarnya dilihat kesejajarannya (Arikunto,2006). Instrumen yang
reliable apabila digunakan beberapa kali akan tetap memberikan data
yang sama.
Pengujian reliabilitas dimulai dengan menguji validitas
42
terlebih dahulu. Jadi jika sebuah pertanyaan tidak valid, maka
pertanyaan tersebut dibuang. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid
kemudian baru secara bersama diukur reliabilitasnya. Reliabilitas
dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angka berada dalam
rentang 0 hingga 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati
angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien
yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah
reliabilitas. .Koefisien Alpha Cronbach yang diharapkan dalam
sebuah alat ukur minimal adalah 0,6-0,9 (Azwar, 2011).
Teknik yang digunakan untuk menentukan relibilitas skala
dalam penelitian ini adalah teknik analisis varians dari Alpha
Cronbach, alasan digunakan formula Alpha Cronbach adalah karena
hasil reliabilitas yang diperoleh dapat lebih cermat dan mendekati
hasil sebenarnya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
bantuan komputer program SPSS (Statistical Package for Social
Science) versi 20.0 for windows (Azwar, 2011).
Namun, sebelum dilakukan uji reliabililitas skala, terlebih
dahulu aitem tiap skala akan dipilih berdasarkan indeks daya
diskriminasi atau daya beda aitem. Hal ini untuk mengetahui bahwa
aitem yang bersangkutan memang berfungsi sama seperti fungsi skala.
selanjutnya dilakukan uji coba instrumen untuk menguji setiap butir
instrumen. Pengujian daya diskriminasi atau daya beda aitem ini dapat
dikoreksi menggunakan teknik Part Whole dari Pearson yaitu melalui
pengujian terhadap korelasi antar tiap aitem corrected item total
correlation (CITC) dengan skor total nilai jawaban sebagai kriteria
(Azwar, 2011).
Nilai CITC dinyatakan memenuhi daya beda yaitu aitem yang
memiliki nilai 0,3 ke atas, jika jumlah aitem yang lolos belum sesuai
dengan yang diinginkan, nilai CITC dapat diturunkan menjadi 0,25,
menurunkan batas kriteria di bawah 0,2 sangat tidak disarankan.
Jika koefisien korelasinya atau CITC rendah mendekati nol berarti
fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur tes dan daya
bedanya tidak baik. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas skala
menggunakan koefisien Alpha Cronbach (Azwar, 2011). Koefisien
Alpha Cronbach yang diharapkan dalam skala penelitian ini minimal
adalah 0,7.
Pada uji reliabilitas pertama didapatlah nilai Alpha cronbach
43
sebesar 0,930 dengan jumlah aitem 61

Tabel III. 7 Uji Reliabilitas


Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.930 61

Pada table diatas didapat hasil Alpha Cronbach diatas 0,7 yang
artinya cukup reliable.

F. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data adalah proses pengolahan data yang
dihasilkan. Menurut (Sugiono, 2008) teknik analisis data adalah proses
mengorganisasikan data kedalam kategori, melakukan sintesa, menyusun
kedalam pola dan membuat kesimpulan sehingga mudah untuk dipahami.
Dalam penelitian ini, teknik statistic yang dipakai untuk menguji hipotesis
adalah perbandingan independen sample t-test, akan tetapi sebelumnya
dilakukan terlebih dahulu uji persyaratan analisis yakni menggunakan uji
normalitas dan uji homogenitas, jika uji persyaratan analisis uji normalitas
dan homogenitas tidak terpenuhi maka untuk menguji hipotesis di ganti
menggunakan uji mann withney non parametric dengan bantuan program
SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 20.0 for windows.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. 2009. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi


Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada
Remaja. Bandung: PT. Refika Aditama.
Ali, M. & Asrori, M. 2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ali, M. 2013. Inovasi Pembelajaran dalam Bingkai Pedagogi Humanis
Religius. Surakarta: Gubug Aksara.
Anwar, S. 2009. Pemahaman Individu, Observasi, Checklist, Interview,.
Kuesioner dan Sosiometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anwar, S. 2016. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Awaluddin. 2017. Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Dalam
Kurikulum 2013 Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas V Di Sd
Negeri 10 Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah
Dasar. 2 (2): 92-102.
Azwar A. 2011. Panduan Penyelesaian SKU. Jakarta: Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka.
Azwar, A. 2012. Mengenal Gerakan Pramuka. Jakarta: Erlangga .
Azwar, S. 2011. Sikap dan Perilaku Dalam: Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Yokyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Baron, R. A., & Byrne, D. 2005. Psikologi sosial (edisi kesepuluh). (R.
Djuwita, M. M. Parman, D. Yasmina, & L. P. Lunanta,
penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Caprara, G.V. & Patrizia, S. 2007. Prosocial Agency: The Contribution of
Values and Self–Efficacy Beliefs to Prosocial Behavior Across
Ages. Journal of Social and Clinical Psychology. 26 (2).
Dayakisni & Hudaniah. 2009. Psikologi Sosial. Malang: Universitas
Muhamadiyah Malang Press.
Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Dewi, N. K., Saragih, S. 2014. Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler
Kepramukaan Terhadap Perilaku Prososial Remaja di SMP Santa
Ursula Jakarta. Persona. 3 (3): 253-268.
Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM.
Hartono, J. M. 2001. Analisis dan Desain Sistem Informasi: pendekatan
terstruktur teori dan praktek aplikasi bisnis. Yogyakarta: Andi.
Hilmy, H. F. 2019. Perilaku Prososial Masyarakat Arab Yang Berelasi
Dengan Masyarakat Jawa. Intuisi Jurnal Psikologi Ilmiah. 11 (1):
64-68.
Hurlock, E. B. 2004. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan
sepanjang rentang kehidupan (Edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Ilyas & Qoni. 2012. Buku pintar pramuka. Yogyakarta: familia.
Kenanga, F. 2014. Pengaruh Partisipasi Siswa Dalam Ekstrakurikuler
Pramuka Terhadap Perilaku Prososial Siswa Sekolah Dasar.
Jurnal Ilmiah Visi. 9 (2): 132-139.
Kostelnik, M. J. 2009. Guilding children’s social development & learning
6th edition. New York: Delmar Cengange Learning.
Margono, S. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Myers, D. G. 2012. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Ni`mah, M. 2017. Hubungan Antara Keaktifan Mengikuti Kegiatan
Ekstrakurikuler Kepramukaan Dengan Tingkat Perilaku Prososial
Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Randudongkal Tahun Ajaran
2016/2017. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Nuh, M. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi
Kurikulum. Jakarta: KEMENDIKBUD.
Nuralifah, I. P., Rohmatun. 2015. Perilaku Prososial pada Siswa SMP
Islam Plus Assalamah Ungaran Semarang Ditinjau dari Empati
dan Dukungan Sosial Teman Sebaya. Proyeksi. 10 (1): 7-19.
Parke, R. 2009. Child Psychology: A Contemporary Viewpoin, sevent
edition. McGraw: New York.
Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Rahman, A. 2014. Psikologi Social Integrtitas Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rahmatika, D. 2015. Buku Pintar Pramuka Edisi Pelajar. Jakarta: Bee
MediaPustaka.
Sa`id, M. A. 2015. Mendidik Remaja Nakal: panduan praktis seni
mendidik dan berinteraksi dengan remaja. Yogyakarta: Semesta
Hikmah.
Santrock, J. 2007. Perkembangan Anak (Edisi kesebelas: jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Sarwono, S. W., Meinarno, E.A. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: CV. Alfabeta.
Tarmudji. 1991. Aspek Dasar Kehidupan Sosial. Yogyakarta: Liberty.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.
Wijayanti, P. 2019. Pengaruh Komunikasi Interpersonal Terhadap
Perilaku Prososial Pada Siswa Smk Negeri 8 Semarang (Doctoral
dissertation, Universitas Negeri Semarang). Skripsi.
Wiyani, N. A. 2013. Manajeman Kelas. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Wulandari, Y. W. H. 2012. Empati dan Pola Asuh Demokratis Sebagai
Prediktor Perilaku Prososial Remaja PPA Solo. Tesis. Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
Yusuf, I. B. 2015. Pengaruh Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Empati
Siswa Siswi SMP Negeri 7 Jember. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
47

Lampiran 10 Instrumen Penelitian

No Aitem SS S TS STS

1 Saya sulit merasakan bagaimana keadaan di


posisi orang yang mengalami musibah
2 Saya hanya membantu orang yang saya kenal
saja
3 Saya memberikan air minum kepada teman
yang kehausan
4 Saya mementingkan aktivitas rutin saya
daripada membantu orang lain
5 Saya memberi kesempatan jika teman mau
bercerita
6 Saya menyumbangkan uang atau barang tanpa
memberikan identitas saya
7 Saya membuat contekan saat melakukan
ulangan
8 Bukan keharusan bagi saya untuk memberi
bantuan kepada orang lain
9 Jika teman saya kehilangan barang miliknya
dikelas maka saya akan ikut membantu
mencarikannya
10 Saya merasa acuh dengan tugas kelompok
11 Saya merasa simpati saat mendengarkan
teman bercerita
12 Saya ikut berpartisipasi dalam mengerjakan
tugas kelompok
13 Saya memberikan perhatian kepada orang
yang sedang mengalami kesulitan
14 Saya acuh dengan kesulitan yang sedang
dialami orang lain
15 Saya mengerjakan ulangan sendiri tanpa
bertanya teman
16 Saya menyumbangkan sebagian uang saya
melalui kotak amal
17 Saya mengesampingkan kegiatan rutin saya
untuk membantu orang lain
48

18 Kesulitan saya sendiri sudah banyak jadi saya


tidak peduli dengan kesulitan orang lain
19 Saya merasa masa bodoh dengan kesulitan
yang sedang dialami orang lain
20 Saya menyogok teman agar mau memberikan
contekan saat ujian
21 Apabila saya melihat teman bertengkar, saya
akan melerainya walaupun beresiko buruk buat
saya
22 Saya membantu teman mencari jawaban agar
tugas cepat selesai
23 Saya merasa sedih saat orang lain mengalami
musibah
24 Saya lebih mementingkan perasaan saya dari
pada perasaan orang lain
25 saya merasa cuek saat mengetahui seseorang
membutuhkan bantuan
26 Saya mengembalikan uang teman yang saya
pinjam
27 Saya memberi barang yang saya miliki kepada
teman yang membutuhkan
28 Saya meminjamkan pena saya kepada teman
yang tidak membawa pena
29 Kesejahteraan saya jauh lebih penting dari
pada kesejahteraan orang lain
30 Saya mengerahkan tenaga saya untuk
membantu orang lain walaupun saya lelah
31 Saya menggunakan uang saya hanya untuk
keperluan saya sendiri, dan enggan untuk
membantu orang lain
32 Saya tetap menolong teman walaupun dia tidak
dekat dengan saya
33 Piket kelas akan cepat selesai jika dikerjakan
bersama
34 Saya merasa bahwa kesulitan yang dialami
orang lain adalah kesulitan mereka sendiri
35 Saya sulit merasakan kesedihan jika orang lain
mengalami musibah
36 Saya membantu orang lain walaupun saya
sedang dalam kesulitan
37 saya berpura-pura sakit saat upacara bendera
49

38 Saya memberi sebagian uang saku kepada


teman yang tidak membawa uang
39 Saya mengerjakan soal ujian tanpa mencontek
40 Saya menawarkan tempat duduk kepada teman
yang tidak mendapatkan tempat duduk di
kantin
41 jika teman saya memiliki masalah maka saya
akan membantu jika dia membutuhkan bantuan
42 Saya mengaku tidak memiliki uang saat teman
ingin meminjam uang, padahal saya memiliki
uang
43 Saat teman tidak mengikuti pembelajaran saya
keberatan untuk meminjamkan catatan saya
44 Saya menolong teman yang kurang paham
dengan materi pelajaran dengan cara
meminjamkan buku catatan
45 Jika teman saya memiliki masalah dalam
hidup, saya akan bersedia untuk mendengarkan
curhatannya
46 Saat gotong-royong saya ikut serta dalam
membersihkan kelas dan lingkungan sekolah,
serta dapat mempererat pertemanan dikelas
dengan bersama-sama membersihkan kelas dan
lingkungan sekolah
47 Saat kerja kelompok saya bermain dengan
teman dan tidak mengerjakannya
48 Jika saya terlambat sekolah, saya akan
mencari-cari alasan agar saya diperbolehkan
masuk
49 Ketika teman saya menitipkan surat sakit, saya
menyampaikan surat sakit tersebut kepada
guru
50 Apabila ada pengamen, saya tidak akan
memberinya uang karena menurut saya
pengamen tersebut masih bisa bekerja yang
lain

Anda mungkin juga menyukai