DISUSUN OLEH :
Kelompok 7
(A32122000)
(A32122000)
(A32122000)
(A32122000)
(A32122000)
Yogi prasetyo wibowo (A32122044)
Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya, sehigga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Perkembangan Moral”.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Dwi
Septiwiharti, S.S.,M.Phill selaku dosen Perkembangan Peserta Didik.
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan, demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata penulis mohon maaf apabila dalam makalah ini banyak kesalahan. Semoga bermanfaat
bagi kelompok kami dan bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................... 1
C. Tujuan....................................................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................................... 3
A. Pengertian Moral .......................................................................................................................3
B. Tahap Perkembangan Moral ..................................................................................................... 4
C. Perkembangan Kesadaran Moralitas Anak ............................................................................... 7
D. Perkembangan Moral Anak
Indonesia..................................................................................... 11
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................................. 13
A. Kesimpulan.............................................................................................................................. 13
B. Kritik Dan Saran...................................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan moral awalnya dipusatkan pada disiplin yaitu jenis disiplin yang
terbaik untuk mendidik anak yang mematuhi hukum, dan pengaruh disiplin tersebut pada
penyesuaian pribadi dan sosial. Secara bertahap bergeser ke arah perkembangan moral kepola
yang normal untuk aspek perkembangan ini dan usia seorang anak dapat diharapkan bersikap
sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat. Dengan adanya peningkatan yang serius dalam
kenakalan remaja, minat untuk mempelajari penyebab, penanganan, dan pencegahan menjadi
sasaran perhatian psikologi dan sosiologi. Mula-mula minat ini terbatas pada penelitian
remaja karena sesungguhnya, anak-anak tidak dianggap “anak nakal” betapapun jauhnya
penyimpangan perilaku mereka dari standar yang disetujui masyarakat.
Dalam dua dasawarsa terakhir, studi psikologi mengenal perkembangan moral telah
dipacu oleh teori-teori yang didasarkan atas hasil-hasil penelitian sehubungan dengan pola
perkembangan moral pada masa kanak-kanak dapat diramalkan. Teori terbaik dan yang
paling berpengaruh adalah teori Piaget dan teori Kohlberg.
Manusia sulit bersikap netral terhadap perkembangan moral. Banyak orang tua kuatir
bahwa anak-anak mereka bertumbuh tanpa nilai-nilai tradisional. Para guru mengeluh bahwa
murid-murid mereka tidak sopan. Didalam makalah ini kita akan membahas tentang
perkembangan moral, pandangan Piaget tentang pertimbangan moral anak-anak berkembang,
hakikat perilaku moral anak-anak, dan perasaan anak-anak menyubang bagi perkembangan
moral mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah pengertian moral ?
2. Bagaimana tahap – tahap perkembangan moral ?
3. Bagaimana perkembangan moral pada anak ?
4. Bagaimana perkembangan moral anak Indonesia ?
C.TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah penulis ingin menjelaskan:
1. Pengertian moral.
2. Tahap – tahap perkembangan moral.
3. Perkembangan moral pada anak.
4. Perkembangan moral anak Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MORAL
Moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk
jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara
ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai
implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang
yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus
memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan
dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh
Lalu, berbagai pengertian tentang moral banyak bermunculan, seperti yang dirumuskan oleh
beberapa ahli berikut ini:
· Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak yang sesuai
dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah
laku.
· Pengertian Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara, kebiasaan, dan adat
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
· Pengertian Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada
hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku
1.Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun
orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada
dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam
perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
· Tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari
tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah
secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan
dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang
orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai
sejenis otoriterisme.
· Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan
dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian
pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap
kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga
punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau
faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-
konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan
untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia
dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
2. Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di
tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan
pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga
dan keempat dalam perkembangan moral.
· Tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau
menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut
merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba
menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada
gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan
dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai
menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk
mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini.
Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap
ini; 'mereka bermaksud baik…'.
· Tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi
sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam
tahap empat lebih dari sekadar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap
tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering
menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila
seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada
kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum,
maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini
karena memisahkan yang buruk dari yang baik.
3. Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima
dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang
terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat
sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakikat diri mendahului orang lain’ ini membuat
tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
· Tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-
nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.
Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan
sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut
- 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum
dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak
mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan
terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.[8] Hal tersebut diperoleh melalui keputusan
mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak
berlandaskan pada penalaran tahap lima.
· Tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika
universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan
juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu
sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan
secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional
(lihat imperatif kategoris dari Immanuel Kant[13]). Hal ini bisa dilakukan dengan
membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga
memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of ignorance dari John
Rawls). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak
pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan
bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya.
Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan
seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada,
yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.
· Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran. Pada tahap ini, anak
berpikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah benar dan hal ini juga berlaku untuk orang
lain. Karena itu, anak berpikir apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau
pertukaran yang setara.
Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap dirinya, anak
menyesuaikan terhadap harapan social untuk memperoleh penghargaan.
Contoh : berbuat benar ia dipuji “ pintar sekali
3. Moralitas Konvensional
Penalaran konvensioanal adalah tingkat kedua atau menengah dalam tahapan Kohlberg.
Pada tahapan ini, individu memberlakukan standar tertentu , tetapi standar ini ditetapkan oleh
orang lain, misalnya oleh orang tua atau pemerintah.
Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain
dan untukmempertahankan hubungan baik dengan mereka.
· Tahap satu, ekspektasi interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada tahap ini anak
menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar penilaian
moral. Pada tahap ini, seseorang menyesuaiakan dengan peraturan untuk mendapatkan
persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka.
Contoh adalah mengembalikan krayon ketempat semula sesudah digunakan (nilai moral =
tanggung jawab).
· Tahap kedua, moralitas system social, pada tahap ini penilaian moral didasari oleh
pemahaman tentang keteraturan dimasyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban.Seseorang
yakin bahwa bila kelompok social menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh kelompok,
maka mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan dan
ketidaksetujuan social.
Contohnya adalah bersama-sama membersihkan kelas, semua anggota kelompok wajib
membawa alat kebersihan (nilai moral = gotong royong).
4. Moralitas Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dalam tahapan moral Kohlberg,
pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur moral alternative, dapat memberikan
pilihan, dan memutuskan bersama tentang peraturan, dan moralitas didasari pada prinsip-
prinsip yang diterima sendiri.
Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan kesadaran
dari diri orang tersebut.
· Tahap satu, hak individu, pada tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip
lebih utama. Seseorang perlu keluwesan dalam adanya modifikasi dan perubahan standar
moral apabila itu dapat menguntungkan kelompok secara keseluruhan.
Contoh pada tahun ajaran baru sekolah memperkenankan orangtua menunggu anaknya
selama lebih kuarang satu minggu, setelah itu anak harus berani ditinggal.
· Tahap kedua, prinsip universal pada tahap ini, seseorang menyesuaikan dengan standar
social dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri
dan bukan untuk menghindari kecaman social (orang yang tetap mempertahankan moralitas
tanpa takut dari kecaman orang lain).
Contohnya adalah anak secara sadar merapikan kamar tidurnya segera setelah ia bangun tidur
dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam keadaaan rapih
D. Pengembangan Moral Anak Indonesia
Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak di
dunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia
diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang dicita-cita oleh
komunitas manusia itu
sendiri. Bangsa Indonesia telah mengalami kemunduran menyangkut persoalan kejujuran,
kebenaran, dan keadilan. Sehingga bangsa ini butuh kembali menanamkan nilai-nilai moral
yang dimiliki bangsa ini. Kemerosotan moral generasi muda, perlu penanganan yang lebih
intensif dimana kita perlu menanamkan nilai moral sedini mungkin. Kemerosotan moral yang
dialami bila tidak diberikan perhatian khusus akan berakibat buruk bagi generasi mendatang.
Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama
dalam penanaman nilai moral pada anak. Pendidikan moral perlu menjadi prioritas dalam
kehidupan. Adanya panutan nilai, moral, dan norma dalam diri manusia dan kehidupan akan
sangat menentukan totalitas diri individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan
kehidupan individu. Oleh karena itu, pendidikan nilai yang mengarah pada pembentukan
moral yang sesuai dengan norma-norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi
pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya.
Akan tetapi, pada kenyataannya banyak terjadi masalah dalam penanaman moral pada anak.
Era globalisasi telah membuat kehidupan mengalami perubahan yang signifikan, bahkan
terjadi degradasi moral dan sosial budaya dalam masyarakat. Untuk itu, perlu adanya
pendidikan moral dalam usaha penanaman nilai moral pada anak.
Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah
bagaimana upaya kita sebagai seorang pendidik agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita
arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya.
Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultur kepada anak usia dini sesuai dengan
tingkat dan pemahaman mereka.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, Moral merupakan tingkah laku
manusia yang berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan nilai dan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Spiritual merupakan kepercayaan peserta didik terhadap suatu keyakinan
yang didasarkan pada adat istiadat maupun ketuhanan.
Dari kasus yang sudah dijelaskan diatas, peran orang tua, guru dan lingkungan sangat
menunjang perkembangan moral anak. Selain itu kebiasaan yang diajarkan pada anak juga
berpengaruh dalam perkembangan moralnya. Jika anak biasa diajarkan baik maka mereka
akan sulit terpengaruh dengan lingkungan yang buruk bahkan walau mereka mempunyai sifat
bawaan yang buruk, mereka akan berusaha merubahnya.
B.SARAN
Peran orang tua, guru dan lingkungan sangat menunjang perkembangan moral anak. Selain itu
kebiasaan yang diajarkan pada anak juga berpengaruh dalam perkembangan moralnya. Semoga
makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk moral anak agar moral anak bangsa
menjadi lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
http://catatannyasulung.blogspot.co.id/2012/11/perkembangan-moral-pada-anak-anak.html
http://www.akuntt.com/2014/02/pengertian-moral-secara-umum-etimologi.html
http://paudjateng.xahzgs.com/2015/09/tahap-perkembangan-moral-anak-usia-dini.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-moral-dan-tahap-
perkembangannya.html