Anda di halaman 1dari 163

LAPORAN

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA IBU HAMIL,


BERSALIN, BBL DAN NIFAS DI PMB SASMAYANA
KOTA BENGKULU

JESSY OKTRIAN DENI


F0G018007

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA IBU HAMIL, BERSALIN,


BBL DAN NIFAS DI PMB SASMAYANA
KOTA BENGKULU

Disusun Oleh :

JESSY OKTRIAN DENI


F0G018007

Telah di periksa dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing

Bengkulu, April 2021


Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Asmariyah, S.ST.,M.Keb Sasmayana, STr.Keb


NIP. 1977092920080112004 NIP. 1969111619891122001

Mengesahkan
Koordinator Prodi D3 Kebidanan

Novianti,S.ST.,M.Keb
NIP. 197811082005012010

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Kebidanan
Komprehensif atau Continuity Of Care (CoC) pada ibu hamil, bersalin, bbl dan nifas
di PMB Sasmayana Kota bengkulu. Laporan ini disusun dengan bantuan dari
berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini secara khusus penulis
menyampaikan ucapan terima kasih, diantaranya kepada :
1. Novianti,S.ST.,M.Keb selaku Ketua Program Studi D3 Kebidanan Universitas
Bengkulu, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di D3 Kebidanan Universitas Bengkulu dan memfasilitasi dalam
penyusunan Laporan Asuhan Kebidanan Komprehensif Ini.
2. Asmariyah, S.ST.,M.Keb selaku pembimbing akademik dalam Praktik PKK II di
PMB Sasmayana Kota Bengkulu yang telah bersedia untuk membimbing dan
memberikan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan laporan
asuhan kebidanan komprehensif ini.
3. Bidan Sasmayana, STr.Keb selaku pembimbing lahan praktik di PMB yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktik asuhan
kebidanan berkesinambungan serta membimbing dan memberi arahan dalam
penyusuna laporan asuhan kebidanan komprehensif ini.
Penyusunan Laporan Asuhan Kebidanan Komprehensif ini tentunya masih
banyak terdapat kekurangan, kesalahan dan kekhilafan karena keterbatasan
kemampuan penulis, untuk itu sebelumnya penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan yang bersifat membangun atas laporan asuhan kebidanan komprehensif
ini. Penulis mengucapkan terima kasih dengan segala kerendahan hati. Semoga
Laporan Asuhan Kebidanan Komprehensif ini bermanfaat untuk prodi D3 Kebidanan
FMIPA Universitas Bengkulu dan bemanfaat bagi perkembangan ilmu di dunia
kebidanan.

iii
Bengkulu,  April 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang ...............................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................4
C. Tujuan ...........................................................................................4
D. Manfaat ..........................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORITIS....................................................................6
A. Teori Kehamilan.............................................................................6
B. Teori Persalinan..............................................................................25
C. Teori Nifas......................................................................................53
D. Teori Bayi Baru Lahir (BBL).........................................................64
E. Teori Keluarga Berencana..............................................................71
BAB III TINJAUAN KASUS .......................................................................111
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................143
BAB V PENUTUP..........................................................................................147
A. Kesimpulan.....................................................................................147
B. Saran...............................................................................................148
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Proses Involusi Uterus......................................................................53


Tabel 2.2 Penilaian Skoring APGAR...............................................................64
Tabel 2.3 Alat pemeriksaan fisik dan observasi...............................................114

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Leopold I.......................................................................................17


Gambar 2.2 Leopold II.....................................................................................18
Gambar 2.3 Leopold III....................................................................................19
Gambar 2.4 Leopold IV....................................................................................20
Gambar 2.5 Modifikasi skala VAS...................................................................38
Gambar 2.6 Alat kontrasepsi kondom..............................................................71
Gambar 2.7 Alat kontrasepsi mini pil...............................................................74
Gambar 2.8 Alat kontrasepsi pil kombinasi.....................................................79
Gambar 2.9 Alat kontrasepsi suntik progestin..................................................82
Gambar 2.10 Alat kontrasepsi suntik kombinasi..............................................86
Gambar 2.11 AKDR/IUD.................................................................................93
Gambar 2.12 AKDK/Implan............................................................................96
Gambar 2.13 MOW/Tubektomi........................................................................102
Gambar 2.14 MOP/Vasektomi.........................................................................102

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya penyelenggaraan peningkatan kesehatan, ibu dan anak harus
mendapatkan prioritas dan perhatian khusus dalam anggota keluarga. Angka
kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang peka dalam
menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Depkes, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2017, Angka Kematian
Ibu (AKI) di negara-negara berkembang diperkirakan 415 kematian ibu per
100.000 Kelahiran Hidup (KH) yang lebih tinggi dari pada AKI di Eropa dan
hampir 60 kali lebih tinggi dari pada di Australia dan Selandia Baru.
Data dari Ditjen Kesehatan Masyarakat jumlah AKI di Indonesia menurut
Provinsi tahun 2018-2019 dimana terdapat penurunan dari 4.226 menjadi 4.221
kematian ibu di Indonesia. Tahun 2019 penyebab kematian ibu terbanyak adalah
perdarahan sejumlah 1.280 kasus, hipertensi dalam kehamilan 1.066 kasus,
infeksi 207 kasus (Kemenkes RI, 2019). Hasil Survey Demografi Dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran
hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran
hidup.
Pemerintah memiliki target dalam penurunan AKI melalui model Annual
Average Reduction Rate (APR) atau angka penurunan rata-rata kematian ibu
pertahun dengan rata-rata penurunan 5,5% pertahun sebagai target kinerja. Model
tersebut diperkirakan pada tahun 2024 AKI di Indonesia turun menjadi
183/100.000 KH di tahun 2030 turun menjadi 131/100.000 KH dan dapat
menurunkan AKN menjadi 10 per 1.000 kelahiran hidup, AKB menjadi 16 per
1.000 kelahiran hidup di tahun 2024 (Kemenkes RI, 2020).
Upaya percepatan penurunan AKI dan AKB dilakukan dengan menjamin
agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,

1
2

seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga


kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan
bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi dan
pelayanan keluarga berencana termasuk KB pasca persalinan. Adapun gambaran
upaya kesehatan ibu diantaranya, pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
imunisasi Tetanus bagi wanita usia subur dan ibu hamil, pemberian tablet tambah
darah, pelayananan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan ibu nifas dan
pelayanan kontrasepsi/KB (Kemenkes RI, 2020).
Kehamilan merupakan suatu proses alamiah dan fisiologis. Setiap wanita
yang memiliki organ reproduksi sehat, jika telah mengalami menstruasi dan
melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya
sehat, sangat besar kemungkinannya terjadi kehamilan (Fatimah, 2017).
Persalinan merupakan serangkaian kejadian pengeluaran bayi yang sudah
cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan ibu sendiri) (Kurniarum, 2016).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama
masa nifas yaitu 6-8 minggu. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sukma, 2017).
Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu
sampai 42 minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai
apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan (Jamil, 2017).
Keluarga berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang memang diinginkan dan mengatur interval diantara kelahiran
(Prijatni, 2016).
3

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan sangat penting
dalam pelayanan kebidanan ditengah masayarakat. Dalam rangka membantu
menurunkan angka kematian ibu tersebut, maka bidan dituntut untuk dapat
melakukan pengawasan pada seorang wanita hamil secara menyeluruh dan
berkesinambungan, yang dimulai sejak wanita tersebut dinyatakan positif hamil
sampai melahirkan dan melewati masa nifasnya dengan baik serta dapat merawat
bayi dengan sehat dan selamat. Untuk itu bidan dalam menjalankan fungsinya
dituntut untuk mampu mendeteksi ditandai dengan komplikasi pada kehamilan,
memberikan pertolongan persalinan yang bersih dan aman, memberikan
pertolongan kegawatdaruratan dalam kebidanan dan perinatal, serta dapat
melakukan kolaborasi dan rujukan.
Praktek Mandiri Bidan (PMB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Praktek Mandiri Bidan
(PMB) Sasmayana Kota Bengkulu pada priode Februari sampai dengan April
2021 diperoleh data Antenatal Care (ANC) sebanyak 108 kunjungan, 13 ibu
Intranatal Care (INC), 13 ibu Post Natal Care (PNC), 108 orang kunjungan KB.
Asuhan Continuity of care (COC) merupakan asuhan berkesinambungan
dari hamil sampai dengan KB, sebagai upaya penurunan AKI dan AKB. Upaya
bidan Indonesia untuk memantau kondisi ibu dan bayi sehingga dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang tidak segera di tangani, pemantauan tersebut secara
intensif sangatlah diperlukan untuk mendeteksi secara dini apabila ada penyulitan
atau kelainan dengan tujuan menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan,
persalinan, nifas sehingga tidak terjadi penyulit dan komplikasi (Yanti, 2017).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang asuhan kebidanan COC pada Ny “E” yang dimulai sejak masa
kehamilan TM III, bersalin, bayi baru lahir hingga masa nifas di PMB Sasmayana
kota Bengkulu.
4

B. Rumusan Masalah
Belum diketahui bagaimana keberhasilan asuhan kebidanan komprehensif (COC)
pada ibu hamil TM III, bersalin hingga 2 minggu masa nifas di PMB Sasmayana
Kota Bengkulu tahun 2021 dengan menggunakan asuhan kebidanan metode
SOAP.

C. Tujuan Penulisan Studi Kasus


1. Penulis mampu dan melakukan pengkajian data subjektif dan objektif secara
komprehensif atau Continuity Of Care (CoC) pada ibu selama masa
kehamilan TM III, bersalin, bbl hingga masa nifas.
2. Penulis mengetahui dan menegakan diagnosis atau analisa secara
komprehensif atau Continuity Of Care (CoC) pada ibu selama masa
kehamilan TM III, bersalin, bbl hingga masa nifas.
3. Penulis mengetahui dan melakukan penatalaksanaan dan evaluasi asuhan
kebidanan khususnya secara komprehensif atau Continuity Of Care (CoC)
pada ibu selama masa kehamilan TM III, bersalin, bbl hingga masa nifas.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Penulis dapat menambah keterampilan dan wawasan serta meningkatkan
pemahaman,sehingga dapat memberikan asuhan secara tepat dan lebih
memiliki keberhasilan yang baik dalam memberikan asuhan kebidanan secara
komprehensif atau Continuity Of Care (CoC) pada ibu selama masa
kehamilan TM III, bersalin, bbl hingga masa nifas.
2. Bagi Institusi
Laporan Asuhan Kebidanan Komprehensif ini dapat dijadikan bahan
referensi bagi mahasiswa tentang asuhan kebidanan khususnya secara
komprehensif atau Continuity Of Care (CoC) pada ibu selama masa
kehamilan TM III, bersalin, bbl hingga masa nifas.
5

3. Bagi Lahan Praktek


Laporan Asuhan Kebidanan Komprehensif ini dapat dijadikan sebagai acuan
untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan terutama dalam pemberian
asuhan kebidanan secara komprehensif atau Continuity Of Care (CoC) pada
ibu selama masa kehamilan TM III, bersalin, bbl hingga masa nifas.
4. Bagi Pasien
Laporan Asuhan Kebidanan Komprehensif ini bermanfaat pada ibu hamil TM
III dan mendapatkan asuhan kebidanan CoC dimulai sejak masa kehamilan
TM III, bersalin, bbl hingga masa nifas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu proses alamiah dan fisiologis. Setiap wanita
yang memiliki organ reproduksi sehat, jika telah mengalami menstruasi dan
melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya
sehat, sangat besar kemungkinannya terjadi kehamilan. Apabila kehamilan
direncanakan, akan memberikan rasa bahagia dan penuh harapan, tetapi di sisi
lain diperlukan kemampuan bagi wanita untuk beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi selama kehamilan, baik perubahan yang terjadi secara fisiologis
maupun psikologis. Selama pertumbuhan dan perkembangan kehamilan dari
minggu ke minggu atau dari hulan ke bulan, terjadi perubahan pada fisik dan
mental (Fatimah, 2017).
Perubahan ini terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon
progesteron dan hormon estrogen, yakni hormon kewanitaan yang ada di dalam
tubuh ibu sejak terjadinya proses kehamilan. Adanya ketidakseimbangan hormon
ini akan merangsang lambung sehingga asam lambung meningkat dan
menimbulkan rasa mual hingga muntah jika adaptasi ibu tidak kuat. Bahkan ada
yang sampai tidak mampu lagi menjalankan aktivitas kehidupan sehari- hari,
misalnya memasak, mencuci, mandi, makan, bahkan harus istirahat di tempat
tidur hingga ada yang dirawat di rumah sakit. Pada ibu hamil yang mampu
beradaptasi dengan perubahan keseimbangan hormon ini, perasaan mual tidak
begitu dirasakan, mereka dapat melaksanakan aktivitas sehari- hari seperti saat
tidak hamil (Fatimah, 2017).
Pembagian kehamilan dibagi dalam 3 trimester : trimester I, dimulai dari
konsepsi sampai 3 bulan (0-12 minggu); trimester II, dimulai dari bulan keempat
sampai 6 bulan (13-28 minggu); trimester III dari bulan tujuh sampai Sembilan
bulan (29-42 minggu) (Fatimah, 2017).

6
7

1. Anatomi dan Fisiologi Kehamilan


a. Sistem reproduksi
1) Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan
melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion ) sampai
persalinan. Pembesaran uterus meliputi peregangan dan penebalan sel-
sel otot, sementara produksi miosit yang baru sangat terbatas.
Bersamaan dengan hal itu terjadi akumulasi jaringan sel ikat dan
elastic, terutama pada lapisan otot luar. Kerja sama tersebut akan
meningkatkan kekuatan dinding uterus. Daerah korpus pada bulan-
bulan pertama akan menebal, tetapi seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan akan menipis. Pada akhir kehamilan ketebalannya hanyas
berkisar 1,5 cm bahkan kurang (Yulizawati, 2017).
Awal kehamilan penebalan uterus distimulasi oleh hormone
estrogen dan sedikit progesterone. Pada awal kehamilan tuba falopii,
ovarium dan ligamentum rotundum berada sedikit dibawah apeks
fundus, sementara pada akhir kehamilan akan berada sedikit di atas
pertengahan uterus. Posisi plasenta juga akan mempengaruhi
penebalan sel-sel otot uterus, dimana bagian uterus yang mengelilingi
tempat implantasi plasenta akan bertambah besar lebih cepat sehingga
membuat uterus tidak rata (Yulizawati, 2017).
Seiring dengan perkembangan kehamilannya. Daerah fundus dan
korpus akan membulat dan akan menjadi bentuk seperti pada usia
kehamilan 12 minggu. Pada akhir kehamilan 12 minggu uterus akan
terlalu besar dalam rongga pelvis dan seiring perkembangannya, uterus
akan menyentuh dinding abdominal, mendorong usus kesamping atas,
terus tumbuh hingga hampir menyentuh hati. Pada akhir kehamilan
otot-otot uterus bagian atas akan berkontraksi sehingga segmen bawah
uterus akan melebar dan menipis (Yulizawati, 2017).
8

2) Serviks
Satu bulan setelah kondisi serviks akan menjadi lebih lunak dan
kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi dan
terjadi edema dapa seluruh serviks, bersamaan dengan terjadinya
hipertrofi dan hyperplasia pada kelenjar serviks. Serviks merupakan
organ yang kompleks dan heterogen yang mengalami perubahan yang
luar biasa selama kehamilan dan persalinan. Bersifat seperti katup
yang bertanggung jawab menjaga janin dalam uterus sampai akhir
kehamilan dan selama persalinan. Serviks didominasi oleh jaringan
ikat fibrosa. Komposisinya berupa jaringan matriks ekstraseluler
terutama mengandung kolagen dengan elastin dan proteoglikan dan
bagian sel yang mengandung otot dan fibroblast, epitel serta pembuluh
darah. (Yulizawati, 2017)
3) Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan
folikel baru juga tertunda. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama
6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai
penghasil progesterone dalam jumlah yang relative minimal
(Yulizawati, 2017)
4) Vagina dan perineum
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia
terlihat jelas pada kulit dan otot-otot diperineum dan vulva, sehingga
vagina akan terlihat berwarna keunguan. Perubahan ini meliputi
lapisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipetrofi
pada sel-sel otot polos. Dinding vagina mengalami banyak perubahan
yang merupakan persiapan untuk mengalami peregangan pada saat
persalinan dengan meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya
jaringan ikat, dan hipertrofi sel otot polos (Yulizawati, 2017).
9

5) Sistem Kardiovaskuler
Pada minggu ke-5 cardiac output akan meningkat dan perubahan
ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskular sistemik. Selain itu,
juga terjadi peningkatan denyut jantung. Antara minggu ke-10 dan 20
terjadi peningkatan volume plasma. Performa ventrikel selama
kehamilan dipengaruhi oleh penurunan resistensi vascular sistemik dan
perubahan pada aliran pulsasi arterial. Ventrikel kiri akan mengalami
hipertrofi dan dilatasi untuk memfasilitasi perubahan cardiac output,
tetapi kontraktilitasnya tidak berubah (Yulizawati, 2017).
Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan
vena kava inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi
terlentang, sehingga mengurangi aliran balik ke jantung. Akibatnya,
terjadi penurunan preload dan cardiac output sehingga akan
menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan
sindrom hipotensi supine dan pada keadaan yang cukup berat akan
mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran. Eritropoetin ginjal akan
meningkatkan jumlah sel darah merah sebanyak 20%-30%, tetapi tidak
sebanding dengan peningkatan plasma darah hingga mengakibatkan
hemodelusi dan penurunan kadar hemoglobin mencapai 11 g/dL
(Yulizawati, 2017).
2. Tanda tanda dan gejala kehamilan
a. Tanda tidak pasti kehamilan
Berikut adalah tanda-tanda dugaan adanya kehamilan :
1) Amenorea (terlambat datang bulan).
Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel
de Graaf dan ovulasi. Dengan mengetahui hari pertama haid terakhir
dengan perhitungan rumus Naegle, dapat ditentukan perkiraan
persalinan.

2) Mual dan muntah (Emesis).


10

Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam


lambung yang berlebihan. Mual dan muntah terutama pada pagi hari
disebut morning sickness. Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini
dapat diatasi. Akibat mual dan muntah, nafsu makan berkurang.
3) Ngidam.
Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan yang
demikian disebut ngidam.
4) Sinkope atau pingsan.
Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan
iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkope atau pingsan.
Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu.
5) Payudara tegang.
Pengaruh estrogen-progesteron dan somatomamotrofin menimbulkan
deposit lemak, air dan garam pada payudara. Payudar membesar dan
tegang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada
hamil pertama.
6) Sering miksi.
Desakan rahim kedepan menyebabkan kandung kemih cepat terasa
penuh dan sering miksi. Pada trimester II, gejala ini sudah mulai
menghilang.
7) Konstipasi atau obstipasi.
Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus,
menyebabkan kesulitan untuk buang air besar.
8) Pigmentasi kulit.
Keluarnya melanophore stimulating hormone hipofisis anterior
menyebabkan pigmentasi kulit disekitar pipi (kloasma gravidarum),
pada dinding perut (striae lividae, striae nigra, linea alba makin hitam)
dan sekitar payudara (hiperpigmentasi areola mamae, puting, susu
makin menonjol, kelenjar Montgomery menonjol, pembuluh darah
manifes sekitar payudara).
11

9) Epulis.
Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila hamil.
10) Varises atau penampakan pembuluh darah vena.
Pengaruh dari estrogen dan progesteron terjadi penampakan pembuluh
darah vena, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat.
Penampakan pembuluh darah itu terjadi di sekitar genitalia eksterna,
kaki, betis dan payudara. Penampakan pembuluh darah ini dapat
menghilang setelah persalinan (Yulizawati, 2017)
b. Tanda dugaan kehamilan
1) Rahim membesar, sesuai dengan usia kehamilan.
2) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai tanda Hegar, tanda Chadwicks,
tanda Piscaseck, kontraksi Braxton Hicks dan teraba ballotement.
3) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Tetapi sebagian
kemungkinan positif palsu.
c. Tanda pasti kehamilan
1) Gerakan janin dalam Rahim.
2) Terlihat/teraba gerakan janin dan teraba bagianbagian janin.
3) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop Laenec, alat
kardiotokografi, alat Doppler dan dapat dilihat dengan ultrasonografi
(Yulizawati, 2017).
3. Perubahan fisiologi dan psikologi kehamilan
a. Perubahan fisik pada kehamilan
1) Perut dan uterus membesar
Pembesaran dinding abdomen terkait dengan tejadinya
pembesaran uterus di rongga abdomen. Pembesaran ini biasanya
dimulai pada usia kehamilan 16 minggu dimana uterus beralih dari
organ pelvik jadi organ abdomen. Pembesaran perut ibu lebih terlihat
pada posisi berdiri jika dibandingkan dengan posisi berbaring. Juga
lebih terlihat pada multipara dibandingkan dengan primigravida akibat
kendurnya otot – otot dinding perut (Yulizawati, 2017).
12

2) Penambahan berat badan


Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan
disebabkan oleh uterus dan isinya, payudara, dan peningkatan volume
darah serta cairan ekstrasel ekstravaskular. Sebagian kecil dari
peningkatan ini dihasilkan oleh perubahan metabolik yang
menyebabkan peningkatan air sel dan pengendapan lemak dan protein
baru yang disebut dengan cadangan ibu (maternal reserves).
Penambahan berat rerata ibu selama kehamilan adalah 12,55 kg
(Yulizawati, 2017).
3) Hiperpigmentasi
Garis tengah kulit abdomen (linea-alba) mengalami pigmentasi
sehingga warnanya berubah menjadi hitam kecoklatan (linea nigra).
Kadang muncul bercak kecoklatan irregular dengan berbagai ukuran di
wajah dan leher, menimbulkan kloasma atau melasma gravidarum.
Pigmentasi areola dan kulit genital juga sering terjadi. Perubahan
pigmentasi ini biasanya hilang, atau berkurang secara nyata setelah
persalinan. Hanya sedikit yang yang diketahui tentang sifat perubahan
pigmentasi ini, meskipun melanocytestimulating hormone dibuktikan
secara meningkatkan secara bermakna sejak akhir bulan kedua
kehamilan hingga aterm. Estrogen dan progesteron juga dilaporkan
memiliki efek merangsang melanosit (Yulizawati, 2017).
b. Perubahan psikologis pada kehamilan Trimester III
Trimester ketiga seringkali disebut periode menunggu dan waspada
sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya.
Gerakan bayi dan membesarnya perut merupakan 2 hal yang
mengingatkan ibu akan bayinya.Kadang kadang ibu merasa khawatir
bahwa bayinya akan lahir sewaktu waktu .Ini menyebabkan ibu
meningkatkan kewaspadaannya akan timbulnya tanda dan gejala akan
terjadinya persalinnan .Ibu seringkali merasa khawatir atau takut kalau-
kalau bayi yang akan dilahirkannya tidak normal .Kebanyakan ibu juga
13

akan bersikap melindungi bayinya dan akan menghindari orang atau benda
apa saja yang dianggapnya membahayakan bayinya (Fatimah, 2017).
Seorang ibu mungkin mulai merasa takut akan rasa sakit dan
bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak nyaman
akibat kehamilan pada trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa
dirinya aneh dan jelek .Disamping itu ibu mulai merasa sedih karena akan
berpisah dari bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang diterima
selama hamil.Pada trimester inilah ibu memerlukan keterangan dan
dukungan dari suami keluarga dan bidan (Fatimah, 2017).
4. Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber utama dalam makanan sehari hari.
Sebenarnya tidak ada rekomendasi tetap mengenai asupan minimal
karbohidrat bagi ibu hamil dan ibu menyusui, namun bila di US dan
Kanada rekomendasi asupan karbohidrat bagi ibu hamil sebesar 175 gram
per hari dan bagi ibu menyusui sebesar 210 gram per hari.
b. Protein
Trimester awal kehamilan, pada ibu hamil usia 19- 50 tahun
kebutuhan asupan protein sebesar 46 gram per hari. Pada trimester II dan
III 60 gram per hari. Protein pada kehamilan berguna untuk membantu
sintesis jaringan maternal dan pertumbuhan janin. - Lemak Rekomendasi
intake lemak dalam masa kehamilan sebesar 20- 35 % dari total energi
keseluruhan.
c. Lemak
Lemak membantu penyerapan vitamin larut lemak yaitu vitamin A,
D, E, dan K. Selama kehamilan, janin mengambil asam lemak sebagai
sumber makanan dari ibu, namun pada trimester III janin dapat membuat
asam lemak sendiri yang berguna untuk menaikkan berat badan saat lahir
nanti (Yulizawati, 2017).
5. Jadwal kunjungan ANC
14

a. Kebijakan program : Anjuran WHO


1) Trimester I : Satu kali kunjungan
2) Trimester II : Satu kali kunjungan
3) Trimester III : Dua kali kunjungan
b. Kunjungan yang ideal adalah :
1) Awal kehamilan – 28 minggu : 1 x 1 bulan
2) 28 minggu – 36 minggu : 1 x 2 bulan
3) 36 minggu – lahir : 1 x 1 minggu
c. Standar minimal Asuhan Antenal Care (ANC) : “14 T”
1) Timbang berat badan
2) Tinggi fundus uteri
3) Tekanan darah
4) Tetanus toxoid
5) Tablet fe
6) Tes PMS
7) Pemeriksaan HB
8) Pemeriksaan protein urin
9) Pemeriksaan urin reduksi
10) Perawatan payudara
11) Senam hamil
12) Pemberian obat anti malaria
13) Pemberian kapsul yodium
14) Temu wicara (Yulizawati, 2017).
6. Pemeriksaan Fisik dan Obstetri
Tujuan dari pemeriksaan fisik dan test laboratorium adalah unutk mendeteksi
komplikasi kehamilan (Fatimah, 2017).

a. Pemeriksaan fisik umum


1) Tinggi badan
2) Berat Badan
15

3) Tanda – tanda vital


a) Tekanan darah
b) Denyut nadi
b. Kepala dan leher
1) Edema diwajah
2) Ikterus pada mata
3) Mulut pucat
4) Leher meliputi pembengkakan saluran limfe atau pembengkakan
kelenjar tiroid
c. Tangan dan kaki
1) Edema di jari tangan
2) Kuku jari pucat
3) Varices vena
4) Reflek – reflek
d. Payudara
1) Ukuran, simetris
2) Puting payudara : menonjol / masuk
3) Keluarnya kolostrum atau cairan lain
4) Retraksi , dimpling
5) Massa
e. Abdomen
1) Luka bekas operasi
2) Tinggi fundus uteri ( jika > 12 minggu )
3) Letak, presentasi, posisi dan penurunan kepala(kalau > 36 minggu)
4) DJJ ( jika > 18 minggu )
5) Palpasi Abdomen
Metode palpasi abdomen pada ibu hamil. Sebelum pasien dilakukan
pemeriksaan, maka persiapan yang harus dilakukan adalah :
a) Instruksikan ibu hamil untuk mengosongkan kandung kemihnya
16

b) Menempatkan ibu hamil dalam posisi berbaring telentang,


tempatkan bantal kecil di bawah kepala untuk kenyamanan
c) Menjaga privasi
d) Menjelaskan prosedur pemeriksaan
e) Menghangatkan tangan dengan menggosok bersama-sama (tangan
dingin dapat merangsang kontraksi rahim)
f) Gunakan telapak tangan untuk palpasi bukan jari
(1) Leopold I

Gambar 2.1 Leopold I


Sumber : ( Fatimah, 2017).
(a) Tujuan : Untuk menentukan tinggi fundus uteri (usia
kehamilan) dan bagian janin yang terdapat di fundus uteri
(bagian atas perut ibu).
(b) Teknik :
(a))Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk
450 atau lutut bagian dalam diganjal bantal) dan
pemeriksa menghadap ke arah ibu.
(b)) Menengahkan uterus dengan menggunakan
kedua tangan dari arah samping umbilical.
(c))Kedua tangan meraba fundus kemudian menentukan
TFU.
17

(d)) Meraba bagian Fundus dengan menggunakan


ujung kedua tangan, tentukan bagian janin.
(c) Hasil :
(a))Apabila kepala janin teraba di bagian fundus, yang
akan teraba adalah keras,bundar dan melenting (seperti
mudah digerakkan)
(b)) Apabila bokong janin teraba di bagian fundus,
yang akan terasa adalah lunak, kurang bundar, dan
kurang melenting
(c))Apabila posisi janin melintang pada rahim, maka pada
Fundus teraba kosong.
(2) Leopold II

Gambar 2.2 Leopold II


Sumber : (Fatimah, 2017).
(a) Tujuan : Untuk menentukan dimana punggung anak dan
dimana letak bagian-bagian kecil.
(b) Teknik :
(a))Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan
pemeriksa menghadap ibu
(b)) Meletakkan telapak tangan kiri pada dinding
perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada
18

dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada


ketinggian yang sama
(c))Mulai dari bagian atas tekan secara bergantian atau
bersamaan (simultan) telapak tangan tangan kiri dan
kanan kemudian geser ke arah bawah dan rasakan
adanya bagian yang rata dan memanjang (punggung)
atau bagian-bagian kecil (ekstremitas).
(c) Hasil :
(a))Bagian punggung: akan teraba jelas, rata, cembung,
kaku/tidak dapat digerakkan.
(b)) Bagian-bagian kecil (tangan dan kaki): akan
teraba kecil, bentuk/posisi tidak jelas dan menonjol,
kemungkinan teraba gerakan kaki janin secara aktif
maupun pasif.
(3) Leopold III

Gambar 2.3 Leopold III


Sumber : (Rahayu, 2017).
(a) Tujuan : Untuk menentukan bagian janin apa (kepala atau
bokong) yang terdapat di bagian bawah perut ibu, serta
apakah bagian janin tersebut sudah memasuki pintu atas
panggul (PAP).
(b) Teknik :
19

(a))Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan


pemeriksa menghadap ibu
(b)) Meletakkan ujung telapak tangan kiri pada
dinding lateral kiri bawah, telapak tangan kanan bawah
perut ibu
(c))Menekan secara lembut dan bersamaan/bergantian
untuk mentukan bagian terbawah bayi
(d)) Gunakan tangan kanan dengan ibu jari dan
keempat jari lainnya kemudian goyang bagian
terbawah janin.
(d) Hasil :
(a))Bagian keras, bulat dan hampir homogen adalah kepala
sedangkan tonjolan yang lunak dan kurang simetris
adalah bokong
(b)) Apabila bagian terbawah janin sudah memasuki
PAP, maka saat bagian bawah digoyang, sudah tidak
biasa (seperti ada tahanan) (Fatimah, 2017).
(4) Leopold IV

Gambar 2.4 Leopold IV


Sumber : (Fatimah, 2017).
(a) Tujuan : Untuk mengkonfirmasi ulang bagian janin apa
yang terdapat di bagian bawah perut ibu, serta untuk
20

mengetahui seberapa jauh bagian bawah janin telah


memasuki pintu atas panggul (Fatimah, 2017).
(e) Teknik :
(a))Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi
kaki ibu lurus.
(b)) Meletakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan
pada lateral kiri dan kanan uterus bawah, ujung-ujung
jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas
simfisis.
(c))Menemukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian
rapatkan semua jarijari tangan yang meraba dinding
bawah uterus.
(d)) Perhatikan sudut yang terbentuk oleh jari-jari:
bertemu (konvergen) atau tidak bertemu (divergen)
(e))Setelah itu memindahkan ibu jari dan telunjuk tangan
kiri pada bagian terbawah bayi (bila presentasi kepala
upayakan memegang bagian kepala di dekat leher dan
bila presentasi bokong upayakan untuk memegang
pinggang bayi).
(f)) Memfiksasi bagian tersebut ke arah pintu atas panggul
kemudian meletakkan jari-jari tangan kanan diantara
tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa jauh
bagian terbawah telah memasuki pintu atas panggul.
(f) Hasil :
(a))Apabila kedua jari-jari tangan pemeriksa bertemu
(konvergen) berarti bagian terendah janin belum
memasuki pintu atas panggul, sedangkan apabila kedua
tangan pemeriksa membentuk jarak atau tidak bertemu
(divergen) mka bagian terendah janin sudah memasuki
Pintu Atas Panggul (PAP).
21

(b)) Penurunan kepala dinilai dengan: 5/5 (seluruh


bagian jari masih meraba kepala, kepala belum masuk
PAP), 1/5 (teraba kepala 1 jari dari lima jari, bagian
kepala yang sudah masuk 4 bagian), dan seterusnya
sampai 0/5 (seluruh kepala sudah masuk PAP)
(Fatimah 2017).
f. Genital luar ( Externa )
1) Varises
2) Perdarahan
3) Luka
4) Cairan yang keluar
5) Pengeluaran dari uretra dan Skene
6) Kelenjar Bartholini : Bengkak (massa), cairan yang keluar
g. Genitalia dalam (Interna)
1) Servik meliputi : cairan yang keluar , luka (lesi), kelunakan, posisi,
mobilitas, tertutup atau membuka.
2) Vagina meliputi cairan yang keluar, luka, darah.
3) Ukuran Adneksa, bentuk, posisi, nyeri, kelunakan, massa (pada
trimester pertama).
4) Uterus meliputi : ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, kelunakan, massa
(pada trimester pertama) (Fatimah, 2017).
7. Faktor risiko pada kehamilan
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik pada ibu maupun
pada janin dalam kandungan dan dapat menyebabkan kematian, kesakitan,
kecacatan, ketidaknyamanan dan ketidakpuasan, dengan demikian untuk
mengahadapi kehamilan atau janin risiko tinggi harus diambil sikap proaktif,
berencana dengan upaya promotif dan preventif.
Kriteria faktor risiko pada ibu hamil yaitu (Kemenkes RI, 2019) :
22

a. Terlalu muda (primi muda) yaitu ibu hamil pertama pada usia kurang
dari 20 tahun, dimana pada usia tersebut organ reproduksi dan kondisi
panggul belum berkembang secara optimal serta kondisi mental yang
belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai ibu.
Dampak yang dapat terjadi yaitu abortus, premature, penyakit infeksi,
BBLR, dan perdarahan postpartum.
b. Terlalu tua (primi tua) yaitu ibu hamil pertama pada usia lebih dari 35
tahun, dimana pada usia tersebut ibu rentan terserang penyakit dan
memiliki hubungan signifikan dengan preeklamsia, kelahiran bayi
premature, dan persalinan seksio caesarea (SC). Penyakit hipertensi
dapat menyebabkan preeklamsia, dan mempengaruhi pertumbuhan
plasenta yaitu hypertropi plasenta.
c. Terlalu banyak anak (grande multi) yaitu ibu pernah hamil dan
melahirkan lebih dari 4 kali atau lebih, dimana akan ditemui organ
reproduksi uterus yang terganggu karena terjadi kekendoran pada otot
dinding uterus dan berdampak perdarahan saat persalinan atau risiko SC.
d. Terlalu dekat jarak kehamilan yaitu jarak persalinan terakhir dan
kehamilan apabila kurang dari12 bulan meningkatkan kemungkinan
risiko prematur. Jarak kehamilan yang paling tepat adalah 2 tahun atau
lebih. Jarak kehamilan yang pendek akan mengakibatkan belum pulihnya
kondisi tubuh ibu setelah melahirkan. Sehingga meningkatkan risiko
kelemahan dan kematian ibu (Kemenkes RI, 2019).
e. Kekurangan Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas < 23,5 cm
atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
f. Anemia dengan hemoglobin < 11 g/dl.
g. Tinggi badan < 145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang.
h. Riwayat obstetri buruk seperti abortus, kehamilan ektopik terganggu,
mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital.
23

Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan dan


pengawasan kehamilan yaitu deteksi dini ibu hamil risiko tinggi yang lebih
difokuskan pada keadaan yang menyebabkan dampak buruk ibu dan bayi.
Pengawasan antenatal menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat
diperhitungkan dandipersiapkan langkah-langkah dan persiapan
persalinan.Deteksi dini kehamilan adalah upaya dini yang dilakukan
untuk mengatasi kejadian resiko tinggi pada ibu hamil dengan cara ANC
(pemeriksaan 14 T), melakukan penyuluhan atau konseling ibu hamil,
melalukan kunjungan rumah, dan pendokumentasian SOAP serta di buku
KIA ibu (Kemenkes RI, 2019).
Menurut Kemenkes RI (2017), P4K (Program Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi) yang menitikberatkan fokus monitoring yang
menjadi salah satu upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu
hamil serta menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetrik
dan neonatal dasar. Stiker P4K berisikan informasi yaitu identitas ibu,
taksiran persalinan, rencana penolong persalinan, pendamping dan tempat
persalinan serta calon pendonor, transportasi yang digunakan dan
pembiayaan. Semua harus disiapkan dengan baik, selain itu perencanaan
KB pasca bersalin juga perlu direncanakan. Pelaksanaan P4K diharapkan
mampu membantu keluarga dalam membuat perencanaan
persalinanyangbaik dan meningkatkan kesiapsiagaan keluarga dalam
menghadapi tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas agar dapat
mengambil tindakan yang tepat
Upaya pencegahan dampak faktor risiko pada masa persalinan yaitu
mempersiapkan sarana prasara persalinan aman termasuk pencegahan
infeksi, memantau kemajuan persalinan sesuai dengan partograf, melakukan
asuhan persalinan, Manajemen Aktif Kala III, Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
perawatan bayi baru lahir, melakukan rujukan (bila diperlukan), dan
pendokumentasian persalinan (Kemenkes RI, 2019).
24

8. Penatalaksanaan kehamilan TM III


Penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil disesuaikan dengan
rencana asuhan yang telah disusun dan dilakukan secara komprehensif,
efektif, efesien dan aman berdasarkan evidenced based kepada ibu hamil
dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Asuhan
kebidanan pada ibu hamil meliputi : penimbangan berat badan, mengukur
tekanan darah, mengukur TFU, menentukan status imunisasi, memberikan
tablet tambah darah, menentukan persentasi janin dan menghitung DJJ,
memberikan konseling mengenai lingkungan yang bersih, kebutuhan nutrisi,
istirahat, body mekanik, kebutuhan seksual, kebutuhan eleminasi, serta
persiapan persalinan dan kelahiran bayi, melakukan pemeriksaan laboratorium
sederhana minimal tes (Hb), pemberian KIE atau konseling termasuk KB
pasca persalinan dan melakukan tatalaksana (Kemenkes RI, 2020).
9. Persiapan Rujukan
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kemampuan untuk
merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan secara optimal dan tepat waktu
jika menghadapi penyulit, oleh karena itu persiapan perlu diperhatikan dalam
melakukan rujukan agar tidak terjadi hambatan selama proses merujuk. dalam
persiapan ada singkatan rujukan yang memudahkan untuk menyediakan dan
menyiapkan segala sesuatu, singkatan “BAKSOKUDA” yaitu : Bidan (B)
yang dipastikan kompoten memiliki kemampuan untuk melaksanakan
kegawatdaruratan dan mendampingi ibu, bayi, pasien selama perjalanan
merujuk. Alat (A) yaiu persiapan alat dan bahan-bahan yang diperlukan.
Kendaraan (K) persiapan kendaraan untuk mengantar ke tempat rujukan.
Surat (S) yaitu persiapan surat rujukan yang berisi idenitas pasien, alasan
merujuk, tindakan dan obat-obat yang telah diberikan. Obat (O) yaitu
persiapan dengan membawa obat yang diperlukan seperti obat esensial yang
diperlukan selama perjalanan merujuk. Keluarga (K) persiapan keluarga
penting untuk mendampingi ketempat rujukan dan menginformasikan kepada
keluarga pasien kondisi terakhir pasienserta alas an merujuk. Uang (U)
25

persiapan uang sangat diperlukan saat akan merujuk yaitu untuk persiapan
administrasi maka hal ini harus diingatkan kepada keluarga untuk membawa
uang saatakan merujuk. Darah (DA) persiapan donor darah yang sesuai
dengan golongan darah pasien dari keluarga untuk berjaga-jaga jika
dimungkinkan memelukan donor darah (Wahyuni, 2018).

B. Persalinan
Persalinan merupakan serangkaian kejadian pengeluaran bayi yang sudah cukup
bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan ibu sendiri) (Kurniarum, 2016).
1. Patofisologi persalinan
a. Tanda – tanda permulaan persalinan :
1) Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
2) Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan – robekan kecil pada serviks.
3) Kadang – kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4) Pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada
(Rosyati, 2017).
2. Mekanisme persalinan normal
a. Masuknya kepala janin dalam PAP
1) Masuknya kepala ke dalam PAP terutama pada primigravida terjadi
pada bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya terjadi
pada permulaan persalinan.
2) Masuknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis
melintang menyesuaikan dengan letak punggung (Contoh: apabila
dalam palpasi didapatkan punggung kiri maka sutura sagitalis akan
teraba melintang kekiri/ posisi jam 3 atau sebaliknya apabila punggung
kanan maka sutura sagitalis melintang ke kanan/posisi jam 9) dan pada
saat itu kepala dalam posisi fleksi ringan.
26

3) Sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP maka


masuknya kepala akan menjadi sulit karena menempati ukuran yang
terkecil dari PAP.
4) Sutura sagitalis pada posisi di tengah-tengah jalan lahir yaitu tepat di
antara symphysis dan promontorium, maka dikatakan dalam posisi
”synclitismus” pada posisi synclitismus os parietale depan dan
belakang sama tingginya.
5) Sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphisis atau agak ke
belakang mendekati promontorium, maka yang kita hadapi adalah
posisi ”asynclitismus”.
6) Acynclitismus posterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati
symphisis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale
depan.
7) Acynclitismus anterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os
parietale belakang.
8) Kepala masuk PAP biasanya dalam posisi asynclitismus posterior
ringan. Kepala janin masuk PAP akan terfiksasi yang disebut dengan
engagement (Kurniarum, 2016).
b. Majunya kepala janin
1) Primi gravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam
rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II.
2) Multi gravida majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga
panggul terjadi bersamaan.
3) Majunya kepala bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu:
fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi
4) Majunya kepala disebabkan karena :
a) Tekanan cairan intrauterine
b) Tekanan langsung oleh fundus uteri oleh bokong
c) Kekuatan mengejan
27

d) Melurusnya badan bayi oleh perubahan bentuk rahim (Kurniarum,


2016).
c. Fleksion (fleksi)
Fleksi di sebabkan karena anak di dorong maju dan ada tekanan pada
PAP, serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Fleksi pada ukuran
kepala yang melalui jalan lahir kecil, karena diameter fronto occopito di
gantikan diameter sub occipito.
d. Internal rotation (rotasi dalam)
Waktu terjadi pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga
bagian terendah dari janin memutar ke depan ke bawah simfisis ( UUK
berputar ke depan sehingga dari dasar panggul UUK di bawah simfisis)
e. Extensition (ekstensi)
Ubun – ubun kecil (UUK) di bawah simfisis maka sub occiput sebagai
hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi (ekstensi)
f. External rotation (rotasi luar)
Gerakan sesudah defleksi untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan
punggung anak.
g. Expulsion (ekspulsi) : terjadi kelahiran bayi seluruhnya (Rosyati, 2017).
3. Tahapan persalinan
a. Kala I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan
servix hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I
berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan
fase aktif (Kurniarum,2016).
1) Fase laten persalinan
a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan servix secara bertahap.
b) Pembukaan servix kurang dari 4 cm.
c) Biasanya berlangsung di bawah hingga 8 jam.
2) Fase aktif persalinan
28

Fase ini terbagi menjadi 3 fase yaitu akselerasi, dilatasi maximal, dan
deselerasi.
a) Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih
dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih
Servix membuka dari 4 ke 10 cm biasanya dengan kecepatan 1 cm
atau lebih perjam hingga permbukaan lengkap (10 cm).
d) Terjadi penurunan bagian terendah janin (Kurniarum, 2016).
Fisiologi kala I
a. Uterus :
Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus menyebar ke depan dan
ke bawah abdomen. Kontraksi berakhir dengan masa yang terpanjang
dan sangat kuat pada fundus. Selagi uterus kontraksi berkontraksi dan
relaksasi memungkinkan kepala janin masuk ke rongga pelvik
(Kurniarum, 2016).
b. Serviks
Sebelum onset persalinan, serviks berubah menjadi lembut :
1) Effacement (penipisan) serviks berhubungan dengan kemajuan
pemendekan dan penipisan serviks. Panjang serviks pada akhir
kehamilan normal berubah – ubah (beberapa mm sampai 3 cm).
Mulainya persalinan panjangnya serviks berkurang secara teratur
sampai menjadi pendek (hanya beberapa mm). Serviks yang sangat
tipis ini disebut sebagai menipis penuh.
2) Dilatasi berhubungan dengan pembukaan progresif dari serviks.
Untuk mengukur dilatasi/diameter serviks digunakan ukuran
centimeter dengan menggunakan jari tangan saat peeriksaan
dalam. Serviks dianggap membuka lengkap setelah mencapai
diameter 10 cm.
3) Blood show (lendir show) pada umumnya ibu akan mengeluarkan
darah sedikit atau sedang dari serviks (Kurniarum, 2016).
29

b. Kala II
Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primi
dan 1 jam pada multi (Kurniarum, 2016).
1) Tanda dan gejala kala II
Tanda-tanda bahwa kala II persalinan sudah dekat adalah :
a) Ibu ingin meneran
b) Perineum menonjol
c) Vulva vagina dan sphincter anus membuka
d) Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat
e) His lebih kuat dan lebih cepat 2-3 menit sekali.
f) Pembukaan lengkap (10 cm )
g) Pada Primigravida berlangsung rata-rata 1.5 jam dan multipara
rata-rata 0.5 jam (Kurniarum, 2016).
Fisiologi kala II
(1) His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50 -100 detik, datangnya
tiap 2-3 menit
(2) Ketuban biasanya pecah pada kala ini ditandai dengan keluarnya
cairan kekuningkuningan sekonyong-konyong dan banyak
(3) Pasien mulai mengejan
(4) Akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar
panggul, perineum menonjol, vulva menganga dan rectum terbuka
(5) Puncak his, bagian kecil kepala nampak di vulva dan hilang lagi waktu
his berhenti, begitu terus hingga nampak lebih besar. Kejadian ini
disebut “Kepala membuka pintu”
(6) Akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva sehingga
tidak bisa mundur lagi, tonjolan tulang ubun-ubun telah lahir dan
subocciput ada di bawah symphisis disebut “Kepala keluar pintu”
(7) His berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun besar, dahi
dan mulut pada commissura posterior. Saat ini untuk primipara,
30

perineum biasanya akan robek pada pinggir depannya karena tidak


dapat menahan regangan yang kuat tersebut
(8) Kepala lahir dilanjutkan dengan putaran paksi luar, sehingga kepala
melintang, vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan
lahir sehingga dari hidung anak keluar lendir dan cairan
(9) His berikutnya bahu belakang lahir kemudian bahu depan disusul
seluruh badan anak dengan fleksi lateral, sesuai dengan paksi jalan
lahir, setelah anak lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak
keluar waktu ketuban pecah, kadang-kadang bercampur darah.Lama
kala II pada primi  50 menit pada multi  20 menit (Kurniarum,
2016).
c. Kala III
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban (Kurniarum, 2016)
1) Berlangsung tidak lebih dari 30 menit
2) Disebut dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta
3) Peregangan Tali pusat Terkendali (PTT) dilanjutkan pemberian
oksitosin untuk kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan
4) Tanda-tanda pelepasan plasenta :
a) Perubahan ukuran dan bentuk uterus
b) Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena
plasenta sudah terlepas dari Segmen Bawah Rahim
c) Tali pusat memanjang
d) Semburan darah tiba tiba
Fisiologi Kala III
Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak lagi berada di dalam
uterus, kontraksi akan terus berlangsung dan ukuran rongga uterus akan
mengecil. Pengurangan dalam ukuran uterus ini akan menyebabkan
pengurangan dalam ukuran tempat melekatnya plasenta. Oleh karena
tempat melekatnya plasenta tersebut menjadi lebih kecil, maka plasenta
31

akan menjadi tebal atau mengkerut dan memisahkan diri dari dinding
uterus. Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek
saat plasenta lepas (Kurniarum, 2016).
Tempat melekatnya plasenta akan berdarah terus hingga uterus
seluruhnya berkontraksi. Plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi
dan menekan semua pembuluh-pembuluh darah ini yang akan
menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta tersebut.
Sebelum uterus berkontraksi, wanita tersebut bisa kehilangan darah 350-
360 cc/menit dari tempat melekatnya plasenta tersebut. Uterus tidak bisa
sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu seluruhnya. Oleh
sebab itu, kelahiran yang cepat dari plasenta segera setelah ia melepaskan
dari dinding uterus merupakan tujuan dari manajemen kebidanan dari kala
III yang kompeten (Kurniarum, 2016).
d. Kala IV
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu
1) Paling kritis karena proses perdarahan yang berlangsung
2) Masa 1 jam setelah plasenta lahir
3) Pemantauan 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, 30
menit pada jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil,
perlu dipantau lebih sering
4) Observasi intensif karena perdarahan yang terjadi pada masa ini
(Kurniarum, 2016)
5) Observasi yang dilakukan :
a) Tingkat kesadaran penderita
b) Pemeriksaan tanda vital
c) Kontraksi uterus
d) Perdarahan, dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi
400-500cc.
32

Fisiologi Kala IV
Setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari dibawah
pusat. Otot-otot uterus berkontraksi, pembuluh darah yang ada diantara
anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
perdarahan setelah plasenta dilahirkan (Kurniarum, 2016).
4. Perubahan fisiologi dan psikologi persalinan
a. Perubahan Fisiologis
1) Perubahan uterus
Di uterus terjadi perubahan saat masa persalinan, perubahan yang
terjadi sebagai berikut :
a) Kontraksi uterus yang dimulai dari fundus uteri dan menyebar ke
depan dan ke bawah abdomen
b) Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR)
(1) SAR dibentuk oleh corpus uteri yang bersifat aktif dan
berkontraksi Dinding akan bertambah tebal dengan majunya
persalinan sehingga mendorong bayi keluar
(2) SBR dibentuk oleh istmus uteri bersifat aktif relokasi dan
dilatasi. Dilatasi makin tipis karena terus diregang dengan
majunya persalinan (Kurniarum, 2016).
2) Perubahan bentuk rahim
Setiap terjadi kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang
sedangkan ukuran melintang dan ukuran muka belakang berkurang.
Pengaruh perubahan bentuk rahim ini :
a) Ukuran melintang menjadi turun, akibatnya lengkungan
punggung bayi turun menjadi lurus, bagian atas bayi tertekan
fundus, dan bagian tertekan Pintu Atas Panggul.
b) Rahim bertambah panjang sehingga otot-otot memanjang
diregang dan menarik. Segmen bawah rahim dan serviks
akibatnya menimbulkan terjadinya pembukaan serviks sehingga
33

Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR)


(Kurniarum, 2016).
3) Perubahan serviks
a) Pendataran serviks/effasement pendataran serviks adalah
pemendekan kanalis servikalis dari 1-2 cm menjadi satu lubang
saja dengan pinggir yang tipis.
b) Pembukaan serviks adalah pembesaran dari ostium eksternum
yang tadinya berupa suatu lubang dengan diameter beberapa
milimeter menjadi lubang dengan diameter kira-kira 10 cm yang
dapat dilalui bayi. Pembukaan lengkap, bibir portio tidak teraba
lagi. SBR, serviks dan vagina telah merupakan satu saluran
(Kurniarum, 2016).
4) Perubahan pada sistem urinaria
Bulan ke 9, pemeriksaan fundus uteri menjadi lebih rendah,
kepala janin mulai masuk Pintu Atas Panggul dan menyebabkan
kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk sering
kencing. Kala I, adanya kontraksi uterus/his menyebabkan kandung
kencing semakin tertekan. Poliuria sering terjadi selama persalinan,
hal ini kemungkinan disebabkan karena peningkatan cardiac output,
peningkatan filtrasi glomerolus, dan peningkatan aliran plasma ginjal.
Wanita bersalin mungkin tidak menyadari bahwa kandung
kemihnya penuh karena intensitas kontraksi uterus dan tekanan bagian
presentasi janin atau efek anestesia lokal. Kandung kemih yang penuh
dapat menahan penurunan kepala janin dan dapat memicu trauma
mukosa kandung kemih selama proses persalinan. Pencegahan
(dengan mengingatkan ibu untuk berkemih di sepanjang kala I) adalah
penting. Sistem adaptasi ginjal mencakup diaforesis dan peningkatan
Insensible Water Loss (IWL) melalui respirasi (Kurniarum, 2016).
34

5) Perubahan pada vagina dan dasar panggul


a) Kala I ketuban ikut meregangkan bagian atas vagina sehingga
dapat dilalui bayi
b) Ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul
yang ditimbulkan oleh bagian depan bayi menjadi saluran dengan
dinding yang tipis
c) Kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas.
Peregangan dari luar oleh bagian depan nampak pada perineum
yang menonjol dan menjadi tipis sedangkan anus menjadi terbuka.
d) Regangan yang kuat ini dimungkinkan karena bertambahnya
pembuluh darah pada bagian vagina dan dasar panggul, tetapi
kalau jaringan tersebut robek akan menimbulkan perdarahan
banyak (Kurniarum, 2016).
6) Perubahan system kardiovaskuler (meliputi tekanan darah dan jantung)
Wanita mengejan dengan kuat, terjadi kompensasi tekanan
darah, seringkali terjadi penurunan tekanan darah secara dramatis saat
wanita berhenti mengejan di akhir kontaksi. Perubahan lain dalam
persalinan mencakup peningkatan denyut nadi secara perlahan tapi
pasti sampai sekitar 100 kali per menit pada persalinan kala II.
Frekuensi denyut nadi dapat ditingkatkan lebih jauh oleh dehidrasi,
perdarahan, ansietas, nyeri dan obat-obatan tertentu, seperti terbutalin.
Perubahan kardiovaskuler yang terjadi selama kontraksi uterus,
pengkajian paling akurat untuk mengkaji tanda tanda vital maternal
adalah diantara waktu kontraksi. Pengaturan posisi memiliki efek yang
besar pada curah jantung (Kurniarum, 2016).
Membalikkan posisi wanita bersalin dari miring ke telentang
menurunkan curah jantung sebesar 30% Tekanan darah meningkat
selama kontraksi, kenaikan sistole 15 (10-20) mmhg, kenaikan diastole
5-10 mmhg, diantara kontraksi tekanan kembali pada level sebelum
persalinan. Posisi berbaring miring akan mengurangi terjadinya
35

perubahan tekanan darah selama proses kontraksi. Rasa sakit/nyeri,


takut dan cemas juga dapat meningkatkan tekanan darah. Kenaikan
detak jantung berkaitan dengan peningkatan metabolisme. Secara
dramatis detak jantung naik selama uterus berkontraksi. Antara
kontraksi sedikit meningkat dibandingkan sebelum persalinan
(Kurniarum, 2016).
7) Perubahan pada metabolisme karbohidrat dan Basal Metabolisme Rate
(BMR)
Pada saat mulai persalinan, terjadi penurunan hormone
progesteron yang mengakibatkan perubahan pada sistem pencernaan
menjadi lebih lambat sehingga makanan lebih lama tinggal di
lambung, akibatnya banyak ibu bersalin yang mengalami obstivasi
atau peningkatan getah lambung sehingga terjadi mual dan muntah.
Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob meningkat secara
perlahan yang terjadi akibat aktivitas otot rangka dan kecemasan ibu.
Peningkatan ini ditandai dengan adanya peningkatan suhu badan ibu,
nadi, pernafasan, cardiac out put dan hilangnya cairan(Kurniarum,
2016).
Pada Basal Metabolisme Rate (BMR), dengan adanya kontraksi
dan tenaga mengejan yang membutuhkan energi yang besar, maka
pembuangan juga akan lebih tinggi dan suhu tubuh meningkat. Suhu
tubuh akan sedikit meningkat (0,5-1 0 C) selama proses persalinan dan
akan segera turun setelah proses persalinan selesai. Hal ini disebabkan
karena adanya peningkatan metabolisme tubuh (Kurniarum, 2016).
8) Perubahan pada sistem pernapasan
Menahan nafas saat mengejan selama kala II persalinan dapat
mengurangi pengeluaran CO2. Kondisi ini dapat dimanifestasikan
dengan kesemutan pada tangan dan kaki, kebas dan pusing. Pernafasan
yang dangkal dan berlebihan, situasi kebalikan dapat terjadi karena
volume rendah. Mengejan yang berlebihan atau berkepanjangan
36

selama Kala II dapat menyebabkan penurunan oksigen sebagai akibat


sekunder dari menahan nafas. Pernafasan sedikit meningkat karena
adanya kontraksi uterus dan peningkatan metabolisme dan diafragma
tertekan oleh janin. Hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal
dan dapat menyebabkan terjadinya alkalosis (Kurniarum, 2016).
9) Perubahan pada hematologi
Haemoglobin akan meningkat selama persalinan sebesar 1,2 gr
% dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan pada hari
pertama pasca persalinan kecuali terjadi perdarahan. Peningkatan
leukosit secara progresif pada awal kala I (5.000) hingga mencapai
ukuran jumlah maksimal pada pembukaan lengkap (15.000).
Haemoglobin akan meningkat selama persalinan sebesar 1,2 gr % dan
akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan pada hari
pertama pasca persalinan kecuali terjadi perdarahan. Peningkatan
leukosit terjadi secara progresif pada awal kala I (5.000) hingga
mencapai ukuran jumlah maksimal pada pembukaan lengkap (15.000).
Selama persalinan waktu pembekuan darah sedikit menurun, tetapi
kadar fibrinogen plasma meningkat. Gula darah akan turun selama
persalinan dan semakin menurun pada persalinan lama, hal ini
disebabkan karena aktifitas uterus dan muskulus skeletal (Kurniarum,
2016).
10) Nyeri
Nyeri dalam persalinan dan kelahiran adalah bagian dari respon
fisiologis yang normal terhadap beberapa faktor. Selama Kala I
persalinan, nyeri yang terjadi pada kala I terutama disebabkan oleh
dilatasi serviks dan distensi segmen uterus bawah. Awal kala I, fase
laten kontraksi pendek dan lemah, 5 sampai 10 menit atau lebih dan
berlangsung selama 20 sampai 30 detik. Wanita mungkin tidak
mengalami ketidaknyamanan yang bermakna dan mungkin dapat
berjalan ke sekeliling secara nyaman diantara waktu kontraksi. Awal
37

kala I, sensasi biasanya berlokasi di punggung bawah, tetapi seiring


dengan waktu nyeri menjalar ke sekelilingnya seperti korset/ikat
pinggang, sampai ke bagian anterior abdomen. Interval kontraksi
makin memendek, setiap 3 sampai 5 menit menjadi lebih kuat dan
lebih lama. Kala II, nyeri yang terjadi disebabkan oleh distensi dan
kemungkinan gangguan pada bagian bawah vagina dan perineum.
Persepsi nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor (Kurniarum, 2016).
Mekanisme nyeri dan metode penurunan nyeri yang terjadi pada
wanita yang bersalin beragam kejadiannya. Persalinan berkembang ke
fase aktif, wanita seringkali memilih untuk tetap di tempat tidur,
ambulasi mungkin tidak terasa nyaman lagi. Menjadi sangat
terpengaruh dengan sensasi di dalam tubuhnya dan cenderung menarik
diri dari lingkungan sekitar. Lama setiap kontraksi berkisar antara 30 –
90 detik, rata-rata sekitar 1 menit. Diilatasi serviks mencapai 8-9 cm,
kontraksi mencapai intensitas puncak, dan wanita memasuki fase
transisi. Fase transisi biasanya pendek, tetapi sering kali merupakan
waktu yang paling sulit dan sangat nyeri bagi wanita karena frekuensi
(setiap 2 sampai 3 menit) dan lama (seringkali berlangsung sampai 90
detik kontraksi). Wanita menjadi sensitif dan kehilangan kontrol.
Biasanya ditandai dengan meningkatnya jumlah show akibat ruptur
pembuluh darah kapiler di serviks dan segmen uterus bawah
(Kurniarum, 2016).
Penelitian yang dilakukan Antik (2017) mengenai pengaruh
endorphine massage terhadap skala intensitas nyeri kala I fase aktif
persalinan didapatkan hasil yaitu responden terbanyak ditemukan pada
kriteria nyeri sedang dengan jumlah 13 responden (43,33%). Menurut
peneliti, hal ini dapat terjadi karena hormone endorphine telah bekerja
ketika diberikan perlakuan endorphine massage. Responden yang
diberikan perlakuan endorphine massage akan mengalami relaksasi
dikarenakan keluarnya hormone endorphine. Pada penelitian ini
38

endorphine massage dilakukan dengan cara memberikan sentuhan


berupa pijatan lembut dan ringan arah bahu kiri dan kanan membentuk
huruf V, kearah tulang ekor dan dilakukan berkali-kali ketika terjadi
kontraksi pada persalinan. Pengaruh endorphine massage terhadap
intensitas skala nyeri kala I fase aktif persalinan yakni, ada pengaruh
penggunaan endorphine massage terhadap skala intensitas nyeri kala I
fase aktif persalinan.
Penelitian yang dilakukan Novita (2020) tentang pemberdayaan
ibu hamil TM III dan keluarga menggunakan endorphine massage
untuk mengurangi nyeri pinggang pada kelas ibu hamil dengan
menggunakan metode Visual Analogue Scale (VAS) diperoleh hasil
bahwa dari 10 peserta kelas ibu hamil yang mengikuti pretes
pemeriksaan skala intensitas nyeri menggunakan VAS skala berupa
garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm dengan penggambaran
verbal pada masing-masing ujungnya seperti angka 0 (tanpa nyeri)
sampai angka 10 (nyeri hebat). Hasil pretes menunjukan ibu hamil
dengan skala VAS 1-3 adalah sebanyak 2 orang (20%), skala 4-6
sebanyak 7 orang (70%) sedangkan skala 7-9 adalah sebanyak 1 orang
(10%). Hasil post-test dari 10 peserta kelas ibu hamil yang mengikuti
pemeriksaan skala nyeri menggunakan VAS didapatkan ibu hamil
dengan skala 0 (tidak nyeri) adalah sebanyak 3 orang (30%), skala 1-3
(rasa nyeri seperti gatal, nyut-nyutan, tersetrum, melilit, terpukul atau
mules) adalah sebanyak 6 orang (60%) dan dengan skala 4-6 (seperti
ham atay kaku, tertekan, sulit bergerak, seperti terbakar atau ditusuk-
tusuk) adalah sebanyak 1 orang (10%).
b. Perubahan psikologis
1) Perubahan psikologis pada ibu bersalin kala I
Persalinan Kala I selain pada saat kontraksi uterus, umumnya ibu
dalam keadaan santai, tenang dan tidak terlalu pucat. Kondisi
39

psikologis yang sering terjadi pada wanita dalam persalinan kala I


adalah :
a) Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-
kesalahan sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika bayi
yang yang akan dilahirkan dalam keadaan cacat, serta takhayul
lain. Walaupun pada jaman ini kepercayaan pada ketakutan-
ketakutan gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang
sebab secara biologis, anatomis, dan fisiologis kesulitan-kesulitan
pada peristiwa partus bisa dijelaskan dengan alasan-alasan
patologis atau sebab abnormalitas (keluarbiasaan). Tetapi masih
ada perempuan yang diliputi rasa ketakutan akan takhayul.
b) Timbulnya rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan konflik
batin. Rasa tegang disebabkan oleh semakin membesarnya janin
dalam kandungan yang dapat mengakibatkan calon ibu mudah
capek, tidak nyaman badan, dan tidak bisa tidur nyenyak, sering
kesulitan bernafas dan macam-macam beban jasmaniah lainnya
diwaktu kehamilannya.
c) Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu kegerahan
serta tidak sabaran sehingga harmoni antara ibu dan janin yang
dikandungnya menjadi terganggu, ini disebabkan karena kepala
bayi sudah memasuki panggul dan timbulnya kontraksi-kontraksi
pada rahim sehingga bayi yang semula diharapkan dan dicintai
secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini dirasakan sebagai
beban yang amat berat (Kurniarum, 2016).
d) Ketakutan menghadapi kesulitan dan resiko bahaya melahirkan
bayi yang merupakan hambatan dalam proses persalinan :
(1) Adanya rasa takut dan gelisah terjadi dalam waktu singkat dan
tanpa sebab sebab yang jelas
(2) Ada keluhan sesak nafas atau rasa tercekik, jantung berdebar-
debar
40

(3) Takut mati atau merasa tidak dapat tertolong saat persalinan
(4) Muka pucat, pandangan liar, pernafasan pendek, cepat dan
takikardi.
e) Adanya harapan harapan mengenai jenis kelamin bayi yang akan
dilahirkan. Relasi ibu dengan calon anaknya terpecah, sehingga
popularitas AKU-KAMU (aku sebagai pribadi ibu dan kamu
sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbulah dualitas perasaan
yaitu : Harapan cinta kasih, Impuls bermusuhan dan kebencian.
f) Sikap bermusuhan terhadap bayinya
Keinginan untuk memiliki janin yang unggul, Cemas kalau
bayinya tidak aman di luar rahim dan Belum mampu bertanggung
jawab sebagai seorang ibu
g) Kegelisahan dan ketakutan menjelang kelahiran bayi
Takut mati, Trauma kelahiran,Perasaan bersalah,Ketakutan riil
(Kurniarum, 2016).
2) Perubahan Psikologis Ibu Bersalin Kala II
Masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan bangga
akan kelahiran bayinya, tapi ada juga yang merasa takut. Adapun
perubahan psikologis yang terjadi adalah sebagai berikut :
a) Panik dan terkejut dengan apa yang terjadi pada saat pembukaan
lengkap
b) Bingung dengan adanya apa yang terjadi pada saat pembukaan
lengkap
c) Frustasi dan marah
d) Tidak memperdulikan apa saja dan siapa saja yang ada di kamar
bersalin
e) Rasa lelah dan sulit mengikuti perintah
f) Fokus pada dirinya sendiri (Kurniarum, 2016).
41

5. Bidang – bidang Hodge


Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan
kemajuan persalinan, yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui
pemeriksaan dalam. Bidang hodge :
a. Hodge I : promontorium pinggir atas simfisis
b. Hodge II : hodge I sejajar pinggir bawah simfisis
c. Hodge III : hodge I sejajar ischiadika
d. Hodge IV : hodge I sejajar ujung coccygeus (Rosyati, 2017).
6. Faktor risiko pada persalinan
Usia lebih dari 35 tahun, dimana pada usia tersebut ibu rentan terserang
penyakit dan memiliki hubungan signifikan dengan preeklamsia, kelahiran
bayi premature, dan persalinan seksio caesarea (SC). Penyakit hipertensi
dapat menyebabkan preeklamsia, dan mempengaruhi pertumbuhan plasenta
yaitu hypertropi plasenta (Kemenkes, 2019).
Persalinan preterm didefinisikan secara umum yaitu persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Mutmainnah, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Syarif (2017) didapatkan hasil bahwa
usia ibu > 35 tahun berisiko untuk mengalami persalinan preterm. Penelitian
yang dilakukan Sihombing (2017) mengenai determinan persalinan section
caeserea di Indonesia didapatkan hasil umur ibu yang. melahirkan diatas usia
35 tahun 1,68 kali lebih cenderung untuk terjadinya persalinan caeserea
dibandingkan ibu yang melahirkan di rentang usia 20-35 tahun.
7. Penatalaksanaan persalinan
a. Asuhan kala I yaitu :
1) Melakukan pengawasan menggunakan partograf mulai pembukaan 4 –
10 cm.
2) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
3) Menilai dan mencatat kondisi ibu dan bayi yaitu :
a) DJJ setiap 30 menit
42

b) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus tiap 30 menit


c) Nadi setiap 30 menit
d) Pembukaan serviks tiap 4 jam
e) Penurunan kepala tiap 4 jam
f) Tekanan darah tiap 4 jam
g) Temperature tubuh timpat 2 jam
h) Produksi urin, aseton, dan protein setiap 2 jam.
4) Pengawasan
a) Keadaan umum
b) Tekanan darah
c) Nadi
d) Respirasi
e) Temperature
f) His / kontraksi
g) DJJ
h) Pengeluaran pevaginam
i) Bandle ring (Rosyati, 2017).
5) Bantulah ibu dalam persalinan jika ibu tampak gelisah, ketakutan dan
kesakitan :
a) Berikan dukungan dan yakinkan dirinya.
b) Berikan informasi mengenai proses dan kemajuan persalinannya.
c) Dengarkanlah keluhannya
d) Cobalah untuk lebih sensitive
6) Ibu tersebut tampak kesakitan, berikan dukungan atau asuhan yang
dapat diberikan :
a) Lakukan berubahan posisi.
b) Posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi jika ibu ingin di tempat
tidur sebaiknya di anjurkan tidur miring ke kiri
c) Sarankan ibu untuk berjalan.
43

d) Ajaklah orang untuk menemaninya ( suami/ ibunya ) untuk


memijat dan menggosok punggungnya atau membasuh mukenya
di antara kontraksi.
e) Ibu di perbolehkan melakukan aktivitas sesuai dengan
kesanggupannya.
f) Ajarkan kepadanya teknik bernafas : ibu di minta untuk menarik
nafas panjang, menahan nafasnya sebentar kemudian di lepaskan
dengan cara meniup udara keluar sewaktu terasa kontraksi.
7) Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan, antara lain
menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan orang lain tanpa
sepengetahuan dan seijin pasien/ibu.
8) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi serta
prosedur yang akan di laksanakan dan hasil2 pemeriksaan.
9) Memperbolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar
kemaluannya setelah BAK/BAB.
10) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan bnyak keringat, atasi dengan
cara :
a) Gunakan kipas angin atau AC dalam kamar.
b) Menggunakan kipas biasa.
c) Menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya.
11) Untuk memenuhi kebutuhan energy dan mencegah dehidrasi, berikan
cukup minum.
12) Sarankan ibu untuk berkemih sesegera mungkin ( Rosyati, 2017).
b. Asuhan kala II
1) Mengamati tanda dan gejala kala II
a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan
atau vaginanya.
c) Perineum menonjol.
d) Vulva, vagina dan spingter anal membuka.
44

2) Menyiapkan pertongan persalinan


a) Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat – obatan
esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi
ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia → tempat dan datar dan
keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt
dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
(1) Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta
ganjal bahu bayi.
(2) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai
di dalam partus set.
b) Memakai celemek plastik
c) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang di pakai, cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tisu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
d) Memakai sarung tangan DTT pada tahun yang akan di gunakan
untuk periksa dalam.
e) Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT dan steril, pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alt suntik).
3) Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
a) Membersihkan vulva dan perineum, dengan hati – hati dari depan
ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang di basahi
air DTT.
(1) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan kebelakang.
(2) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam
wadah yang tersedia.
(3) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi ( dekontaminasi,
lepaskan dan rendam dalam larutan klorin, 0,5 %.
45

b) Melakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.


Selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap maka
lakukan amniotomi.
c) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara menyelupkan tangan
yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5 % kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik
dalam larutan 0,5 % selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah
sarung tangan di lepaskan.
d) Memeriksa DJJ setelah kontraksi atau saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 120 – 160 x/menit ).
(1) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
(2) Mendokumentasikan hasil hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil – hasil penilaian serta asuhan lainnya pada
partograf (Rosyati, 2017).
4) Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan
meneran.
a) Memberitahukan bahwa pembukaan sudah lengkap an keadaan
janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman
dan sesuai dengan keinginannya.
(1) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti
pedoman penatalaksanaan fase aktif) da dokumentasika semua
temuan yang ada.
(2) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana pern
mereka untuk mendukung dan member semanat pada ibu untuk
meneran secara benar.
b) Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (bila ada
rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, dan ibu ke
posisi setengah duduk atau posisisi lain yang di inginkan dan
pastikan ibu merasa nyaman).
46

c) Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada


dorongan kuat untuk meneran :
(1) Membimbing ibu agar dapat meneran seara benar dan efektif.
(2) Mendukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki
cara meneran apabila caranya tidak sesuai
(3) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesui
pilihannya (kecuali posisi berbaring, terlentang dalam waktu
yang lama).
(4) Menganjurkan ibu untuk istirahat di antara kontraksi.
(5) Menganjurkan keluarga member dukunga dan semangat untuk
ibu
(6) Memberikan cukup asupan cairan peroral ( minum).
(7) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
(8) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60
menit (1 jam) meneran (multigravida).
d) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit.
5) Menyiapkan pertolongan kelahiran bayi
a) Meletakkan handuk bersih ( untuk meneringkan bayi ) di perut ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
b) Meletakkan kain bersih yang di lipat 1/3 bagian di bawah bokong
ibu.
c) Membuka tutup parus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat
dan bahan.
d) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
e) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka
vulva maka lindungi perinem dengan 1 tanagan yang di lapisi
dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahahn kepala
47

bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.


Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan
dangkal.
f) Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil
tindakan yang sesui jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses
kelahiran bayi.
(1) Tali pusat meliliti leher secara longgar, lepaskan lewat bagian
atas kepala bayi.
(2) Tali pusat meliliti leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong di antara 2 klem tersebut.
g) Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
h) Melahirkan bahu
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
bipareintal. Anjurkan ibu untuk meneran saat berkontraksi.
Dengan lenbut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan
arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang (Rosyati,
2017).
i) Melahirkan badan dan tungkai
(1) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum
ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan
dan siku sebelah atas.
(2) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang
kedua mata kaki (masukan telunjuk antara kaki dan pegang
masing – masing mata kaki dengan ibu jari dan jari – jari
lainnya).
48

6) Penanganan bayi baru lahir


a) Melakukan penilaian (sepintas) :
(1) Bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan
(2) Bayi bergerak dengan aktif
b) Mengeringkan tubuh bayi Mengeringkan bayi mulai dari muka,
kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk atau
kain yang kering. Biarkan bayi di atas perut ibu.
c) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi
dalam uterus (janin tunggal).
d) Memberitahu ibu bahwa ia akan di suntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
e) Waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosi 10 unit im
(intra muskuler) di 1/3 paha atas bagian distal laterl (lakukan
aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
f) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira
– kaira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal
(ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem
pertama.
g) Memotong dan mengikat tali pusat.
(1) Menggunakan 1 tangan, pegang tali pusat yang telah di jepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di
antara 2 klem tersebut.
(2) Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu
sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya denan simoul kunci pada sisi lainnya.
(3) Melepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah di
sediakan
h) Meletakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan
bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
49

menempel di dada atau perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di


antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting
payudara ibu.
i) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi (Rosyati, 2017).
c. Asuhan kala III
1) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10 cm dari
vulva.
2) Meletakkan 1 tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
3) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas (dorso-
kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri) jika plasenta
tidal lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontrksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melekukan stimulasi putting susu.
4) Mengeluarkan plasenta
a) Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali
pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas,
mengikuti poros jalan lahir (tetaplakukan tekanan dorso-kranial).
ika tali pusat bertambah panjanng, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5- 10cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin kemudaian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah
yang telah di sediakan.
c) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakuakan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase
50

dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus


berkontraksi (fundus teraba keras).
5) Menilai perdarahan
a) Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan
pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke
dalam kantong plastik atau tempat khusus.
b) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila
ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan.
6) Melakukan prosedur pasca persalinan
a) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
b) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu
paling sedikit 1 jam.
(1) Sebagian besar bayi akan berhasil melekukan insiasi menyusu
dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama basanya
berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari
satu payudara.
(2) Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi
sudah berhasil menyusu.
c) Setelah 1 jam, lakukan penimbangan atau pengukuran bayi, beri
tetes mata anti biotic profilaksis, dan vitamin K1, 1 mg im di paha
kiri anterolateral.
d) Setelah 1 jam pemberian vit K1, berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B dipaha kanan anterolateral.
e) Meletakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu waktu bisa
di susukan. Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum
berhasil menyusu di dalam 1 jam pertama dan biarkan sampai bayi
berhasil menyusu.
51

7) Evaluasi
a) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perarahan
pervaginam.
(1) 2 sampai 3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
(2) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
(3) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
(4) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan
yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
b) Mengajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi.
c) Evaluasi dan estimasi jmlah kehilangan darah.
d) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama
jam ke-2 pasca persalinan.
(1) Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selema 2
jam pertama pasca persalinan.
(2) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal.
e) Memeriksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas
dengan baik (40-60 x/menit) serta suhu tubuh normal ( 36,5-37,5 ).
8) Kebersihan dan keamanan
a) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah
di dkontaminasi.
b) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah
yang sesuai.
c) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering.
52

d) Memastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.


Anjurkan keluarga unntuk member ibu minuman dan makanan
yang di inginkannya.
e) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klotin 0,5 %.
f) Celupkan kain tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%. balikkan
bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit.
g) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air yang mengalir.
9) Dokumentasi
Lengkapi partograf (halaman depan dan halaman belakang), periksa
tanda-tanda vital dan asuhan kala IV (Rosyati, 2017).
d. Asuhan kala IV
Pemantauan pada kala IV meliputi :
1) 1 jam pertama setip 15 menit yang di nilai yaitu :
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Suhu
d) Tinggi fundus uteri
e) Kontraksi uterus
f) Kandungan kemih
g) Perdarahan
2) 1 jam kedua setiap 30 menit yang di nilai yaitu :
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Suhu
d) Tinggi fundus uteri
e) Kontraksi uterus
f) Kandungan kemih
g) Perdarahan
53

C. Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama
masa nifas yaitu 6-8 minggu. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sukma, 2017).
1. Tahapan masa nifas
a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.
b. Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Sukma, 2017).
2. Perubahan fisiologis masa nifas
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Involusi rahim
Setelah plasenta lahir, uterus merupakan alat yang keras karena
kontraksi dan retraksi otot – ototnya. Fundus uteri ± 3 jari bawah
pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang
tetapi sesudah 2 hari, uterus akan mengecil dengan cepat, pada hari
ke–10 tidak teraba lagi dari luar. Setelah 6 minggu ukurannya kembali
ke keadaan sebelum hamil. Pada ibu yang telah mempunyai anak
biasanya uterusnya sedikit lebih besar daripada ibu yang belum pernah
mempunyai anak. Involusi terjadi karena masing – masing sel menjadi
lebih kecil, karena sitoplasma nya yang berlebihan dibuang, involusi
disebabkan oleh proses autolysis, dimana zat protein dinding rahim
dipecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang melalui air kencing,
54

sehingga kadar nitrogen dalam air kencing sangat tinggi (Sukma,


2017).
Tabel 2.1 Proses Involusi Uterus
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir Dua jari di bawah 750 gram
pusat
Satu minggu Pertengahan pusat 500 gram
simpisis
Dua minggu Tak teraba diatas 350 gram
simpisis
Enam minggu Bertambah kecil 50 gram
Delapan minggu Sebesar normal 30 gram
Sumber : (Sukma, 2017)
2) Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira – kira sebesar telapak tangan.
Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu kedua hanya
sebesar 3 – 4 cm dan pada akhir masa nifas 1 -2 cm.
3) Perubahan pembuluh darah rahim
Kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah
yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi
peredaran darah yang banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam
nifas.
4) Perubahan pada serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan,ostium extemum dapat dilalui oleh 2
jari, pinggir-pibggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan
persalinan, Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh satu
jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian dari
canalis cervikalis.
5) Perubahan pada cairan vagina (lochia) Dari cavum uteri keluar cairan
secret disebut Lochia. Jenis Lochia yakni :
a) Lochia Rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban , sel-sel desidua (desidua, yakni selaput lendir
55

Rahim 6 dalam keadaan hamil), verniks caseosa (yakni palit bayi,


zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel
epitel, yang menyelimuti kulit janin) lanugo, (yakni bulu halus
pada anak yang baru lahir), dan meconium (yakni isi usus janin
cukup bulan yang terdiri dari atas getah kelenjar usus dan air
ketuban, berwarna hijau kehitaman), selama 2 hari pasca
persalinan.
b) Lochia Sanguinolenta : Warnanya merah kuning berisi darah dan
lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochia Serosa : Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d) Lochia Alba : Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2
minggu.
e) Lochia Purulenta : Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
f) Lochiotosis : Lochea tidak lancar keluarnya.

Perubahan pada Vagina dan Perineum adalah Estrogen


pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8
minggu setelah bayi lahir (Sukma, 2017).
b. Perubahan payudara
Saat kehamilan sudah terjadi pembesaran payudara karena pengaruh
peningkatan hormon estrogen, untuk mempersiapkan produksi ASI dan
laktasi. Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr, keras
dan menghitam pada areola mammae di sekitar puting susu, ini
menandakan dimulainya proses menyusui. Segera menyusui bayi segerai
setelah melahirkan melalui proses inisiasi menyusu dini (IMD), walaupun
ASI belum keluar lancar, namun sudah ada pengeluaran kolostrum. Proses
56

IMD ini dapat mencegah perdarahan dan merangsang produksi ASI


(Wahyuningsih, 2018).
Hari ke 2 hingga ke 3 postpartum sudah mulai diproduksi ASI
matur yaitu ASI berwarna. Semua ibu yang telah melahirkan proses laktasi
terjadi secara alami. Fisiologi menyusui mempunyai dua mekanise
fisiologis yaitu; produksi ASI dan sekresi ASI atau let down reflex.
Selama kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya
untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan,
ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi, maka terjadi
positive feed back hormone (umpan balik positif), yaitu kelenjar pituitary
akan mengeluarkan hormon prolaktin (hormon laktogenik)
(Wahyuningsih, 2018).
c. Perubahan Sistem Pencernaan
Dinding abdominal menjadi lunak setelah proses persalinan karena
perut yang meregang selama kehamilan. Ibu nifas akan mengalami
beberapa derajat tingkat diastatis recti, yaitu terpisahnya dua parallel otot
abdomen, kondisi ini akibat peregangan otot abdomen selama kehamilan.
Tingkat keparahan diastatis recti bergantung pada kondisi umum wanita
dan tonus 7 ototnya, apakah ibu berlatih kontinyu untuk mendapat
kembali kesamaan otot abodimalnya atau tidak.
Saat postpartum nafsu makan ibu bertambah. Ibu dapat mengalami
obstipasi karena waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan,
pengeluaran cairan yg berlebih, kurang makan, haemoroid, laserasi jalan
lahir, pembengkakan perineal yg disebabkan episiotomi. Supaya buang air
besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan
asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila tidak berhasil, dalam 2-3 hari
dapat diberikan obat laksansia (Sukma, 2017).
d. Perubahan Sistem Perkemihan
Kandung kencing dalam masa nifas kurang sensitif dan
kapasitasnya akan bertambah, mencapai 3000 ml per hari pada 2 – 5 hari
57

post partum. Hal ini akan mengakibatkan kandung kencing penuh. Sisa
urine dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Lebih kurang 30 – 60 % wanita
mengalami inkontinensial urine selama periode post partum. Bisa trauma
akibat kehamilan dan persalinan,
Efek anestesi dapat meningkatkan rasa penuh pada kandung kemih,
dan nyeri perineum terasa lebih lama, Mobilisasi dini bisa mengurangi hal
diatas. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali pada akhir postpartum
minggu ke empat. Sekitar 40% wanita postpartum akan mempunyai
proteinuria nonpatologis sejak pasca salin hingga hari kedua postpartum.
Mendapatkan urin yang valid harus diperoleh dari urin dari kateterisasi
yang tidak terkontaminasi lochea (Wahyuningsih, 2018).
e. Musculoskleletal
Otot – otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot-otot uterus
akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta
diberikan. Wanita berdiri dihari pertama setelah melahirkan, abdomennya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Dua minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks.
Diperlukan sekitar enam minggu untuk dinding abdomen kembali ke
keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kambali elastisitasnya, tetapi
sejumlah kecil stria menetap.
f. Endokrin
Hormon Plasenta menurun setelah persalinan, HCG menurun dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke tujuh sebagai omset
pemenuhan mamae pada hari ke- 3 post partum. Hormon pituitary
prolaktin meningkat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2
minggu. FSH dan LH meningkat pada minggu ke- 3. Lamanya seorang
wanita mendapatkan menstruasi juga dapat dipengerahui oleh factor
menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena
58

rendahnya kadar estrogen dan progesterone. Setelah persalinan terjadi


penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktifitas prolactin juga
sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mammae dalam
menghasilkan ASI (Sukma, 2017).
g. Kardiovaskuler
Keadaan setelah melahirkan perubahan volume darah bergantung
beberapa faktor, misalnya kehilangan darah, curah jantung meningkat
serta 9 perubahan hematologi yaitu fibrinogen dan plasma agak menurun
dan Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
leukositosis serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun dan faktor
pembekuan darah meningkat. Perubahan tanda- tanda vital yang terjadi
masa nifas
1) Suhu badan
Waktu 24 jam postpartum, suhu badan akan meningkat sedikit (37,5 –
380C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan
cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal suhu badan akan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena
adanya pembekuan ASI.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali permenit.
Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap
denyut nadi yang melebihi 100x/menit adalah abnormal dan hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan infeksi.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah
akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena adanya perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada saat postpartum dapat menandakan
terjadinya preeklampsi postpartum.
59

h. Hematologi
Leokositoisis, yang meningkatan jumlah sel darah yang putih
hingga 15.000 selama proses persalinan, tetap meningkat untuk sepasang
hari pertama postpartum. Jumlah sel darah putih dapat menjadi lebih
meningkat hingga 25.000 atau 30.000 tanpa mengalami patologis jika
wanita mengalami proses 10 persalinan diperlama. Meskipun demikian,
berbagai tipe infeksi mungkin dapat dikesampingkan dalam temuan
tersebut. Jumlah normal kehilangan darah dalam persalinan pervaginam
500 ml, seksio secaria 1000 ml, histerektomi secaria 1500 ml. Total darah
yang hilang hingga akhir masa postpartum sebanyak 1500 ml, yaitu 200-
500 ml pada saat persalinan, 500-800 ml pada minggu pertama postpartum
±500 ml pada saat puerperium selanjutnya. Total volume darah kembali
normal setelah 3 minggu postpartum. Jumlah hemoglobin normal akan
kembali pada 4-6 minggu postpartum (Sukma, 2017).
3. Perubahan psikologis masa nifas
a. Taking in Period ( Masa ketergantungan)
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat
bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih
12 mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, serta
kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.
b. Taking hold period
Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi pada
kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap
perawatan bayi. Masa ini ibu menjadi sangat sensitif, sehingga
membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan
yang dialami ibu.
c. Leting go period
Dialami setelah tiba ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau
merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya (Sukma, 2017).
60

4. Faktor risiko pada masa nifas


Dampak pada masa nifas dari ibu yang memiliki faktor risiko yaitu :
a. Perdarahan postpartum secara umum didefinisikan sebagai kehilangan
darah dari tubuh sebesar lebih dari 500 ml dalam waktu 24 jam setelah
bayi lahir setelah persalinan (Wahyuningsih, 2018). Hasil penelitian
Ummah (2018) mengenai faktor risiko penyebab perdarahan postpartum
menunjukan bahwa umur merupakan faktor risiko kejadian perdarahan
postpartum, yang artinya umur ibu berisiko ( < 20 tahun atau > 35 tahun)
mempunyai risiko 3,7 kali lebih besar untuk terjadi perdarahan
postpartum dibandingkan ibu yang berumur tidak berisiko (20-35 tahun).
b. Postpartum blues secara umum didefinisikan salah satu bentuk gangguan
perasaan terhadap kelahiran bayi ataupun dengan dirinya sendiri (Sukma,
2017). Peran suami dan keluarga dibutuhkan oleh ibu saat mengalami
depresi, hasil penelitian yang dilakukan Sari (2020) tentang analisis
faktor risiko kejadian postpartum blues diperoleh hasil ada hubungan
usia dengan kejadian postpartum blues.Hasil penelitian ini antara usia
dengan postpartum blues di atas dapat diketahui dari 13 orang usia < 20
tahun terdapat 7 orang postpartum blues berat hal ini disebabkan oleh
faktor usia yang belum siap menerima peran baru dalam merawat bayi
dan masa nifas yang berlangsung, terdapat 5 orang postpartum blues
ringan dan hanya 1 orang yang tidak mengalami postpartum blues pada
ibu usia < 20, dari 27 orang usi 20-35 tahun terdapat 4 orang postpartum
blues berat karena kurangnya dukungan suami pada saat menjalani masa
nifas, 11 orang postpartum blues ringan dan 12 orang normal, dari 3
orang usia >35 tahun terdapat 2 orang postpartum blues ringan hal ini
dialami responden dengan usia ibu diatas 37 tahun dan 38 tahun ibu
mulai merasa kelelahan dalam proses persalinan.
c. Penyakit infeksi, keadaan gizi buruk, tingkat sosial, ekonomi rendah dan
stres memudahkan terjadi infeksi terlebih pada masa nifas.
61

Peran bidan dalam pelaksanaan P4K pada masa nifas yaitu


memberikan pelayanan nifas sesuai dengan standar antara lain kunjungan
nifas, melakukan penyuluhan dan konseling pada ibu keluarga mengenai
tanda bahaya nifas hingga KB pasca persalinan serta melakukan rujukan
(bila diperlukan) dan pencatatan pendokumentasian pada ibu (Kemenkes
RI, 2017).
5. Waktu kunjungan masa nifas
a. Kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan)
1) Mencegah perdarahan masa nifas.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab perdarahan, rujuk bila perdarahan
berlanjut.
3) Pemberian ASI awal, 1 jam setelah Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
berhasil dilakukan.
4) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
5) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi fundus
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau
menyengat.
2) Menilai adanya tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit dalam menyusui.
4) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi yaitu
perawatan tali pusat, menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari (Sukma, 2017).
c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)
1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi fundus
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau
menyengat.
2) Menilai adanya tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
62

3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.


4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit dalam menyusui.
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi yaitu
perawatan tali pusat, menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)
1) Menanyakan pada ibu tentang keluhan dan penyulit yang dialaminya.
2) Memberikan konseling untuk menggunakan KB secara dini.
6. Penatalaksanaan nifas
a. Menganjurkan ibu untuk melakukan control / kunjungan masa nifas
setidaknya 4 kali, yaitu :
1) 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
2) 6 hari setelah persalinan
3) 2 minggu setelah persalinan
4) 6 minggu setelah persalinan
b. Melakukan pemeriksaan tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi
perineum, tanda infeksi, kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur
secara rutin.
c. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa
lelah dan nyeri punggung.
d. Menanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang
didapatkannya dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan
bayinya.
e. Tatalaksana atau rujuk ibu bila ditemukan masalah.
f. Lengkapi vaksinasi tetanus toksoid bila diperlukan.
g. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan
salah satu tanda berikut :
1) Perdarahan berlebihan
2) Sekret vagina berbau
63

3) Demam
4) Nyeri perut berat
5) Kelelahan atau sesak nafas
6) Bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau pandangan
kabur
7) Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan
putting
h. Memberikan informasi tentang perlunya melakukan hal-hal berikut :
1) Kebersihan diri
a) Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang
air kecil atau besar dengan sabun dan air.
b) Mengganti pembalut minimal dua kali sehari, atau sewaktu-waktu
terasa basah atau kotor dan tidak nyaman.
c) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelamin.
d) Menghindari menyentuh daerah luka episiotomi atau laserasi
(Wahyuningsih, 2018).
2) Istirahat
a) Beristirahat yang cukup, mengatur waktu istirahat pada saat bayi
tidur, karena terdapat kemungkinan ibu harus sering terbangun
pada malam hari karena menyusui.
b) Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap. c.
3) Latihan (exercise)
a) Menjelaskan pentingnya otot perut dan panggul.
b) Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul :
(1) Menarik otot perut bagian bawah selagi menarik napas dalam
posisi tidur terlentang dengan lengan disamping, tahan napas
sampai hitungan 5, angkat dagu ke dada, ulangi sebanyak 10
kali.
64

(2) Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan. Tahan dan


kencangkan otot pantat, pinggul sampai hitungan 5, ulangi
sebanyak 5 kali.
4) Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari.
b) Makanan seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin).
c) Minum minimal 3 liter/hari.
d) Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pascasalin,
terutama di daerah dengan prevalensi anemia tinggi.
e) Suplemen vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU diminum
segera setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24 jam
kemudian.
5) Menyusui dan merawat payudara
a) Menjelaskan kepada ibu mengenai cara menyusui dan merawat
payudara.
b) Menjelaskan kepada ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif.
c) Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda-tanda kecukupan ASI dan
tentang manajemen laktasi.
6) Senggama
a) Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak
merasa nyeri ketika memasukkan jari ke dalam vagina.
b) Keputusan tentang senggama bergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
7) Kontrasepsi dan KB
Mendiskusikan kepada ibu mengenai pentingnya kontrasepsi dan
keluarga berencana setelah bersalin (Wahyuningsih, 2018).

D. Bayi Baru Lahir (BBL)


Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu
65

sampai 42 minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai
apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan (Jamil, 2017).
1. Tanda-tanda bayi baru lahir normal
Bayi baru lahir dikatakan normal jika usia kehamilan aterm antara 37-
42 minggu, BB 2500 – 4000 gram, panjang badan 48- 52 cm, lingkar dada 30-
38 cm, lingkar kepala 33- 35 cm, lingkar lengan 11- 12 cm, frekuensi DJJ
120- 160 x permenit, pernafasan ± 40- 60 x permenit, kulit kemerahan dan
licin karena jaringan subkutan yang cukup, rambut kepala biasanya telah
sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR > 7.
Tabel 2.2 Penilaian Skoring APGAR
TANDA NILAI 0 NILAI 1 NILAI 2
Appearance Pucat/Biru seluruh Tubuh Merah Seluruh
(Warna Kulit) tubuh Ekstremitas Biru Tubuh
Kemerahan
Pulse Tidak ada <100 >100
(Denyut Jantung)
Grimace Lemah Ekstremitas Gerakan Aktif
(Tonus Otot) Sedikit Fleksi
Activity Tidak ada Menyeringai Langsung
(Aktivitas) Menangis
Respiration Tidak ada Lambat/Tidak Baik,
(Pernafasan) teratur Menangis
Sumber : (Jamil, 2017).
2. Penampilan dan perilaku bayi baru lahir
a. Bernafas dan menangis spontan, terjadi sekitar 30 detik setelah lahir
dengan frekuensi 40-60x/menit.
b. Frekuensi jantung berkisar 180x/menit, kemudian turun menjadi 140-
120x/menit.
c. Warna kulit kemerah-merahan dan terkadang terdapat verniks casseosa.
d. Lemak subkutan cukup tebal.
e. Rambut lanugo dan rambut kepala tumbuh dengan baik.
f. Aktifitas/gerakan aktif, ektremitas biasanya dalam keadaan fleksi.
g. BB berkisar antara 2500-3000 gram.
h. PB antara 50-55 cm.
i. Ukuran lingkar kepala, antara lain: 33-35 cm.
66

j. Anus (+) dalam 24 jam pertama dapat mengeluarkan meconium berwarna


hitam kecoklatan.
k. Dalam 24 jam pertama bayi dapat BAK dengan volume 20-30 ml/hari.
l. Genitalia : labia mayora menutupi labia minora, testis sudah turun ke
dalam skrotum.
m. Sensitif terhadap cahaya terang, yang menyebabkan mata bayi akan
berkedip, dapat mengenali pola-pola hitam putih yang tercetak tebal dan
bentuk wajah manusia. Jarak focus adalah sekitar 15-20 cm.
n. Bayi baru lahir sangat sensitive terhadap sentuhan dan sangat menyukai
kontak langsung antara kulit dengan kulit.
o. Bayi lebih banyak tidur dalam 2 minggu pertama termasuk normal.
p. Tangisan bayi berbeda-beda disesuaikan dengan apa yang dirasakannya,
seperti sakit, merasa tidak nyaman karena basah, dingin, lapar (Jamil,
2017).
Perilaku bayi baru lahir diinterpretasikan dalam bentuk refleks-refleks
seperti :
1) Refleks Suckling (Menghisap) : dilihat pada waktu bayi menyusu yaitu,
areola putting susu tertekan gusi bayi, lidah, dan langit-langit sehingga
sinus latiferus tertekan dan memancarkan ASI.
2) Refleks Grasping (Menggenggam) : yaitu bila jari kita menyentuh telapak
tangan bayi maka jari-jarinya akan menggengam sangat kuat.
3) Refleks Rooting : yaitu bila jarinya menyentuh daerah sekitar mulut bayi
maka bayi akan membuka mulutnya dan memiringkan kepalanya ke arah
datangnya jari.
4) Refleks Moro : yaitu reflek yang timbul diluar kesadaran bayi misalnya
bila bayi diangkat dari gendongan kemudian seolah-olah bayi melakukan
gerakan yang mengangkat tubuhnya pada orang yang mendekapnya.
5) Refleks Stapping : yaitu reflek kaki secara spontan apabila bayi diangkat
tegak dan kakinya satu persatu disentuhkan pada satu dasar maka bayi
seolah-olah berjalan (Jamil, 2017).
67

3. Penatalaksanaan BBL
a. Penilaian Nilai kondisi bayi :
1) Bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan.
2) Bayi bergerak dengan aktif/lemas.
3) Warna kulit bayi merah muda, pucat/biru.
b. Pencegahan Infeksi
1) Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan
dengan bayi.
2) Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.
3) Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem,
gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah
didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.
4) Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan
untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikian pula dengan
timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop (Jamil, 2017).
c. Pemeriksaan fisik
Langkah-langkah dalam pemeriksaan fisik pada bayi :
1) Pemeriksaan umum
Pengukuran antropometri yaitu pengukuran lingkar kepala yang
dalam keadaan normal berkisar 32-37 cm, lingkar dada 34-36 cm,
panjang badan 45-53 cm, berat badan bayi 2500-4000 gram.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Suhu tubuh, nadi, pernafasan bayi baru lahir bervariasi dalam
berespon terhadap lingkungan.
a) Suhu bayi
Suhu bayi dalam keadaan normal berkisar antara 36,5-37,50 C
pada pengukuran diaxila.
b) Nadi
Denyut nadi bayi yang normal berkisar 120-140 kali permenit.
68

c) Pernafasan
Pernafasan pada bayi baru lahir tidak teratur kedalaman,
kecepatan, iramanya. Pernafasannya bervariasi dari 40 sampai 60
kali permenit (Jamil, 2017).
3) Pencegahan infeksi
a) Melakukan pemberian salep mata anti biotic profilaksis, dan
vitamin K1, 1 mg im di paha kiri anterolateral.
b) Setelah 1 jam pemberian vit K1, berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B dipaha kanan anterolateral.
c) Meletakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu waktu bisa
di susukan. Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum
berhasil menyusu di dalam 1 jam pertama dan biarkan sampai
bayi berhasil menyusu (Jamil, 2017).
d. Praktik memandikan bayi yang dianjurkan adalah :
1) Tunggu sedikitnya 6 jam setelah lahir sebelum memandikan bayi
(lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermi).
2) Sebelum memandikan bayi, periksa bahwa suhu tubuh stabil (suhu
aksila antara 36,5º C – 37º C). Jika suhu tubuh bayi masih dibawah
36,5º C, selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi bagian
kepala dan tempatkan bersama ibunya di tempat tidur atau lakukan
persentuhan kulit ibu – bayi dan selimuti keduanya. Tunda
memandikan bayi hingga suhu tubuh bayi tetap stabil dalam waktu
(paling sedikit) satu (1) jam.
3) Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruangan mandinya hangat dan
tidak ada tiupan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk
mengeringkan tubuh bayi dan siapkan beberapa lembar kain atau
selimut 18 bersih dan kering untuk menyelimuti tubuh bayi setelah
dimandikan.
4) Memandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat.
69

5) Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan


kering.
6) Ganti handuk yang basah dengan selimut bersih dan kering,
kemudian selimuti tubuh bayi secara longgar. Pastikan bagian kepala
bayi diselimuti dengan baik.
7) Bayi dapat diletakkan bersentuhan kulit dengan ibu dan diselimuti
dengan baik.
8) Ibu dan bayi disatukan di tempat dan anjurkan ibu untuk menyusukan
bayinya.
9) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
10) Idealnya bayi baru lahir ditempatkan di tempat tidur yang sama
dengan ibunya, untuk menjaga bayi tetap hangat dan mendorong ibu
untuk segera memberikan ASI (Jamil, 2017).
e. Perawatan tali pusat
1) Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau
jepitkan klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
2) Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam
larutan klonin 0,5 % untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh
lainnya.
3) Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi.
4) Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau
kain bersih dan kering.
5) Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan
menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik tali
pusat (disinfeksi tingkat 20 tinggi atau steril). Lakukan simpul kunci
atau jepitankan secara mantap klem tali pusat tertentu.
6) Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling
ujung tali pusat dan dilakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci
dibagian tali pusat pada sisi yang berlawanan.
70

7) Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan


klonin 0,5% h. Selimuti ulang bayi dengan kain bersih dan kering,
pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup dengan baik (Jamil,
2017).
4. Faktor Risiko Ibu terhadap BBL
Dampak kehamilan berisiko bagi janin yaitu (Mutmainnah, 2017) :
a. Bayi lahir belumcukup bulan, dapat disebut bayi preterm maupun bayi
prematur. Bayi preterm merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. Hal ini
dapat disebabakan oleh faktor maternal seperti toksemia, hipertensi,
malnutrisi maupun penyakit penyerta lainnya.
b. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat
bayi yang ditimbang dalam1(satu )jam setelah lahir. Penyebab paling
besar lahirnya bayi BBLR adalah masalah selama kehamilan pada ibu,
dapat berupa penyakit penyerta pada ibu, kurang nutrisi, maupun usia
ibu. Hasil penelitian yang dilakukan Febrianti (2019) tentang faktor-
faktor risiko yang mempengaruhi kejadian BBLR diperoleh hasil ada
hubungan faktor usia ibu terhadap kejadian BBLR. Usia ibu yang
berisiko memiliki risiko 2,4 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR,
dibandingkan dengan usia ibu yang tidak berisiko.
5. Kunjungan Neonatal
Kunjungan neonatal adalah pelayanan kesehatan kepada neonates minimal 3
kali yaitu (Kemenkes RI, 2018) :
a. Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah
lahir seperti mempertahankan suhu tubuh bayi, pemeriksaan fisik bayi,
KIE pada ibu tanda bahaya pada BBL.
b. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari yaitu menjaga tali
pusat dalam keadaan bersih dan kering, KIE terhadap ibu dan keluarga
71

untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi, dan perawatan


bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan buku KIA.
c. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8-28 hari yaitu menjaga
kehangatan bayi, ASI sesering mungkin dalam 24 jam, dan memberitahu
ibu tentang imunisasi dasar (Kemenkes RI, 2018).

E. Keluarga Berencana
1. Konsep Keluarga Berencana (KB)
Keluarga berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan dan mengatur interval
diantara kelahiran (Prijatni, 2016).
a. Tujuan KB
1) Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, serta terciptanya penduduk
yang berkualitas.
2) Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga
kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan
kelahiran sekaligus menjamin terkendalinnya pertumbuhan penduduk.
b. Sasaran dari program KB
1) Sasaran langsung, yaitu pasangan usia subur yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi
secara berkelanjutan.
2) Sasaran tidak langsung yang terdiri dari pelaksana dan pengelola KB,
dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan dalam rangka mencapai keluarga yang
berkualitas, dan sejahtera
c. Ruang lingkup program KB
1) Komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
2) Konseling
72

3) Pelayanan infertilitas
4) Pendidikan seks
5) Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan (Prijatni,
2016).
2. Alkon Non MKJP
Non MKJP dalah kontrasepsi untuk menunda, menjarangkan kehamilan serta
menghentikan kesuburan yang digunakan dalam jangka pendek, terdiri dari
suntik, pil dan kondom (BKKBN. 2017).
a. Kondom

Gambar 2.6 Alat kontrasepsi kondom


Sumber : (Imelda, 2018).

Kondom merupakan selubung/sarung karet yang terbuat dari


berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami
(produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan. Kondom
terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya
berpinggir tebal, yang digulung berbentuk rata. Standar kondom dilihat
dari ketebalannya, yaitu 0,02 mm (Rahayu, 2016).
1) Jenis Kondom
a) Kondom biasa.
b) Kondom berkontur (bergerigi).
c) Kondom beraroma.
d) Kondom tidak beraroma.
e) Kondom wanita.
73

2) Cara Kerja Kondom


a) Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita.
b) Sebagai alat kontrasepsi.
c) Sebagai pelindung terhadap infeksi atau transisi mikroorganisme
penyebab (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan
kepada pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari
lateks dan vinil).
3) Efektivitas Kondom
Pemakaian kontrasepsi kondom akan efektif apabila dipakai secara
benar setiap kali berhubungan seksual. Pemakaian kondom yang tidak
konsisten membuat tidak efektif. Angka kegagalan kontrasepsi
kondom sangat sedikit yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per
tahun (Rahayu, 2016).
4) Manfaat Kondom
a) Efektif bila pemakaian benar.
b) Tidak mengganggu produksi ASI.
c) Tidak mengganggu kesehatan klien.
d) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
e) Ekonomis / Murah dan tersedia di berbagai tempat.
f) Tidak memerlukan resep dan pemeriksaan khusus.
g) Metode kontrasepsi sementara.
h) Mencegah penularan IMS.
i) Mencegah ejakulasi dini.
j) Mengurangi insidensi kanker serviks.
k) Adanya interaksi sesama pasangan.
l) Mencegah imuno infertilitas (Rahayu, 2016).
5) Keterbatasan Kondom
a) Efektivitas tidak terlalu tinggi.
b) Tingkat efektivitas tergantung pada pemakaian kondom yang
benar.
74

c) Adanya pengurangan sensitivitas pada penis.


d) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual.
e) Perasaan malu membeli di tempat umum.
f) Masalah pembuangan kondom bekas pakai.
6) Efek samping
a) Kondom rusak atau bocor sebelum pemakaian.
Penanganan :Buang dan pakai kondom yang baru atau gunakan
spermisida.
b) Kondom bocor saat berhubungan
Penanganan :Pertimbangkan pemberian Morning After Pil
c) Adanya reaksi alergi
Penanganan :Berikan kondom jenis alami atau ganti metode
kontrasepsi lain.
d) Mengurangi kenikmatan berhubungan seksual
Penanganan :Gunakan kondom yang lebih tipis atau ganti metode
kontrasepsi lain (Rahayu, 2016).
7) Cara Penggunaan/Instruksi bagi Klien
a) Gunakan kondom setiap akan melakukan hubungan seksual.
b) Agar efek kontrasepsinya lebih baik, tambahkan spermisida ke
dalam kondom.
c) Jangan menggunakan gigi, benda tajam seperti pisau, silet, gunting
atau benda tajam lainnya pada saat membuka kemasan.
d) Pemasangan kondom pada saat penis ereksi, tempelkan ujungnya
pada glans penis dan tempatkan bagian penampung sperma pada
ujung uretra. Lepaskan gulungan karetnya dengan jalan menggeser
gulungan tersebut ke arah pangkal penis. Pemasangan ini harus
dilakukan sebelum penetrasi penis ke vagina.
e) Kondom dilepas sebelum penis melembek.
f) Pegang bagian pangkal kondom sebelum mencabut penis sehingga
kondom tidak terlepas pada saat penis dicabut dan lepaskan
75

kondom di luar vagina agar tidak terjadi tumpahan cairan sperma


di sekitar vagina.
g) Gunakan kondom hanya untuk satu kali pakai.
h) Buang kondom bekas pakai pada tempat yang aman.
i) Sediakan kondom dalam jumlah yang cukup di rumah dan jangan
disimpan di tempat yang panas karena hal ini dapat menyebabkan
kondom menjadi rusak atau robek saat digunakan.
j) Jangan gunakan kondom apabila kemasannya robek atau kondom
tampak rapuh/kusut.
k) Jangan gunakan minyak goreng atau pelumas dari bahan
petrolatum karena akan segera merusak kondom (Rahayu, 2016).
b. Mini pil

Gambar 2.7 Alat kontrasepsi mini pil


Sumber : (Imelda, 2018)
1) Profil
a) Cocok untuk perempuan menyusui yang ingin memakai pil KB.
b) Sangat efektif pada masa laktasi.
c) Dosis rendah.
d) Tidak menurunkan produksi ASI.
e) Tidak memberikan efek samping estrogen.
f) Efek samping utama adalah gangguan perdarahan; perdarahan
bercak, atau perdarahan tidak teratur.
g) Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat.
76

2) Jenis minipil
a) Kemasan dengan isi 35 pil : 300 µg levonorgestrel atau 350
µgnoretindron.
b) Kemasan dengan isi 28 pil : 75 µgdesogestrel.
3) Cara kerja minipil
a) Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis streroid seks di
ovarium (tidak begitu kuat).
b) Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga
implantasi lebih sulit.
c) Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi
sperma.
d) Mengubah motilitas tuba sehingga transfortasi sperma terganggu.
4) Efektivitas minipil
Sangat efektif (98,5 %). Penggunaan minipil jangan sampai terlupa
satu dua tablet atau jangan sampai terjadi gangguan gastrointestinal
(muntah, diare), karena akibatnya kemungkinan terjadi kehamilan
sangat besar. Penggunaan obat-obat mukolitik asetilsistein bersamaan
dengan minipil perlu dihindari karena mukolitik jenis ini dapat
meningkatkan penetrasi sperma sehingga kemampuan kontrasepsi dari
minipil dapat terganggu. Agar didapatkan kehandalan yang tinggi,
maka :
a) Sangat efektif bila digunakan secara benar.
b) Tidak mengganggu hubungan seksual.
c) Tidak mempengaruhi ASI.
d) Kesuburan cepat kembali.
e) Nyaman dan mudah digunakan.
f) Sedikit efek samping.
g) Dapat dihentikan setiap saat.
h) Tidak mengandung estrogen (Rahayu, 2016).
77

5) Keuntungan mini pil


a) Mengurangi nyeri haid.
b) Mengurangi jumlah darah haid.
c) Menurunkan tingkat anemia.
d) Mencegah kanker endometrium.
e) Melindungi dari penyakit radang panggul.
f) Tidak meningkatkan pembekuan darah.
g) Dapat diberikan pada penderita endometriosis.
h) Kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri kepala,
dan depresi.
i) Dapat mengurangi keluhan premenstrual sindrom (sakit kepala,
perut kembung, nyeri payudara, nyeri pada betis, lekas marah).
j) Sedikit sekali mengganggu metabolisme karbohidrat sehingga
relatif sama diberikan pada perempuan pengidap diabetes yang
belum mengalami komplikasi.
6) Keterbatasan minipil
a) Hampir 30-60 % mengalami gangguan haid (perdarahan sela,
spotting, amenorea).
b) Peningkatan/penurunan berat badan.
c) Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama.
d) Bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar.
e) Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat.
f) Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (4 dari 100 kehamilan),
tetapi risiko ini lebih rendah jika dibandingkan dengan perempuan
yang tidak menggunakan minipil.
g) Efektivitasnya menjadi rendah bila digunakan bersamaan dengan
obat tuberkulosis atau obat epilepsy.
h) Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual atau
HIV/AIDS.
78

i) Hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di daerah muka),


tetapi sangat jarang terjadi (Rahayu, 2016).
7) Indikasi minipil
a) Usia reproduktif.
b) Telah memiliki anak, atau yang belum memiliki anak.
c) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat efektif
selama periode menyusui.
d) Pascapersalinan dan tidak menyusui.
e) Keguguran.
f) Perokok segala usia.
g) Mempunyai tekanan darah tinggi (selama < 180/110 mmHg) atau
dengan masalah pembekuan darah.
h) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih senang tidak
menggunakan estrogen.
8) Kontraindikasi minipil
a) Hamil atau diduga hamil.
b) Pendarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid.
d) Menggunakan obat tuberkolosis (rifampisin), atau obat untuk
(fenition dan barbiturat).
e) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
f) Sering lupa menggunakan pil.
g) Miom uterus. Progestin memicu pertumbuhan miom uterus.
h) Riwayat stroke. Progestin menyebabkan spasme pembuluh darah.
6) Waktu mulai menggunakan minipil
a) Mulai hari pertama sampai hari ke-5 siklus haid, tidak diperlukan
pencegahan dengan kontrasepsi lain.
b) Dapat digunakan setiap saat, asal saja tidak terjadi kehamilan. Bila
menggunakannya setelah hari ke-5 siklus haid, jangan melakukan
79

hubungan seksual selama 2 hari atau menggunakan metode


kontrasepsi lain untuk 2 hari saja.
c) Bila klien tidak haid (amenorea), minipil dapat digunakan setiap saat,
asal saja diyakini tidak hamil. Jangan melakukan hubungan seksual
selama 2 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 2
hari saja.
d) Bila menyusui antara 6 minggu dan 6 bulan pascapersalinan dan
tidak haid, minipil dapat dimulai setiap saat. Bila menyusui penuh,
tidak memerlukan metode kontrasepsi tambahan.
e) Bila lebih dari 6 minggu pascapersalinan dan klien telah
mendapatkan haid, minipil dapat dimulai pada hari 1-5 hari siklus
haid.
f) Minipil dapat diberikan segera pasca keguguran.
g) Bila sebelumnya klien menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan
ingin menggantinya dengan minpil, minipil dapat segera diberikan,
bila saja kontrasepsi sebelumnya digunakan dengan benar atau ibu
tersebut sedang tidak hamil. Tidak perlu menunggu sampai
datangnya haid berikutnya.
h) Bila kontrasepsi yang sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan,
bminipil diberikan pada jadwal suntikan berikutnya. Tidak
diperlukan penggunaan metode kontrasepsi yang lain.
i) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kotrasepsi non hormonal dan ibu
tersebut ingin menggantinya dengan minipil, minipil diberikan pada
hari 1-5 siklus haid dan tidak memerlukan kontrasepsi lain.
j) Bila kontrasepsi sebelumnya yang digunakan adalah AKDR
(termasuk AKDR yang mengandung hormon), minipil dapat
diberikan pada hari 1-5 siklus haid. Dilakukan pengangkatan AKDR
(Rahayu, 2016).
7) Intruksi kepada klien
a) Minum minipil setiap hari pada saat yang sama.
80

b) Minum pil yang pertama pada hari pertama haid.


c) Bila klien muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil,
minumlah pil yang lain, atau gunakan metode kontrasepsi lain bila
klien berniat melakukan hubungan seksual pada 48 jam berikutnya.
d) Klien lupa 1 atau 2 pil, minumlah segera pil yang terlupa tersebut
sesegera klien ingat dan gunakan metode pelindung sampai akhir
bulan.
e) Klien belum haid, mulailah paket baru sehari setelah paket terakhir
habis.
f) Bila haid klien teratur setiap hari dan kemudian kehilangan 1 siklus
(tidak haid), atau bila merasa hamil, temui petugas kesehatan klien
untuk memeriksa uji kehamilan (Rahayu, 2016).
c. Pil kombinasi

Gambar 2.8 Alat kontrasepsi pil kombinasi


Sumber : (BKKBN, 2017).
Kandungan dalam satu pil terdapat hormon estrogen maupun progestin
sinetik. Pil diminum setiap hari selama 3 minggu, diikuti dengan 1 minggu
tanpa pil atau plasebo, pada saat mana suatu perdarahan surut akan terjadi.
Estrogennya ialah etinil estradiol atau mestranol, dalam dosis 0.05; 0,08;
atau 0,1 mg per tablet. Progestinnya bervariasi: yang merupakan
androgen, yang merupakan progesteron, atau mempunyai pengaruh
estrogen instrinsik. Efektivitas secara teorotis hampir 100% (tingkat
kehamilan 0,1/100 tahun-wanita). Efektivitas pemakaian ialah 95-98%
efektif (tingkat kehamilan 0,7/100 tahun-wanita) (Rahayu, 2016).
81

1) Indikasi Pil Kombinasi


a) Usia Reproduksi
b) Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak.
c) Gemuk atau kurus.
d) Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi.
e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
f) Setelah melahirkan 6 bulan yang tidak memberikan ASI ekslusif,
sedangkan semua cara kontrasepsi yang dianjurkan tidak cocok
bagi ibu tersebut.
g) Pascakeguguran.
h) Anemia karena haid berlebihan.
i) Siklus haid tidak teratur.
j) Riwayat kehamilan ektopik.
2) Kontraindikasi pil kombinasi
a) Hamil atau dicurigai hamil.
b) Menyusui ekslusif.
c) Pendarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
d) Penyakit hati akut (Hepatitis).
e) Perokok dengan usia > 35 Tahun.
f) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah > 180/100
mmHg.
g) Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis
>20 tahun.
h) Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara.
i) Migran dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat efilepsi).
j) Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.
3) Cara kerja pil kombinasi
a) Menekan ovulasi.
b) Mencegah implantasi.
c) Lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui oleh sperma.
82

d) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan


sendirinya akan terganggu pula (Rahayu, 2016).
4) Manfaat Pil Kombinasi
a) Memiliki efektivitas yang tinggi (hampir menyerupai efektivitas
tubektomi), bila digunakan setiap hari (1 kehamilan per 100
perempuan dalam tahun pertama penggunaan).
b) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
c) Tidak mengganggu hubungan seksual.
d) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang
(mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid.
e) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang
(mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid.
f) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin
menggunakannya untuk mencegah kehamilan.
5) Keterbatasan pil kombinasi
a) Mual, terutama pada 3 bulan pertama.
b) Perdarahan bercak atau perdarahan sela, terutama 3 bulan
pertama.
c) Pusing.
d) Nyeri payudara.
e) Berat badan naik sedikit, jarang pada pil kombinasi.
f) Tidak boleh diberikan pada perempuan menyusui (dapat
mengurangi ASI).
g) Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi, dan
perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk melakukan
hubungan berkurang.
h) Meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan, sehingga risiko
stroke, dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam sedikit
meningkat. Perempuan usia> 35 tahun dan merokok perlu hati-
hati.
83

i) Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual), HBV,


HIV/AIDS (Rahayu, 2016).
6) Waktu mulai menggunakan pil kombinasi
a) Setiap saat selagi haid, untuk meyakinkan kalau perempuan
tersebut tidak hamil.
b) Hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
c) Boleh menggunakan pada hari ke-8, tetapi perlu menggunakan
metode kontrasepsi yang lain (kondom) mulai hari ke-8 sampai
hari ke-14 atau tidak melakukan hubungan seksual sampai anda
telah menghabiskan paket pil tersebut.
d) Setelah melahirkan :
(1) Setelah 6 bulan pemberian ASI ekslusif.
(2) Setelah 3 bulan dan tidak menyusui.
(3) Pasca keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari).
e) Bila berhenti menggunakan kontrasepsi injeksi, dan ingin
menggantikan dengan pil kombinasi, pil dapat segera diberikan
tanpa perlu menunggu haid (Rahayu, 2016).
d. Suntik progestin

Gambar 2.9 Alat kontrasepsi suntik progestin


Sumber : (BKKBN, 2017).
Suntikan diberikan pada hari ke 3-5 hari pasca persalinan, segera
setelah keguguran, dan pada masa interval sebelum hari kelima haid.
Teknik penyuntikannya yaitu secara intramusculer dalam, di daerah m.
gluteus maksimus atau deltoideus. Kontraindikasi kontrasepsi suntikan
84

kurang lebih sama dengan kontrasepsi hormonal lainnya. Efek samping


yang berupa gangguan haid ialah amenorea, menoragia, dan spotting. Efek
samping lain yang bukan merupakan gangguan haid dan keluhan subjektif
lainnya juga kurang lebih sama dengan kontrasepsi hormonal lainnya.
Sangat efektif., aman, dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia
reproduksi, kembalinya kesuburan lebih lambat, rata-rata 4 bulan, cocok
untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI.
1) Jenis suntik progestin
a) Depo medroksiprogesteron asetat (depo proveta), mengandung
150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara
disuntik IM (di daerah bokong).
b) Depo noretisteron enantat (depo noristerat), yang mengandung
200 mg noretindron enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara
disuntik IM.
2) Cara Kerja
a) Mencegah ovulasi.
b) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan
penetrasi sperma.
c) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atropi.
d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
3) Keuntungan
a) Sangat efektif mencegah kehamilan
b) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.
c) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.
d) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.
e) Sedikit efek samping.
f) Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai
perimenopause.
85

g) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan


ektopik.
h) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
i) Mencegah beberapa penyebab terjadinya penyakit radang
panggul.
j) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell).
4) Keterbatasan
a) Sering ditemukan gangguan haid, seperti : Siklus haid yang
memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit,
perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting).
b) Tidak haid sama sekali.
c) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan
(harus kembali untuk suntikan).
d) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut.
e) Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering.
f) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan IMS, Hepatitis
B Virus, atau infeksi virus HIV.
g) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.
h) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya
perusakan atau kelainan pada organ genitalia, melainkan karena
belum habisnya pelepasan obat suntikan dai deponya (tempat
suntikan).
i) Penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan
tulang (densitas).
j) Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan
vagina, menurunkan libido, sakit kepala, nervositas, jerawat.
5) Indikasi kontrasepsi suntikan progestin
a) Usia reproduksi.
b) Nulipara yang telah memiliki anak.
86

c) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektivitas


tinggi.
d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
f) Setelah abortus atau keguguran.
g) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi.
h) Perokok..
i) Tekanan darah <180/110 mmHg, dengan masalah gangguan
pembekuan darah atau anemia.
j) Menggunakan obat untuk epilepsy (fenitoin dan barbiturate) atau
obat tuberculosis (rifampisin).
k) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen.
l) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.
m) Anemia defesiansi besi
n) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh
menggunakan pil kontrasepsi kombinasi.
6) Kontraindikasi suntik progestin
a) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7.100.000
kelahiran).
b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya.
c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid.
d) Terutama amenorea.
e) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
f) Diabetes militus disertai komplikasi.
7) Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin
a) Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil.
b) Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
c) Ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat,
asalkan ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan
tidak boleh melakukan hubungan seksual.
87

d) Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin


mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah
menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, dan
ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan
tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang.
e) Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi lain dan ingin
menggantinya dengan jenis kontrasepsi yang lain lagi, kontrasepsi
suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi
suntikan yang sebelumnya.
f) Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin
menggantinya dengan jenis kontrasepsi hormonal, suntikan
pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dan segera
diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya
tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik
hari ke-7 haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah di suatukan tidak
boleh berhubungan seksual.
g) Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal.
Suntikan pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari
ke-7 siklus haid atau dapat diberikan setiap saat setelah hari ke-7
siklus haid, asal ibu tidak hamil.
h) Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur. Suntikan
pertama dapat diberikan setiap saat selama 7 hari setelah suntikan
tidak boleh melakukan hubungan seksual.
e. Suntik kombinasi

Gambar 2.10 Alat kontrasepsi suntik kombinasi


Sumber : (Imelda, 2018).
88

Jenis suntik kombinasi adalah 25 mg depo medroksiprogesteron


asetat dan 5 mg estradiol sipionat yang diberikan injeksi IM sebulan sekali
(Cyclofem), dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat
yang diberikan injeksi IM sebulan sekali.
1) Cara kerja
a) Menekan ovulasi
b) Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma
terganggu
c) Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi
terganggu.
d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
2) Efektivitas
Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun
pertama penggunaan.
3) Indikasi suntik kombinasi
a) Usia reproduksi
b) Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak
c) Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitas yang tinggi
d) Menyusui ASI pascapersalinan > 6 bulan
e) Pascapersalinan dan tidak menyusui
f) Anemia
g) Nyeri haid hebat
h) Haid teratur
i) Riwayat kehamilan ektopik
j) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.
4) Kontraindikasi suntik kombinasi
a) Hamil atau diduga hamil.
b) Menyusui di bawah 6 minggu pasca persalinan.
c) Pendarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
d) Penyakit hati akut (virus hepatitis).
89

e) Usia > 35 tahun yang merokok.


f) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah tinggi
(>180/110 mmHg).
g) Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis>20
tahun.
h) Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau
migran.
i) Keganasan pada payudara.
5) Waktu Mulai Menggunakan Suntikan Kombinasi
a) Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid.
Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.
b) Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke 7 siklus haid, klien
tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau
menggunakan kontrasepsi lain untuk 7 hari.
c) Bila klieh tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat,
asal saja dapat dipastikan ibu tersebut tidak hamil. Klien tidak
boleh melakukan hubungan seksual untuk 7 hari lamanya atau
menggunakan metode kontrasepsi yang lain selama masa waktu 7
hari.
d) Bila klien pascapersalinan 6 bulan, menyusui, serta belum haid,
suntikan pertama dapat diberikan, asal saja dapat dipastikan tidak
hamil.
e) Bila pasca persalinan > 6 bulan, menyusui, serta telah mendapat
haid, maka suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan
7.
f) Bila pascapersalinan < 6 bulan dan menyusui, jangan diberi
suntikan kombinasi.
g) Bila pascapersalinan 3 minggu, dan tidak menyusui, suntikan
kombinasi dapat diberi.
90

h) Pascakeguguran, suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau


dalam waktu 7 hari.
i) Ibu yang sedang menggunakan metode kontrasepsi hormonal
kombinasi. Selama ibu tersebut menggunakan kontrasepsi
sebelumnya secara benar, suntikan kombinasi dapat segera
diberikan tanpa perlu menunggu haid. Bila ragu-ragu, perlu
dilakukan uji kehamilan terlebih dahulu.
j) Bila kontrasepsi sebelumnya juga kontrasepsi hormonal, dan ibu
tersebut ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka
suntikan kombinasi tersebut dapat diberikan sesuai jadwal
kontrasepsi sebelumnya. Tidak diperlukan metode kontrasepsi lain.
k) Ibu yang menggunakan metode kontrasepsi nonhormonal dan
ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka suntikan
pertama dapat segera diberikan, asal saja diyakini ibu tersebut
tidak hamil, dan pemberiannya tanpa perlu menunggu datangnya
haid. Bila diberikan pada hari 1-7 siklus haid, metode kontrasepsi
lain tidak diperlukan. Bila sebelumnya menggunakan AKDR, dan
ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka suntikan
pertama diberikan hari 1-7 siklus haid. Cabut segera AKDR.
6) Cara penggunaan Suntikan kombinasi
Setiap bulan diberikan dengan suntikan intramuskuler dalam. Klien
diminta datang setiap 4 minggu. Suntikan ulang dapat diberikan 7 hari
lebih awal, dengan kemungkinan terjadi gangguan perdarahan, dapat
juga diberikan setelah 7 hari dari jadwal yang telah ditentukan, asal
saja diyakini ibu tersebut tidak hamil. Tidak dibenarkan melakukan
hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode
kontrasepsi yang lain untuk 7 hari saja (Rahayu, 2016).
3. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
MKJP adalah kontrasepsi untuk menunda, menjarangkan kehamilan
serta menghentikan kesuburan yang digunakan dalam jangka panjang. Jenis
91

kontrasepsi ini efektif dan efesien untuk tujuan pemakaian untuk penjarangan
kelahiran lebih dari 3 tahun atau untuk mengakhiri kehamilan pada pasangan
yang sudah tidak ingin menambah anak lagi (BKKBN, 2017).
Jenis-jenis MKJP
Metode yang tergolong kontrasepsi jangka panjang adalah AKDR/IUD,
AKBK/Implant, Medis Operasi Wanita (MOW), dan Medis Operasi Pria
(MOP) (BKKBN, 2020).
a. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim / IUD

Gambar 2.11 AKDR/IUD


Sumber : (Setiyaningrum, 2016).
1) Pengertian
IUD/AKDR post partum adalah IUD yang dipasang pada 10
menit setelah plasenta lahir (post plasenta) sampai 48 jam post
partum. AKDR merupakan pilihan kontrasepsi pascasalin yang
aman dan efektif untuk ibu yang ingin menjarangkan atau
membatasi kehamilan. AKDR dapat dipasang segera setelah bersalin
ataupun dalam jangka waktu tertentu. Angka ekspulsi AKDR
berdasarkan waktu pemasangan adalah sebagai berikut.
Meskipun angka ekspulsi pada pemasangan AKDR segera
pascasalin lebih tinggi dibandingkan teknik pemasangan masa
interval (lebih dari 4 minggu setelah persalinan), angka ekspulsi
dapat diminimalisasi bila :
a) Pemasangan dilakukan dalam waktu 10 menit setelah
melahirkan plasenta
92

b) AKDR ditempatkan cukup tinggi pada fundus uteri


c) Pemasangan dilakukan oleh tenaga terlatih khusus.
2) Jenis
a) AKDR CuT-380 A Kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel,
berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus tembaga (Cu)
b) AKDR yang mengandung hormone levonogestrel (LNG,
Mirena).
3) Indikasi
a) Usia reproduktif
b) Keadaan multipara
c) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
d) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
e) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
f) Resiko rendah dari IMS
g) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
4) Kontra indikasi
a) Ruptur membrane yang lama (lebih dari 24 jam)
b) Demam atau ada gejala PID
c) Perdarahan antepartum atau post partum yang berkelanjutan
setelah bayi lahir
d) Gangguan pembekuan darah
e) Perdarahan pervagina yang belum diketahui sebabnya
f) Penyakit tropoblas dalam kehamilan (jinak atau ganas)
g) Abnormal uterus.
5) Keuntungan
a) Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi Sangat efektif →0,6-
0,8 kehamilan /100 perempuan dalam 1 tahun penggunaan
pertama (1 kegagalan dalam 125 -170 kehamilan)
b) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
c) Metode jangka panjang
93

d) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat2


e) Tidak mempengaruhi hubungan seksual
f) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut
untuk hamil
g) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-
380A)
h) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
i) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi)
j) Dapat digunakan sampai menopause
6) Komplikasi atau efek samping
a) Dapat terjadi robekan dinding rahim.
b) Ada kemungkinan kegagalan pemasangan.
c) Kemungkinan mengalami nyeri setelah melahirkan hingga
beberapa hari kemudian.
d) Kemungkinan terjadi infeksi setelah pemasangan AKDR
(pasien harus kembali jika ada demam, bau amis/anyir dari
cairan vagina dan sakit perut terus menerus).
7) Efektifivitas
Kejadian hamil yang tidak diinginkan pada pasca insersi IUD post
plasenta sebanyak 2.0 - 2.8 per 100 akseptor pada 24 bulan setelah
pemasangan. Setelah 1 tahun, penelitian menemukan angka
kegagalan IUD post plasenta 0.8 %, dibandingkan dengan
pemasangan setelahnya (Yulizawati, 2019).
8) Cara kerja
IUD yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan
berfungsi seperti IUD yang dipasang saat siklus menstruasi. Pada
pemasangan IUD post plasenta, umumnya digunakan jenis IUD
yang mempunyai lilitan tembaga yang menyebabkan terjadinya
94

perubahan kimia di uterus sehingga sperma tidak dapat membuahi


sel telur (Yulizawati, 2019).
b. Alat kontrasepsi bawah kulit/ Implant

Gambar 2.12 Pemasangan Implant


Sumber : (Rahayu, 2016).
1) Pengertian
Kontrasepsi Implan disebut juga Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
(AKBK) adalah alat kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit
atau yang di insersikan tepat dibawah kulit, dilakukan pada bagian
dalam lengan atas atau di bawah siku melalui insisi tunggal dalam
bentuk kipas (Setiyaningrum, 2016).
a) Efektivitas 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk Jadena,
Indoplant, atau Implanon.
b) Nyaman.
c) Dapat dipakai oleh semua Ibu dalam usia reproduksi.
d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan.
e) Kesuburan segera kembali setelah Implan dicabut.
f) Aman dipakai pada masa laktasi (Rahayu, 2016).
2) Jenis yang umum digunakan
a) Norplan : Terdiri dari 6 kapsul yang secara total mengandung
216 mg levonorgestrel, panjang kapsul adalah 34 mm dengan
diameter 2,4 mm. Kapsul terbuat dari bahan silastik medik yang
fleksibel dimana kedua ujungnya terdapat penyumbat sintetik
yang tidak mengganggu kesehatan klien, enam kapsul yang
95

dipasang menurut konfigurasi kipas di lapisan subdermal lengan


atas.
b) Implanon : Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang
kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3
ketodesogestrel dan lama kerjannya 3 tahun.
c) Jadena dan Indoplant : Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan
75 mg levonorgestel dengan lama kerja 3 tahun. Cara kerja
jadena ini adalah sama dengan norplan yaitu dengan
melepaskan secara perlahan kandungan hormon levonorgestrel
(Setiyaningrum, 2016).
3) Indikasi
a) Usia reproduksi.
b) Telah memiliki anak ataupun belum.
c) Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan
menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi.
e) Pascapersalinan dan tidak menyusui.
f) Pascakeguguran.
g) Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
h) Riwayat kehamilan ektopik.
i) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembukuan
darah, atau anemia bulan sabit (sickle cell).
j) Sering lupa menggunakan pil (Rahayu, 2016).
4) Kontraindikasi
a) Kehamilan baik yang sudah pasti, maupun masih kecurigaan.
b) Hipersensitivitas terhadap levonorgestrel.
c) Penyakit tromboemboli, yaitu stroke, Deep Vein Thrombosis
(DVT) infark miokardia, tromboflebitis, dan thrombogenic
valvular disease.
d) Hipertensi tidak terkontrol.
96

e) Diabetes militus yang sudah melibatkan penyakit vascular.


f) Gagal hati akut atau kronik.
g) Porfiria.
h) Adenoma hepar atau tumor hepar lainya.
i) Riwayat dicurigai atau saat ini sedang didiagnosis kanker
payudara.
j) Kanker yang sensitive terhadap hormone, khususnya progestin.
k) Adanya kecurigaan tumor serviks atau hasil pap smear yang
tidak normal.
l) Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya.
5) Efektivitas
Sangat efektif, kegagalan 0,2-1 kehamilan per 100 perempuan.
6) Cara kerja
a) Lendir serviks menjadi kental.
b) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit
terjadi Implanasi.
c) Mengurangi transportasi sperma.
d) Menekan ovulasi.
7) Keuntungan
a) Daya guna tinggi.
b) Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun).
c) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
e) Bebas dari pengaruh estrogen.
f) Tidak mengganggu kegiatan senggama.
g) Tidak mengganggu ASI.
h) Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
i) Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan.
8) Efek samping
97

Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan


bercak dan amenorea. Pada umumnya efek samping yang
ditimbulkan implant tidak berbahaya. Efek samping yang paling
sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi
pada setiap pemakaian, seperti perdarahan haid yang banyak atau
sedikit, bahkan ada pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan
ini biasanya terjadi 3-6 bulan pertama sesudah beberapa bulan
kemudian. Efek samping lain yang mungkin timbul, tetapi jarang
adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang,
perubahan selera makan dan perubahan berat badan (Setiyaningrum,
2016).
9) Cara mengatasi efek samping implant
a) Bila tidak terjadi kehamilan, dan tidak perlu diberikan
pengobatan khusus. Jelaskan bahwa darah tidak berkumpul
didalam Rahim. Ajurkan klien untuk datang keklinik bila tidak
datangnya haid menjadi masalah.
b) Bila klien tetap tidak bisa menerima, angkat implant dan
anjurkan untuk menggunakan kontrasepsi lain.
c) Bila klien hamil, cabut implant, jelaskan bahwa hormone
progesterone tidak bahaya bagi janin.
d) Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain
masih ditempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi
didaerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih
berada pada tempatnya, pasang kapsul satu buah pada tempat
insersi yang berbeda. Bila ada tanda-tanda infeksi, cabut seluruh
kapsul yang ada, dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain,
atau anjurkan klien menggunakan metode pengganti.
e) Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama
pada tahun pertama. Bila tidak ada masalah dank lien tidak
hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. Bila klien tetap
98

mengeluhkan masalah tersebut, tetap ingin menggunakan


implant, dapat diberikan pil kombinasi satu siklus atau
ibuprofen 3 x 800 mg kemungkinan akan terjadi pendarahan
bila pil kombinasi habis.
f) Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan
air atau antisepsic. Berikan antibiotic yang sesuai untuk 7 hari,
implant jangan dilepas dank lien diminta kembali satu minggu
kemudian.
g) Apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru
pada sisi lengan yang lain. Apabila ditemukan abses, bersihkan
dengan antiseptic. Insisi dan alirkan pus keluar, dan cabut
implant. Lakukan perawatan luka dan berikan antibiotic oral
selama 7 hari.
h) Informasikan pada klien bahwa perubahan berat badan 1-2 kg
atau lebih adalah normal. Kaji ulang diet klien apabila terjadi
perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila perubahan berat
badan ini tidak dapat diterima, bantu klien mencari metode lain
(Rahayu, 2016).
10) Waktu mulai Menggunakan Implan
a) Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7, tidak
diperlukan metode kontrasepsi tambahan.
b) Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak
terjadi kehamilan. Bila insersi setelah hari ke-7 siklus haid,
klien jangan melakukan hubungan seksual, atau menggunakan
metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
c) Klien tidak mengalami haid, insersi dapat dilakukan setiap saat,
asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan, jangan melakukan
hubungan seksual atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7
hari saja.
99

d) Waktu menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca


persalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui
penuh, klien tidak perlu memakai metode kontrasepsi lain.
e) Setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali,
insersi dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan
hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan alat
kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
f) Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin
menggantinya dengan Implan insersi dapat dilakukan setiap
saat, asal saja diyakini klien tersebut tidak hamil, atau klien
menggunakan kontrasepsi kontrasepsi terdahulu dengan benar.
g) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan,
Implan dapat diberikan pada saat jadwal kontrasepsi suntikan
tersebut. Tidak diperlukan metode kontrasepsi lain.
h) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi nonhormonal
(kecuali AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan
Norplant, insersi Norplant dapat dilakukan setiap saat, asal saja
diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu sampai
datangnya haid berikutnya.
i) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin
menggantinya dengan Implan, Indoplant dapat diinsersikan pada
saat haid hari ke-7 dan klien jangan melakukan hubungan
seksual selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi lain
untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut (Rahayu, 2016).
100

c. Medis Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi

Gambar 2.13 Tubektomi (MOW)


Sumber : (Setiyaningrum, 2016).
1) Pengertian
Tubektomi Merupakan prosedur bedah yang dapat menghentikan
kesuburan dengan menyumbat atau memotong kedua saluran telur
(Yulizawati, 2019).
a) Mekanisme
Menutup tuba falopi dengan mengikat dan memotong /
memasang cincin sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
sel telur.
2) Riwayat Medis
a) Riwayat penyakit paru –paru.
b) Riwayat penyakit infeksi panggul.
c) Post operasi perut.
d) Riwayat alergi.
e) Riwayat Diabetus mellitus
f) Obesitas
3) Indikasi
a) Usia >26 th
b) Paritas > 2
c) Yakin telah mempunyai jumlah keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya.
d) Memahami prosedur, sukarela dan setuju.
101

e) Bila terjadi kehamilan akan menimbulkan resiko yang serius.


4) Kontraindikasi
a) Hamil
b) Perdarahan dari jalan lahir yang tidak diketahui penyebabnya.
c) Infeksi pelvis
d) Kurang mantap untuk melaksanakan operasi MOW / Tubektomi
e) Kurang pasti mengenai keinginan untuk tidak mempunyai anak
lagi.
5) Keuntungan
a) Sangat efektif
b) Bersifat permanen
c) Tidak mempengaruhi produksi ASI
d) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
e) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual
f) Bebas dari efek samping hormonal (Yulizawati, 2019).
6) Kerugian
a) Tidak dapat pulih kembali.
b) Klien dapat menyesal dikemudian hari
c) Ada rasa sakit / tidak nyaman setelah tindakan
d) Harus dilakukan oleh dokter spesialis bedah
e) Tidak melindungi terhadap PMS (penyakit menular seksual).
7) Tahap Pra operasi
a) Puasa mulai tengah malam sebelum hari operasi.
b) Mandi dengan memakai sabun
c) Datang ke klinik dengan diantar anggota keluarga
d) Tidak memakai perhiasan
e) Menghubungi petugas setiba di klinik Tahap Pasca Operasi
f) Setelah tindakan pembedahan, pasien dirawat di ruang
pemulihan selama kurang lebih 4-6 jam
g) Selama di ruang pulih pasien diamati :
102

(1) Tekanan darah, pernapasan, nadi.


(2) Rasa nyeri yang mungkin timbul
(3) Perdarahan dari luka
(4) Suhu badan
h) Dua jam setelah operasi pasien diijinkan minum dan makan
lunak
i) 4 - 6 jam pasca bedah akseptor pulang asal tidak pusing bila
duduk
j) Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering
k) Jaga kebersihan terutama disekitar luka operasi
l) Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan,
demam, nyeri hebat, pusing, muntah atau sesak napas
m) Istirahat seperlunya, pada umumnya pasien dapat kembali
bekerja keesokan harinya tanpa mengalami komplikasi
n) Hubungan seks dapat dilakukan 1 minggu kemudian
o) Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan
p) Kontrol memeriksakan diri sesuai nasehat (Yulizawati, 2019).
d. Medis Operasi Pria (MOP) / Vasektomi

Gambar 2.14 Vasektomi (MOP)


Sumber : (Setiyaningrum, 2016).
1) Pengertian
Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang tidak ingin
punya anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan vasektomi
103

sehingga diperlukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan


lainnya untuk memastikan apakah seorang klien sesuai untuk
menggunakan metode ini :
a) Disebut juga dengan metode kontrasepsi operatif laki-laki
b) Metode permanen untuk pasangan tidak ingin punya anak lagi
c) Metode ini membuat sperma (yang disalurkan melalui vas
deferens) tidak dapat mencapai vesikula seminalis yang pada
saat ejakulasi dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen
d) Untuk oklusi vas deferens, diperlukan tindakan insisi minor
pada daerah rafe skrotalis
e) Penyesalan terhadap vasektomi tidak segera memulihkan fungsi
reproduksi karena memerlukan pembedahan ulang
f) Vasektomi merupakan metode efektif yang tidak menimbulkan
efek jangka panjang (Yulizawati, 2019).
2) Efektivitas Vasektomi
a) Setelah pengosongan sperma dari vesikula seminalis (20 kali
ejakulasi menggunakan kondom) maka kehamilan hanya terjadi
1/100 perempuan pada tahun pertama penggunaan
b) Pada mereka yang tidak dapat memastikan (analisis
sperma)masih adanya sperma pada ejakulat atau tidak patuh
menggunakan kondom hingga 20 kali ejakulasi maka kehamilan
terjadi pada 2-3/100 perempuan pada tahun pertama
penggunaan
c) Selama 3 tahun penggunaan terjadi sekitar 4 kehamilan per 100
perempuan
d) Bila terjadi kehamilan pasca vasektomi, kemungkinannya
adalah :
(1) Pengguna tidak menggunakan metode tambahan saat
senggama dalam 3 bulan pasca vasektomi
(2) Oklusi vas deferens yang tidak tepat
104

(3) Rekanalisasi spontan


3) Syarat atau indikasi vasektomi
a) Semua usia reproduksi (< 50 tahun)
b) Tidak ingin anak lagi, menghentikan kehamilan, ingin metode
kontrasepsi yang efektif dan permanen
c) Yang istrinya mempunyai masalah usia, paritas atau kesehatan
dimana kehamilan dapat menimbulkan resiko atau mengancam
keselamatan jiwa
d) Yang memahami asas sukarela dan memberi persetujuan
tindakan medic untuk prosedur tersebut
e) Yang merasa yakin bahwa telah mendapatkan jumlah keluarga
yang diinginkan (minimal 2 anak)
4) Kontraindikasi
a) Peradangan kulit atau jamur pada kemaluan
b) Peradangan pada alat kelamin pria
c) Penyakit kencing manis
d) Kelainan mekanisme pembekuan darah
e) Infeksi di daerah testis ( buah zakar ) dan penis
f) Varikokel ( varises pada pembuluh darah balik buah zakar)
g) Buah zakar membesar karena tumor
h) Hidrokel ( penumpukan cairan pada kantong zakar )
i) Buah zakar tidak turun (Kriptokismus)
j) Penyakit kelamin pembuluh darah (Yulizawati, 2019).
5) Keuntungan
a) Efektif jangka panjang
b) Aman,hampir tidak ada kematian
c) Tidak membutuhkan biaya tambahan untuk kontrasepsi lanjutan
d) Teknik sangat sederhana hanya dengan obat bius lokal
e) Tidak ada efek samping jangka panjang
f) Tidak mempengaruhi hubungan seksual
105

6) Keterbatasan Vasektomi
a) Permanen dan timbul masalah bila klien menikah lagi
b) Bila tidak siap ada kemungkinan timbul penyesalan di
kemudian hari
c) Perlu pengosongan depot sperma di vesikula seminalis sehingga
perlu 20 kali ejakulasi (Yulizawati, 2019).
d) Resiko dan efek samping pembedahan kecil :
a) Ada rasa nyeri atau tak nyaman pasca bedah
b) Perlu tenaga pelaksana terlatih
c) Tidak melindungi klien terhadap PMS (misalnya:
HIV/AIDS, HBV)
7) Cara Vasektomi
a) Metode vasektomi standar, cara ini dimulai dengan melakukan
anestesi/bius lokal ke daerah pertengahan skrotum (bila anda
takut anda dapat meminta sedasi). Kemudian dilakukan sayatan
1-2 cm diatasnya. Saluran sudah tampak maka saluran akan
dipotong, lalu kedua ujungnya akan diikat. Hal sama akan
dilakukan pada saluran sperma satunya. Kemudian luka ditutup
dengan penjahitan (Yulizawati, 2019).
b) Metode vasektomi tanpa pisau. Proses awalnya sama yaitu
melakukan anestesi lokal pada skrotum lalu dengan klem
dilakukan fiksasi pada saluran sperma, kemudian dengan
forceps khusus dibuang lubang, lalu saluran ditonjolkan keluar
untuk dikeluarkan melalui lubang forceps yang sudah
diperbesar. Kemudian saluran sperma dipotong dan diikat
dengan benang lalu dikembalikan ke dalam skrotum. Luka
ditutup dengan perban. Sesuai namanya, prosedur ini tidak
memerlukan pisau bedah sehingga tidak ada sayatan yang
dibuat. Sebaliknya, hanya dua tusukan kecil dilakukan di
masing-masing sisi untuk mengambil vas deferens dan
106

kemudian mengklem, menutup atau mengikat mereka dan


menempatkan kembali di tempatnya. Manfaat dari prosedur ini
adalah perdarahan lebih sedikit, lubang di kulit lebih kecil, dan
komplikasi berkurang. Dalam prosedur ini, lubang tusukan
sangat kecil sehingga dapat menutup dengan cepat tanpa perlu
menggunakan jahitan (Yulizawati, 2019).
4. Konseling KB
Konseling merupakan unsur yang penting dalam pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi karena melalui konseling klien dapat
memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai
dengan pilihannya serta meningkatkan keberhasilan KB. Konseling adalah
proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga
berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan pada satu kesempatan
yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik konseling yang baik dan
informasi yang memadai harus diterapkan dan dibicarakan secara interaktif
sepanjang kunjungan klien dengan cara yang sesuai dengan budaya yang ada
(Prijatni, 2016).
a. Tujuan Konseling KB
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal :
1) Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.
2) Memilih metode KB yang diyakini.
3) Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif.
4) Memulai dan melanjutkan KB.
5) Mempelajari tujuan, ketidak jelasan informasi tentang metode KB
yang tersedia.
6) Memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam
pengambilan keputusan secara tepat.
7) Membantu pemenuhan kebutuhan klien meliputi menghilangkan
perasaan yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental
yang positif.
107

8) Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan
yang merugikan klien menjadi menguntungkan klien.
9) Meningkatkan penerimaan.
10) Menjamin pilihan yang cocok.
11) Menjamin penggunaan cara yang efektif (Prijatni, 2016).
b. Jenis konseling
Komponen yang penting dalam pelayanan KB dibagi 3 tahapan yaitu :
1) Konseling awal
a) Bertujuan menentukan metode apa yang diambil
b) Bila dilakukan dengan objektif langkah ini akan membantu klien
untuk memilih jenis KB yang cocok untuknya
c) Yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah :
(1) Menanyakan langkah yang disukai klien
(2) Apa yang diketahui tentang cara kerjanya, kelebihan dan
kekurangannya (Setiyaningrum, 2016).
2) Konseling khusus
a) Memberi kesempatan klien untuk bertanya tentang cara KB dan
membicarakan pengalamannya
b) Mendapatkan informasi lebih rinci tentang KB yang diinginkannya
c) Mendapatkan bantuan untuk memilih metode KB yang cocok dan
mendapatkan penerangan lebih jauh tentang penggunaanya
3) Konseling tindak lanjut
a) Konseling lebih bervariasi dari konseling awal
b) Pemberi pelayananan harus dapat membedakan masalah yang
serius yang memerlukan rujukan dan masalah yang ringan yang
dapat di atasi ditempat (Setiyaningrum, 2016).
c. Manfaat Konseling
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun
keuntungannya adalah :
108

1) Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan


kebutuhannya.
2) Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
3) Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
4) Membangun rasa saling percaya.
5) Menghormati hak klien dan petugas.
6) Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
7) Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
d. Prinsip Konseling KB
Prinsip konseling KB meliputi : percaya diri, Tidak memaksa, Informed
consent (ada persetujuan dari klien); Hak klien, dan Kewenangan (Prijatni,
2016).
e. Langkah-langkah dalam konseling
1) Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya
2) Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon
3) Memberikan penjelasan disertai penunjukan alat-alat kontrasepsi
4) Membantu klien untuk memiliki alat kontrasepsi yang tepat untuk
dirinya sendiri (Setiyaningrum, 2016).
f. Langkah konseling KB SATU TUJU
1) SA : Sapa dan salam
a) Sapa klien secara terbuka dan sopan.
b) Beri perhatian sepenuhnya, jaga privasi pasien.
c) Bangun percaya diri pasien.
d) Tanyakan apa yang perlu dibantu dan jelaskan pelayanan apa
yang dapat diperolehnya.
2) T : Tanya
a) Tanyakan informasi tentang dirinya.
b) Bantu klien pengalaman tentang KB dan kesehatan reproduksi.
c) Tanyakan kontrasepsi yang ingin digunakan.
109

3) U : Uraikan
a) Uraikan pada klien mengenai pilihannya.
b) Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia inginkan serta
jelaskan jenis lain.
4) TU : Bantu
a) Bantu klien berpikir apa yang sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya.
b) Tanyakan apakah pasangan mendukung pilihannya.
5) J : Jelaskan
a) Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi
pilihannya setelah klien memilih jenis kontrasepsinya.
b) Jelaskan bagaimana penggunaannya.
c) Jelaskan manfaat ganda dari kontrasepsi.
6) U : Kunjungan ulang
Perlu dilakukan kunjungan ulang untuk dilakukan pemeriksaan atau
permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan, lakukan hal-hal berikut
tanyakan apakah klien masih menggunakan cara KB ketika bertemu
anda yang terakhir kali. Kalau “ya” tanyakan apakah klien
menyukainya, tanyakan apakah klien mengalami efek samping, jika
klien memang mengalami keluhan efek samping, jelaskan
kemungkinan penyebabnya dan sarankan hal yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalahnya. Tanyakan apakah klien masih ingin
bertanya dan menjelaskan keluhannya atau keinginannya
(Setiyaningrum, 2016).
g. Peran Konselor KB
Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada
pelayanan keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas
seorang konselor adalah sebagai berikut :
1) Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat
pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhannya.
110

2) Memberi informasi yang objektif, lengkap, jujur dan akurat tentang


berbagai metode kontrasepsi yang tersedia.
3) Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan
persetujuan tindakan medis (Prijatni 2016).
BAB III
TINJAUAN KASUS

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Kehamilan


Hari /Tanggal Pengkajian : Sabtu, 21 maret 2021
Tempat : PMB “S” Kota Bengkulu
Pukul : 16.00 Wib
Nama Pengkaji : Jessy Oktrian Deni
A. Data Subjektif
IDENTITAS
Nama ibu : Ny “E” Nama Suami : Tn “A”
Umur : 32 Tahun Umur : 33 Tahun
Kebangsaan : Indonesia Kebangsaan : Indonesia
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : JL. Medan Baru, Pematang Gubernur, Kec.Muara Bangka
Hulu, Kota Bengkulu.
1. Keluhan utama
Ibu mengatakan sering BAK
2. Riwayat menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lama : 6-7 hari
d. Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut
e. Dismenorhoe : Tidak
3. Riwayat kehamilan
a. HPHT : 06-07-2020
b. HPL : 13-04-2021
c. Kehamilan : G3P2A0

111
112

d. UK : 36 minggu 6 hari
4. Obat yang dikonsumsi
Ibu mengatakan hanya mengonsumsi obat yang diberikan oleh bidan
Tablet tambah darah (Samcobion) 1×1 tablet
Kalk 1×1 tablet
Tidak ada riwayat alergi obat
5. Keluhan-keluhan pada
a. Trimester I : Ibu mengatakan mual muntah
b. Trimesteri II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan.
c. Trimester III : Ibu mengatakan sering BAK
1) ANC
Ibu mengatakan pernah melakukan ANC sebanyak 5 kali
a) Trimester I : Sebanyak 2× di bidan keluhan kadang-kadang merasa
mual. Bidan menyarankan untuk makan sedikit tapi sering dan
makan makanan yang bergizi.
b) Trimester II : Sebanyak 1× di bidan, tidak ada keluhan. Bidan
menyarankan istirahat yang cukup dan makan-makanan yang bergizi
c) Trimester III : Sebanyak 2x di bidan keluhan sering BAK.
2) Imunisasi TT
Ibu mengatakan sudah mendapatkan imunisasi TT sebanyak 5 kali.
3) Perasaan tentang diri dan kehamilannya
Ibu mengatakan bahagia dengan kehamilan sekarang.
6. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan sekarang sedang tidak menderita penyakit seperti
hepatitis, asma, hpertensi, DM dan HIV/AIDS
b. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun suami tidak ada yang
menderita penyakit menurun, seperti hipertensi, jantung
113

c. Riwayat penyakit dahulu


Ibu mengatakan dulu tidak pernah menderita penyakut seperti hepatitis,
asma, hipertensi, DM dan HIV/AIDS
d. Riwayat kontrasepsi yang pernah ibu gunakan sebelum hamil
Ibu mengatakan sebelumnya perrnah menggunakan KB suntik 3 bulan.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Table 4.2 riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Hamil Jenis Penolong Tempat BBL Keadaan
Tahun UK
ke Partus Partus Partus JK PB BB ASI sekarang
1 2014 40 mg Spontan Bidan PMB P 48 3800 Ya Baik
2 2016 40 mg Spontan Bidan PMB P 49 3500 Ya Baik
3 Hamil Ini

f. Pola kebiasaan sehari-hari


a. Nutrisi
1) Makan
Ibu mengatakan makan 3x sehari porsi sedang, menu bervariasi dalam
1 minggu dengan komposisi karbohidrat (nasi), sayur berupa (bayam,
sawi, kangkung, daun singkong), lauk seperti (tahu, tempe, telur,
kadang ikan dan ayam), dan buah-buahan
2) Minum
Ibu mengatakan minum kurang lebih 9 gelas/hari, jenis air yang
dikonsumsi, yaitu air putih 7 gelas/hari, air teh 1 gelas/hari dan susu
ibu hamil 1 gelas/hari
3) Pantangan makanan
Ibu mengatakan tidak ada pantangan makanan sebelum hamil maupun
saat hamil sekarang
b. Eliminasi
1) BAB
Ibu mengatakan BAB 1× sehari konsistensi lunak, warna dan bau
khas feces
114

2) BAK
Ibu mengatakan BAK meningkat menjadi 8 × sehari, warna dan bau
khas urine, ibu mengatakan tidak merasa sakit saat BAK
c. Aktivitas
Ibu mengatakan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti
biasanya ,namun mengurangi pekerjaan yang berat-berat
d. Istirahat / tidur
Ibu mengatakan tidur siang 1 jam, dan tidur malam 6 jam
e. Pola personal hygine
Ibu mengatakan mandi sehari 2 kali, gosok gigi 2 kali sehari, keramas 1
hari sekali dan ganti baju 2 kali sehari
f. Keadaan psikologis
1) Perasaan tentang kehamilan ini
Ibu mengatakan merasa senang atas kehamilannya.
2) Jenis kelamin yang diharapkan
Ibu mengatakan tetap menerima dengan senang apapun jenis
kelamin anaknya asalkan anak terlahir dengan sehat.
3) Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini
Ibu mengatakan keluarga mendukung atas kehamilan ini.
4) Kebiasaan adat istiadat dalam kehamilan
Ibu mengatakan di keluargannya tidak ada kegiatan adat istiadat
selama kehamilan
g. Penggunaan obat-obatan/rokok
Ibu mengatakan tidak menggunakan obat-obatan dan tidak merokok.
h. Jaminan kesehatan
Ibu dan suami sudah mempersiapkan asuransi persalinan melalui BPJS

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
115

a. Keadaan umum : Baik


b. Kesadaran : CM
c. Tanda-tanda vital :
1) TD : 110/80 mmHg
2) N : 80 x/menit
3) S : 36,8º C
4) P : 23 x/menit
d. TB : 175 cm
e. BB sebelum hamil : 65 kg
f. BB sekarang : 76 kg
g. Kenaikan BB : 11 kg
h. LILA : 29 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1) Rambut : Bersih, warna hitam, tidak berketombe,
dan tidak rontok
2) Muka : Bersih, tidak ada odema
3) Mata : Bentuk simetris, conjungtiva ananemis,
sclera anikterik
4) Hidung : Bentuk simetris, bersih dan tidak ada polip
5) Telinga : Bentuk simetris,bersih, dan tidak ada
tanda-tanda infeksi
6) Mulut/gigi/gusi : Bersih, tidak ada stomatitis, gigi, tidak ada
caries, gusi tidak berdarah dan tidak
bengkak
b. Leher
1) Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada
2) Pembesaran kelenjar limfe : Tidak ada
3) Pembesaran vena jugularis : Tidak ada
4) Pembesaran kelenjar parotis : Tidak ada
116

c. Mammae
1) Pembesaran : Normal
2) Keadaan : Simetris kanan dan kiri
3) Areola : Hyperpigmentasi
4) Puting susu : Menonjol
d. Abdomen
1) Inspeksi
a) Luka bekas operasi : Tidak ada bekas luka operasi
b) Linea alba/nigra : Nigra
c) Kelainan : Tidak ada
2) Palpasi
a) Leopold I : TFU 3 jari di bawah px (32 cm)
bagian fundus teraba lunak, bundar, tidak
melenting (bokong).
b) Leopold II : Bagian kiri perut ibu teraba tahanan keras
dan memanjang (punggung). Bagian
kanan ibu teraba bagian-bagian kecil janin
(ekstremitas).
c) Leopold III : Pada bagian bawah perut ibu teraba, keras,
bulat melenting (kepala) dan kepala masih
bisa digoyangkan.
d) Leopold IV : Kedua ujung jari masih bisa disatukan
(Konvergen)
TBJ : (32-12) × 155 = 3100 gr
DJJ : 148 x/menit
e. Ekstremitas
1) Atas
a) Bentuk : Simetris
b) Warna kuku : Merah muda
c) Oedema : Tidak ada
117

2) Bawah
a) Bentuk : Simetris
b) Varices : Tidak ada
c) Warna kuku : Merah muda
d) Oedema : Tidak ada
e) Reflek patella : (+) / (+)
f. Genetalia
Tidak dilakukan dikarenakan ibu tidak bersedia.
3. Pemeriksaan Penunjang
HB : 11 gr/dl
Protein urine : (-)
Glukosa urine : (-)

C. Analisa
Ny. E usia 33 tahun G3P2A0 usia kehamilan 36 minggu 6 hari, intra uterin, janin
tunggal hidup, presentasi kepala, belum masuk PAP, KU ibu dan janin baik.

D. Penatalaksanaan
1. Informend consent
2. Mendiskusikan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa keadaan ibu dan janin
baik, TD 100/80 mmHg, DJJ 148 x/m. BB : 76 kg dan usia kehamilan 36
minggu. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
Evaluasi : Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
3. Mendiskusikan pada ibu hasil pemeriksaan Hb, protein uerin, dan urine
reduksi. Hb : 11 gr/dl, Protein urine: (-), Glukosa urine: (-).
Evaluasi : Ibu mengerti dengan hasil pemeriksaan.
4. Memberikan pendidikan kesehatan (penkes) pada ibu tentang nutrisi bahwa
ibu harus mengkonsumsi makanan gizi seimbang seperti zat pembangun
didapat dari nasi, roti, sereal, dan umbi-umbian, zat pengatur didapat dari
ikan, daging, susu, buah-buahan dan sayuran. Makanan tersebut berguna
118

untuk menjaga kesehatan ibu dan janin, cadangan laktasim dan tenaga pada
saat persalinan.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan.
5. Mendiskusikan kepada ibu tentang tanda-tanda bahaya pada kehamilan tua
diantaranya perdarahan pervaginam, bengkak dimuka, tangan dan kaki
disertai sakit kepala yang hebat dan menetap, penglihatan kabur, demam
tinggi berhari-hari, keluar air ketuban sebelum waktunya serta pergerakan
janin berkurang. Jika ibu memiliki salah satu tanda bahaya tersebut, ibu
harus segera datang ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan penanganan
yang tepat.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan.
6. Memberikan penkes kepada ibu tentang persiapan persalinan diantaranya
memilih tempat dan penolong persalinan, kendaraan, perlengkapan ibu dan
bayi saat persalinan biaya persalinan, pendonor darah jika sewaktu-waktu
ibu mengalami kegawat daruratan dan membutuhkan pendonor darah.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan.
7. Memberikan penkes kepada ibu tentang tanda-tanda persalinan yaitu mulas
yang semakin sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah dari vagina
serta keluar air-air (ketuban). Jika ibu mengalami tanda-tanda tersebut ibu
harus segera datang kebidan karena itu berarti ibu akan segera memasuki
proses persalinan.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan
8. Mendiskusikan kepada ibu bahwa mengalami sering BAK pada kehamilan
TM III merupakan hal yang fisiologis atau normal karena janin semakin
membesar sehingga menekan kandung kemih dan hal tersebut
mengakibatkan ibu mengalami sering BAK.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan
9. Mendiskusikan kepada ibu tentang beberapa minuman yang dapat
meningkatkan aktifitas BAK seperti minuman yang mengandung alcohol,
minuman bersoda atau dengan kandungan tinggi gula dan minuman
119

berkafein seperti kopi atau teh. Kandungan dalam minuman tersebut


bersifat mengiritasi kandung kemih dan membuat seseorang lebih sering
BAK, sehingga akan lebih baik jika ibu mengurangi atau menghindari
minuman tersebut dan lebih banyak mengonsumsi air putih, serta
memberitahu ibu untuk minum yang banyak pada saat pagi dan siang hari,
dan mengurangi minum di malam hari.
Evaluasi : Ibu mengerti dan mau mengikuti anjuran bidan
10. Mendiskusikan kepada ibu bahwasering BAK akan menjadi masalah
kesehatan jika ibu tidak menjaga kebersihan organ genetalia, seperti organ
genetalia akan menjadi lecet atau merasa gatal dan panas karena organ
tersebut tidak bersih dan dibiarkan lembab.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan
11. Memberikan penkes kepada ibu tentang personal hygiene bahwa ibu harus
menjaga kebersihan tubuhnya dengan mandi yang teratur serta mengganti
celana dalam minimal 2x sehari atau jika ibu sudah merasa tidak
nyaman/basah.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan.
12. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1 bulan kemudian untuk periksa
kehamilannya atau bila ada keluhan.
Evaluasi : Ibu bersedia untuk kunjungan ulang.

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Persalinan


Kala I Fase Aktif
Tanggal : 10 April 2021
Pukul : 17:00 wib
A. Subjektif
a. Identitas
Nama ibu : Ny “E” Nama Suami : Tn “A”
Umur : 32 Tahun Umur : 33 Tahun
Kebangsaan : Indonesia Kebangsaan : Indonesia
120

Agama : Kristen Agama : Kristen


Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : JL. Medan Baru, Pematang Gubernur, Kec.Muara Bangka
Hulu, Kota Bengkulu.
b. Keluhan utama
Ibu datang ke PMB dengan keluhan mules semakin sering, keluar lendir
bercampur darah pukul 17:00 wib kontraksi sejak tanggal 10 April 2021
dari pukul 06:30 wib lokasi ketidaknyamanan perut sampai pinggang,
pengeluaran pervaginam lendir bercampur darah.
c. Riwayat menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 6-7 hari
Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut
Dismenorhoe : Tidak
d. Riwayat kehamilan
1) HPHT : 06-07-2020
2) HPL : 13-04-2021
3) Kehamilan : G3P2A0
4) UK : 39 minggu
5) Obat yang dikonsumsi
Ibu mengatakan hanya mengonsumsi obat yang diberikan oleh bidan
Tablet tambah darah (Samcobion) 1×1 tablet
Kalk 1×1 tablet
Tidak ada riwayat alergi obat
6) Keluhan-keluhan pada
Trimester I : Ibu mengatakan mual muntah
Trimesteri II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan.
Trimester III : Ibu mengatakan sering BAK
121

e. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan sekarang sedang tidak menderita penyakit seperti
hepatitis, asma, hpertensi, DM dan HIV/AIDS
2) Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun suami tidak ada yang
menderita penyakit menurun, seperti hipertensi, jantung
3) Riwayat penyakit dahulu
Ibu mengatakan dulu tidak pernah menderita penyakut seperti
hepatitis, asma, hipertensi, DM dan HIV/AIDS
f. Riwayat kontrasepsi yang pernah ibu gunakan sebelum hamil
Ibu mengatakan sebelumnya perrnah menggunakan KB suntik 3 bulan.
g. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
a) Makan
Ibu mengatakan makan 3x sehari porsi sedang, menu bervariasi
dalam 1 minggu dengan komposisi karbohidrat (nasi), sayur
berupa (bayam, sawi, kangkung, daun singkong), lauk seperti
(tahu, tempe, telur, kadang ikan dan ayam), dan buah-buahan
b) Minum
Ibu mengatakan minum kurang lebih 9 gelas/hari, jenis air yang
dikonsumsi, yaitu air putih 7 gelas/hari, air teh 1 gelas/hari dan
susu ibu hamil 1 gelas/hari
c) Pantangan makanan
Ibu mengatakan tidak ada pantangan makanan sebelum hamil
maupun saat hamil sekarang
2) Eliminasi
a) BAB
122

Ibu mengatakan BAB 1× sehari konsistensi lunak, warna dan bau


khas feces
b) BAK
Ibu mengatakan BAK meningkat menjadi 8 × sehari, warna dan
bau khas urine, ibu mengatakan tidak merasa sakit saat BAK
3) Aktivitas
Ibu mengatakan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti
biasanya ,namun mengurangi pekerjaan yang berat-berat
4) Istirahat / tidur
Ibu mengatakan tidur siang 1 jam, dan tidur malam 6 jam
5) Pola personal hygine
Ibu mengatakan mandi sehari 2 kali, gosok gigi 2 kali sehari, keramas
1 hari sekali dan ganti baju 2 kali sehari
6) Keadaan psikologis
Ibu mengatakan merasa senang atas kehamilannya.
7) Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini
Ibu mengatakan keluarga mendukung atas kehamilan ini.
8) Kebiasaan adat istiadat dalam kehamilan
Ibu mengatakan di keluargannya tidak ada kegiatan adat istiadat
selama kehamilan
9) Penggunaan obat-obatan/rokok
Ibu mengatakan tidak menggunakan obat-obatan dan tidak merokok.
10) Jaminan kesehatan
Ibu dan suami sudah mempersiapkan asuransi persalinan melalui
BPJS

B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
123

TTV : TD : 110/80 mmHg P : 21x/menit


N : 80x/menit S : 36,80C
TB : 175 cm
BB sebelum hamil : 65 kg
BB sekarang : 76 kg
Kenaikan BB : 11 kg
LILA : 29 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Bersih tidak ada benjolan/massa tidak ada nyeri tekan, kulit
kepala tidak ada ketombe dan rambut tidak rontok
b. Muka : Tidak pucat, tidak ada oedema dan nyeri tekan
c. Mata : Simetris, conjungtiva ananemis, sclera anikterik
d. Hidung : Bentuk simetris, bersih dan tidak ada polip
e. Telinga : Bentuk simetris, bersih, dan tidak ada tanda-tanda infeksi
f. Mulut/gigi/gusi : Bersih, tidak ada stomatitis, gigi, tidak ada caries,
gusi tidak berdarah dan tidak bengkak
g. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran
kelenjar parotis
h. Dada : Bunyi jantung normal dan teratur, tidak ada bunyi wheezing
dan ronchi
i. Payudara : Putting susu menonjol, areola hyperpigmentasi, tidak ada
nyeri tekan, adanya pengeluaran colostrum
j. Abdomen
Inspeksi
Luka bekas operasi : Tidak ada bekas luka operasi
Linea alba/nigra : Nigra
Kelainan : Tidak ada
Palpasi
124

Leopold : TFU pertengah pusat dan px (37 cm)


bagian fundus teraba lunak, bundar, tidak melenting (bokong).
Leopold II : Bagian kiri perut ibu teraba tahanan keras
dan memanjang (punggung). Bagian perut kanan ibu teraba bagian-
bagian kecil janin (ekstremitas).
Leopold III : Pada bagian bawah perut ibu teraba, keras,
bulat melenting (kepala).
Leopold IV : Kepala sudah masuk PAP (Divergen)
TBJ : (37-11) × 155 = 3720 gr
Auskultasi
DJJ : 130 x/menit
HIS : 3x/10’/50”
k. Ekstremitas atas : Ujung jari tidak pucat, tidak ada oedema, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada tremor
l. Ekstremitas bawah : Ujung jari tidak pucat, tidak ada oedema, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada varises, reflek patella (+)/(+)
m. Genetalia
Tidak ada varises, tidak ada pembengkakan kelenjar bartholi dan
kelenjar sken
Pemeriksaan dalam
1) Porsio : Tidak teraba
2) Ketuban : Utuh
3) Pembukan : 4 cm
4) Persentasi : Kepala
5) Penurunan : HII
6) Molase : Tidak ada
C. Analisa
Ny. E, umur 32 tahun G3P2A0 kehamilan 39 minggu, janin tunggal hidup,
intrauteri, persentasi kepala, keadaan umum ibu dan janin baik inpartu kala 1
fase aktif
125

D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaan ibu dan
janin baik, pembukaannya 9 cm, TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR:
21 x/menit, S: 36,8ºC, DJJ 130x/menit.
Evaluasi : Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Memberikan suport kepada ibu agar tetap tenang dan tidak cemas dengan
menganjurkan ibu untuk berdoa.
Evaluasi : Ibu sudah tenang.
3. Mengajarkan ibu tehnik relaksasi yaitu dengan cara menarik nafas
panjang lewat hidung dan hembuskan lewat mulut jika merasa mulas.
Evaluasi : Ibu sudah bisa tehnik relaksasi.
4. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat perut tidak mulws guna
menambah tenaga ibu.
Evaluasi : Ibu sudah minum teh manis ±20 cc dan makan roti.
5. Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAK/BAB agar tidak
mengganggu proses penurunan kepala.
Evaluasi : Ibu sudah berkemih, volume 20 cc, warna kuning.
6. Menganjurkan ibu cara meneran yang baik yaitu meneran ketika mulas,
kaki ditekuk dan mata melihat ke perut.
Evaluasi : Ibu sudah mengerti cara meneran.
7. Menyiapkan alat-alat untuk persalinan dengan memperhatikan
kebersihan alat dan tempat persalinan seperti partus set, hecting set,
cairan infus dan obat-obatan yang dibutuhkan.
Evaluasi : Alat sudah siap.
8. Melakukan pemeriksaan kemajuan persalinan (mengobservasi DJJ dan
kontraksi setiap 30 menit serta TTV dan pembukaan setiap 4 jam atau
jika ada indikasi).
Evaluasi : Pemantauan kemajuan persalinan dengan partograf.
126

Kala II
Tanggal : 10 April 2021
Pukul : 19:00 wib
A. Subjektif
Ibu mengatakan merasa nyeri perut bagian bawah yang menjalar ke pinggang
semakin sering dan kuat, keluar lendir bercampur darah semakin sering dan kuat,
keluar lendir bercampur darah semakin banyak, keluar cairan dari jalan lahir serta
adanya dorongan ingin meneran..
B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
2. Pemeriksaan fisik
Abdomen : Kontraksi 5x/10’/50”
Genetalia : Vulva membuka, perenium menonjol, adanya tekanan
pada anus
Pemeriksaan dalam
a) Portio : Tidak teraba
b) Pembukaan : 10 cm
c) Penurunan : Hodge III+
d) Ketuban : Negatif
C. Analisa
P3A0 inpartu kala II

D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa pembukaan telah
lengkap dan ibu akan segera memasuki proses persalinan.
Evaluasi : Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Menunggu penurunan kepala.
127

Evaluasi : Kepala sudah berada di hodge III+.


3. Membimbing ibu meneran ketika mules.
Evaluasi : Ibu sudah dibimbing.
4. Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi di perut ibu, jika kepala
bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm) dan meletakkan handuk
bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu.
Evaluasi : Handuk bersih sudah diletakkan diatas perut ibu dan dibawah
bokong ibu.
5. Membuka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.
Evaluasi : Alat partus set sudah di cek kembali.
6. Memakai APD dan memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
Evaluasi : APD dan sarung tangan DTT sudah dipakai.
7. Menolong lahirnya kepala, setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6
cm membuka vulva, maka lindungi perineum dengan 1 tangan yang dialpisi
dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk
meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
Evaluasi : Kepala telah lahir.
8. Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
Evaluasi : Terdapat lilitan tali pusat.
9. Melakukan tindakan untuk melepaskan lilitan tali pusat, yaitu dengan cara
melonggrakan tali pusat, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
Evaluasi : Lilitan tali pusat sudah dilepaskan.
10. Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Evaluasi : Kepala bayi sudah melakukan putaran paksi luar
11. Menunggu lahirnya bahu, setelah kepala melakukan putaran paksi luar,
pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul
128

di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
Evaluasi : Kedua bahu bayi telah lahir.
12. Melahirkan bahu dan tungkai, setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah
kearah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah
dan siku sebelah atas.
Evaluasi : Tubuh dan lengan bayi telah lahir.
13. Melahirkan tungkai, setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai, dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dan
ibu jari dan jari-jari lainnya).
Evaluasi : Kedua kaki bayi telah lahir, bayi lahir jam 19:15 wib.
14. Menilai keadaan bayi segera setelah lahir.
Apakah bayi cukup bulan?
Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
Apakah bayi menangis kuat atau bernafas kesulitan?
Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Evaluasi : Bayi lahir cukup bulan, air ketuban jernih, bayi menangis kuat,
bernafas tanpa kesulitan, dan bergerak aktif.
15. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka kepala dan bagian tubuh lainnya.
Evaluasi : Tubuh bayi telah dikeringkan.
16. Mengobservasi keadaan ibu yaitu memastikan tidak ada janin kedua dan
banyaknya perdarahan.
Evaluasi : Tidak ada janin kedua, peradarahan ± 30 cc dan plasenta belum
lahir.

Kala III
Tanggal : 10 April 2021
Pukul : 19:20 wib
A. Subjektif
129

Ibu mengatakan senang karena bayinya telah lahir dengan selamat. Ibu
mengatakan perutnya masih mules.
B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
2. Pemeriksaan fisik
Muka : Tidak pucat, tidak ada oedema
Mata : Konjungtiva ananemis, sclera anikterik
Abdomen : TFU Sepusat, kontraksi baik, kandung kemih kosong
Genetalia : Tampak tali pusat di depan vulva, perdarahan ± 70 cc
C. Analisa
P3A0, inpartu kala III
D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayinya sudah lahir
pukul 19:15 wib dengan jenis kelamin perempuan dan plasenta belum lahir.
Evaluasi : Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Meminta persetujuan kepada ibu untuk menyuntikkan oksitosin 10 UI di 1/3
bagian paha kanan ibu.
Evaluasi : Oksitosin telah diberikan kepada ibu.
3. Meletakkan bayi tengkurap diatas dada/perut ibu, usahakan kepala bayi
berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara
ibu. selimutkan bayi dengan kain kering dan hangat, biarkan bayi melakukan
kontak kulit di dada ibu dan melakukan IMD paling sedikit 1 jam.
Evaluasi : Ibu dan bayi telah melakukan IMD.
4. Memindahkan klem pada tali pusat berjarak 5-10 cm dari vulva, melihat
tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu uterus menjadi globular, tali pusat
memanjang dan semburan darah tiba-tiba, menunggu 15 menit tanda-tanda
pelepasan plasenta.
Evaluasi : Sudah terlihat tanda-tanda pelepasan plasenta.
130

5. Melakukan masase fundus dengan gerakkan tangan arah memutar.


Evaluasi : Fundus terasa keras, kontraksi baik.
6. Melakukan pemeriksaan plasenta.
Evaluasi : Plasenta lahir lengkap pukul 19:35, tebal 2,5 cm, diameter 20x20
cm, insersi tali pusat sentralis, panjang ± 60 cm dan berat 500 gram.
7. Memeriksa adanya luka laserasi.
Evaluasi : Tidak ada luka laserasi.
8. Mengobservasi kontraksi dan perdarahan kontraksi baik dan perdarahan ± 90
cc.

Kala 1V
Tanggal : 10 April 2021
Pukul : 19:45 wib
A. Subjektif
Ibu mengatakan merasa tenang karena plasenta telah lahir, ibu merasa perutnya
masih mules.
B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD : 110/70 mmHg P : 21x/menit
N : 82 x/menit S : 36,70C
2. Pemeriksaan fisik
Muka : Tidak pucat, tidak ada oedema
Mata : Konjungtiva ananemis, sclera anikterik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, kandung kemih
kosong
Genetalia : Perdarahan ± 90 cc, tidak ada laserasi
C. Analisa
P3A0 inpartu kala IV.
131

D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu yaitu TD: 110/70 mmHg, N:
82 x/m, RR: 21 x/m, TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, tidak ada luka
laserasi.
Evaluasi : Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Mengajarkan ibu dan keluarga cara masase fundus yaitu dengan cara
meletakkan satu tangan diatas fundus ibu lalu dengan arah memutar.
Evaluasi : Ibu sudah bisa masase fundus.
3. Memberitahu ibu untuk tidak menahan BAB/BAK agar tidak mengganggu
proses pemulihan rahimnya.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan.
4. Mendekontaminasi alat, dan membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke
tampat sampah yang sesuai. Alat sudah di dekontaminasikan dan sampah-
sampah sudah dibuang.
5. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT, bersihkan sisa air ketuban,
lendir dan darah. Memakaikan ibu pakaian yang bersih dan kering.
Evaluasi : Ibu sudah bersih dan sudah dipakaikan baju yang bersih.
6. Memastikan ibu merasa nyaman, anjurkan keluarga untuk memberikan
minuman dan makanan yang diinginkannya.
Evaluasi : Ibu merasa nyaman dan ibu sudah makan dan minum.
7. Mengobservasi tekanan darah, nadi, suhu, TFU, kontraksi uterus, kandung
kemih, dan darah yang keluar setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit kedua pasca persalinan.
Evaluasi : Hasil observasi dicatat di partograf.
8. Melakukan pendokumentasi.
Evaluasi : Dokumentasi dibuat dengan menggunakan metode SOAP.

Tabel 3.1
Hasil Observasi Kala IV
Jam Waktu TD N S TFU Kontraksi KK perdara
ke uterus han
I 20:00 110/70 80 x/m 36,6 2 JBP Baik Kosong ± 30 cc
132

mmHg ºC
20:15 110/70 80 x/m 2 JBP Baik Kosong ± 20 cc
mmHg
20:30 110/80 82 x/m 2 JBP Baik Kosong ± 20 cc
mmHg
20:45 120/70 80 x/m 2 JBP Baik Kosong ± 10 cc
mmHg
II 21:15 120/80 81 x/m 36,5 2 JBP Baik Kosong ± 10 cc
mmHg ºC
21:45 120/80 82 x/m 2 JBP Baik Kosong ± 10 cc
mmHg

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Masa Nifas


Nifas 6 jam
Tanggal : 10 April 2021
Pukul : 03:00 wib
A. Subjektif
Ibu mengatakan mulasnya sudah sedikit berkurang.
B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD : 110/80 mmHg P : 21x/menit
N : 80x/menit S : 36,50C
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bersih tidak ada benjolan/massa tidak ada nyeri tekan, kulit kepala
tidak ada ketombe dan rambut tidak rontok
Muka : Tidak pucat, tidak ada oedema dan nyeri tekan
Mata : Simetris, conjungtiva ananemis, sclera anikterik
Hidung : Bentuk simetris, bersih dan tidak ada polip
Telinga : Bentuk simetris, bersih, dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Mulut/gigi/gusi : Mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis, gigi tidak ada
caries, gusi tidak berdarah dan tidak bengkak
133

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar
parotis
Dada : Bunyi jantung normal dan teratur, tidak ada bunyi wheezing dan ronchi
Payudara : Putting susu menonjol, areola hyperpigmentasi, tidak ada nyeri
tekan, colostrum sudah keluar
Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, kandung kemih kosong
Ekstremitas atas : Ujung jari tidak pucat, tidak ada oedema, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada tremor
Ekstremitas bawah : Ujung jari tidak pucat, tidak ada oedema, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada varises, reflek patella (+)/(+)
Genetalia : Lochea rubra, perdarahan 1/2 pembalut 40 cm kurang lebih 50 cc
Anus : Tidak ada hemaroid
C. Analisa
P3A0 post partum 6 jam.
D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa keadaan umum ibu baik,
TD 110/80 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 21 x/menit, S: 36,5 ºC.
Evaluasi : Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Memastikan kontraksi uterus baik
Evaluasi : Tindakan telah dilakukan, kontraksi uterus baik
3. Menganjurkan pada ibu untuk mobilisasi dini dengan cara duduk dan berjalan
atau sesuai dengan kemampuan ibu.
Evaluasi : Ibu bersedia untuk mengikuti anjuran bidan.
4. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan makanan yang mengandung protein
tinggi yang berguna untuk mempercepat proses pemulihan tubuh ibu dan
meningkatkan prosuksi ASI.
Evaluasi : Ibu sudah mengerti dan bersedia mengikuti anjuran bidan.
134

5. Memberitahu ibu tentang tanda bahaya pada masa nifas seperti demam tinggi,
terjadi perdarahan yang hebat, ibu merasakan sakit kepala yang hebat,
penglihatan kabur dan lochea berbau, jika ibu mengalami salah satu tanda
tersebut harus segera lapor ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan
penanganan yang tepat.
Evaluasi: Ibu sudah mengerti dengan penjelasan bidan.
6. Mengajari ibu tehnik menyusui yang benar, yaitu ibu bisa menyusui bayi nya
dengan posisi duduk asalkan kaki ibu tidak menggantung dan bisa juga
dengan posisi tidur, bersihkan payudara dengan kapas yang dibasahi dengan
baby oil, minyak kelapa, atau air matang, keluarkan sedikit ASI dengan
memencet area areola di sekitar puting susu, lalu oleskan disekitar puting
susu, bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi kepala dan tubuh bayi
menempel pada perut ibu, hadapkan bayi pada dada ibu, sehingga bibir bawah
bayi berada di bawah puting susu ibu. cara meletakkan mulut bayi dengan
benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar, dan
bibir bawah bayi membuka lebar. Setelah selesai menyusui bersihkan mulut
bayi dengan kapas yangdi basahi air matang, sendawakan bayi dengan cara
menepuk-nepuk punggung belakang bayi.
Evaluasi : Ibu mengerti teknik menyusui yang benar.
7. Memberikan penkes pada ibu tentanng personal hygiene dimana setelah
BAK/BAB, ibu membersihkan alat genitalianya dengan cara membersihkan
daerah vagina dengan air dari depan ke belakang lalu membersihkan daerah
anus dengan air dan sabun.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.
8. Mengajari ibu cara merawat bayinya, dan memberitahu ibu untuk tidak
memberi ramuan pada tali pusat bayinya agar tidak terjadi infeksi, cukup
dibalut dengan kassa steril, serta menjelaskan tanda-tanda infeksi pada tali
pusat yaitu terdapat nanah, keluar darah, tubuh bayi panas, dan tindakan yang
harus dilakukan yaitu membawa bayinya segera ke petugas kesehatan.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan
135

9. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang 1 minggu kemudian atau bila ada
keluhan.
Evaluasi : Ibu bersedia untuk kunjungan ulang.
10. Melakukan pendokumentasian.
Evaluasi : Pendokumentasian sudah dilakukan.

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir


Tanggal : 10 April 2021
Pukul : 21:55 wib
A. Subjektif
Ibu mengatakan senang dengan kelahiran anak ketiganya.
B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : Respirasi : 40x/menit
Nadi : 139x/menit
Suhu : 36,80C
Antropometri
Berat badan : 3900 gram
Panjang badan : 49 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
Lingkar dada : 33 cm
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Tidak ada caput succedaneum, tidak ada cheapalhematoma

b. Muka
Simetris, warna kulit kemerahan
c. Mata
136

Simetris, sclera anikterik, tidak ada pendarahan subconjungtiva, tidak ada


kelainan mata
d. Hidung
Simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung
e. Mulut
Simetris, tidak ada labioskizis dan palatoscizis
f. Telinga
Simetris, tidak ada tanda-tanda infeksi
g. Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar limfe, tyroid dan vena jugularis dan
tidak ada lipatan leher berlebihan
h. Kulit
Warna merah muda, adanya lanugo, adanya vernik caseosa
a. Dada
Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
b. Abdomen
Simetris, tidak kembung, tidak ada kelainan, tali pusat bersih, terbungkus
kassa dan tidak ada tanda-tanda infeksi
c. Ekstremitas atas
Simetris, jari lengkap, kuku tidak pucat
d. Ekstremitas bawah
Simetris, jari lengkap, kuku tidak pucat
e. Genetalia
Labia mayora sudah menutupi labia minora, terdapat lubang uretra
f. Anus
Terdapat lubang anus

3. Pemeriksaan Reflek
a. Reflek rooting : (+) positif
b. Reflek sucking : (+) positif
137

c. Reflek morro : (+) positif


d. Reflek grasping : (+) positif
e. Reflek stapping : (+) positif
C. Analisa
Neonatus cukup bulan usia 1 jam dengan keadaan umum baik
D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan TTV, RR : 40x/m S: 36,8ºC N:
139x/m.
Evaluasi : Ibu sudah mengerti dengan hasil pemeriksaan.
2. Memberikan informed consent pada ibu bahwa bayinya akan disuntik vitamin
K untuk mencegah perdarahan di otak dan memberikan salep mata untuk
mencegah infeksi pada mata.
Evaluasi : Ibu bersedia bayinya untuk disuntik vitamin K dan diberi salep
mata.
3. Menyuntikkan vitamin K pada bayi di 1/3 paha kiri atas bagian luar secara
IM dengan dosis 0,5 ml serta memberikan salep mata erlamicetin 1% pada
mata bayi.
Evaluasi : Bayi sudah disuntik vitamin K dan diberi salep mata.
4. Setelah 1 jam pemberian Vitamin K melakukan imunisasi HB0 di 1/3 paha
kanan luar secara IM
Evaluasi : Bayi sudah diberikan imunisasi HB0
5. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara tali pusat hanya dibungkus kassa
steril tanpa dibubuhi alcohol, betadin atau lain-lain.
Evaluasi : Perawatan tali pusat sudah dilakukan.
6. Menjaga kehangatan tubuh bayi dengan memakaikan pakaian lengkap dan
dibedong.
Evaluasi : Kehangatan bayi sudah terjaga.
7. Menganjurkan ibu untuk menjemur bayi nya di bawah sinar matahari pagi,
waktu yang baik untuk menjemur bayi yaitu dari jam 7 sampai jam 9 pagi.
Evaluasi : Ibu mau menjemur bayinya.
138

8. Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya pada bayi seperti suhu tubuh
terlalu dingin <36,5ºc atau terlalu panas >37,5ºc, nafas lambat <40 x/m atau
nafas cepat >60 x/m, tidak mau menyusu, mengantuk berlebihan, tali pusat
mengalami bengkak, berbau dan bernanah, jika ibu menemukan salah satu
tanda bahaya tersebut, ibu harus segera lapor ke tenaga kesehatan untuk
mendapatkan penanganan yang tepat.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.
9. Pendokumentasian.
Evaluasi : Pendokumentasian dibuat dengan metode SOAP.

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan KB


Tanggal : 12 Maret 2020
Pukul : 16:35 WIB
A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama ibu : Ny “S” Nama Suami : Tn “B”
Umur : 33 Tahun Umur : 35 Tahun
Kebangsaan : Indonesia Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bentiring permai.
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan ingin menggunakan KB suntik 3 bulan
3. Riwayat menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 6 hari
Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut
Dismenorhoe : Tidak ada
139

4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan sekarang sedang tidak menderita penyakit seperti
hepatitis, asma, hpertensi, DM dan HIV/AIDS
b. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun suami tidak ada yang
menderita penyakit menurun, seperti hipertensi, jantung
c. Riwayat penyakit dahulu
Ibu mengatakan dulu tidak pernah menderita penyakut seperti hepatitis,
asma, hipertensi, DM dan HIV/AIDS
4. Riwayat perkawinan
Status pernikahan : Sah
Pernikahan ke : Pertama
Lama pernikahan : 11 tahun
5. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
1) Makan
Ibu mengatakan makan 3x sehari porsi sedang, menu bervariasi
dengan komposisi nasi, lauk pauk
2) Minum
Ibu mengatakan minum kurang lebih 7 gelas/hari dengan air putih
kadang diselingi dengan teh
b. Eliminasi
1) BAB
Ibu mengatakan BAB 1×sehari konsistensi lunak, warna dan bau khas
feces

2) BAK
Ibu mengatakan BAK 4×sehari, warna dan bau khas urine, ibu
mengatakan tidak merasa sakit saat BAK
140

c. Aktivitas
Ibu mengatakan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti biasanya
d. Istirahat / tidur
Ibu mengatakan tidur siang 1 jam, dan tidur malam 7 jam
e. Pola personal hygine
Ibu mengatakan mandi sehari 2 kali, gosok gigi 2 kali sehari, keramas 1
hari sekali dan ganti baju 2 kali sehari
f. Seksual
Ibu mengatakan biasanya berhubungan seksual dengan suami 3 kali dalam
seminggu
B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD : 110/80 mmHg P : 21x/menit
N : 80x/menit S : 36,50C
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 57 kg
LILA : 29 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Bersih tidak ada benjolan/massa tidak ada nyeri tekan, kulit
kepala tidak ada ketombe dan rambut tidak rontok
b. Muka : Tidak pucat, tidak ada oedema dan nyeri tekan
c. Mata : Simetris, conjungtiva ananemis, sclera anikterik
d. Hidung : Bentuk simetris, bersih dan tidak ada polip
e. Telinga : Bentuk simetris, bersih, dan tidak ada tanda-tanda infeksi
f. Mulut/gigi/gusi : Bersih, tidak ada stomatitis, gigi, tidak ada caries, gusi
tidak berdarah dan tidak bengkak
141

g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran


kelenjar limfe, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar parotis
h. Dada : Bunyi jantung normal dan teratur, tidak ada bunyi wheezing dan
ronchi
i. Payudara : Putting susu menonjol, tidak ada nyeri tekan dan benjolan
j. Abdomen : Tidak kembung, tidak ada nyeri tekan
k. Genetalia : Tidak ada varises, tidak ada pembengkakan kelenjar
bartholini dan klenjar sken
l. Ekstremitas atas : Simetris, kuku tidak pucat, tidak ada oedema
m. Ekstremitas atas : Simetris, kuku tidak pucat, tidak ada oedema, reflek
patella (+)/(+)
n. Anus : Tidak ada hemaroid
C. Analisa
Ny. S umur 33 tahun keadaan umum baik dengan aseptor KB suntik 3 bulan.
D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan kepada ibu hasil pemeriksaan TTV
TD : 110/80 mmHg RR : 22 x/m
N : 80 x/m S : 36,5ºC
Evaluasi : Ibu mengerti dengan hasil pemeriksaan.
2. Menjelaskan tentang keuntungan kontrasepsi KB suntik 3 bulan yaitu sangat
efektif, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri, tidak berpengaruh
terhadap ASI, dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai
perimenopouse, membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan keuntungan kontrasepsi KB suntik
3 bulan.
3. Menjelaskan efek samping kontrasepsi KB suntik 3 bulan yaitu, dapat
menimbulkan amenorea, perubahan pola haid, sakit kepala, penambahan
berat badan, peradarahan ringan atau spotting.
142

Evaluasi : Ibu mengerti efek samping dari KB suntik 3 bulan.


4. Mempersiapkan alat dan pasien.
Evaluasi : Alat telah disiapkan dan pasien sudah siap untuk suntik KB.
5. Melakukan penyuntikan secara IM di daerah 1/3 sias.
Evaluasi : Penyuntikan telah dilakukan.
6. Memberitahu jadwal kunjangan ulang yaitu ibu harus suntik KB kembali.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan jadwal kunjungan ulang.
7. Dokumentasi.
Evaluasi : Dokumentasi telah dilakukan dengan metode SOAP.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan studi kasus ini, penulis akan menyajikan dengan


membandingkan antara teori dengan manajemen komprehensif yang diterapkan di
PMB Sasmayana, STr. Keb.
A. Kehamilan
Ny. E umur 32 tahun melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin di
PMB Sasmayana, S.ST.S.KM Ibu telah melakukan pemeriksaan kehamilan
sebanyak 5 kali yaitu 2 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester II dan 2
kali pada trimester III. Hal ini sesuai dengan jadwal kunjungan ANC menurut
WHO (Yulizawati, 2017), bahwa kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan
dilakukan paling sedikit 4 kali dalam kehamilan yaitu 1 kali di trimester I, I
kali di trimester II dan 2 kali di trimester III.
Standar pelayanan asuhan antenatal terdiri dari 14 T yaitu timbang badan
dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi, ukur TFU,
tentukan presentasi janin dan DJJ, pemberian imunisasi TT, beri tablet zat
besi, periksa laboratorium, perawatan payudara, senam hamil, pemberian obat
anti malaria, pemberian kapsul yodium, tatalaksana kasus dan temu wicara/
konseling. Namun saat melakukan periksa endemis seperti malaria, HIV dan
lain-lain karena disebabkan keterbatasan alat.
Pada saat dilakukan pemeriksaan LILA pada Ny. E, didapati hasil 29 cm.
Hal ini menunjukan bahwa status gizi Ny. I normal dimana menurut Fitriah
(2018) mengatakan bahwa pengukuran LILA berguna untuk skrining ibu
hamil berisiko Kurang Energi Kronis (KEK) dimana LILA < 23,5 cm
Selama hamil Ny. E telah mendapatkan penyuntikan imunisasi TT
sebanyak 5 kali . Hal ini sesuai dengan standar asuhan minimal antenatal
menurut kemenkes (2020) yang menyatakan bahwa ibu hamil minimal
memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan perlindungan terhadap
infeksi tetanus.

143
144

B. Persalinan
Pada saat akan bersalin, kedatangan ibu ditemani oleh suami dan
keluarganya. Ini memperlihatkan adanya dukungan moral untuk ibu dan dapat
mengurangi kecemasan yang dialami oleh ibu.
Ny. E bersalin secara normal dan spontan. Ibu bersalin dalam usia
kehamilan 39 minggu dimana bayi lahir secara spontan pervaginam dalam
presentasi belakang kepala, proses persalinan dari kala I sampai kala IV
berlangsung selama 24 jam tanpa komplikasi ibu maupun bayinya. Hal ini
sesuai pendapat Kurniarum (2016), bahwa persalinan merupakan serangkaian
kejadian pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
ibu sendiri).
Ny E datang ke PMB dengan keluhan mules semakin sering, keluar
lendir darah sejak pukul 17:00 WIB. Pada pemeriksaan his didapati hasil
kontraksi 3x10’ lamanya 40’’ dan saat dilakukan pemeriksaan dalam didapati
hasil pembukaan 9 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniarum (2016),
bahwa tanda dan gejala persalinan yaitu penipisan dan pembukaan serviks,
serta keluar lendir bercampur darah melalui vagina.
Kala II persalinan berjalanan dengan normal. Diawali dengan ibu
mengatakan perut terasa sangat mulas seperti ingin BAB serta ada dorongan
untuk meneran. Pada pemeriksaan genital, periuneum menonjol, vulva
vagina, ada tekanan pada anus dan spingter ani membuka serta
meningkatknya pengeluaran lendir dan gejala kala II persalinan adalah
adanya perasaan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi,
adanya peningkatan tekanan pada rectum dan vagina, perineum menonjol,
vulva, vagina dan spingter ani membuka serta meningkatnya pengeluaran
lendir bercampur darah (Kurniarum, 2016).
Kala III Ny E berlangsung selama 20 menit. hal ini sesuai dengan
pendapat Kurniarum (2016), bahwa kala III dimulai setelah lahirnya bayi
sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
145

Saat kala III, dilakukan manajemen aktif kala III yaitu memberikan
oksitosin 10 unit IM, melakukan peneganggan tali pusat terkendali melihat
tanda-tanda pelepasan plasenta serta massase fundus uteri segera setelah
plasenta lahir selama 15 detik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniarum
(2016), bahwa asuhan kala III yaitu melakukan manajemen aktif kala III
terdiri dari 3 langkah utama yaitu pemberian suntikan dalam 1 menit pertama
setelah bayi lahir, melakukan pereganggan kala III, melahirkan plasenta.
Pada kala IV, dilakukan observasi selama 2 jam pertama postpartum
yaitu setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada jam kedua. Hal
ini dilakukan untuk mengobservasi keadaan ibu, TTV, perdarahan, kontraksi,
tingggi fundus uteri dan kandung kemih. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kurniarum (2016), yang menyatakan bahwa pemantauan keadaan umum ibu
pada kal IV dilakukan selama 2 jam pertama persalinan yang dilakukan setiap
15 menit pada jam 1 dan setiap 30 menit pada jam II. Masa pengawasan
berjalan dengan baik dan tidak ada komplikasi yang terjadi selama kala IV.
C. Nifas
Penulis telah melakukan pemantauan ibu nifas 6 jam, dilakukan
pemeriksaan fisik dan didapati hasil keadaan ibu baik dengan tanda-tanda
vital normal, TFU 2 jari di bawah pusat, perdarahan normal dan pengeluaran
lochea berwarna merah (rubra). Hal ini sesuai dengan pendapat Sukma (2017)
bahwa segera setelah plasenta lahir, uterus berada kurang lebih 2 jari di
bawah pusat, KU ibu baik, kesadaran compos mentis, TTV : TD 110/80
mmHg, N: 82 x/menit, RR: 21 x/menit, S: 36,5 ºC.
D. BBL
Asuhan segera bayi baru lahir yang dilakukan pada Bayi Ny E adalah
segera mengeringkan bayi, melakukan penilaian segera BBL, mengklem tali
pusat serta menggunting, menyuntikan vitamin K serta memberikan salep
mata dan imunisasi HB0, kemudian bayi dibedong dengan kain hangat lalu
diletakkan didekat ibunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Jamil (2017), yaitu
asuhan segera setelah lahir salah satunya ialah melakukan Inisiasai Menyusui
Dini (IMD) dimana setelah dilakukan pemotongan tali pusat, bayi langsung
IMD dan setelah 1 jam IMD, dilakukan penyuntikan vitamin K, serta
146

memberikan salep mata pada bayi, setelah 1 jam pemberian Vitamin K


dilakukan pemberian imunisasi HB0. Dalam hal ini bayi Ny E dalam keadaan
sehat, tidak mengalami komplikasi ataupun tanda bahaya bayi baru lahir.
Pada saat umur bayi 1 jam, dilakukan pemeriksaan fisik bayi serta
memberikan penyuluhan kepada ibu tentang perawatan tali pusat, pencegahan
hipotermi, pemberian ASI ekslusif, tanda bahaya pada bayi baru lahir dan
perawatan pada bayi baru lahir antara lain perawatan tali pusat, tanda-tanda
bahaya pada bayi dan perawatan harian seperti pemberian ASI.
E. Keluarga Berencana
Penulis telah melakukan penyuntikan KB suntik 3 bulan pada Ny. S
umur 33 tahun, ibu tersebut sudah mempunyai 3 orang anak. Sebelum
penyuntikan penulis melakukan pemeriksaan umum yang dilakukan pada Ny
E. didapat hasil keadaan umum baik, kesadaran compos Mentis, TTV, TD :
110/80 mmHg, N: 80 x/ menit, P : 22 x/ menit, S : 36, 5º C, TB : 160 cm,
BB : 57 kg. Jenis suntik yang dipilih oleh Ny. S suntik 3 bulan.
Hal ini sesuai dengan teori Rahayu (2016) yang mengatakan bahwa
suntik kb kombinasi dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid dan tidak
diperlukan kontrasepsi tambahan Maka ibu diperbolehkan menggunakan kb
ini dan tidak memerlukan kontrasepsi tambahan apapun.Ibu mengatakan tidak
mempunyai riwayat penyakit keluarga dan terdahulu seperti: Hipertensi,
Gagal Jantung, IMS, Diabetes Mellitus, Epilepsi, Hepatitis, Tuberculosis, dan
HIV/AIDS. Hal ini menyatakan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori
Handayani (2010) dan kasus.  Maka dari itu ibu dapat diberikan KB suntik
kombinasi karena ibu tidak mempunyai riwayat penyakit yang tidak boleh
dimiliki bagi pengguna KB suntik kombinasi. Ibu mengatakan tidak pernah
merokok, maka dari itu ibu dapat diberikan suntik kombinasi karena merokok
dapat mengurangi keefektifan kb suntik kombinasi.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital, ibu mempunyai tekanan darah
sebesar 110/80 mmHg. Pada teori Rahayu (2016) mengatakan bahwa pasien
dengan tekanan darah > 180/110 mmHg  tidak diperbolehkan menggunakan
kb suntik kombinasi. Hal ini yang memperbolehkan pasien dapat
menggunakan kb suntik kombinasi KB suntik 3 bulan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kehamilan, Ny. E melakukan kunjungan ANC sebanyak
5 kali, namun Ny. E melakukan kunjungan antenatal care dengan penulis hanya
sebanyak 1 kali yaitu pada tanggal 21 Maret 2021 selama kunjungan 1 kali
dengan penulis, penulis banyak memberikan pendidikan kesehatan (penkes) pada
ibu diantaranya nutrisi selama kehamilan, personal hygiene, tanda-tanda bahaya
kehamilan, persiapan dan tanda-tanda persalinan, kemudian dilakukan
pemeriksaan Lab seperti protein urine, glukosa urin, dan Hb. Masa-masa
kehamilannya Ny.E dilakukan pemeriksaan dengan baik dan tidak ditemukan
masalah atau komplikasi.
Pada proses persalinan Ny. E semua berjalan lancar dari Kala I-IV. Ketika
bayi lahir, bayi langsung menangis, warna kulit kemerahan dan tonus otot aktif.
Pada kala III, berlangsung selama 20 menit plasenta lahir lengkap. Pada kala IV
dilakukan pengawasan selama 2 jam post partum dimana tidak ditemukan
masalah atau komplikasi.
Masa nifas Ny. E berjalan normal dari pemantauan 6 jam post partum.
Pada masa involusi uterus berlangsung dengan baik dan tidak ditemukan
perdarahan maupun tanda-tanda infeksi.
Pada kunjungan BBL yang dilakukan pada saat 1 jam, 1 minggu tidak
ditemukan masalah atau komplikasi pada bayi. Saat kunjungan 1 minggu tali
pusat bayi sudah lepas. Selama kunjungan, penulis memberikan banyak penkes
pada ibu tentang perawatan bayinya diantaranya perawatan tali pusat, pemberian
ASI, cara menjaga kehangatan tubuh bayi, tanda-tanda bahaya pada bayi serta
imunisasi dasar.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kunjungan yang telah dilakukan baik
pada kunjungan nifas, dan BBL dapat ditarik kesimpulan bahwa Ny.E dan
bayinya tidak mengalami masalah atau komplikasi. Berdasarkan uraian materi

147
148

dan pembahasan kasus penulis dapat menyimpulkan bahwa pentingnya asuhan


yang diberikan oleh bidan atau tenaga kesehatan terhadap ibu secara profesional
baik pada masa kehamilan, persalinan, nifas maupun bayi baru lahir sehingga
deteksi dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi dapat dihindari.
Pada penatalaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. E sebagian telah
dilakukan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dan berdasarkan teori yang
ada.
B. Saran
1. Manfaat Bagi penulis
Penulis mampu meningkatkan pengetahuan/wawasan dan keterampilan
tentang proses asuhan kebidanan yang komprehensif kususnya terkait
pendampingan pada Ny “E” G3P2A0 dengan asuhan kebidanan komprehensif
dimulai sejak masa kehamilan TM III, bersalin hingga masa nifas.
2. Manfaat Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa tentang asuhan
kebidanan CoC kususnya terkait pendampingan pada Ny “E” G3P2A0 dengan
asuhan kebidanan komprehensif dimulai sejak masa kehamilan TM III,
bersalin hingga masa nifas.
3. Manfaat bagi lahan praktek
Sebagai acuan untuk dapat meningkatkan dan mempertahankan mutu
pelayanan terutama dalam pemberian asuhan kebidanan CoC khususnya
terkait dengan pendampingan pada Ny “E” G3P2A0 asuhan kebidanan secara
komprehensif dimulai sejak masa kehamilan TM III, bersalin hingga masa
nifas.
4. Manfaat bagi pasien
Bermanfaat pada Ny “E” G3P2A0 dan keluarga agar lebih mengerti mengenai
keadaan yang dialaminya yaitu memerlukan pemberian edukasi dan
pendampingan sejak masa kehamilan TM III, bersalin hingga masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, Nuryaningsih. Buku ajar asuhan kebidanan kehamilan. Jakarta:


Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta; 2017.
Fitria AH, Supariasa DN, Riyadi BD, Bakri B. Buku Praktis Gizi Ibu Hamil.
Malang : Media Nusa Creative;2018.
Imelda F. Nifas, kontrasepsi terkini dan keluarga berencana. Jakarta: Gosyen
Publishing;2018.
Jamil SN, Sukma F, Hamidah. Asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, balita
dan anak pra sekolah. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta; 2017.
Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018. Jakarta :
Kemenkes RI. [ diunduh tanggal 10 desember 2020] . [309] . Tersedia : dari : URL :
https ://pusdatin.kemkes.go id
_____________. 2020. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019. Jakarta:
Kemenkes RI.[diunduh tanggal 10 desember 2020]. [251]. Tersedia : dari : URL :
https://pusdatin.kemkes.go.id
Kurniarum A. Asuhan kebidanan persalinan dan bayi baru lahir. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan; 2016. [diunduh tanggal 03 januari 2021]. [157].
Tersedia:dari:URL:http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdm.
Mutmainnah A, Johan H, Liyod SS. Asuhan persalinan dan bayi baru
lahir.Yogyakarta: ANDI;2017.
Prijatni I, Rahayu S. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan; 2016. [diunduh tanggal 03 januari 2021]. [193].
Tersedia:dari:URL:http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk.
Rahayu S, Prijatni I. Praktikum kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.
Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan; 2016. [diunduh tanggal 03 januari 2021].[240].
Tersedia:dari:URL:http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk.
Rosyati H. Buku ajar asuhan kebidanan persalinan. Jakarta:Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta; 2017.
Setiyani A, Sukesi, Esyuananik. Asuhan kebidanan neonatus, bayi, balita dan
anak pra sekolah. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan; 2016.
Sukma F, Hidayati E, Jamil SN. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta; 2017.
Syarif AB, Santoso S, Widyasih H. Usia ibu dan kejadian persalinan preterm.
Jurnal Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 2017;2(11):20-24 [diunduh
tanggal 8 februari 2021].
Ummah N, Ngadiyono, Ulfiana E. Faktor risiko penyebab perdarahan
postpartum di puskesmas Pamotan kabupaten Rembang. Jurnal Kebidanan.
2018;15(7):39-49 [diunduh tanggal 08 februari 2021].
Wahyuni, ED. Asuhan kebidanan komunitas. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan;
2018.
Wahyuningsih HP. Asuhan kebidanan nifas dan menyusui. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan; 2018. [diunduh tanggal 02 januari 2021]. [291].
Tersedia:dari:URL:http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk
WHO. Trends in Maternal Mortality 2000 to 2017. Switzerland: WHO; 2019.
Yanti. 2017. Model Asuhan kebidanan COC turunkan AKI dan AKB. [diunduh
tanggal 13 februari 2021]. Tersedia:dari:URL: http://ugm.ac.id.
Yulizawati, Iryani D, Bustami LE, Insani AA, Andriani F. Buku ajar asuhan
kebidanan pada kehamilan. Padang; Erka; 2017.
Yulizawati, Iryani D, Sinta LE, Insani AA. Asuhan kebidanan keluarga
berencana. Sidoarjo: Indomedia Pustaka; 2019.
LAMPIRAN

Pemeriksaan Kehamilan Antenatal Care (ANC)


Pertolongan persalinan Kala II
Pengeluaran plasenta Kala III
Pemantauan kala IV
Penatalaksanaan bayi baru lahir

Memandikan bayi

Anda mungkin juga menyukai