Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN

PEMBERIAN OBAT(INJEKSI)

Disusun Oleh :

Nurul Hidayanti
721610720

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
SUMENEP
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nurul Hidayanti


NPM : 721610720
Program Studi : DIII KEBIDANAN

Disahkan :
Sumenep, juni 2022
Menyetujui,

TTD MAHASISWA

(NURUL HIDAYANTI)
NPM:721610720

MENYETUJUI MENGETAHUI
PEMBIMBING LAHAN PRAKTEK PEMBIMBING AKADEMIK

(HJ.FIRMAWATI ROZANA S.ST) (DIAN PERMATA SARI S.ST.M,KES)


NIP. 19710814 199102 2 003 NIDN. 0721038404

2
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis telah
menyelesaikan lapora ini dengan baik.Laporan ini berjudul “INJEKSI”.
Laporan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang sediaan
injeksi dan untuk pemenuhan Praktek Kerja Lahan KDK (Keterampilan
Dasar Kebidanan)

Ucapan terima kasih disampaikan untuk semua pihak yang sudah


membantu penulis membuat laporan ini.Permohonan maaf sebesar-
besarnya juga penulis sampaikan kepada pembaca yang budiman, jika
sajian laporan ini kurang berkenan dalam hati sanubari. Seperti pepatah
yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, penulis menyadari
akan banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan laporan
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan karya tulis ini di masa yang akan
datang dan sebagai bahan koreksi penulis dalam Menyusun laporan.

Sumenep, juni 2022

Nurul Hidayanti.

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................1

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2

KATA PENGANTAR...........................................................................................3

DAFTAR ISI.........................................................................................................4

BAB I LATAR BELAKANG .................................................................................

A. Latar Belakang.................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................6
C. Tujuan..............................................................................................6
D. Manfaat............................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................8

BAB III PENUTUP ...........................................................................................

A. Kesimpulan......................................................................................45

B. Saran.................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang


dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan
atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
Salah satu bentuk sediaan obat adalah injeksi. Injeksi adalah
sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam
tubuh dengan menggunakan alat suntik. Tujuannya agar kerja obat
cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima
pengobatan melalui mulut. Injeksi diracik dengan melarutkan,
mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam
sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang
diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke
dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral
memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit
dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus
5
memiliki kemurnian yang dapat diterima.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka


perumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apa Pengertian Injeksi ?

2. Pembagian-pembagian Injeksi ?

2. Apa Komposisi Injeksi ?

3. Bagaimana Cara Pembuatan Injeksi ?

4. Apa Keuntungan Dan Kerugian Injeksi ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui Definisi Injeksi

2. Untuk mengetahui Pembagian-pembagian Dari Injeksi

3. Mengerti dan mengetahui Komposisi Dari Injeksi

4. Mengetahui Cara Pembuatan Injeksi

5. Untuk mengetahui Kntungan Dan Kerugian Injeksi


1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang disimpulkan dari makalah ini adalah sebagai


berikut:
1. Sebagai sumber informasi bagi sebagian orang yang belum
mengetahui apa itu sediaan injeksi.
2. Sebagai sumber informasi yang berkaitan erat dengan Injeksi dan
aplikasinya.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi pembuatan makalah.

6
4. Sebagai sarana belajar bagi mahasiswa.

7
8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah


sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.
(FI.III.1979)

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi


adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.
Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena
berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau


suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput
lendir.

Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral

9
digolongkan menjadi 8 jenis yang berbeda :

1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik


yang lain yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan
nama, Injeksi................
Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya :
 Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection
 Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
 Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air

2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat


tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain
dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama
(steril)
Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan
disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril,
hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan
injeksi. Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat (steril)
.
3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama (Steril untuk Suspensi)
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan
disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril,

10
hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat
suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G (steril
untuk suspensi)
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam
saluran spinal, ditandai dengan nama (Suspensi Steril)
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah
disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril) .
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
.
5. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat
tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain
dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama
(steril). Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika
akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan
steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat
larutan injeksi. Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat
(steril)

11
6. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi
steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai
dengan nama (Steril untuk Suspensi)
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan
disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya
merupakan suspensi yang memenuhi syarat suspensi steril.
Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G (steril untuk suspensi)
7. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran
spinal, ditandai dengan nama (Suspensi Steril). Dalam FI.ed.III
disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam
pembawa yang cocok dan steril) .
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
8. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai dengan nama (Untuk
Injeksi).Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair
yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua
persyaratan emulsi steril. Misalnya
: Inj. Penicilline Oil untuk injeksi

12
2.2 Macam-Macam Injeksi

1. Parenteral Volume Kecil

a. Injeksi Intraderma atau Intrakutan

Istilah intraderma (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti


lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah
dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat
pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil.
Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi
dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena
absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal
dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan
sensitivitas terhadap mikroorganisme. Umumnya larutan atau
suspensi dalam air, digunakan untuk diagnose, volume lebih
kurang 100 ml sampai 200 ml.

b. Injeksi Intramuskulus

Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam


obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset
sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar
daripada rute subkutan. Injeksi Intramuskulus merupakan larutan
atau suspense dalam air atau dalam minyak, volume sedapat
mungkin tidak lebih dari 4ml. penyuntikan volume besar
dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.

c. Injeksi Intravenus

Istilah intravenus (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika


13
tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi
dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh
hampir sekejap. Injeksi Intravenus ini pada umumnya berupa
larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat
bercampur dengan air, volumenya 1ml sampai 10ml. Injeksi
intravenus yang diberikan dalam volume besar umumnya lebih
dari 10ml, disebut Infusi. Emulsi minyak-air dapat diberikan
intravenus jika dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap
ukuran butiran minyak. Sediaan berupa emulsi air-minyak, tidak
boleh disuntikkan dengan cara ini. Jika volume dosis tunggal
lebih dari 15 ml, injeksi intravenus tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika lebih dari 10 ml, harus bebas pitrogen.

d. Injeksi Subkutan atau Hipoderma

Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah


kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai
perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit
daripada yang diberikan dengan IV atau IM. Umumnya larutan
isotonus dengan kekuatan sedemikianrupa hingga volume yang
disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Dapat ditambahkan
vasokonstriktor seperti epinetrina untuk melokalisir efek obat.
Jika tidak mungkin disuntikkan infuse volume injeksi 31 sampai
41 sehari masih dapat disuntikkan secara subkutan dengan
penambahan hialuronidase kedalam injeksi atau jika
sebelumnya disuntikhialuronidase.

14
e. Injeksi Subkutan atau Hipoderma

Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah


kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai
perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada
yang diberikan dengan IV atau IM. Umumnya larutan isotonus
dengan kekuatan sedemikianrupa hingga volume yang
disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Dapat ditambahkan
vasokonstriktor seperti epinetrina untuk melokalisir efek obat.
Jika tidak mungkin disuntikkan infuse volume injeksi 31 sampai
41 sehari masih dapat disuntikkan secara subkutan dengan
penambahan hialuronidase kedalam injeksi atau jika sebelumnya
disuntik hialuronidase.
f. Injeksi intra-arterial

Disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute


intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer
tubuh.

g. Injeksi Intrakardial

Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika


kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal
jantung.

15
h. Injeksi Intraserebral

Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi


lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan
trigeminal neuroligia.

i. Injeksi Intraspinal

Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi


tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit
neoplastik seperti leukemia.

j. Injeksi Intraperitoneal dan intrapleural

Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa


vaksin rabies.
Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.

k. Injeksi Intra-artikular

Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan


seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang
rusak atau teriritasi.

l. Injeksi Intrasisternal dan peridual

Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada


urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan,
dengan keadaan kritis untuk injeksi.

16
m. Injeksi Intrakutan (i.c)

Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis


di bawah stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi
volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.

n. Injeksi Intratekal atau Injeksi Subaraknoid, Injeksi Introsisterna

dan Injeksi Peridum


Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau
anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang
subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada
mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan
pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml
biasa digunakan. Larutan umumnya tidak boleh lebih dari 20
ml. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi
untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan
tubuh pasien. Jenis injeksi ini tidak boleh mengandung
bakterisida dan diracikdalam wadah dosis tunggal.

17
2. Parenteral Volume Besar

Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena


dan subkutan yang secara normal digunakan.

a. Injeksi Intravena

Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang


disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak
digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat
disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera
dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan,
dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk
pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat
disiapkan.

Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler


dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem
sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah
besar; (2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3)
kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari

18
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4)
pembatasan cairan berair.

b. Injeksi Subkutan

Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah


alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan
volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus
diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena,
absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan,
jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk
larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.

2.3 Susunan Isi ( Komposisi ) Injeksi

1. Bahan obat / zat berkhasiat


2. Zat pembawa / zat pelarut
3. Bahan pembantu / zat tambahan
4. Wadah dan tutup

1. Bahan obat / zat berkhasiat


a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya

masing-masing dalam Farmakope.


b) Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c) Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara

kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi


syarat untuk injeksi.

19
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :

a) Zat pembawa berair


Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat
pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl
compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa
mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat
pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji
Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk
memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl
atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk
injeksi.
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara
menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral
atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil
sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung
dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus
disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah
diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan
air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit
sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna
mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus
disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah
diwadahkan.
20
b) Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro
injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.
Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
(1) Bahan obatnya sukar larut dalam air
(2) Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
(3) Dikehendaki efek depo terapi.
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
(1) Harus jernih pada suhu 100 .

(2) Tidak berbau asing / tengik


(3) Bilangan asam 0,2 - 0,9
(4) Bilangan iodium 79 - 128
(5) Bilangan penyabunan 185 - 200
(6) Harus bebas minyak mineral
(7) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih

atau massa padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya


dan tidak berbau asing atau tengik
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh
disuntikkan secara i.v, hanya boleh secara i.m.

21
3. Bahan pembantu / zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a) Untuk mendapatkan pH yang optimal
b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c) Untuk mendapatkan larutan isoioni
d) Sebagai zat bakterisida
e) Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
f) Sebagai stabilisator.

Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi


stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak
berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi
efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya
mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan
tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari
5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :

 Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih


dari 0,01
 Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
 Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau
Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit, tidak lebih dari 0,2
%

22
2.4 Cara Pembuatan Obat Suntik.

 Persiapan pembuatan obat suntik :


1. Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara
aseptik atau dilakukan sterilisasi akhir ( nasteril ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain
pinset, spatel, pengaduk kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan
cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala,
erlemeyer, corong yang dapat disterilkan dalam oven 1500 selama
30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama 30 menit
dalam air suling atau menurut FI.ed.III ) Kertas saring, kertas G3,
gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan besar-
besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.
2. Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena
dilakukan penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-
masing dalam Aqua p.i yang sudah dijelaskan cara pembuatannya,
kemudian dicampurkan.
3. Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang
terbawa ke dalam filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat
disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring
lagi dengan kertas saring G3.

23
4. Pengisian ke dalam

wadah Cairan :
Farmakope telah mengatur volume tambahan yang
dianjurkan. Bubuk kering :
Jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau
berdasarkan volume, diisi melalui corong.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian
yang akan ditutup dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari
zat organik, karena pada penutupan zat organik tersebut akan
menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a. Memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi
wadah.
b. Menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik

yang dibuat dengan pembawa berair.


5. Penutupan Wadah

Wadah dosis
tunggal :
Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga
tertutup kedap. Wadah dosis ganda :
Ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga
karet tertarik ke dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup
alumunium.
6. Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai
dengan persyaratan masing-masing monografinya dan sifat dari
larutan obat suntiknya.
24
7. Uji sterilitas pada teknik aseptic
Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan
itu diedarkan ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
Ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri
sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu
320 selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan
adanya cemaran yang terjadi pada waktu pengisian bahan steril ke
dalam wadah akhir yang steril.

 Pembuatan larutan injeksi :


Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptic
2. Cara non-aseptik ( Nasteril )

25
1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan,
karena akan rusak atau mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk
pembuatan, dan yang lainnya yang diperlukan disterilkan
sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat
pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik
hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
2. Cara non-aseptik

( NASTERIL ). Dilakukan
sterilisasi akhir Caranya :
Bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat
pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring hingga jernih dan
tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan.
Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat
mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan
cara yang cocok

26
 Pemeriksaan

Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu


dilakukan pemeriksaan kemudian yang terakhir diberi etiket dan
dikemas. Pemeriksaan meliputi :

1. Pemeriksaan kebocoran.

2. Pemeriksaan sterilitas.

3. Pemeriksaan pirogenitas

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..

5. Pemeriksaan keseragaman bobot.

6. Pemeriksaan keseragaman volume.

Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir


produksi.

1. Pemeriksaan kebocoran

Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :

a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.

(i) Ampul :

disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang

dilebur disebelah bawah. Wadah yang bocor, isinya akan

kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi .

(ii) Vial :

27
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan
ke dalam larutan metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah
yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru
akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.

b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara

aseptik / injeksi berwarna

Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan.


Wadah yang bocor, isinya akan terisap keluar.

2. Pemeriksaan sterilitas

Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan


ragi yang hidup dalam sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik
aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji sterilitas, untuk zat-zat :

a. Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah


tidak bekerja lagi.

b. Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada


Penicillin ditambah enzym Penicillinase.

Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :

a. Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:

 Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai


pembanding digunakan
28
Bacillus subtilise atau Sarcina lutea.
 Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut
dengan memanaskan pada suhu 1000 selama waktu yang
diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai pembanding digunakan
Bacteriodes vulgatus atau Clostridium sporogenus.

b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu
dipakai perbenihan asam amino, sebagai pembanding digunakan
Candida albicans

c. Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama tidak
kurang dari 7 hari, tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.

3.Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk
demam/panas. Pirogen adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme
mikroorganisme (bangkai mikroorganisme) berupa zat eksotoksin dari
kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01
gram per kg berat badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat
menimbulkan demam jika disuntikkan. (reaksi demam setelah 15 menit
sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang
pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.

29
Cara menghilangkan pirogen

1. Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik
dll.) dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit

2. Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:

a. Dilakukan oksidasi :


Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam

1liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4
0,1 N dan 5 ml larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas,
selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.

b. Dilakukan dengan cara absorpsi :


Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3
Panaskan dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1%
pada suhu 600 selama 5 – 10 menit (

30
literatur lain 15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring
dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.

Cara mencegah terjadinya pirogen :

1. Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi
harus segera digunakan setelah disuling.

2. Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik

3. Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin

Sumber pirogen :

1. Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari
udara.

2. Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-
sitrat.

Uji pirogenitas :

Dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang


disebabkan penyunikan i.v sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci
percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara detailnya lihat FI.ed.II )

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna

31
Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih,
disinari dari samping. Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar
belakang putih, kotoran tidak berwarna akan kelihatan pada latar
belakang hitam.

5. Pemeriksaan keseragaman bobot

Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air;


Keringkan pada suhu 1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka
; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah dengan air, kemudian dengan etanol
95 % ; keringkan lagi pada suhu 1050 sampai bobot tetap; Dinginkan dan
kemudian timbang satu per satu

Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera ,
kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas
yang tertera.

Syarat keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.


Bobot yang tertera pada Batas penyimpangan (
etiket %)

Tidak lebih dari 120 mg 10,0


Antara 120 mg dan 300 7,5
mg 5,0
300 mg atau lebih

32
6. Pemeriksaan keseragaman volume

Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus
sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang
dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini.

Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan

cairan encer cairan kental

0,5 ml 0,10 ml ( 20 % ) 0,12 ml ( 24 % )

1,0 ml 0,10 ml ( 10 % ) 0,15 ml ( 15 % )

2,1 ml 0,15 ml ( 7,5 % 0,25 ml ( 12,5 % )


)
5,0 ml 0,50 ml ( 10 % )
0,30 ml ( 6 % )
10,0 ml 0,70 ml ( 7 % )
0,50 ml ( 5 % )
20,0 ml 0,90 ml ( 4,5 % )
0,60 ml ( 3 % )
30,0 ml 1,20 ml ( 4 % )
0,80 ml ( 2,6 %
50,0 ml atau lebih 3,00 ml ( 6 % )
)

2,00 ml ( 4 % )

33
 Syarat - Syarat Obat Suntik

Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair :

1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek
toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk
meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.

2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat,


kecuali yang berbentuk suspensi.

3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa


sakit dan penyerapannya optimal.

4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama


dengan tekanan osmose darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan
tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit
hipertonis, tetapi jangan hipotonis.

5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun
yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.

6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml


atau lebih sekali penyuntikan.

7. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.

 Penandaan menurut FI.ed.IV

Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal


untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari

34
100

35
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah
bertanda volume 100 ml atau kurang.

Penandaan : Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair


tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, untuk
sediaan kering tertera jumlah zat aktif, cara pemberian, kondisi
penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa, nama pabrik pembuat dan atau
pengimpor serta nomor lot atau nomor bets yang menunjukkan
identitasnya. Wadah injeksi yang akan digunakan untuk dialisis,
hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih dari 1 liter, diberi
penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus intravena., untuk
injeksi yang mengandung antibiotik : juga harus tertera kesetaraan
bobot terhadap U.I dan tanggal kadaluwarsanya. Injeksi untuk hewan
ditandai untuk menyatakan khasiatnya.

Pengemasan; Sediaan untuk pemberian intraspinal, intrasisternal


atau pemakaian peridural dikemas hanya dalam wadah dosis tunggal.

 Cotoh Formulasi Sediaan Injeksi

a. Formulasi Injeksi Diazepam


1. Sediaan Parenteral Volume Kecil
a. Data Zat Aktif
1. Diazepam

Nama Zat Aktif Diazepam


Daftar Obat
Diatsepaami; Diazépam; Diazepám; Diazepamas;
Sinonim
Diazepamum;

36
LA-III; NSC-77518; Ro-5-2807; Wy-3467. 7-Chloro-
1,3-dihydro-

1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one.
Berat Molekul 284,74
Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol,
Kelarutan
mudah larut dalam kloroform
Serbuk hablur, putih/ hampir putih, tidak berbau/
Pemerian hampir tidak berbau, mula-mula tidak mempunyai rasa
kemudian pahit
pH 6,2-7
pH
Injeksi diazepam= 6,2-6,9
Titik Lebur 130-1340C
Oral DM = 40 mg/h
Dosis
Injeksi = 2-10 mg (IM dan IV)
Khasiat Sedatifum
Mengantuk, berkunang-kunang, ataksia, kelelahan,
Efek Samping erubsi pada kulit, edema, mual dan konstipasi, sakit
kepala, amnesia, hipotensi
Larutan steril dari diazepam dalam API atau pelarut
Sterilisasi
lain yang cocok.sterilkan dengan cara filtrasi.
Penderita hipersensitif, bayi di bawah 6 bulan, wanita
Kontraindikasi hamil dan menyusui, depresi pernapasan, glaukoma,
gangguan pulmonary akut, keadaan phobia.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya

37
b. Data Zat Tambahan

1. Propilenglikol

Dihidroksipropan, metil etilen glikol, propan 1,2


Sinonim
diol
Berat Molekul 76,09
Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, ethanol,
Kelarutan gliserin dan air. Larut dalam eter. Dan tidak dapat
bercampur dengan minyak mineral.
Sebagai pelarut, humektan, disinfektan dan anti
Fungsi
mikroba.
OTT Dengan bahan pengoksidasi kuat seperti potasium
permangat
Sterilisasi Autoklaf
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya

2. Ethanol 96%

Sinonim Alkohol
Berat Molekul 46,7
Kelarutan Dapat bercampur dengan kloroform,eter, gliserin dan
air.

38
Fungsi Sebagai pelarut, disinfektan dan anti mikroba
OTT Bereaksi dengan bahan pengoksidasi kuat dan
warnanya akan keruh jika bercampur dengan alkali.
Sterilisasi Aseptis
Pemerian Larutan jernih tidak berwarna,mengalir dan cairan
folatil, bau yang khas.

c. Formula Standar dari Fornas

Formularium Nasional

Injeksi Diazepam

Komposisi:

Tiap ml mengandung :

Diazepam 5 mg

Aqua pro injections 1 ml

Penyimpanan: Dalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda, terlindung dari cahaya

Dosis: 2-10 mg (im dan iv) jika perlu diulang 2-4 jam

Catatan:

1. Air untuk injeksi dapat diganti dengan propilenglikol


2. disterilkan cara sterilisasi A atau C

39
d. Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT) -

e. Usul Penyempurnaan Sediaan

Zat aktif diazepam dilarutkan dalam pelarut campur untuk meningkatkan daya
kelarutan diazepam dan menstabilkan sediaan.

B.Alat dan Cara Sterilisai

No Nama alat Jumlah Cara sterilisasi Waktu


1 Erlenmeyer 1 Oven 170◦ C 30 menit
2 Gelas ukur 1 Autoklaf 115-116◦C 30 menit
3 Beaker glass 1 Oven 170◦ C 30 menit
4 Spatula 1 Oven 170◦ C 30 menit
5 Batang pengaduk 1 Oven 170◦ C 30 menit
6 Kaca arloji 1 Oven 170◦ C 30 menit
7 Cawan penguap 2 Oven 170◦ C 30 menit
8 Pinset 1 Oven 170◦ C 30 menit
9 Jarum suntik 1 Autoklaf 115-116◦C 30 menit
10 Vial 2 Oven 170◦ C 30 menit

40
C. Formula Akhir

R/ Diazepam 10 mg
Propilenglikol 12 %
Etanol 96% 5%
NaOH qs
HCl qs
API ad 2 ml

D. Perhitungan Bahan

 Perhitungan Kd
Kd total
72 = (%alkohol x Kd alkohol) + (% propilenglikol x Kd Propilenglikol)
+ (%api x Kd air )
72 = ( 5/100 x 25.7) + ( x/100 x 33) + (100-5-x/100 x 80)
72 = (128,5 /100) + ( 33x/100) + (7600-80x/100)
72 = (7728,5 – 47x/100)
X = 528,5/47
= 11,24 % = 12 %
 Propilenglikol yang dibutuhkan untuk 1 ampul
P = m/v à v= m/p = 0,24 g /1,038 g/ml = 0,23 ml
 Etanol yang dibutuhkan untuk 1 ampul
P = m/v à v= m/p = 0,1 g /0,83 g/ml = 0,12 ml

41
 Pengkajian Formulasi
Volume yang akan dibuat
( n+2 ) x V + 6 ml
= ( 3+2 ) x 2,15 + 6 ml
= 16,75 ml ≈ 25 ml
 Diazepam yang dibutuhkan
10 mg/2 ml x 25 ml = 125 mg = 1,25 g
 Propilenglikol yang dibutuhkan
0,23 ml/2 x 25 ml = 2,875 mlà Etanol yang dibutuhkan
0,12 ml/2 ml x 25 ml = 1,5 ml

E. Langkah Pembuatan

• Penyiapan Aqua Pro Injeksi (API)


• Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
• Menyiapkan aqua bebas CO2 dan O2 dengan
memanaskan aqua destilata selama 30 menit terhitung
sejak mendidih lalu dialiri gas nitrogen. Sedangkan untuk
pembebasan oksigen, pemanasan ditambah 10 menit lagi
sejak mendidih.

• Pembuatan sediaan injeksi diazepam


• Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
• Membungkus semua alat ke dalam kertas
perkamen untuk dilakukan proses sterilisasi awal
(aseptis). Sterilisasi bahan pelarut campur.
• Setelah semua alat dibungkus rapi, kemudian
dimasukkan ke dalam alat sterilisasi, oven dan
autoklaf selama 30 menit
• Setelah proses sterilisasi selesai, selanjutnya semua
alat dan bahan yang telah disterilisasi dibawa ke
42
dalam white area untuk dibuka dan melakukan proses
penimbangan di grey area

• Menimbang semua bahan-bahan yang dibutuhkan


• Membuat pelarut campur, yang terdiri dari
campuran propilenglikol, etanol 96% dan API
• Melarutkan zat aktif dengan pelarut campur sedikit demi
sedikit ad larut
• Setelah larut, campuran zat aktif dengan pelarut dicek
pH, apakah telah memenuhi syarat pH injeksi
diazepam antara 6 – 6,9
• Setelah nilai pH memenuhi standar, selanjutnya
menambahkan sisa pelarut campur ke dalam
campuran zat aktif
• Memasukkannya ke dalam vial dengan
menggunakan spuit dan Selanjutnya diberikan
etiket.

2.5 Keuntngan dan Kerugian Sediaan Injeksi


2.5.1 Keuntungan Sediaan Injeksi
1. Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi
penyakit tertentu (jantung berhenti)
2. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan
mengkonsumsi oral (sakit jiwa atau tidak sadar)
3. Pemberian parenteral memberikan
kemungkinan bagi dokter untuk
mengontrol obat, karena pasien harus kembali
melakukan pengobatan
4. Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara
untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan
keseimbangan elektrolit.

43
5. Bekerja cepat , misalnya pada injeksi Adrenalin pada
schock anfilaksis.
6. Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan
lambung, merangsang jika ke cairan lambung, tidak
diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
7. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
8. Dapat digunakan sebagai depo terapi.

44
2.5.2 Kerugian Sediaan Injeksi
1. Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh
personel yang terlatih dan membutuhkan waktu
pemberian yang lebih lama
2. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan
dengan ketentuan prosedur aseptik dengan rasa
nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu
dapat dihindari
3. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar
sekali untuk menghilangkan/merubah efek
fisiologisnya karena obat telah berada dalam
sirkulasi sistemik
4. Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan
manufaktur dan pengemasan
5. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas,
bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan
stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh
semua personel yang terlibat. .
6. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi
sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya..
7. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak
disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk
mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian
i.v.
8. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat
dibutuhkan untuk mengatur dosis.

45
9. Pemberian beberapa bahan melalui kulit
membutuhkan perhatian sebab udara atau
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh.
Efek sampingnya dapat berupa reaksi infeksi pada
bagian yang diinjeksikan.

46
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara menusuk jaringan ke dalam otot atau melalui
kulit. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan
dengan menggunakan teknik steril.

Dan obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi
pasien, diantaranya : Injeksi Subkutan (SC), Injeksi Intramuskular (IM),
Injeksi Intradermal (ID), Injeksi Intravena (IV).

3.2 Saran
Diharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam Laporan ini dan
saya selaku mahasiswa harus lebih memahami tentang sediaan injeksi.

47
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuni.2002.Ilmu Resep. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

Anonim.1979.Farmakope Indoesia Edi III. Departemen Keseatan RI. Jakarta.12.

Anonim.1979.Farmakope Indoesia Edi IV. Departemen Keseatan RI. Jakarta.12.

http://majakoesoemasari.blogspot.com/2011/08/injeksi-intravena.html

http://www.google.com/http://altruisticobserver.wordpress.com/2011/12/24/tempat-
injeksi-subkutan-intramuskular/

(http://kamuskesehatan.com/arti/heparin/)

(http://www.ahlinyalambung.com)

(http://www.farmasiku.com)

https://ahdaini.wordpress.com/2012/04/08/preformulasi-injeksi-diazepam/

48

Anda mungkin juga menyukai